Top Banner
Comprehensive Islamic Studies - Konsep Manusia Holistik 1 KONSEP MANUSIA HOLISTIK DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN TASAWUF Meta Malihatul Maslahat Konsentrasi Psikologi Islam Program Magister Pengkajian Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta email: mmalihatulmaslahat@yahoo.com ABSTRAK Alexis Carrel dalam bukunya “Man, The Unknown” mengatakan bahwa kajian mengenai konsep manusia sejati tidak akan pernah terpahami karena manusia adalah makhluk penuh misteri yang sulit dikaji. Namun demikian, kajian mengenai manusia ini terus dilakukan baik melalui penelitian empiris-realistis (ilmu psikologi) maupun normatif keagamaan (ilmu tasawuf). Kedua disiplin ilmu ini terus menggali hakikat manusia yang sesungguhnya sehingga mengantarkannya menuju pencapaian derajat terakhir dalam kehidupan yakni menjadi manusia holistik. Menurut Viktor E. Frankl (dalam perspektif psikologi humanisme), manusia holistik dipahami sebagai makhluk yang memiliki dimensi (bio-somatic, psikis-psychical dan spiritual-noetic). Dimensi spiritual ini adalah dimensi paling utama dalam menentukan perilaku manusia yang dengannya ia mampu mencapai kebermaknaan hidup dan kebahagiaan. Kebermaknaan hidup dan kebahagiaan itu dapat dicapai melalui tiga tahapan: adanya kebebasan berkehandak (the freedom of will), keinginan untuk hidup bermakna (the will to meaning), dan menentukan pilihan serta tujuan hidup (the meaning of life). Menurut Robert Frager (dalam perspektif tasawuf) manusia holistik adalah manusia yang memiliki dimensi lahirah (jasad) dan batiniah (ruh, hati dan nafs). Dimensi batiniah, terutama hati merupakan dimensi yang paling utama dalam meraih derajat tertinggi, yang dengannya manusia mampu menjadi khalifah dimuka bumi dengan penuh cahaya keimanan, ketaqwaan, kesabaran dan ketawakalan. Menurut Lynn Wilcox, Komarudin Hidayat dan Hana Djumhana Bastaman (dalam perspektif Indigenous Psychology) mengatakan bahwa manusia holistik adalah manusia yang mampu mengintegrasikan kemampuan diri dan kemampuan yang diberikan Tuhan sehingga akal dan hatinya tercerahkan oleh pancaran cahaya pengetahuan dan sinar Ilahi. Manusia holistik ini akan terus berkembang ke arah positif, berkarya, dan mengabdi pada alam sehingga kemanapun pergi ia akan menebarkan kebajikan, ilmu pengetahuan dan kasih sayang pada lingkungannya. Kata Kunci: Manusia Holistik, Psikologi, Tasawuf, Indigenous Psychology
10

Manusia Holistik

May 14, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Manusia Holistik

Comprehensive Islamic Studies - Konsep Manusia Holistik

1

KONSEP MANUSIA HOLISTIK

DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Meta Malihatul Maslahat

Konsentrasi Psikologi Islam Program Magister Pengkajian Islam

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

email: [email protected]

ABSTRAK

Alexis Carrel dalam bukunya “Man, The Unknown” mengatakan bahwa

kajian mengenai konsep manusia sejati tidak akan pernah terpahami karena

manusia adalah makhluk penuh misteri yang sulit dikaji. Namun demikian, kajian

mengenai manusia ini terus dilakukan baik melalui penelitian empiris-realistis

(ilmu psikologi) maupun normatif keagamaan (ilmu tasawuf). Kedua disiplin ilmu

ini terus menggali hakikat manusia yang sesungguhnya sehingga mengantarkannya

menuju pencapaian derajat terakhir dalam kehidupan yakni menjadi manusia

holistik.

Menurut Viktor E. Frankl (dalam perspektif psikologi humanisme),

manusia holistik dipahami sebagai makhluk yang memiliki dimensi (bio-somatic, psikis-psychical dan spiritual-noetic). Dimensi spiritual ini adalah dimensi paling

utama dalam menentukan perilaku manusia yang dengannya ia mampu mencapai

kebermaknaan hidup dan kebahagiaan. Kebermaknaan hidup dan kebahagiaan itu

dapat dicapai melalui tiga tahapan: adanya kebebasan berkehandak (the freedom of will), keinginan untuk hidup bermakna (the will to meaning), dan menentukan

pilihan serta tujuan hidup (the meaning of life). Menurut Robert Frager (dalam

perspektif tasawuf) manusia holistik adalah manusia yang memiliki dimensi

lahirah (jasad) dan batiniah (ruh, hati dan nafs). Dimensi batiniah, terutama hati

merupakan dimensi yang paling utama dalam meraih derajat tertinggi, yang

dengannya manusia mampu menjadi khalifah dimuka bumi dengan penuh cahaya

keimanan, ketaqwaan, kesabaran dan ketawakalan.

Menurut Lynn Wilcox, Komarudin Hidayat dan Hana Djumhana Bastaman

(dalam perspektif Indigenous Psychology) mengatakan bahwa manusia holistik

adalah manusia yang mampu mengintegrasikan kemampuan diri dan kemampuan

yang diberikan Tuhan sehingga akal dan hatinya tercerahkan oleh pancaran cahaya

pengetahuan dan sinar Ilahi. Manusia holistik ini akan terus berkembang ke arah

positif, berkarya, dan mengabdi pada alam sehingga kemanapun pergi ia akan

menebarkan kebajikan, ilmu pengetahuan dan kasih sayang pada lingkungannya.

Kata Kunci: Manusia Holistik, Psikologi, Tasawuf, Indigenous Psychology

Page 2: Manusia Holistik

Comprehensive Islamic Studies - Konsep Manusia Holistik

2

PENDAHULUAN

Citra diri manusia dalam pandangan psikologi dan tasawuf sampai

sekarang masih diperdebatkan. Psikologi yang bangga dengan konsep “humanisme-

nya”, sebenarnya dangkal dan asing dalam kajian tasawuf. Tasawuf dengan konsep

bahwa manusia itu “hamba Tuhan” yang berada dalam takdir-Nya, dalam

pandangan psikologi mereka seolah-olah kehilangan peran dalam menjalankan

kehidupan.1 Alexis Carrel, dalam bukunya “Man, The Unknown” mengatakan

bahwa sejak zaman para filosof Yunani Purba2 sampai era Pascamodern saat ini,

belum ada yang tuntas membahas mengenai citra diri manusia yang sesungguhnya.

Menurutnya, manusia adalah makhluk unik penuh misteri yang sulit untuk dikaji.3

Meskipun demikian, fakta menunjukan bahwa kajian-kajian tentang manusia baik

yang bersifat empiris-realistis maupun normatif keagamaan terus-menerus

dilakukan termasuk oleh disiplin ilmu psikologi4 dan tasawuf.

5

Disiplin ilmu psikologi adalah disiplin ilmu yang mengkaji manusia dari

aspek lahirah yang menggunakan metodologi empiris-eksperimental berdasarkan

pada kekuatan logika dan penalaran kritis serta rasional, sedangkan disiplin ilmu

tasawuf mengkaji manusia dari aspek batiniah dengan menggunakan metodologi

normatif keagamaan yang berdasarkan pada pengalaman batin.6

1 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2009), 237. 2 Socrates (468-399 SM) yang hidup pada zaman Yunani Purba diakui sebagai ahli

filsafat pertama yang menelaah hakikat dan citra manusia. Tema sentral ajarannya

terangkum dalam semboyan “Gnoti Seauton” (Kenali dirimu) yang pada hakikatnya

menanyakan tentang apa dan siapa manusia?. Lihat: Phaidon, Dialog Socrates tentang Tubuh – Jiwa, terjemahan Yayasan Pengembangan Ilmu (Bandung: Sinar Baru, 1986), 3.

3 Alexis Carrel, Man, the Unknown (New York: Harper and Row Publisher, 1967),

3-5. Dia adalah seorang pemenang hadiah nobel yang dalam bukunya telah menggambarkan

kemajemukan dan kerahasiaan manusia. 4 Disiplin ilmu psikologi adalah cabang sains yang membahas perilaku, perbuatan,

proses mental, alam pikiran, diri atau juga ego. Lihat: M. S. Bhatia, Dictionary of Psychology and Allied Sciences (New Delhi: New Age International, 2009), 342. Sejarah

lahirnya ilmu psikologi dikenalkan oleh Wilhelm Wundt yang mendirikan laboratorium

psikologi pada tahun 1879 di Universitas Leipzig, Jerman. Lihat: Dai Jones and Jonathan

Elcock, History and Theory of Psychology (New York: Oxford University Press, 2001), 16. 5

Menurut Oesman Bakar dan A. E. Afifi, ilmu tasawuf adalah ilmu yang mengkaji

tentang dimensi kejiwaan, sifat dan fungsinya serta tujuan akhir dari aktivitas daya jiwa.

Lihat: Ikhrom, “Psikologi Islam: Titik Temu Antara Tasawuf, Psikologi Agama dan

Kesehatan Mental,” Jurnal Teologia, Volume 19, Nomor 1 (Januari 2008), 11,

mshohib.staff.umm.ac.id/.../Titik-singgung-tasawuf-psikologi-agama-dan kesehatan mental (diakses pada tanggal 31 Maret 2015).

6 Komarudin Hidayat, Menyinari Relung-Relung Ruhani (Jakarta: IIMAN &

HIKMAH, 2002), 15.

Page 3: Manusia Holistik

Comprehensive Islamic Studies - Konsep Manusia Holistik

3

Kedua disiplin ilmu ini pada kenyataannya memang memiliki perbedaan

aspek dan metodologi dalam mengkaji manusia, namun sebenarnya tujuan dari

kedua disiplin ilmu ini hampir memiliki kesamaan. Psikologi yang memiliki tujuan

mengantarkan manusia untuk menemukan makna hidup sehingga kehidupannya

menjadi bermakna (the meaningful life) dan pribadinya bahagia (happiness).7 Adapun ilmu tasawuf, memiliki tujuan mengantarkan manusia untuk kembali dan

bersatu dengan Asalnya yaitu Ruh yang Suci.8 Lyyn Wilcox dalam bukunya

“Psikologi Berjumpa Ilmu Tasawuf”, berpendapat bahwa disiplin psikologi dan

tasawuf sebenarnya dapat saling mengisi dan melengkapi. Menurutnya, mengkaji

citra diri manusia yang holistik ibarat mempelajari karakteristik sebuah lampu.

Psikologi sebagai ilmu sains mengkaji karateristik lampu dari hal yang terlihat

seperti: berapa voltagenya, bagaimana bentuknya dan terbuat dari bahan apa?

Sedangkan concern tasawuf sebagai ilmu batin mengkaji bagaimana

menghubungkan lampu dengan sumbernya sehingga menjadi terang dan menerangi

sekitarnya.9

Tertarik dengan apa yang telah disampaikan oleh Lyyn Wilcox, penelitian

ini ingin menggali lebih komprehensif mengenai manusia holistik. Apakah kajian

manusia holistik hanya dapat dipahami melalui pendekatan psikologi atau hanya

pendekatan tasawuf saja? Atau dapat dipahami dengan memadukan kedua

pendekatan tersebut?

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka fokus kajian dalam

penelitian ini yaitu ingin menggali formula yang tepat dan komprehensif dalam

mengkaji manusia holistik. Menurut Komarudin Hidayat, manusia holistik adalah

manusia yang akal dan hatinya tercerahkan oleh pancaran cahaya pengetahuan dan

sinar Ilahi sehingga kemanapun pergi akan selalu menebarkan ilmu, kebajikan, dan

kasih sayang pada lingkungannya.10

MANUSIA HOLISTIK DALAM KAJIAN PSIKOLOGI HUMANISME11

Viktor E. Frankl, dalam prosiding “The Concept of Man in Psychotherapy” mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki dimensi kesatuan utuh

antara dimensi ragawi, kejiwaan dan spiritual (bio, psycho, and spiritual- somatic,

7 Hana Djumhana Bastaman, Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna

Hidup dan Meraih Hidup Bermakna (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), 233-238. 8 Yunasril Ali, “Problema Manusia Modern dan Solusinya dalam Perpektif

Tasawuf” Jurnal Tasawuf, Vol. 1, No. 2 (Juli 2012), 211-213. 9 Lynn Wilcox, Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf, terjemahan IG Harimurti

Bagoesokka (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), 8. 10

Komarudin Hidayat, Menyinari Relung…, 21. 11

Dalam mengkaji manusia holistik perspektif psikologi humanis ini, peneliti akan

memfokuskan kajiannya terhadap pandangan Viktor E. Frankl. Ia adalah seorang pakar

psikologi humanistik yang terkenal dengan konsep logoterapinya. Ia juga seorang Profesor

Neurologi dan Psikiater pada Fakultas Kesehatan Universitas Wina dan Profesor logoterapi

di Universitas Internasional United States (Sandiago). Lihat: Viktor E. Frankl, Man’s Search for Ultimate Meaning (Canada: Basic Books, 2000), 187.

Page 4: Manusia Holistik

Comprehensive Islamic Studies - Konsep Manusia Holistik

4

psychical, and noetik).12 Diantara ketiga dimensi tersebut, dimensi spiritual adalah

dimensi yang sangat penting dalam diri manusia yang dengan adanya dimensi ini

maka eksistensi manusia ditandai oleh tiga hal yaitu: kerohanian (spirituality), kebebasan (freedom), dan tanggung jawab (responsibility).13

Menurut Fabry,

jangkauan ragawi itu sangat terbatas (in the dimension of body we are imprisoned), jangkauan pikiran jauh lebih luas (in the dimension of mind we are driven), sedangkan jangkauan ruhani hampir tidak terbatas (in the dimension of soul we are free).14 Di samping itu, manusia dalam pandangan psikologi humanis diartikan

sebagai seseorang yang mampu melakukan self detachment yaitu kemampuan yang

dengannya ia sadar terhadap diri sendiri dan lingkunganya sehingga ia mampu

merencanakan dan menentukan apa yang terbaik bagi dirinya (the self determining being).15

Menurut Eric Fromm, manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap

lingkungannya yang dengannya ia dapat bersosialisasi dan berinteraksi

(socialization) dan mampu memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya

(assimilization). Oleh karenanya, manusia sangat berbeda dengan hewan,

tumbuhan atau makhluk lainnya. Manusia mampu mengubah dan mengolah

lingkungannya (alloplastic) sedangkan hewan hanya dapat mengubah dirinya untuk

beradaptasi dengan lingkungannya (autoplastic).16 Setelah memahami konsep manusia dalam pandangan psikologi humanis

maka hal selanjutnya adalah mengetahui bagaimana cara untuk menjadi manusia

yang holistik. Viktor E. Frankl dalam konsep logoterapinya, menjelaskan

kerangka-berpikir pengembangan diri menuju manusia holistik, di antaranya

sebagai berikut: adanya kebebasan dalam berkehendak (the freedom of will), hasrat

untuk hidup bermakna (the will to meaning) dan menetapkan makna hidup (the meaning of life). Ketiga landasan tersebut jika dikembangkan dan dilaksanakan

maka akan mengantarkannya menjadi manusia holistik yang menjalani kehidupan

ini dengan penuh makna (the meaningful life) dan bahagia (happiness).17

12

Trace Piltre “Logotherapy: Infusing Conselor Education With Meaningful

Spirit”, International Journal of Existential Psychology and Psychotherapy, Volume 4,

Number 1 (July, 2012), 60-61, (accessed April 1, 2015). 13

Viktor E. Frankl, “The Concept of Man in Psychotherapy” Proceeding of the Royal Society of Medicine, Vol. 47 (June 15, 1954), 979, (accessed April 2, 2015).

14 Fabry, J. C., The Pursuit of Meaning (San Fransisco: Harper and Row, 1980),

20. 15

Hana Djumhana Bastaman, Logoterapi: Psikologi…, 76-79. 16

Erich Fromm, Man for Himself, an Inquiry into the Psychology of Ethics (London: Routledge and Kegan Paul, 1967), Cet. 5, 3-10.

17 Viktor E. Frankl, Man’s Search for Meaning Life (Boston: Beacon Press, 1992)

103-114.

Page 5: Manusia Holistik

Comprehensive Islamic Studies - Konsep Manusia Holistik

5

Adapun karakteristik manusia holistik menurut Viktor E. Frankl ialah dia

yang memiliki nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan

(experiental values), dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values),18 untuk lebih

jelasnya perhatikanlah tabel di bawah ini:

No. Nilai Dasar

Manusia Holistik

Kepribadian yang Teraktualisasi

1. Nilai-nilai kreatif

(Creative values) Berkarya, bekerja dengan giat, menciptakan

sesuatu yang baru, melaksanakan tugas dan

kewajiban dengan sebaik-baiknya dan penuh

tanggung jawab.

2. Nilai-nilai penghayatan

(Experiental values) Keyakinan atas kebenaran, kebajikan serta

penghayatan atas nilai-nilai estetika, iman, dan

cinta kasih.

3. Nilai-nilai bersikap

(Attitudinal values) Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran,

keberanian dalam menghadapi kenyataan hidup

saat menderita maupun bahagia.

MANUSIA HOLISTIK DALAM KAJIAN TASAWUF19

Akbar Husain dalam bukunya “Islamic Psychology: Emergence of New a Field” mengatakan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki dimensi

lahiriah (jasad) dan batiniah (nafs, qalb, dan ruh).20 Kedua dimensi itu menjadi satu

sehingga terbentuklah manusia yang memiliki potensi suci (fitrah). Potensi suci ini

18

Hana Djumhana Bastaman, Menyinari Relung-Relung Ruhani (Jakarta: IIMAN

& HIKMAH, 2002), 177-181. 19

Dalam mengkaji manusia holistik perspketif tasawuf ini, peneliti akan

memfokuskan kajiannya terhadap pandangan Robert Frager (Syekh Ragib al-Jerahi). Ia

adalah seorang mursyid dan pengajar tasawuf di Amerika. Ia juga banyak menulis buku-

buku tasawuf yang menggunakan pendekatan psikologi. Oleh karenanya, ia mendirikan

lembaga khusus untuk pengkajian ilmu tersebut. Lembaga ini diberi nama Institute Transpersonal of Psychology yang didirikan di California. Lihat: Robert Frager, Hati, Diri dan Jiwa, terjemahan Hasmiyah Rauf (Jakarta, PT Serambi Ilmu Semesta, 2005), 11-28.

20 Akbar Husain, Islamic Psychology: Emergence of New a Field (New Delhi:

Global Vision Publishing House, 2006), 9.

MANUSIA

HOLISTIK

Dimensi mansia:

bio, psikis, spiritual

(somatic, psychical noetic)

Metode pengembangan diri menuju manusia

holistik: the freedom of will, the will to meaning,

the meaning of life.

Human who get meaningful life

and happiness

Page 6: Manusia Holistik

Comprehensive Islamic Studies - Konsep Manusia Holistik

6

yang akan membimbingnya menuju manusia holistik yang bertauhid, bertaqwa,

bertawakal, ikhlas dan mampu menjadi khalifah di bumi ini.21

Menurut Robert Frager, diantara dimensi lahiriah dan batiniah yang ada

pada manusia, dimensi batiniah merupakan dimensi yang paling utama yang

mampu menggerakkan segala aktifitas manusia dan mengantarkannya menjadi

pribadi ideal atau sebaliknya. Dimensi batiniah yang berpengaruh ini berpusat di

hati.22

Hal ini sebagaimana hadith yang disampaikan Nabi Saw sebagai berikut:

ذإ صلحت ن في إلجسدي مضغة إ

إلقلب إ ذإ فسدت فسد إلجسد كه أل وهي

صلح إلجسد كه وإ

Artinya:“Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila ia baik maka baik pula seluruh tubuh dan apabila rusak maka rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (H. R. Bukhari)

23 Robert Frager sebagaimana yang ia kutip dari Hakim at-Tirmidhi,

24 hati

manusia memiliki empat stasiun diantaranya dada (shadr), hati (Qalb), hati lebih

dalam (lubb), lubuk hati terdalam (fuad).25 Setiap stasiun menampung sinar cahaya

yang dengannya ia berperilaku. Dada menampung cahaya amaliah dari bentuk

praktek keagamaan, hati menampung cahaya iman, hati lebih dalam menampung

cahaya makrifat dan pengetahuan akan kebenaran spiritual, sedangkan lubuk hati

terdalam menampung cahaya kesatuan dan cahaya keunikan. Jika keempat stasiun

itu dijaga dengan baik maka ia akan menjadi manusia holistik yakni manusia yang

mampu menyimbangkan kondisi batin (hati, nafsu dan ruh). Namun demikian, jika

keempat stasiun tersebut tidak seimbang karena tidak dijaga maka kondisi

batinnya akan sakit dan menderita, untuk lebih jelasnya lihatlah table di bawah

ini26

:

No. Stasiun

Hati

Tingkatan Kondisi Hati Metode Pemeliharaan

Kondisi Hati

1. Dada

(Shadr) - Cahaya amaliah

- Pengetahuan tindakan yang benar

- Jika tidak seimbang maka nafsu

tirani yang menguasainya

Ibadah, doa, derma,

pelayanan, dan

pengamalan dasar

agama

2. Hati

(Qalb) - Cahaya iman

- Beriman

Beriman, bertaqwa dan

bertawakal

21

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2001), 85 22

Robert Frager, Hati, Diri…, 43. 23

Lidwa Pusaka I – Software - Imam Bukhari, Shahih Bukhari (Kitab Iman, Bab

Keutamaan orang yang memelihara agamanya), No. Hadist : 50. 24

Hakim at-Tirmidhi adalah seorang guru sufi yang hidup pada abad ke delapan

tahun Masehi. Dalam istilah Arab, empat stasiun ini adalah shadr (dada), qalb (hati), fu’ad (hati lebih dalam) dan lubb (lubuk hati terdalam). Lihat: Robert Frager, Hati, Diri…, 309.

25 Robert Frager, Hati, Diri…, 57.

26 Robert Frager, Hati, Diri…, 52-83

Page 7: Manusia Holistik

Comprehensive Islamic Studies - Konsep Manusia Holistik

7

- Pengetahuan batin

- Jika tidak seimbang maka ia akan

merasa menyesal

3. Hati

lebih

dalam

(Lubb)

- Cahaya makrifat

- Kearifan

- Pengetahuan batiniah

- Terilhami

Bertauhid dan ihsan

4. Lubuk

hati

terdalam

(Fuad)

- Cahaya kesatuan dan keunikan

- Bersatu

- Sikap Ilahiah

- Tenteram

Tazkiyatun Nafs,

transforamsi batiniah

dan trandensi diri pada

Ilahi27

Oleh karena itu, konsep manusia holistik perspektif tasawuf dapat

disimpulkan dalam bagan di bawah ini:

Berdasarkan kajian manusia holistik di atas, baik yang ditinjau dari segi

pendekatan psikologi maupun tasawuf maka hasil analisis peneliti menunjukan

bahwa ada persamaan dan perbedaan mengenai kajian manusia holistik.

Persamaannya yaitu manusia holistik menurut psikologi maupun tasawuf sama-

sama memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meraih kehidupan yang bermakna dan

bahagia. Adapun perbedaanya yaitu, kehidupan bermakna dan bahagia dalam

pandangan psikologi masih pada tahap duniawi (lahiriah) sedangkan kehidupan

bermakna dan bahagia dalam pandangan tasawuf tidak hanya pada tahap duniawi

tapi juga ukhrowi. Di samping itu, metode pengembangan diri menuju manusia

holistik dalam pandangan psikologi masih bersifat antroposentris sedangkan

metode pengembangan diri menuju manusia holistik dalam pandangan tasawuf

lebih bersifat teosentris. Menurut Hana Djumahan Bastaman, orientasi filsafat

antroposentris psikologi idealnya dapat berintegrasi dengan orientasi teosentris

27

Salah satu tujuan ilmu tasawuf adalah bersatunya manusia dengan Tuhan

dengan cara mentransformasikan diri sehingga manusia mampu mentrandensikan dirinya

meski tebatas menuju Tuhan yang tiada batas. Lihat: S. Hamdani, “Tasawuf Sebagai Solusi

Krisis Spiritual Bangsa Indonesia”, Jurnal Tasawuf, Vol. 1, No. 2 (Juli 2012), 261.

MANUSIA

HOLISTIK

Dimensi mansia: Lahiriah

(jasad) dan Batiniah

(hati, nafs dan ruh)

Metode menuju manusia holistik: Ibadah, doa,

beriman, bertaqwa, bertawakal, ihsan,

tazkiyatun nafs, transformasi batin

- Cahaya amaliah (bertindak benar)

- Cahaya iman (beriman)

- Cahaya makrifat (arif)

- Cahaya kesatuan dan keunikan (bersatu)

Page 8: Manusia Holistik

Comprehensive Islamic Studies - Konsep Manusia Holistik

8

tasawuf sehingga dapat terwujud pengembangan orientasi filsafat baru dalam

mengkaji manusia holistik yaitu orientasi filsafat antropo-religus-sentris.28

Oleh karena itu, dalam hal ini peneliti lebih mendukung pernyataan Lyyn

Wilcox, Komarudin Hidayat, dan Hana Djumhana Bastaman (perspektif

Indigenous Psychology) yang mengatakan bahwa manusia holistik adalah

manusia yang mampu mengintegrasikan kemampuan diri dan kemampuan

yang diberikan Tuhan sehingga akal dan hatinya tercerahkan oleh pancaran

cahaya pengetahuan dan sinar Ilahi. Manusia holistik ini akan terus

berkembang ke arah positif, berkarya, dan mengabdi pada alam sehingga

kemanapun pergi ia akan menebarkan kebajikan, ilmu pengetahuan dan

kasih sayang pada lingkungannya. Adapun konsep manusia holistik

perspektif Indigenous Psychology dapat disimpulkan dalam bagan di bawah

ini:

KESIMPULAN

Manusia holistik dalam perspektif psikologi adalah manusia yang mampu

menemukan makna hidup sehingga hidupnya bermakna dan bahagia. Metode yang

dilakukan untuk sampai pada manusia holistik yaitu dengan adanya kebebasan

berkehendak, adanya keinginan untuk hidup bermakna dan menentukan keinginan

yang jelas untuk mencapainya. Karakteristik manusia holistik ini diantaranya

memiliki nilai kreatif, nilai penghayatan dan nilai bersikap.

Adapun manusia holistik dalam perspektif tasawuf adalah manusia yang

mampu menyimbangkan kondisi batiniah terutama hati supaya tetap terjaga dan

terpelihara sehingga hatinya tenteram. Orang yang memiliki hati yang tenteram

inilah yang kemudian disebut sebagai manusia holistik yaitu ia yang yang beriman,

bertaqwa, dan bertawakal. Namun demikian, jika manusia holistik itu dikaji

dengan menggunakan pendekatan psikologi dan tasawuf (Indigenous Psychology) maka ia akan menjadi manusia yang arif, berpengetahuan luas dan selalu

menebarkan kasih sayang terhadap semua orang.

28

Hana Djumahana Bastaman, “Dari Antroposentris ke Antropo-Religius Sentris:

Telaah Kritis atas Psikologi Humanistik”, Jurnal Kalam, Volume. 3, No. 5 (1993), 1-3,

(diakses pada 2 April 2015).

MANUSIA

HOLISTIK

Integrasi Kemampuan diri

(akal) dan Kemampuan dari

Tuhan (hati)

Metode menuju manusia holistik:

berkembang ke arah positif,

berkarya, dan mengabdi pada alam

- Berwawasan luas

- Penyebar kebajikan

- Menebar kasih sayang pada lingkungan

Page 9: Manusia Holistik

Comprehensive Islamic Studies - Konsep Manusia Holistik

9

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Ali, Yunasril. “Problema Manusia Modern dan Solusinya dalam Perpektif

Tasawuf.” Jurnal Tasawuf, Vol. 1, No. 2 (Juli 2012): 211-213.

Bastaman, Hana Djumahana. “Dari Antroposentris ke Antropo-Religius Sentris:

Telaah Kritis atas Psikologi Humanistik.” Jurnal Kalam, Volume. 3, No. 5

(1993): 1-3, (diakses pada 2 April 2015).

E. Frankl, Viktor. “The Concept of Man in Psychotherapy” Proceeding of the Royal Society of Medicine, Vol. 47 (June 15, 1954): 979, (accessed April

2, 2015).

Ikhrom. “Psikologi Islam: Titik Temu Antara Tasawuf, Psikologi Agama dan

Kesehatan Mental.” Jurnal Teologia, Volume 19, Nomor 1 (Januari 2008):

11, mshohib.staff.umm.ac.id/.../Titik-singgung-tasawuf-psikologi-agama-dan kesehatan mental (diakses pada 31 Maret 2015).

Piltre, Trace. “Logotherapy: Infusing Conselor Education With Meaningful Spirit”,

International Journal of Existential Psychology and Psychotherapy, Volume 4, Number 1 (July, 2012): 60-61, (accessed April 1, 2015).

S. Hamdani. “Tasawuf Sebagai Solusi Krisis Spiritual Bangsa Indonesia.” Jurnal Tasawuf, Vol. 1, No. 2 (Juli 2012): 261.

Buku

Bastaman, Hana Djumhana. Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2007.

Bastaman, Hana Djumhana. Menyinari Relung-Relung Ruhani. Jakarta: IIMAN &

HIKMAH, 2002.

Carrel, Alexis. Man, the Unknown. New York: Harper and Row Publisher, 1967.

E. Frankl, Viktor. Man’s Search for Meaning Life. Boston: Beacon Press, 1992.

E. Frankl, Viktor. Man’s Search for Ultimate Meaning. Canada: Basic Books,

2000.

Fabry, J. C. The Pursuit of Meaning. San Fransisco: Harper and Row, 1980.

Frager, Robert. Hati, Diri dan Jiwa, terjemahan Hasmiyah Rauf. Jakarta, PT

Serambi Ilmu Semesta, 2005.

Fromm, Erich. Man for Himself, an Inquiry into the Psychology of Ethics. London: Routledge and Kegan Paul, 1967.

Hidayat, Komarudin. Menyinari Relung-Relung Ruhani. Jakarta: IIMAN &

HIKMAH, 2002.

Husain, Akbar. Islamic Psychology: Emergence of New a Field. New Delhi: Global

Vision Publishing House, 2006.

Jones, Dai and Jonathan Elcock. History and Theory of Psychology. New York:

Oxford University Press, 2001.

Page 10: Manusia Holistik

Comprehensive Islamic Studies - Konsep Manusia Holistik

10

Lidwa Pusaka I – Software - Imam Bukhari, Shahih Bukhari (Kitab Iman, Bab

Keutamaan orang yang memelihara agamanya. No. Hadist : 50.

M. S. Bhatia. Dictionary of Psychology and Allied Sciences. New Delhi: New Age

International, 2009.

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2001.

Phaidon. Dialog Socrates tentang Tubuh – Jiwa, terjemahan Yayasan

Pengembangan Ilmu. Bandung: Sinar Baru, 1986.

Schimmel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus,

2009.

Wilcox, Lynn. Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf, terjemahan IG Harimurti

Bagoesokka. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003.