MARKETING POLITIK CALON ANGGOTA DPR RI LEDIA HANIFA AMALIAH DALAM PEMILIHAN ANGGOTA DPR RI PERIODE 2014-2019 Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I) Sulastri Damayanti (1110051000192) JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
154
Embed
MARKETING POLITIK CALON ANGGOTA DPR RI LEDIA HANIFA ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MARKETING POLITIK CALON ANGGOTA DPR RI LEDIA
HANIFA AMALIAH DALAM PEMILIHAN ANGGOTA DPR
RI PERIODE 2014-2019
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi
persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Sulastri Damayanti (1110051000192)
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Marketing Politik Calon Anggota DPR RI Ledia Hanifa
Amaliah dalam Pemilihan Anggota DPR RI Periode 2014-2019” telah diujikan
dalam sidang munaqosyah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 2 Juli 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)
pada program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 2 Juli 2014
Dewan Sidang Munaqosyah
Ketua merangkap anggota Sekretaris merangkap anggota
Tabel 8 Pemetaan media berdasarkan jenis media....................................... 99
Tabel 9 Pemetaan media berdasarkan wilayah.............................................. 99
ix
DAFTAR DIAGRAM
Kerangka Penelitian……………………………………………………… 21
Lima Pasar dalam Kampanye Politik……………………………………. 47
Model Umum Positioning Politik……………………………………….. 51
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Pertunjukan Wayang Dakwah……………………………… 85
Gambar 1.2 Ledia bersama KRu dan Dalang Wayang Dakwah………… 85
Gambar 2.1 Sosialisasi Komisi VIII melalui account twitter @lediahanifa 97
Gambar 2.2 Kampanye Politik Ledia Hanifa melalui account twitter
@lediahanifa…………………………………………………………….. 97
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat observasi/riset
2. Profil Ledia Hanifa Amaliah
3. Surat keterangan penelitian
4. Draft wawancara dengan Ledia Hanifa Amaliah
5. Draft wawancara dengan Zyrlifera Jamil
6. Draft wawancara dengan Yudiyana
7. Data KPU 2009
8. Data KPU 2014
9. Brosur kampanye Ledia Hanifa Amaliah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjelang pesta demokrasi besar bangsa Indonesia pada tahun 2014, sedari
dini, kesibukan mulai diperlihatkan parpol-parpol peserta pemilu maupun calon-
calon yang terlibat dalam pemilihan anggota legislatif. Mereka berlomba-lomba
menampilkan yang terbaik dengan bermacam-macam cara untuk memperoleh
dukungan dari masyarakat dan mendapat kedudukan serta kekuasaan dalam
pemerintahan. Dan disinilah komunikasi politik memainkan peranannya.
Pemilihan umum sebagai agenda lima tahunan adalah momen penting untuk
menentukan pilihan rakyat yang akan menjadi perwakilannya di pemerintahan
yang bertugas membangun bangsa. Dalam undang-undang telah dijelaskan
mengenai fungsi pemilihan umum yaitu sebagai sarana untuk memilih Anggota
DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Pemilu, sesuai ketentuan
hukum, harus dilaksanakan menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon
terbuka.1
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang
sekaligus tolak ukur, dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang
diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan
kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi
serta aspirasi masyarakat. Masyarakat bebas menentukan pilihannya sendiri yang
1 Dedi Kurnia Syah Putra, Media dan Politik: Menemukan Relasi Antara Dimensi
Simbiosis-Mutualisme Media dan Politik, (Graha Ilmu, Jogjakarta: 2012), ed 1, cet 1, h. 82.
2
menurutnya pantas dan layak untuk dijadikan pemimpin serta dapat mewakili
aspirasinya. 2
Momentum lima tahunan ini hadir sebagai agenda rutin bangsa Indonesia.
Agenda terdekat adalah pemilihan anggota legislatif yang jatuh pada 9 April 2014.
Parpol-parpol peserta pemilu telah mengirimkan wakil-wakil mereka dalam
pemilihan anggota legislatif periode 2014-2019. Banyaknya calon yang ikut
dalam pemilihan anggota legislatif semakin menambah ramai pemilihan anggota
legislatif ini. Masyarakat disodorkan berbagai pilihan calon yang akan mereka
percayakan untuk mengemban amanah rakyat dengan berbagai latar belakang.
Dahulu, persaingan perebutan kekuasaan politik di Indonesia umumnya di
dominasi oleh kaum laki-laki. Pada kenyataannya kaum laki-lakilah yang
menguasai perpolitikan di Indonesia. Merekalah yang menduduki kekuasaan
tinggi dan penting dalam percaturan politik di Indonesia. Hal ini bukan tanpa
alasan karena partisipasi politik perempuan di Indonesia saat itu masih sangat
rendah dan partisipasi perempuan di Indonesia ibarat barang langka.
Ide bahwa politik bukan wilayah bagi perempuan adalah ide yang selalu
didengungkan selama berabad-abad. Terminologi publik dan privat yang erat
kaitannya dengan konsep jender, peran jender, dan streotipe, telah menciptakan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan di antara perempuan dan laki-laki. Efek tidak
langsung dari ide ini adalah membatasi partisipasi politik perempuan.3
2 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka utama:
2010), edisi revisi, cet ke 4, h. 461. 3 Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana-Esai Pilihan 1999-2004,
(Jakarta, Kompas: 2005), h. 25-26.
3
Seolah telah mengakar pada kebudayaan manusia, mindset dan juga kerangka
pemikiran tentang konsep wanita yang identik dengan hal-hal yang beraroma
rumahan, sebagai juru masak, pengasuh anak, atau peran pasif lainnya, lebih
ekstrem lagi wanita memandang dirinya sebagai asumsi objek seksualitas, tidak
memiliki ruang untuk mengambil keputusan dan tersekat oleh Patriarchy. Hal ini
semakin menegaskan ketidaktepatan perempuan jika bergabung dengan politik.4
Akibat yang paling jelas dari situasi politik seperti itu adalah marjinalisasi dan
pengucilan perempuan dari kehidupan politik formal. Ini artinya, keberadaan
perempuan dalam kehidupan politik formal di banyak tempat memperlihatkan
gambaran yang tidak menggembirakan.5
Selama ini, perempuan dalam bingkai politik belum sampai pada tingkat
maksimal. Dalam sejarah pemilihan umum (Pemilu), misalnya, anggapan
masyarakat Indonesia terhadap pilihan perempuan politik masih sebagai pilihan
kedua untuk menduduki posisi dalam politik (jabatan politik). Masyarakat masih
mempercayakan pilihan mereka pada kaum laki-laki. Pembuktian asas asumsi ini
dapat dilihat dari data yang ada dalam sejarah perpolitikan Indonesia sejak
dilakukannya pemilu untuk pertama kalinya pada tahun 1955. Belum lagi asumsi
dari wilayah agama, perempuan dianggap tidak memiliki kemampuan untuk
berpolitik bahkan secara ekstrem ada beberapa keyakinan kelompok agama
tertentu untuk mengharamkan perempuan berpolitik, semisal menjadi pemimpin.6
4 Dedi Kurnia Syah Putra, Media dan Politik-Menemukan Relasi Antara Dimensi
Simbiosis-Mutualisme Media dan Politik, (Yogyakarta, Graha Ilmu: 2012), ed 1, cet 1, h. 95. 5 Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana-Esai Pilihan 1999-2004,
(Jakarta, Kompas: 2005), h. 25-26. 6 Dedi Kurnia Syah Putra, Media dan Politik-Menemukan Relasi Antara Dimensi
Simbiosis-Mutualisme Media dan Politik, (Yogyakarta, Graha Ilmu: 2012), ed 1, cet 1, H. 97
4
Gambaran umum dari partisipasi perempuan dan politik di Indonesia
memperlihatkan representasi yang rendah dalam semua tingkatan pengambilan
keputusan, baik ditingkat eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun birokrasi
pemerintahan, partai politik dan kehidupan publik lainnya.
Selain rendahnya representasi atau keterwakilan perempuan dalam kehidupan
politik dalam arti jumlah atau kuantitas, maka ada gambaran lain yang
melengkapinya yakni persoalan kualitas. Partisipasi politik perempuan, jika
memang itu ada, hanya terkesan memainkan peran sekunder. Mereka hanya
dilihat sebagai pemanis atau penggembira sebagai cermin rendahnya pengetahuan
mereka di bidang politik. Kita bisa mengamati bahwa betapa sedikitnya politisi
atau tokoh perempuan yang mempunyai pengetahuan yang luas mengenai
berbagai persoalan publik yang dihadapi masyarakat Indonesia. Persoalan
sensitivitas atau kepedulian terhadap isu-isu perempuan seperti soal kekerasan
negara terhadap perempuan, kesehatan reproduksi, pelecehan seksual, gizi anak
dan lainnya yang sejenis, serta pernikahan dan kepedulian pada persoalan tersebut
rasa-rasanya memang bukan menjadi agenda utama bagi mereka para penentu
kebijakan.7
Alasan lain untuk menjelaskan rendahnya representasi perempuan sebagai
calon legislatif adalah apa yang sering dikemukakan sebagai “definisi tentang
politik”. Yang sering dianggap tabu, kotor, penuh bahaya dan tidak cocok bagi
perempuan. Wilayah ini dirasa kurang tepat bagi perempuan yang selama ini
dianggap sebagai kaum yang lemah. Selain itu ada juga pelabelan bahwa
7 Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana-Esai Pilihan 1999-2004,
(Jakarta, Kompas: 2005), h. 22-23.
5
perempuan pada umumnya buta politik, tidak tertarik dengan kehidupan, dan ini
semua hanya semakin mematahkan semangat mereka untuk berpartisipasi dalam
ranah politik.8
Kondisi demikian tidak lagi terjadi pada masa kini, perempuan sekarang telah
memperkuat posisinya sebagai penyeimbang kaum laki-laki. Kaum perempuan
mulai menunjukan perannya dalam politik dengan bergelut secara praktik, politik
dan juga pewaris emansipasi tentu memaknai emansipasi sebagai hak dan juga
kewajiban atas dasar perilaku wanita, bukan berdasar pada asumsi emansipasi
liberal. Lebih dari itu, di beberapa negara, wanita menjadi sosok penting bagi
politik. Termasuk di Indonesia yang sempat dipimpin oleh seorang wanita, yaitu
Megawati Soekarno Putri sang putri Presiden Ir. Soekarno.9
Peningkatan partisipasi politik perempuan pada pemilu kali ini, terlihat dari
banyaknya perempuan yang terdaftar sebagai calon anggota legislatif tingkat DPR
RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kota/Kabupaten. Hal ini, ditanggapi baik oleh
Ledia Hanifa Amaliah, yang turut berpartisipasi sebagai calon anggota DPR RI
dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat (Jabar) I yang meliputi Kota Bandung
dan Cimahi. Beliau akan bersaing dengan 83 calon lainnya yang 35 diantaranya
merupakan calon legislatif perempuan.
Sebenarnya, kedudukan perempuan di Indonesia secara formal cukup kuat
karena didukung oleh undang-undang serta peraturan lain yang memberi
8 Susan Blackburn, “The 1999 election in Indonesia; Where were the woman?” kertas
kerja yang dipresentasikan dalam lokakarya The Indonesian Election : An Analysis, Monash
University, 25 Juni, 1999 dalam Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana-Esai
Pilihan 1999-2004, (Jakarta, Kompas: 2005), h. 34. 9 Dedi Kurnia Syah Putra, Media dan Politik-Menemukan Relasi Antara Dimensi
Simbiosis-Mutualisme Media dan Politik, (Yogyakarta, Graha Ilmu: 2012), ed 1, cet 1, h. 95.
6
perlindungan yuridis padanya. Selain itu, Indonesia pun telah meratifikasi dua
perjanjian, yaitu Perjanjian mengenai Hak Politik Perempuan (Convention on the
Political Rights of Women) dan Perjanjian mengenai Penghapusan Diskriminasi
terhadap Perempuan (Convention on the Political Elimination of All Forms of
Discrimination against Women atau CEDAW). Kemudian pada 1993, Indonesia
telah menerima Deklarasi Wina yang sangat mendukung kedudukan perempuan.
Akhirnya, dalam Undang-Undang Pemilihan Umum 2004 dibuka kesempatan
agar perempuan dipertimbangkan menduduki 30% kursi wakil rakyat.
Akhirnya sukses terbesar diperoleh ketika Undang-Undang No. 12 tahun 2003
tentang pemilu memberi peluang baru dengan menetapkan dalam Pasal 65 (1):
“Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memerhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.” 10
Sekalipun dianggap kurang memenuhi aspirasi sebagian besar kaum perempuan,
tetapi undang-undang itu memberian kesempatan bagi perempuan untuk berperan
aktif dalam politik dan menjadi cambuk bagi perempuan untuk mempersiapkan
diri bertarung dalam pemilu-pemilu yang akan datang.11
Dalam meningkatkan partisipasi politik perempuan di Indonesia baik secara
kuantitas maupun kualitas, pemerintah dalam hal ini tidak bisa bergerak sendiri.
Perlu adanya dukungan dari luar untuk bisa mewujudkannya. Dalam hal ini, partai
politik memiliki peranan penting untuk membantu pemerintah dalam
10
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka utama:
2010), edisi revisi, cet ke 4, h. 257-259. 11
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka utama:
2010), edisi revisi, cet ke 4, h. 257-259.
7
meningkatakan partisipasi politik perempuan di Indonesia baik secara kualitas
maupun kuantitas.
Partai politik adalah salah satu pilar demokrasi dan institusi strategis yang bisa
dijadikan alat untuk meningkatkan keterwakilan politik perempuan. Bentuk
dukungan partai politik bisa diwujudkan melalui proses internal masing-masing
parpol. Proses internal yang dilakukan parpol hendaknya tidak hanya
mengedepankan permasalahan kuantitas tetapi juga memerhatikan permasalahan
kualitas karena persoalan kualitas bisa menjadi bekal bagi para politisi khususnya
politisi perempuan.12
Ledia merupakan salah satu politisi yang lahir dari proses pengkaderan
panjang di partainya. Keterlibatannya dalam dunia politik dimulai sejak reformasi
1998 bergulir. Seiring berdirinya Partai Keadilan (PK) yang akhirnya berganti
nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di partainya, ia kerab menduduki
posisi-posisi strategis terutama dibidang kewanitaan seperti Staf Deputi
Kewanitaan DPW PK Jakarta (1998-1999), Pjs Ketua Deputi Kewanitaan DPW
PK DKI Jakarta (1999-2000), Ketua Deputi Pemberdayaan Wanita DPW PKS
Jawa Barat (2000-2005), Ketua DPP PKS Bidang Kewanitaan (2005-2010).13
Proses pengkaderan di partainya membuat Ledia masuk sebagai golongan
politisi ideolog yang kehadirannya bukan sebagai pendulang suara semata. Politisi
ideolog adalah komunikator politik yang menjadi kader ideologi dan representasi
nilai-nilai normatif yang diusung oleh individu atau kelompok politik. Biasanya
12
Lena Maryana Mukti, Kelompok Kerja Keterwakilan Perempuan, artikel diakses
pada 25 September 2013 dari http://www.komnasperempuan.or.id 13
Bobby Reza Satrian, Profil Ledia Hanifa Amaliah, artikel diakses pada 19 Januari
2014 dari http://m.merdeka.com/profil/indonesia/I/ledia-hanifa-amaliah/
Ketatnya peta persaingan di Jabar 1 membuat Ledia dan tim suksesnya harus
bekerja ekstra keras. Selain persoalan-persoalan di atas, Ledia pun harus
berhadapan dengan persoalan nomor urut. Ini menjadi penting dicermati oleh
seoarang kandidat yang bersaing karena tak jarang nomor urut menjadi kunci
kesuksesan seorang kandidat untuk mendapatkan suara dari para pemilihnya.
Jika pada pemilu tahun 2009 lalu, Ledia mendapat nomor urut dua dan
menempati urutan kedua dalam perolehan suara sah di partainya. Kini pada
pemilu 2014, ada pergeseran nomor urut sehingga ia mendapat nomor urut tiga.
Pergeseran nomor urut ini merupakan ketetapan partai tempat Ledia berafiliasi.
Mencermati kondisi yang demikian, strategi seperti apakah yang sekiranya
bisa membantu Ledia Hanifa Amaliah, untuk dapat memenangi pemilu 2014 ini.
Mengingat peta persaingan yang semakin ketat, bukan hanya dari rekan-rekan
separtainya saja melainkan calon-calon dari partai lain yang turut bertanding
dalam pemilu 2014.
Persaingan yang semakin ketat menuntut para kandidat berupaya lebih kuat
menarik simpati calon pemilih. Para kandidat harus bisa memperkenalkan diri
mereka ke publik dan meyakinkan calon pemilih bahwa mereka layak
mengemban amanah yang dititipkan masyarakat. Upaya ini bisa terwujud jika
diimbangi dengan pemasaran atau marketing kandidat.
Selama ini kita mengetahui bahwa marketing merupakan bagian dari ekonomi.
Namun seiring kebutuhan politik dan keadaan persaingan yang semakin ketat
menuntut marketing turut digunakan pula dalam politik. Marketing yang
13
dimaksud di sini bukanlah marketing atau pemasaran ekonomi melainkan
marketing atau pemasaran politik.
Pada awalnya pemasaran atau marketing bukanlah bagian dari politik. Karena
keduanya merupakan dua disiplin ilmu yang berbeda. Mencermati kebutuhan
politik dan keadaan persaingan yang semakin ketat, maka marketing dan politik
bersatu menjadi pedoman baru dalam persaingan politik. Dan kini para kandidat
mulai ramai menggunakan marketing politik dalam persaingan politik mereka.
Saat ini masyarakat semakin cerdas dalam menentukan pilihannya. Rakyat
sudah dapat membedakan mana yang gemar memberi janji dan mana yang bekerja
nyata. Rakyat sudah tidak ingin lagi digempur dengan janji-janji para wakil
rakyat. Ini menjadi tugas penting bagi para kandidat beserta tim suksesnya dalam
meramu strategi komunikasi politik yang baik untuk dapat memenangkan hati
rakyat sehingga mau memberikan suaranya pada calon tersebut.
Menyikapi persaingan sengit di dapil Jabar 1 dan kondisi masyarakat yang
semakin cerdas politik membuat Ledia beserta tim suksesnya mengatur strategi
untuk dapat memenangkan persaingani ini. Dan marketing politik menjadi pilihan
Ledia dan tim suksesnya sejak lima tahun lalu ketika menjabat sebagai anggota
DPR RI periode 2009-2014 lalu.
Marketing politik seorang politisi dalam persaingan politiknya begitu menarik
untuk dicermati, terlebih Ledia adalah politisi perempuan dari partai islam. Oleh
sebab itu penulis tertarik meneliti marketing politik Ledia yang kemudian
dituangkan dalam judul: “Marketing Politik Calon Anggota DPR RI Ledia
Hanifa Amaliah dalam Pemilihan Anggota DPR RI periode 20014-2019”.
14
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada :
Kegiatan marketing politik yang dilakukan Ledia Hanifa Amaliah dalam
pemilihan anggota DPR RI periode 2014-2019.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas dapat ditarik rumusan
permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimana marketing politik yang dijalankan Ledia Hanifa Amaliah
dalam menghadapi Pemilihan anggota legislatif periode 2014-2019?
b. Apa saja faktor pendukung dan penghambat marketing politik Ledia
Hanifa Amaliah dalam menghadapi Pemilihan anggota legislatif periode
2014-2019?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang ada sebagaimana tersebut di atas, maka tujuan
tulisan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui marketing politik yang dibangun Ledia Hanifa
Amaliah, bersama tim suksesnya dalam pemilihan anggota DPR RI
periode 2014-2019.
b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan hambatan atau tantangan
yang dialami Ledia Hanifa Amaliah, beserta tim suksesnya dalam
pemilihan anggota legislatif periode 2014-2019.
15
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Manfaat Akademis
Menerapkan ilmu komunikasi secara teoritis dalam hasil penelitian
dan menunjang serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang
diterapkan di bidang komunikasi politik.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para
teoritis, praktisi dan pemikir dalam bidang komunikasi politik, para
calon anggota legislatif serta partai politik. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat membuka wawasan baru mengenai partisipasi politik
perempuan, sehingga tidak ada lagi kekeliruan dalam menyikapi
partisipasi politik perempuan baik dalam konteks agama maupun
bernegara.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah desain kualitatif
dimana desain ini dinilai tepat untuk melihat proses dan keutuhan
fenomena yang terjadi. Pendekatan kualitatif mencoba menerjemahkan
pandangan-pandangan dasar interpretatif dan fenomenologis yang antara
lain: (1) realitas sosial adalah sesuatu yang subjektif dan diinterpretasikan,
bukan sesuatu yang lepas di luar individu-individu; (2) manusia tidak
secara sederhana disimpulkan mengikuti hukum-hukum alam di luar diri,
16
melainkan menciptakan rangkaian makna menjalani hidupnya; (3) ilmu
didasarkan pada pengetahuan sehari-hari, bersifat induktif, idiografis dan
tidak bebas nilai, serta (4) penelitian bertujuan untuk memahami
kehidupan sosial.24
Selain itu, penelitian ini menggunakan tipe penilitian Studi kasus.
Studi kasus adalah penelitian yang dilakukan terbatas pada masalah
khusus (kasus tertentu). Studi kasus membuat peneliti dapat memperoleh
pemahan utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan
dimensi dari kasus khusus tersebut.25
Studi kasus dapat dibedakan dalam beberapa tipe: 26
Studi kasus intrinsik: penelitian dilakukan karena ketertarikan atau
kepedulian pada suatu kasus khusus. Penelitian dilakukan untuk
memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk
menghasilkan konsep-konsep/teori ataupun tanpa upaya
menggeneralisasi.
Studi kasus instrumental: penelitian pada suatu kasus unik tertentu,
dilakukan untuk memahami isu dengan lebih baik, juga untuk
mengembangkan, memperhalus teori.
24
S. Sarantoks, Social Research. (Melbourne, MacMillan Education Australia Pty Ltd:
1993) dalam E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia,
(Depok, LPSP3 UI: 2005), edisi 3, h.25-26. 25
S. Sarantoks, Social Research. (Melbourne, MacMillan Education Australia Pty Ltd:
1993) dalam E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, h.
108. 26
S. Sarantoks, Social Research. (Melbourne, MacMillan Education Australia Pty Ltd:
1993) dalam E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, h.
108.
17
Studi kasus kolektif: suatu studi kasus instrumental yang diperluas
sehingga mencakup beberapa kasus. Tujuannya adalah untuk
mempelajari fenomena/populasi/kondisi umum dengan lebih
mendalam. Karena menyangkut kasus majemuk dengan fokus baik di
dalam tiap kasus maupun antar kasus, studi kasus ini sering juga
disebut studi kasus majemuk, atau studi kasus komparatif.
Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan studi kasus instrinsik
karena dalam marketing politik Ledia terdapat beberapa keunikan.
Pertama, Ledia telah mengikuti tiga kali pemilihan umum. Pada tahun
2004 Ledia menjadi calon anggota DPRD Provinsi pada daerah pemilihan
Jabar VI (Depok-Bekasi). Saat itu, pemilu di Indonesia masih
menggunakan sistem proporsional tertutup (berdasarkan nomor urut)
sehingga Ledia yang saat itu tak mendapat nomor urut satu harus kandas
meski perolehan suaranya besar. Tahun 2009 ia terpilih sebagai anggota
DPR RI dari Dapil Jabar I (Bandung-Cimahi). Dan tahun 2014 kembali
mencalonkan dari Dapil yang sama.
Kedua, Ledia merupakan salah satu politisi yang ditunjuk partainya
(PKS) untuk menjadi wakil rakyat di Dapil Jabar I. Hal yang perlu kita
ketahui, bahwasannya, Ledia bukan berasal dari Dapil Jabar I. Ia lahir dan
tinggal di Jakarta. Namun, pada pemilu 2009 lalu ia berhasil mendulang
kesuksesan sebagai wakil rakyat dari Jabar I. Ia berhasil meyakini para
pemilih di Jabar I untuk memberikan dukungan dan suara mereka kepada
Ledia meskipun ia bukan berasal dari daerah yang diwakilinya.
18
Ketiga, dalam hal distribusi dan alokasi kader partai terjadi melalui
tahapan yang panjang dalam proses kaderisasi. Setiap wakil rakyat yang
maju sebagai calon wakil rakyat bukan atas dasar keinginan pribadi,
melainkan perintah dan penunjukan langsung dari Partai. Penunjukan yang
dilakukan partai terhadap Ledia, melalui proses pertimbangan dan
musyawarah majelis syuro PKS. Sehingga wakil yang ditunjuk benar-
benar memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam politik, bukan sekedar
pendongkrak suara.
2. Tahapan Penelitian
Berdasarkan manfaat empiris, bahwa metode pengumpulan data
kualitatif yang paling independen terhadap semua metode pengumpulan
data dan teknik analisis data adalah metode wawancara mendalam,
observasi, dan dokumenter. Dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Pengumpulan data
1) Wawancara mendalam merupakan proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan
wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan
19
informan.27
Dalam hal ini, peneliti mewawancarai Ledia Hanifa
Amaliah dan Tim Suksesnya.
2) Observasi, istilah observasi diarahkan pada kegiatan
memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul,
dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena
tersebut.28
Pada observasi ini, peneliti mengamati marketing politik
yang dilakukan Ledia Hanifa Amaliah, berserta Tim Suksesnya
serta mengamati berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Ledia
Hanifa Amaliah, beserta Tim Suksesnya.
3) Dokumenter adalah suatu metode pengumpulan data yang
digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode
dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data
historis.29
Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data-data dari
berbagai sumber yang dapat mendukung penelitian yang sedang
dilakukan.
b. Pengelolaan Data
Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan, peneliti
mendapatkan sejumlah data. Data yang diperoleh dalam penelitian
kualitatif tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi,
deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar, foto)
27
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial lainnya, (Jakarta, Kencana: 2010), ed 1, cet 4, h. 208. 28
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia,
(Depok, LPSP3 UI: 2005), edisi 3, h. 116. 29
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial lainnya, h. 121.
20
ataupun bentuk-bentuk non angka lain.30
Data-data tersebut kemudian
diolah dan dihubungan dengan berbagai data yang ada sehingga
menjadi sebuah kesimpulan yang bermakna. Kesimpulan tersebut
diangkat dari fakta-fakta yang ditemukan selama penelitian.
Teknik penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada buku
bimbingan skripsi UIN Jakarta “PEDOMAN PENULISAN SKRIPSI”,
(FITK UIN: Jakarta, 2011) serta terikat dengan peraturan pemakaian
bahasa dengan ejaan (EYD). Dengan pengecualian bahasa asing.
c. Analisa data
Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan, peneliti
mendapatkan sejumlah data. Data yang diperoleh dalam penelitian
kualitatif tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi,
deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar, foto)
ataupun bentuk-bentuk non angka lain.31
Data-data tersebut kemudian
diolah dan dihubungan dengan berbagai data yang ada sehingga
menjadi sebuah kesimpulan yang bermakna. Kesimpulan tersebut
diangkat dari fakta-fakta yang ditemukan selama penelitian.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Ledia dan tim suksesnya yang
berkaitan dengan pembatasan dan perumusan masalah. Adapun objek
30
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia,
(Depok, LPSP3 UI: 2005), edisi 3, h. 143. 31
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia,
(Depok, LPSP3 UI: 2005), edisi 3, h. 143.
21
penelitiannya adalah marketing politik yang digunakan Ledia dan tim
suksesnya.
F. Kerangka Penelitian
Kerangka dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Sumber: Bruce I Newman, Handbook of Political Marketing(1999) dan Zulkariem Nasution,
Komunikasi Politik Suatu Pengantar (1990)
Komunikasi politik menjadi bahasan utama dalam penelitian ini karena
penelitian ini mengangkat tentang bagaimana seorang kandidat mempersiapkan
diri dalam pemillihan legislatif.
Marketing politik merupakan bagian dari komunikasi politik, sama halnya
seperti retorika politik maupun public relations politik. Marketing politik ini
digunakan Ledia untuk mensosialisasikan dirinya dalam pemilihan anggota
DPR RI periode 2014-2019.
Komunikasi
Politik
Marketing
Politik
Pasar
Politik
Saluran
Media
Produk
Politik
Positioning
Politik
Saluran
Tatap Muka
22
Pasar politik, produk politik dan positioning politik merupakan bagian tak
terpisahkan dalam marketing politik. Pada bagian-bagian inilah Ledia dan tim
suksesnya menganalisa dan meramu strategi marketing politik mereka.
Saluran komunikasi politik terdiri dari lima saluran yakni tatap muka, sosial
tradisional, masukan (input), output, dan media massa. Ledia dan tim suksesnya
menggunakan dua saluran yakni media dan tatap muka. Kedua saluran ini
digunakan dalam rangka positioning Ledia sebagai calon anggota DPR RI.
G. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang strategi
komunikasi politik, diantaranya:
Misliyah menemukan tim sukses Mochtar Muhammad-Rahmat Effendi dalam
kampanye Pilkada Walikota Bekasi menggunakan marketing politik melalui
saluran media. Media yang digunakan meliputi media cetak dan media elektronik.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada proses marketing
politik yang dilakukan melalui saluran media. Dan perbedaannya adalah
penelitian ini memfokuskan pada agenda setting media dari marketing politik
sedangkan penelitian yang dilakukan penulis memfokuskan pada saluran yang
digunakan dalam marketing politik.32
Muhammad Rhagyl Indratomo menemukan Persamaan penelitian ini dengan
penelitian penulis terdapat pada iklan PKS di media massa yang mana PKS
menggunakan saluran media dalam proses marketing politik mereka. Adapun
perbedaan penelitian ini adalah mereka hanya mefokuskan pada iklan partai
32
Misliyah, Komunikasi Politik Melalui Media Massa Pasangan Mochtar Muhammad-
Rahmat Effendi (MuRah) dalam Pilkada Walikota Bekasi Periode 2008-201, (Jakarta, FIDKOM
UIN: 2010)
23
politik dalam marketing politik mereka sedangkan penelitian yang dilakukan
penulis memfokuskan pada saluran yang digunakan dalam marketing politik.33
Shulhan Rumaru menemukan strategi marketing politik Lembaga Konsultan
Komunikasi Fastcomm di tengah persaingan lembaga-lembaga konsultan politik
lainnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah penggunaan
proses marketing politik partai islam dan saluran komunikasi politik yang
digunakan dalam proses marketing politik. Dan perbedaan penelitian ini adalah
peneliti memfokuskan pada Lembaga Konsultan Komunikasi Fastcomm yang
menangani marketing politik partai islam sedangkan penulis memfokuskan pada
kandidat yang tidak menggunakan jasa konsultan politik.34
H. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini bersifat teratur dan sistematis, maka dari itu untuk dapat
memudahkan dalam memahami isi skripsi ini, peneliti membagi skripsi ini
menjadi lima bab, yang pada tiap-tiap bab terbagi dari sub-sub bab. Isi masing-
masing bab secara singkat adalah sebagai berikut:
BAB 1 latar belakang, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, metodologi penelitian, pedoman penelitian
serta sistematika penulisan.
BAB 2 Bab ini membahas tentang teori-teori yang digunakan sebagai
landasan permasalahan penelitian dalam membahas skripsi ini.
33
Muhammad Rhagyl Indratomo , Analisis Pemanfaatan Iklan Politik di Media Massa:
Studi Terhadap Iklan Politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Pemilu Legislatif 2009,
(Jakarta, FIDKOM UIN: 2010) 34
Shulhan Rumaru, Strategi Marketing Politik Lembaga Konsultan Komunikasi
Fastcomm dalam Pemenangan Partai Islam di Pemilu Legislatif 2009, (Jakarta, FIDKOM UIN:
201)
24
BAB 3 Bab ini berisi uraian profil Ledia Hanifa Amaliah, dalam pemilihan
anggota legislatif periode 2014-2019.
BAB 4 Bab ini membahas tentang isi penelitian secara umum di mana
data-data yang telah dikumpulkan dipaparkan oleh peneliti dan
menganalisis data yang sudah diperoleh.
BAB 5 Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi yang dibuat oleh
peneliti yang membahas tentang hasil keseluruhan penelitian yang
menguraikan tentang kesimpulan dari semua uraian yang ada pada
bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini, peneliti juga akan
memberikan kesimpulan dan saran sebagai hasil dari penelitian
yang telah dilakukan.
25
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
A. Konseptualisasi Komunikasi Politik
1. Pengertian Komunikasi Politik
Komunikasi politik sebagai salah satu bidang kajian komunikasi, selalu
menjadi fenomena yang senantiasa aktual untuk didiskusikan, terlebih ditahun-
tahun politik seperti sekarang ini. Dewasa ini, politik menjadi hal yang ramai
dibicarakan. Tak hanya oleh para politisi, akademisi maupun pengamat saja. Kini
politik telah merambah ke masyarakat umum yang awam politik. Itulah sebabnya
mengapa komunikasi politik begitu penting untuk dikaji.
Komunikasi politik telah dikenal sejak Cicero dan Aristoteles. Kemudian
berkembang sekitar Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Sebagai suatu bidang
kajian ilmiah, komunikasi politik melintasi berbagai disiplin dan dibesarkan
secara lintas disiplin. Karena komunikasi politik terlahir dari disiplin ilmu
komunikasi dan ilmu politik. 1
Keberadaan komunikasi politik sudah ada sejak manusia berpolitik dan
berkomunikasi, tetapi sebagai telaah ilmu, apakah sebagai bagian ilmu politik
maupun sebagai bagian ilmu komunikasi, usianya belum begitu lama.
Perkembangannya sebagai sebuah subdisiplin berakar dalam revolusi ilmu sosial
tujuh puluh tahun yang lalu. Alwi Dahlan menulis bahwa komunikasi politik
mulai berkembang dalam bentuk awal dalam kandungan ilmu politik sesudah
Perang Dunia I, meskipun belum memakai penamaan tersebut. Hal itu terlihat dari
1 Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, (Yogyakarta, Graha Ilmu: 2011), edisi II, cet I, h. 11.
26
studi mengenai pendapat umum, propaganda, dan perang urat saraf, serta
berkembangnya teori media kritis sebagai bagian dari ilmu politik.2
Sebelum kita membahas pengertian komunikasi politik, sebaiknya kita uraikan
terminolgy yang melekat dalam konteks komunikasi politik, yakni komunikasi
dan politik. Komunikasi berasal dari bahasa Latin „communis‟ atau „common‟
dalam bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita sedang
berusaha untuk mencapai kesamaan makna, “commonness”. Atau dengan
ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan
atau sikap kita seringkali mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang
sama. Oleh karena itu, komunikasi seharusnya dipertimbangkan sebagai aktivitas
di mana tidak ada tindakan atau ungkapan yang diberi makna secara penuh,
kecuali jika diinterpretasikan oleh partisipan komunikasi yang terlibat, demikian
pengertian komunikasi yang diberikan Kathleen K. Reardon dalam buku
Interpersonal Commmunication, Where Minds Meet (1987). 3
Aristoteles yang hidup empat abad sebelum masehi (385-322SM) dalam
bukunya Rethoric membuat definisi komunikasi dengan menekankan “siapa
mengatakan apa kepada siapa.” Definisi yang dibuat Aristoteles ini sangat
sederhana, tetapi ia telah mengilhami seorang ahli ilmu politik bernama Harold D.
Lasswell pada 1948, dengan coba membuat definisi komunikasi yang lebih
sempurna dengan menanyakan “SIAPA mengatakan APA, MELALUI apa,
KEPADA siapa, dan apa AKIBATNYA.”
2 Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, h. 11. 3 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam dan Aplikasi, (Jakarta, Rineka
Cipta: 2009), cet 1, h. 108.
27
Para sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi
antarmanusia (human communication) yakni “Komunikasi adalah sautu transaksi,
proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan
(1) membangun hubungan antarsesama manusia; (2) melalui pertukaran
informasi; (3) untuk membuat sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4)
berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.”4
Sedangkan definisi politik, pada umumnya diketahui berasal dari perkataan
politicos (menyangkut warga Negara), polites (seorang warga Negara), polis
(kota, negara), dan politea (kewargaan) di zaman Yunani Klasik.5 Kemudian
berkembang dalam berbagai bentuk bahasa (Inggris), seperti polity, politics,
politica, political, dan policy. Selain itu dikenal juga istilah politicos yang berarti
kewarganegaraan, yang kemudian berkembang menjadi politer yang bermakna
hak-hak warga negara. Sejak zaman Yunani klasik telah dikenal istilah politike
techne yang berarti kemahiran politik.6
Eric Louw menyebutkan, politik adalah sebuah proses pengambilan keputusan, sebuah
perebutan untuk memperoleh akses pada posisi pengambilan keputusan, dan proses
kewenangan untuk menjalankan keputusan-keputusan itu. 7
Dari definisi yang diungkapkan Eric Louw mengandung sejumlah konsep
kenegaraan, yakni: kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making),
kebijaksanaan (policy), dan pembagian atau alokasi sumber daya (resources).8
4 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, (Jakarta, Rajawali
Pers: 2009), edisi I, cet II, h. 18-19. 5 Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca-
Orde Baru, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya: 2008), cet I, h. 28. 6 Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, (Yogyakarta, Graha Ilmu: 2011), edisi II, cet I, h. 2. 7 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, (Jakarta, Rajawali
Pers: 2009), edisi I, cet II, h. 28. 8 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, h. 28.
28
Selain itu Lasswell merumuskan formula bahwa politik ialah siapa
memperoleh apa, kapan, dan bagaimana caranya (who, gets what, when, how).
Siapa yang melakukan aktivitas politik, apa yang dicapainya dalam aktivitas itu,
serta kapan dan bagaimana cara mencapainya. Aktivitas yang dilakukan oleh
manusia dengan maksud mencapai tujuan bersama pada waktu tertentu bisa
dilakukan dengan cara memanfaatkan pengaruh (influenze), wewenang
(authority), kekuasaan (power) atau kekuatan (force). Sejalan dengan Lasswell,
Dahl menyebutkan bahwa politik itu adalah aturan, kekuasaan, pengaruh,
wewenang, dan pemerintahan sebagai cakupan politik.9
Adapaun pembahasan mengenai kajian komunikasi politik pada awalnya
berakar pada ilmu politik, meskipun penamaan lebih banyak dikenal dengan
istilah propaganda. Ini dimulai pada tahun 1922 dengan penelitian dari Ferdinand
Tonnies dan Walter Lippmann yang meneliti tentang opini publik pada
masyarakat, kemudian dilanjutkan oleh Bagehot, Maine, Bycre, dan Graha Wallas
di Inggris yang menelaah peranan pers dan pembentukan opini publik. Bahkan
ketika Harold D. Lasswell menulis disertasi doktor tentang Propaganda Technique
in the World War (1927). Praktik propaganda berkembang terutama menjelang
Perang Dunia II ketika Nazi Jerman berhasil melakukan ekspansi dengan
gemilang di bawah propaganda Dr. Joseph Gobbel.10
Komunikasi politik merupakan persilangan antara ilmu politik dan ilmu
komunikasi. Di dalamnya ada proses komunikasi dan proses politik. Pembahasan
9 Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, (Yogyakarta, Graha Ilmu: 2011), edisi II, cet I, h. 3-4. 10
Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, (Jakarta, Rajawali
Pers: 2009), edisi I, cet II, h.32.
29
kajian ini berkutat pada proses penyampaian pesan melalui media yang juga
bersifat politis. Sama seperti pesan, media dan saluran politik formal seperti
negara dan lembaga-lembaga politik lainnya juga memiliki kekuatan politik.11
Kendati komunikasi politik merupakan persilangan komunikasi dan politik,
bukan berarti mendefinisikan komunikasi politik cukup dengan menggabungkan
dua definisi, “komunikasi” dan “politik”. Ia memiliki konsep tersendiri, meskipun
secara sederhana merupakan gabungan dari dua konsep tersebut. Komunikasi
politik secara keseluruhan tidak bisa dipahami tanpa menghubungkannya dengan
dimensi politik dengan segala aspek dan problematikanya. Kesulitan dalam
mendefinisikan komunikasi politik terutama dipengaruhi oleh keragaman sudut
pandang terhadap kompleksitas realitas sehari-hari. 12
Ilmuwan komunikasi A. Muis, menjelaskan bahwa istilah komunikasi politik
menunjuk pada pesan sebagai objek formalnya sehingga titik berat konsepnya
terletak pada komunikasi dan bukan pada politik. Pada hakikatnya komunikasi
politik mengandung informasi atau pesan tentang politik. Sedang McNair,
menyebutkan bahwa komunikasi politik adalah komunikasi yang diupayakan
untuk mencapai tujuan-tujuan politik tertentu. Kemudian Graber, memandang
bahwa komunikasi politik adalah proses pembelajaram, penerimaan, dan
persetujuan atas kebiasaan-kebiasaan atau aturan-aturan, struktur, dan faktor-
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan politik.13
11
Nurani Soyomukti, Komunikasi Politik: Kudeta Politik Media, analisa Komunikasi
Rakyat dan Penguasa, (Malang: 2013), cet I, h. 1. 12
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca-
Orde Baru, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya: 2008), cet I, h. 28. 13
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, (Yogyakarta, Graha Ilmu: 2011), edisi II, cet I, h.12.
30
Menurut Rush dan Althoff, komunikasi politik adalah transmisi informasi yang relevan secara
politis dari satu bagian sistem politik kepada sistem politik yang lain, dan antara sistem sosial
dengan sistem politik.14
Adapun Susanto mendefinisikan komunikasi politik sebagai “komunikasi
yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga
masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua
warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama.” Sedangkan dilihat dari
kegunaannya, menurut Kantaprawira, komunikasi politik berguna untuk
“menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intra-
golongan, institut, asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik masyarakat dengan
sektor pemerintahan.”15
2. Komponen Komunikasi Politik
Komunikasi terjadi ketika seorang pembicara menyampaikan pembicaraannya
kepada khalayak dalam upaya mengubah sikap mereka. Tepatnya, ia
mengemukakan tiga unsur dasar proses komunikasi, yaitu pembicara (speaker),
pesan (message), dan pendengar (listener). 16
Fokus komunikasi yang ditelaah Aristoteles adalah komunikasi retoris, yang
kini lebih dikenal dengan komunikasi publik (public speaking) atau pidato. Pada
masa itu, seni berpidato merupakan suatu keterampilan penting yang digunakan di
pengadilan dan di majelis legislatur dan pertemuan-pertemuan masyarakat.
14
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca-
Orde Baru, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya: 2008), cet I, h.27. 15
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca-
Orde Baru, h. 30. 16
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya: 2002), cet IV, h. 134-136.
31
Aristoteles menyadari bahwa semua komunikasi publik melibatkan persuasi maka
ia tertarik menelaah sarana persuasi yang paling efektif dalam pidato.
Salah satu kelemahan model ini adalah bahwa komunikasi dianggap sebagai
fenomena yang statis. Seseorang berbicara kepada khalayak, pesan yang
disampaikan pembicara berjalan ke khalayak lalu khalayak mendengarkan. Tahap-
tahap dalam peristiwa itu berurutan alih-alih terjadi secara simultan. Di samping
itu, model ini juga berfokus pada komunikasi yang bertujuan (disengaja) yang
terjadi ketika seseorang berusaha membujuk orang lain untuk menerima
pendapatnya. 17
Meskipun demikian, kita harus bersikap adil untuk tidak menilai suatu model
komunikasi komunikasi dengan perspektif kekinian. Kita harus menghargai dan
memberi penghormatan kepada Aristoteles yang sudah mengilhami ilmuwan lain
untuk mengembangkan model komunikasi yang lebih baru.
Pada tahun 1948 ilmuwan politik Harold Lasswell mengemukakan suatu
model yang mudah untuk melukiskan suatu tindakan komunikasi ialah dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 18
Siapa?
Mengatakan apa?
Dengan saluran apa?
Kepada siapa?
Dengan akibat apa?
17
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, h. 135-136. 18
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, h. 136.
32
a. Komunikator Politik
Komunikator politik dapat dikategorikan sebagai orang yang memberikan
atau menyampaikan pesan politik. Pengategorian ini berangkat dari perspektif
umum bahwa komunikasi politik adalah proses penyampaian pesan politik
dari komunikator politik kepada komunikan politik.
Menurut Harun, komunikator politik dikelompokkan menjadi dua status
yang berbeda, yaitu dalam infrastruktur dan suprastruktur. Adapaun
infrasruktur politik sebagaimana diungkap oleh G. A. Almond dan S.
Coleman, dikualifikasikan ke dalam lima kelompok, yakni (1) partai
politik/parpol (political party), (2) golongan kepentingan (interst group), (3)
golongan penekanan (pressure group), (4) tokoh politik (political figure), dan
(5) alat-alat komunikasi politik (political communication tools).
Kelima kelompok tersebut memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan
politik karena memiliki kemampuan menggerakan masa dan memobilisasi
pendapat umum agar berpihak kepada mereka. Kelompok-kelompok
infrastruktur tersebut merupakan komunikator-komunikator politik yang selalu
berusaha mengembangkan pengaruh untuk mendapatkan dukungan
masyarakat pada waktu terjadi pergesaran atau pergantian elit yang berkuasa
melalui proses pemilihan.19
Sementara, menurut Schudson sebagaimana dikutip Dedy Djamaluddin
Malik (1999: v), Suprastruktur sering juga disebut dengan istilah the
governmental political sphere. Pemerintah sebagai suprastruktur dalam
19
Mahi M. Hikmat, Komunikasi Politik: Teori dan Praktik, (Simbiosa Rekatama
Media, Bandung : 2010), cet I, h. 42-44.
33
komunikator politik memiliki tugas menyampaikan atau mengkomunikasikan
hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat dan pemerintaha. Adapun
komunikasi yang dilaksanakan oleh pemerintah (suprastruktur) antara lain
mencakup: pertama seluruh kebijakan yang menyangkut kepentingan warga;
kedua upaya meningkatkan loyalitas dan integrasi nasional; ketiga penerapan
aturan dan perundang-undangan untuk menjaga ketertiban dan kehormatan
dalam hidup bernegera; keempat mendorong terwujudnya partisipasi
masyarakat dalam mencapai tujuan nasional. Lembaga-lembaga legislatif,
eksekutif dan yudikatif masuk dalam suprastruktur politi. 20
b. Pesan Politik
Pesan sebagai fenomena yang berjalan pada rute perputarannya pada suatu
saluran yang menghubungkan dua sumber/penerima atau lebih. Menurut
Fisher, suatu pesan ditransformasikan pada titik-titik penyandian dan
pengalihan sandi sehingga pesan merupakan pikiran atau ide pada suatu
tempat pada sistem jaringan syaraf (neurophysiological) dari
sumber/penerima. Setelah penyandian terjadi dalam suatu situasi tatap muka,
ditransformasikan ke dalam rangkaian getaran udara dan sinar-sinar cahaya
yang terpantulkan. 21
Dalam proses komunikasi politik pun, pesan politik merupakan komponen
terpenting. Mengacu pada definisi komunikasi politik secara umum, pesan
politik itu adalah pesan yang dibawa oleh komunikator politik, baik dalam
bentuk gagasan, pikiran, ide, perasaan, sikap, maupun perilaku tentang politik
20
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta, Lasswell
Visitama: 2010), cet I, h. 6-7. 21
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, h. 46.
34
yang memengaruhi komunikan politik. Pada dasarnya, menurut Rochajat
Harun dan Sumarno, isi pesan komunikasi politik akan terdiri dari: 22
1) Seperangkat norma yang mengatur lalu lintas transformasi pesan-pesan;
2) Panduan dan nilai-nilai idealis yang tertuju pada upaya mempertahankan
serta melestarikan sistem nilai yang sedang berlangsung;
3) Sejumlah metode dan cara pendekatan untuk mewujudkan sifat-sifat
integratif bagi penghuni sistem;
4) Karakteristik yang menunjukan identitas bangsa; serta
5) Motivasi sebagai dorongan dasar yang memicu pada upaya meningkatkan
kualitas hidup bangsa.
c. Media
Komunikasi massa merupakan sumber utama pesan-pesan politik yang
dipertimbangkan orang dalam menyusun perbuatan politik mereka. Namun,
ada media lain, dan mereka pun harus diperhatikan dalam usaha apa pun untuk
memahami komunikasi politik dan opini publik yang kontemporer. 23
Peran apa yang dimiliki media berita dalam menyajikan bahan mentah
bagi warga negara untuk menciptakan citra politik mereka dan menyusun
perilaku politik mereka. Jika perbuatan politik kita diturunkan dari makna
yang kita berikan kepada objek-objek politik, maka media berita menduduki
posisi yang penting dalam proses komunikasi-opini karena kenyataan bahwa
kita memperoleh begitu banyak informasi politik, langsung dari siaran berita
22
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, h. 46-47. 23
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media, (Bandung, PT.
Remaja Rosdakarya, 2004), cet V, h. 18.
35
televisi dan dari surat kabar. Apa yang ditetapkan dan disebarkan sebagai
“berita” oleh pers adalah unsur utama dalam penyusunan opini personal.24
d. Komunikan Politik
Menurut Effendy, komunikan memiliki fungsi mengawas sandi (decode)
pesan dari komunikator sehingga komunikan disebut decoder. Selain itu,
komunikan pun dapat memberikan umpan balik (feedback) sebagai tanggapan
atas pesan yang disampaikan kepadanya. Feedback itu dapat berbentuk
langsung atau seketika (immediate feedback), misalnya dalam komunikasi
antarpesona (face to face communication), atau bisa juga tertunda (delayed
feedback), misalnya dalam komunikasi bermedia dengan menggunakan media
surat kabar atau majalah, sedangkan menggunakan media elektronik seperti
televisi dan radio sekarang dapat terjadi immediate feedback karena
kecanggihan teknologi informasi. Komunikan secara sederhana dapat
diartikan sebagai penerima pesan.25
e. Efek
Efek merupakan “akibat” dari “siapa mengatakan apa dengan saluran apa
dengan siapa” tidak ditentukan independen dari proses menetapkan “dengan
siapa” dalam rumus Lasswell. Singkatnya, akibat tidak ditentukan terpisah
dari interpretasi: malahan, akibat adalah tindakan interpretatif sinambung yang
diturunkan dari penyusunan opini personal, sosial dan politik.26
24
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media, h. 18. 25
Mahi M. Hikmat, Komunikasi Politik: Teori dan Praktik, (Simbiosa Rekatama
Media, Bandung : 2010), cet I, h. 48. 26
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media, (Bandung, PT.
Remaja Rosdakarya, 2004), cet V, h. 20.
36
3. Saluran Komunikasi Politik
Saluran komunikasi adalah alat serta sarana yang memudahkan penyampaian
pesan. Sebuah pesan bisa disalurkan dan disampaikan dengan baik jika ada
saluran yang menghubungkan antara komunikator dan komunikan. Menurut
pendapat Kenneth Burke, saluran adalah ciptaan makhluk pemakai lambang untuk
melancarkan saling tukar pesan. Saluran komunikasi memang temuan. Akan
tetapi, saluran mencakup lebih dari alat, sarana dan mekanisme seperti mesin
cetak, radio, telpon atau komputer. Yang harus lebih diutamakan dari semua
saluran yang ditemukan ialah manusia itu sendiri, saluran yang paling asasi bagi
komunikasi manusia. Seperti yang dilakukan oleh Psikolog George Miller, kita
harus “menganggap manusia sebagai saluran komunikasi, dengan masukan yang
disediakan oleh rangsangan yang kita berikan dan keluaran yang merupakan
tanggapannya terhadap rangsangan itu”. 27
Dengan mengingat bahwa manusia adalah dan juga sumber penerima dalam
komunikasi, maka yang pertama-tama kita tekankan ialah saluran manusia bagi
komunikasi politik. Namun, kita tidak akan mengabaikan media mekanis, teknik
dan sarana yang meningkatkan konstruksi citra manusia melalui saling tukar
lambing. Akan tetapi, justru itulah guna alat-alat tersebut, yakni untuk
memudahkan, tetapi bukan untuk menjamin ketepatan. Sebaliknya, bila dipikirkan
bahwa pada dasarnya manusia, “maka saluran komunikasi itu lebih daripada
sekedar titik sambungan, tetapi terdiri atas pengertian bersama tentang siapa dapat
27
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media, h. 167.
37
berbicara kepada siapa, mengenai apa, dalam keadaan bagaimana, sejauh mana
dapatnya dipercaya”.28
Istilah struktur komunikasi oleh Almond dan Powell (1966), juga diartikan
sebagai saluran komunikasi, diantaranya adalah:
a. Struktur wawanmuka (face-to-face) informal, merupakan saluran yang
efektif dalam penyampaian pesan-pesan politik. Saluran wawanmuka
memungkinkan komunikator politik dan komunikan politik berada dalam
kedekatan jarak dan emosional karena berhadapan secara langsung. Di
samping struktur yang formal dalam sebuah organisasi, selalu terdapat
struktur informal yang “membayangi”nya. Saluran ini bersifat bebas dalam
arti tidak terikat oleh struktur formal, namun tidak semua orang dapat
akses ke saluran ini dalam kadar yang sama.29
b. Struktur sosial tradisional, yaitu sebuah saluran komunikasi yang
ditentukan oleh posisi sosial pihak yang berkomunikasi (khalayak atau
sumber). Artinya pada lapis mana yang bersangkutan berkedudukan,
bagaimana peranan dalam masyarakat dan (tentunya akan menentukan
pula) akses disusunan sosial masyarakat tersebut.30
c. Struktur masukan (input) politik, yaitu: struktur yang memungkinkan
terbentuknya/dihasilkannya input bagi sistem politik yang dimaksud. Yang
28
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media, h. 167. 29
Misliyah, Komunikasi Politik Melalui Media Massa Pasangan Mochtar Muhammad-
Rahmat Efendi (MuRah) dalam Pilkada Walikota Bekasi Periode 2008-2013, (Jakarta, FIDKOM
UIN:2010), h. 34. 30
Zulkariem Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, (Jakarta, Ghalia
Indonesia: 1990) h. 57. Dalam Misliyah, Komunikasi Politik Melalui Media Massa Pasangan
Mochtar Muhammad-Rahmat Efendi (MuRah) dalam Pilkada Walikota Bekasi Periode 2008-
2013, (Jakarta, FIDKOM UIN:2010), h. 34.
38
termasuk struktur input adalah serikat pekerja, kelompok-kelompok
kepentingan, dan partai politik.31
d. Struktur output, yaitu: struktur formal dari pemerintah. Struktur
pemerintahan, khususnya birokrasi, memungkinkan pemimpin-pemimpin
politik mengkomunikasikan petunjuk bagi pelaksanaan peraturan-
peraturan untuk bermacam-macam pemegang jabatan politik dengan cara
yang efisien dan jelas.32
e. Saluran media massa adalah saluran yang penting dalam sebuah
komunikasi politik. Media massa selalu mempunyai peranan tertentu
dalam menyalurkan pesan, informasi, dan political content di tengah
masyarakat. Informasi yang disampaikan oleh media bisa berperan dalam
pembentukan opini publik.33
B. Marketing Politik
1. Pengertian Marketing Politik
Marketing telah berkembang pesat di kalangan yang lebih luas, tidak hanya di
tataran akademisi. Hampir dipastikan bahwa setiap aspek kehidupan tidak terlepas
dari aktivitas marketing; mulai dari iklan televisi, di majalah, diskon di
supermarket, papan reklame di sepanjang jalan, sampai ke hal yang menyangkut
31
Zulkariem Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, (Jakarta, Ghalia
Indonesia: 1990) h. 57. Dalam Misliyah, Komunikasi Politik Melalui Media Massa Pasangan
Mochtar Muhammad-Rahmat Efendi (MuRah) dalam Pilkada Walikota Bekasi Periode 2008-
2013, (Jakarta, FIDKOM UIN:2010), h. 59 32
Zulkariem Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, (Jakarta, Ghalia
Indonesia: 1990) h. 57. Dalam Misliyah, Komunikasi Politik Melalui Media Massa Pasangan
Mochtar Muhammad-Rahmat Efendi (MuRah) dalam Pilkada Walikota Bekasi Periode 2008-
2013, (Jakarta, FIDKOM UIN:2010), h. 60. 33
Zulkariem Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, (Jakarta, Ghalia
Indonesia: 1990) h. 57. Dalam Misliyah, Komunikasi Politik Melalui Media Massa Pasangan
Mochtar Muhammad-Rahmat Efendi (MuRah) dalam Pilkada Walikota Bekasi Periode 2008-
2013, (Jakarta, FIDKOM UIN:2010), h. 61.
39
komunikasi dan persuasi. Ilmu marketing mengalami perembesan di segala
bidang. 34
Istilah pemasaran yang selama ini dikenal dalam bidang ekonomi diterapkan
ke dalam bidang politik dengan sebutan, “Pemasaran Politik” atau “Marketing
Politik” (political marketing), dipahami sebagai penyebar gagasan-gagasan politik
dengan menerapkan prinsip-prinsip pemasaran komersial. Hal itu menunjukan
kecenderungan konvergensi antara dunia politik dengan dunia bisnis. Tak dapat
dipungkiri bahwa dunia politik dan dunia bisnis, memang semakin sangat dekat,
terutama karena banyak aktor politik yang berasal dari dunia bisnis. Kemampuan
dan pengalaman para pebisinis melakukan lobi, negoisasi dan pemasaran, dengan
mudah mereka aplikasikan dalam komunikasi politik. 35
Pada dasarnya, marketing bertujuan bisnis komersial namun seiring dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, semakin terintegrasinya
masyarakat global, serta tuntutan untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi,
maka institusi politik membutuhkan pendekatan alternatif untuk membangun
hubungan dengan konstituen. Dalam konteks inilah marketing dibutuhkan dan
diasumsikan berguna bagi insitusi politik dan perkembangan politik itu sendiri. 36
Metode dan pendekatan marketing dalam praktik politik saat ini, dapat
dirasakan sebagai sebuah keniscayaan seiring dengan semakin tingginya
persaingan di ranah politik. Ilmu marketing memegang peranan penting dalam
34
Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar,
(Bogor, Ghalia Indonesia: 2013), cet 1. H. 26-27. 35
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, (Graha Ilmu, Yogyakarta: 2011), edisi 2, cet 1, h. 145. 36
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat, Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2011), cet 1, h. 43.
40
aktivitas yang dilakukan institusi-institusi politik. Namun, ilmu marketing dalam
penerapannya di dunia politik tentu mengalami sebuah redefinisi dengan maksud
sudah saatnya ilmu marketing diterapkan dalam dunia politik sehingga dikenal
dengan marketing politik.37
Agar tidak terjadi bias pemahaman terhadap penerapan metode dan konsep
marketing dalam politik, maka diperlukan definisi yang jelas tentang penggunaan
metode marketing dalam bidang politik atau yang lebih dikenal dengan marketing
politik. Marketing atau pemasaran merupakan sebuah konsep ilmu dalam strategi
bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasaan berkelanjutan bagi stakeholder,
seperti yang diungkapkan Ali Hasan. 38
Bagozi melihat bahwa marketing adalah proses yang memungkinkan adanya
pertukaran antara dua pihak atau lebih. Artinya, aktivitas marketing akan selalu
ditemui dalam proses pertukaran. Dalam pertukaran terdapat proses hubungan
yang memungkinkan interaksi, di mana dalam prosesnya, masing-masing pihak
ingin memaksimalkan dan menjamin bahwa kepentingannya sendiri akan
terpenuhi. Dalam konteks sistem sosial yang luas, marketing dianggap berperan
dalam membangun tatanan sosial. Kotler dan Levy berargumen bahwa
penggunaan konsep marketing tidak hanya terbatas pada institusi bisnis saja. 39
Menurut Bruce I. Newman, marketing adalah proses memilih costumer,
menganalis kebutuhan mereka, dan kemudian mengembangkan inovasi produk,
37
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, (Bogor, Ghalia
Indonesia: 2013), cet 1, h. 26. 38
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, h. 27 39
Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, (Jakarta, Yayasan
Pustaka Obor Indonesia: 2008) dalam Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar,
h. 27
41
advertising, harga dan strategi distribusi dalam basis informasi. Marketing dalam
pengertian Bruce bukan dalam pengertian marketing biasa, melainkan produk
politik berupa image politik, platform, pesan politik, dan lain-lain yang dikirim ke
audiens yang diharapkan menjadi konsumen tepat. Dari semua definisi marketing
yang ada, pada tataran tertentu, Estaswara menyukai definisi marketing yang
dikeluarkan AMA (American Marketing Assiciation) pada tahun 2004, bahwa
marketing adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses menciptakan,
mengomunikasikannya dan menyampaikan nilai bagi para pelanggan, serta
mengelola relasi pelanggan sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat bagi
organisasi dan para stakeholder-nya. 40
Selain definisi marketing, kita perlu mengetahui definisi politik sebab
marketing politik secara mendasar ditopang oleh dua bidang ilmu, yaitu marketing
dan politik. Deliar Noer mendefinisikan bahwa politik merupakan aktivitas atau
sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk
memengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu bentuk
susunan masyarakat. Jika berbicara tentang marketing politik, maka kedua kata ini
tak lagi terpisahkan. Marketing dan politik adalah satu kesatuan dalam
perkembangan disiplin ilmu sosial sehingga perlu definisi yang mengintegrasikan
kedua konsep ilmu tersebut secara jelas dalam satu terminologi.
Mauser G (1983: 5) mendefinisikan marketing sebagai “influencing mass
behavior in competitive situations”. Mauser berupaya menganalogikan marketing
politik kepada marketing komersial, meskipun akan ada perbedaan mendasar
40
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, h. 27
42
antara marketing politik dengan marketing komersial. Misalnya, marketing politik
mengukur kesuksesan tidak dalam term keuntungan, melainkan dalam hasil voting
dan efektivitas power.41
Dalam tulisan Bruce I. Newman dan Richard M. Perloff tentang Political
Marketing; Theory, Research and Aplication yang dikutip oleh Prisguananto
(2008) dari Handbook of Political Communication Research, pemasaran politik
didefinisikan sebagai aplikasi prinsip-prinsip pemasaran dalam kampanye politik
yang beraneka ragam individu, organisasi, prosedur-prosedur, dan melibatkan
analisis, pengembangan, eksekusi dan strategi manajemen kampanye oleh
kandidat, partai politik, pemerintah, pelobi, kelompok-kelompok tertentu yang
bisa digunakan untuk mengarahkan opini publik terhadap ideologi mereka.42
Dalam studi pemasaran politik disebutkan bahwa pemasaran politik adalah
konsep permanen yang harus dilakukan oleh sebuah partai politik atau kontestan
dalam membangun kepercayaan dan citra public, seperti yang dituliskan Butler &
Collins. Menurut Dean & Croft, membangun kepercayaan dan citra ini hanya bisa
dilakukan dalam jangka panjang, tidak hanya pada masa kampanye dan bukan
proses instan. Publik akan mencatat dan menyimpan dalam memorinya semua
kegiatan politik, wacana politik dan kepedulian kepada masyarakat yang telah
dilakukan atau dikerjakan oleh partai politik atau aktor politik secara individual.
41
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, h. 28 42
Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta, Rajawali
Pers: 2011), ed 1, cet 3, h. 223.
43
Hal itu akan dingat terus oleh publik pada saat akan memberikan suaranya dalam
pemilihan umum.43
Dapat dipahami jika sampai saat ini masih terdapat kontroversi dikalangan
intelektual tentang penerapan prinsip-prinsip pemasaran produk dalam
komunikasi politik, terutama yang menyangkut etika dan moralitas dalam aplikasi
pemasaran politik. Ada kekhawatiran kuat bahwa penggunaan prinsip pemasaran
dalam dunia politik tidak ubahnya seperti dunia bisnis kapitalis beserta
implikasinya yang sarat dengan manipulasi informasi dan sarat kepentingan,
sehingga dapat mereduksi arti berpolitik itu sendiri. Berkembangnya iklan politik
melalui media massa (pers, film, radio dan televisi), dikhawatirkan akan semakin
menjauhkan masyarakat dari ikatan ideologis sebuah partai dan massanya. Selain
itu aplikasi prinsip pemasaran, juga dikhawatirkan akan “meracuni” dunia politik
dengan eksploitasi dan manipulasi. 44
Menurut O‟Soughnessy, pada hakikatnya isu politik sangat berbeda dengan
produk komersial. Isu politik berkaitan dengan nilai dan ideologi, dan bukan
sebuah produk yang diperjualbelikan hanya demi keuntungan semata. Oleh sebab
itu penerapan pemasaran dalam politik harus mengacu dan mengadaptasi nilai-
nilai yang ada dalam dunia politik, terutama yang berkaitan dengan ideologi
politik. Selain itu kehadiran politik menurut Radcliff dalam sistem sosial
43
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, (Graha Ilmu, Yogyakarta: 2011), edisi 2, cet 1, h. 146. 44
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, h. 146.
44
ditujukan untuk memperbaiki kondisi kualitas masyarakat suatu komunitas
(negara) melalui “kontrak sosial”.45
Meskipun kontroversi tentang kehadiran pemasaran politik terus mencuat,
namun para politikus atau aktor politik dan pelaku pemasaran, tetap bergairah
menerapkan dan mengembangkan kajian ini. O‟Cass dalam Firmanzah
menjelaskan bahwa falsafah “marketing” memberikan arahan tentang cara
penerapan (pemasaran) dalam dunia politik. Pemasaran politik dimaksudkan
sebagai teknik untuk pencitraan politik sebuah “partai politik” atau seorang
“kandidat” dengan memelihara hubungan timbal balik dengan publik agar
membentuk citra dan memperoleh dukungan opini publik. Hal itu sejalan dengan
kegiatan public relations yang telah dipaparkan dimuka. 46
Sesungguhnya pemasaran politik tidak dimaksudkan untuk “menjual”
kandidat atau partai politik kepada rakyat. Bahkan pemasaran politik menjadikan
calon pemilih sebagai subjek dan mengajarkan agar kandidat atau partai politik
mampu merumuskan secara jelas tentang “produk politik” melalui pengembangan
simbol, citra, platform, visi, misi, dan program yang ditawarkan dengan mengacu
kepada ideologi politik masing-masing partai politik. Dalam proses pemasaran
politik, produk yang bisa dipasarkan adalah partai politik itu sendiri, tanda
gambar, ideologi, visi, misi, program dan para kandidat yang akan menduduki
jabatan-jabatan politik. Ideologi, visi, misi dan program itu tercakup dalam
platform partai (party platform), yang merupakan produk politik yang utama,
45
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, h. 146. 46
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, h. 147.
45
disamping “rekam jejak” partai politik pada masa lalu dan karakter pribadi aktor
politik dan kandidat. Semuanya itu memberikan citra, simbol dan kredibilitas
sebuah produk politik (political product).47
Marketing politik harus dipahami secara komprehensif: pertama, marketing
politik lebih dari sekedar komunikasi politik. Kedua, marketing politik
diaplikasikan dalam seluruh proses organisasi partai politik. Tidak hanya tentang
kampanye politik tetapi juga sampai pada tahap bagaimana memformulasikan
produk politik melalui pembangunan simbol, image, platform dan program yang
ditawarkan. Ketiga, marketing politik menggunakan konsep marketing secara
luas, tidak hanya terbatas pada teknik markeitng, namun juga strategi markeitng,
dari teknik publikasi, menawarkan ide dan program, dan desain produk sampai ke
market intelligent, serta pemrosesan informasi. 48
Keempat, marketing politik banyak melibatkan disiplin ilmu dalam
pembahasannya, seperti sosiologi dan psikologi. Mislanya, produk politik
merupakan fungsi dari pemahaman sosiologi mengenai simbol dan identitas,
sedangkan faktor psikologisnya adalah kedekatan emosional dan karakter seornag
pemimpin, sampai ke aspek rasionalitas platform partai. 49
Kelima, konsep marketing politik bisa diterapkan dalam berbagai situasi
politik, mulai dari pemilihan umum sampai ke proses lobi di Parlemen. Dengan
demikian, marketing politik bukan dimaksudkan untuk „menjual‟ kontestan
47
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, h. 147. 48
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat, Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2011), cet 1, h. 45. 49
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 45.
46
kepada publik, melainkan sebagai teknik untuk memelihara hubungan dengan
publik agar tercipta hubungan dau arah yang langgeng.50
2. Konsep Marketing Politik
Dalam dunia bisnis, persaingan akan sangat menguntungkan bagi konsumen.
Karena persaingan yang sehat akan membuat konsumen terhindar keharusan
menjadi pihak yang tertindas dan terdominasi oleh tindakan kapitalis. Karena
konsumenlah yang membeli produk dari produsen, dalam sistem persaingan ini
produsen akan berusaha memproduksi dan menjual produk dan jasa terbaik bagi
konsumen, entah dari sisi harga ataupun kualitasnya. Namun, di sisi lain,
persaingan yang sangat tinggi bisa juga merugikan. Hal ini terjadi ketika masing-
masing pemain berusaha menghalalkan semua cara (at all cost) guna
memenangkan persaingan.51
Aksioma pemasaran lama mengatakan bahwa cara tercepat untuk membunuh suatu produk
adalah mengiklannya secara berlebihan. Dengan cara yang sama, strategi pemasaran yang
didukung dengan penelitian yang cermat dan direncanakan dengan baik juga akan menemui
kegagalan apabila calon pelanggan tidak bisa mengenali keberadaan perusahaan, apa yang
ditawarkan kepada mereka, proporsisi nilai dari masing-masing produk dan bagaimana
menggunakan produk-produk itu agar bermanfaat. Pelanggan bisa jadi akan mudah tergiur
oleh tawaran pesaing, dan tidak akan ada manajemen yang proaktif dan yang mengendalikan
identitas perusahaan. Komunikasi pemasaran, dalam bentuk apapun, menjadi hal penting bagi
kesuksesan perusahaan.52
Dalam persaingan dibutuhkan konsep dan strategi yang tepat agar dapat
memenangkan persaingan. Konsep dan strategi dalam marketing politik terdiri
dari: pasar politik, produk politik dan positioning politik.
50
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, cet 1, h. 45. 51
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia: 2007), edisi I, h. 123-124. 52
Christopher Lovelock, Jochen Wirtz, Jacky Mussry, Pemasaran Jasa: Perspektif
Indonesia, (Jakarta, Erlangga: 2010), edisi VII, jilid I, h. 193.
47
a. Pasar Politik
Strategi pemasaran terletak di jantung keberhasilan pemilu karena pemasaran
memaksa kampanye untuk mengumpulkan dalam waktu yang relatif singkat.
Kekuatan organisasi yang mampu memobilisasi dukungan dan menghasilkan
koalisi memenangkan kelompok yang berbeda dan kadang-kadang bertentangan.53
Kesuksesan strategi pemasaran tidak akan terjadi jika kita tidak mengetahui
medan persaingan kita. Kemampuan menerapkan strategi pemasaran baru bisa
dilakukan jika kita mengetahui pasar politik yang menjadi target sasaran kita. Hal
ini, akan mempermudah upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka marketing
politik. Berikut ini, lima pasar yang harus diketahui oleh para kandidat politik.
Lima pasar dalam kampanye politik
Sumber: Bruce I Newman, Handbook of Political Marketing(1999)
53
Bruce I Newman, Handbook of Political Marketing, (USA, SAGE Publications:
1999), h. 4.
48
Secara umum, para calon menghadapi lima pasar yang berbeda dalam
mengorganisir kampanye politik: 1) Pemilih, yang biasanya memberikan suara di
pemilihan umum; 2) aktivis, kelompok kepentingan, dan konstituen yang
memegang pengaruh dalam penilaian dan sumbangan (seperti tenaga kerja dan
bisnis, organisasi hak sipil, hukum dan advokat); 3) Media, bisa membuat
kandidat terlihat, bila tidak terlihat, bisa menjaga kandidat dalam bayang-bayang
kampanye; 4) organisasi partai, yang ada disebagian besar (tetapi tidak semua)
kabupaten; dan 5) donator dan kontributor keuangan, siapa yang mungkin atau
tidak mungkin berada di kabupaten tempat kandidat berada.54
b. Produk Politik
Menurut Butler and Collins, Pemasaran politik, sebagaimana pemasaran
produk barang dan atau jasa pada umumnya memiliki kekhususan produknya
yang ditawarkan pada “pasar politik”. Bentuk-bentuk produk politik yang
ditawarkan melalui pemasaran politik meliputi55
:
Platform ideologis partai politik atau calon (kandidat) berikut ssejumlah
proposal kebijakan yang diusungnya
Pemimpin dan para petinggi partai politik yang dicalonkan ke dalam
pemilihan umum baik pemilihan umum presiden maupun kepala daerah;
Anggota partai politik secara umum, terutama dalam pemasaran politik
menjelang kampanye politik pemilu legislatif.
54
Bruce I Newman, Handbook of Political Marketing, (USA, SAGE Publications:
1999), h. 4. 55
Solatun Dulah Sayuti, Komunikasi Pemasaran Politik, (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya: 2014), cet I, h. 14.
49
Produk politik di atas, merupakan komponen penting yang akan
ditawarkan di pasar politik. Dalam pemasarannya, produk pollitik harus
memiliki keistimewaan agar produk yang ditawarkan menarik minat
konsumen.
Salah satu implikasi dari berbagai komponen penawaran adalah komponen
yang tidak bisa ditawarkan secara terpisah. Situasi ini menyebabkan perdagangan
sangat kompleks-pelaku dari biaya dan keuntungan. Bean (1993) menunjukan
hasil pemilu di Australia dan Selandia Baru, prkatisi memerlukaan kewaspadaan
dengan fitur kontras dari pemilih tertentu. Sebagai contoh, para pemilih di
Selandia Baru, memberikan arti penting yang lebih besar untuk citra pemimpin
partai dari pada rekan-rekan mereka di Australia.56
c. Positioning Politik
Positioning dalam marketing didefinisikan sebagai semua aktivitas yang
dimaksudkan untuk menanamkan kesan dibenak para konsumen agar mereka bisa
membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi bersangkutan
dengan produk atau jasa organisasi lain. Dalam positioning, atribut produk dan
jasa yang dihasilkan akan direkam dalam bentuk image yang terdapat dalam
sistem kognitif konsumen. Dengan demikian konsumen akan dengan mudah
mengidentifikasi sekaligus membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan dengan produk-produk atau jasa lainnya. Semakin tinggi image
yang direkam dalam benak konsumen, semakin mudah pula mereka mengingat
image produk dan jasa bersangkutan. Menanamkan dan menempatkan image
56
Bruce I Newman, Handbook of Political Marketing, (USA, SAGE Publications:
1999), h. 4.
50
dalam benak masyarakat tidak hanya terbatas pada produk dan jasa, karena
organisasi perusahaan secara keseluruhan juga perlu ditanamkan dalam benak
konsumen. Hal-hal seperti kredibelitas dan reputasi dapat digunakan sebagai
media untuk melakukan positioning.57
Positioning tidak dapat dibangun dalam jangka pendek dan sesaat.
Membangun positioning membutuhkan jangka waktu yang panjang.menempatkan
image dan kesan positif dalam benak masyarakat membutuhkan konsistensi dalam
jangka waktu yang lama. Hal ini dikarenakan masyarakat luas perlu melakukan
proses pembelajaran untuk dapat memahami posisi ideologis yang dianut suatu
organisasi politik. Apalagi ditambah dengan kenyataan bahwa para pesaing politik
pun melakukan hal yang sama. Artinya mereka harus saling berlomba-lomba
untuk menempatkan image positif mereka dalam benak masyarakat luas. Kedua
hal tersebut yang membuat proses positioning menjadi suatu proses yang lama.
Setiap peristiwa, event, kejadian, dan image selalu direkam dan dicoba untuk
diartikan oleh masyarakat. Informasi dan event yang terekam dalam benak
masing-masing orang akan memunculkan kesan tertentu yang akan dijadikan
“blueprint” untuk mengidentifikasi posisi masing-masing organisasi politik.58
Menurut Lock & Harris, Peranan positioning ini sangat penting dalam
marketing politik. Worcester dan Baines menyatakan bahwa partai politik dan
kandidat pemilihan umum secara permanen melakukan positioning melalui
penciptaan dan penciptaan ulang kebijakan, image serta jasa yang disediakan bagi
57
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia: 2007), edisi I, h. 157. 58
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik
di Era Demokrasi, h. 166-167.
51
publik. Positioning ini sangat penting agar tidak tergusur oleh para pesaing yang
melakukan hal serupa. Untuk membantu pemilih dalam membedakan suatu
kontestan dengan para pesaingnya, positioning mutlak harus dilakukan. Ketepatan
membuat positioning dalam hal yang menyangkut image politik, produk politik,
pesan politik, dan program kerja akan membantu pula dalam penciptaan identitas
politik. Masing-masing aktivitas akan dapat memperkuat identitas yang ingin
diciptakan. Kesan positif atau negatif yang akan muncul dalam benak masyarakat
sangat tergantung pada seberapa bagus proses positioning ini.
Model umum positioning politik
Proses Penyusunan Pesan Politik
Proses Penyusunan Pesan Politik
Sumber: Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, (2007).
Riset pasar
dan isu
politik
Riset oposisi
dan lawan
politik
Diseminasi
pesan
politik
Penyusunan
kebijakan
52
Hal pertama yang harus disiapkan oleh kandidat atau tim sukses dalam
menerapkan positioning politik adalah dengan cara mencari tahu pasar dan isu
politik yang tengah hangat dibicarakan dalam pasar politik. Selain itu seorang
kandidat atau tim sukses juga harus mencari tahu lawan politiknya. Dengan riset
tersebut seorang kandidat atau tim sukses akan bisa membaca kebutuhan pasar
dan kelemahan lawan.
Setelah hasil riset dikumpulkan maka tahapan selanjutnya adalah membuat
kebijakan sesuai temuan dari riset tadi. Hasil riset sangat menentukan dalam
pembuatan kebijakan yang akan diambil oleh seorang kandidat atau tim sukses.
Dan tahapan terakhir yang harus dilakukan seorang kandidat atau tim sukses
adalah menyebarkan informasi yang telah dibuat oleh seorang kandidat atau tim
sukses tadi.
C. Konseptualisasi Anggota Legislatif
Badan legislatif atau legislature mencerminkan salah satu fungsi badan itu,
yaitu legislate, atau membuat undang-undang. Makna lain yang sering dipakai
ialah Assembly yang mengutamakan unsur “berkumpul”(untuk membicarakan
masalah-masalah publik). Nama lain lagi adalah Parliament, suatu istilah yang
menekankan unsur “bicara” (parler) dan merundingkan. sebutan lain
mengutamakan representasi atau keterwakilan anggota-anggotanya dan
dinamakan People‟s Representative Body atau Dewan Perwakilan Rakyat. Akan
53
tetapi apapun perbedaan dalam namanya dapat dipastikan bahwa badan ini
merupakan simbol dari rakyat yang berdaulat.59
Menurut teori yang berlaku, rakyatlah yang berdaulat; rakyat yang berdaulat
ini mempunyai suatu “kehendak” (yang oleh Rousseau disebut Volonte Generale
atau General Will). Karena itu Keputusan-keputusannya, baik yang bersifat
kebijakan maupun undang-undang mengikat seluruh masyarakat.60
Badan legislatif di negara-negara demokrasi disusun sedemikian rupa
sehingga ia mewakili mayoritas dari rakyat dan pemerintah bertanggung jawab
kepadanya. Untuk meminjam perumusan C. F. Strong yang menggabungkan tiga
unsur dari suatu negara demokrasi, yaitu, representasi, partisipasi, dan tanggung
jawab politik:
Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang mayoritas anggota dewasa dari suatu
komunitas politik berpartisipasi atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa
pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya kepada mayoritas
itu (A system of goverment in which the majority).61
1. Masalah perwakilan (Representasi)
Biasanya ada dua kategori yang dibedakan. Kategori pertama adalah
perwakilan politik (political representantion) dan perwakilan fungsional
(functional representantion). Kategori kedua menyangkut peran anggota parlemen
sebagai trustee, dan perannya sebagai pengemban “mandat” Perwakilan
(representation) adalah konsep bahwa seorang atau suatu kelompok mempunyai
kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok
yang lebih besar. Dewasa ini anggota badan legislatif pada umumnya mewakili
59
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka utama:
2010), edisi revisi, cet ke 4, h. 316. 60
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 316. 61
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 316.
54
rakyat melalui partai politik. Hal ini dinamakan perwakilan yang bersifat politik
(political representation). 62
Sekalipun asas perwakilan politik telah menjadi sangat umum, namun ada
beberapa kalangan yang merasa bahwa partai politik dan perwakilan yang
berdasarkan kesatuan-kesatuan politik semata-mata, mengabaikan berbagai
kepentingan dan kekuatan lain yang ada di dalam masyarakat terutama di bidang
ekonomi.
Di samping itu ditemukan bahwa di beberapa Negara asas perwakilan politik
diragukan kewajarannya dan perlu diganti atau sekurang-kurangnya dilengkapi
dengan asas perwakilan fungsional (functional or occupational representation).
Dianggap bahwa negara modern dikuasai oleh bermacam-macam kepentingan
terutama dibidang ekonomi, yang dalam sistem perwakilan politik kurang
diperhatikan dan tidak dilibatkan dalam proses politik. Dicanangkan agar si
pemilih mendapat kesempatan memilih dalam golongan ekonomi atau profesi di
mana ia bekerja, dan tidak semata-mata menurut golongan politiknya, seperti
halnya dalam sistem perwakilan politik. Golongan yang gigih memperjuangkan
pandangan ini antara lain Guild Socialists pada awal abad ke-20.63
Bermacam-macam cara telah digunakan untuk mengatasi masalah ini.
Misalnya di Irlandia, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1937, wakil-wakil
golongan fungsional dipilih dan didudukan dalam senat. Di Republik Prancis IV
pada tahun 1946 didirikan suatu majelis khusus di luar badan legislatif, yaitu
Majelis Ekonomi, yang berhak memperbincangkan rancangan undang-undang
62
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.317. 63
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.318.
55
yang menyangkut soal ekonomi, akan tetapi badan ini tidak mempunyai
wewenang untuk mengambil keputusan, dan hanya memainkan peranan sebagai
penasihat dari badan legislatif. Di Republik Prancis V Undang-Undang Dasar
1958 menentukan adanya suatu Majelis Ekonnomi yang digantinya; ia tidak
memberi nasihat kepada badan legislatif, tetapi kepada pemerintah. Anggotanya
ditunjuk oleh pemerintah dari bermacam-macam golongan ekonomi, sosial,
profesi, dan bidang keahlian lain.64
Di Italia asas Functional representation diperkenalkan oleh Mussolini pada
tahun 1926. Perwakilan didasarkan atas golongan ekonomi, dan untuk keperluan
itu dibentuk 22 corporation yang masing-masing mewakili satu industri, misalnya
industri tekstil. Setiap corporations mencakup baik golongan pekerja maupun
golongan management dalam bidang industri itu. Melalui wakil-wakilnya dalam
Council of Corporations yang didirikan pada tahun 1930 dan yang pada
tahun1939 menggantikan dewan perwakilan yang ada (badan baru disebut
Chamber of Fasces and Corporations dan terdiri atas tokoh-tokoh partai Fasis dan
Council of Corporations), Corporations ini memainkan peranan yang penting.
Karena itu Italia masa itu dinamakan negara Korporatif (Corporate State). Dengan
jatuhnya Mussolini, eksperimen ini juga terhenti. 65
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dewasa ini perwakilan
politik merupakan sistem perwakilan yang dianggap paling wajar. Di samping itu
beberapa negara merasa bahwa asas functional or occuptional representation
perlu diperhatikan dan sedapat mungkin diakui kepentingannya di samping sistem
64
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.317-318. 65
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.319
56
perwakilan politik, sebagai cara untuk memasukan sifat profesional ke dalam
proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan umum. Dalam
rangka itu perlu diakui bahwa ada masalah yang sampai sekarang belum
terpecahkan yaitu bagaimana menetapkan patokan obyektif mengenai sifat-sifat
dari golongan fungsional yang akan diikutsertakan, dan bagaimana menentukan
kriteria utnuk mengukur kekuatan golongan fungsional masing-masing. 66
Di Indonesia perwakilan fungsional (Golongan Karya) juga telah dikenal, di
samping asas perwkailan politik. Pemilihan umum tahun 1971 diselenggarakan
dengan mengikutsertakan baik partai politik maupun fungsional.67
2. Fungsi badan legislatif
a. Fungsi legislasi
Menentukan kebijakan (policy) dan membuat undang-undang. Untuk itu badan
legislatif diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap
rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah, dan terutama di bidang
budget atau anggaran.68
Menurut teori yang berlaku tugas utama legislatif terletak di bidang
perundang-undangan, sekalipun ia tidak mempunyai monopoli di bidang itu.
Untuk membahas rancangan undang-undang sering dibentuk panitia-panitia yang
berwenang untuk memanggil menteri atau pejabat lainnya untuk dimintai
keterangan seperlunya. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Prancis
panitia legislatif ini sangat berkuasa, tetapi di negara lain seperti Inggris, panitia-
panitia ini hanya merupakan panitia teknis saja. Biasanya sidang-sidang panitia
66
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.319 67
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.319 68
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 322.
57
legislatif diadakan secara tertutup, kecuali di Amerika Serikat di mana sidang
panitia dapat ditentukan terbuka untuk umum. 69
Akan tetapi dewasa ini telah menjadi gejala umum bahwa titik berat di bidang
legislatif telah banyak bergeser ke badan eksekutif. Mayoritas undang-undang
dirumuskan dan dipersiapkan oleh badan eksekutif, sedangkan badan legislatif
tinggal membahas dan mengamandemennya. Sebagai rumus umum, dikatakan
bahwa di kebanyakan negara yang di pantau enctment rate (persentase jumlah
rancangan undang-undang yang diterima oleh badan legislatif dibanding dengan
jumlah rancangan undang-undang yang berasal dari badan eksekutif) adalah 90%.
Negara-negara ini antara lain adalah negeri Belanda, Malaysia, Inggris dan
Australia. Selain itu rancangan undang-undang yang dibuat atas inisiatif badan
legislatif sedikit jumlahnya dan jarang menyangkut kepentingan umum.70
Keadaan ini tidak mengherankan sebab dalam negara modern badan eksekutif
bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karena itu harus aktif mengatur
semua aspek kehidupan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas badan eksekutif
didukung oleh staf ahli serta sarana-sarana lainnya di masing-masing kementerian,
yang memang merupakan syarat mutlak untuk merumuskan rancangan undang-
undang. Sebaliknya keahlian anggota-anggota badan legislatif lebih terbatas,
sekalipun di beberapa negara legislatif dibantu oleh staf administrasi dan ahli
research yang berkualitas tinggi. 71
Pada umumnya di bidang keuangan, pengaruh badan legislatif lebih besar
daripada di bidang legislasi umum. Rancangan anggaran belanja diajukan ke
69
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.323 70
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.323 71
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.324
58
badan legislatif oleh badan eksekutif, akan tetapi badan legislatif mempunyai hak
untuk mengadakan amandemen, dan dalam hal ini menentukan seberapa anggaran
pemerintah dapat disetujui. Jadi, badan legislatiflah yang pada akhirnya
menentukan berapa dan dengan cara bagaimana uang rakyat dipergunakan. 72
Di negara yang badan eksekutifnya dominan, badan legislatif biasanya tidak
akan terlalu banyak mengubah rancangan anggaran belanja. Akan tetapi di negara
yang badan legislatifnya kuat, badan itu bisa saja mengadakan banyak perubahan,
termasuk mengurangi anggaran yang akan dipergunakan. Congress Amerika
Serikat, misalnya, sering mengurangi bantuan ekonomi untuk negara-negara yang
sedang berkembang. 73
b. Fungsi kontrol
Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan badan
eksekutif sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan (scrutiny,
oversight). Untuk menyelenggarakan tugas ini, badan perwakilan rakyat diberi
hak-hak kontrol khusus.
Dengan semakin berkurangnya pengaruh badan legislatif di bidang legislatif,
maka peranannya dibidang pengawasan dan kontrol bertambah menonjol. Badan
legislatif berkewajiban untuk mengawasi aktivitas badan eksekutif, agar sesuai
dengan kebijakan yang telah ditetapkannya. Pengawasan dilakukan melalui sidang
panitia-panitia legislatif dan melalui hak-hak kontrol yang khusus, seperti hak
bertanya, interpelasi, dan sebagainya.74
72
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.324 73
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.324 74
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.324.
59
1) Pertanyaan parlementer
Anggota badan legislatif berhak untuk mengajukan pertanyaan kepada
pemerintah mengenai sesuatu masalah. Di Inggris, Australia, dan India kita
melihat adanya jam bertanya (question hour), di mana pertanyaan diajukan
secara lisan dalam sidang umum dan menteri yang bersangkutan atau kadang-
kadang perdana menteri sendiri yang menjawabnya secara lisan. Oleh karena
segala kegiatannya banyak menarik perhatian media massa, maka badan
legislatif dengan mengajukan pertanyaan parlementer dapat menarik perhatian
umum terhadap sesuatu peristiwa dan menggorek informasi mengenai
kebijakan pemerintah. 75
Di indonesia semua badan legislatif, kecuali badan legislatif gotong
royong di zaman Demokrasi Terpimpin, mempunyai hak bertanya. Pertanyaan
biasanya diajukan secara tertulis dan dijawab pula secara tertulis oleh
departemen yang bersangkutan; pertanyaan parlementer serta jawaban
pemerintah tidak banyak efek politiknya. 76
2) Interpelasi
Kebanyakan badan legislatif mempunyai hak interpelasi, yaitu hak untuk
meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan di sesuatu
bidang. Badan eksekutif wajib memberi penjelasan dalam sidang pleno, yang
mana dibahas oleh anggota-anggota dan diakhiri dengan pemungutan suara
mengenai apakah keterangan pemerintah memuaskan atau tidak. Jika hasil
pemungutan suara bersifat negatif, hal ini merupakan tanda peringatan bagi
75
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.326 76
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.326
60
pemerintah bahwa kebijakanya diragukan. Dalam hal terjadi perselisihan
antara badan legislatif dan badan eksekutif, interpelasi dapat dijadikan batu
loncatan untuk diajukan mosi tidak percaya. 77
Di Indonesia semua badan legislatif, kecuali Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong masa Demokrasi Terpimpin, mempunyai hak interpelasi. Di
masa orde baru, hak interpelasi tidak pernah digunakan. Hak ini kembali
diguankan di era Reformasi ketika DPR (2004-2009) mengusung interpelasi
masalah impor beras dan lumpur Lapindo. Usaha anggota dewan ini akhirnya
gagal karena tidak memenuhi kebutuhan. 78
3) Angket (Enquete)
Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan
penyelidikan sendiri. Untuk keperluan ini dapat dibentuk suatu panitia angket
yang melaporkan hasil penyelidikannya kepada anggota badan legislatif
lainnya, yang selanjutnya merumuskan pendapatnya mengenai soal ini dengan
harapan agar diperhatikan oleh pemerintah.79
Di Indonesia semua badan legislatif, kecuali Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong zaman Demokrasi Terpimpin, mempunyai hak angket.
Namun, hak ini tidak pernah digunakan kecuali oleh anggota DPR masa
Reformasi (2004-2009) untuk masalah impor beras.
4) Mosi
Umumnya dianggap bahwa hak mosi merupakan hak kontrol yang paling
ampuh. Jika badan legislatif menerima suatu mosi tidak percaya, maka dalam
77
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.326 78
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.326 79
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.326.
61
sistem parementer kabinet harus mengundurkan diri dan terjadi suatu krisis
kabinet. Republik Prancis III (1870-1940) dan IV (1946-1958) terkenal karena
banyaknya mosi yang mengguncang kedudukan kabinet.
Di Indonesia pada masa sistem parlementer badan legislatif mempunyai
hak mosi, tetapi mulai zaman Demokrasi Terpimpin hak ini ditiadakan. Pada
masa reformasi, anggota DPR (1999-2004) menggunakan hak mosi ketika
melakukan pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Presiden tahun
2001. Hal ini memang tidak lazim karena umumnya hak ini digunakan dalam
sistem parlementer dan bukan sistem presidensial.80
c. Fungsi Edukatif dan Fungsi Rekrutmen
Dewasa ini lebih ditonjolkan peranan edukatifnya. Badan legislatif dianggap
sebagai forum kerja sama antara berbagai golongan serta partai dengan
pemerintah, di mana beraneka ragam pendapat dibicarakan di muka umum. 81
Melalui media massa (terutama telivisi) masyarakat ramai diajak mengikuti
persoalan yang menyangkut kepentingan umum dan menilainya menurut
kemampuan masing-masing. Dengan demikian rakyat dididik ke arah
kewarganegraaan yang sadar dan bertanggung jawab, dan partisipasi politik dapat
dibina. 82
Suatu fungsi lain yang tidak kalah pentingnya ialah sebagai sarana rekrutmen
politik. Ia merupakan training ground bagi generasi muda untuk mendapat
pengalaman di bidang politik sampai ke tingkat nasional.83
80
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.326. 81
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.327 82
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.327 83
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.327
62
BAB III
Profil Ledia Hanifa Amaliah
A. Pendidikan
Ledia Hanifa Amaliah, putri dari pasangan Meolina Sekar Asih dan
Moechsoen gemar melakukan aktivitas kemasyarakatan sejak SMP (sekolah
menengah pertama). Guna menyalurkan keinginannya untuk terjun langsung ke
masyarakat, maka ia memutuskan untuk bergabung dengan gerakan Pramuka.1
Kebulatan tekad untuk bergabung dengan gerakan Pramuka telah mendorong
Ledia untuk memilih SMP yang memiliki ekstra kulikuler Pramuka bagus.
Berbeda dengan anak-anak pada umumnya yang justru memilih SMP-SMP
favorit.2 Dan benar saja, keseriusan Ledia dalam Pramuka telah
menghantarkannya meraih dua penghargaan. Penghargaan Penggalang Garuda
Gerakan Pramuka Kwartir Cabang Jakarta Pusat pada tahun 1984 dan
Penghargaan Peserta Terbaik Latihan Pengembangan Kepemimpinan Penegak dan
Pandega se Kwartir Cabang Jakarta Pusat tahun 1986. 3
Riwayat pendidikan dari kecil hingga S2, Ledia tempuh di Indonesia. Sekolah
Dasar Taman Siswa Rawasari menjadi pilihannya untuk menempuh pendidikan
SD dan ia tamatkan pada tahun 1981. Lanjut ketahapan berikutnya, Sekolah
Menengah Pertama ia tempuh di SMP Negeri 47 dan lulus tahun 1984. SMA
Islam Al Azhar menjadi pilihannya untuk menempuh pendidikan berikutnya, dan
ia lulus tahun 1987. Jenjang pendidikan yang lebih tinggi ia tempuh di Universitas
1 Surat Terbuka Ledia Hanifa Amaliah, Bandung 9 Maret 2014.
2 Wawancara pribadi dengan Ledia Hanifa Amaliah, Bandung 29 Maret 2014.
3 Surat Terbuka Ledia Hanifa Amaliah, Bandung 9 Maret 2014.
63
Indonesia, S1 Kimia FMIPA UI (lulus 1993) dan S2 Psikologi Terapan peminatan
Intervensi Sosial FPsikologi UI (lulus 2002).
B. Karir Politik
Ledia Hanifa Amaliah yang lahir di Jakarta, 30 April 1969. Sejak kecil sudah
menunjukan ketertarikannya pada dunia politik. Ketika duduk di kelas IV SD,
Ledia telah menyelesaikan bacaan autobiografi yang ditulis sang kakek, Rd. H.
Hasan Natapermana yang pernah menjabat sebagai anggota Parlemen Pasundan
dan mendapat penghargaan sebagai Tokoh Koperasi Jawa Barat.4
Terjun ke dunia politik bukanlah tanpa pemikiran panjang. Ada hal-hal yang
menjadi pertimbangan Ledia. “ada banyak hal yang tidak bisa kita lakukan
manakala kita tidak terlibat dalam pengambilan kebijakan. Dan pilihannya adalah
terlibat dalam politik. Itulah politik praktis dalam konteks itu, bukan sebagai
kekuatan di luar tapi kekuatan di dalam.” Ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI.5
Keputusannya untuk bergabung dengan partai politik tak menemui kendala
berarti dari keluarga maupun orang terdekatnya. Keluarga mendukung upaya
Ledia bergabung dengan partai politik, meskipun dari keluarganya tidak ada yang
terlibat dalam partai politik. Dukungan diberikan keluarga karena keluarganya
memang terbiasa terlibat dalam aktivitas sosial kemasyarakatan.
Pilihannya masuk dalam dunia politik merupakan hasil kesepakatan yang
dibangun dirinya dengan dukungan suami. 6
Istri dari Drs. Bachtiar Sunasto, MS
Direktur Bimbingan dan Konsultasi Belajar Nurul Fikri ini pun bersyukur karena
4 Wawancara pribadi dengan Ledia Hanifa Amaliah, Bandung 29 Maret 2014.
5 Wawancara pribadi dengan Ledia Hanifa Amaliah, Bandung 29 Maret 2014.
6 Bobby Reza Satrian, Profil Ledia Hanifa Amaliah, artikel diakses pada 19 Januari
2014 dari http://m.merdeka.com/profil/indonesia/I/ledia-hanifa-amaliah/
A. Marketing Politik Ledia Hanifa Amaliah pada Pemilihan Anggota
DPR RI
Persaingan politik merupakan “kodrat alamiah” yang harus ditempuh untuk
mencapai kekuasaan. Karena pemenangnya hanya satu-individu atau kelompok-
sangat wajar bila masing-masing pihak berlomba-lomba untuk menjadi juara.
Kompetisi politik akan berakhir dengan munculnya dukungan luas terhadap
perjuangan suatu kelompok politik atau individu.1
Peta persaingan politik yang semakin ketat mendorong Ledia dan tim sukses
nya bekerja lebih keras menarik hati para pemilihnya. Pendekatan marketing
politik menjadi pilihan Ledia dan tim suksesnya dalam menghadapi persaingan di
pemilihan umum.
Marketing politik tidak bisa dilakukan melalui proses instan. Ledia
menerapkan konsep marketing politik semenjak terpilih sebagai anggota DPR RI
periode 2009-2014. Menurut Yudiyana asisten pribadi Ledia di daerah pemilihan,
“ibu sudah menjaga dan menjalin hubungan sejak terpilih sebagai anggota DPR
RI”. Berikut ini, langkah-langkah marketing politik yang dilakukan Ledia dan tim
suksesnya.
1 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia: 2007), edisi I, h. 125.
68
1. Pasar Politik
Hal yang pertama kali dilakukan oleh Ledia ketika ditunjuk untuk kembali
maju sebagai anggota legislatif adalah melakukan pemetaan. Pemetaan
dilakukan untuk membaca medan persaingan dan memudahkan pencapaian
target. Dengan pemetaan di awal maka kerja tim sukses akan lebih terarah.
Segmentasi atau pemetaan ini penting dilakukan mengingat institusi
politik diharapkan dapat selalu hadir dalam berbagai karakteristik pemilih.
Hadir tidaknya suatu institusi politik selalu diartikan sebagai keberadaan
fisiknya di tengah-tengah masyarakat, misalnya melalui kunjungan ke daerah-
daerah terpencil. Kehadiran yang dimaksud di sini lebih diartikan sejauh mana
institusi politik bersangkutan mampu menjawab permasalahan yang dihadapi
di masing-masing lapisan masyarakat. Institusi politik dituntut untuk bisa
membuat program yang bisa memuaskan segenap lapisan untuk memperoleh
dukungan suara sebesaar mungkin. Misalnya, permasalahan kaum profesional
akan berbeda dengan permasalahan yang dihadapi petani dan nelayan.
Berbeda pula cara institusi politik dalam memperlakukan pendukung
tradisional dan massa mengambang. 2
Pemetaan diperlukan dalam pasar politik. Pemetaan membantu para
kandidat mencapai sasaran yang tepat dan terarah. Seorang kandidat harus
menguasai pasar politik sebelum melakukan pemetaan. Pasar politik meliputi:
a. pemilih, b. aktivis, c. media, d. partai politik dan e. kontributor.
2 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia: 2007), edisi I, h. 212.
69
a. Pemilih, salah satu elemen yang penting dan harus dipertimbangkan oleh
kandidat adalah faktor pemilih. Oleh karena itu baik kandidat maupun tim
suksesnya harus memahami perilaku pemilihnya (nilai-nilai, kebutuhan,
pandangan dan keinginan pemilih).3 Pemetaan Ledia terlihat pada pemilih
perempuan. Ledia mendekati pemilih perempuan dengan cara mengangkat
isu-isu yang berkaitan dengan perempuan seperti beberapa kali
mengadakan seminar parenting. (Lihat tabel 2 : kegiatan tatap muka dan
sosialisasi Ledia).
b. Aktivis, konstituen juga bagian penting dari pasar politik. Ledia menjaga
konstituennya dengan membantu mengadvokasi atau membantu
permasalahan-permasalahan yang dihadapi konstituennya seperti
mendorong kota Bandung dan kota Cimahi menjadi pilot project penerima
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di 14 Puskesmas.4
c. Media, Tim media Ledia tidak secara khusus melakukan pemetaan
terhadap media. Mereka hanya membuat pemetaan secara garis besar
yakni media nasional dan media lokal. Dari media nasional dan lokal,
dibagi lagi ke dalam media cetak dan elektronik serta pemanfaatan media
sosial. Pemetaan tersebut dilakukan karena masyarakat pemilih terdiri dari
berbagai jenjang dan berbagai lapisan. Sehingga berbagai jenis media
harus digunakan agar bisa menjangkau semua.
d. Organisasi politik menjadi salah satu hal penting bagi kesuksesan Ledia.
Meski PKS yang menjadi partai afiliasinya tengah ditimpa berbagai badai,
3 Tri Hastuti Nur Rochimah, Pentingnya Memahami Perilaku Politik dalam Political
Marketing- Jurnal Komunikator VOLUME 1 NO. 1, (Yogyakarta: 2009), h. 3. 4 Data diolah dari brosur kampanye Ledia Hanifa Amaliah
70
namun ia tetap menggunakan mesin partai untuk membantunya mendulang
suara. Ledia memiliki tim di setiap kota, yakni Kota Bandung dan Kota
Cimahi. Dan ia juga memiliki tim di setiap kecamatan (DPC PKS). Tim-
tim tersebut merupakan kader-kader, simpatisan dan relawan PKS yang
ada di daerah. 5
e. Kontributor dalam pasar politik turut menjadi bagian penting karena
aktivitas politik bisa berjalan dengan baik jika ditopang dana yang baik
pula. Dalam hal pendanaan kampanye, tim sukses Ledia mengatakan tidak
dibantu pihak lain.
Pemetaan Ledia dan tim sukses dalam pasar politik terbilang cukup
merata. Setiap aspek pasar politik mendapat perhatian khusus seperti pemilih
yang dipetakan berdasarkan jenis kelamin, aktivis yang dijaga dengan cara
mengadvokasi, media yang dipetakan berdasarkan wilayah, organisasi politik
yang berada dari tingkat kota hingga kecamatan, dan kontributor yang
menopang jalannya kampanye.
2. Produk Politik
Dalam istilah pemasaran kita mengenal, apabila perusahaan telah
memutuskan segmen pasar mana yang dimasuki, perusahaan harus
memutuskan bagaimana mendiferensiasikan penawaran pasarnya untuk setiap
segmen sasaran dan posisi apa yang ingin ditempatinya dalam segmen
tersebut. Posisi produk adalah tempat yang diduduki produk relatif terhadap
pesaingnya dalam pikiran konsumen. Pemasar ingin mengembangkan posisi
5 Wawancara pribadi dengan Yudiyana asisten pribadi di daerah pemilihan, Jakarta, 28
April 2014
71
pasar unik bagi produk mereka. Jika sebuah produk dianggap sama persis
dengan produk lainnya di pasar, konsumen tidak mempunyai alasan untuk
membelinya.6
Dalam memasarkan suatu produk, para pemasaran selalu menampilkan
keunggulan dari produk tersebut untuk menarik minat konsumen. Pun halnya
dengan produk politik. Namun yang menjadi perbedaan adalah produk politik
merupakan produk yang tidak nyata (intangible product) dan erat kaitannya
dengan sistem nilai. Karakteristik tersebut merupakan tantangan tersendiri
dalam memasarkan produk politik.
Produk utama dari sebuah institusi politik adalah platform partai yang
berisikan konsep, identitas ideologi, dan program kerjanya. Selain itu, apa saja
yang telah dilakukan partai politik di masa lalu berkontribusi dalam
pembentukan sebuah produk politik. Akhirnya, karakteristik atau ciri seorang
pemimpin atau kandidat memberikan citra, simbol, dan kredibilitas sebuah
produk politik (political product). 7
Hal yang dibangun oleh Ledia dan tim suksesnya dalam memasarkan
produk politik adalah dengan meyakinkan masyarakat tentang platform partai.
PKS yang bernafaskan islam menginspirasi tim sukses Ledia untuk membuat
wayang dakwah, suatu seni tradisional Jawa Barat yang dipadukan dengan
unsur religi yang menjadi nafas PKS.
6 Philip Kotler dan Gary Amstrong, Prinsip-prinsip Pemasaran, (Jakarta, Erlangga:
2006), h. 61. 7 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia: 2007), edisi I, h. 196.
72
Hal berikutnya adalah past record (catatan tentang hal-hal yang dilakukan
di masa lampau). Sejumlah prestasi, advokasi dan upaya-upaya yang telah
Ledia maupun partainya lakukan ditonjolkan untuk membuktikan kinerjanya.
Media massa dan media sosial digunakan tim sukses Ledia untuk mempublish
informasi tentang kinerja yang telah Ledia lakukan. Menurut Ledia ini sebagai
salah satu bentuk pertanggungjawaban publik. Dan tentunya sebagai upaya
kampanye politik.8
Upaya-upaya yang dilakukan Ledia dan tim sukses merupakan rangkaian
upaya untuk menciptakan produk politik yang unggul dibandingkan para
pesaingnya. Dari upaya-upaya tersebut terbentuklah citra, simbol dan
kredibilitas sebuah produk politik.
3. Positioning Politik
Setelah dibuat pemetaan, tim melakukan proses selanjutnya yakni
diferensiasi dan positioning. Diferensiasi adalah membuat pembeda antara
produk yang kita miliki dengan produk lain. Sedangkan, Positioning adalah
pengaturan suatu produk untuk menduduki tempat yang jelas, berbeda dan
diinginkan, relatif terhadap produk pesaing dalam pikiran konsumen sasaran. 9
Partai politik harus mampu menempatkan produk politik dan image politik
dalam benak masyarakat. Pemilih perlu selalu diingatkan mengenai partai
politik atau kandidat terkait. Dalam proses ini yang terpenting adalah
menciptakan agar image kandidat atau partai politik ada di mana-mana. Dalam
8 Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia: 2007), edisi I, h. 241-242. 9 Philip Kotler dan Gary Amstrong, Prinsip-prinsip Pemasaran, (Jakarta, Erlangga:
2006), h. 61.
73
hal ini tidak dilakukan “kejutan-positif, tetapi lebih menekankan kehadiran
kandidat dan partai politik di setiap permasalahan dan situasi. Di sini perlu
diciptakan kondisi yang menimbulkan dominasi image kandidat atau partai
politik. Sehingga image-nya lebih besar dan dominan dibandingkan dengan
image pesaing. Inilah yang penting dalam proses penciptaan image dominan.
Sebagai hasilnya, pemilih akan mengetahui dengan yakin apakah kandidat
atau partai politik bersangkutan selalu hadir di setiap permasalahan yang
dihadapi masyarakat. Semakin mereka ada di mana-mana, semakin berpotensi
pula akan dipilih. 10
Dalam upaya penanaman produk politik dan image politik, maka Ledia
dan tim membuat beberapa hal. Pertama, tim menggunakan saluran tatap
muka dan saluran media (dalam hal ini sosial media) untuk menanamkan
image kedekatan kepada publik. Kegiatan tatap muka seperti bank sampah,
seminar, silaturahim, pelatihan pemadam kebakaran, wayang dakwah, dan
lain-lain, Ledia berusaha masuk ke hati masyarakat dengan pendekatan-
pendekatan personal. Selain itu Ledia memanfaatkan sosial media untuk
menjangkau masyarakat yang lebih luas. Melalui account facebook Ledia
Hanifa Amaliah dan twitter @lediahanifa, ia bisa berbagi informasi, motivasi
dan berkomunikasi dengan biaya yang murah, cepat serta menembus ruang
dan waktu. Ledia masuk ke berbagai lapisan masyarakat, berbagai tempat dan
berbagai kondisi sehingga dari pendekatan-pendekatan itu masyarakat akan
10
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia: 2007), edisi I, h. 241-242.
74
menyimpan image Ledia sebagai pemimpin yang merakyat, sedia
mendengarkan aspirasi rakyat, dan mau memperjuangkan nasib rakyat.
Kedua, tim menanamkan image kedekatan hubungan dengan media. Tim
Ledia secara rutin mengirimkan artikel-artikel Ledia ke media dan
mengadakan media gathering. Implisit dari sebuah penelitian ditemukan
bahwa kita dapat membentuk opini publik melalui informasi yang kita
berikan. Ketika kekuatan politik ingin mendiskreditkan image politik lawan,
yang perlu dilakukan cukup dengan membanjiri informasi di media massa
dengan hal-hal buruk yang dilakukan lawan politik. Begitu juga sebaliknya,
ketika ingin membentuk image positif dari publik, cukup dengan membanjiri
media massa dengan hal-hal positif dari suatu partai atau kandidat.11
Ketiga, tim menanamkan image kerja nyata dengan rutin membuat news
letter tiap empat bulan sekali. Dalam news letter tersebut Ledia
menyampaikan laporan kerjanya selama menjabat anggota DPR RI periode
2009-2014. News letter dibagikan saat reses atau bisa diakses di situs
www.lediahanifa.com
Yang perlu dilakukan dalam kaitan ini adalah menjaga konsistensi image
politik. Strategi tebar pesona merupakan salah satu manifestasinya. Menjaga
image politik tentunya cenderung membuat seseorang harus bertindak
konservatif. Artinya, image politik yang sudah terbentuk cenderung terus
dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Hal lain yang harus jadi perhatian
Ledia dan tim adalah terus menerus menjaga image kepada masyarakat
11
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia: 2007), edisi I, h. 29.
3 PARTAI GOLONGAN KARYA 1 Dra. POPONG OTJE DJUNDJUNAN 25,260 1
4 PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN 1 Drs. H. SETIA PERMANA 24,948 1
5 PARTAI DEMOKRAT 1 AGUNG BUDI SANTOSO, SH 74,870 1
6 PARTAI DEMOKRAT 2 H. DADAY HUDAYA, SH., MH 47,208 2
7 PARTAI DEMOKRAT 3 YETTI HERYATI 29,841 3
Jakarta, ………...………………………….. 2009
KOMISI PEMILIHAN UMUM
Ketuamerangkap Anggota
Prof. DR. H.A. Hafiz Anshary, AZ, MAProf. DR. H.A. Hafiz Anshary, AZ, MA
Anggota Anggota
Dra. Endang Sulastri, M.Si Sri Nuryanti, S.IP, MA
Prof. DR. Ir. H. Syamsul Bahri, MS I Gusti Putu Artha, SP, M.Si
Drs. H. Abdul Aziz, MA Dra. Andi Nurpati, M.Pd
PROVINSIDAERAH PEMILIHAN
::JAWA BARATJAWA BARAT I
MODEL BC 1 DPR RIDAFTAR CALON TETAP
ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAPEMILIHAN UMUM TAHUN 2014
PARTAI NasDem1
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 L BOGORRICKY ACHMAD SOEBAGDJA2 P KOTA BANDUNGMIRA ROSANA GNAGEY3 P KOTA BANDUNGDR. LINA K.M4 P KOTA BANDUNGENNI ERYANI, MBA5 P JAKARTA SELATANYULIANTI SUSILO, MA6 L KOTA BANDUNGH. ACHMAD CHAERUDIN, SE7 L KOTA BANDUNGHADI SUCIPTO ABDUL GHONI
3 4Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 57%Prosentase Perempuan :
PARTAI KEBANGKITAN BANGSA2
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 L JAKARTA TIMURD.G. SANDY NAYOAN2 L KOTA BANDUNGH. DUDDY S. SUTANDI, SE3 P KOTA BANDUNGSRI NURYANI ERWINSYAH4 L KOTA CIMAHIDR. IKIN SODIKIN5 L KOTA CIMAHIWAHYUDIN
6 P BANDUNGVINA KUSUMA DEWI7 P KOTA BANDUNGIMBI JUMIATI
4 3Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 43%Prosentase Perempuan :
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA3
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 L KOTA BANDUNGASEP SAEFULLOH DANU2 L BANDUNGAHMAD KUNCARANINGRAT3 P KOTA DEPOKLEDIA HANIFA AMALIAH, S.SI.
M.PSI.T
4 L KOTA CIMAHIARIF MINARDI5 L KOTA CIMAHIACHMAD ZULKARNAIN6 P KOTA BANDUNGZIRLY NOVA JAMIL
4 2Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 33%Prosentase Perempuan :
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN4
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 L KOTA BANDUNGIr. KETUT SUSTIAWAN2 L KOTA BANDUNGDEDY DJAMALUDDIN MALIK,
M.Si
3 P JAKARTADr. HARTATI HERMES, MQIH4 P JAKARTA SELATANDra. MEIDYA AMORA. I.SIP, M.Si5 L JAKARTA SELATANJUNICO BP SIAHAAN, SE6 L JAKARTA SELATANROBARTO R. TIKOALU, SE7 P JAKARTA TIMURLENNY MARLIANI, SH.
4 3Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 43%Prosentase Perempuan :
PARTAI GOLONGAN KARYA5
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 L KOTA BANDUNGDR. HAPPY BONE ZULKARNAIN,MS
2 P KOTA BANDUNGDra. POPONG OTJEDJUNDJUNAN
3 L KOTA BANDUNGMUHAMAD EGGI HAMZAH, SH,MH
4 P KOTA CIMAHIATTIE D ANJAR RACJMAN, SH,M.Si
5 L KOTA BANDUNGAAT SAFAAT HODIJAT6 L KOTA BANDUNGTRISNA SUGANDA, MH7 P KOTA CIMAHIDINA WAHYUNINRUM
4 3Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 43%Prosentase Perempuan :
PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA6
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 L KOTA BANDUNGDR. Ir. H. SODIK MUDJAHID, M.Sc
2 L KOTA JAKARTASELATANIr. YUSNAN SOLIHIN
3 P KOTA BANDUNGDra. V. JENNI RETNOMAMUSUNG
4 L KOTA BANDUNGH. NANANG SUDJANA, SH5 L KOTA BANDUNGDR. BUCKY WIBAWA, S. Pd, M.Si6 P KOTA JAKARTA
UTARAPOPPY RAMADHANIE, SH7 P KOTA JAKARTA
SELATANMARTINI
4 3Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 43%Prosentase Perempuan :
PARTAI DEMOKRAT7
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 L KOTA DEPOKH. AGUNG BUDI SANTOSO, SH,MM
2 P BANDUNGDR. KIKIT WIRIANTI SUGATA,SH
3 L BEKASIH. DADAY HUDAYA, SH, MH4 P KOTA TANGERANG
SELATANYETTI HERYATI, SH5 L KOTA BANDUNGH. SUGIANTO NANGOLAH, SH,
MH
6 L BOGORDrs. H.M. SANI ALAMSYAH, SH,MBL
7 P BEKASIDYAH PROBONDARI, SH, M.Kn4 3Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 43%Prosentase Perempuan :
PARTAI AMANAT NASIONAL8
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 P KOTA BANDUNGHj. MARIANA GANDAKUSUMAH2 L KOTA BANDUNGDR. Ir. H. JUNIARSO RIDWAN,
SH.,MH.M.Si
3 L BANDUNGH. SAEPUDIN, S.Ag, M.Ag4 L JAKARTA SELATANH. ACENG KARIMULLAH, BE, SE5 L KOTA BANDUNGRIMBA DIRGANTARA DRADJAT6 P KOTA DEPOKCLARA SINTA7 P BOGORERI HARYATI SUNDARI
4 3Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 43%Prosentase Perempuan :
PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN9
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 L KOTA CIMAHIDr. Ir. H.M. ITOC TOCHIJA, MM2 L JAKARTA PUSATH. RAHMAN, SH, MH3 P JAKARTA SELATANDRA. YOHANA SYARIF4 L BANDUNGIFACHRIL MADIN, SH5 L BANDUNGDRS. H. HILMAN, M. HUM6 P TANGERANGHj. MOLLIVIANDRY7 P KOTA CIMAHIGITA WIDYASANTY, S. IKOM, M.
Si
4 3Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 43%Prosentase Perempuan :
PARTAI HATI NURANI RAKYAT10
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 L JAKARTA SELATANMOH. ARIEF S. SUDITOMO, SH,MA
2 P JAKARTA TIMURPATRIA MUTIARA NUSA3 L KOTA BANDUNGDrs. TIMBUL P. MANURUNG4 P KOTA BANDUNGDr. Hj. NUNUNG AYU SOFIATI,
MM
5 L KOTA BANDUNGPEPEN SUPENDI6 L KOTA DEPOKKRISNA MEGA7 P JAKARTA PUSATPURWITASARI
4 3Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 43%Prosentase Perempuan :
PARTAI BULAN BINTANG14
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 P KOTA JAKARTASELATANDILIANA ERMANINGTIAS, ST
2 L KOTA BANDUNGLATIEF AWALUDIN, SH.I, MA3 L KOTA JAKARTA
SELATANIr. BUDI PUTRA4 L BANDUNGMUHAMMAD TEGUH5 P KOTA JAKARTA
UTARANURLELA, S.Ag6 L KOTA JAKARTA
SELATANDr. Ir. H. AKHMAD BAKHTIARAMIN, M.Sc., M.Si
7 P BOGORDra. SANTI SUWARTI YATI4 3Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 43%Prosentase Perempuan :
PARTAI KEADILAN DAN PERSATUAN INDONESIA15
PASFOTONO NAMA LENGKAP JENIS
KELAMIN(L/P)
KABUPATEN/KOTA(TEMPAT TINGGAL
CALON)
1 L KOTA CIMAHIRULLY SOEKARTA2 L KOTA BANDUNGABIDIN, SH., MH., M.Si3 P BOGOREKA SANTHIKA PARWITASARI4 L KOTA CIMAHIIr. M ILYAS5 P KOTA BANDUNGOKTAVIA, M.Si6 L KOTA JAKARTA
TIMURANINDYO DARMANTO, SH, MH7 P KOTA JAKARTA
TIMURJEANNE T. POEGOEH, SH4 3Jumlah Laki-laki : Jumlah Perempuan : 43%Prosentase Perempuan :
Ditetapkan Di JakartaPada Tanggal 22 Agustus 2013KOMISI PEMILIHAN UMUM1. KETUA
3. ANGGOTA6. ANGGOTA Drs. HADAR NAFIS GUMAY
SIGIT PAMUNGKAS, S.IP., MA.HUSNI KAMIL MANIK:
:
:
.................................
......2. ANGGOTA5. ANGGOTA Dr. FERRY KURNIA RIZKIYANSYAH, S.IP., M.Si
IDA BUDHIATI, SH., MH........................................