Top Banner
MANAGEMENT BANK SYARIAH (MANAGEMENT RESIKO BANK SYARIAH) OLEH: 1. William Tanumihardja (2013 220 096) SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA KAYU TANGI BANJARMASIN
22

Manajemen Resiko Bank Syariah

Apr 21, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Manajemen Resiko Bank Syariah

MANAGEMENT BANK SYARIAH(MANAGEMENT RESIKO BANK SYARIAH)

OLEH:

1. William Tanumihardja (2013 220096)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMIINDONESIA

KAYU TANGI BANJARMASIN

Page 2: Manajemen Resiko Bank Syariah

JURUSAN MANAGEMENT

BAB IPENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Pesatnya perkembangan bank syariah baik di Indonesia

maupun Internasional telah memberikan alternatif baru

bagi konsumen pengguna jasa perbankan untuk menikmati

produk-produk perbankan dengan metode nonbunga dan

kepercayaan masyarakat sebagai konsumen terhadap

perbankan syariah semakin tinggi. Saat ini, layanan

perbankan syariah telah tersebar di seluruh penjuru dunia

dalam berbagai bentuk lembaga keuangan, bahkan di

Indonesia sejak 1992 sampai saat ini telah tumbuh dan

berdiri berbagai lembaga keuangan syariah khususnya

perbankan seperti Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri,

BNI Syariah, BRI Syariah, Bank Mega Syariah dan lain

sebagainya.

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21

Tahun 1998 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal

16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan

syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang

memadai dan akan mendorong pertumbuhannya lebih cepat

lagi. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah nasabah dan

melonjaknya aset perbankan syariah secara keseluruhan.

Page 3: Manajemen Resiko Bank Syariah

Sejak dikembangkannya sistem perbankan syariah di Tanah

Air, 19 tahun lalu, total aset industri perbankan syariah

telah meningkat 39,7 kali lipat dari Rp 1,79 triliun per

Mei 2010. Laju pertumbuhan aset secara impresif berkisar

46 persen per tahun sesuai laporan yang diumumkan Islamic

Bank (IB) melalui Bnak Indonesia.

Perkembangan yang begitu pesat telah membuktikan

kepada kita betapa hebat dan pentingnya perbankan syariah

dalam perekonomian kita karena dari sejarahnya bank

syariah mampu melewati masa-masa krisis perekonomian yang

dialami negara kita, keberadaannya telah memberikan

alternatif investasi lain tanpa harus memikirkan resiko

perkembangan balas jasa dengan metode bunga yang tidak

pasti. Akan tetapi dalam pelaksanaanya perbankan syariah

membutuhkan perlakuan khusus karena praktek penerapannya

berbeda dengan bank konvensional yang telah kita kenal

selama ini, terutama dalam hal menangani resiko dan

tantangan yang dihadapi oleh bank syariah.

Perkembangan pasar perbankan syariah ini bekaitan

erat dengan penanganan resiko yang ditangani oleh bank

agar roda fungsi bank sebagai penghimpun dan penyalur

dana berjalan dengan stabil. Untuk itu lah dalam industri

perbankan khususnya syariah perlu memiliki, menerapkan

dan mengontrol resiko yang tidak diharapkan dan untuk

mengambil manfaat dari peluang bisnis yang tercipta

sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Bank Konvensional.

Pihak manajemen perlu menciptakan lingkungan manajemen

resiko dan mengidentifikasi tujuan dan strategi lembaga

Page 4: Manajemen Resiko Bank Syariah

secara jelas, serta dengan membentuk sistem yang dapat

mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan mengelola

berbagai eksposur resiko, bank syariah juga perlu

membentuk sistem kontrol yang handal oleh karena

karakteristik produk dan pelaksanaannya yang unik dan

berbeda dari yang biasanya dilakukan bank konvensional.

Page 5: Manajemen Resiko Bank Syariah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.     Sejarah Bank Syariah

Kasmir (2008:187) mengatakan bahwa jenis bank jika

dilihat dari cara menetukan harga terbagi menjadi dua

macam, yaitu bank yang berdasarkan prinsip konvensional

dan bank yang berdasarkan prinsip syariah. Hal utama yang

menjadi perbedaan antara kedua jenis bank ini adalah

dalam hal penentuan harga, baik untuk harga jual maupun

harga beli. Dalam bank konvensional penentuan harga

selalu didasarkan kepada bunga, sedangkan dalam bank

syariah didasarkan kepada konsep islam, yaitu kerja sama

dalam skema bagi hasil, baik untung maupun rugi.

Sejarah awal mula kegiatan Bank Syariah yang pertama

sekali dilakukan adalah di Pakistan dan Malaysia pada

sekitar tahun 1940-an. Kemudian di Mesir pada tahun 1963

berdiri Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr Bank. Bank

ini beroperasi di pedesaan Mesir dan masih berskala

kecil, lalu berkembang menjadi institusi keuangan

terbesar di Pakistan dan menjadi pelopor bagi negara-

nagara yang berpenduduk mayoritas islam.

Gagasan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia

sebenarnya sudah muncul sejak pertengahan tahun 1970-an

lalu pada tahun 1991 lahir lah Bank Muamalat atas hasil

Page 6: Manajemen Resiko Bank Syariah

kerja sama tim perbankan MUI. Pendirian Bank Muamalat ini

diikuti oleh bank-bank perkreditan rakyat syariah (BPR).

Namun demikian, keberadaan dua lembaga keuangan tersebut

belum sanggup menjangkau masyarakat lapisan bawah. Oleh

karena itu, dibentuklah lembaga-lembaga simpan-pinjam

yang disebut baitul maal wattamwil (BMT). Setelah dua tahun

beroperasi, Bank Muamalat mensponsori berdirinya asuransi

islam, Syarikat Takaful Inonesia (STI) dan menjadi salah

satu pemwgang sahamnya.

Perkembangan lembaga keuangan syariah tergolong

cukup cepat. Salah satu alasannya adalah karena adanya

keyakinan yang kuat dikalangan masyarakat muslim bahwa

perbankan konvensional itu mengandung unsur riba yang

dilarang agama islam. Dengan didukung oleh UU No.10 Tahun

1998 sebagai pengganti UU No.7 Tahun 1992 memberikan

peluang yang lebih besar lagi bagi pengembangan perbankan

syariah karena didalamnya disebutkan tujuan

dikembangkannya syariah adalah :

o       Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang

tidak menerima konsep bunga. Dengan diterapkannya sistem

perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem

perbankan konvensional, mobilitas dana masyarakat dapat

dilakukan secara lebih luas terutama dari segmen yang

selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan

konvensional yang menerapkan sistem bunga.

o       Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha

berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep

yang diterapkan adalah hubungan investor yang harmonis

Page 7: Manajemen Resiko Bank Syariah

(mutual investor relationship). Sementara, dalam bank

konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan

debitur dan kreditur (debitor to creditor relationship).

o       Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang

memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan

pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpectual interest

effect), membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif

(unproduction speculation), pembiayaan ditujukan kepada usaha-

usaha yang lebih memperhatikan unsur moral.

B.      Pengertian Resiko

Resiko dalam berbagai bentuk dan sumbernya merupakan

komponen yang tak terpisahkan dari setiap aktivitas. Hal

ini dikarenakan masa depan merupakan sesuatu yang sangat

sulit diprediksi. Tidak ada seorang pun didunia ini yang

tahu dengan pasti apa yang akan terjadi dimasa depan,

bahkan mungkin satu detik kedelapan. Selalu ada elemen

ketidakpastian yang menimbulkan resiko (Dradjad H.

Wibowo, dalam Masud Ali:2006,19).

Ada dua istilah yang sering dicampur adukan yaitu

ketidakpastian dan resiko. Sebagian orang menganggapnya

sama. Sebagian lagi menganggapnya berbeda. Disini yang

membedakan kedua istilah tersebut karena pengelolaanyya

berbeda. Ketidakpastian mengacu pada pengertian resiko

yang tidak diperkirakan (unexpected risk) (Djohanputro:2006).

Menurut kamus ekonomi, resiko adalah kemungkinan

mengalami kerugian atau kegagalan karena tindakan atau

Page 8: Manajemen Resiko Bank Syariah

peristiwa tertentu. Sedangkan menurut Herman Darmawan

(2006:1) resiko senantiasa ada karena mengenanya

kemungkinan akan terjadi akibat buruk atau akibat yang

merugi, seperti kemungkinan kehilangan, cidera,

kebakaran, dan lain sebagainya.

Resiko menurut Wikipedia Indonesia adalah bahaya

yang dapat terjadi akibat dari sebuah proses yang sedang

berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam bidang

asuransi, resiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan

ketidakpastian, dimana jika terjadi suatu keadaan yang

tidak dikehendaki dapat menimbulkan kerugian.

Resiko dalam konteks perbankan menurut Adiwarman A.

Karim (2004:255)merupakan suatu kejadian potensial, baik

yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak

dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif

terhadap pendapatan dan permodalan bank. Sedangkan Eddie

Cade menyatakan bahwa definisi resiko berbeda-beda

tergantung pada tujuannya.

Defenisi resiko yang tepat dilihat dari sudut

pandang Bank adalah exposure terhadap ketidakpastian

pendapatan. Sedangkan Philip Best menyatakan bahwa resiko

adalah kerugian secara finansial, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Resiko bank adalah keterbukaan

terhadap kemungkinan rugi (exposure to the change of loss)

(Erdatna:2008). Dalam konteks perbankan resiko merupakan

potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat

menimbulkan kerugian bank.

Page 9: Manajemen Resiko Bank Syariah

C.      Manajemen Resiko Perbankan

Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan

situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan yang

mengalami perkembangan pesat, perbankan pada umumnya dan

perbankan syariah pada khususnya akan selalu berhadapan

dengan berbagai jenis resiko dengan tingkat kompleksitas

yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya.

Resiko-resiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi

dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu

perbankan, dan bank syariah khusus dapat membentuk satuan

tim yang mampu mengeloladan merupakan cakupan dari

manajemen resiko itu sendiri, yaitu :

-          Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi

-          Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit

-          Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan

dan pengendalian resiko serta sistem informasi manajemen

resiko

-          Sistem pengendalian intern yang menyeluruh

Menurut PBI (Peraturan Bank Indonesia) Nomor

11/25/PBI/2009 tantang perubahan atas PBI No.5/8/2003

tentang penerapan manajemen resiko bagi bank umum

“Manajemen Resiko adalah serangkaian metodologi dan

prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,

memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dari

seluruh kegiatan usaha bank.

-TujuanManajemenRisiko

1.Menyediakaninformasitentangrisikokepadapihakregulator.

Page 10: Manajemen Resiko Bank Syariah

2.Memastikanbank tidak mengalamikerugianyang bersifatunacceptable.

3.Meminimalisasikerugiandariberbagairisikoyang bersifatuncotrolled.

4.Mengukureksposurdanpemusatanrisiko.

5.Mengalokasikanmodal danmembatasirisiko.

Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi,

pengukuran, pemantauan, dan pengendalian resiko

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1.      Identifikasi resiko dilaksanakan dengan melakukan

analisis terhadap :

a.      Karakteristik resiko yang melekat pada aktifitas

fungsional

b.      Resiko dari produk dan kegiatan usaha

2.      Pengukuran resiko dilaksanakan dengan melakukan :

a.      Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi,

sumber data, dan prosedur yang digunakan untuk mengukur

resiko.

b.      Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran resiko

apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk,

transaksi, dan faktor resiko yang bersifat material.

3.      Pemantauan resiko dilaksanakan dengan melakukan :

a.      Evaluasi terhadap eksposure resiko

b.      Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat

perubahan kegiatan usaha, produk transaksi, faktor

resiko, teknologi informasi dan sistem informasi

manajemen resiko yang bersifat material.

Page 11: Manajemen Resiko Bank Syariah

4.      Pelaksanaan pengendalian resiko, digunakan untuk

mengelola resiko-resiko tertentu yang dapat membahayakan

kelangsungan usaha bank.

Resiko dapat diklasifikasikan melalui berbagai cara,

diantaranya resiko dibedakan menjadi resiko bisnis dan

resiko finansial. Resiko bisnis muncul secara alami dari

aktivitas bisnis yang dijalankan yang berhubungan dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi pasaran produk. Sedangkan

resiko finansial muncul dari kemungkinan kerugian dalam

pasar keuangan, biasanya perubahan pada variabel-variabel

keuangan, biasanya berhubungan dengan leverage dan risiko

dimana kewajiban dan liabilitas tidak bisa dipertemukan

dengan aset lancar.

Page 12: Manajemen Resiko Bank Syariah

BAB III

PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO

BANK SYARIAH

Lembaga Keuangan Syariah yang dibentuk sejak tiga

dekade terakhir sebagai alternatif bagi lembaga keuangan

konvensional, terutama ditujukan untuk menawarkan

kesempatan investasi, pembiayaan, dan perniagaan yang

sesuai dengan prinsip-prinsip syariah khususnya

perbankan. Dalam usianya yang masih sangat belia,

pertumbuhan industri perbankan ini sangat membanggakan.

Salah satu fungsi dasarnya adalah untuk mengelola resiko

yang muncul dalam transaksi keuangan secara efektif.

Page 13: Manajemen Resiko Bank Syariah

Menurut PBI No.11/25/2009 tentang penerapan

manajemen resiko bagi bank umum bahwa :

        Bank Umum Konvensional wajib menerapkan Manajemen

Resiko untuk seluruh resiko sebagaimana yang dimaksud

        Bank Umum Syariah wajib menerapkan Manajemen Resiko

paling kurang untuk 4 (empat) jenis resiko sebagaiman

dimaksud

Adapun penerapan manajemen resiko yang dimaksud

menurut PBI diidentifikasikan sebagai berikut :

1.      Resiko Kredit adalah resiko akibat kegagalan debitur

dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban pada bank.

2.      Resiko Pasar adalah resiko pada posisi neraca dan

rekening administratif termasuk transaksi derivatif,

akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar,

termasuk resiko perubahan harga option.

3.      Resiko Likuiditas adalah resiko akibat ketidakmampuan

bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari

sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid

berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa

mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.

4.      Resiko Operasional adalah resiko akibat ketidakcukupan

dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan

manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-

kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank.

5.      Resiko Kepatuhan adalah resiko akibat bank tidak

mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-

undangan dan ketentuan yang berlaku.

Page 14: Manajemen Resiko Bank Syariah

6.      Resiko Hukum adalah resiko akibat tuntutan hukum

dan/atau kelemahan aspek yuridis.

7.      Resiko Reputasi adalah resiko akibat menurunnya

tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi

negatif terhadap bank.

8.      Resiko Stratejik adalah resiko akibat ketidaktepatan

dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan

stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan

lingkungan bisnis.

Menurut Tariqullah Khan dan Habib Ahmed (2008:20-

30), proses penerapan manajemen resiko bank syariah

terdiri dari :

a.      Manajemen Resiko Kredit

Dewan direksi harus menguraikan keseluruhan strategi

manajemen resiko kredit dengan menunjukan kemauan bank

untuk menyalurkan pembiayaan di berbagai sektor usaha,

lokasi geografis, jangka waktu, dan tingkat

profitabilitas tertentu. Sejalan dengan hal tersebut,

juga harus memahami tujuan dari kualitas kredit,

pendapatan, pertumbuhan, dan hubungan timbal balik antara

resiko dengan tingkat return dari aktivitas yang

dijalankan. Dan yang terpenting, strategi manajemen

resiko kredit tersebut harus dikomunikasikan pada seluruh

bagian perusahaan.

Senior manajemen bank bertanggung jawab untuk

melaksanakan strategi manajemen resiko kredit yang telah

ditetapkan oleh dewan direksi, yaitu dengan mengembangkan

prosedur-prosedur tertulis yang merefleksikan keseluruhan

Page 15: Manajemen Resiko Bank Syariah

strategi serta meyakinkan pelaksanaannya. Prosedur yang

dibuat harus memuat kebijakan-kebijakan untuk

mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan mengontrol

resiko kredit. Perhatian juga perlu diberikan kepada

aspek diversifikasi portofolio dengan menetapkan batas

minimum pemberian kredit pada satu nasabah, grup usaha

dari nasabah terkait, industri, sektor ekonomi, suatu

kawasan, dan produk-produk individu. Bank dapat

menggunakan pengujian (stress testing) dalam menetapkan limit

dan monitoring dengan mempertimbangkan siklus usaha, suku

bunga yang berlaku dan perubahan-perubahan yang terjadi

di pasar. Bagi bank yang menyalurkan kredit berskala

internasional, juga perlu menilai risiko negara (country

risk) di mana ia berhubungan.

Bank harus memiliki sistem untuk pengadministrasian

berbagai jenis risiko kredit dalam portofolio.

Administrasi kredit yang tepat oleh bank setidaknya harus

mencakup operasional yang efektif dan efisien dalam

rangka dokumentasi proses monitoring, ketentuan-ketentuan

dalam kontrak, ketentuan legalitas, jaminan, dan lain-

lain, membuat laporan kepada manajemen secara akurat dan

berkala, mematuhi kebijakan dan prosedur manajemen, serta

aturan dan regulasi yang berlaku.

b.      Manajemen Resiko Suku Bunga

Dewan direksi harus menetapkan keseluruhan tujuan,

strategi, dan kebijakan yang mengatur risiko suku bunga

bank. Di samping menetapkan risiko suku bunga, dewan

dir3eksi juga harus memastikan bahwa pihak manajemen

Page 16: Manajemen Resiko Bank Syariah

telah mengambil langkah-langkah yang tepat untuk,

mengukur, memonitor, dan mengontrol risiko-risiko ini.

Dewan direksi harus diberikan informasi secara periodik

dan mereview status risiko suku bunga bank ini melalui

laporan.

Senior manajemen harus memastikan bahwa bank telah

mematuhi kebijakan dan prosedur yang memungkinkan risiko

suku bunga dapat dikelola. Kebijakan dan prosedur ini

meliputi pemeliharaan proses review manajemen risiko suku

bunga, limit risiko yang tepat, sistem pengukuran risiko

yang memadai, sistem pelaporan risiko suku bunga yang

komprehensif, dan kontrol internal yang efektif. Bank

harus menetapkan siapa saja individu atau komite yang

harus bertanggung jawab terhadap manajemen risiko suku

bunga dan mendefenisikan garis wewenang dan tanggung

jawab masing-masing.

Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur yang

terdefenisi dengan jelas untuk membatasi dan mengontrol

risiko suku bunga, yaitu dengan menjelaskan tanggung

jawab dan akuntalibilitas terhadap keputusan manajemen

risiko suku bunga dan mendefenisikan instrumen yang telah

diotorisasi, strategi hedging dan profit taking. Risiko

suku bunga pada produk-produk baru harus dijelaskan

melalui analisis waktu jatuh tempo, masa repricing dan

poengambilan suatu instrumen. Dewan direksi harus

menetapkan hedging atau stategi manajemen risiko yang

baru sebelum semua ini diimplementasikan.

c.       Manajemen Resiko Likuiditas

Page 17: Manajemen Resiko Bank Syariah

Bisnis perbankan berhubungan dengan dana seseorang yang

sewaktu-waktu dapat ditarik sehingga manajemen likuiditas

merupakan yang sangat penting bagi bank. Oleh karena itu,

senior manajemen dan dewan direksi harus meyakinkan bahwa

prioritas dan tujuan bank untuk kepereluan manajemen

likuiditas telah jelas. Senior manajemen harus memastikan

bahwa risiko likuiditas telah terkelola secara efektif

dengan menentukan serangkaian prosedur dan kebijakan.

Bank harus memiliki sistem informasi yang berfungsi untuk

mengukur, memonitor, mengontrol, dan melaporkan risiko

likuiditas. Laporan berkala mengenal likuiditas harus

disediakan bagi dewan direksi dan senior manajemen.

Laporan ini, diantaranya harus mencakup posisi likuiditas

dalam rentang waktu tertentu.

Esensi dari masalah manajemen likuiditas muncul dari

adanya kenyataan bahwa terdapat hubungan timbal balik

antara likuiditas dan profibalitas, dan adanya mismatch

antara permintaan dan penawaran aset-aset yang likuid.

Sementara bank tidak mampu mengontrol sumber-sumber dana

(dana pihak ketiga), ia dapat mengontrol penggunaan dari

dana-dana tersebut. Misalnya, posisi likuiditas bank

memberikan prioritas pada pengalokasian dana. Dengan

asumsi bahwa opportunity cost dari dana-dana yang likuid

adalah tetap, maka setelah memiliki likuiditas yang

cukup, bank harus melakukan investasi yang dapat

mendatangkan keuntungan. Sebagian besar bank yang ada

sekarang ini telah membuat cadangan pelindung (protective

reserve) di atas cadangan yang telah direncanakan.

Page 18: Manajemen Resiko Bank Syariah

Sementara cadangan yang direncanakan merupakan verifikasi

dari ketentuan regulator dan hasil perkiraan, jumlah dari

cadangan pelindung tergantung pada sikap pihak manajemen

terhadap risiko likuiditas.

d.      Manajemen Resiko Operasional

Dewan direksi dan senior manajemen harus mengembangkan

keseluruhan kebijakan dan strategi untuk mengelola resiko

operasional. Sementara resiko operasional bisa muncul

akibat kegagalan faktor manusia, proses, dan teknologi,

manajemen atas resiko ini lebih kompleks lagi. Senior

manajemen perlu menetapkan standar mnajemen resiko dan

pedoman pelaksanaan yang jelas, yang dapat mereduksi

resiko operasional ini. Disamping itu, perhatian juga

perlu ditekankan pada resiko aspek manusia, proses, dan

teknologi yang bisa muncul dalam lembaga.

Dengan tetap memerhatikan sumber-sumber munculnya resiko

operasional, standar identifikasi dan manajemen yang

dibutuhkan juga perlu dikembangkan. Ketelitian juga perlu

ditekankan untuk mengatasi resiko operasional yang muncul

dari departemen atau unit organisasi akibat faktor

manusia, proses, dan teknologi. Pedoman dan aturan juga

harus dirinci dengan jelas. Disamping itu, pihak

manajemen juga perlu mengembangkan “katalog resiko

operasional” dimana peta dari proses bisnis dari tiap

departemen dalam lembaga terinci dengan jelas. Misalnya,

proses bisnis yang berhubungan dengan nasabah dan

investor perlu disusun. Katalog ini tidak saja dapat

mengidentifikasi dan menilai resiko operasional, tetapi

Page 19: Manajemen Resiko Bank Syariah

juga dapat dipakai sebagai bukti transparansi oleh pihak

manajemen dan auditor.

Resiko operasional memang cukup kompleks sehingga sangat

sulit untuk mengukurnya. Sebagian besar teknik pengukuran

resiko operasional yang ada masih sangat sederhana dan

bersifat eksperimental. Namun demikian, bank dapat

mengumpulkan informasi tentang berbagai jenis dari

laporan dan rencana yang dipublikasikan dalam lembaga

(seperti laporan audit, laporan pengawasan, laporan

manajemen, rencana bisnis, rencana operasional, tingkat

error, dan lain-lain). Review secara cermat dan hati-hati

atas dokumen-dokumen ini dapat menutup GAP yang

merepresentasikan potensi resiko. Data dari laporan-

laporan tersebut lebih lanjut dapat dikategorikan menjadi

faktor internal dan faktor eksternal dan dikonversi ke

dalam kemungkinan kerugian lembaga. Sebagian dari resiko

operasional juga dapat terlindungi. Alat untuk menilai,

memonitor, dan mengelola resiko di antaranya meliputi

review secara berkala, pengujian (stress testing), dan alokasi

modal ekonomi dalam jumlah yang tepat.

Page 20: Manajemen Resiko Bank Syariah

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A.     Kesimpulan

1.      Perkembangan lembaga keuangan syariah tergolong cukup

cepat. Dengan didukung oleh UU No.10 Tahun 1998 sebagai

pengganti UU No.7 Tahun 1992 memberikan peluang yang

lebih besar lagi bagi pengembangan perbankan syariah

karena bertujuan memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi

masyarakat yang tidak menerima konsep bunga, membuka

peluang pembiayaan dengan prinsip kemitraan, dan memenuhi

kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki

beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan

pembebanan bunga yang berkesinambungan.

Page 21: Manajemen Resiko Bank Syariah

2.      Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan

situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan yang

mengalami perkembangan pesat, perbankan syariah pada

khususnya akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis

resiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan

melekat pada kegiatan usahanya.Resiko-resiko tersebut

tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan

dikendalikan. Oleh karena itu bank syariah harus dapat

membentuk satuan tim yang mampu mengelola dan merupakan

cakupan dari manajemen resiko itu sendiri yaitu :

Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; kecukupan

kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; kecukupan

proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan

pengendalian resiko serta sistem informasi manajemen

resiko; dansistem pengendalian intern yang menyeluruh.

3.      Menurut PBI (Peraturan Bank Indonesia) Nomor

11/25/PBI/2009 tantang perubahan atas PBI No.5/8/2003

tentang penerapan manajemen resiko bagi bank umum bahwa

penerapan manajemen resiko terdiri dari resiko kredit,

resiko pasar, resiko likuiditas, resiko operasional,

resiko hukum, resiko kepatuhan, resiko reputasi dan

resiko stratejik. Bank Umum Konvensional wajib menerapkan

keseluruhan resiko dimaksud sedangkan Bank Umum Syariah

wajib menerapkan paling kurang 4 (empat) jenis resiko

tersebut.

4.      Penerapan manajemen resiko yang biasa dikelola oleh

perbankan syariah antara lain manajemen resiko kredit,

Page 22: Manajemen Resiko Bank Syariah

manajemen resiko suku bunga, manajemen resiko likuiditas

dan manajemen resiko operasional.

B.      Saran

Perbankan Syariah yang berfungsi menghimpun dana dan

menyalurkan dana bagi masyarakat disarankan mampu

melaksanakan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip

dasarnya yang berlandaskan islam. Serta mampu meyakinkan

masyarakat atas keberadaan syariah yang tidak menjalankan

konsep bunga yang rentan akan fluktuasi bunga. Untuk itu

diharapkan Bank Syariah mampu mengelola manajemen resiko

secara cermat agar fungsi utamanya dapat berjalan dengan

baik. Melalui UU No.21 Tahun 2008 dan PBI No.11/25/2009

telah membuktikan kepada kita bahwa pemerintah serius

terhadap perkembangan bank syariah yang sudah sangat

pesat di kalangan masyarakat. Oleh karena itu juga

disarankan agar Bank Syariah mampu mempromosikan secara

luas program-programnya dengan manajemen yang baik agar

masyarakat sebagai pengguna jasa-jasa perbankan yakin dan

percaya.