MANAJEMEN SISTEM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH Oleh Dr. Wasitohadi, M.Pd Dosen PGSD-FKIP UKSW Salatiga ABSTRAK Dalam konteks Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah ( PBS), dan dalam kerangka pengembangan Pendidikan berbasis Masyarakat (PBM), harapan untuk meningkatkan mutu sekolah dan peran serta masyarakat dalam peningkatan mutu tersebut, memerlukan tindakan manajerial tertentu. Yang dimaksud adalah bagaimana mengelola sistem pembelajaran di sekolah sedemikian rupa sehingga pembelajaran tersebut dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Dalam hal itu, pihak sekolah perlu membuat desain pembelajaran mulai dari perencanaan, pengorganisasian dan koordinasi, pelaksanaan, serta evaluasi, dengan mendasarkan pada konsep dan teri yang berkenaan dengan hal itu. Dalam konteks inilah sekolah perlu mengidentifikasi “stakeholdernya” untuk mau berperan dalam tiap tahapan pembuatan dan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen di atas. Tanpa kemauan, kemampuan dan kesungguhan pihak sekolah untuk membangun jaringan stakeholder tersebut, sangat sulit bagi sekolah untuk mengemban visi dan misinya. Kata kunci: Manajemen, sistem, sistem pembelajaran, sekolah PENDAHULUAN Salah satu implikasi otonomi daerah bidang pendidikan pada tingkat sekolah adalah terjadinya pergeseran pendekatan manajemen pendidikan dari manajemen berbasis pusat menuju manajemen berbasis sekolah. Bila pada era sentralistik, pemerintah pusat memiliki peranan yang sangat besar mulai dari perencanaan, penetapan program sampai pada implenmentasi dan pengawasan program pendidikan secara nasional, maka sejalan dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000, peran tersebut semakin kecil. Kabupaten/Kota diberi wewenang besar untuk mengelola dan mengatur daerahnya, termasuk di dalamnya sektor pendidikan. Dengan demikian, Kabupaten/Kota mempunyai otonomi pengelolaan pendidikan. Dalam kerangka otonomi pengelolaan pendidikan itu, manajemen pendidikan berbasis sekolah dan masyarakat ditawarkan sebagai satu jenis pendekatan yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas jenis dan relevansi pendidikan di setiap daerah. Esensi dari manajeman pendidikan berbasis sekolah adalah pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MANAJEMEN SISTEM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
Oleh
Dr. Wasitohadi, M.Pd
Dosen PGSD-FKIP UKSW Salatiga
ABSTRAK
Dalam konteks Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah ( PBS), dan dalam kerangka pengembangan Pendidikan berbasis Masyarakat (PBM), harapan untuk meningkatkan mutu sekolah dan peran serta masyarakat dalam peningkatan mutu tersebut, memerlukan tindakan manajerial tertentu. Yang dimaksud adalah bagaimana mengelola sistem pembelajaran di sekolah sedemikian rupa sehingga pembelajaran tersebut dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Dalam hal itu, pihak sekolah perlu membuat desain pembelajaran mulai dari perencanaan, pengorganisasian dan koordinasi, pelaksanaan, serta evaluasi, dengan mendasarkan pada konsep dan teri yang berkenaan dengan hal itu. Dalam konteks inilah sekolah perlu mengidentifikasi “stakeholdernya” untuk mau berperan dalam tiap tahapan pembuatan dan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen di atas. Tanpa kemauan, kemampuan dan kesungguhan pihak sekolah untuk membangun jaringan stakeholder tersebut, sangat sulit bagi sekolah untuk mengemban visi dan misinya. Kata kunci: Manajemen, sistem, sistem pembelajaran, sekolah
PENDAHULUAN
Salah satu implikasi otonomi daerah bidang pendidikan pada tingkat sekolah
adalah terjadinya pergeseran pendekatan manajemen pendidikan dari manajemen
berbasis pusat menuju manajemen berbasis sekolah. Bila pada era sentralistik,
pemerintah pusat memiliki peranan yang sangat besar mulai dari perencanaan,
penetapan program sampai pada implenmentasi dan pengawasan program pendidikan
secara nasional, maka sejalan dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999 dan Peraturan
Pemerintah No. 25 tahun 2000, peran tersebut semakin kecil. Kabupaten/Kota diberi
wewenang besar untuk mengelola dan mengatur daerahnya, termasuk di dalamnya
sektor pendidikan. Dengan demikian, Kabupaten/Kota mempunyai otonomi pengelolaan
pendidikan. Dalam kerangka otonomi pengelolaan pendidikan itu, manajemen
pendidikan berbasis sekolah dan masyarakat ditawarkan sebagai satu jenis pendekatan
yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas jenis dan relevansi pendidikan di setiap
daerah.
Esensi dari manajeman pendidikan berbasis sekolah adalah pemberian otonomi
yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif
yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,
karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2001: 5). Berkaitan itu,
Winarno Surakhmad (2000:2) menambahkan bahwa dalam konteks reformasi
pendidikan di Indonesia, “ Pendidikan berbasis sekolah tersebut lebih tepat dilihat
dalam kerangka perbaikan yang lebih luas, yakni di dalam kerangka pendidikan berbasis
masyarakat, yang senantiasa berkembang dengan kekuatan dari, oleh dan untuk
kepentingan masyarakat itu sendiri, agar akhirnya hidup masyarakat belajar yang
dinamis”. Dengan demikian, semangatnya adalah usaha untuk menumbuhkan
pendidikan dari bawah, agar pendidikan berakar di masyarakat, dengan inisiatif dari
masyarakat, dikelola oleh masyarakat, dan untuk kepentingan masyarakat.
Agar peningkatan mutu sekolah dan semangat semacam itu benar-benar
terwujud, maka banyak hal yang harus dibenahi. Satu di antara banyak hal yang harus
dilakukan adalah membenahi sekolah, karena sekolahlah muara dari upaya peningkatan
mutu pendidikan. Dalam hal ini sekolah dituntut untuk lebih mandiri. Lebih efektif dan
efisien, lebih akountabel dan harus dikelola secara lebih professional. Meskipun
demikian, studi desentralisasi ( a studi of desentralization) yang dilakukan oleh Alison
Bullock dan Hywel Thomas (1997) berhasil menunjukkan bahwa baik secara teoritis
maupun empirik, desentralisasi” ... not only to develop policies for school system or to
improve the practice of school management, but also to secure improvement in the
quality of teaching and learning in schools.” Bagi mereka, kualitas pembelajaran adalah
“ at the heart and centre of education” makanya, kata mereka, it must be central to
discussions of decentraslization”.
PEMAHAMAN KONSEPTUAL
Konsep adalah pemahaman tentang sesuatu secara menyeluruh dan mendasar.
Konsep “sistem pembelajaran” dan “ bagaimana hal itu harus dimanage”, dengan
demikian, berarti upaya memahami “segala sesuatu” yang berkaitan dengan kedua hal
itu secara menyeluruh tapi sekaligus mendasar. Hasilnya adalah konsepsi, isi atau
substansi dari hal tersebut, apa substansinya?
Secara etimologis, istilah sistem (bahasa Inggris “system”: bahasa yunani
“systema”) berarti keseluruhan yang tersusun dari bagian-bagian. Istilah itu berasal akar
kata bahasa Yunani “syn”, artinya dengan dan “istanai” yang berarti menempatkan.
Berdasarkan pemahanman etimologis ini, Lorens Bagus (1996) mengemukakan
beberapa pengertian sistem sebagai berikut:
(a) Kumpulan hal-hal yang disatukan ke dalam suatu keseluruhan yang konsisten
karena saling terkait (intreaksi, interdependensi, salaing keterkaitan yang teratur
dari bagiannya).
(b) Kumpulan hal-hal (objek- objek, ide-ide, kaidah-kaidah, atau kesimpulan,
generalitas, dll.) yang koheren menurut suatu prinsip (atau rencana, atau skema,
atau metode) rasional atau yang dapat dimengerti.
(c) Prinsip atau metode kegiatan/ operasi yang memungkinkan a dan b dapat dicapai
dan atau dijelaskan ( sebagaiman dalam ungkapan “ sistem logika”, “sistem
hukum”, “sistem klasifikasi”).
Sementara itu, Kast dan Rosenzweig (Endang Soenarya,2000:12)
mendefinisikan sistem sebagai suatu tatanan yang menyeluruh dan terpadu terdiri atas
dua bagian atau lebih yag saling tergantung dan ditandai oleh batas-batas yang tegas
dari lingkungan suprasistemnya. Sedangkan Middelton dan Wedmeyer, sebagaimana
juga dikutip oleh endang Soenarya, mengartikan sistem sebagai kumpulan dari berbagai
bagian unsur yang saling tergantung yang bekerja sama sebagai suatu keseluruhan untuk
mencapai suatu tujuan, diman hasil keseluruhan lebih berarti daripada hasil sejumlah
bagian.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat dianalisis untuk menemukan
titik-titik persamaanya, disamping perbedaan-perbedaanya yang ada, paling tidak
perbedaan dari segi aksentuasinya. Persamaanya adalah (a) bahwa setiap sistem selalu
menunjuk kesatuan menyeluruh dan terpadu segenap komponen-komponenya, (b) antar
komponen-komponen tersebut mempunyai hubungan fungsional, dan (c) hubungan
fungsional itu diperlukan dalam rangka mencapai suatau tujuan. Sementara dari segi
aksentuasi, dan ini bersifat (saling) melengkapi, nampak bahwa Kast dan Rosenzweig
menekankan unsur “ ketegasan batas-batas sistem dengan lingkungan suprasistemnya”,
sedangkan Middleton dan Wedemeyer menekankan bahwa hasil berfungsinya unsur
sistem secara keseluruhan, lebih berarti daripada hasil sejumlah unsur saja dalam sistem
itu. Lain lagi Lorens Bagus, ia lebih menegaskan mengenai ‘teba” atau “cakupan” dari
sistem.
Didalam suatu sistem yang kompleks sepeti sistem sosial termasuk didalamnya
sistem pendidikan, kejelasan hierarki atau struktur sistem amat penting. Kejelasan
istilah-istilah yang digunakan dalam suatu sistem perlu disepakati oleh sekelompok
orang yang menyusun suatu hierarki atau struktur suatu sistem. Dalam menyusun
hierarki atau struktur sistem, kelompok penyusun atau tim harus menyepakati dahulu
kerangka hierarki sistem, kemudian diputuskan bersama-sama mana yang disebut
sistem, sub sistem, komponen, dimensi dan lain-lain.
Pada dasarnya, sistem hanya terdiri atas dua jenis, yaitu sistem tertutup dan
sistem terbuka. Sistem tertutup dalam proses kerjanya tidak dipengaruhi oleh
lingkungannya, sedangkan sistem terbuka dalam proses kegiatannya memperoleh
masukan atau berhubungan secara dinamik dengan sistem yang lain diluar lingkungan
sistemnya. Dengan demikian, sistem tertutup tidak memperoleh masukan dari
lingkungan sistemnya, sedangkan sistem terbuka memperoleh masukan dari luar sistem.
Pada sistem yang terbuka terjadi suatu proses yang dinamis, karenasistem dipengaruhi
oleh sistem yang berada diluarnya dan pada gradasi tertentu keluaran suatu sistem
terbuka dapat mempengaruhi sistem terbuka yang lainnya.
Disamping itu, sebagai sistem sosial, sekolah juga merupakan sistem terbuka (
Wahjosumidjo, 2001:158). Sebab, didalamnya berkumpul manusia yang saling
berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, sekolah terbuka untuk
memperoleh inpu dan selanjutnya mentransformasikan sebagai produksi. Sifat
keterbukaan sekolah itu mengandung dua hal, yaitu (a) melakukan berbagai perubahan
secara internal dengan maksud untuk menyesuaikan dengan lingkunganya, dan (b)
sistem terbuka itu tidak hanya bagi lingkungannya melaionkan bagi dirinya sendiri.
Sifat keterbukaan dalam makna yang demikian, juga berlaku bagi “ pembelajaran”
sebagai sub sistem pendidikan di sekolah.
Memahami Kedudukan dan Ruang Lingkup Sistem Pembelajaran
Disamping sebagai sub sistm pendidikan di sekolah, dalam gradasi dan dari
sudut pandang tertentu “pembelajaran” juga dapat dipahami sebagai sistem tersendiri
yang dapat dibedakan dari suprasistemnya. Untuk memahami posisi dan ruang lingkup
sistem pembelajaran, salah satu caranya adalah dengan belajar dari model yang dibuat
oleh para ahli. Davis A. Squires, William G. Huitt, dan John K. Segars (200:4), dalam
buku mereka berjudul: Effective Schools and Classrooms; A Research-Based
Perspective, mengemukakan model untuk memperbaiki keefektifan sekolah dan kelas.
Model tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1.A Model for Improving School and Classrom Effectiveness
Leadership Modelling Feedback Consensus
Supervision Entrance Diagnosis Technical Success Personal and Professional
School Climate Academic emphasis Orderly environment Expectation for success
Teacher Behavior Planning Management Instuction
Student behaviors Involment Covverage Succes
Student
Achievment
Pada dasarnya, model tersebut menjawab satu pertanyaan, yaitu “Apa yang
dapat dikerjakan sekolah untuk memperbaiki prestasi siswa?” model ini terdiri dari dua
bagian. Bagian pertama, adalah model kelas yang efektif. Dimensi-dimensi keefektifan