Top Banner
Manusia dan Kebudayaan Daerah Maluku dan Minahasa Oleh : Ridho Pratama Satria Kelompok : 13 Jurusan : Sastra Inggris Fakultas : Ilmu Budaya
21

Manusia dan Kebudayaan Daerah Maluku dan Minahasa

Mar 29, 2023

Download

Documents

Denny Helard
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

Manusia dan Kebudayaan Daerah Maluku dan Minahasa

Oleh : Ridho Pratama SatriaKelompok : 13

Jurusan : Sastra InggrisFakultas : Ilmu Budaya

Page 2: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

Universitas AndalasTahun Ajaran 2014/2015

Kata Pengantar

Asalamua’laikum Wr. Wb.

Saya sangat bersyukur kehadirat Allah Swt yang telah memberi saya kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini, dan juga Salam tiada henti kita kirimkan kepada Nabi Muhammad Saw yang telah membawa kita dari alam yang tidak diketahuinya ilmupengetahuan sampai sekarang dimasa yang benar-benar sangat berlimpah akan ilmu pengetahuan ini.

Saya berterimakasih kepada beberapa sumber yang membantusaya untuk menuliskan makalah ini sebagai bagian dari tugasmata kuliah Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Semoga makalahini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadisumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswaUniversitas Andalas. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyakkekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,  kepada semuapihak  saya  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuatan makalah saya  di  masa yang  akan  datang dan mengharapkankritik dan saran dari para pembaca.

Padang, November 2014

2

Page 3: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

Penyusun

Kata Pengantar Daftar Isi

I. Kebudayaan Minahasa a. Lokasi .........................................3b. Lingkungan alam ............................... 3c. Demografi ......................................3d. Pola perkampungan ..............................4e. Sistem kemasyarakatan dan kekerabatan ............ 5f. Nilai dan contoh kebudayaan ....................7

II. Kebudayaan Malukua. Lokasi, lingkungan alam, dan demografi ..........8b. Sistem Kemasyarakatan dan kekerabatan...........10c. Nilai dan contoh kebudayaan....................10

3

Page 4: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

I. Kebudayaan Minahasa a. Lokasi

Minahasa terletak di bagian timur-laut jazirah Sulawesi

Utara, di antara 0 derajat 51’ dan 1 derajat 51’ 40’ lintang

Utara dan 124 derajat 18’ 40’ dan 125 derajat 21’ 30’ bujur

Timur. Luas Minahasa 5273 Km², sedangkan luas wilayah pulau-

pulau sekitarnya 169 Km². Daerah Minahasa termasuk juga dengan

beberapa pulau kecil di bagian Utara, seperti pulau Manado

Tua, Bunaken, Siladen, dan Naen. Tetangga-tetangga Minahasa

ialah Sangir Talaud di bagian Utara dan Bolaang Mongondow di

bagian selatan.

b. Lingkungan alam

Kawasan Minahasa berupa daerah vulkanik muda. Sifat-sifat

khasnya ialah berbagai tepi gunung yang curam, diselingi oleh

sungai-sungai kecil yang mengering sesudah mengalir cepat dan

singkat ke laut. Di Minahasa terdapat empat gunung tinggi yang

penting, yaitu Kalabat di Utara, Lokon dan Mahawu di tengah,

dan Soputan di Selatan. Selain juga ada beberapa gunung lain,

yakni gunung Dua Saudara, Masarang, Tampusu, Manimporok,

Lolombulan, Lengkoan, dan pegunungan Lembean. Sungai-sungai

yang terdapat di Minahasa, antara lain sungai Tondano,

4

Page 5: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

Ranoyapo, Poigar, dan sebagainya. Di tengah Minahasa terdapat

suatu dataran tinggi (700m) dengan danau Tondano di tengahnya.

Di daerah itu dan di wilayah-wilayah datar lainnya ditanami

padi pada wilayah yang beririgasi, jagung di tebing-tebing

gunung beserta sayur-mayur, kelapa di sepanjang pantai dan

pohon cengkeh di wilayah yang lebih tinggi. Iklim Minahasa

tropis dan basah, dengan curah hujan rata-rata 2.000 sampai

4.000 mm. Dalam satu tahun terdapat dua musim, yakni musim

hujan yang berlangsung sejak bulan Oktober sampai Maret dan

musim panas dari bulan April sampai September.

 

c. Demografi

Orang Minahasa menyebut diri mereka orang Manado atau

Touwenang (orang Wenang), orang Minahasa, dan juga Kawanua.

Masyarakat asli Minahasa terbagi ke dalam 8 sub-etnik atau

suku bangsa, yakni:

1.      Tonsea; terdapat di sekitar Timur Laut Minahasa.

2.      Tombulu; terdapat di sekitar Barat Laut danau Tondano.

3.      Tontemboan/Tompakewa; terdapat di sekitar Barat Daya

Minahasa.

4.      Toulour; terdapat di bagian Timur dan pesisir danau

Tondano.

5.      Tonsawang; terdapat di bagian tengah dan Selatan

Minahasa.

6.      Pasan atau Ratahan; terdapat di bagian Tenggara

Minahasa.

7.      Ponosakan; di bagian Tenggara Minahasa.

5

Page 6: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

8.      Bantik; terdapat di beberapa tempat di pesisir Barat

Laut Utara dan Selatan kota Manado.

d. Pemerintahan tradisonal dan pola perkampungan

Kebanyakan masyarakat Minahasa berdiam di daerah pedesaan.

Pada masa lalu, kesatuan hidup setempat terkecil di Minahasa

disebut banua atau wanua (desa). Pemerintahan banua atau wanua

ini dipimpin oleh hukumtua atau kepala desa, dalam menjalankan

pemerintahannya Hukumtua dibantu oleh sejumlah petugas yang

disebut pamong desa. Petugas atau pamong yang membantu

Hukumtua antara lain juru tulis, mantri air, kepala jaga,

meweteng,kepala jaga polisi, dan palakat idang pemerintahan

juga bertugas pada kegiatan lain seperti pembangunan desa,

gotong royong atau kerja bakti. Dalam kegiatan ini hukumtua

juga dibantu oleh sejumlah orang yang biasa disebut Tua-tua

Kampung. Mereka ini terdiri atas pimpinan agama setempat, para

guru, dan mantan-mantan Hukumtua, pelaksanaan setiap kegiatan

didahului dengan rapat yang dihadiri oleh pamong desa bersama

tua-tua kampung.

Setiap Banua atau wanua yang terdapat di Minahasa terbagi

atas beberapa wilayah kecil yang disebut jaga,dan setiap jaga

juga terbagi menjadi beberapa wilayah kecil yang terdiri atas

sejumlah rumah. Wilayah jaga berada di bawah kekuasan Kepala

jaga yang dibantu oleh meweteng. Selain pembagian tersebut,

setiap desa bila ditinjau dari pembagian secara agama

(protestan) terdiri atas kolom-kolom yang dipimpin oleh

Panatua yang dibantu oleh samasit (wanita) dan atau samas

(laki-laki).

6

Page 7: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

Sementara Pendeta tetap bertindak sebagai pemimpin agama.

Pelapisan sosial yang ada di Minahasa terutama di daerah

pedesaan dapat dikelompokkan berdasar pangkat atau jabatan

(Hukumtua,kepala jaga, Meweteng dan sebagainya), agama

(Pendeta, Guru Jumat, Panatua), pendidikan (guru), dan materi

atau kekayaan (tousiga = orang kaya, tou lengei orang =

miskin, dan sebagainya). Hingga kini pelapisan sosial yang

masih ada di tengah masyarakat berdasar pada pendidikan,

pangkat, dan kekayaan.Pola perkampungan desa di Minahasa

bersifat menetap, mengelompok, dan padat. Kelompok rumah-rumah

dalam desa memanjang mengikuti jalan raya. Rumah tradisional

berbentuk panggung dengan tinggi 5-10 meter, dengan maksud

untuk menghindari gangguan binatang buas dan gangguan musuh,

misalnya perampok-perampok yang datang dari luar daerah

seperti dari kepulauan Mindanauw, orang Tidore, dari Maluku,

dan orang Bajo/Wajo. Pada masa lalu, kampung-kampung di Minahasadipagar rapat dan kuat dengan tiang-tiang kayu. Hal ini dimaksudkan

untuk "benteng" pertahanan. Pada masa itu masih sering terjadi

perang antar kelompok. Wale atau rumah-rumah pada masa itu berupa

bangunan tempat tinggal yang berdiri di atas tiang-tiang yang cukup

tinggi. Untuk naik atau masuk ke rumah menggunakan tangga. Tangga

ini diangkat ke atas bila tidak digunakan sehingga musuh tidak mudah

naik atau masuk ke rumah.

Seiring perkembangan zaman, konflik atau perang antar kelompok

berangsur-angsur mulai hilang dan akhirnya hilang. Berkaitan dengan

ini, bentuk rumah pun juga berubah. Tiang¬-tiang rumah tidak

setinggi dulu lagi, bahkan ada yang merapat atau tapas tanah. Rumah

tradisional orang Minahasa umumnya berbentuk rumah panggung yang

berbahan kayu dan beratap rumbia dan ada pula dari seng. Kolong

7

Page 8: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

rumah berfungsi sebagai godong (gudang). Di samping rumah atau

tempat tinggal, mereka juga membuat pondok-pondok di areal

perladangan disebut sabuwa atau di areal persawahan disebut terung.

Pondok ini digunakan untuk berteduh/beristirahat dari hujan dan

panas sewaktu bekerja di ladang atau sawah.

Sebuah desa (kampung) biasanya terdiri atas bangunan rumah

tempat tinggal, gereja, pasar atau warung, sekolah dan bangunan

lainnya. Sebagai prasarana penghubung antar penduduk dibangun jalan

desa dan lorong. Rumah penduduk biasanya menghadap ke jalan atau

lorong. Jarak antara rumah masih lega sehingga dapat ditanami pohon

buah-buahan, sayur-sayuran, rempah-rempah, dan bunga-bunga di dalam

areal pekarangan.

e. Sistem Kemasyarakatan dan Kekerabatan

Kelompok kekerabatan di Minahasa dimulai dari bentuk yang

terkecil yakni keluarga batih, yang disebut sanggawu (sangga=

satu; awu= dapur). Sanggawu dapat berupa pasangan suami istri

sendiri, atau beserta anak, baik anak kandung maupun anak

angkat. Terbentuknya sanggawu dimulai dari pernikahan antara

seorang wanita dan pria yang pada umumnya bukan hasil

penjodohan yang tegas dari pihak orang tua. Setiap orang bebas

menentukan jodohnya, asalkan bukan pasangan yang masih

memiliki hubungan darah. Sesudah menikah pun mereka bebas

menentukan tempat tinggal, biasanya secara neolokal (tumampas)

di mana mereka tinggal di suatu tempat yang baru, terpisah

dari kerabat istri maupun suami. Namun sebelum mempunyai rumah

sendiri, adakalanya mereka tinggal di sekitar kerabat suami

atau istri. Dengan tinggal berdampingan dengan keluarga batih

dari kerabat atau orang tua, terbentuk suatu keluarga luas,

8

Page 9: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

yang biasanya terdiri dari beberapa keluarga batih, baik dalam

satu rumah maupun satu pekarangan.

Batas-batas dari hubungan kekerabatan yang terdapat pada

orang Minahasa ditentukan oleh prinsip-prinsip keturunan

melalui lelaki dan wanita yang disebut prinsip keturunan

bilateral. Dalam bahasa Minahasa prinsip keturunan seperti ini

disebut taranak (famili), yang dapat dimengerti sebagai sebuah

klen kecil. Setiap taranak memiliki kepala yang disebut tua unta

ranak. Identitas satu taranak dilihat dari nama famili atau

disebut fam. Nama famili ini biasanya diambil dari nama famili

suami tanpa perubahan prinsip bilateral. Hal ini diperkuat

dengan adanya kenyataan penulisan fam suami dan isteri bersama-

sama pada papan nama yang ditempelkan di depan rumah. Hal yang

menonjol dalam hubungan taranak di Minahasa, ialah di bidang

warisan, kematian, perkawinan, dan pemilihan kepala desa.

Dalam beberapa bidang ini sering timbul persaingan antar

taranak dan kerjasama dalam satu taranak. Beberapa istilah yang

digunakan untuk menyapa anggota famili dalam masyarakat

Minahasa, yakni: Opu (kakek dari ayah atau ibu), Omu (nenek

dari ayah atau ibu), Opa/Tek (ayah dari ibu/ayah), Oma/Nek (ibu

dari ayah/ibu), Papa/Papi/Pa’ (ayah), Mama/Mami/Ma’ (ibu), Om/Mom

(paman), Tante (bibi/tanta), dan Bu/Mbu (ipar/kakak lelaki).

Desa (Banua/Wanua) merupakan suatu kesatuan hidup setempat

di Minahasa yang dipimpin oleh seorang kepala desa (hukumtua).

Ia dibantu oleh sejumlah orang yang semuanya disebut pamong

desa. Untuk usaha-usaha gotong royong dan pembangunan desa,

terdapat juga orang-orang yang membantu hukumtua yang biasa

disebut tua-tua kampung. Mereka itu terdiri dari pemimpin-

9

Page 10: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

pemimpin agama setempat, guru-guru, mantan hukumtua, pemimpin-

pemimpin kecil/RT dalam desa (kepala jaga), meweteng (pembantu

kepala jaga), juru tulis, dan sejumlah pensiunan yang ada di

desa.

Dalam menghadapi hal-hal kemasyarakatan yang penting

seperti kematian, perkawinan, pengerjaan wilayah pertanian,

kepentingan rumah tangga atau komunitas, masyarakat Minahasa

menampakkan suatu gejala solidaritas berupa bantu-membantu dan

kerjasama yang didasarkan pada prinsip resiprositas. Kegiatan

kerjasama dan gotong royong ini disebut dengan mapalus. Bantuan

yang diberikan bisa dalam berbagai bentuk, baik tenaga maupun

barang-barang atau uang. Bantuan tersebut harus disadari oleh

orang yang menerimanya dan diberikan balasannya, jika tidak ia

akan dianggap sebagai orang yang tidak baik dan tidak akan

menerima bantuan lagi dari siapapun.

Masyarakat Minahasa umumnya memiliki suatu kesadaran akan

kesatuan tempat asal seperti sekampung/sekecamatan/sedistrik

dan juga berdasarkan kekerabatan/famili yang terwujud dalam

kelompok-kelompok sosial seperti perkumpulan-perkumpulan,

persatuan-persatuan, dan kerukunan yang terdapat di kota

Manado maupun di daerah lain di luar Minahasa. Kerukunan

seperti ini biasa disebut pakasa’an, yang dahulu sebenarnya

berarti wilayah kesatuan adat yang sama. Tetapi kini

perkumpulan-perkumpulan pakasa’an ini tidak lagi mendasarkan

kesatuan sosial mereka menurut wilayah-wilayah pakasa’an atau

distrik dahulu.

Perkawinan dalam masyarakat Minahasa bukan berdasarkan

penjodohan oleh orang tua, sehingga pergaulan muda-mudi

10

Page 11: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

umumnya bebas tetapi selalu dilihat secara diam-diam oleh

pihak orang tua. Para muda-mudi memiliki waktu tertentu

sebagai kesempatan pertemuan, yakni pada saat pesta-pesta

kawin, malam hiburan, dan mapalus. Bila seorang pemuda sudah

menemukan jodohnya, ia berterus-terang kepada orang tuanya.

Jika disetujui, orang tua kemudian mengambil seorang perantara

(rereoan/pabusean) untuk menyampaikan hasrat pemuda tersebut

dengan mengatasnamakan orang tua pemuda kepada pihak orang tua

perempuan. Bila disetujui, upacara berlanjut pada penentuan

hari pengantaran mas kawin yang dikenal dengan antar harta/mali

pakeang/mehe roko. Upacara itu termasuk juga dengan penentuan

tempat dan tanggal pernikahan, jumlah undangan, surat-surat

yang diperlukan, saksi-saksi, dan sebagainya. Kemudian barulah

dilangsungkan upacara perkawinan yang biasanya diadakan di

gereja dan melalui pemerintah (catatan sipil). Di samping itu,

masih ada juga kawin baku piara yang tidak melalui catatan sipil

atau agama. Hal ini seringkali dipengaruhi oleh persetujuan

orang tua dan keterbatasan ekonomi.

f. Nilai dan contoh kebudayaan

Mapalus adalah suatu sistem atau teknik kerja sama untuk kepentingan bersama dalam budaya Suku Minahasa. Secara fundamental, Mapalus adalah suatu bentuk gotong royong tradisional yang memiliki perbedaan dengan bentuk-bentuk gotong royong modern, misalnya: perkumpulan atau asosiasi usaha. Secarafilosofis, MAPALUS mengandung makna dan arti yang sangat mendasar. MAPALUS sebagai local spirit and local wisdom Masyarakat Minahasa yang terpatri dan berkohesi di dalamnya: 3 (tiga) jenis hakikat dasar pribadi manusia dalam kelompoknya, yaitu: Touching Hearts, Teaching Mind, dan Transforming Life. Mapalus adalah hakikat dasar dan aktivitas kehidupan orang Minahasa (Manado)

11

Page 12: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

yang terpanggil dengan ketulusan hati nurani yang mendasar danmendalam (touching hearts) dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab menjadikan manusia dan kelompoknya (teaching mind) untuksaling menghidupkan dan menyejahterakan setiap orang dan kelompok dalam komunitasnya (transforming life). Menurut buku,The Mapalus Way, mapalus sebagai sebuah sistem kerja yang memiliki nilai-nilai etos seperti, etos resiprokal, etos partisipatif, solidaritas, responsibilitas, gotong royong, good leadership, disiplin, transparansi, kesetaraan, dan trust

Seiring dengan berkembangnya fungsi-fungsi organisasi sosial yang menerapkan kegiatan-kegiatan dengan asas Mapalus, saat ini, Mapalus juga sering digunakan sebagai asas dari suatu organisasi kemasyarakatan di Minahasa. Mapalus berasaskan kekeluargaan, keagamaan, dan persatuan dan kesatuan. Bentuk Mapalus, antara lain:

Mapalus tani Mapalus nelayan Mapalus uang Mapalus bantuan duka dan perkawinan; dan, Mapalus kelompok masyarakat.

Dalam penerapannya, Mapalus berfungsi sebagai daya tangkal bagi resesi ekonomi dunia, sarana untuk memotivasi danmemobilisasi manusia bagi pemantapan pembangunan, dan merupakan sarana pembinaan semangat kerja produktif untuk keberhasilan operasi mandiri, misalnya: program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Prinsip solidaritas yang tercermin dalam Mapalus terefleksi dalam perekonomian masyarakat di Minahasa, yaitu dikenalkannya prinsip ekonomi Tamber. Prinsip ekonomi Tamber merujuk pada suatu kegiatan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain, atau warga sewanua (sekampung) secara sukarela dan cuma-cuma, tanpa menghitung-hitung atau mengharapkan balas jasa.

Prinsip ekonomi Tamber berasaskan kekeluargaan. Dari segimotivasi adat, prinsip ini mengandung suatu makna perekat kultural (cagar budaya) yang mengungkapkan juga kepedulian sosial, bahkan indikator keakraban sosial. Faktor kultural prinsip ekonomi Tamber berdasarkan keadaan alam Minahasa yang

12

Page 13: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

subur dan berlimpah, dan tipikal orang Minahasa yang cenderungrajin dan murah hati.

II. Kebudayaan Maluku

a. Lokasi dan lingkungan alam

Terletak disekitaran Indonesia Timur tepatnya di Kepulauan Maluku yaitu sekelompok pulau di Indonesia yang merupakan bagian dari Nusantara dgn koordinat 3°9′LU 129°23′BT. Dengan luas 74.505 km² dgn puncak tertinggi yaitu Binaiya (3.027 m) Kepulauan Maluku terletak di lempeng Australia. Ia berbatasan dengan Pulau Sulawesi di sebelah barat, Nugini di timur, dan Timor Leste di sebelah selatan, Palau di timur laut. Pada zaman dahulu, bangsa Eropa menamakannya "Kepulauan rempah-rempah" — istilah ini juga merujuk kepada Kepulauan Zanzibar.

Sejak 1950 - 1999, Kepulauan Maluku Utara secara administratif merupakan bagian dari Provinsi Maluku. KabupatenMaluku Utara kemudian ditetapkan sebagai Provinsi Maluku Utara. Ibu kota Maluku adalah Ambon yang bergelar atau memiliki julukan sebagai Ambon Manise, kota Ambon berdiri di bagian selatan dari Pulau Ambon yaitu di jazirah Leitimur. Provinsi Maluku dan Maluku Utara membentuk suatu gugus-gugus kepulauan yang terbesar di Indonesia dikenal dengan Kepulauan Maluku dengan lebih dari 4.000 pulau baik pulau besar maupun kecil.

b. Demografi Maluku

Suku Wemale : Merupakan salah satu etnik maluku dari Pulau Seram yang sekitar berjumlah 9.000 jiwa dan merupakan bagian dari Melayu-Polinesia serta hidup dengan39 desa atau kampung dari pusat Pulau Seram.

Suku bangsa Maluku didominasi oleh ras suku bangsa Melanesia Pasifik yang masih berkerabat dengan Fiji, Tonga, dan beberapa bangsa kepulauan yang tersebar di kepulauan Samudra Pasifik.

Banyak bukti kuat yang merujuk bahwa Maluku memiliki ikatan tradisi dengan bangsa bangsa kepulauan pasifik, seperti bahasa, lagu-lagu daerah, makanan, serta perangkat peralatan rumah tangga

13

Page 14: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

dan alat musik khas, contoh: Ukulele (yang terdapat pula dalam tradisi budaya Hawaii).

Mereka umumnya memiliki kulit gelap, rambut ikal, kerangka tulang besar dan kuat, serta profil tubuh yang lebih atletisdibanding dengan suku-sukulain di Indonesia, dikarenakan mereka adalah suku kepulauan yang mana aktivitas laut seperti berlayar dan berenang merupakan kegiatan utama bagi kaum pria.

Sejak zaman dahulu, banyak di antara mereka yang sudah memiliki darah campuran dengan suku lain yaitu dengan bangsaEropa (umumnya Belanda dan Portugal) serta Spanyol, kemudian bangsa Arab sudah sangat lazim mengingat daerah ini telah dikuasai bangsa asing selama 2.300 tahun dan melahirkan keturunan keturunan baru, yang mana sudah bukan rasMelanesia murni lagi namun tetap mewarisi dan hidup dengan beradatkan gaya Melanesia-Alifuru.

Karena adanya percampuran kebudayaan dan ras dengan orang Eropa dan Arab inilah maka Maluku merupakan satu-satunya wilayah Indonesia yang digolongkan sebagai daerah yang memiliki kaum Mestizo terbesar selain Timor Leste (Timor Leste, sekarang menjadi negara sendiri). Bahkan hingga sekarang banyak nama fam/mata ruma di Maluku yang berasal adat bangsa asing seperti Belanda (Van Afflen, Van Room, De Wanna, De Kock, Kniesmeijer, Gaspersz, Ramschie, Payer, Ziljstra, Van der Weden, dan lain-lain) serta Portugal (Da Costa, De Fretes, Que, Carliano, De Souza, De Carvalho, Pareira, Courbois, Frandescolli,dan lain-lain). Ditemukan pula fam/mata ruma keturunan bangsa Spanyol (Oliviera, Diaz, De Jesus, Silvera, Rodriguez, Montefalcon, Mendoza, De Lopez, dan lain-lain) serta fam-fam Arab yang langsung dari Hadramaut (Al-Kaff, Al Chatib, Bachmid, Bakhwereez, Bahasoan, Al-Qadri, Alaydrus, Assegaff, dan lain-lain). Cara penulisan fam orangAmbon/Maluku pun masih mengikuti dan disesuaikan dengan cara pembacaan ejaan asing seperti Rieuwpassa (baca: Riupasa), Nikijuluw (baca: Nikiyulu), Louhenapessy (baca: Lohenapesi), Kallaij (baca: Kalai), dan Akyuwen (baca: Akiwen).

Dewasa ini, masyarakat Maluku tidak hanya terdapat di Indonesia saja melainkan tersebar di berbagai negara di dunia. Kebanyakan dari mereka yang hijrah keluar negeri disebabkan olah berbagai alasan. Salah satu sebab yang paling klasik adalah perpindahan besar-besaran masyarakat Maluku ke Eropa pada tahun 1950-an dan menetap di sana hingga sekarang. Alasan lainnya adalah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, menuntut ilmu, kawin-

14

Page 15: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

mengawin dengan bangsa lain, yang di kemudian hari menetap lalu memiliki generasi-generasi Maluku baru di belahan bumi lain. Paraekspatriat Maluku ini dapat ditemukan dalam komunitas yang cukup besar serta terkonsentrasi di beberapa negara sepertiBelanda (yang dianggap sebagai tanah air kedua oleh orang Maluku selain tanah Maluku itu sendiri), Suriname, dan Australia.Komunitas Maluku di wilayah lain di Indonesia dapat ditemui di Medan, Palembang, Bandung, Jabodetabek, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Makassar, Kupang, Manado, Kalimantan Timur, Sorong, dan Jayapura.

c. Sistem Kemasyarakatan dan kekerabatan

Dalam sistem kemasyarakatan masyarakat Ambon mengambil system kekerabatan yang bersifat ke-Ayahan “Patrilineal”. Di dalam kekerabatan yang memegang peranan penting ada dua yaitu

- “Mata rantai”, mata rumah ini biasanya bertugas mengatur perkawinan warganya -

- “Exogami” dan dalam hal mengatur penggunaan tanah-tanah “dati” tanah milik kerabat patrilineal.

- “Family”, family merupakan kesatuan terkecil dalam mata rumah. Family ini berfungsi sebagai pengatur pernikahan klenya.

Perkawinan dalam masyarakat Ambon merupakan urusan mata rumah dan family. Di dalam masyarakat Ambon perkawinan di kenal dengan beberapa macam, diantaranya :

a. Kawin minta ialah perkawinan yang terjadi apabila seorang pemuda telah menemukan seorang gadis yang akan dijadikan istri, maka pemuda in meminta pada mata rumah dan family untuk melamarnya. Sebelum acara pelamaran para mata rumah dan family mengadakan rapat adat satu klen dalam persiapan acara pelamaran.

b. Kawin lari atau lari bini adalah system perkawinan yang paling lazim di lakukan oleh masyarakat Ambon. Hal ini di karenakan oleh masyarakat Ambon lebih suka jalan pendek, untukmenghindari prosedur perundingan dan upacara adat.

c. Kawin masuk atau kawin menua yaitu perkawinan yang pengantin laki-lakinya tinggal di rumah pengantin perempuannya. Perkawinan ini terjadi apabila :

15

Page 16: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

· Kaum kerabat si pengantin tidak dapat membayar maskawin secara adat.

· Penganten perempuan merupakan anak tunggal dalam keluarganya.

· Karena ayah dari pengaten laki-laki tidak setuju dengan perkawinan tersebut

d. Nilai dan contoh kebudayaan

Salah satu dari banyaknya budaya Maluku adalah Kalwedo. Kalwedo adalah bukti yang sah atas kepemilikan masyarakat adat di Maluku Barat Daya (MBD). Kepemilikan ini merupakan kepemilikan bersama atas kehidupan bersama orang bersaudara. Kalwedo telah mengakar dalam kehidupan baik budaya maupun bahasa masyarakat adat di kepulauan Babardan MBD. Pewarisan budaya Kalwedo dilakukan dalam bentukpermainan bahasa, lakon sehari-hari, adat istiadat, dan pewacanaan. 

Nilai Adat Kalwedo Kalwedo merupakan budaya yang memiliki nilai-

nilai sosial keseharian, dan juga nilai-nilai religius yang sakral yang menjamin keselamatan abadi, kedamaian, dan kebahagiaan hidup bersama sebagai orang bersaudara. Budaya Kalwedo mempersatukan masyarakat di kepulauan Babar maupun di Maluku Barat Daya dalam sebuah kekerabatan adat, dimana mempersatukan masyarakat menjadi rumah doa dan istana adat milik bersama. Nilai Kalwedo diimplementasikan dalam sapaan adat kekeluargaan lintas pulau dan negeri, yaitu: inanara ama yali (saudara perempuan danlaki-laki). Inanara ama yali menggambarkan keutamaan hidup dan pusaka kemanusiaan hidup masyarakat MBD, yang meliputi totalitas hati,jiwa, pikiran dan perilaku.

Nilai-nilai Kalwedo tersebut mengikat tali persaudaraan masyarakat melalui tradisi hidup Niolilieta/hiolilieta/siolilieta (hidup berdampingan dengan baik). Tradisi hidup masyarakat MBD dibentuk untuk saling berbagi dan saling membantu dalam hal potensi alam, sosial, budaya, dan ekonomi yang diwariskan oleh alam kepulauan MBD. 

Budaya Hawear Hawear (Sasi) adalah budaya yang tumbuh dan berlaku dalam kehidupan

masyarakatKepulauan Kei secara turun menurun. Cerita rakyat, lagu

16

Page 17: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

rakyat, dan berbagai dokumen tertulis merupakan prasarana untuk melestarikan kekayaan budaya termasuk Hawear. Sejarah Hawear bermuladari seorang gadis yang diberikan daun kelapakuning (janur kuning) oleh ayahnya. Kemudian janur kuning itu disisipkan atau diikat di kain seloi yang dipakainya. Gadis tersebut melakukan perjalanan panjang untuk menemui seorang raja (Raja Ahar Danar). Maksud dari janur kuning tersebut sebagai tanda bahwa ia telah dimiliki oleh seseorang, dimaksudkan agar ia tidak diganggu oleh siapapun selama perjalanan. Janur kuning tersebut diberikan oleh sang ayah, karena sang ayah pernah diganggu oleh orang-orang tak dikenal dalam perjalanannya. Hal ini adalah proses Hawear yang masih dijalankan sesuai dengan maknanya hingga saat ini.

Batu Pamali Batu Pamali adalah simbol material adat masyarakat

Maluku. Selain Baileo, rumah tua, dan teung soa, batu Pamali juga termasuk mikrosmos dalam negeri-negeri yang ditempati masyarakat adat Maluku. Batu Pamali merupakan batu alas atau batu dasar berdirinya sebuah negeri adat yang selalu diletakkan di samping rumah Baileo, sekaligus sebagai representasi kehadiran leluhur (TeteNene Moyang) di dalam kehidupan masyarakat. Batu Pamali sebagai bentuk penyatuan soa-soa dalam negeri adat, dengan demikian batu Pamali adalah milik bersama setiap soal. Di beberapa negeri adat Maluku, batu Pamali dimiliki secara kolektif, termasuk negeri adat yang masyarakatnya memeluk agama yang berbeda. Seiring dengan perkembangan agama di masyarakat, terjadi pergeseran praktik ritus dan keberadaan batu Pamali. Dengan adanya UU No. tahun 1979, adat asli negeri-negeri diganti dengan penyeragaman sistem pemerintahan desa.

  Upacara Fangnea Kidabela Kepulauan Tanimbar yang sekarang menjadi Kabupaten Maluku Tenggara

Barat, memiliki kebudayaan yang mengatur persaudaraan dan kehidupan sosial masyarakat dalam bentuk Duan Lolat dan Kidabela. Duan Lolat mengatur tentang hubungan sosial masyarakat yang luas, yaitu memperkuat hubungan antardua desa atau lebih, dan hubungan tersebut diwujudkan dalam bentuk Kidabela. Upacara Fangnea Kidabela memperkokoh hubungan sosial masyarakat Tanimbar dalam wadah persaudaraan dan persekutuan agar tidak mudah pecah atau retak. 

Makna Upacara Fangnea Kidabela17

Page 18: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

Upacara Fangnea Kidabela mengandung makna persatuan dan kesatuan hidup masyarakat Tanimbar baik internal maupun eksternal dalam setiap situasi. Upacara Fangnea Kidabela juga mengandung makna sebagai pemanasan, pengerasan, dan pemantapan (fangnea) terhadap persahabatan, persaudaraan (itawatan) dan keakraban (kidabela) di antara sesama sebagai suatu persekutuan wilayah teritorial Kampung Sulung di pulau Enus yang terletak di Selaru bagian selatan pulau Yamdena. Makna upacara Frangnea Kidabela sama dengan upacara Panas Pela di Ambon, Lease, danMaluku Tengah. Upacara ini menciptakan suasana hidup bermasyarakat yang kokoh dan kuat untuk mencegah fenomena konflik dan perpecahan terhadap hubungan masyarakat. 

Hibua Lamo Hibua Lamo adalah rumah besar yang dijadikan simbol masyarakat adat

di Halmahera Utara, sekaligus simbol Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. Di Halmahera Utara terdapat tiga etnis masyarakat yang memiliki rumah adat masing-masing, misalnya rumah adat etnis Tobelo disebut Halu. Namun Hibua Lamo yang menjadi pemersatu semua etnis.[8] Hibua Lamo adalah konstruksi dari nilai-nilai hidup dalam masyarakat yang mengidentifikasi dirinya sebagai komunitas Hibua Lamo. Hibua Lamo merupakan konsep bersama yang disebut Nanga Tau Mahirete (rumah kita bersama). Orang Tobelo, Galela dan Loloda tersegregasi secara geografis, dan terbelenggu dalam tradisi, agama dan kepercayaan yang berbeda. Perbedaan tersebut dipahami dan dihayati dengan kesucian hati dan kemurnian pikiran, kemudian diterapkan dalam sebuah ungkapan filosofis Ngone O'Ria Dodoto yang bermakna satu ibu satu kandung. Konsekuensi dari falsafahNanga Tau Mahurete dan Ngone O'Ria Dodoto adalah lahirnya sebuah komunitas asli Halmahera Utara daratanmaupun kepulauan dalam satu kesatuan yang teridentifikasi sebagai komunitas Hibua Lamo dan kemudian disimbolkan dalam rumah adat HimuaLamo. 

Dalam konteks ini komunitas Tobelo, Galela, dan Loloda mengalami proses penyatuan dalam satu sosiokultural baru yang dinamis. Sosiokultural ini berlandaskan pada nilai-nilai O'dora (saling kasih), O'hanyangi (saling sayang), O'baliara (saling peduli), O'adili (perikeadilan) dan O'diai (kebenaran) dalam bingkai Nanga Tau Mahurete dan Ngone O'Ria Dodoto. 

18

Page 19: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

Budaya Arumbae Arumbae adalah bentukan karakter masyarakat Maluku, baik yang

tinggal di pesisir maupun di pegunungan. Arumbae adalah kebudayaan berlayar dalam masyarakat Maluku. Perjuangan melintasi lautan merupakan bagian dari terbentuknya suatu masyarakat. Sebagai contoh,masyarakat Tanimbar - dalam mitos Barsaidi meyakini bahwa leluhur mereka tiba di pulau Yamdena setelah melewati perjuangan yang sulit di lautan. Perjuangan melintasi lautan merupakan sejarah keluhuran. Kedatangan para leluhur dari pulauSeram, pulau Jawa (seperti Tuban dan Gresik) dan pulau Bali menjadi bagian dari cerita keluhuran masyarakat di Maluku Tengah, Buru,Ambon, Lease, dan Maluku Tenggara. Ragam cerita inilah yang membentuk terjadinya persekutuan Pela Gandong antar negeri. Dalam pataka daerah Maluku, Arumbae menjadi simbol daerah yang di dalamnya terdapat lima orang sedang mendayung menghadapi tantangan lautan. Secara filosofis, maknanya ialah masyarakat Malukuadalah masyarakat yang dinamis, dan penuh daya juang dalam menghadapi tantangan untuk menyongsong masa depan yang gemilang. 

Laut adalah medan penuh bahaya dan Arumbae menstrukturkan cara pandang bahwa laut adalah medan kehidupan yang harus dihadapi. Itulah sebabnya, masyarakat Maluku melihat laut sebagai jembatan persaudaraan yang menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya. Berlayar ke suatu pulau, seperti dalam Pela Gandong bertujuan untuk mengeratkan jalinan hidup orang bersaudara sebagai pandangan dunia orang Maluku. Kebiasaan papalele, babalu, maano, dan konsekuensi berlayar ke pulau lain, membuat laut dan arumbae sebagaisimbol perjuangan ekonomi. 

Arumabe tampak dalam beragam karya seni. Misalnya dalam syair kata tujuh ya nona, ditambah tujuh, sapuluh ampa ya nona dalang parao Banyak gapura negeri adat Maluku berbentuk Arumbae. Lagu daerah banyak mengumpamakan keharmonisan dengan simbol perahu atau Arumbae. Di bidang olahraga, Arumbae Manggurebe menjadi programpariwisata dan olah raga tahunan yang diselenggarakan di Teluk Ambon.

Sasahil dan Nekora Sasahil dan Nekora merupakan tradisi masyarakat adat di Negeri Siri

Sori Islam dan Negeri Siri Sori Kristen di pulau Saparua. Bagi masyarakat desa Telalora, Nekora memiliki basis nilai tolong-menolong antarwarga. Nilai tradisi Sasahil dan Nekora terletak pada cara dan proses pelaksanaan. Nilai tolong-menolong yang terdapat

19

Page 20: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

dalam tradisi Sasahil maupun Nekora memiliki basis solidaritas yang kuat, dan menciptakan relasi saling memberi dan menerima antarwarga agar suatu pekerjaan berat untuk mendirikan rumah bisa lebih ringan. [10] Dalam menghadapi dinamika kehidupan yang terus berubah, tradisi Sasahil dan Nekora selalu dipertahankan dan dipelihara dengan baik. Hal ini dimaksudkan sebagai modal sosial kelangsungan hidup bermasyarakat di masa mendatang.

Daftar Pustaka

1. http://planologynote.blogspot.com/2012/11/minahasa-mari-

jo-jaga-torang-pe-budaya.html

2. http://randyefferputra.blogspot.com/2012/08/mengenal-

suku-bangsa-minahasa.html

3. Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:

Djambatan

4. http://wisatadanbudaya.blogspot.com/2010/10/budaya-

mapalus-sistem-gotong-royong.html

5. http://nilakatrin.blogspot.com/2013/04/kebudayaan-maluku.html

20

Page 21: Manusia dan Kebudayaan  Daerah Maluku dan Minahasa

21