BAB 1 PENDAHULUAN Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, dan sesudah pembedahan. Definisi anestesiologi berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Adapun definisi ilmu anestesi dan reanimasi saat ini adalah cabang ilmu kedokteran yangmempelajari tatalaksana untuk mematikan rasa, baik rasa nyeri, takut, dan rasa tidak nyaman serta ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk menjaga dan mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama mengalami kematian akibat obat anestesi. 1 Anestesi pada semua pasien yang dilakukan operasi itu bertujuan untuk memudahkan operator dalam melakukan operasi dan hasil akhirnya diharapkan tujuan operasi tercapai. Adapun target anestesi itu sendiri yaitu yang lebih dikenal dengan trias anestesia yang meliputi tiga target yaitu hipnotik, anelgesia, relaksasi. Tidak terkecuali pada operasi fraktur, perlu dilakukan tindakan anestesi agar pelaksanaan operasi lebih mudah. 4 Dewasa ini fraktur lebih sering terjadi dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia maupun dunia baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, dan bertambahnya jaringan jalan serta kecepatan kendaraan. Di samping itu fraktur juga bisa disebabkan oleh faktor lain, diantaranya 1
51
Embed
Manajemen Perioperatif pada Pasien Fraktur Multipel
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi
menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, dan sesudah
pembedahan. Definisi anestesiologi berkembang terus sesuai dengan
perkembangan ilmu kedokteran. Adapun definisi ilmu anestesi dan reanimasi saat
ini adalah cabang ilmu kedokteran yangmempelajari tatalaksana untuk mematikan
rasa, baik rasa nyeri, takut, dan rasa tidak nyaman serta ilmu yang mempelajari
tatalaksana untuk menjaga dan mempertahankan hidup dan kehidupan pasien
selama mengalami kematian akibat obat anestesi.1 Anestesi pada semua pasien
yang dilakukan operasi itu bertujuan untuk memudahkan operator dalam
melakukan operasi dan hasil akhirnya diharapkan tujuan operasi tercapai. Adapun
target anestesi itu sendiri yaitu yang lebih dikenal dengan trias anestesia yang
meliputi tiga target yaitu hipnotik, anelgesia, relaksasi. Tidak terkecuali pada
operasi fraktur, perlu dilakukan tindakan anestesi agar pelaksanaan operasi lebih
mudah. 4
Dewasa ini fraktur lebih sering terjadi dengan makin pesatnya kemajuan
lalu lintas di Indonesia maupun dunia baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah
kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, dan bertambahnya jaringan jalan serta
kecepatan kendaraan. Di samping itu fraktur juga bisa disebabkan oleh faktor lain,
diantaranya adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai
di pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Sebagian besar fraktur disebabkan
oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan,
pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisimiring,
pemuntiran, atau penarikan.4 Efek trauma pada tulang bergantung pada jenis
trauma, kekuatan, dan arahnya. Fraktur radius dan ulna dapat diakibatkan oleh
trauma langsung yang mengenai lengan bawah saat kecelakaan. Batang femur
juga dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung pada bagian depan lutut yang
berada dalam posisi fleksi pada saat kecelakaan lalu lintas.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Fraktur Femur dan Antebrachii
2.1.1 Definisi
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer, 2000).4 Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang
tulang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung. Sedangkan fraktur
antebrachii adalah terputusnya kontinuitas batang tulang radius dan ulna. Akibat
trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Trauma
tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang
patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut fraktur terbuka. Patah
tulang dekat sendi atau yang mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang
disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.4,7
Gambar 1. Fraktur segmental pada shaft femur (kiri) dan fraktur
antebrachii (kanan)4,7
2.1.2 Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai
kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Menurut Smeltzer &
Bare (2001), penyebab fraktur adalah dapat dibagi menjadi tiga yaitu:4,7
1. Fraktur Traumatik
2
a) Trauma langsung yaitu pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b) Trauma tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur. Dapat terjadi pada tumor tulang jinak
maupun ganas, infeksi seperti osteomielitis, dan rakhitis yaitu suatu penyakit
tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua
jaringan skeletal lain.7
3. Fraktur Spontan
Fraktur spontan biasanya disebakan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001)
antara lain:4,7
1. Deformitas yang disebabkan oleh otot-otot ekstremitas yang menarik patahan
tulang.
2. Krepitasi yaitu rasa gemeretak ketika ujung tulang bergeser
3. Bengkak
4. Ekimosis
5. Spasme otot dan spasme involunters dekat fraktur
6. Nyeri yang mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan
7. Kehilangan sensasi yang dapat terjadi akibat rusaknya saraf
8. Syok hipovolemik akibat dari kehilangan darah
9. Pergerakan abnormal dimana tempat fraktur menjadi sendi palsu
10. Gangguan fungsi dimana ekstremitas tidak dapat digerakkan
3
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis fraktur
dan komplikasinya antara lain:4,7
a. Foto polos, dimana menampakkan perubahan struktural atau fungsional tulang
dan sendi.
b. Artroskopi bila terjadi trauma pada lutut. Dengan pemeriksaan ini diagnosis
yang akurat dapat ditegakkan.
c. Myelografi untuk mengevaluasi kerusakan jaringan kordaspinalis dan ujung
saraf.
d. CT scan tulang untuk membantu mendeteksi adanya keganasan, trauma,
masalah degeneratif, dan osteomyelitis.
e. Laboratorium darah lengkap untuk melihat peningkatan hematokrit dan
leukosit.
2.1.5 Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan oleh adanya fraktur antara lain:4,7
a) Komplikasi dini
Fraktur dapat menyebabkan gangguan neurologis yaitu lesi pada saraf perifer
maupun medula spinalis, serta adanya efek sistemik yaitu emboli lemak. Selain
itu dapat juga menyebabkan gangguan vaskuler diantaranya adalah
compartment syndrome dan trauma vaskuler yang menyebabkan perdarahan
banyak yang berujung pada anemia.
b) Komplikasi lanjut
Komplikasi yang dapat ditimbulkan setelah fraktur dalam waktu lama antara
lain kontraktur, disuse athropy, malunion, serta gangguan pertumbuhan.
2.1.6 Penatalaksanaan
Adapun prinsip penatalaksanaan fraktur adalah sebagai berikut:
1. Rekognisi
Prinsip utama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinis, dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan
lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk
4
penatalaksanaan, serta komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
2. Reduksi
Reduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas, dan perubahan osteoartritis di
kemudian hari.
3. Retensi
Retensi adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-
fragmen tulang selama masa penyembuhan dengan cara imobilisasi.
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi dilaksanakan untuk mengembalikan aktifitas fungsional
semaksimal mungkin.
Untuk mempertahankan imobilisasi dalam fraktur, setelah dilakukan
reduksi, fragmen tulang harus dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:4,7
a) Open Reduction and External Fixation (OREF)
Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal
dapat menggunakan konselosa screw, metil metakrilat, atau dengan jenis lain
seperti gips.
b) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)
ORIF akan mempertahankan posisi tulang yang fraktur dengan melakukan
pembedahan untuk memasukkan paku, sekrup, atau pen ke dalam tempat
fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang pada fraktur secara bersamaan.7
Indikasi dilakukannya ORIF antara lain:
- Fraktur yang tidak bisa sembuh dan bahaya nekrosis avaskulernya tinggi
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup misalnya fraktur dislokasi
- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan misalnya fraktur
antebrachii dan fraktur femur
- Fraktur yang memberikan hasil baik dengan operasi
5
Gambar 2. ORIF dengan pemasangan plate dan screw pada fraktur antebrachii
(kiri) dan fraktur femur (kanan)4,7
Pada pasien dengan fraktur femur dengan reposisi atau operasi fiksasi
eksternal atau internal dan reduksi terbuka dislokasi, patah tulang paha, lutut,
kruris dan tulang kaki ada beberapa masalah anestesi dan reanimasi yang harus
diperhatikan, antara lain:1,5
1. Posisi miring pada tulang paha
2. Perdarahan luka operasi (pada patah tulang multiple
3. Operasi berlangsung lama (pada patah tulang multiple)
4. Kerusakan jaringan lunak
5. Nyeri yang hebat
6. Pada beberapa kasus operasinya bersifat darurat
7. Bahaya emboli lemak pada patah tulang panjang.
Sedangkan pada kasus pasien dengan operasi eksternal atau internal dan
reduksi terbuka dislokasi atau patah tulang lengan dan klavikula, masalah anestesi
dan reanimasi adalah posisi miring.1
2.2 Manajemen Perioperatif pada Pasien Fraktur
2.2.1 Evaluasi Pra Anestesi
Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi
yang bertujuan untuk mengetahui status fisik pasien prabedah dan menganalisa
jenis operasi sehingga dapat memilih jenis atau teknik anestesi yang sesuai, juga
dapat meramalkan penyulit yang akan terjadi selama operasi dan atau pasca bedah
dan kemudian mempersiapkan obat atau alat untuk menanggulangi penyulit
tersebut.2 Tatalaksana evaluasi praanestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
6
pemeriksaan penunjang, konsultasi dan koreksi terhadap kelainan fungsi organ
vital dan penentuan status fisik pasien praanestesi.5 Hal ini dilakukan untuk
menegakkan diagnosis sehingga persiapan pasien dapat dilakukan sesegera
mungkin. Yang harus diperhatikan pada anamnesis adalah identifikasi pasien,
riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita misalnya gangguan faal
hemostatis, penyakit saraf otot, infeksi di daerah lumbal, syok, anemia, dan
kelainan tulang belakang, riwayat obat-obatan yang sedang atau telah digunakan,
riwayat operasi dan anestesia yang pernah dialami diwaktu yang lalu, serta
kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi
seperti merokok. Pemeriksaaan fisik rutin meliputi pemeriksaan tinggi, berat, suhu
badan, keadaan umum, kesadaran umum, tanda-tanda anemia, tekanan darah, nadi
dan lain-lain. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada pasien fraktur
adalah pemeriksaan darah (Hb, leukosit, golongan darah, faal hemostasis), foto
polos AP/ lateral pada bagian yang dicurigai fraktur, foto polos toraks, dan EKG.
Gangguan elektrolit dan abnormalitas dari faktor koagulasi harus dikoreksi
terlebih dahulu.1,2,5
Berdasarkan hasil pemeriksaan praanestesia tersebut maka dapat
disimpulkan status fisik pasien praanestesia. American Society of Anesthesiologist
(ASA) membuat klasifikasi status fisik praanestesia menjadi 5 kelas, yaitu :1,5
ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
ASA 2 : pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang
dan tidak ada gangguan aktivitas rutin.
ASA 3 : pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik berat sehingga aktivitas
rutin terbatas tetapi tidak mengancam nyawa
ASA 4 : pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik berat dan pasien tidak
dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman
kehidupannya setiap saat.
ASA 5 : pasien penyakit bedah yang disertai penyakit sistemik berat yang sudah
tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi atau tidak dalam 24 jam pasien
akan meninggal.
Apabila tindakan pembedahannya dilakukan secara darurat maka dicantumkan
tanda E (emergency) di belakang angka.
7
2.2.2 Persiapan Pra Anestesi
Persiapan praanestesi adalah mempersiapkan pasien baik psikis maupun
fisik agar pasien siap dan optimal untuk menjalani prosedur anestesi dan
diagnostik atau pembedahan yang direncanakan sesuai hasil evaluasi praanestesi,
persiapan juga mencakup surat persetujuan tindakan medis. Sebagai seorang ahli
anestesi yang menjadi perhatian utama pada pasien dengan peritonitis adalah
memperbaiki keadaan umum pasien sebelum diambilnya tindakan operasi..
Tindakan mencakup airway, breathing dan circulation. Oksigenisasi, terapi
cairan, vasopresor/inotropik dan transfusi bila diperlukan. Pemasangan infus
bertujuan untuk mengganti defisit cairan selama puasa dan mengkoreksi defisit
cairan prabedah, sebagai fasilitas vena terbuka untuk memasukan obat-obatan
selama operasi dan sebagai fasilitas transfusi darah, memberikan cairan
pemeliharaan, serta mengkoreksi defisit atau kehilangan cairan selama operasi.
Berikut adalah tujuan dari terapi cairan, yaitu mengganti cairan dan kalori yang
dialami pasien prabedah akibat puasa, fasilitas vena terbuka bahkan untuk koreksi
defisit akibat hipovolemik atau dehidrasi.1,2,3,5 Cairan yang digunakan adalah:
- Untuk mengganti puasa diberikan cairan pemeliharaan
- Untuk koreksi defisit puasa atau dehidrasi berikan cairan kristaloid.
- Perdarahan akut berikan cairan kristaloid + koloid atau transfusi darah
Pedoman koreksinya sebagai berikut :
- Hitung kebutuhan cairan perhari (perjam)
- Hitung defisit puasa (lama puasa) atau dehidrasi (derajat dehidrasi)
- Jam pertama setelah infus terpasang berikan 50% defisit + cairan
pemeliharaan/jam
- Pada jam ke dua, diberikan 25% defisit + cairan pemeliharaan per jam.
- Pada jam ke tiga, diberikan 25% defisit + cairan pemeliharaan per jam.
Pasien sebaiknya menggunakan kateter foley untuk memonitor
pengeluaran urin. Untuk pasien yang sangat berat dapat digunakan monitor
hemodinamik untuk melihat kebutuhan resusitasi dan suport inotropik. Persiapkan
analgesia yang cukup dengan segera jika mampu dilakukan. Selain persiapan
fisik, psikologis pasien juga harus diperhatikan sebelum tindakan operatif.
8
Persiapan psikologis adalah persiapan farmakologis penting untuk anestesia dan
pembedahan.
Persiapan di kamar operasi meliputi persiapan meja operasi, mesin
anestesi, alat resusitasi, obat resusitasi, obat anestesi, tiang infus, alat pantau
kondisi pasien, kartu catatan medik anestesi, serta selimut penghangat khusus
untuk bayi dan orangtua.
Pada pasien fraktur multipel harus ada persiapan khusus misalnya koreksi
gangguan fungsi organ yang mengancam, penanggulangan nyeri, serta persiapan
transfusi darah.7
2.2.3 Premedikasi
Premedikasi adalah tindakan pemberian obat-obatan pendahuluan dalam
rangka pelaksanaan anestesi dengan tujuan : meredakan kecemasan dan ketakutan,