Page 1
i
MANUSIA PARIPURNA MENURUT ARY GINANJAR
DI DALAM THE ESQ WAY 165
Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi
Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
RUSDI
NIM: 1110033100057
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FALSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H./2017 M.
Page 2
MANUSIA PARIPURNA MENURUT ARY GINANJAR
DI DALAM THE ESQ WAY 165
Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi
Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
RUSDI
NIM: 1110033100057
Pembimbing:
Dra. Banun Binaningrum, M.Pd
NIP. 19680618 199903 2 001
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FALSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H./2017 M.
Page 5
ABSTRAK
Istilah manusia paripurna atau al-insān al-kāmil dalam khazanah Islam,
belum bisa lepas dari keterikatannya dengan dunia tasawuf atau filsafat irfanī.
Padahal pada hakikatnya, manusia sempurna dapat dipandang dari berbagai sisi,
bukan hanya sisi tasawuf.
Penelitian ini bertujuan mengangkat konsep Ary Ginanjar tentang manusia
paripurna yang dituangkan dalam karya monumentalnya The ESQ Way 165,
menjadi sesuatu yanga unik dan baru. Ia mengintegrasikan tiga kecerdasan dalam
dunia psikologi, yaitu IQ, EQ, dan SQ dalam bingkai rukun iman, Islam, dan
ihsan. Sehingga menjadi konsep manusia paripurna.
Penulis dalam melakukan penelitian ini, melalui studi perpustakaan
(library research). Hal ini, dalam melakukan pengumpulan data, penulis merujuk
dan menggunakan sumber primer maupun sekunder. Adapun sumber primer yang
penulis gunakan adalah penelitian terhadap karya-karya Ary Ginanjar Agustian.
Di antaranya Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual ESQ,
Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, Bangkit Dengan Tujuh Budi Utama.
Sedangkan sumber sekunder adalah buku-buku yang terkait dengan topik insān
kāmil, seperti Manusia Sempurna oleh Murtaḍa Muṭahharī, Filsafat Islam oleh
Hasyimsyah Nasution, Nalar Religius Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia
oleh Mulyadhi Kartanegara, Manusia Menurut al-Ghazalī oleh M. Yasir Nasution, dan
juga buku-buku yang berkaitan degan IQ, EQ, ESQ, diantaranya Kecerdasan Emosi
untuk Mencapai Puncak Prestasi oleh Daniel Goleman, SQ Memanfaatkan
Kecerdasan Spritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai
Kehidupan oleh Zohar Danah dan Ian Marshall dan sumber lainnya.
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis yaitu dengan mendeskripsikan
secara terperinci terkait dengan masalah yang hendak diteliti kemudian
menganalisis setiap masalah untuk memperoleh pemahaman secara komprehensif.
Manusia paripurna dalam konsep Ary Ginanjar Agustian, adalah manusia
yang mampu menyeimbangkan dimensi fisik (IQ), dimensi emosi (EQ), dan
dimensi spiritual (SQ). Cara menyeimbangkan yang pertama adalah dengan jalan
menyucikan dan menjernihkan hati, atau dalam terminologi Ary Ginanjar disebut
Zero Mind Process, yaitu proses perjernihan titik Tuhan atau God Spot dari hal-
hal yang menutup dan mengotorinya. Cara ini bertujuan untuk mengaktifkan
kembali suara hati, dan suara hati merupakan cerminan suara Ilahi. Jika suara hati
sudah jernih dan suci, maka langkah berikutnya adalah tajallī yaitu tersingkapnya
sifat-sifat dan asma„ Allah swt. di dalam hatinya, kemudian seluruh tingkah
lakunya adalah cerminan dari suara hatinya. ESQ adalah kecerdasan yang
menentukan tingkat keberhasilan manusia dalam kehidupan, baik sebagai khalīfah
fī al-„Ard maupun sebagai hamba. ESQ yang diusung oleh Ary Ginanjar Agustian
ini, dibangun dengan landasan dasar seorang muslim, yaitu 6 rukun iman dan 5
rukun Islam yang kemudian ditambah dengan ihsan.
Page 6
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. dzat yang memberikan hembusan nafas
kepada para hamba-Nya. Penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia-Nya.
Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada suri tauladan, manusia
sempurna, Nabi Muhammad Saw. Rasul penutup para Nabi, serta doa untuk
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Melalui usaha yang melelahkan, akhirnya dengan limpahan karunia-Nya
lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Berbagai
kesulitan dan rintangan yang penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini,
alhamdulillah dapat teratasi berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu dekan.
2. Ibu Dra. Tien Rahmatin, MA. selaku ketua jurusan Aqidah dan Falsafat
Islam dan kepada Bapak Dr. Abdul Hakim, MA. selaku sekretaris Jurusan
Aqidah dan Falsafat Islam.
3. Ibu Dra. Banun Binanningrum, M. Pd. selaku pembimbing penulis, yang
selalu memberikan waktu, ilmu dan bimbingannya selama penyusunan
skripsi ini.
Page 7
4. Bapak Dr. M. Suryadinadata, MA. yang telah memberikan banyak
perhatian dan dukungan selama di FUF.
5. Beasiswa Chingkung yng telah membatu membiayai kuliah hingga
delapan semester.
6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan dedikasinya
mendidik penulis, memberikan ilmu, pengalaman, serta pengarahan
kepada penulis selama masa perkuliahan.
7. Segenap pimpinan karyawan Perpustakaan Utama, Perpustakaan Pasca,
dan Perpustakaan Ushuluddin Universitas Islam Syarif Hidayatullah
Jakarta. Yang telah melayani penulis dalam mempergunakan buku-buku
dan literatur yang penulis butuhkan selama penyusunan skripsi ini.
8. Ayahandaku tercinta, M. Ali Hanafia dan Ibu tercinta, Suriyah, atas segala
kasih sayang, perhatian, dan dorongannya. tak pernah lelah dan bosan
dalam memberikan dukungan moral dan materil, serta selalu mendoakan
yang terbaik untuk penulis.
9. Istri tersayang, Khoirunnisa dan kedua anak yang telah memberikan
semangat untuk terus menyelesaikan kuliah.
10. Kepada Bapak Dr (HC) Ary Ginanjar Agustian, Founder The ESQ Way
165, yang telah banyak membimbing dan membina untuk terus berproses
kea rah yang lebih baik.
11. Seluruh teman-teman di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, seluruh keluarga
besar Ushuluddin angkatan 2009, Keluarga Besar HMI Ciputat, keluarga
Besar ESQ Ushuluddin, Agung, Lutfi, Aaf, dan Najib, sebagai sahabat
Page 8
sharing dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu,
yang selalu memberikan kesan yang indah dalam menjalankan
persahabatan.
12. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dan berperan dalam proses
penyelesaian skripsi ini, namun luput untuk penulis sebutkan, tanpa
mengurangi rasa terima kasih penulis.
Harapan penulis semoga skripsi ini sedikit banyak dapat bermanfaat bagi
pembaca dan semoga Allah swt., selalu memberkahi dana membalas semua
kebaikan pihak-pihak yang turut serta membantu penyelesaian skripsi ini.
Jakarta, 9 Oktober 2017
Rusdi
Page 9
Pedoman Transliterasi
Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris
ṭ ṭ ط a a ا
ẓ ẓ ظ b b ب
„ ‘ ع t t ت
gh gh غ ts th ث
f f ف j j ج
q q ق ḥ ḥ ح
k k ك kh kh خ
l l ل d d د
m m م dz dh ذ
n n ن r r ر
w w و z z ز
h h ه s s س
, , ء sy sh ش
y y ي ṣ ṣ ص
h h ة ḍ ḍ ض
Vokal Panjang
Arab Indonesia Inggris
ā ā أ
ī ī إى
ū ū أو
Page 10
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN ..............................................................................
PERSETUJUAN TIM PENGUJI …………………………………………..
i
ii
ABSTRAK ..................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................. 10
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………… 11
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.......................................... 11
E. Metodologi Penelitian ........................................................... 12
F. Tinjauan Pustaka .................................................................. 13
G. Sistematika Penulisan ........................................................... 15
BAB II KONSEP MANUSIA PARIPURNA MENURUT TOKOH
SUFI ……………………………………………………………..
17
A. Definisi Manusia Paripurna....................................................... 17
B. Ciri-Ciri Manusia Paripurna.......................................................
C. Pendapat Tokoh Sufi tentang Manusia Paripurna.......................
20
23
BAB III TEORI KECERDASAN............................................................. 33
A. Intellectual Quotient (IQ).................................................... 33
B. Emotional Quotient (SQ)……………………………………
C. Spiritual Quotient (SQ)………………………………………
38
46
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN ARY GINANJAR AGUSTIAN
TENTANG MANUSIA PARIPURNA DI DALAM KONSEP
THE ESQ WAY 165 ….………………………............................
53
A. Biografi Ary Ginanjar Agustian ..........................................
1. Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan ……………….
2. Karir dan Karya ………………………………………….
53
53
55
Page 11
3. Latar Belakang Pemikiran ESQ …………………………. 58
B. Konstruksi Pemikiran Ary Ginanjar Tentang Manusia
Paripurna Dalam The ESQ Way 165………………………
1. Konsep Manusia Paripurna…………………………………
2. ESQ Elemen Penting Manusia Paripurna………………..
3. The ESQ Way 165 Sebagai Tahapan Menuju Manusia
Paripurna………………………………………………………..
4. Asmā„ Al-Ḥusnā dan Manusia Paripurna ………………..
61
61
64
65
82
BAB V PENUTUP................................................................................... 86
A. Kesimpulan............................................................................. 86
B. Saran ...................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 88
Page 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Istilah manusia paripurna dalam khazanah Islam dikenal pada abad
ketujuh Hijriah dan digunakan pertama kali di dunia Islam oleh seorang sufi yang
masyhur yaitu Muḥyī al-dīn „Arabī al-Andalusī,1 atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Ibn „Arabī.2 Ia menggunakan istilah “insān kāmil” atau manusia paripurna
dari perspektif tasawuf. Istilah ini selanjutnya mendapat perhatian khusus dari al-
Jīlī, yang mengembangkan konsep tersebut dalam karya tersendiri, al-Insān al-
Kāmil.
Konsep manusia paripurna dalam pandangan Ibn „Arabī terkonstruksi dari
konsepnya tentang alam semesta, yang merupakan tajalliyāt dan Maẓhar
(penampakan) dari Tuhan. Tuhan adalah Esa, namun refleksi dari diri-Nya
tercermin pada alam semesta, dan cermin yang paling sempurna bagi Tuhan
adalah manusia paripurna . Dalam pengertian lain, Alam ini seperti cermin yang
buram dan seperti badan yang tidak bernyawa. Oleh karena itu, Allah
menciptakan manusia untuk memperjelas cermin itu dan manusia paripurna
merupakan maẓhar (penampakan) dari asma dan sifat Allah Swt.
Manusia paripurna merupakan miniatur dari realitas ketuhanan yang
termanifestasikan pada alam semesta. Esensi manusia paripurna merupakan
1 Muhyi al-Din Muhammad ibn Ali ibn Muhammad ibn al-Arabi al-Hatimi al-Tha‟i al-
Andalusi, yang lebih dikenal dengan nama Ibn „Arabī. Ia mempunyai gelar Muhy al-Din, Syaikh
al-Akbar, dan Ibn Aflatun. Ia lahir Pada 27 Ramadhan 560 H atau 28 Juli 1165 M di masa
pemerintahan Ibn Mardanishi dari kesultanan Muwahhidin. Ia lahir dari latar belakang keluarga
bangsawan, kaya, dan taat beragama. Lihat Asin Palacios, Ibn Al-„Arabi Hayatuhu wa
Madzhabuhu, terj. Abdul al-Rahman Badawi. (Kairo:Maktabah Al-Anjalu al-Mishriyyah, 1965),
h-5-6. 2Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi: Pengembangan Konsep Insan Kamil Ibn
„Arabi oleh al-Jilli (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 6
Page 13
cermin dari esensi Tuhan, jiwanya sebagai gambaran dari jiwa universal (al-nafs
al-kulliyah), tubuhnya mencerminkan Arasy, pengetahuannya mencerminkan
pengetahuan Tuhan, hatinya berhubungan dengan Bayt al-ma‟mūr , mental
spiritualnya terkait dengan malaikat, daya ingatnya terkait dengan saturnus, daya
intelektualnya terkait dengan Jupiter, dan lain sebagainya.3 Secara fisik, Ia
merupakan figur manusia sama seperti manusia pada umumnya, namun memiliki
kualitas rohaniah yang unggul dan paling sempurna dibanding manusia umumnya.
Keunggulan rohaniah ini karena ia dibekali pengetahuan esoterik yang unggul.
Pengetahuan ini dinamakan dengan „ilm al-asrār (pengetahuan rahasia) atau „ilm
al-ladunnī (pengetahuan tanpa usaha). Pengetahuan ini merupakan bentuk dari
pengetahuan yang ditiupkan Ruh Kudus ke dalam hati para Nabi dan Wali.
Mereka adalah manusia yang memiliki jiwa yang bersih dari hawa nafsu dan
ikatan badaniah. Mereka pun dapat mengetahui realitas-realitas segala sesuatu.
Mereka juga mengetahui Allah Swt. dari segi tajalli-Nya kepadanya, bukan dari
segi nalar rasional. Mereka mengetahui Allah dengan menyingkap intuitif (kasyf)
dan rasa (dhawq), bukan dengan akal („aqal) semata.4
Melanjutkan konsep Ibn „Arabī, Di tangan al-Jīlī,5 konsep manusia
paripurna dikembangkan menjadi bagian dari renungan mistis yang bercorak
3 Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi, hlm. 56.
4 Sumanta, Insan Kamil dalam perspektif Tasawuf Ibn al-Arabī (Tesis S2 Fakultas
Filsafat Universitas Indonesia, Jakarta, 2003), h. 21. 5 Nama lengkapnya ialah „Abd al-Karīm ibn Ibrāhīm ibn Abd al-Karīm ibn Khalifah ibn
Ahmad ibn Mahmūd al-Jīlī. Dia mendapat gelar kehormatan "Syaikh" yang biasa dipakai di awal
namanya. Selain itu, dia juga mendapat gelar "quṭb al-dīn" (poros agama), suatu gelar tertinggi
dalam hierarki sufi. Namanya dinisbatkan dengan al-Jili, karena dia berasal dari Jilan. Akan tetapi,
Goldziher mengatakan, penisbatan itu ialah kepada "Jil", sebuah desa dalam distrik Bagdad.
Hipotesis Goldziher itu dibantah oleh Nicholson, dengan mengemukakan ungkapan al-Jili sendiri
di dalam salah satu tulisannya yang menyebutkan bahwa dia mempunyai pertalian darah (nasab)
dengan penduduk Jilan (Kilan), dan berasal dari Bagdad. Dengan demikian dapat dimengerti,
Page 14
intuitif- filosofis, sebagaimana tertuang dalam kitab khususnya yang berjudul Al-
Insān Al-Kāmil Fī Al-Ma'rifah Al-Awāhir Wa Al-Awa'il. manusia paripurna atau
manusia sempurna menurut Al-Jilī – sama seperti Ibn „Arabī – merupakan wadah
tajallī Tuhan yang paripurna. Pandangan demikian didasarkan pada asumsi,
bahwa segenap wujud hanya mempunyai satu realitas. Realitas tunggal itu adalah
wujud mutlak yang bebas dari segenap pemikiran, hubungan, arah dan waktu. Ia
adalah esensi murni, tidak bernama, tidak bersifat dan tidak mempunyai relasi
dengan sesuatu merumuskan manusia paripurna ini dengan merujuk pada diri
Nabi Muhammad saw. sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad
(al-ḥaqīqah al-Muḥammad) yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam
pengertian Muhammad saw. sebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur
(cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya ini.6
Suhrawardī7 seorang filsuf yang dikenal dengan pemikirannya tentang
illuminasi, menjelaskan bahwa seorang manusia dikatakan sebagai manusia
paripurna , jika manusia tersebut mampu memperoleh pengetahuan sesuai dengan
pengembangan daya dirinya yaitu daya intelektual dan daya intuisi. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa seorang filsuf penggabung teosofi (pengguna daya intuisi) dan
filsafat diskursif (pengguna daya rasional) itulah pemangku otoritas, sang khalifah
bahwa dia adalah orang Arab dan sebahagian besar buku yang ditulisnya pun adalah dalam bahasa
Arab. Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi: Pengembangan Konsep Insan Kamil Ibn
„Arabi oleh al-Jilli, hlm. 31.
6 Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), hal 124 7 Nama lengkap Suhrawardī adalah Shaykh Shihāb al-Dīn Abū al-Futūḥ Yaḥya Ibn
Ḥabash Ibn Amirak al-Suhrawardī, dilahirkan di Suhraward (Iran Barat Laut), pada tahun 548
H/1153 M. Suhrawardi dikenal dengan Shaykh al-Ishrāq atau Master of Illuminasionist (Bapak
Pencerahan), Al-Ḥakīm (Sang Bijak) dan Al-Maqtūl (Yang Terbunuh). Hasyimsyah Nasution,
Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), 143
Page 15
Allah Swt. Jadi ketika seorang manusia mampu mengembangkan secara optimal
kedua daya tersebut, maka filsuf tersebut menjadi seorang manusia paripurna .8
Meskipun tentang sejarah yang begitu panjang (sejak abad lahirnya konsep
manusia paripurna sampai saat ini ) telah memisahkan jarak zaman dan generasi,
tampaknya makna dan pengertian manusia paripurna belum bisa lepas dari
keterikatannya dari dunia tasawuf atau – meminjam istilah Mulyadhi – filsafat
irfanī.9 Pengertian yang diberikan para sufi atau Filosof Irfani di atas, cenderung
ekslusif dan hanya bisa diraih oleh orang tertentu saja. Hal serupa, juga dikatakan
oleh Yunasril Ali dalam kesimpulannya, “ Bahwa setiap manusia paripurna adalah
sufi, karena hanya dalam tasawuf gelar itu bisa diperoleh.10
Oleh karena itu, untuk memperkaya wacana Tasawuf Islam, terutama
berkaitan dengan konsep manusia paripurna, penulis tertarik untuk mengangkat
konsep Ary Ginanjar tentang hal itu yang dituangkan dalam karya
monumentalnya The ESQ Way 165. Konsep manusia paripurna yang digagas oleh
Ary, mengintegrasikan tiga kecerdasan dalam dunia psikologi, yaitu IQ, EQ, dan
SQ dalam bingkai rukun iman, Islam, dan ihsan.
8 Ja‟far, Manusia Menurut Suhrawardi al-Maqtul (Banda Aceh: Yayasan PeNa, 2011),
h.194. 9 Mulyadi Kartanegara, Gerbang Kearifan (Ciputat:Lentera Hati, 2006), H.4.
10 Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi: Pengembangan Konsep Insan Kamil Ibn
„Arabi oleh al-Jilli, hlm. 60.
Page 16
Berkaitan dengan Kecerdasan intelektual (IQ),11
ia merupakan kecerdasan
yang digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun strategis. Menurut
teori ini, semakin tinggi IQ seseorang, semakin tinggi pula kecerdasannya.
IQ lahir dari kerja otak neo cortex yang berada di luar otak manusia. Ia
berkaitan dengan kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang tampak, dan
penguasaan matematika. Ia juga mampu bekerja mengukur kecepatan, mengukur
hal-hal baru, menyimpan dan mengingat kembali informasi obyektif serta
berperan aktif dalam menghitung angka dan lain-lain.12
Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar
kecerdasan.13
Namun sejalan dengan tantangan modernitas yang kompleks,
barometer IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di
kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama
apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.
Daniel Goleman, Pada pertengahan 1990-an adalah orang pertama yang
memopulerkan jenis kecerdasan lain manusia, dengan istilah Emotional Quotient
(EQ)14
berbarengan dengan diterbitkan bukunya Emotional Intellegence. Ia
11
Definisi IQ (Intelligence Quotient) Menurut William Stern, sebagaimana dikutip oleh
Baharuddin, adalah kesanggupan jiwa untuk menghadapi dan mengatasi kesulitan-kesulitan baru
dengan sadar, dengan berpikir cepat dan tepat. Baharuddin, Psikologi Pendidikan: Refleksi
Teoritis terhadap Fenomena (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), h. 25. Sedangkan menurut Nana
S. Sukmadinata, IQ merupakan reaksi mental dan fisik yang dijalankan secara cepat, gampang,
sempurna dan dapat diukur dengan prestasi. Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi
Proses Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 138.
12
Ary Ginanjar Agunstian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power (Ciputat:
Penerbit Arga, 2003), h. 60. 13
Pada awal abad kedua puluh, Alfred Binet, ahli psikologi dari Prancis memperkenalkan
istilah IQ untuk mengukur kecerdasan manusia. Asep Dadang, Mencerdaskan Potensi IQ, EQ,
dan SQ, h. 6-7. 14
Menurut Goleman sebagaimana dikutip Asep Dadang, kecerdasan emosional adalah
kemampuan mendeteksi dan mengolah emosi diri sendiri maupun orang lain. Asep Dadang,
Mencerdaskan Potensi IQ, EQ, dan SQ (Bandung: Globalindo, 2007), h. 15.
Page 17
melihat bahwa keberhasilan seseorang tidak ditentukan oleh tinggi-rendahnya IQ
seseorang, tetapi ditentukan oleh bagaimana seseorang mengelola hubungan
antarpersonal secara bermakna. EQ telah memberikan rasa empatik, cinta,
ketulusan, kejujuran, kehangatan, motivasi dan kemampuan merespons
kegembiraan atau kesedihan secara tepat. EQ juga memberikan kesadaran
mengenai perasaan milik diri sendiri dan juga perasaan orang lain. Hal ini berarti
bahwa kecerdasan intelegensi tidak terlalu menentukan pada diri seseorang
manusia, tetapi emosilah yang banyak menggerakkan manusia untuk sukses dalam
kehidupannya.15
Berbeda dari kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat
permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan
dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih
sukses atau prestasi hidup. Pasca kedatangan Daniel Goleman dengan teori
EQnya, datang kemudian sepasang suami-istri, Danah Zohar dan Ian Marshall.
Dalam bukunya Spritual Quotient (SQ)16
, mereka mengkritik EQ dan mereka
dianggap orang pertama yang mengelaborasi temuan-temuan ilmiah menjadi
15
Abd. Wahab H.S. dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spritual
(Jogjakarta: Arruz Media, 2011), h. 31-32. 16
Danah Zohar dan Ian Marshal mendefinisikan SQ sebagaimana dikutip oleh Ary
Ginanjar, adalah kecerdasaan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang
lebih bermakna dibanding dengan yang lain. Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan Emosi dan Spiritual, ESQ (Jakarta: Arga Publising, 2007), Cet, 41, h. 13. Lihat juga
Danah Zohar dan Ian Marshall, Spritual Capital:Memberdayakan SC di Dunia Bisnis, terj. Helmi
Mustofa (Bandung: Mizan, 2005), h. 4. Sedangkan menurut Agus Nggermanto berpendapat bahwa
kecerdasan spiritual (SQ) adalah fakultas dari dimensi nonmaterial atau ruh manusia. Agus
Nggermanto, Quantum Qoutient (Kecerdasan Quantum): Cara Capat Melejitkan IQ, EQ, dan SQ
Secara Harmonis (Bandung: Nuansa, 2002), Cet. 1, h. 143.
Page 18
kecerdasan spiritual (Spritual Quotient (SQ)).17
Beberapa pembuktian tentang
kecerdasan spiritual dipaparkan Zohar dan Marshall dalam bukunya, Spiritual
Quotient, The Ultimatle Intelligence. Dua di antaranya adalah: Pertama, riset ahli
Psikologi/saraf, Michael Pesinger, pada awal tahun 1990-an dan lebih mutakhir
lagi tahun 1997 oleh ahli saraf V.S. Ramachandran dan timnya dari California
University, yang menemukan eksistensi God Spot18
dalam otak manusia telah
built in sebagai pusat spiritual yang terletak di bagian depan otak.19
Sedangkan
bukti kedua adalah riset ahli saraf Austria, Wolf Singer era 1990-an dalam
makalahnya: “The Binding Problem,” yang menunjukkan ada proses saraf dalam
otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha untuk menyatukan serta memberi
makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan saraf yang secara literal
“mengikat” pengalaman kita secara bersama untuk “hidup lebih bermakna”.20
SQ adalah kecerdasan yang berada di bagian diri dari dalam, berhubungan
dengan kearifan di luar ego atau pikiran sadar. SQ adalah kesadaran yang
dengannya kita tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada, tetapi kita juga secara
kreatif menemukan nilai-nilai baru. SQ tidak bergantung pada budaya maupun
nilai. Ia tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan
untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri. Sepanjang sejarah manusia, setiap budaya
yang dikenal memiliki seperangkat nilai meskipun nilai-nilai yang spesifik
17
Abd. Wahab H.S. dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spritual,
h. 32. 18
Menurut Ary Ginanjar, God Spot adalah suara hati manusia yang diberikan Tuhan,
yang meneladani nama-nama-Nya yang agung (Asmā al-Husnā), yang disebutnya 99 thinking
hats. God Spot ada pada setiap manusia karena merupakan fitrah yang diberikan kepadanya. Ary
Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, ESQ, h. 11. 19
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
ESQ, h. 11. 20
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
ESQ, h. 11.
Page 19
berbeda dari satu budaya dengan budaya lain. Dengan demikian, SQ mendahului
seluruh nilai-nilai spesifik dan budaya manapun. Oleh karena itu, ia pun
mendahului bentuk ekspresi agama manapun yang pernah ada. SQ membuat
agama menjadi mungkin (bahkan mungkin perlu), tetapi SQ tidak bergantung
pada agama.21
Fakta-fakta tersebut, menggambarkan konsep SQ baru sebatas tataran
biologi-psikologi, atau baru sebatas hardware-nya saja (spiritual center pada otak
manusia), belum ada software (isi dan kandungan)-nya.22
Dengan kata lain,
spiritualitas yang ditemukan oleh mereka tidak didasarkan pada kerangka ajaran
agama tertentu, atau dapat dilakukan di luar ruang lingkup doktrin agama (outside
religion).
Oleh sebab itu Atas dasar ketiga kecerdasan di atas, Ary Ginanjar
Agustian hadir dengan konsep ESQ.23
Dengan materi ESQ ini, dia
mengintegrasikan dan mengembangkan antara IQ, EQ, dan SQ dalam kesatuan
yang integral dan transendental. Hal ini sebagaimana ia katakan dalam bukunya
Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, ESQ :
Melalui sebuah perenungan panjang, akhirnya dengan ijin Allah, saya
menggagas sebuah bentuk sinergi keduanya ke dalam ESQ (Emotional
and Spiritual Quotient). Sebuah penggabungan gagasan kedua energi
21
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spritual dalam
Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan (Bandung: Mizan, 2001), Cet.3, h.
5. 22
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
ESQ, h. 12. 23
Menurut Ary Ginanjar, dalam konsep ESQ, SQ merupakan kecerdasan tertinggi. SQ
adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. SQ memberikan
makna spiritual terhadap pemikiran, prilaku dan kegiatan, sehingga di dalam konsep ESQ tersebut
antara IQ, EQ, dan SQ terjadi sinergi yang komprehensif. Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, ESQ, 41, h. 13.
Page 20
tersebut untuk menyusun metode yang lebih dapat diandalkan dalam
menemukan pengetahuan yang benar dan hakiki.24
Lebih lanjut lagi, untuk mematangkan dan mengembangkan gagasannya,
Ary Ginanjar Agustian mendirikan lembaga ESQ WAY 165 pada tahun 2000.
Konsep ESQ WAY 165 adalah rumusan yang terdiri dari Ihsan, Rukun Iman dan
Rukun Islam dengan mengkonvergensikan antara EQ dan SQ. Simbol 165
merupakan jabaran dari 1 Ihsan, 6 Rukun Iman, dan 5 Rukun Islam.25
Dengan
kata lain, secara materi konsep ESQ WAY 165 Ary Ginanjar memadukan tiga
konsep dasar manusia antara IQ, EQ dan SQ, menjadi konvergen dalam konsep
ESQ (Emotional And Spiritual Quotient). Lalu digabungkan dengan khazanah
Islam – Ihsan, Rukun Iman, Rukun Islam – menjadi konsep ESQ yang otentik.
Sedangkan al-Qur‟an diposisikan sebagai paradigma dasar untuk mengungkap sisi
kecerdasan emosi dan spiritual dalam diri manusia.
24
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
ESQ, h. 12. 25
Enam Rukun Iman, lima Rukun Islam dan Satu Ihsan pertama kali diperkenalkan oleh
Nabi Muḥammad saw. kira-kira tahun 622-624 Masehi di hadapan para sahabatnya di Masjid
Madinah (Yastrib). Hadis ini bercerita bahwa pernah suatu ketika Nabi saw. dan para sahabat
didatangi oleh seorang laki-laki yang bajunya sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Ternyata,
orang tersebut adalah malaikat Jibril. Dia kemudian menyandarkan lututnya pada lutut Nabi saw.
dan menanyakan beberapa pertanyaan kepada Nabi. Pertama, dia bertanya tentang apa itu Islam?,
lalu Nabi menjawab: “Kesaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan
puasa Ramadan, serta haji ke Baytullāh bagi yang mampu”. Kedua, dia bertanya tentang apa itu
Iman?, Nabi menjawab: “Hendaknya kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk.” Ketiga, dia bertanya tentang apa
itu Ihsan?, Nabi Menjawab menjawab: “Hendaknya kamu menyembah Allah seakan-akan kamu
melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." Keempat,
dia bertanya tentang kapankah hari akhir itu?, Nabi menjawab: "Tidaklah orang yang ditanya itu
lebih mengetahui daripada orang yang bertanya." Kelima, kabarkanlah kepadaku tentang tanda-
tandanya (hari kiamat)?, Nabi menjawab: “Apabila seorang budak melahirkan (anak) tuan-Nya,
dan kamu melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, namun
bermegah-megahan dalam membangun bangunan”. Lihat Muslim ibn al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim
(Beirut: Dār Iḥyā‟ al-Turāts al-„Arabī, t.t), jilid 1, h. 36.
Page 21
Menurut Ary, bahwa Peranan spiritualitas dalam pembangunan
kepribadian dan kehidupan begitu penting,26
begitu pula konsep ESQ 165 yang
universal ini yang lebih menekankan aspek spiritualitas dalam pengembangan
pribadi, tanpa mengesampingkan aspek IQ dan EQ. Bahkan, SQ mendukung,
mengarahkan, dan mengokohkan IQ dan EQ yang telah dimiliki seseorang ke arah
yang positif.
Dengan konsep ESQ WAY 165, Ary Ginanjar Agustian berusaha
mewujudkan manusia-manusia paripurna atau manusia paripurna di Indonesia
dengan target tahun 2020, atau dalam istilahnya disebut “Indonesia Emas 2020”,
yang menjunjung tinggi tujuh budi utama, yaitu jujur, tanggung jawab, visioner,
disiplin, kerja sama, adil, dan peduli. Tujuh budi utama inilah menurut dia yang
harus dimiliki oleh bangsa ini agar bisa bangkit dari keterpurukan di berbagai lini
kehidupan. Ary Ginanjar Agustian berkata:
Kami percaya bahwa nilai-nilai inilah yang menjadikan bangsa ini
kembali bangkit. Kita akan bersama-sama menyebarkan nilai-nilai ini di
manapun hingga di setiap jengkal tanah negeri ini. Hingga keutamaan
bangsa ini bukan lagi pada apa yang ditunjukkan secara fisik, yaitu
kekayaan, jabatan, dan kekuasaan. Namun nilai-nilai luhurlah yang
dijunjung tinggi, hingga korupsi dan pelanggaran hukum tak lagi
mempunyai tempat.27
Konsep manusia paripurna yang dituangkan Ary Ginanjar di dalam ESQ
Way 165 ini, harus menyeimbangkan dimensi fisik (IQ), dimensi emosi (EQ), dan
26
Begitu penting kualitas spiritual seseorang dalam kehidupan, sehingga Hart
menempatkan lima tokoh agama atau spiritual ke dalam 6 tokoh yang paling berpengaruh dalam
sejarah. Adapun 6 tokoh teratas adalah: Nabi Muḥammad, Isaac Newton, Nabi Isa, Budha, Kong
Hu Chu, dan St. Paul. Lima dari enam tokoh teratas itu adalah tokoh-tokoh agama, para pemimpin
spiritual. Agus Nggermanto, Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum): Cara Capat Melejitkan
IQ, EQ, dan SQ Secara Harmonis (Bandung: Nuansa, 2002), Cet. 1, h. 123 27
Ary Ginanjar Agustian, Bangkit dengan 7 Budi Utama; Kumpulan Kisah Spiritual
penggugah Motivasi (Jakarta: Agra Publising, 2013), h. X.
Page 22
dimensi spiritual (SQ). Cara menyeimbangkan yang pertama adalah dengan jalan
menyucikan dan menjernihkan hati, atau dalam terminologi Ary Ginanjar disebut
Zero Mind Process, yaitu proses perjernihan titik Tuhan atau God Spot dari hal-
hal yang menutup dan mengotorinya. Cara ini bertujuan untuk mengaktifkan
kembali suara hati, dan suara hati merupakan cerminan suara Ilahi. Jika suara hati
sudah jernih dan suci, maka langkah berikutnya adalah tajallī yaitu tersingkapnya
sifat-sifat dan asma„ Allah swt. di dalam hatinya, kemudian seluruh tingkah
lakunya adalah cerminan dari suara hatinya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas dalam skripsi dengan
judul MANUSIA PARIPURNA MENURUT ARY GINANJAR DI DALAM
THE ESQ WAY 165.
B. Identifikasi Masalah
Terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sehubungan dengan
konsep manusia paripurna Ary Ginanjar Agustian dalam The ESQ WAY 165:
1. Bagaimana Konsep manusia paripurna menurut para Filosof Muslim?
2. Bagaimana Konsep IQ, EQ, SQ menurut Para Ahli?
3. Apa perbedaan konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian dengan tokoh lain?
4. Bagaimanakah konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian dalam THE ESQ
WAY 165?
5. Bagaimanakah konsep manusia paripurna Ary Ginanjar Agustian di
dalam THE ESQ WAY 165?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Page 23
Berdasarkan uraian di atas, penulis membatasi hanya pada pemikiran ESQ
Ary Ginanjar Agustian, sehingga perumusan masalah dari penelitian ini yaitu
bagaimana Manusia Paripurna menurut Ary Ginanjar Agustian di dalam THE
ESQ WAY 165 ?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan merupakan sumber motivasi dan juga kerangka acuan dalam
penulisan skripsi ini, sehingga dengan adanya tujuan ini maka mempermudah
penyusunan materi yang akan diuraikan dalam skripsi ini. Adapun tujuan
penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui asal konsep ESQ.
2. Mamahami konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian dalam THE ESQ WAY
165.
3. konsep Manusia paripurna menurut Ary Ginanjar Agustian di dalam
THE ESQ WAY 165
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Memperkaya Khazanah ilmu pengetahuan di bidang filsafat Islam,
khususnya berkaitan dengan konsep insān kāmil.
2. Sebagai sumbangan nyata bagi umat Islam khususnya, dan umumnya
untuk masyarakat umum tentang pentingnya mempelajari filsafat Islam
secara mendalam.
E. Metodologi Penelitian
Page 24
Untuk menyelesaikan penelitian ini, penulis menggunakan metode tertentu
yang kemudian penulis bagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendukung metode tersebut, dalam pengumpulan data yang
berhubungan dengan penelitian ini, penulis melakukan penelitian melalui studi
perpustakaan (library research). Hal ini, dalam melakukan pengumpulan data,
penulis merujuk dan menggunakan sumber primer maupun sekunder. Adapun
sumber primer yang penulis gunakan adalah penelitian terhadap karya-karya Ary
Ginanjar Agustian. Di antaranya Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spritual ESQ, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, Bangkit Dengan
Tujuh Budi Utama. Sedangkan sumber sekunder adalah buku-buku yang terkait
dengan topik insān kāmil, seperti Manusia Sempurna oleh Murtaḍa Muṭahharī,
Filsafat Islam oleh Hasyimsyah Nasution, Nalar Religius Memahami Hakikat Tuhan,
Alam dan Manusia oleh Mulyadhi Kartanegara, Manusia Menurut al-Ghazalī oleh M.
Yasir Nasution, dan juga buku-buku yang berkaitan degan IQ, EQ, ESQ, diantaranya
Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi oleh Daniel Goleman, SQ
Memanfaatkan Kecerdasan Spritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik
untuk Memaknai Kehidupan oleh Zohar Danah dan Ian Marshall dan sumber
lainnya.
2. Metode Pembahasan
Bahan-bahan tersebut yang berkaitan dengan penulisan dalam skripsi ini
diseleksi dan diklasifikasi sesuai dengan pokok bahasan. Karena itu, Penelitian ini
bersifat deskriptif-analitis yaitu dengan mendeskripsikan secara terperinci terkait
Page 25
dengan masalah yang hendak diteliti kemudian menganalisis setiap masalah untuk
memperoleh pemahaman secara komprehensif
3. Teknik Penulisan
Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada “Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi 2008” yang diterbitkan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Adapun pedoman transliterasi menggunakan Jurnal Ilmu
Ushuluddin terbitan Hipius (2013).
F. Kajian Pustaka
Dari penelusuran yang penulis lakukan, terdapat beberapa karya terdahulu
yang relevan dengan penelitian ini, di antaranya:
Khadijah, Karakteristik Dakwah Ary Ginanjar Agustian (Tesis
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006). Kesimpulan dari tesis
tersebut lebih menekankan tinjauan Ary Ginanjar Agustian dilihat dalam
perspektif dakwah.28
Abdullah Suntani, Analisis Isi Pesan Dakwah dalam ESQ (Emotional,
Spiritual, Quotient) Basic Training Leadership Center 165 (Skripsi: Universitas
Islam Negeri Jakarta, 2014). Kesimpulan dari skripsi ini menjelaskan isi pesan
dakwah dalam konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian. Menurutnya, berdasarkan 95
sub tema yang diteliti dalam konsep ESQ, pesan pesan dakwah yang dibawa Ary
28
Khadijah, “Karakteristik Dakwah Ary Ginanjar Agustian” (Tesis: Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah, 2006).
Page 26
Ginanjar adalah: 0,345% berisi syariah, 0,342% berisi akhlak, dan 0,312% pesan
akidah.29
Mariatul Qibtiah, Pemahaman Hadits Tekstual dan Kontekstual Ary
Ginanjar (Skripsi: Universitas Islam Negeri Jakarta, 2007). Skripsi ini
menekankan pada pemahaman Hadith oleh Ary Ginanjar dengan pendekatan
Hadits tekstual dan kontekstual. Menurutnya, ada 13 Hadits yang terdapat dalam
kutub al-sittah yang dibahas Ary Ginanjar Agustian, ada 3 Hadith yang tekstual
dan ada 10 Hadits kontekstual.30
Tuti Alawiyah, Traning Emotional Spriritual Question dan Peningkatan
Umat Beragama (Skripsi: Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008).
Kesimpulannya, bahwa traning ESQ memberikan dampak terhadap peningkatan
keyakinan agama para alumninya. Ini terbukti dari pengakuan mayoritas informan
setelah melakukan traning ESQ.31
Dari penelitian-penelitian yang terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian
yang khusus mengaji konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian menuju Indonesia emas
2020.
G. Sistematika Penulisan
Dalam Penulisan Skripsi ini, penulis membagi menjadi lima bab. Bab
pertama dari skripsi ini membahas Pendahuluan yang meliputi: Latar belakang
29
Abdullah Suntani, “Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam ESQ (Emotional, Spiritual,
Quotient) Basic Training Leadership Center 165” (Skripsi: Universitas Islam Negeri Jakarta,
2014). 30
Mariatul Qibtiah, “Pemahaman Hadis Tekstual dan Kontekstual Ary Ginanjar”
(Skripsi: Universitas Islam Negeri Jakarta, 2007). 31
Tuti Allawiyah, “Traning Emotional Spriritual Question dan Peningkatan Umat
Beragama” (Skripsi: Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008).
Page 27
masalah, Perumusan dan batasan masalah, Tujuan penelitian, metodologi
penelitian, kajian pustaka dan sistematika penulisan.
Bab kedua, berisi tentang tentang konsep manusia paripurna menurut para
Filosof Muslim, mendeskripsikan definisi Manusia Paripurna, ciri-ciri manusia
paripurna dan pandangan para Sufi tentang konsep manusia paripurna . Bab ini
penting untuk dibahas sebab merupakan kerangka dari konsep manusia paripurna .
Bab ketiga, merupakan penjelasan mengenai Teori kecerdasan,
menyangkut konsep Intelectual Quotient (IQ), Emotional Quotient (SQ), dan
Spiritual Quotient (SQ). Bab ini penting untuk dibahas sebab, IQ, SQ, dan SQ
merupakan kerangka dari konsep manusia paripurna yang digagas oleh Ary
Ginanjar.
Bab keempat, bab ini berisi mengenai pembahasan utama, yaitu
menyangkut Konsep manusia paripurna Ary Ginanjar di dalam The ESQ WAY
165. Berisi tentang biografi, latar belakang keluarga, dan karya-karya Ary
Ginanjar, kemudian dijelaskan pemikiran manusia paripurna Ary Ginanjar di
dalam teori The ESQ WAY 165. Dengan demikian, dapat ditemukan sebuah
deskripsi utuh tentang konsep yang digagas oleh Ary Ginanjar Aguntian.
Bab kelima berisi kesimpulan dan saran-saran. Setelah melakukan
pembahasan terhadap masalah yang menjadi fokus dalam skripsi ini, penulis
memberikan kesimpulan sebagai penutup. Bab ini berisi jawaban terhadap
rumusan masalah yang dipaparkan di muka, dan berisi saran-saran demi
perkembangan penelitian-penelitian selanjutnya.
Page 28
BAB II
KONSEP MANUSIA PARIPURNA MENURUT TOKOH SUFI
Dalam bab ini, penulis menggambarkan tentang konsep Manusia
Paripurna menurut tokoh sufi, mendeskripsikan definisi Manusia Paripurna , ciri-
ciri Manusia Paripurna dan pandangan para tokoh sufi tentang Manusia
Paripurna.
A. Definisi Manusia Paripurna
Dalam terminologi tasawuf, manusia paripurna diistilahkan dengan Insān
Kāmil. Insān Kāmil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata: Insān dan .
Kāmil. Secara harfiah, Insān berarti manusia, dan kāmil berarti yang
sempurna. Dengan demikian, Manusia paripurna berarti manusia yang
sempurna.32
Dalam bahasa Arab kata Insān mengacu kepada sifat manusia yang
terpuji
seperti kasih sayang, mulia dan lainya. Selanjutnya kata Insān digunakan oleh
para filosof klasik sebagai kata yang menunjukkan pada arti manusia secara
totalitas yang secara langsung mengarah pada hakikat manusia.33
Kata Insān
juga digunakan untuk menunjukkan pada arti terkumpulnya seluruh potensi
intektual, rohani dan fisik yang ada pada manusia, seperti hidup, sifat
kehewanan, berkata-kata dan lain-lainnya.34
32
Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia (Jakarta: Hida Karya, 1990), hlm. 51. 33
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 257. 34
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hlm. 258.
Page 29
Adapun kata Kāmil dapat pula berarti suatu keadaan yang sempurna,
dan digunakan untuk menunjukkan pada sempurnanya zat dan sifat, dan hal
itu terjadi melalui terkumpulnya sejumlah potensi dan kelengkapan seperti
ilmu, dan sekalian sifat yang baik lainya.35
Menurut Ibn Manẓūr, kata إنسان (Insân) diambil dari tiga akar kata, yaitu;
أبصر Kata „anasa memiliki arti .(nasiya) نسي serta (annasa„) أنس ,(anasa„) أنس
(abṣara), علم („alima), إستاذن (ista‟dhana). Kata abṣara berarti melihat, bernalar,
berpikir. Dengannya manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang mereka
lihat. Kata „alima berarti mengetahui atau berilmu. Dengan ilmunya manusia
dapat membedakan suatu perkara apakah itu benar atau salah. Sedangkan kata
ista‟dhana memiliki arti meminta izin. Manusia merupakan makhluk yang
beradab yang kadang meminta izin ketika akan melakukan sesuatu atau
menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Berdasarkan pembedahan kata ini,
al-Insân dapat diartikan sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan untuk
menalar, makhluk yang berilmu serta makhluk yang beradab.36
Kata أنس (annasa) berarti jinak, ramah. Manusia merupakan makhluk yang
bersahabat dan ramah pergaulan. Sedangkan kata نسي (nasiya) berarti lupa.37
35
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hlm. 259.
36
Ibnu Manẓūr, Lisān al-„Arab (Baerut: Dar al-Ihya al-Turats al-Arabi, 1988), hal. 306. 37
Ibnu Manẓūr, Lisān al-„Arab, hal. 306.
Page 30
Quraish Shihab mengartikan kata Insân sebagai seorang yang harmonis, tampak,
lemah lembut atau pelupa.38
Di dalam al-Qur‟an, Kata al-insān disebut sebanyak 65 kali, masing-
masing dalam 63 ayat dan 43 surat.39
Diantara ayat-ayat tersebut adalah ayat yang
membicarakan tentang proses penciptaan manusia, yaitu:
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah
liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar.
Istilah al-Insân dalam Al-Qur‟an umumnya digunakan untuk
menggambarkan keistimewaan manusia. Manusia merupakan makhluk yang
berilmu serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmunya karena Allah
memberi manusia potensi untuk itu.40
Dalam konteks al-Qur‟an di atas, kata al-insān selalu menampilkan
manusia sebagai makhluk yang istimewa secara moral maupun spiritual, makhluk
yang memiliki keistimewaan dan keunggulan yang tidak dimiliki oleh makhluk
lain. Berdasarkan pada konteks penggunaannya kiranya kita dapat memberikan
pengertian manusia pada tiga kategori. Pertama, al-insān dihubungkan dengan
keistimewaan manusia sebagai khalifatullah dimuka bumi dan memikul amanah.
38
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an; Tafsir Maudhu„i atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 280. 39
Muhammad Fuad „Abdul Bāqi, Mu„jām al-Mufahras li al-Fāẓ al-Qur„ān al-Karīm,
(Bairût: Dârul Fikri, 1987), hal. 93-94. 40
Nasaruddin Umar, Kajian Tematik Al-Qur‟an tentang Kemasyarakatan : Wanita dalam
Perspektif Al-Qur‟an, (Bandung: Angkasa, 2008), hal. 235.
Page 31
Kedua, al-insān dikaitkan dengan predisposisi negatif yang inhern dan laten pada
diri manusia. Ketiga, al-insān disebut-sebut dalam hubunganya dengan proses
penciptaan manusia. Dengan demikian potensi manusia menurut konsep al-insān
diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi. Dari
sinilah dihasilkan sejumlah kegiatan pemikiran berupa ilmu pengetahuan ataupun
benda-benda hasil karya manusia. Pada akhirnya manusia dapat menjadikan
dirinya sebagai makhluk yang berbudaya dan berperadaban.
Dengan demikian, pengertian Manusia paripurna lebih ditujukan kepada
manusia yang sempurna dari segi pengembangan potensi intelektual, rohaniah,
intuisi, kata hati, akal sehat,fitrah dan yang bersifat batin lainnya.
B. Ciri-Ciri Manusia Paripurna
Untuk mengetahui ciri-ciri manusia paripurna dapat ditelusuri pada
berbagai pendapat yang dikemukakan para ulama yang keilmuannya sudah diakui,
termasuk di dalamnya aliran-aliran. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
1. Berfungsi akalnya secara optimal. Dapat dijumpai pada pendapat kaum
mu‟tazilah. Menurutnya manusia yang akalnya berfungsi secara optimal
dapat mengetahui bahwa segala perbuatan baik seperti adil, jujur,
berakhlak sesuai dengan essensinya dan merasa wajib melakukan semua
itu walaupun tidak diperintahkan oleh wahyu. Manusia yang berfungsi
akalnya merasa wajib melakukan perbuatan baik. Dan manusia yang
demikianlah yang dapat mendekati tingkat manusia paripurna. Dengan
demikian Manusia paripurna aklanya dapat mengenali perbuatan yang
Page 32
baik dan perbuatan buruk karena hal itu telah terkandung pada esensi
perbuatan tersebut.41
2. Berfungsi intuisinya. Manusia paripurna dapat juga dicirikan dengan
fungsi intuisinya yang ada dalam dirinya. Jika yang berpengaruh dalam
diri manusia adalah jiwa manusianya, maka orang itu hampir menyerupai
malaikat dan mendekati kesempurnaan.42
3. Mampu menciptakan budaya, sebagai bentuk pengamalan dari berbagai
potensi yang terdapat dalam dirinya sebagai insān, manusia yang
sempurna adalah manusia yang mampu mendayagunakan seluruh potensi
rohaniahnya secara optimal. Manusia adalah makhluk berfikir. Sifat-sifat
macam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan
berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga
menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna
hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban.
4. Menghiasi diri dengan sifat-sifat ketuhanan. Pada uraian tentang arti
insān tersebut di atas telah disebutkan bahwa manusia termasuk makhluk
yang mempunyai naluri ketuhanan (fitrah). Ia cenderung kepada hal-hal
yang berasal dari tuhan, dan mengimaninya. Sifat-sifat tersebut
menyebabkan ia menjadi khalifatullah di muka bumi. Manusia sebagai
khalifah yang demikian itu merupakan gambaran yang ideal. Yaitu
manusia yang berusaha menentukan nasibnya sendiri, baik sebagai
41
Azzumardi Azra, Antara Kebebasan Dan Keterpaksaan Manusia : Pemikiran Islam
Tentang Perbuatan Manusia, Dalam Dawam Rahadjo (ed), Insān Kāmil, Konsepsi Manusia
Menurut Islam, (Jakarta: Grafiti Press, 1987), hlm. 43. 42
Harun Nasution, Filsafat Dan Mistisisme Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1983),
hlm. 56-74.
Page 33
kelompok masyarakat maupun sebagai individu. Yaitu manusia yang
memiliki tanggung jawab yang besar, karena memiliki daya kehendak
bebas. Manusia yang ideal itulah yang disebut insān kāmil, yaitu manusia
yang dengan sifat-sifat ketuhanan yang ada pada dirinya dapat
mengendalikan sifat-sifat rendah yang lain.43
sebagai khalifah Allah di
muka bumi ia melaksanakan amanat Tuhan dengan melaksanakan
perintah-Nya .
5. Berakhlak mulia. Sejalan dengan ciri keempat di atas, manusia paripurna
juga berarti manusia yang berakhlak mulia. Hal ini sejalan dengan
pendapat Ali Syari‟ati yang mengatakan bahwa manusia sempurna
memiliki tiga aspek, yakni aspek kebenaran, kebijakan dan keindahan.
Dengan kata lain ia memiliki pengetahuan, etika dan seni. Semua ini
dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaaan dan kreatifitas. Manusia
yang ideal (sempurna) adalah manusia yang memiliki otak yang brilian
sekaligus memiliki kelembutan hati. Manusia paripurna dengan
kemampuan otaknya mampu menciptakan peradaban yang tinggi dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga memliki kedalam
perasaan terhadap segala sesuatu yang menyebabkan penderitaan,
kemiskinan, kebodohan dan kelemahan.44
6. Berjiwa seimbang, mengisyaratkan tentang perlunya sikap seimbang
dalam kehidupan, yaitu seimbang antara pemenuhan kebutuhan material
43
Hadi Mulyo, Manusia Dalam Perspektif Humanisme Agama : Pandangan Ali Syari‟ati,
dalam Dawam Rahardjo (ed) (Jakarta: Grafiti Press, 1987), hlm. 175-176. 44
Hadi Mulyo, Manusia Dalam Perspektif Humanisme Agama : Pandangan Ali Syari‟ati,
dalam Dawam Rahardjo (ed), hlm. 176.
Page 34
dengan spiritual atau ruhiyah. Ini berarti perlunya ditanamkan jiwa
sufistik yang dibarengi dengan pengamalan syariat Islam, terutama
ibādah, tafakur, muhāsabah, dan seterusnya.
Sedangkan menurut Murtaḍa Muṭahharī, manusia paripurna (Insān Kāmil)
yakni mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Jasmani yang Sehat serta Kuat dan Berketerampilan.
Orang Islam perlu memiliki jasmani yang sehat serta kuat, terutama
berhubungan dengan penyiaran dan pembelaan serta penegakkan agama Islam.
2. Cerdas serta Pandai.
Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan
cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan
(banyak memiliki informasi).
3. Ruhani yang Berkualitas Tinggi.
Kalbu yang berkualitas tinggi itu adalah kalbu yang penuh berisi iman
kepada Allah, atau kalbu yang taqwa kepada Allah. Kalbu yang iman itu ditandai
bila orangnya shalat, ia salat dengan khusyu‟, bila mengingat Allah kulit dan
hatinya tenang bila disebut nama Allah bergetar hatinya bila dibacakan kepada
mereka ayat-ayat Allah, mereka sujud dan menangis.45
C. Pendapat Tokoh Sufi tentang Manusia Paripurna
Istilah Manusia Paripurna (al-insān al-kāmil) secara teknis muncul dalam
literatur Islam di sekitar awal abad ke-7 H/13 M, atas gagasan Ibn ‟Arabī (w. 638
45
Murtaḍa Muṭahhari Manusia Sempurna, terj:Mulyadi ( Lentera, Jakarta, 2003 ), Hal. 23
Page 35
H/ 1240 H),46
yang dipakainya untuk melabeli konsep manusia ideal yang menjadi
locus penampakan diri Tuhan. Ungkapan al-insān al-kāmil memang pernah
dipakai sebelum Ibn ‟Arabī namun demikian, diduga secara luas bahwa sufi ini
adalah yang pertama menggunakan ungkapan ini sebagai suatu istilah teknis.
Tetapi jika di analisis ternyata substansi manusia paripurna itu, sebenarnya telah
muncul dalam Islam pra-Ibn „Arabī, hanya konsep-konsep tersebut tidak memakai
istilah manusia paripurna .47
Konsep manusia paripurna atau manusia paripurna dalam pandangan Ibn
„Arabī terkontruksi dari konsepnya tentang alam semesta, yang merupakan
tajalliyāt dan Maẓhar (penampakan) dari Tuhan. Tuhan adalah Esa, namun
refleksi dari diri-Nya tercermin pada alam semesta, dan cermin yang paling
sempurna bagi Tuhan adalah manusia paripurna . Dalam pengertian lain, Alam ini
seperti cermin yang buram dan seperti badan yang tidak bernyawa. Oleh karena
itu, Allah menciptakan manusia untuk memperjelas cermin itu. dan manusia
paripurna merupakan maẓhar (penampakan) dari asma dan sifat Allah Swt.
Manusia paripurna merupakan miniatur dari realitas ketuhanan yang
termanifestasikan pada alam semesta. Esensi manusia paripurna merupakan
cermin dari esensi Tuhan, jiwanya sebagai gambaran dari jiwa universal (al-nafs
al-kulliyah), tubuhnya mencerminkan Arasy, pengetahuannya mencerminkan
46
Muhyi al-Dīn Muhammad ibn Ali ibn Muhammad ibn al-Arabi al-Hatimi al-Tha‟i al-
Andalusi, yang lebih dikenal dengan nama Ibn „Arabī. Ia mempunyai gelar Muhy al-Din, Syaikh
al-Akbar, dan Ibn Aflatun. Ia lahir Pada 27 Ramadhan 560 H atau 28 Juli 1165 M di masa
pemerintahan Ibn Mardanishi dari kesultanan Muwahhidin. Ia lahir dari latar belakang keluarga
bangsawan, kaya, dan taat beragama. Lihat Asin Palacios, Ibn Al-„Arabi Hayatuhu wa
Madzhabuhu, terj. Abdul al-Rahman Badawi. (Kairo:Maktabah Al-Anjalu al-Mishriyyah, 1965),
h-5-6. 47
Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi (Jakarta: Paramadina, 1997),hlm. 6-7
Page 36
pengetahuan Tuhan, hatinya berhubungan dengan Bayt al-Ma‟mūr , mental
spiritualnya terkait dengan malaikat, daya ingatnya terkait dengan saturnus, daya
intelektualnya terkait dengan Jupiter, dan lain sebagainya.48
Secara fisik, Ia
merupakan figur manusia sama seperti manusia pada umumnya, namun memiliki
kualitas rohaniah yang unggul dan paling sempurna dibanding manusia umumnya.
Keunggulan rohaniah ini karena ia dibekali pengetahuan esoterik yang unggul.
Pengetahuan ini dinamakan dengan „ilm al-asrār (pengetahuan rahasia) atau „ilm
al-ladunnī (pengetahuan tanpa usaha). Pengetahuan ini merupakan bentuk dari
pengetahuan yang ditiupkan Ruh Kudus ke dalam hati para Nabi dan Wali.
Mereka adalah manusia yang memiliki jiwa yang bersih dari hawa nafsu dan
ikatan badaniah. Mereka pun dapat mengetahui realitas-realitas segala sesuatu.
Mereka juga mengetahui Allah Swt. dari segi tajalli-Nya kepadanya, bukan dari
segi nalar rasional. Mereka mengetahui Allah dengan menyingkap intuitif (kasyf)
dan rasa (dhawq), bukan dengan akal („aqal) semata.49
Lebih lanjut ia mengatakan, manusia paripurna merupakan manusia yang
berhak menerima jabatan khalifat dan wakil Allah swt. di alam. Khalifah di sini
mencakup pemimpin yang menduduki suatu kekuasaan, dan juga khalifah
baṭiniyyah yaitu yang terpancar nama-nama dan sifat-sifat Allah ketika
diaplikasikan di dalam kehidupan dunia. Sedangkan tujuan mutlak manusia
paripurna adalah sebagai wadah tajallī Tuhan secara sempurna.50
48
Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi, hlm. 56. 49
Sumanta, Insan Kamil dalam perspektif Tasawuf Ibn al-Arabī (Tesis S2 Fakultas
Filsafat Universitas Indonesia, Jakarta, 2003), h. 21. 50
Kautsar Azhari, Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan (Jakarta:Paramadina, 1995),
h.133.
Page 37
Melanjutkan konsep Ibn „Arabī, Di tangan al-Jīlī, konsep manusia
paripurna dikembangkan menjadi bagian dari renungan mistis yang bercorak
intuitif- filosofis, sebagaimana tertuang dalam kitab khususnya yang berjudul Al-
Insān Al-Kāmil Fī Al-Ma'rifah Al-Awāhir Wa Al-Awa'il. manusia paripurna atau
manusia sempurna menurut Al-Jilī – sama seperti Ibn „Arabī – merupakan wadah
tajallī Tuhan yang paripurna. Pandangan demikian didasarkan pada asumsi,
bahwa segenap wujud hanya mempunyai satu realitas. Realitas tunggal itu adalah
wujud mutlak yang bebas dari segenap pemikiran, hubungan, arah dan waktu. Ia
adalah esensi murni, tidak bernama, tidak bersifat dan tidak mempunyai relasi
dengan sesuatu merumuskan manusia paripurna ini dengan merujuk pada diri
Nabi Muhammad saw. sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad
(al-ḥaqīqah al-Muḥammad) yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam
pengertian Muhammad saw. sebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur
(cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya ini.
Bagian terpenting dari tujuan sufi adalah memperoleh hubungan langsung
dengan Tuhan sehingga dirasakan dan disadari berada di hadirat Tuhan.
Keberadaan dihadirat ini diyakini sebagai kenikmatan dan kebahagiaan yang
hakiki. Akan tetapi dalam mengartikan hadirat Tuhan itu ternyata terdapat
perbedaan konseptual, perbedaan ini bersumber dari ketidak samaan konsepsi
mereka mengenai hakikat tindakan manusia. Sebagian sufi berpendapat bahwa
Page 38
Allah adalah puncak kecantikan dan kesempurnaan, sementara yang lain
mengartikan sebagai irādah dan juga disebut ilmu atau ma‟rifah.51
al-Jīlī merumuskan tujuh proses yang harus dilalui agar mencapai Insān
Kāmil, yaitu: pertama, Islam; kedua, Iman; ketiga, Shalah; keempat, Ihsan,
kelima, Syahadah, keenam, Shiddiqiyah, ketujuh, Qurbah.52
Menurut al-Ghazalī, manusia paripurna adalah manusia yang bisa
mencapai tujuan hidupnya, yaitu ma‟rifat allah. Tujuan hidup manusia adalah
kesempurnaan jiwanya, yang bisa mengantarkan kepada ma‟rifah. Dengan
demikian kesempurnaan manusia terkait dengan substansi esensialnya, yaitu al-
nafs. Karena jiwa mempunyai sifat dasar mengetahui yang bisa mencapai puncak
pengetahuan tertingginya, ma‟rifah kepada Tuhan. Yang dimaksud dengan
keutamaan adalah berfungsinya daya-daya yang dimiliki manusia sesuai dengan
tuntutan kesempurnaan manusia. Tidak berfungsinya daya-daya sesuai dengan
tuntutan kesempurnaan itu dinamakan keburukan-keburukan (al-radhā„il).
Keutamaan dengan demikian menuntut dengan adanya keserasian tertentu dalam
hubungan fungsional daya-daya yang dimiliki manusia. Dalam hal ini al-Ghazalī
mengemukakan empat keutamaan tertinggi, yaitu:al-ḥikmat sebagai keutamaan
akal, al-shaja‟at sebagai keutamaan daya ghaḍab, al-iffat sebagai keutamaan daya
al-shahwat dan al-adalat. 53
51
Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), hal 124 52
al-Jīlī, Al Insān Kāmil Fi Al-Ma‟rifat Al Awakhir Wa Al-Awail, Juz II, (Kairo: Dār Al
Fikr, t.th). hlm. 130-131. 53
M. Yasir Nasution, Manusia Menurut al-Ghazalī (Jakarta:Raja Grafindo Persada,
2002), h.
Page 39
Mengenai manusia paripurna , Suhrawardī54
seorang filsuf yang dikenal
dengan pemikirannya tentang illuminasi, menjelaskan bahwa seorang manusia
dikatakan sebagai manusia paripurna , jika manusia tersebut mampu memperoleh
pengetahuan sesuai dengan pengembangan daya dirinya yaitu daya intelektual dan
daya intuisi. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa seorang filsuf penggabung teosofi
(pengguna daya intuisi) dan filsafat diskursif (pengguna daya rasional) itulah
pemangku otoritas, sang khalifah Allah Swt. Jadi ketika seorang manusia mampu
mengembangkan secara optimal kedua daya tersebut, maka filsuf tersebut menjadi
seorang manusia paripurna .55
Figur seperti ini akan dinanti dan diharapkan oleh
seluruh manusia, karena dalam dirinya telah tumbuh sikap adil dalam bingkai
ketaqwaan, sehingga seluruh tindakan sudah mendapatkan hidayah dari Allah
Swt, karena merupakan representatif dari wujud khalifah atau wakil Tuhan di
bumi ini.56
Penyatuan antara filsafat teosofi dan diskursif akan memunculkan manusia
sempurna. Menurut Suhrawardi manusia sempurna ini berhak menyandang gelar
khalifah Allah Swt. Sebagai khalifah di muka bumi dengan segala keistimewaan
manusia dipandang (sebagaimana dikatakan Rumi) sebagai tujuan akhir (ultimate
goal) dari penciptaan alam semesta. Manusia sebagai tujuan akhir penciptaan
adalah manusia yang telah mencapai kesempurnaannya (al-insān al-kāmil) yang
54
Nama lengkap Suhrawardī adalah Shaykh Shihāb al-Dīn Abū al-Futūḥ Yaḥya Ibn
Ḥabash Ibn Amirak al-Suhrawardī, dilahirkan di Suhraward (Iran Barat Laut), pada tahun 548
H/1153 M. Suhrawardi dikenal dengan Shaykh al-Ishrāq atau Master of Illuminasionist (Bapak
Pencerahan), Al-Ḥakīm (Sang Bijak) dan Al-Maqtūl (Yang Terbunuh). Hasyimsyah Nasution,
Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), 143 55
Ja‟far, Manusia Menurut Suhrawardi al-Maqtul (Banda Aceh: Yayasan PeNa, 2011),
h.194. 56
Mulyadhi Kartanegara, Nalar Religius Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia
(Jakarta:Erlangga, 2007), h.13.
Page 40
dalam bentuk kongkritnya diwakili oleh Nabi Muhammad saw. sebagai contoh
par excellent.57
Seseorang yang telah menempati posisi teosofi dan diskursif berarti telah
memiliki dua pengetahuan, yaitu: Pertama , bersifat dhawqī (eksperiansial atau
nondiskursif), dimana seseorang mengalami sendiri objek-objek non-material
melalui illuminasi atau pelimpahan cahaya pengetahuan Tuhan ke dalam hati
seseorang, atau melalui apa yang disebut mukāshafah (penyingkapan misteri) atau
mushāhadah (penyaksian secara langsung) oleh seseorang terhadap obyek-obyek
non material tersebut. Kedua, bersifat baḥthī (diskursif) dimana pengetahuan
diperoleh melalui metode-metode logis dari premis-premis yang telah diketahui
kebenarannya untuk kemudian diketahui kebenarannya untuk kemudian diketahui
kesimpulan-kesimpulan baru. Prosedur pencapaian pengetahuan ini bersifat
langsung. Bentuk tertinggi dari modus pengetahuan dhawqī adalah wahyu dan
ilham atau ma‟rifah, sedangkan bentuk terbaik dari pengetahuan diskursif adalah
filsafat dan ilmu pengetahuan pasti atau sains.58
Murtaḍa Muṭahhari berpendapat bahwa manusia paripurna adalah manusia
teladan atau manusia ideal. Selanjutnya Murtadha Muthahhari menegaskan bahwa
manusia seperti halnya makhluk-makhluk yang lain, ada yang sempurna, ada yang
tidak, ada yang sakit, yang sehat, cacat dan ada juga yang utuh. Manusia sehat
sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu manusia sehat yang kamil dan manusia
sehat yang tidak kamil. Dalam pandangan Islam, mengenal dan mengkaji atau
57
Mulyadhi Kartanegara, Nalar Religius Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia,
h.13. 58
Mulyadhi Kartanegara, Nalar Religius Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia,
h.16.
Page 41
membicarakan Manusia paripurna atau manusia teladan itu adalah wajib
hukumnya, ia merupakan contoh, standar dan model bagi setiap muslim.
Keterangan lebih lanjut diungkapkan oleh Murtaḍa Muṭahhari bahwa jika kita
hendak menjadi seorang muslim yang sempurna dan ingin mencapai
kesempurnaan manusiawi dalam bimbingan dan pendidikan Islam, maka terlebih
dahulu kita harus mengenal manusia sempurna itu, bagaimana jiwa dan
mentalnya, apa ciri-cirinya59
Dalam perspektif Murtaḍa Muṭahhari, manusia sempurna itu adalah
manusia teladan, unggul, luhur pada semua nilai-nilai insani dan selalu menang di
medan-medan tempur kemanusiaan. Di samping itu nmanusia tersebut seluruh
nilai insaninya berkembang secara seimbang dan stabil serta tidak satupun dari
nilai-nilai yang berkembang itu tidak selaras dengan nilai-nilai yang lain. Dengan
demikian menurut Murtaḍa Muṭahhari manusia yang kamil memiliki jiwa dan
mental yang sehat, yaitu yang seluruh nilai insaninya berkembang secara
seimbang dan stabil dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang lain.60
Menurut Murtaḍa Muṭahhari, ciri manusia yang memiliki
predikat Manusia paripurna yaitu manusia tersebut mampu menyeimbangkan dan
menstabilkan serangkaian potensi insaninya. Kamal atau kesempurnaan
manusia terletak pada kestabilan dan keseimbangan nilai-nilainya.
Manusia dengan segala kemampuan yang ada pada dirinya dapat dianggap
sempurna; ketika tidak hanya cenderung pada satu nilai dari sekian
59
Murtaḍa Muṭahhari, Manusia Seutuhnya, terj.Abdillah Hamid Ba‟abud (Bangil:
YAPI, 1995), hlm. 12. 60
Murtaḍa Muṭahhari, Manusia Seutuhnya, terj.Abdillah Hamid Ba‟abud, (Bangil:
YAPI, 1995), hlm. 33.
Page 42
banyak nilai yang ia miliki. la dapat dianggap sempurna ketika mampu
menyeimbangkan dan menstabilkan serangkaian potensi insaninya.
Adapun yang dimaksud dengan keseimbangan di sini adalah seimbang
perkembangan potensi-potensi insaninya, tercipta juga keseimbangan
dalam perkembangannya. Sebagai contoh, seorang anak sehat yang sedang
mengalami perkembangan, semua anggota tubuhnya. seperti kepala,
tangan, kaki, telinga, hidung, gigi, lidah dan lainnya berkembang bersama
secara seimbang. Anak yang berkembang secara tidak seimbang misalnya,
hanya hidung saja yang berkembang sedang anggota badan yang lain tidak
berkembang. Atau telinga dan matanya saja yang berkembang (seperti
gambar-gambar dalam karikatur). Maka anak ini dapat dikatakan
berkembang, namun perkembangan yang tidak seimbang dan stabil.61
Keseimbangan antara nilai-nilai insaniyah dalam diri manusia
menurut Muṭahhari sangat penting. Hal ini dikarenakan manusia
dikatakan dapat meraih predikat Manusia paripurna apabila ia mampu
mengembangkan semua kualitas yang baik secara seimbang. Kualitas itu
boleh jadi cinta kasih, intelek, keberanian, kejujuran atau kreativitas.
Manusia yang hanya mengembangkan cinta saja dengan
mengesampingkan intelek bukanlah Manusia paripurna akan tetapi ia adalah sufi
yang ekstrim. Manusia yan memuja akal secara berlebihan juga bukan
Manusia paripurna , ia merupakan filosof yang kering.62
61
Murtaḍa Muṭahhari, Manusia Sempurna, h. 14 62
Murtaḍa Muṭahhari, Manusia Sempurna, h. 14
Page 43
BAB III
TEORI KECERDASAN
Dalam bab ini, penulis menggambarkan tentang konsep kecerdasan yang
terdiri dari Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spiritual
Quotient (SQ).
D. Teori Kecerdasan Manusia
1. Intelligence Quotient (IQ)
Secara etimologis, terdiri dari kata Intelligence dan Quotient. Istilah
Intelligence mengacu pada “pandai” cepat dalam bertindak, bagus dalam
penalaran dan pemahaman, serta efisien dalam aktivitas mental artinya adalah
umur mental IQ atau skor dari suatu tes intelegensi.63
Intelegensi merupakan salah
satu potensi individu dalam bentuk ukuran kapasitas tertentu dalam menerima dan
merespon stimulus dari luar dan dalamnya yang akan dikelola dengan
menggunakan akal (ratio) untuk menentukan bentuk-bentuk reaksi dalam
perilakunya. Pengertian intelegensi ini adalah kemampuan mengingat, penalaran,
dan pengetahuan dari hasil proses belajar dalam menghadapi situasi dan masalah
baru. Intelegensi ini berpengaruh pula terhadap IQ, yaitu menyangkut kecerdasan
seseorang dalam menyelesaikan masalah.64
Definisi IQ (Intelligence Quotient)
dibawah ini beberapa definisi IQ menurut para ahli psikologi:
1. Alfred Binet dan Theodore Simon mendefinisikan IQ sebagai sisi tunggal
dari karakteristik seseorang yang terdiri atas tiga komponen, yaitu (a)
63
G. Bateson, Mind and Nature (New York:Ballantine,1979), h.270. 64
G. Yabsir, Psikologi Kognitif (Yogyakarta:UGM, 2002), h.114.
Page 44
kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan, (b)
kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah
dilaksanakan, dan (c) kemampuan untuk mengeritik diri sendiri atau
melakukan autocriticism.65
2. Menurut William Stern, sebagaimana dikutip oleh Baharuddin, adalah
kesanggupan jiwa untuk menghadapi dan mengatasi kesulitan-kesulitan
baru dengan sadar, dengan berfikir cepat dan tepat.66
3. menurut Nana S. Sukmadinata, IQ merupakan reaksi mental dan fisik
yang dijalankan secara cepat, gampang, sempurna dan dapat diukur
dengan prestasi.67
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa IQ merupakan sikap
mental atau psikologis yang terdapat di dalam diri manusia, melalui proses
rasional sehingga sanggup menghadapi kesulitan-kesulitan.
Pada hakikatnya, kemampuan berfikir yang terdapat di dalam manusia
menyebabkannya menjadi makhluk hidup yang dipandang paling tinggi
(derajatnya) dibanding dengan makhluk-makhluk ciptaan Allah swt. yang lain.
Dengan jiwa rasionalnya, manusia mampu berpikir secara sadar, membuat norma
sosial, serta menyusun kebijakan-kebijakan moral. Dengan kata lain manusia
mempunyai eksistensi karena berfikir, sebagaimana perkataan Rene Descartes,68
“Cogito Ergo Sum”.69
65
Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Inteligensi, Edisi I, Cetakan ke-3 (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2002), h. 5. 66
Baharuddin, Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoritis terhadap Fenomena , hlm. 25. 67
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, hlm. 138. 68
Rene Descartes adalah filsuf abad modern. Dia lahir pada tanggal 31 maret 1596 di la
haye, provinsi Teuraine, Perancis. Descartes kecil mendapat nama baptis Rene,ia belajar di Jesuit
Page 45
Secara historis, istilah IQ pertama kali diperkenalkan oleh Alfred Binett,
ahli psikologi dari Perancis Pada awal abad kedua puluh. Ia memerkenalkan
istilah IQ tersebut untuk mengukur kecerdasan manusia.70
Kemudian Lewis
Terman dari Universitas Stanford membakukan tes IQ Binet dengan
mempertimbangkan norma-norma populasi sehingga selanjutnya dikenal sebagai
tes Stanford-Binet. Selama bertahun-tahun IQ diyakini menjadi ukuran standar
kecerdasan.
IQ adalah kemampuan seseorang untuk berimajinasi secara abstrak.
Kecerdasan intelektual seseorang dapat diukur dari pengetahuan umum luas,
kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, sifat inkuisitif yang
mencakup rasa ingin tahu, kemampuan analistik, daya ingat yang kuat,
rasionalitas, dan naluri relevansi.71
1. Faktor yang mempengaruhi kecerdasan intelektual
Bayle mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi intelektual
individu yaitu: 72
a. Faktor keturunan, faktor ini didasari dari sudut pandang biologis
College La Universitas Poitiers, tetapi Descartes tidak pernah mempraktikannya. Dari 1616
sampai 1628 ,Descartes banyak melakukan pengalaman dari satu Negara ke Negara lainnya. Ia
masuk dinas ketentaraan yang berbeda-beda. Descartes menetap di Belanda karna dianggapnya
Belanda lebih menyediakan kebebasan intelektual di bandingkan Negara-negara lainnya. Ayi
Sofyan, Kapita Selekta Filsafat.(Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), h.136. 69
Rene Descartes, Meditations on First Philosophy, Penerjemah: John Cottingham
(Sydney: Cambridge University Press, 1986), h. 17. 70
Asep Dadang, Mencerdaskan Potensi IQ, EQ, dan SQ, h.6-7. Sejak tahun 1918, ketika
perang dunia ke-1 diperkenalkan penggunaan uji IQ secara massal terhadap calon tentara
Amerika. Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi,Terj. Alex Tri
Kantjono ( Jakarta:Gramedia. 2005), Cet. 6. H. 17. 71
Iwan Agung Kusuma Pranata, Pengaruh IQ, EQ, SQ Terhadap Motivasi Berprestasi
Pegawai Di Kantor Pelayanan Bead An Cukai Tipe A Khusus Tanjung Perak Surabaya (Tesis,
Universitas Airlangga, 2005), 33.
72 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Jakarta: Rineka, 2003), 16.
Page 46
dimana masing-masing individu lahir memiliki gen yang berbeda.
b. Latar belakang sosial-ekonomi, misalnya pendapatan keluarga,
pekerjaan orang tua, dan faktor lain yang mempengaruhi taraf
intelegensi individu dalam usia 3 tahun sampai remaja.
c. Lingkungan hidup, lingkungan hidup yang baik akan menciptakan
kemampuan intelektual yang baik pula dan sebaliknya .
d. Kondisi fisik, kondisi fisik dapat dilihat dari keadaan gizi yang kurang
baik, kesehatan yang buruk, dan perkembangan fisik yang lambat
menyebabkan pertumbuhan intelegensi yang rendah .
e. Iklim emosi dimana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan
mental individu yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Saifudin Azwar selain yang disebutkan oleh
Bayle tersebut, terdapat dua faktor lain yang mempengaruhi kecerdasan
intelektual seorang individu. Pertama yaitu faktor bawaan yang merupakan faktor
yang sangat dalam intelegensi seseorang. Hal ini dikarenakan setiap manusia
membawa sifat tertentu sejak lahir, sifat alami inilah yang sangat menentukan
pembawaan seseorang. Kedua yaitu faktor lingkungan yang sebenarnya
diawali sejak terjadinya pembuahan sampai saat lahir. Lingkungan telah
mempengaruhi calon bayi lewat ibu kemudian melalu proses belajar. Hal
tersebut dimaksudkan karena proses belajar pengaruh budaya secara tidak
langsung juga mempengaruhi individu.73
2. karakteristik kecerdasan intelektual
73
Saifudin Azwar, Psikologi Intelegensi (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996), h. 75.
Page 47
Seorang yang mempunyai kecerdasan intelektual yang tinggi akan
tercermin dalam perilaku sehari-hari. Menurut Nickerson, Perkins dan Smith, ciri-
ciri kecerdasan intelektual ialah sebagai berikut:74
a. Kemampuan Untuk Mengklasifikasikan Pola
Semua manusia yang mempunyai intelegensi normal akan mampu
menempatkan stimulus tak-identik ke dalam kelompok. Kemampuan ini
merupakan dasar berfikir dan berbahasa, karena kata-kata pada umumnya
merepresentasikan pengkategorian informasi.
b. Kemampuan untuk Memodifikasi Perilaku Adaptif
Kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungan yang ada. Para teoritikus menyetujui bahwa kemampuan
beradaptasi ini merupakan hal terpenting yang mencirikan intelegensi manusia
c. Kemampuan untuk Berfikir Secara Deduktif
Berfikir deduktif meliputi pembuatan kesimpulan yang logis dari suatu
premis.
d. Kemampuan Berfikir Secara Induktif
Orang yang berfikir secara induktif perlu “keluar” dari informasi yang
diberikan, untuk mengetahui atau menemukan aturan-aturan maupun prinsip
dari beberapa peristiwa yang spesifik.
e. Kemampuan untuk Mengembangkan dan Menggunakan Model
Konseptual.
Kemampuan ini berarti individu membentuk kesan tentang dunia dan
74
Robert L Solso dkk, Psikologi Kognitif (Jakarta: Erlangga, 2002), h.456.
Page 48
bagaimana dunia berfungsi serta menggunakan model tersebut untuk
memahami dan menginterpretasikan semua peristiwa dalam hidup.
f. Kemampuan untuk Memahami atau Mengerti
Kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk melihat
hubungan masalah dan memahami makna hubungan tersebut dalam
memecahkan masalah.
Adapun mengenai cara mengukur, menyelidiki sifat, luas dan batas
inteligensi seseorang digunakan “tes inteligensi”.75
Pengukuran kecerdasan (IQ)
lebih diarahkan kepada mengukur kecakapan berbuat, kecakapan melakukan
proses, atau kecakapan dasar yang diperlukan sebagai dasar penguasaan materi
atau pengetahuan. Pengukuran kecakapan nyata atau achievement lebih diarahkan
kepada mengatur penguasaan pengetahuan atau materi. Pengukuran kecerdasan
diusahakan benar-benar mengukur kecakapan dasar, bukan hasil belajar, bebas
dari pengaruh pengalaman atau kebudayaan. Ada beberapa jenis tes yang bisa
digunakan untuk mengukur IQ, antara lain: Tes Inteligensi Binet, Wechsler, Tes
Progressive Matrices (PM), dan lain-lain.
2. Emotional Quotient (EQ)
Secara historis, teori tentang emotional quotient (EQ) dicetuskan pertama
kali oleh Psikolog Peter Salovey dan Jhon Mayer pada tahun 1990 M. mereka
menemukan teori tersebut bertujuan untuk menjelaskan kualitas-kualitas
75
Baharuddin, Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoritis terhadap Fenomena, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 128-129.
Page 49
emosional yang dipandang penting dalam menentukan kesuksesan seseorang.76
Adapun definisi tentang EQ tersebut, mereka mendefinisikan sebagai kemampuan
untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan orang
lain dan untuk mengatur emosi, yang secara bersama berperan dalam peningkatan
taraf hidup seseorang.
Memang teori EQ yang menemukan pertama kali adalah Peter Salovey
dan Jhon Mayer, namun secara sistematis dan konseptual teori tersebut tersebar
berkat Daniel Goleman dengan bukunya yang menjadi best-seller yaitu
Emotional Intellegence, Whay it Can More Than IQ yang terbit pada tahun 1995
M. Kemudian disusul bukunya yang kedua, Working with Emotional Intellegence
pada tahun 1999 M.77
Daniel Goleman mendefinisikan EQ sebagai kemampuan menyadari
perasaan sendiri pada saat perasaan muncul sehingga mampu memahami dirinya,
dan mengendalikan dirinya, dan mampu membuat keputusan yang bijaksana
sehingga tidak diperbudak oleh emosinya. Kemampuan mengelola emosi adalah
kemampuan menyelaraskan perasaan dengan lingkungannya sehingga dapat
memelihara harmoni kehidupan individunya dengan lingkungannya.78
Kecerdasan emosional atau emotional quotient (EQ) juga didefinisikan
sebagai:a)kemampuan untuk mengamati dengan tepat emosi diri sendiri dan
orang lain; b)melatih dengan sempurna emosi diri sendiri dan menjalankan emosi
76
Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intellegence pada Anak, terjemahan
Ales Tri Kantjono (Jakarta:Gramedia,2003), h.5 77
Asep Dadang, Mencerdaskan Potensi IQ, EQ, dan SQ, h. 7. 78
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, Terjemahan:
Alex Tri Kantjono Widodo (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2001), h.18.
Page 50
serta prilaku dalam berbagai situasi kehidupan; c)menjalin hubungan baik secara
tulus dengan keramahan dan rasa hormat.79
Reuven Bar-On menyebut kecerdasan emosi merupakan serangkaian
kemampuan, kompetensi dan kecakapan non kognitif, yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk berhasi mengatasi tuntutan dan tekanan
lingkungan.80
Cooper dan A.Sawaf mengartikan kecerdasan emosi sebagai
kemampunan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh
manusia.81
Dalam definisi lain, Hein mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah
suatu bentuk kecerdasan yang berkaitan dengan sisi kehidupan emosi, seperti
kemampuan untuk menghargai dan mengelola emosi diri dan orang lain, untuk
memotivasi diri seseorang dan mengekang impuls, dan untuk mengatasi
hubungan interpersonal secara efektif.82
Kecerdasan emosional ini, mencakup kemampuan-kemampuna yang
berbeda, tetapi saling melengkapi, dengan kecerdasan akademik, yaitu
kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Meskipun IQ
tinggi, tetapi bila kecerdasan emosional rendah tidak banyak membantu. Banyak
orang cerdas dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosional,
79
N. Hartini, Pola Permainan Sosial:Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosi
Anak.Anima Indonesian Psychological Journal. Vol. 19, No. 3,H.273. 80
Steven J. Stein, Ledakan EQ:15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses,
Terj:Raiy Januarsari dan Yudi Murtanto (Bandung:Kaifa, 2002), h.30. 81
Cooper dan A.Sawaf, Excutive EQ, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan
Organisasi ,terj:Alex Tri Kantjono (Jakarta:Gramedia Pustaka, 1998), h. 13. 82
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, h.34.
Page 51
ternyata bekerja menjadi bawahan orang yang IQ-nya lebih rendah tetapi unggul
dalam keterampilan kecerdasan emosional.
Sinergisitas antara kecerdasan emosional dan kognitif, bisa menghasilkan
orang-orang yang berprestasi tinggi. Semakin kompleks pekerjaan, makin penting
kecerdasan emosional. Emosi yang tidak dikendalikan dapat membuat orang yang
pandai menjadi bodoh. Tanpa kecerdasan emosional, orang tidak akan mampu
menggunakan kemampuan kognitif mereka secara maksimal, sehingga kesuksesan
memerlukan kestabilan emosi dan kecerdasan kognitif.83
Menurut Salovey sebagaimana dikutip oleh Goleman, bahwa secara
definisi, kecerdasan emosional mempunyai lima wilayah utama yaitu:
1. Mengenali emosi diri yaitu kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu
perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional.
Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan individu yang sesungguhnya
membuat individu tersebut berada dalam kekuasaan perasaan.
2. Mengelola emosi yaitu menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap
dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri.
Orang-orang yang buruk dalam keterampilannya ini akan terus menerus
bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat
bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan
dalam kehidupan.
3. Memotivasi diri sendiri yaitu menata emosi sebagai alat untuk mencapai
tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi
83
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan (Jakarta:Bumi Aksara,
2006), h.69
Page 52
perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri dan
berkreasi. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh
lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
4. Mengenali emosi orang lain yaitu kemampuan yang juga bergantung pada
kesadaran diri emosional, merupakan keterampilan bergaul dasar. Orang
yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
tersembunyian yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau
dikehendaki orang lain. orang-orang seperti ini cocok untuk pekerjaa –
pekerjaan keperawata, mengajar, penjualan, dan manajemen.
5. Membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola
emosi orang lain. ini merupakan keterampilan yang menunjang
popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Orang-orang
hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang
mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.84
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
mengenali, mengontrol dan mengekspresikan emosi yang erat kaitannya dengan
pemahaman terhadap diri sendiri dan orang lain.
1. Karakter Dasar Emotional Quotient (EQ)
Menurut Daniel Goleman, sifat dasar kecerdasan intelektual berbeda
dengan kecerdasan emosional. Menurutnya, kecerdasan intelektual relatif konstan
84
Daniel Goleman,Emotional intelligence , terjemah: muhadjir (Jakarta:Gramedia
Pustaka,2001), H.57-58.
Page 53
dan stabil, sedangkan kecerdasan emosional dapat dipelajari dan ditingkatkan
secara signifikan. Ia merincikan karakter kecerdasan emosional menjadi lima
unsur yaitu:85
a. Kesadaran Diri (Self awareness)
Kesadaran diri ini menyangkut pengetahuan tentang apa yang kita rasakan
pada satu sisi, dan menggunakannya untuk memamdu pengambilan keputusan diri
sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri yang kuat.
b. Pengendalian Diri (Self Regulation)
Mengendalikan emosi akan berdampak positif kepada pelaksanaan tugas,
kepekaan terhadap kata hati, menunda bersenang-senang sebelum tercapainya
suatu sasaran, dan mampu memulihkan diri dari tekanan emosi.
c. Motivasi Diri (self motivation)
Orang dengan keterampilan ini cenderung sangat produktif dan efektif
dalam hal apapun yang mereka hadapi. Ada banyak cara untuk memotivasi diri
sendiri antra lain dengan banyak membaca buku atau artikel-artikel positif,
“selftalk”, tetap fokus pada impian-impian, evaluasi diri dan sebagainya.
d. Empati (Empathy)
Menyadari dan menghargai perasaan-perasaan orang lain adalah hal
terpenting dalam kecerdasan emosi. Hal ini juga biasa disebut dengan
empati.Empati bisa juga berarti melihat dunia dari mata orang lain. Ini berarti juga
dapat membaca dan memahami emosi-emosi orang lain.Memahami perasaan
orang lain tidak harus mendikte tindakan kita. Menjadi pendengar yang baik tidak
85
Daniel Goleman,Emotional intelligence ,H.51.
Page 54
berarti harus setuju dengan apapun yang kita dengar.Keuntungan dari memahami
orang lain adalah kita lebih banyak pilihan tentang cara bersikap dan memiliki
peluang lebih baik untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan
orang lain.
e. Kemampuan Sosial (sosial skill)
Kemampuan sosial erat hubungannya dengan keterampilan menjalin
hubungan dengan orang lain. Orang yang cerdas secara emosi mampu menjalin
hubungan sosial dengan siapa saja. Orang-orang senang berada disekitar mereka
dan merasa bahwa hubungan ini berharga dan menyenangkan. Ini berarti kedua
belah pihak dapat menjadi diri mereka sendiri. Orang-orang dengan kecerdasan
emosi yang tinggi bisa membuat orang lain merasa tentram dan nyaman berada
didekatnya. Mereka menebar kehangatan dan keterbukaan atau transparansi
dengan cara yang tepat.
Menurut Asep Dadang, Metode untuk meningkatkan kecerdasan Emosi
(EQ), yaitu:
1. Meningkatkan Empati
Secara sederhana empati adalah kemampuan untuk memahami orang lain.
Dengan empati kita merasakan seakan-akan posisi orang lain berada pada posisi
kita. Seolah-olah turut merasakan yang dirasakan oleh orang lain. Sehingga
dengan empati, orang akan melihat kita sebagai sekutu mereka, bukan lawan.86
86
Asep Dadang, Mencerdaskan Potensi IQ, EQ, dan SQ, h. 58
Page 55
2. Melepaskan Emosi Negatif
Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan untuk memahami dampak
dari emosi negatif terhadap diri sendiri. Emosi negatif sering muncul ketika kita
berada di bawah suatu tekanan. Imbasnya, emosi negatif tersebut terkadang
mengganggu proses komunikasi bahkan keharmonisan sebuah hubungan.87
Salah satu cara melepaskan emosi negatif adalah melalui teknik
pendayagunaan pikiran bawah sadar, misal dengan teknik meditasi, berdoa, atau
salat. Bisa juga dengan meluangkan waktu dengan menyendiri.88
3. Menimbulkan Kepedulian
Kepedulian merupakan sumber kebajikan manusia. Sifat peduli dapat juga
diartikan sebagai responsif. Dalam pengertian lain, kepedulian adalah sifat
merespon hal-hal yang terjadi di lingkungan maupun di luar lingkungan kita.89
4. Mengenali Emosi Diri
Pada tahap ini, kita dapat mengidentifikasi perasaan-perasaan yang kita
alami. Hal ini merupakan tahap yang penting karena pada saat kita telah
mengenali perasaan, kita dapat merumuskan hal-hal yang sebenarnya sedang
terjadi. Dengan demikian membantu untuk mengambil tindakan yang perlu
dilakukan. Dalam pengertian lain, ketika emosi tertentu muncul dalam pikiran,
maka harus dapat menangkap pesan apa yang akan disampaikan.90
Selain metode
di atas, ia juga menyebutkan yang lain, seperti dengan Bersikap Positif,
Mengelola Emosi Diri Sendiri, dan Menanamkan Kesabaran.
87
Asep Dadang, Mencerdaskan Potensi IQ, EQ, dan SQ, h.59 88
Asep Dadang, Mencerdaskan Potensi IQ, EQ, dan SQ, h. 59 89
Asep Dadang, Mencerdaskan Potensi IQ, EQ, dan SQ, h.59 90
Asep Dadang, Mencerdaskan Potensi IQ, EQ, dan SQ, h. 60
Page 56
3. Spiritual Quotient (SQ)
Istilah spiritual bersal dari kata “spirit”. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata “spirit” diartikan “semangat, jiwa, sukma, roh”. Kecerdasan
spiritual lebih merupakan sebuah konsep yang berhubungan dengan bagaimana
seseorang “cerdas” dalam mengelola dan mempergunakan makna-makna, nilai-
nilai, dan kualitas-kualitas kehidupan spiritualnya. Kehidupan spiritual di sini
meliputi hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) yang memotivasi
kehidupan manusia untuk senantiasa mencari makna hidup (the meaning of life)
dan mendambakan hidup bermakna (the meaningful life).91
Kecerdasan spiritual bukanlah doktrin agama yang mengajak umat
manusia untuk „cerdas‟ dalam memilih atau memeluk salah satu agama yang
dianggap benar. Kecerdasan spiritual lebih merupakan sebuah konsep yang
berhubungan dengan bagaimana seseorang „cerdas‟ dalam mengelola dan
mendayagunakan makna-makna, nilai-nilai, dan kualitas-kualitas kehidupan
spiritualnya.
Kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang bahwa
seseorang yang taat beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual.
Acapkali mereka memiliki sikap fanatisme, eksklusivisme, dan intoleranansi
terhadap pemeluk agama lain, sehingga mengakibatkan permusuhan dan
peperangan. Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis-non-agamis
memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya insklusif,
91
Suriansyah Salati, Hakikat IQ, EQ, dan SQ dalam Perspektif Pendidikan Agama Islam
(Banjarmasin: Antasari Press, 2009), h. 28.
Page 57
setuju dalam perbedaan (agree in disagreement), dan penuh toleran. Hal itu
menunjukkan bahwa makna “spirituality” (keruhanian) di sini tidak selalu berarti
agama atau bertuhan.92
Melalui penggunaan kecerdasan spiritual kita secara lebih terlatih dan
melalui kejujuran serta keberanian diri yang dibutuhkan bagi pelatihan semacam
itu, kita dapat berhubungan kembali dengan sumber dan makna terdalam di dalam
diri kita. Kita dapat menggunakan penghubungan itu untuk mencapai tujuan dan
proses yang lebih luas dari diri kita. Dalam pengabdian semacam itu, kita akan
menemukan keselamatan kita. Keselamatan terdalam kita mungkin terletak pada
pengabdian imajinasi kita sendiri yang dalam.93
Adapun definisi Kecerdasan Spritual atau Spiritual Quotient Menurut Ian
Marshall dan Danah Zohar, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk
meningkatkan SQ, antara lain:
1. Selalu menyadari di mana saat ini saya berada (menyadari keadaan diri).
Ketahuilah diri anda di mana saat ini berada dan kemana arah yang anda
tuju.
2. Punya kemauan keras untuk berubah kearah yang lebih bagus. Munculkan
berbagai ide untuk memperbaiki diri anda.
3. Selalu menggali sumber motivasi ke dalam diri. Misalnya memperjelas
visi hidup, menghayati misi hidup, memperjelas tujuan hidup.
4. Selalu mengusahakan solusi atas setiap masalah yang muncul.
92
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2002), h. 328. 93
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spritual dalam
Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, h. 15.
Page 58
5. Selalu mengeksplorasi kemungkinan dan peluang untuk meraih kemajuan.
6. Milikilah komitmen untuk berjalan di atas jalan yang sudah kita pilih
(jalan yang tidak melanggar kebenaran atau jalan yang lurus).
7. Selalu sadar bahwa di dunia tidak hanya ada satu jalan untuk meraih
keinginan.
Selain ketujuh hal di atas, ada juga yang perlu kita lakukan untuk
mengembangkan SQ ini, yaitu memunculkan motivasi positif dan melawan
motivasi negatif.94
Menurut Muhammad Zuhri kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Potensi
kecerdasan spiritual setiap orang sangat besar dan tidak dibatasi oleh faktor
keturunan, lingkungan atau materi lainnya.95
1. Ciri-ciri dan Aspek Kecerdasan Spiritual
Menurut Zohar Marshall seseorang yang memiliki kecerdasan
spiritual yang tinggi adalah seseorang yang mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Kemampuan bersikap fleksibel, yaitu menyesuaikan diri secara spontan
dan aktif untuk mencapai hasil yang baik.
b. Tingkat kesadaran yang tinggi, bagian terpenting dari kesadaran diri ini,
mencakup usaha untuk mengetahui batas wilayah yang nyaman untuk
94
AN. Ubaedy, Jangan Cuma Berserah Diri: Temukan Takdir Anda dengan Menggali
dan Melesatkan Bakat serta Potensi Diri (Yogyakarta: Sakanta Publisher, 2010), h. 87-92. 95 Zohar Marshall, SQ Kecerdasan Spiritual (Bandung: Mizan, 2000), h.113.
Page 59
dirinya sendiri dan banyak memahami dirinya sendiri.
c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. Mampu
menanggapi dan menentukan sikap ketika situasi menyakitkan atau tidak
menyenangkan datang.
d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit. Mampu
memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan
memandang kesengsaraan sebagai suatu visi dan mencari makna
dibaliknya.
e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai. Seseorang yang
memiliki spiritual yang tinggi memiliki pemahaman tentang tujuan
hidupnya.
f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu. Orang yang
kecerdasan spiritualnya tinggi akan mengetahui bahwa ketika dia
merugikan orang lain berarti dia merugikan dirinya sendiri.
g. Berpandangan holistik, kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara
berbagai hal baik dirinya sendiri dan orang lain.
h. Refleksi diri, yaitu kecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban yang
mendasar.
i. Menjadi bidang mandiri, yaitu mampu berdiri dan berpegang teguh pada
pendapat yang diyakininya benar.96
Di samping itu, Menurut Sinetar aspek-aspek yang ada dalam
96 Ary Ginanjar Agustin, Rahasia Sukses Membangun ecerdasan Emosi dan Emotional
Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam (Jakarta:ArgaWijayaPersada, 2001), h.57.
Page 60
kecerdasan spiritual meliputi:
a. Kemampuan seni untuk melihat
b. Kemampuan seni untuk melindungi diri
c. Kedewasaan yang diperlihatkan
d. Kemampuan mengikuti cinta Displin pengorbanan diri.97
2. Indikator Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual juga biasa disebut dengan kecerdasan ruhaniah.
Kecerdasan ruhaniah berpusat pada rasa cinta yang mendalam kepada Allah dan
seluruh ciptaan-Nya. Kecerdasan ini merupakan bentuk kesadaran yang berangkat
dari keimanan kepada Allah Swt. Kecerdasan spiritual berarti memberikan
muatan baru yang bersifat keilahian ke dalam God Spot (titik Tuhan) yang
merupakan fitrah manusia. Menurut Tasmara kecerdasan spiritual dapat diukur
dengan beberapa indikator yaitu:98
a. Memiliki visi
Memiliki visi maksudnya adalah cara melihat hari esok, menetapkan
visi berdasarkan alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Visi atau
tujuan yang cerdas secara spiritual akan menjadikan pertemuan dengan Allah
sebagai puncak dari pertanyaan visi pribadinya yang kemudian dijabarkan
dalam bentuk perbuatan baik yang terukur dan terarah.
97
Sinetar, Kecerdasan Spiritual (Bandung: Mizan Pustaka, 2001), 65. 98 Toto Tasmara, Kecerdasan Rohaniah (Transcedental Intelligence) (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h.57.
Page 61
b. Merasakan Kehadiran Allah
Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan merasakan dirinya
berada dalam limpahan karunia Allah, dalam suka dan duka atau dalam sempit
dan lapang tetap merasakan kebahagiaan karena bertawakal kepada Allah.
c. Berdzikir dan Berdoa
Berdzikir dan berdoa merupakan sarana sekaligus motivasi diri untuk
menampakkan wajah seorang yang bertanggung jawab. Zikir dan doa juga
menumbuhkan kepercayaan diri karena menumbuhkan keinginan untuk
memberikan yang terbaik pada saat seseorang kembali kelak. Selain itu akan
berpendirian teguh tanpa keraguan dalam melaksanakan amanahnya.
d. Memiliki Kualitas Sabar
Sabar adalah terpatrinya sebuah harapan yang kuat untuk mengapai cita-
cita atau harapan, sehingga orang yang putus asa berarti orang yang kehilangan
harapan atau terputusnya cita-cita. Sabar berarti memiliki ketabahan dan daya
yang sangat kuat untuk menerima beban atau ujian tanpa sedikitpun mengubah
harapan untuk menuai hasil yang telah ditanam.
e. Cenderung pada Kebaikan
Orang yang selalu cenderung kepada kebaikan dan kebenaran adalah
manusia yang bertanggung jawab. Manusia yang cenderung pada kebaikan
memberikan makna suatu kondisi atau pekerjaan yang memberikan manfaat
kepada orang lain.
f. Memiliki Empati
Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami orang lain.
Page 62
Merasakan rintihan dan mendengarkan debar jantung, sehingga mereka mampu
beradaptasi dengan merasakan kondisi batiniah dari orang lain.
g. Berjiwa Besar
Jiwa besar adalah keberanian untuk memaafkan dan sekaligus
melupakan perbuatan yang pernah dilakukan oleh orang lain.
h. Melayani dan Menolong
Budaya melayani dan menolong merupakan bagian dari citra diri seorang
muslim. Mereka sadar bahwa kehadiran dirinya tidak terlepas dari tanggung
jawab terhadap lingkungan. Seorang individu akan senantiasa terbuka hatinya
terhadap keberadaan orang lain dan merasa terpanggil dari lubuk hatinya untuk
melayani dan menolong orang lain.
Page 63
BAB IV
PEMIKIRAN ARY GINANJAR AGUSTIAN TENTANG MANUSIA
PARIPURNA DI DALAM KONSEP THE ESQ WAY 165
Dalam bab ini, penulis menggambarkan tokoh yang menjadi subjek
penelitian yaitu Ary Ginanjar Agustian. Dalam pembahasan bab ini, penulis
memulai pembahasan tentang latar belakang keluarganya untuk mengetahui asal-
usul tokoh ini. Dilanjutkan dengan pendidikannya yang pastinya mempengaruhi
terhadap pemikirannya. Setelah itu, dilanjutkan dengan menelusuri Pemikirannya
tentang manusia paripurna di dalam The ESQ Way 165.
A. Biografi Ary Ginanjar Agustian
1. Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan
Ary Ginanjar Agustian merupakan tokoh yang lahir di Bandung, Jawa
Barat, pada tanggal 24 Maret 196599
. Dia merupakan anak pertama dari empat
bersaudara dari pasangan H. A. Rohim Agustjik dan Hj. Ana Rahim. Ayahnya
lahir di Palembang dan merupakan pegawai di departemen kesehatan RI
sedangkan ibunya lahir di Bandung. Setelah beberapa bulan kelahirannya, Ary
kecil dia dibawa ke Jakarta dan selanjutnya tinggal di Tanah Abang.100
Ia sangat bersyukur mempunyai orang tua yang dapat menginspirasi dalam
kehidupannya. Rasa syukur dan rasa terimakasih tersebut dituangkan dalam
99
Erwin Kurniawan, Dadang Kusmayadi dan Ida S. Widayanti, Jejak Langkah Menuju
Indonesia Emas 2020 (Jakarta: Arga Printing, 2008), h. 72. 100
Abdullah Suntani, “Analisis Pesan Dakwah dalam ESQ (Emotional, Spiritual,
Quotient) Basic Traning Leadership Center 165” (Skripsi S-1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 49-50.
Page 64
beberapa karya-karya, salah satu ucapan terimakasih yang tertulis dalam karya
yaitu:
Kedua orang tua saya H.A.Rohim Agustjik dan ibu Hj.Anna Rohim
pembimbing sekaligus pendorong semangat saya. Cinta yang luhur telah
mengispirasi saya dalam menulis buku ini,juga kehidupan saya. Mereka
mendidik saya untuk merdeka dalam mengambil keputusan hidup, hanya
Allah yang mampu membalas kebaikan yang sangat agung itu.101
Ia dikaruniai enam orang anak dari pernikahannya dengan Linda
Damayanti, yakni Anjar Yusuf Ramadhan, Eric Bintang, Rima Khansa Nurani,
Eqi Muhammad Rikansa, Esqi Gibraltar Ibrahim dan Sakura Azzahra. Ia
memdidik anaknya secara disiplin, agamis, harmonis dan nyaman. Hal itu tidak
lepas dari peran istrinya, Linda Damayanti sebagaimana ia ungkapkan,
Istri saya Linda Damayanti yang begitu setia menemani dan begitu sabar
mengikuti langkah saya, semoga Allah mencatat amal kebaikannya.
Ary Ginanjar adalah seorang praktisi sejati berkiprah di dunia usaha dan
terjun ke persaingan dunia bisnis yang sangat kompetitif dan penuh tantangan.
Kemampuan dalam bidang pelatihan sumber daya manusia telah sangat teruji di
berbagai traning, di mana ia tampil sebagai trainer utama. Selain sebagai trainer,
ia juga tidak berhenti hanya sebagai seorang pengamal sejati yang berkecimpung
dalam keusahawanan dalam dunia perniagaaan yang sangat kompetitif dan penuh
kesabaran. Kemampuannya dalam bidang pembangunan modal insan sangat
terbukti di berbagai traning.
Ia bukanlah lulusan dari pesantren atau psikologi, tapi dua bidang itu
dipelajari dengan sendiri, dengan didukung semangat belajar yang tinggi serta
101
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun ESQ Power:Sebuah Inner
Journey Melalui Al-Ihsan (Jakarta:Arga Wijaya Persada,2003), h.178.
Page 65
sifat tawadhu terhadap ilmu pengetahuan. Sebelum tahun 2001 masyarakat tidak
mengenalnya. Namun, pamor laki-laki yang lahir pada hari rabu ini cepat meroket
dan pelatihannya menjadi terkenal di mana-mana setelah menyusun buku
karangannya yaitu ESQ (Emotional Spiritual Quentient).
Pendidikannya dimulai di SDN Kare 1 kemudian diteruskan belajar SMP
70 Pejompongan dan SMA 68 di Jakarta.102
Dia Menempuh pendidikan tinggi di
Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Universitas Udayana, Bali dan di Tafe
College, Adelaide, Australia.103
2. Karir dan Karya
Karirnya dimulai di dunia pendidikan, karena dia sempat menjadi dosen
tetap di Politeknik Universitas Udayana, Jimbaran, Bali. Profesi ini, dia lakukan
selama lima tahun sebelum akhirnya terjun secara total di bidang bisnis yang
dirintisnya di bali. Setelah sukses mengawali bisnisnya di Bali, dia kemudian
kembali ke Jakarta sekitar akhir tahun 1990-an. Di Jakarta dia mendirikan
beberapa perusahaan dan memegang berbagai jabatan penting antara lain sebagai
presiden direktur PT. Arga Wijaya, Komisaris Utama PT. Arsa Dwi Nirmala,
Executive Vice Presiden di JJP (Jakarta professional chapter), menjadi ketua
diklat dan litbang di HIPMI Jaya (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) dan
terakhir ia mendirikan pusat pelatihan ESQ Leadership center yang telah
mengadakan beberapa kali pelatihan.104
102
Abdullah Suntani, “Analisis Pesan Dakwah dalam ESQ (Emotional, Spiritual,
Quotient) Basic Traning Leadership Center 165”, h. 50. 103
http://aryginanjar.com/ary-ginanjar-agustian/ diakses 04/03/15 pukul 11:38. 104
Abdullah Suntani, “Analisis Pesan Dakwah dalam ESQ (Emotional, Spiritual,
Quotient) Basic Traning Leadership Center 165”, h. 50.
Page 66
Ary Ginanjar mulai dikenal setelah buku pertamanya yang berjudul
Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual terbit tahun 2001.
Buku ini, dibuat terinspirasi dari perjalanan kehidup dan bisnisnya. Setelah buku
itu terbit dan mendapatkan respon baik, memicu banyaknya permintaan bedah
buku, seminar, maupun ceramah. Maka buku tersebut kemudian ditransformasi
menjadi sebuah training SDM di dalam negeri dan di luar negeri.105
Ary juga dipilih oleh koran Republika menjadi Tokoh Perubahan 2005 dan
sekaligus didaulat menjadi Pengurus Dewan Pakar ICMI periode 2005–2010.
Pada Maret 2007, Ary Ginanjar juga telah berhasil memperkenalkan ESQ di
Oxford, Inggris. Dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan oleh The Oxford
Academy of Total Intelligence tersebut Ary Ginanjar mempresentasikan gagasan
ESQ dan memukau sejumlah pakar Spiritual Quotient (SQ) dari berbagai negara
seperti Amerika Serikat, Australia, Denmark, Belanda, Nepal dan India.106
Penghargaan dan pengakuan atas konsep The ESQ Way 165 sebagai
metode pembangunan karakter terus mengalir. Pada peringatan Sumpah Pemuda
di tahun 2009, Ary Ginanjar menerima penghargaan dari Menteri Pemuda dan
Olahraga (Menpora) yang bertajuk ESQ Model Sebagai Metode Pembangunan
Karakter. Kemudian pada tahun yang sama Majalah Biografi Politik juga
menobatkannya sebagai Pemimpin Muda Berpengaruh 2009. Sebagai
penghargaan atas kontribusi ESQ dalam pembangunan karakter di lingkungan
Kepolisian RI maka di Tahun 2010 Ary Ginanjar menerima pula penghargaan dari
Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
105
http://aryginanjar.com/ary-ginanjar-agustian/ diakses 04/03/15 pukul 15:13. 106
Farikhatul Walidah, “Telaah Komparatif atas Pemikiran Danah Zohar, Ian Marshall
dan Ary Ginanjar Agustian tentang Kecerdasan Spiritual (Study Pustaka)”, H.16.
Page 67
Konsep The ESQ Way 165 sebagai metode pembangunan karakter juga
telah diakui secara akademis melalui penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa
oleh UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) kepada Ary Ginanjar pada Desember
2007. Ary juga mendapat kepercayaan untuk mengajar mata kuliah Strategi
Pendidikan Karakter di program pascasarjana UNY.107
Pada saat ini, jabatan yang diemban Ary adalah presiden Direktur ESQ
Leadership Centre dengan alamat ESQ Leadership Centre. Ia adalah seorang
yang mau belajar langsung dari lapangan dan dunia usaha. Selain itu, Ary juga
penulis buku best seller ESQ, buku yang mampu terjual sebanyak 150.000
eksemplar dalam waktu yang singkat. Di antara buku-bukunya adalah:
a. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual ESQ
berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam.”(Jakarta:Arga Wijaya
Persada,2001).
b. “Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power:Sebuah Inner Journey
melalui al-Ihsan” (Jakarta:Arga Wijaya Persada, 2003).
c. The ESQ Way 165:1 Ihsan, 6 Rukun Iman, 5 Rukun Islam ( Jakarta:Arga
Wijaya Persada, 2001).
d. The ESQ Way jilid 1.
e. The ESQ Way jilid 2.
f. Mengapa ESQ.
g. ESQ English Version.
h. Bangkit Dengan Tujuh Budi Utama.
107
Dalam http://www.esqway165.com/about-us/founder/ diakses pada tanggal 15
Agustus 2017
Page 68
i. Building The Best Indonesian Bussiness Way.
3. Latar Belakang Pemikiran ESQ Way 165
Ary Ginanjar dikenal sebagai motivator sekaligus menjadi pendiri lembaga
training Pembangunan Karakter ESQ LC (Emotional Spiritual Leadership Center)
dan penggagas metode ESQ Way 165. Dia berinisiatif untuk memperbaiki moral
bangsa dan membangun peradaban baru Indonesia Emas pada tahun 2020.
Inisiatif besarnya itu berhasil memberikan motivasi dan semangat perubahan
melalui buku serta trainingnya, membuat dia terpilih sebagai salah satu The Most
Powerful People and Ideas in Business 2004 oleh Majalah Swasembada. 108
Ary Ginanjar Agustian hadir dengan konsep ESQ.109
Dengan materi ESQ
ini, dia mengintegrasikan dan mengembangkan antara IQ, EQ, dan SQ dalam
kesatuan yang integral dan transendental. Hal ini sebagaimana ia katakan dalam
bukunya Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, ESQ :
Melalui sebuah perenungan panjang, akhirnya dengan ijin Allah, saya
menggagas sebuah bentuk sinergi keduanya ke dalam ESQ (Emotional and
Spiritual Quotient). Sebuah penggabungan gagasan kedua energi tersebut
untuk menyusun metode yang lebih dapat diandalkan dalam menemukan
pengetahuan yang benar dan hakiki.110
Lebih lanjut lagi, untuk mematangkan dan mengembangkan gagasannya,
Ary Ginanjar Agustian mendirikan lembaga ESQ WAY 165 pada tahun 2000.
108
Farikhatul Walidah, “Telaah Komparatif atas Pemikiran Danah Zohar, Ian Marshall
dan Ary Ginanjar Agustian tentang Kecerdasan Spiritual (Study Pustaka)”, (Skripsi S-1 Program
Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga), h. 16. 109
Menurut Ary Ginanjar, dalam konsep ESQ, SQ merupakan kecerdasan tertinggi. SQ
adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. SQ memberikan
makna spiritual terhadap pemikiran, prilaku dan kegiatan, sehingga di dalam konsep ESQ tersebut
antara IQ, EQ, dan SQ terjadi sinergi yang komprehensif. Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, ESQ, 41, h. 13. 110
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
ESQ, h. 12.
Page 69
Konsep ESQ WAY 165 adalah rumusan yang terdiri dari Ihsan, Rukun Iman dan
Rukun Islam dengan mengkonvergensikan antara EQ dan SQ. Simbol 165
merupakan jabaran dari 1 Ihsan, 6 Rukun Iman, dan 5 Rukun Islam.111
Dengan
kata lain, secara materi konsep ESQ WAY 165 Ary Ginanjar memadukan tiga
konsep dasar manusia antara IQ, EQ dan SQ, menjadi konvergen dalam konsep
ESQ (Emotional And Spiritual Quotient). Lalu digabungkan dengan khazanah
Islam – Ihsan, Rukun Iman, Rukun Islam – menjadi konsep ESQ yang otentik.
Sedangkan al-Qur‟an diposisikan sebagai paradigma dasar untuk mengungkap sisi
kecerdasan emosi dan spiritual dalam diri manusia.
Peranan spiritualitas dalam pembangunan kepribadian dan kehidupan
begitu penting,112
begitu pula konsep ESQ 165 yang universal ini yang lebih
menekankan aspek spiritualitas dalam pengembangan pribadi, tanpa
111
Enam Rukun Iman, lima Rukun Islam dan Satu Ihsan pertama kali diperkenalkan oleh
Nabi Muḥammad saw. kira-kira tahun 622-624 Masehi di hadapan para sahabatnya di Masjid
Madinah (Yastrib). Hadis ini bercerita bahwa pernah suatu ketika Nabi saw. dan para sahabat
didatangi oleh seorang laki-laki yang bajunya sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Ternyata,
orang tersebut adalah malaikat Jibril. Dia kemudian menyandarkan lututnya pada lutut Nabi saw.
dan menanyakan beberapa pertanyaan kepada Nabi. Pertama, dia bertanya tentang apa itu Islam?,
lalu Nabi menjawab: “Kesaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan
puasa Ramadan, serta haji ke Baytullāh bagi yang mampu”. Kedua, dia bertanya tentang apa itu
Iman?, Nabi menjawab: “Hendaknya kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk.” Ketiga, dia bertanya tentang apa
itu Ihsan?, Nabi Menjawab menjawab: “Hendaknya kamu menyembah Allah seakan-akan kamu
melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." Keempat,
dia bertanya tentang kapankah hari akhir itu?, Nabi menjawab: "Tidaklah orang yang ditanya itu
lebih mengetahui daripada orang yang bertanya." Kelima, kabarkanlah kepadaku tentang tanda-
tandanya (hari kiamat)?, Nabi menjawab: “Apabila seorang budak melahirkan (anak) tuan-Nya,
dan kamu melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, namun
bermegah-megahan dalam membangun bangunan”. Lihat Muslim ibn al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim
(Beirut: Dār Iḥyā‟ al-Turāts al-„Arabī, t.t), jilid 1, h. 36. 112
Begitu penting kualitas spiritual seseorang dalam kehidupan, sehingga Hart
menempatkan lima tokoh agama atau spiritual ke dalam 6 tokoh yang paling berpengaruh dalam
sejarah. Adapun 6 tokoh teratas adalah: Nabi Muḥammad, Isaac Newton, Nabi Isa, Budha, Kong
Hu Chu, dan St. Paul. Lima dari enam tokoh teratas itu adalah tokoh-tokoh agama, para pemimpin
spiritual. Agus Nggermanto, Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum): Cara Capat Melejitkan
IQ, EQ, dan SQ Secara Harmonis (Bandung: Nuansa, 2002), Cet. 1, h. 123
Page 70
mengesampingkan aspek IQ dan EQ. Bahkan, SQ mendukung, mengarahkan, dan
mengokohkan IQ dan EQ yang telah dimiliki seseorang ke arah yang positif.
Dengan konsep ESQ WAY 165, Ary Ginanjar Agustian berusaha
mewujudkan “Indonesia Emas 2020” yang menjunjung tinggi tujuh budi utama,
yaitu jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerja sama, adil, dan peduli. Tujuh
budi utama inilah menurut dia yang harus dimiliki oleh bangsa ini agar bisa
bangkit dari keterpurukan di berbagai lini kehidupan. Ary Ginanjar Agustian
berkata:
Kami percaya bahwa nilai-nilai inilah yang menjadikan bangsa ini
kembali bangkit. Kita akan bersama-sama menyebarkan nilai-nilai ini di
manapun hingga di setiap jengkal tanah negeri ini. Hingga keutamaan
bangsa ini bukan lagi pada apa yang ditunjukkan secara fisik, yaitu
kekayaan, jabatan, dan kekuasaan. Namun nilai-nilai luhurlah yang
dijunjung tinggi, hingga korupsi dan pelanggaran hukum tak lagi
mempunyai tempat.113
“Indonesia Emas 2020” merupakan visi dan misi konsep ESQ Way 165
yang digagas Ary Ginanjar, guna membangun peradaban Indonesia yang
berkarakter dan menjunjung tinggi moralitas-religius. Ini karena, kemajuan
pembangunan, ekonomi, politik, dan IPTEK yang dialami suatu bangsa tanpa
dibarengi oleh kemajuan karakter dan moralitas warganya hanya akan membawa
kepada kehancuran. Konsep tersebut berangkat dari keyakinan Ary Ginanjar
bahwa kebangkitan peradaban umat akan dimulai dari Indonesia.114
Hal ini
sebagaimana ia katakan:
113
Ary Ginanjar Agustian, Bangkit dengan 7 Budi Utama; Kumpulan Kisah Spiritual
penggugah Motivasi (Jakarta: Agra Publising, 2013), h. X. 114
Keyakinan ini bukan tanpa alasan. Ary Ginanjar Agustian telah merusaha menggapai
mimpi ini sejak tahun 2000 dengan mendirikan lembaga training motivasi dan pembangunan
karakter, baik yang bersifat komersial maupun non-komersial. Sementara alumni dari training ini
Page 71
Keyakinan kita bulat bahwa kebangkitan umat itu terjadi di Indonesia,
tidak di Mesir, tidak di Tunisia, tidak di Amerika, tapi di Indonesia.115
B. Konstruksi Konsep Manusia paripurna di dalam ESQ Way 165
1. Konsep Manusia Paripurna
Sebagaimana telah dijelaskan di dalam bab II, para filosof Muslim telah
membuat konsep yang jelas tentang manusia paripurna atau insān kāmil.
Kesimpulannya, dari mulai Ibn „Arabī, al-Jīlī, Suhrawardī, al-Ghazalī
Muhammad Iqbal, sampai Murtaḍa Muṭahhari menjelaskan bahwa konsep
manusia paripurna merupakan eksistensi real dari wujud Tuhan di alam Dunia.
Dengan kata lain, manusia paripurna merupakan manifestasi dari Tuhan, maka
setiap gerak-geriknya selaras dengan perintah dan larangan Tuhan, serta mampu
membumikan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya. Itulah hakikat keberadaan manusia
sempurna di muka bumi ini.
Dalam konsep ESQ Way, Ary Ginanjar pun mengatakan hal yang senada,
walau secara literal sedikit berbeda. Ia membahas manusia paripurna itu harus
menyeimbangkan dimensi fisik (IQ), dimensi emosi (EQ), dan dimensi spiritual
(SQ). Cara menyeimbangkan yang pertama adalah dengan jalan menyucikan dan
menjernihkan hati, atau dalam terminologi Ary Ginanjar disebut Zero Mind
Process, yaitu proses perjernihan titik Tuhan atau God Spot dari hal-hal yang
menutup dan mengotorinya. Cara ini bertujuan untuk mengaktifkan kembali suara
telah mencapai 1 juta orang (data Nopember 2010), dengan rata-rata 100 training per bulan, baik
di dalam maupun luar negeri; menghasilkan 1.000-15.000 alumni setiap bulannya; dan sejak
berdirinya hingga Nopember 2010 sudah melaksanakan 5.000 training. Lihat
http://www.esqway165.com/about-us/ diakses pada 12 Oktober 2014. 115
Wawancara penulis dengan Ary Ginanjar Agustian pada 11 September 2014.
Page 72
hati, dan suara hati merupakan cerminan suara Ilahi. Jika suara hati sudah jernih
dan suci, maka langkah berikutnya adalah tajallī yaitu tersingkapnya sifat-sifat
dan asma„ Allah swt. di dalam hatinya, kemudian seluruh tingkah lakunya adalah
cerminan dari suara hatinya.
ESQ adalah kecerdasan yang menentukan tingkat keberhasilan manusia
dalam kehidupan, baik sebagai khalīfah fī al-„Ard maupun sebagai hamba. ESQ
yang diusung oleh Ary Ginanjar Agustian ini, dibangun dengan landasan dasar
seorang muslim, yaitu 6 rukun iman dan 5 rukun Islam yang kemudian ditambah
dengan ihsan. Rupanya, apa yang menjadi temuan psikolog barat menjadi kritik
bagi Ary Ginanjar Agustian. Bahwa apa yang dicetuskan oleh Zohar dan Marshall
di atas hanya masih sebatas pada temuan material dan parsial (sekular). Ary
Ginanjar Agustian (lagi-lagi) mengelaborasikan EQ dan SQ dengan nilai-nilai
yang dianutnya (Islam) menjadi suatu integrasi yang utuh tanpa dikotomi. Ia
menulis:
”Selama ini banyak berkembang dalam masyarakat kita sebuah
pandangan dengan stereotip, dikotomisasi antara dunia dan akhirat.
Dikotomisasi antara unsur-unsur kebendaan dan unsur agama, antara
unsur kasat mata dan tak kasat mata. Materialisme versus orientasi nilai-
nilai Ilahiyah semata. Mereka yang memilih keberhasilan di alam
“vertikal” cenderung berfikir bahwa kesuksesan di dunia justru adalah
sesuatu yang bisa “dinisbikan” atau sesuatu yang bisa demikian
mudahnya „dimarginalkan‟. Hasilnya mereka unggul dalam kekusyu‟an
berdzikir dan kekhidmatan berkontemplasi namun menjadi kalah dalam
percaturan ekonomi, ilmu pengetahuan, sosial, politik dan perdagangan di
alam “horizontal”. Begitupun sebaliknya yang hanya berpijak pada alam
kebendaan, kekuatan berpikirnya tak pernah diimbangi oleh kekuatan
Page 73
dzikir. Realitas kebendaan yang masih membelenggu hati, tidak mudah
baginya untuk berpijak pada alam fitrahnya (zero mind)”.116
Dengan didasarkan pada realitas di atas maka Ary Ginanjar Agustian
menemukan suatu model pembentukan manusia paripurna atau manusia paripurna
berupa konsep ESQ Model. ESQ Model ini kemudian dituangkan dalam bentuk
buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual:ESQ
Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam”. Di
dalam buku tersebut mencoba mengkonvergensikan secara tepat antara
kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) dengan didasarkan pada
nilai-nilai Islam. Meskipun EQ dan SQ memiliki muatan yang berbeda namun
sama-sama penting untuk dapat bersinergi antara satu dengan yang lain. Sebuah
penggabungan gagasan kedua energi tersebut menyusun metode yang lebih dapat
diandalkan dalam menemukan yang benar dan hakiki. Secara sederhana Ary
Ginanjar Agustian menggambarkan konvergensi bentuk kecerdasan tersebut
sebagai berikut:
Tuhan Tuhan
EQ
Manusia Manusia SQ
Manusia Manusia Manusia
116
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
(Jakarta: PT. Arga, 2001), h. Xxxvi.
ESQ
Page 74
2. ESQ Elemen Manusia Paripurna
Ary Ginanjar Agustian mendefinisikan ilmu ESQ (Emotional Spiritual
Quotient) adalah ilmu pengetahuan baru yang menjabarkan tentang suatu
fenomena “gerakan thawaf spiritual” atau spiritual kosmos, yang menjelaskan
tentang bagaimana meletakkan aktivitas manusia agar mampu mengikuti pola-
pola atau etika alam semesta, sehingga manusia dapat hidup di dunia dengan
penuh makna, serta memiliki perasaan nyaman dan aman, tidak melanggar atau
tidak bertentangan dengan azas-azas SBO (Spiritual Based Organization ) yang
sudah baku dan pasti. Apabila dalam ilmu atom ada model atom Rutherford yang
dapat menjelaskan garis orbit stasioner electron, maka dalam dimensi spiritual ada
sebuah model dinamakan ESQ Model yang berfungsi sebagai sebuah mekanisme
sistematis untuk mengolah dan mengatur energi spiritual. ESQ Model juga
bertujuan agar setiap diri manusia memiliki sebuah “mata hati” yang mampu
untuk melihat, apakah seseorang sudah menjejakkan diri pada garis orbit yang
benar (in line) dan mengitari pusat orbit yang tepat (on line).117
ESQ yang diusung oleh Ary Ginanjar Agustian ini,dibangun dengan
landasan dasar seorang muslim, yaitu 6 rukun iman dan 5 rukun Islam yang
kemudian ditambah dengan ihsan. Kecerdasan intelektual (IQ) sebagai dimensi
fisik dikendalikan oleh rukun Islam,kecerdasan emosional (EQ) sebagai dimensi
mental dikendalikan oleh rukun Iman,dan kecerdasan spiritual (SQ) sebagai
117
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h.19-20.
Page 75
dimensi spiritual dikendalikan oleh nilai-nilai yang tertuang dalam konsep
Ihsan.118
Islam sebagai ajaran, bukan semata persoalan legal-formalistik, melainkan
juga persoalan teologis yang tercantum di dalam rukun Iman dan Islam. Kedua
rukun tersebut merupakan “sumber mata air” kehidupan dalam memberikan solusi
bagi jiwa manusia. Kecerdasan intelektual dan emosional didasari oleh konsep
kedua rukun tersebut, sedangkan kecerdasan spiritual didasari oleh konsep ihsan.
Walhasil, puncak dari kecerdasan adalah kecerdasan spiritual yang terefleksikan
dari nilai-nilai ihsan, yaitu merasa melihat Allah swt. dan merasa diawasi-Nya.
3. The ESQ Way 165 Sebagai Tahapan Menuju Manusia Paripurna
Ary Ginanjar mengintegrasikan kecerdasan emosional (EQ) yang dilandasi
ḥabl min Allāh (SQ), sehingga menghasilkan ESQ, yaitu emotional and spiritual
quotient. Ia memaparkan pemikirannya diawali dengan titik fitrah, kemudian
kepada konsep pembangunan prinsip hidup yang membangun mental, hingga
membangun ketangguhan sosial yang dirangkum dan digambarkan secara
holistik-integralistik. Konsepnya disebut dengan The ESQ Ways 165, yaitu
1(ihsan), 6 (iman), 5 (islam) dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Zero Mind Process (penjernihan Emosi)
Zero mind process adalah sebuah proses yang bertujuan untuk
membersihkan hari dari belenggu yang menutupinya atau upaya untuk mengenali
118
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power: Sebuah Inner
Journey Melalui Al-Ihsan (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2003), H.Xix.
Page 76
dan menghapus apa yang menutupi potensi dalam God spot, sehingga spiritual
power muncul. Langkah ini merupakan langkah yang harus dilakukan untuk
menghilangkan pola fikir yang keliru terhadap sesama manusia.
Adapun hal-hal yang menjadi belenggu untuk dihindari di antaranya
penghapusan prasangka, menguatkan prinsip-prinsip hidup, menghilangkan
pengalaman-pengalaman buruk masa lalu, menetapkan pilihan antara kepentingan
dan prioritas, memperluas sudut pandang, memberikan penilaian yang objektif,
dan literatur (kembali kepada al-Qur‟an dan Hadis).
1) Prasangka
Salah satu faktor yang mempengaruhi objektivitas seseorang dalam
melihat suatu hal, yaitu adanya prasangka atau dugaan-dugaan orang tersebut.
Ketika seseorang dilingkupi prasangka-prasangka negatif, maka ia akan mudah
terjerumus ke dalam kesalahan. Hal ini sebagaimana Allah Swt. tegaskan di dalam
al-Qur‟ān tentang hal tersebut.119
Prasangka-prasangka negatif tersebut akan semakin bertambah ketika
sistem informasi semakin maju, dan media seperti televisi, majalah dan koran
terus memborbardir pikiran manusia dengan berita-berita pembunuhan, penipuan
dan kejahatan. Akhirnya, banyak orang yang terpengaruh akibat berprasangka
negatif atau curiga kepada orang lain. Sebaliknya, orang yang memiliki suara hati
merdeka, akan lebih mampu melindungi fikirannya. Ia mampu memilih respon
positif di lingkungan paling buruk sekalipun. Berprasangka baik pada orang lain
119
Allah Swt. berfirman di dalam surat al-Hujurat ayat 12:
.....
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa......
Page 77
akan mendorong dan menciptakan kondisi untuk saling percaya, saling
mendukung, terbuka, dan kooperatif.120
2) Prinsip-Prinsip Hidup
Beragam prinsip hidup mengkontruksi berbagai tindakan manusia yang
beragam. Prinsip hidup yang telah dibangun tersebut, kemudian diyakini
mengakibatkan terciptanya tipologi pemikiran materialis, sehingga batin dan
hatinya menjadi kering kerontang. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Peter
Drucker, yang dikutip Ary Ginanjar. Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa di era
modern telah berkembang prinsip ekonomi, yang mengatakan tidak ada
persahabatan yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi.
Prinsip-prinsip seperti itu, bertentangan dengan hati nurani manusia yang
sangat memuliakan persahabat, tolong menolong dan kasih sayang antar sesama.
Begitu pula prinsip yang mementingkan „casing‟, prinsip ini telah berhasil
membelokkan bangsa ini menjadi bangsa konsumtif dan mendewakan penampilan
luar tanpa memperhatikan sisi terdalam manusia yaitu hati nurani.121
Walhasil, prinsip-prinsip tersebut berakhir dengan kegagalan, baik
kegagalan lahiriah dan kegagalan batiniah, karena prinsip-prinsip tersebut
bertentangan dengan suara hati nurani.
3) Pengalaman
120
Ary Ginanjar Agustian, The ESQ Way 165 (Jakarta:Arga Wijaya Persada, 2001), h. 52. 121
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h.21.
Page 78
Pengalaman adalah apa yang diperoleh oleh seseorang dalam perjalanan
hidupnya biasanya dijadikan kesimpulan dan bersikap.122
Pengalaman-
pengalaman hidup atau kejadian-kejadian yang dialami seseorang akan sangat
berperan dalam menciptakan pemikiran seseorang, sehingga membentuk suatu
“paradigma” yang melekat di dalam pikirannya. Seringkali paradigma itu
dijadikan sebagai suatu “kaca mata” dan sebuah tolok ukur bagi dirinya atau
untuk menilai lingkungannya, Sehingga melihat sesuatu secara subyektif. Hal ini
akan menjadikan dirinya terkungkung dan kadang tidak menyadari sama sekali
bahwa alam pikirannya terganggu.123
Ary Ginanjar dalam Zero Mind 3 menyuruh untuk membebaskan diri dari
pengalaman-pengalaman yang membelenggu pikiran, dan juga agar berfikir
secara merdeka.124
4) Kepentingan dan Prioritas
Setiap orang mempunyai kepentingan di dalam menentukan pilihan
hidupnya, namun sering kali mereka terjebak dengan kepentingan-kepentingan
yang salah di dalam mengambil keputusan. Prinsip yang keliru, karena ia telah
mengingkari hati nuraninya sendiri. Setiap prinsip akan melahirkan kepentingan,
dan kepentingan akan menentukan prioritas apa yang akan didahulukan. Ary
Ginanjar dalam hal ini menegaskan untuk selalu mendengarkan kata hati, pegang
122
Ahmad Taufiq Nasution, Melejitkan SQ Dengan Prinsip 99 Asma‟ul Husna
(Jakarta:PP Gramedia Pusaka Utama, 2009) h. 90. 123
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h.24. 124
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h.88.
Page 79
prinsip karena Allah Swt. berfikir melingkar, sebelum menentukan kepentingan
dan prioritas.125
5) Sudut Pandang
Dalam melihat sesuatu yang sama, orang satu dengan yang lain biasanya
mempunyai tanggapan atau pendapat yang berbeda. Hal ini dikarenakan mereka
mempunyai sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang seseorang dipengaruhi
oleh latar belakang kehidupannya, yakni pengalaman, pengetahuan dan
lingkungan. Oleh karena itu, maka ia harus melihat secara objektif dan
komprehensif, bukan dengan satu sudut pandang saja.126
Oleh sebab itu, sebuah sudut pandang positif akan keluar dari suara hati
dan berpegang pada prinsip berfikir melingkar dan menggunakan radar hati.127
Namun ketika sudut pandang ini diarahkan pada hal-hal negatif, maka akan terjadi
kesalahfahaman. Supaya tidak terperosok pada sudut pandang yang sempit, atau
klaim pandangannya yang paling benar dan orang lain salah, maka perlu
dilakukan pandangan perbandingan terhadap sudut pandang orang lain.128
6) Pembanding
Maksud pembanding di sini yaitu mengubah prinsip tanpa mempelajarinya
atau dalam istilah fiqih adalah taqlīd buta. Orang tersebut selalu membanding-
bandingkan dirinya dengan orang lain atau ia ikut-ikutan. Sehingga orang tersebut
125
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h.92. 126
Ary Ginanjar Agustian dan Ridwan Mukri, ESQ For 1(Jakarta:PT Arga,2008), h. 100. 127
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h.94. 128
Ahmad Taufiq Nasution, Melejitkan SQ Dengan Prinsip 99 Asma‟ul Husna, h. 96.
Page 80
selalu dalam kebingungan di dalam menentukan sesuatu atau melangkah.129
Karena tingkat keberhasilan suara hati sangat berpengaruh oleh faktor
pembanding, yang membuat suara hati tidak mampu menghasilkan suara yang
bersumber dari Allah Swt.130
Ary Ginanjar menegaskan agar muncul Zero mind 6 maka harus dilakukan
ceck up fikiran sebelum menilai segala sesuatu, jangan melihat sesuatu dengan
subjektifitas fikiran, tetapi melihat dengan objektif dan apa adanya.131
7) Literatur
Bacaan adalah sumber pengetahuan, ilmu dan berbagai hal mengenai
kehidupan. Cara pandang seseorang juga dipengaruhi oleh apa yang mereka baca.
Jika apa yang dibaca mengatakan salah, maka seseorang akan terpengaruh untuk
mengatakan salah, sebaliknya, jika bacaan tersebut menganggap benar, maka
seseorang tersebut akan menganggapnya benar. Sehingga, seringkali orang
terjebak dalam kesalahan dan tidak punya prinsip yang jelas. Oleh karena itu
bacaan yang menjadi tuntunan yang benar adalah yang berlandaskan pada al-
Qur‟an dan Hadis bukan bacaan yang berlandaskan akal atau suatu paham
kepercayaan masyarakat tertentu yang salah.132
Berdasarkan penjelasan di atas, proses penjernihan Emosi atau zero mind
process dari belenggu-belenggu yang terdapat di dalam diri manusia terlihat di
gambar sebagai berikut:
129
Ary Ginanjar Agustian dan Ridwan Mukri, ESQ For 1, h. 100. 130
Ahmad Taufiq Nasution, Melejitkan SQ Dengan Prinsip 99 Asma‟ul Husna, h. 98. 131
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h.99. 132
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 101.
Page 81
Gambar 4.1 Belenggu-Belenggu dalam Proses Penjernihan Emosi
Hasil akhir dari Zero Mind Process atau penjernihan emosi di atas, akan
menghasilkan suara hati ilahiah atan membentuk Self Conscience. Hal ini terjadi
karena segala bentuk belenggu-belenggu yang telah dijelaskan di atas telah
terlepas diri dan menjadi manusia merdeka.133
Walhasil, seseorang yang telah
melakukan proses penjernihan hati tersebut, akan menjadi manusia paripurna atau
al-insān al-Kāmil.
b. Mental Building (Membangun Mental)
133
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 112.
Page 82
Setelah melalui proses Zero Mind Process (ZMP), langkah selanjutnya
adalah Mental Building, yaitu membangun kecerdasan emosi melalui enam
prinsip yang didasarkan atas rukun iman, yaitu membangun prinsip bintang
sebagai pegangan hidup, memiliki prinsip malaikat sehingga dapat dipercaya oleh
orang lain, memiliki prinsip kepemimpinan, menyadari pentingnya prinsip
pembelajaran, mempunyai prinsip masa depan, dan mempunyai prinsip
keteraturan.134
Enam prinsip untuk membangun mental merupakan gambaran umum
untuk dijadikan acuan dalam membangun insan kamil. Enam prinsip yang
berorientasi pada rukun iman yang diantaranya:
1) Star Principle ( Prinsip Bintang)
Ary Ginanjar Agustian memberikan penguatan bahwa tauhid adalah
kepemilikan rasa aman intrinsik, kepercayan diri yang sangat tinggi, integritas
yang sangat kuat, sikap bijaksana dan memiliki tingkat motivasi yang sangat
tinggi, yang semuanya dilandasi dan dibangun karena iman dan berprinsip hanya
kepada Allah serta memuliakan dan menjaga sifat Allah.135
Dalam hal ini, Ary menjelaskan bahwa basis kecerdasan spritual adalah
kalimat lā ilāha illallāh. Dalam prinsip tersebut juga, God Spot (suara hati)
berasal, sumber utamanya adalah 99 sifat Allah Swt. 136
134
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 119. 135
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 137. 136
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 137.
Page 83
Kondisi terberat yang dapat membuat seseorang tergeser dari prinsip lā
ilāha illallāh adalah kemilau dan godaan dunia. Hal tersebut menjadi tantangan
seseorang manusia, lebih memilih Allah Swt. Atau harta benda dunia. Namun
dengan pendalaman dan penalaran hati, maka semua hal tersebut akan tampak
nyata sekali, dan dapat dilihat dari ayat-ayat-Nya dan yang paling urgent adalah
melalui mata hati kita sendiri yaitu mata hati keimanan.
Adapun hal-hal yang diajarkan di dalam Star Principle ( Prinsip Bintang)
yaitu:
a) Bekerja karena Allah, bukan karena pamrih kepada orang lain. Hal ini
akan membuat seseorang memiliki integritas yang tinggi, yang
merupakan sumber kepercayaan dan keberhasilan.
b) Tidak berprinsip kepada selain Allah. Tidak berprinsip pada sesuatu yang
labil dan tidak pasti seperti harta, nafsu hewani, kedudukan, penghargaan
orang lain atau apa pun selain Allah. Hal ini akan membuat mental lebih
siap menghadapi kemungkinan apa pun yang akan terjadi pada diri.
c) Melakukan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya
karena Allah, dan selalu ingat kepada Allah Yang Maha Tinggi, hal ini
akan membuahkan hasil yang jauh berbeda dan jauh lebih baik.
d) Selalu berpedoman pada sifat-sifat Allah, seperti ingin selalu maju, ingin
selalu adil, ingin selalu memberi, ingin selalu memberi kasih dan sayang,
ingin selalu bijaksana, dan ingin selalu memelihara.
e) Membangun kepercayaan dari dalam diri, tidak karena penampilan fisik
tetapi karena iman.
Page 84
f) Membangun motivasi sebagai makhluk Allah yang sempurna dan wakil
Allah, meraih cita-cita dan harapan dengan kemauan yang kuat
membara.137
2) Angel Principle
Prinsip ini mengajarkan apabila bekerja, selalu mengerjakan dengan tulus,
ikhlas dan jujur, seperti malaikat, selalu berkeyakinan bahwa apa yang
dilakukannya adalah sebuah nilai ibadah. Berprestasi dengan setinggi-tingginya di
setiap pekerjaan, karena merasa selalu melihat Allah atau dilihat Allah. Tidak
perlu diawasi oleh orang lain atau Meminta penghargaan dari orang lain, karena
Allah-lah yang menghargai, bukan mereka dan tidak melakukan suatu pekerjaan
dengan setengah-setengah. Karena dengan begitu, kepercayaan dan integritas
yang keduanya adalah sumber persahabatan dan kepercayaan akan tumbuh.138
3) Leadership Principle
Pemimpin sejati yaitu seseorang yang selalu mencintai dan memberi
perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai. Memiliki integritas yang kuat,
sehingga ia dipercaya oleh pengikutnya, selalu membimbing dan mengajari
pengikutnya, memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten. Yang terpenting
adalah memimpin berlandaskan suara hati yang fitrah. Pola pemimpin yang
diistilahkan dengan pemimpin spiritual yang memiliki ciri-ciri menyadari
kelemahannya dan melihat ke masa depan yang semuanya dilandasi dengan
ketakwaan pada Allah sebagai prinsip utama.
137
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 171. 138
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 171.
Page 85
Adapun hal-hal yang diajarkan di dalam Leadership Principle adalah:
a) Memberi perhatian kepada semua orang dengan tulus agar dicintai, dan
menjalin selalu tali persahabatan.
b) Membantu orang lain dengan ikhlas, mempelajari apa tangisan dan
impiannya, kemudian membantunya.
c) Selalu mengajari dan mendidik orang lain yang membutuhkan bimbingan.
d) Menjaga selalu sikap dan tingkah laku, karena hal ini bisa meningkatkan
atau menurunkan kepercayaan, dan juga hal tersebut akan berpengaruh
kepada lingkungan.
e) Menjadi pemimpin karena pengaruh, bukan karena hak.
f) Mendengar selalu suara hati, memimpin hati, bukan memimpin kepala.139
4) Learning principle
Prinsip ini mengajarkan:
a) Membaca buku-buku, belajar, berusaha membaca satu lembar setiap hari
walaupun sedang malas. Membaca koran atau majalah bukanlah dikatakan
membaca, karena isinya banyak merupakan informasi atau gossip yang
seringkali mempengaruhi pikiran.
b) Membaca situasi lingkungan, mempelajari dan menganalisa kemudian
mengambil hikmah di baliknya, setelah itu mengupayakan suatu langkah
perbaikan dan penyempurnaan.
c) Membaca al-Qur‟an dan Hadis, tidak hanya membunyikan saja, tetapi
mengambil makna dan inti sarinya.
139 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 172.
Page 86
d) Ketika sedang bingung untuk mengambil keputusan, maka mencari
petunjuk dalam al-Qur‟an dan Hadis.
e) Membaca lingkungan dan situasi, menelaah dengan ilmu, menilai dengan
jernih, mengambil filosofi dan menjadikan sebagai pelajaran yang
berharga.140
5) Vision Principle
Memiliki keyakinan akan masa depan akan berimplikasi pada ketenangan
batiniah yang tinggi. Semakin kuat keyakinan seseorang maka semakin tinggi
energi dan kekuatannya. Para ahli mengatakan bahwa orang-orang besar selalu
memiliki visi yang kuat di kepalanya sebelum merealisasikan di alam nyata.
Keyakinan pada hari pembalasan merupakan suatu prinsip yang
memunculkan prinsip yang berorientasi ke masa depan dan selalu berorientasi
kepada tujuan akhir terhadap setiap langkah yang dibuat, melakukan setiap
langkah secara optimal dan bersungguh-sungguh, memiliki kendali diri dan sosial
karena telah memiliki kesadaran akan adanya “hari kemudian” memiliki kepastian
akan masa depan dan memiliki ketenangan batiniah yang tinggi, yang tercipta
karena sebuah keyakinan akan adanya “hari pembalasan”.
6) Well Organized Principle
Dengan prinsip ini maka akan memiliki kesadaran, ketenangan, dan
keyakinan dalam berusaha, karena pengetahuan akan kepastian hukum alam dan
hukum sosial serta sangat memahami akan arti penting seluruh proses yang harus
140
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 172.
Page 87
dilalui, serta berorientasi pada pembentukan sistem, dan selalu berupaya menjaga
sistem yang telah dibentuk.141
Keteraturan adalah dasar dari manajemen. Manajemen yang baik menurut
Islam adalah keseimbangan intelektual yang diselaraskan dengan suara hati
manusia, sehingga menghasilkan keteraturan yang berkelanjutan. Ilmu
manajemen Islam adalah meniru Allah Swt. Dalam menata manusia dan alam
semesta dalam rangka mewakili Tuhan untuk memakmurkan bumi.
c. Personal Strength(Ketangguhan Pribadi)
Prinsip ini didasari pada rukun Islam. Artinya untuk memunculkan
karakter insān kāmil, bukan hanya memiliki keteguhan dalam keyakinan namun
juga harus diimplikasikan kepada ibadah-ibadah yang bersifat praksis.
Dalam pengertian yang dikemukakan Ary, ketangguhan pribadi adalah
ketika seseorang berada pada posisi telah memiliki pegangan/prinsip hidup yang
kokoh dan jelas. Sehingga seseorang yang memiliki ketangguhan pribadi tidak
akan mudah terpengaruh oleh lingkungan yang terus berubah dengan cepat.
Ketangguhan pribadi bisa juga bisa dilakukan dengan perilaku yang baik oleh
masing-masing individu. Baik dalam hal ucapan maupun pembicaraan yang
menyenangkan. Karena akan membuat orang tertarik dan menambah kecintaan
pada dirinya. Artinya seseorang yang memiliki kecakapan personal akan mampu
menempatkan dirinya sebagai hamba Allah maupun sebagai manusia yang
141
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 65-152..
Page 88
notabene membutuhkan yang lainnya. Ary Ginanjar Agustian memformulasikan
tentang kecakapan personal, yaitu orang mempunyai prinsip tauhid. Di lidah
manusia seperti ini kalimat syahadat bukan hanya sebagai statement, akan tetapi
terpatri dalam hati secara mendalam. Dalam keadaan seperti ini, manusia pasrah
kepada Allah mengenai segala persoalan hidup yang dihadapinya.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam personal strength ini adalah:
1) Mission Statement
Dalam mission statement, syahadat merupakan suatu pembangunan
kesadaran akan satu keyakinan. Syahadat akan membangun sebuah keyakinan
dalam berusaha dan menciptakan suatu daya pendorong dalam upaya mencapai
tujuan, serta akan membangkitkan keberanian dan optimisme, sekaligus
menciptakan ketenangan batin dalam menjalankan misi hidup.142
2) Character Building
Sholat adalah metode relaksasi untuk menjaga kesadaran diri agar tetap
memiliki cara berpikir yang jernih. Sholat adalah sebuah metode yang dapat
meningkatkan kecerdasan emosi dan spiritual secara terus menerus. Sholat adalah
teknik pembentukan pengalaman yang membangun suatu paradigma positif.
Sholat adalah suatu cara untuk mengasah dan mempertajam ESQ yang diperoleh
dari rukun iman. Pengejawantahan nilai-nilai dalam sholat inilah yang akan
menjadi jawaban dari setiap masalah yang timbul dalam kehidupan.143
3) Self Controling
142
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 277. 143
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 307.
Page 89
Dalam pengendalian diri ini, senjata yang ampuh dalam memelihara diri
adalah puasa. Puasa adalah suatu metode pelatihan untuk pengendalian diri. Puasa
bertujuan untuk meraih suatu kemerdekaan sejati, dan pembebasan dari belenggu
yang tak terkendali. Puasa yang baik akan memelihara aset yang paling berharga
yaitu suara hati (spiritual capital).144
Dengan melakukan langkah-langkah di atas, seseorang diharapkan dapat
mempunyai ketangguhan pribadi. Namun, hal itu belum cukup jika tidak
diimbangi dengan ketangguhan sosial, berikut ini riyāḍah yang harus dilakukan
dalam menciptakan ketangguhan sosial:
4) Strategic Collaboration atau Zakat
Zakat merupakan aktivitas yang sesuai dengan fitrah manusia yang telah
memiliki sifat-sifat Tuhan dalam God Spot-nya, yaitu sifat pengasih dan
peyayang. Dengan kata lain, zakat merupakan bentuk nyata untuk mengeluarkan
potensi spritual guna membangun sebuah sinergi yang kuat, yaitu berlandasan
sikap empati, kepercayaan, sikap kooperatif, transfaransi, dan kredibilitas.145
Zakat adalah suatu metode untuk membangkitkan dan memunculkan suara
hati yang berasal dari sifat mulia al-Rahmān, al-Rahīm, al-Wahhāb, ar-Razzāq,
al- Salīm, al-Fattāḥ, al-Adl, al-Shakūr, al-Qayyūm, al-Mughnī dan al-Jāmi‟.
Suara-suara hati itulah dasar dari ESQ, khususnya kecerdasan sosial.
144 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 309-325 145
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 338.
Page 90
5) Total Action atau Haji
Dalam aplikasi ini, haji merupakan puncak “ketangguhan pribadi” dan
puncak “ketangguhan sosial”. Haji adalah sublimasi dari keseluruhan kecerdasan
emosi dan spiritual (ESQ) berdasarkan nilai-nilai ihsan, rukun iman, dan rukun
Islam. Dan haji merupakan perwujudan akhir dari langkah-langkah rukun Islam.
Secara prinsip haji merupakan suatu konsep berpikir yang berpusat kepada Allah.,
dimana segala pemikiran tidak lagi berprinsip kepada yang lain. Prinsip ini
menghasilkan suatu ketangguhan jiwa yang luar biasa. Secara sosial haji
merupakan simbol dari kolaborasi yang tertinggi, yaitu suatu pertemuan pada
skala tertinggi, dimana seluruh umat Islam sedunia melaksanakan langkah yang
sama, dengan landasan prinsip yang sama. Ini contoh ketangguhan sosial yang
sesungguhnya.146
Jika dapat mengetahui makna dari setiap ritual ibadah haji, maka akan
mendapatkan hikmah yang luar biasa. Berikut adalah nilai-nilai hikmah yang
terkandung dalam ibadah haji:
a) Ihrām, merupakan proses zero mind proccess.
b) Ṭawāf, menunjukkan komitmen dan integritas kepada Allah Yang Maha
Esa
c) Sa‟ī, melambangkan sebuah perjuangan manusia di dalam mencari
ridha Allah Swt.
d) wukūf, merupakan waktu untuk evaluasi dan visualisasi yang
dilaksanakan dan ditransformasikan secara fisik.
146 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 371.
Page 91
e) Lontar Jumrah, menunjukkan tantangan yang harus dihadapi oleh
manusia.
f) Jamaah Haji, menunjukkan adanya sinergi dan kolaborasi.
g) Qurban, melambangkan tingkat kepasrahan/ berserah diri, hanya
kepada Allah segala keikhlasan jiwa dan raga.
h) Ka‟bah, sebagai pusat jiwa. Semua rangkaian perjalanan ibadah haji
dari awal hingga akhir melambangkan kehidupan perjalanan manusia di
mana terdapat tantangan dan perjuangan, sehingga melahirkan
orangorang yang mempunyai visi (visioner). Dari rangkaian seluruh
ibadah tersebut akan menghasilkan suatu paradigma yang kuat atau
bangunan mental yang terpatri kuat di dalam hati tentang makna
kehidupan yang sebenarnya.147
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
Rukun Iman dan Rukun Islam merupakan unsur utama dalam membentuk
manusia paripurna menurut Ary Ginanjar.
Di dalam konsep ESQ 165, Ary menjelaskan bahwa manusia yang bisa
menyeimbangkan dimensi fisik (IQ), dimensi emosi (EQ) dan dimensi spiritual
(SQ) akan memperoleh posisi manusia paripurna atau insān kāmil. Ia menjelaskan
adanya kesinambungan antara masing-masing bagian, proses pertama sebagai
pondasi bagian yang kedua, begitu seterusnya. Mulai dari penjernihan hati dengan
Zero Mind procces, atau dalam istilah tasawuf disebut takhallī, kemudian
menghidupkan kembali sifat-sifat Allah swt. di dalam God Spot dengan cara
147 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 371-392.
Page 92
perbanyak berdzikir, membentuk mental dengan cara tasbīḥ, taḥmīd,taḥlīḥ, dan
takbīr, kemudian membangun ketangguhan pribadi dengan syahadat, salat, dan
puasa, yang terakhir membangun ketangguhan sosial dengan cara zikir dan haji.
4. Asmā’ al-Ḥusnā dan Manusia Paripurna
Ary Ginanjar Agustian menjelaskan bahwa semua prinsip ESQ
berlandasan dari tauhid, dalam prinsip ini pula sumber-sumber suara hati (God
Spot) berasal, yang bermula dari 99 sifat Allah swt. dan terekam dalam jiwa
manusia.148
Lawan terberat yang bisa membuat seseorang tergesar dari prinsip satu ini
adalah daya tarik dan kemilau dunia. Di sinilah tantangan terberat seorang
manusia, memilih yang nyata seperti harta benda, atau Allah Swt. yang tidak kasat
mata. Tetapi melalui “penalaran” dan “pendalaman” hati, maka itu semua akan
tampak nyata sekali, dan bisa dilihat melalui ciptaan-Nya, dan yang terpenting
melalui mata hati kita sendiri yaitu “mata keimanan”.
Pemahaman Asmaul Husna secara parsial atau terpisah-pisah, juga
merupakan „nafsu‟, (mengabaikan 99 Thinking Hat-berpikir Melingkar). Contoh
keinginan untuk berkuasa semata-mata tanpa didasari sifat rahman dan Rahim
atau sifat suci juga akan mengakibatkan kegagalan. Oleh karena itu, pemahaman
bahwa Allah itu Esa, Bijaksana dan Adil juga harus diperhatikan, sehingga sifat-
sifat Allah itu menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
148
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun ESQ Berdasarkan, h. 121-240.
Page 93
Relevansi konsep ESQ dengan mewujudkan manusia paripurna adalah
sebagai berikut:
a. Wajah kekeluargaan dan persaudaraan yang menumbuhkan sikap
egalitarianisme. Dalam konsep ESQ berarti ihsan kepada al-Salām.
b. Wajah yang kreatif yang menumbuhkan gagasan-gagasan baru dan
bermanfaat bagi kemanusiaan. Dalam konsep ESQ berarti ihsan kepada al-
Khāliq.
c. Wajah yang penuh keterbukaan yang menumbuhkan prestasi kerja dan
pengabdian mendahului prestasi. Dalam konsep ESQ berarti ihsan kepada
al-Fattāh.
d. Wajah keseimbangan yang menumbuhkan kebijakan dan kearifan dalam
mengambil keputusan. Dalam konsep ESQ berarti ihsan kepada al-„Adl.
e. Wajah kasih sayang menumbuhkan karakter dan aksi solidaritas dan sinergi.
Dalam konsep ESQ berarti ihsan kepada al-Rahmān.
f. Wajah alturistik yang menumbuhkan wajah kebersamaan dalam
mendahulukan orang lain. Dalam konsep ESQ berarti ihsan kepada al-Jāmi‟.
g. Wajah demokrasi yang menumbuhkan wajah penghargaan dan
penghormatan terhadap persepsi dan aspirasi yang berbeda. Dalam konsep
ESQ berarti ihsan kepada al-Wakīl.
h. Wajah keadilan yang menimbulkan persamaan hak serta perolehan. Dalam
konsep ESQ berarti ihsan kepada al-„Adl
i. Wajah disiplin yang menimbulkan keteraturan dan ketertiban dalam
kehidupan. Dalam konsep ESQ berarti ihsan kepada al-Matīn.
Page 94
j. Wajah manusiawi yang menumbuhkan usaha menghindarkan diri dari
dominasi dan eksploitasi. Dalam konsep ESQ berarti ihsan kepada al-
Khābir.
k. Wajah yang intelektual atau terpelajar yang menumbuhkan daya imajinasi
dan daya cipta. Dalam konsep ESQ berarti ihsan kepada al-Khāliq.
Sebagaimana disinggung sebelumnya, langkah awal dalam
membangkitkan karakter manusia paripurna adalah dengan Zero mind process,
yaitu sebuah proses yang bertujuan untuk membersihkan hari dari belenggu yang
menutupinya atau upaya untuk mengenali dan menghapus apa yang menutupi
potensi dalam God spot, sehingga spiritual power muncul.
Untuk memelihara suara hati yang sesuai fithrah, maka diperlukan selalu
ingat dan berdzikir dengan 99 asmā‟ al-ḥusnā. Di sudut-sudut doa dan di akhir
salat, selalu lafalkan sifat-sifat Allah Swt. setelah itu, mengaplikasikan 99 asmā‟
al-ḥusnā dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari yang kecil. Berikut ini
beberapa contoh sederhananya:
a. Jika mungkin selama ini, setiap mandi, selalu menggantungkan handuk
sembarangan, suara hati anda akan bicara, “Rapikan dengan
sempurna.”ikutilah karena itu adalah fithrah dari Sang Mahateratur, al-Bārī
(Sang Maha Penata).
b. Saat menerima karcis tol, mungkin anda membuangnya dengan seenaknya.
Akan tetapi, ada suara hati yang berbicara, “Jagalah Kebersihan.” Ikutilah
itu adalah fitrah dari Sang Maha Bersih, al-Ḥafīẓ (Yang Maha Menjaga).
Page 95
c. Mungkin selama ini anda pernah berbohong, suara hati akan berbicara,
“Jujurlah!” itu adalah fitrah dari Sang Maha Besar, al-Mu‟īz (Yang Maha
Membeningkan) dan al-Ḥaqq (Yang Maha Benar).
d. Mungkin anda pernah memberikan sumbangan kepada orang yang tidak
punya. Kemudian, anda merasa riya dan sombong. Tiba-tiba ada suara
yang samar-samar berbicara, “Jangan mencari pujian!” Ingatlah, hati-hati,
dari al-Raqīb (Sang Maha Pembaca Rahasia).
e. Anda baru saja membeli mobil baru. Ada suara hati berbisik, “Jangan
sombong!” ingatlah, Sang Maha Kaya, al-Ghanī (Sang Maha Kaya).
f. Anda sedang putus asa. Tiba-tiba ada suara hati yang menyemangati,
“Teruslah Berusaha!” itu adalah fitrah dari Sang Maha Besar, al-Matīn
(Yang Maha Menggenggam Kekuatan).149
149
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
h. 95.
Page 96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari bab pertama sampai bab keempat, dan dengan
berpijak pada rumusan masalah, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Manusia paripurna dalam konsep Ary Ginanjar Agustian, adalah manusia
yang mampu menyeimbangkan dimensi fisik (IQ), dimensi emosi (EQ), dan
dimensi spiritual (SQ). Cara menyeimbangkan yang pertama adalah dengan jalan
menyucikan dan menjernihkan hati, atau dalam terminologi Ary Ginanjar disebut
Zero Mind Process, yaitu proses perjernihan titik Tuhan atau God Spot dari hal-
hal yang menutup dan mengotorinya. Cara ini bertujuan untuk mengaktifkan
kembali suara hati, dan suara hati merupakan cerminan suara Ilahi. Jika suara hati
sudah jernih dan suci, maka langkah berikutnya adalah tajallī yaitu tersingkapnya
sifat-sifat dan asma„ Allah Swt. di dalam hatinya, kemudian seluruh tingkah
lakunya adalah cerminan dari suara hatinya. ESQ adalah kecerdasan yang
menentukan tingkat keberhasilan manusia dalam kehidupan, baik sebagai khalīfah
fī al-„Ard maupun sebagai hamba. ESQ yang diusung oleh Ary Ginanjar Agustian
ini, dibangun dengan landasan dasar seorang muslim, yaitu 6 rukun iman dan 5
rukun Islam yang kemudian ditambah dengan ihsan.
B. Saran
Karena uraian di dalam skripsi ini menitik beratkan akan manusia
paripurna dalam konsep Ary Ginanjar Agustian, untuk itu penulis menyarankan
kepada para pembaca agar selalu menciptakan penelitian-penelitian baru dalam
Page 97
bidang tasawuf Islam, Penulis berharap dengan adanya skripsi ini tidak menjadi
skripsi (penelitian) pertama yang terakhir, akan tetapi merupakan hasil terakhir
dari yang pertama, sehingga akan disusul dengan skripsi-skripsi oleh para
penelititi lain yang meneliti gagasan-gagasan Ary Ginanjar secara khusus, dan
gagasan yang berkaitan dengan konsep manusia paripurna. sehingga menambah
perbendaharaan bahan bacaan di Fakultas Ushuluddin khususnya jurusan Filsafa,
sehingga memberi peluang kepada para mahasiswa untuk melakukan penelitian
semacam ini.
Demikian sedikit saran, semoga dapat dijadikan perhatian dan bermanfaat
bagi semua pihak. penulis menyadari, bahwa penelitian ini masih jauh dari kata
memuaskan, kesempurnaan hanya milik Allah swt. Wallâhu a‟lam bi al-Sawâb
Page 98
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟ān al-Karīm
„Abdul Bāqi, Muhammad Fuad. Mu„jām al-Mufahras li al-Fāẓ al-Qur„ān al-
Karīm. Bairût: Dârul Fikri, 1987.
Agustian, Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual. Jakarta: Arga Publising. 2010.
_______, Bangkit Dengan 7 Budi Utama. Jakarta: Arga Publising. 2013.
_______, Spiritual Samurai. Jakarta: Arga Publising. 2010.
_______, Mengapa ESQ. Jakarta: Arga Publising. 2010.
Ali, Yunasril. Manusia Citra Ilahi: Pengembangan Konsep Insan Kamil Ibn
„Arabi oleh al-Jilli. Jakarta: Paramadina, 1997.
AN. Ubaedy, Jangan Cuma Berserah Diri: Temukan Takdir Anda dengan
Menggali dan Melesatkan Bakat serta Potensi Diri. Yogyakarta: Sakanta
Publisher, 2010.
Apriadi, Didi dan Wishnu Dewanto. Pemuda dan Generasi Pemenang.
Jakarta:Lintas Berita. 2008.
Azhari, Kautsar. Wahdat al-Wujud dalam Perdebatan. Jakarta:Paramadina, 1995.
Azra, Azzumardi. Antara Kebebasan Dan Keterpaksaan Manusia : Pemikiran
Islam Tentang Perbuatan Manusia, Dalam Dawam Rahadjo (ed), Insān
Kāmil, Konsepsi Manusia Menurut Islam. Jakarta: Grafiti Press, 1987.
Azwar, Saifuddin. Pengantar Psikologi Inteligensi, Edisi I, Cetakan ke-3.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Baharuddin. Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoritis terhadap Fenomena.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2009.
Cooper dan A.Sawaf, Excutive EQ, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan
Organisasi ,terj:Alex Tri Kantjono. Jakarta:Gramedia Pustaka, 1998.
Dadang, Asep. Mencerdaskan Potensi IQ, EQ, dan SQ. Bandung: Globalindo,
2007.
Page 99
Descartes, Rene. Meditations on First Philosophy, Penerjemah: John Cottingham.
Sydney: Cambridge University Press, 1986.
Djaelani, Abdul Qadir. Mewujudkan Masyarakat Sejahtera dan Damai.
Surabaya:Bina Ilmu. 1997.
Fattah, Abdoel. Demokrasi Berkeadaban. Jakarta: Arga Tilanta. 2011
_______, Pembangunan Karakter Unggul Generasi Penerus Bangsa. Jakarta:
Arga Publishing. 2008.
G. Bateson. Mind and Nature .New York:Ballantine,1979.
G. Yabsir. Psikologi Kognitif. Yogyakarta:UGM, 2002.
Goleman, Daniel. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi Terj. Alex
Tri Kantjono.. Jakarta:Gramedia. 2005. Cet. 6.
H.S, Abd. Wahab dan Umiarso. Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan
Spritual. Jogjakarta:Arruz Media. 2011.
Haq, Hamka. Islam Rahmat Untuk Bangsa. Jakarta:RM Books, 2009.
Hawari, Dadang. IQ, EQ, CQ dan SQ. Jakarta: Penerbit FKUI. 2009.
Ibnu Manẓūr, Lisān al-„Arab. Baerut: Dar al-Ihya al-Turats al-Arabi, 1988.
Ja‟far. Manusia Menurut Suhrawardi al-Maqtul. Banda Aceh: Yayasan PeNa,
2011.
Al-Jīlī. Al Insān Kāmil Fi Al-Ma‟rifat Al Awakhir Wa Al-Awail, Juz II. Kairo: Dār
Al-Fikr, t.th.
Kartanegara, Mulyadi. Gerbang Kearifan. Ciputat:Lentera Hati, 2006.
_______,Nalar Religius Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia.
Jakarta:Erlangga, 2007.
Kurniawan, Erwyn dkk. Jejak Langkah Menuju Indonesia Emas 2020. Jakarta:
Arga Tilanta. 2012.
Mujib, Abdul. dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2002.
Mulyo, Hadi. Manusia Dalam Perspektif Humanisme Agama : Pandangan Ali
Syari‟ati, dalam Dawam Rahardjo (ed) . Jakarta: Grafiti Press, 1987.
Page 100
Muṭahhari, Murtaḍa. Manusia Sempurna, terj:Mulyadi. Lentera, Jakarta, 2003
________,Manusia Seutuhnya, terj.Abdillah Hamid Ba‟abud,. Bangil: YAPI,
1995.
N. Hartini, Pola Permainan Sosial:Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosi
Anak.Anima Indonesian Psychological Journal. Vol. 19, No. 3.
Nasution, Harun. Filsafat Dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang,
1983.
Nasution, Hasyimsyah. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005
Nasution, M. Yasir. Manusia Menurut al-Ghazalī. Jakarta:Raja Grafindo Persada,
2002.
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Nggermanto, Agus. Quantum Qoutient (Kecerdasan Quantum): Cara Capat
Melejitkan IQ, EQ, dan SQ Secara Harmonis. Bandung: Nuansa, 2002.
C.1.
Palacios, Asin. Ibn Al-„Arabi Hayatuhu wa Madzhabuhu, terj. Abdul al-Rahman
Badawi. Kairo:Maktabah Al-Anjalu al-Mishriyyah, 1965.
Pranata, Iwan Agung Kusuma. Pengaruh IQ, EQ, SQ Terhadap Motivasi
Berprestasi Pegawai Di Kantor Pelayanan Bead An Cukai Tipe A
Khusus Tanjung Perak Surabaya.Tesis,Universitas Airlangga, 2005.
Shapiro, Lawrence E. Mengajarkan Emotional Intellegence pada Anak,
terjemahan Ales Tri Kantjono. Jakarta:Gramedia,2003.
Shihab, M.Quraish. Wawasan al-Qur‟an; Tafsir Maudhu„i atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1996.
Siregar, Rivay. Tasawuf dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka, 2003.
Stein, Steven J. Ledakan EQ:15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih
Sukses, Terj:Raiy Januarsari dan Yudi Murtanto. Bandung:Kaifa, 2002.
Sukidi. Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual, Mengapa SQ lebih
Page 101
penting dari pada IQ dan EQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. 2009.
Sumanta. Insan Kamil dalam perspektif Tasawuf Ibn al-Arabī. Tesis S2 Fakultas
Filsafat Universitas Indonesia, Jakarta, 2003.
Sumodiningrat, Gunawan. Mencintai Bangsa Dan Negara. Jakarta: Arga Tilanta.
2010.
Tasmara, Toto. Kecerdasan Rohaniah (Transcedental Intelligence) . Jakarta:
Gema Insani, 2001.
Umar, Nasaruddin. Kajian Tematik Al-Qur‟an tentang Kemasyarakatan : Wanita
dalam Perspektif Al-Qur‟an. Bandung: Angkasa, 2008.
Uno, Hamzah B. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta:Bumi
Aksara, 2006.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab – Indonesia. Jakarta: Hida Karya, 1990.
Zohar, Danah dan Ian Marshall. SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spritual dalam
Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Terj.
Rahmani Astuti. Bandung: Mizan. 2001.