A. Manifestasi Klinis Gejala utama yang ditemukan adalah ) ( Gunawan, 2006 ): 7, 13 1. Proteinuria masif. Proteinuria > 40 mg/m 2 /jam atau > 50 mg/kg/24 jam atau > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak. Biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain. 2. Hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua pada sindrom nefrotik. Disebut hipoalbuminemia apabila kadar albumin serum < 2,5 g/dl. 3. Edema anasarka. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka, asites, dan efusi pleura. 4. Hiperlipidemia umumnya ditemukan hiperkolesterolemia. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. Manifestasi Klinis
Gejala utama yang ditemukan adalah ) ( Gunawan, 2006 ):7, 13
1. Proteinuria masif.
Proteinuria > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam atau > 3,5
g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
Biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM
biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-
pasien dengan tipe yang lain.
2. Hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua pada sindrom
nefrotik. Disebut hipoalbuminemia apabila kadar albumin serum
< 2,5 g/dl.
3. Edema anasarka.
Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka, asites, dan efusi pleura.
4. Hiperlipidemia
umumnya ditemukan hiperkolesterolemia. Kadar kolesterol LDL
dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL
menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi
sempurna dari proteinuria.
5. Hiperkoagulabilitas
yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri.
Manifestasi klinik utama sindrom nefrotik adalah sembab, yang
tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali
sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira anak bertambah
gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten. Biasanya
awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan
yang rendah seperti daerah periorbita, skrotum atau labia. Akhirnya
sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka/generalisata) )
( Gunawan, 2006 ).7
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai
sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur dan kemudian menjadi
sembab pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat
lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita
dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing.7
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit
sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang
disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis
albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa
pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom
nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau
pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan
terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien
sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia
umbilikalis dan prolaps ani ) ( Gunawan, 2006 )..7
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura
atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang
menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin
dan diuretik ) ( Gunawan, 2006 ).7
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada
penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik
terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan
merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua
pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta
perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan
dunia sosial anak menjadi terganggu ) ( Gunawan, 2006 ).7
Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe
kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada
daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah
periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan
pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak
dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi
berupa takipnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat )
( Gunawan, 2006 ).7
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik.
Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC)
menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan
diastolik lebih dari ke-90 persentil umur ) ( Gunawan, 2006 ).7
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan
kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik
yang bukan SNKM. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada
pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang
ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara
langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar
albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering
terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari
kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal ) ( Gunawan, 2006 ).
B. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah sembab di ke dua kelopak
mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin
yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin
berwarna kemerahan (Prodjosudjadi, 2007)..ped.com
2. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di
kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema
skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi (Prodjosudjadi,
2007).ped.com
3. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat
disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan
hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap
darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum
dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urin
a. Protein
Pada SN terjadi proteinuria dimana urin mengandung protein 0,05 –
0,1 gr/kgBB/hr. Proteinuria bisa selektif, yang hanya terdiri dari
albumin saja dengan berat molekul rendah atau non selektif dimana
proteinuria terdiri dari berbagai protein dari yang berberat molekul
rendah sampai yang berberat molekul tinggi yaitu IgG (Brady HR et al,
2012)
Pada kasus ini didapatkan hasil laborat proteinuria +++ (positif 3).
b. Sedimen
Hematuria makroskopik jarang, biasanya merupakan petunjuk adanya
kelainan glomerulonefritis yang lebih parah, Hematuria mikroskopik di
dapatkan pada 25 % kasus SN sensitive-steroid tipe kelainan minimal.
Pada kasus ini didapatkan hasil laborat sediment yaitu leukosit 2 – 4/
LPB, eritrosit 0 – 1/ LPB, dan epitel penuh/ LPK (Brady HR et al,
2012)
.
c. Elektrolit
Ekskresi natrium urin rendah (< 5 mmol / 24 jam), berhubungan
dengan retensi natrium dan edema, ekskresi kalium urin bervariasi
sesuai intake.
2. Darah
a. Protein
Protein serum bermakna, sedangkan lipid serum biasanya meningkat.
Kadar albumin biasanya turun di bawah 2 gr / dl dan bahkan dapat < 1
gr / dl. Elektroforesis menunjukkan tidak hanya terjadi penurunan
kadar albumin saja, tetapi juga terjadi peningkatan 2-globulin dan
peningkatan ringan -globulin serta penurunan -globulin.IgG
menurun bermakna, IgA menurun sedikit, IgM meningkat, sementara
IgE normal atau meningkat. Tidak selalu didapatkan kelainan kadar
komplemen C3 dan C4. Biasanya kadar komplemen C3 menurun pada
tipe bukan kelainan minimal. Kadar antithrombin III plasma menurun
oleh karena terbuang melalui urin, merupakan salah satu penyebab
hiperkoagulobilitas pada anak dengan sindrom nefrotik. Kadar
beberapa komponen protein dalam kaskade koagulasi meningkat,
sehingga menimbulkan risiko trombosis .
Pada kasus ini didapatkan protein total serum 3,8 mg/100 mL dan
albumin 2,0 mg/100 mL (Brady HR et al, 2012)
.
b. Lemak
Hiperlipidemia merupakan konsekuensi dari :
- Meningkatnya sintesis hepatik kolesterol, trigliserid dan
lipoprotein.
- Penurunan katabolisme lipoprotein karena penurunan aktivitas
lipase lipoprotein.
- Penurunan aktivitas reseptor LDL dan peningkatan lepasnya HDL
melalui urin.
Pada kasus ini didapatkan hasil laborat cholesterol total 361 mg/100 mL.
c. Urea, Kreatinin, Elektrolit
Kadar urea dan kreatinin plasma pada awalnya biasanya normal,
tetapi pada beberapa kasus dapat meningkat. Elektrolit serum
biasanya tetap dalam batas normal.
Pada kasus ini didapatkan hasil laborat ureum 35,2 mg/100 mL dan
creatinin 0,16 mg/100 mL.
d. Hematologi
Kadar hemoglobin dan hematokrit dapat menurun atau meningkat dalam
korelasi terbalik dengan volume plasma. Dapat terjadi anemia. Umumnya
terjadi peningkatan jumlah trombosit.3 Pada kasus ini didapatkan hasil
fenestrated endothelial cells; ESL = endothelial cell surface layer (sering disebut juga glycocalyx). Urin primer dibentuk melalui filtrasi cairan plasma melewati barier filtrasi glomerulus (tanda panah). Glomerular filtration rate (GFR) pada manusia adalah
125 ml/menit. Plasma flow rate Qp = 700 ml/menit, dengan fraksi filtrasi mencapai 20%. Konsentrasi albumin serum = 40 g/l, sedangkan perkiraan konsentrasi albumin dalam urin primer adalah 4 mg/l, atau 0,1% dari konsentrasi di plasma (ISKDC,
2012).12
2. Proteinuria
Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuria sebagian
besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular)
dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria
tubular). Perubahan integritas membran basalisglomerulus
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam urin
adalah albumin. Derajat proteinuria tidak berhubungan dengan
langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Lewatnya
protein plasma yang berukuran lebih dari 70 kD melalui
membrana basalais glomrulus normalnya dibatasi oleh charge
selective barrier dan size selective barrier. Charge selective
barrier merupakan suatu polyanionic glycosaminoglycan. Pada
nefropati lesi minimal, proteinuria disebabakan terutama oleh
hilangnya charge selective barrier, sedangkan pada nefropati
membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya charge
selective barrier (ISKDC, 2012).1,8
3. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui
urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis
protein di hati biasanya meningkat. Namun, masih tidak
memadai untuk menggantikan kehilangan albumin dalam urin
(ISKDC, 2012).1,8
4. Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low
density lipoprotein, trigliserida meningkat, sedangkan high
density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal, atau
menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar
dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran
lipoprotein, VLDL, kilomikron, dan intermediate density
lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid
distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan
tekanan onkotik (ISKDC, 2012).8
5. Edema
Menurut teori underfill, edema pada sindrom nefrotik disebabkan
oleh penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemia
dan retensi natrium. Hipovolemia menyebabkan peningkatan
renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin serta
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah
tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi
pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam
waktu 10-14 hari (ISKDC, 2012).
Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan
sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik
Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau
proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari
berturut-turut
Kambuh Proteinuria ³ 2 + atau proteinuria > 40
mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut,
dimana sebelumnya pernah mengalami remisi
Kambuh tidak sering Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4
kali dalam periode 12 bulan
Kambuh sering Kambuh ³ 2 kali dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal, atau ³ 4 kali kambuh
pada setiap periode 12 bulan
Responsif-steroid Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid
saja
Dependen-steroid Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama
masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu
14 hari setelah terapi steroid dihentikan
Resisten-steroid Gagal mencapai remisi meskipun telah
diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari
selama 4 minggu
Responder lambat Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi
prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan
terapi lain
Nonresponder awal Resisten-steroid sejak terapi awal
Nonresponder lambat Resisten-steroid terjadi pada pasien yang
sebelumnya responsif-steroid
PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan
untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60
mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian
dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan
dihentikan (ISKDC, 2012)..
A. Sindrom nefrotik serangan pertama
1. Perbaiki keadaan umum penderita (ISKDC, 2012).
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak.
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama
pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Batasi asupan natrium
sampai ± 1 gram/hari, secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dalam makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3
gram/kgBB/hari.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi
plasma atau albumin konsentrat
c. Berantas infeksi
d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema
anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau
mengganggu aktivitas. biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali,
bergantung pada beratnya edema dan respons pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari).
Selama pengobatan diuretic perlu dipantau kemungkinan
hipokalemia, alkalosis metabolic, atau kehilangan cairan
intravascular berat Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat
antihipertensi (ISKDC, 2012).
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari
setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah
penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari
terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam
waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan
prednison tanpa menunggu waktu 14 hari (ISKDC, 2012).
B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis
relapse ditegakkan
2. Perbaiki keadaan umum penderita
a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau
< 4 kali dalam masa 12 bulan (ISKDC, 2012)..
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal
80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3
minggu
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam,
diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4
minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
b. Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau
> 4 kali dalam masa 12 bulan
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal
80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3
minggu (ISKDC, 2012).
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam,
diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4
minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40
mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48
jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,
akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison
dihentikan (ISKDC, 2012).
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu
siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi
anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen,
terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal
(ISKDC, 2012)..
1. Gunawan C. Sindrom Nefrotik : Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran
2. Yogiantoro M. The Management of Nephrotic Syndrome. Dalam : Adi S, Setiawan PB, Yogiantoro M, Pranawa, Tjokroprawiro, penyunting. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XVI. Surabaya 18-19 Agustus 2012. h.95-111
3. Schwarz A. New Aspect of Treatment of Nephrotic Syndrome. J Am Soc Nephrol 2011;12:544-47
5. International Study of Kidney Disease in Children, 2012. Nephrotic
syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and
laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int. 13:159.
6. Brady HR, O’Meare Y, Brenner BM. The Major Glomerulopathies. Dalam : Braunwald, Fauci, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, penyunting. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-15. Mc Graw Hill 2012. h 1584-88