MANAJEMEN PENGELOLAHAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF TAK BERGERAK (Studi kasus lembaga wakaf PP Muhamadiyah) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: SURYADI NIM: 1112044100077 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440/2019
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MANAJEMEN PENGELOLAHAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF
TAK BERGERAK
(Studi kasus lembaga wakaf PP Muhamadiyah)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
SURYADI
NIM: 1112044100077
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440/2019
v
ABSTRAK
Suryadi, NIM : 1112044100077, Manajemen Peneglolaan dan Pengembangan
Wakaf tak bergerak (Studi Kasus Lembaga Wakaf PP Muhammadiyah), Program
Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M.
Skripsi ini merupakan upaya penjelasan bagaimana sebuah wakaf tak bergerak
yang berupa tanah dapat dikelola dengan baik sehingga dapat menjadi wakaf yang
produktif yang dilakukan oleh PP Muhamadiyah. Hal tersebut memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat agar dapat menjadi contoh atau
dapat memanfaatkan wakaf sebaik mungkin sehingga wakaf dapat dikelola dengan
baik sehingga dapat menjadi produktif.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen pengelolaan
dan pengembangan wakaf tak bergerak (dalam hal ini tanah) yang dilakukan oleh
PP Muhammadiyah.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif
yang tertulis atau disebut juga metodelogi kualitatif yang berarti prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini juga menggunakan
penelitian kepustakaan yaitu dengan mengambil referensi pustaka yang relevan
dengan masalah ini.
Berdasarkan hasil penelitian skripsi ini menyimpulkan bahwa Manajemen
Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Tak Bergerak (dalam hal ini adalah
tanah) oleh PP Muhamadiyah dapat dikelola dengan baik karena adanya aturan
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya tersendiri.
Kata Kunci : Wakaf tak bergerak, PP Muhamadiyah (Studi kasus
lembaga Wakaf PP Muhamadiyah)
Pembimbing : 1. Sri Hidayati, M.Ag
Daftar Pustaka : Tahun 1954-2019
vi
KATA PENGANTAR
Segala Piju bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah memebrikan
rahmat dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “Manajemen pengelolahan dan pengembangan wakaf tak bergerak
(Studi kasus lembaga wakaf PP Muhammadiyah)”. Shalawat serta salam semoga
tercurah limpahan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memebawa
ummatnya menuju jalan yang lurus dan yang diridhoi Allah SAW.
Dalam penyelesaian skripsi ini banyak rintangan dan hambatan yang datang
silih berganti. Namun berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak maka
peneliti dapat melewati semuanya tentunya dengan izin yang Maha Kuasa. Oleh
karena itu, penulis merasa perlu mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., MA., M.H., Selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berikut para wakil
Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.
3. Dr. Hj. Mesraini, SH, M.Ag., dan Ahmad Chairul Hadi, M.A., selaku
Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Sekertaris Program Studi
Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum yang selalu memberikan
semangat dan arahan kepada penulis.
4. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. dan Sri Hidayati, M.Ag. selaku dosen
pembimbing yang selalu siap sedia dan tak kenal lelah saat membimbing
dan senantiasa mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini dan
menjadi kebanggaan tersendiri kepada penulis karena telah dibimbing
orang hebat seperti beliau.
5. Kedua orang tua, ibuku tersayang Mulwarsih dan ayahku tercinta M.
Daud yang tidak pernah lelah memberikan doanya dan motivasinya
kepada peneliti, serta kakak-kakak ku Metta, Novi dan Riko yang
memberikan semangat disaat penulis merasa terjatuh dan terpuruk.
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………………..…………………….i
Ajaran Islam tidak hanya mengandung nilai ibadah saja, namun juga
mengandung nilai sosial, dan ada pula yang mengandung keduanya. Dari
salah satu ajaran Islam yang mengandung keduanya adalah tentang wakaf.
Ditinjau dari nilai sosial, wakaf mempunyai tugas yang berperan penting
dalam sebagian Masyarakat dalam beberapa kondisi. Kebijaksanaan Allah
SWT telah menciptakan manusia dengan sifat dan kemampuan yang berbeda-
beda menimbulkan adanya kaya dan miskin serta kuat dan lemah dalam
masyarakat. Oleh sebab itu, Allah memerintahkan supaya yang kaya
memperhatikan yang miskin serta yang kuat membantu yang lemah.
Menurut cendekiawan muslim Sayyid Ameer Ali, Hukum wakaf
merupakan cabang yang terpenting dalam hukum Islam, karena ia terjalin ke
dalam seluruh kehidupan ibadah dan perekonomian sosial kaum muslim1.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wakaf merupakan sumber daya
ekonomi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan
ekonomi. Artinya, pemanfaatan wakaf tidak hanya sebatas untuk kegiatan
keagamaan dan sosial belaka, namun juga dapat digunakan untuk menopang
perekonomian masyarakat.
Untuk mengembangkan kesejahteraan umat, AL-Quran telah
meletakkan dasar terutama agar harta yang dimiliki oleh individu-individu
tidak beredar diantara orang-orang kaya saja, yaitu dalam (Q.S. Al-Hasyr 59 :
7) :
1 Rachmadi,Usman. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2009. hlm
119.
2
Dari ayat diatas telah dijelaskan bahwa Islam melarang konsentrasi
kekayaan pada individu tertentu. Prinsip ajaran Islam ada pada sistem zakat,
shadaqoh, hibah dan wakaf yaitu untuk mengeluarkan sebagian rezekinya
untuk menyantuni orang-orang fakir, miskin, serta orang-orang lemah dalam
masyarakat. Dengan demikian diharapkan wakaf sebagai salah satu
instrumen untuk membangun kesejahteraan umat.dapat berperan aktif
sehingga dapat mengentaskan kemiskinan yang melanda selama ini. Wakaf
merupakan salah satu dari sekian banyak penyerahan harta atau hak milik
secara ikhlas dari seorang kepada orang lain atau kepada suatu kelompok
misalnya yayasan untuk dimanfaatkan sebagai sarana ubudiyah dalam rangka
jihadi sabilillah. Oleh karena itu, Manfaatnya sangat besar untuk
perkembangan umat Islam. Diantaranya ayat-ayat Al-Quran yang mendasari
ibadah Wakaf adalah Q.S Ali Imron (03) : 92
Ditengah permasalahan yang ada berkembanglah suatu perekonomian
yang lebih adil yaitu sistem ekonomi syariah. Instrumen Pengentasan
kemiskinan yang dimiliki ekonomi syariah kini menjadi salah satu alternatif
pengentasan kemiskinan yang sedang dilirik. Salah satu instrumen
pengentasan kemiskinan tersebut adalah wakaf.
3
Tanah merupakan jenis wakaf yang banyak diwakafkan dari seseorang
atau lembaga kepada orang lain atau yayasan. Oleh karena itu dalam
prosesnya tanah yang diwakafkan masih belum berjalan dengan tertib, efisien
serta produktif dalam pelaksanaannya, sehingga dalam berbagai kasus tanah
wakaf banyak yang tidak terpelihara dengan baik,tidak berjalan dengan
optimal dan kurang produktif.
Pada Umumnya wakaf digunakan hanya untuk tanah pemakaman,
mesjid, musholla, sekolah dan masih sedikit sekali yang dikelola secara
produktif. Peruntukan wakaf secara umum di Indonesia memang kurang
mengarah pada pemberdayaan ekonomi umat dan cenderung hanya
digunakan untuk kepentingan peribadatan saja. Hal tersebut dipengaruhi oleh
keterbatasan umat Islam akan pemahaman wakaf yang sebenarnya bisa juga
digunakan ke arah produktif, sesungguhnya peranan wakaf dapat
dimanfaatkan dan ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat jika
dikelola secara produktif.
Berdasarkan uraian di atas, pihak yang memang bertanggung jawab
atas pengelolaan yang terjadi selama ini adalah nazhir (pihak yang mengelola
wakaf). Dalam penelitian ini penulis mengangkat Muhammadiyah sebagai
nazhir. Muhammadiyah sendiri sebagai organisasi keagamaan yang telah
memperoleh status badan hukum memiliki status sebagai nazhir yang telah
diakui Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004. Oleh karena itu,
Muhammadiyah membentuk suatu majelis yang khusus menangani hal
tersebut,yakni Majelis wakaf dan Kehartabendaan Muhammadiyah sebagai
lembaga yang bergerak dibidang sosial keagamaan dikenal telah berhasil
membantu pemerintah dalam bidang pendidikan,kesehatan serta ekonomi
dalam pengelolaan Aset tanah wakaf menjadi produktif tidak hanya sebagai
tempat peribadatan saja tetapi sudah merambah ke rumah sakit dan lain-lain.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih
dalam dan mengangkatnya dalam sebuah judul. “MANAJEMEN
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF TAK
BERGERAK OLEH MUHAMMADIYAH”
4
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya jangkauan yang bisa digali, maka untuk memudahkan
dan mengarahkan pembahasan, penulis membatasi penulisan ini sebagai
berikut :
a. Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah hanya pada
manajemen pengelolaan wakaf tak bergerak yang berupa tanah yang
dikelola oleh Muhammadiyah.
b. Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah hanya pada
manajemen pengembangan wakaf tak bergerak yang berupa tanah
yang dikelola oleh Muhammadiyah.
2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan maka rumusan masalah yang
penulis jadikan pembahasan dalam skripsi, antara lain :
a. Bagaimana Manajemen Pengelolaan Tanah Wakaf tak bergerak
yang di kelola oleh Muhammadiyah?
b. Bagaimana Manajemen Pengembangan Wakaf tak bergerak yang
dikelola oleh Muhammadiyah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari perumusan dan pembatasan masalah diatas, maka yang akan
menjadi tujuan penelitian penulis adalah
a. Untuk mengetahui Manajemen Pengelolaan Tanah Wakaf tak
beregrak yang dilakukan oleh Muhammadiyah.
b. Untuk mengetahui Manajemen Pengembangan tanah Wakaf tak
bergerak yang dilakukan oleh Muhammadiyah
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Akademis
Sebagai sarana untuk menambahkan pengetahuan teoritis dan
wawasan mengenai manajemen pengelolahan dan pengembangan
5
wakaf tak bergerak oleh Muhammadiyah sebagai acuan dan
literatur untuk penelitian selanjutnya.
b. Praktis
Diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan lembaga
dalam rangka manajemen pengelolahan dan pengembangan wakaf
tak bergerak agar dapat meningkatkan produktivitas wakaf .
c. Masyarakat
Diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat
tentang manajemen pengelolahan dan pengembangan wakaf tak
bergerak agar pemahaman mereka tentang manajemen pengelolaan
dan pengembangan wakaf tak bergerak bertambah.
D. Review Studi Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa judul skripsi yang serupa dengan penulis:
1. Hasan Asyari (Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif di
Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum AL-Yasini), UIN Malang.
Pada skripsi Hasan menjelaskan tentang pengelolaan dan pengembangan
wakaf produktif di yayasan pondok pesantren Miftahul Ulum Al-Yasini.
2. Muhammad Razes (Optimalisasi wakaf dalam mewujudkan
kesejahteraan umat), UIN Yogyakarta. Pada skripsi Razes, Menjelaskan
Pengoptimalisasi tanah wakaf yang menghadapi kendala-kendala dalam
pelaksanaannya.
3. Alfi Fauziah (Manajemen Pengelolaan dana zakat, infak, shodaqah dan
wakaf), UIN, Malang. Pada Skripsi Alfi menjelaskan manajemen
pengelolaan dana zakat, infak, shodaqoh dan wakaf.
Dari skripsi tersebut, terdapat perbedaan dengan yang penulis teliti, yaitu:
1. Penulis akan menekankan pada manajemen pengelolaan dan
pengembangan tanah wakaf oleh Muhammadiyah.
2. Pada manajemen pengelolahan tanah wakaf produktif oleh
Muhammadiyah.
3. Manajemen pengelolaan dan pengembangan wakaf tak bergerak oleh
Muhammadiyah.
6
E. Metode Penelitian
Metode Penelitian mengemukakan secara teknis tentang cara atau metode
yang digunakan dalam suatu kegiatan penelitian. Adapun metode penelitian
yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif atau disebut juga metodelogi kualitatif yang berarti
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Dalam penelitian ini adalah manajemen pengelolaan dan pengembangan
wakaf tak bergerak oleh Muhammadiyah.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis sosiologis yaitu suatu pendekatan yang dimaksud
untuk menjelaskan masalah yang diteliti dengan hasil penelitian yang
diperoleh dalam kaitannya dengan peraturan hukum dan melihat
kehidupan dan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat atau
dalam kenyataan. Dalam penelitian ini adalah manajemen pengelolaan
dan pengembangan wakaf tak bergerak oleh Muhammadiyah.
3. Sumber Data
Sumber Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
a. Data Primer
1. Hasil wawancara dengan tokoh Muhammadiyah
2. Studi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan wakaf produktif oleh Muhammadiyah
b. Data Sekunder
1. Al-Quran
2. Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004
3. Buku-buku dan jurnal yang membahas tentang wakaf
7
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
terdiri atas 5 bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab.
Sistematika penulisan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi pengantar umum pada penulisan
skripsi ini, meliputi; Latar Belakang masalah, Pembatasan dan Rumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi terdahulu, Metode
Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II merupakan bab yang membahas tentang landasan teori yang meliputi
tinjauan umum tentang wakaf yang terdiri dari pengertian, dasar hukum,
rukun dan syarat, macam, dan Undang-undang No 41 tentang wakaf
kemudian tentang pengertian, teori dan fungsi manajemen.
Bab III tentang tata cara perwakafan di Muhammadiyah yang meliputi sejarah
singkat organisasi Muhammadiyah, tata cara perwakafan di Muhammadiyah
yang terdiri dari sub bag pendaftaran dan pengurusan, pemanfaatan dan
permasalahan yang terjadi dalam manajemen pengelolaan dan pengembangan
wakaf tak bergerak.
Bab IV tentang manajemen pengelolaan dan pengembangan wakaf oleh
Muhammadiyah yang membahas hasil dan pembahasan yang meliputi
analisis pengelolaan, analisis pengembangan, strategi pengembangan dan
tinjauan hukum Islam terhadap wakaf tak bergerak oleh Muhammadiyah
Bab V tentang Penutup. Dalam bab ini disampaikan beberapa kesimpulan
guna menjawab beberapa pertanyaan mendasar dari permasalahan yang ada di
skripsi ini. Penulis juga akan menyampaikan saran-saran yang diperlukan
sebagai catatan atas permasalahan dalam skripsi ini.
8
BAB II
MANAJEMEN WAKAF
A. Manajemen
1. Pengertian Manajemen
Managemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang
melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang
kearah tujuan organisasional atau maksud-maskud yang nyata1.
2. Teori manajemen
Manajemen modern pada dasarnya dibangun atas dua konsep
utama, yaitu teori tentang perilaku organisasi (organizational behaviour)
dan manajemen kuantitatif (management science).
a. Teori Perilaku : pandangan-pandangan umum dalam teori perilaku
ini di tandai oleh tiga tingkatan kelompok perilaku, yaitu perilaku
individu per individu; perilaku antar kelompok-kelompok sosial, dan
perilaku antar kelompok sosial. Beberapa nama yang menganut teori ini
antara lain2; Douglas McGregor melalui teori X dan Y nya, Abraham
Maslow yang mengembangkan adanya hierarki kebutuhan dalam
penjelasannya tentang perilaku manusia dan dinamika proses motivasi,
Frederich Herzberg yang menguraikan teori motivasi hiegenis atau teori
dua faktor, Robert Blake dan Jane Mouton yang mejelaskan lima gaya
kepemimpinan dengan kondisi manajerial (managerial grid), Chris
Argyris yang memandang organisasi sebagai sistem social atau sistem
antar hubungan budaya, Edgar Schein yang bayak meneliti dinamika
kelompok dalam organisasi dan sebagainya, Rensis Likert yang telah
mengidentifikasikan dan melakukan penelitiannya secara intensif
mengenai empat sistem manajemen dan Fred Fiedler yang menyarankan
pendekatan contingency pada studi kepemimpinan.
1 Terry, George R. Dasar-Dasar Manajemen, Pt Bumi Aksara, Jakarta,2009, hlm 46. 2 Terry, George R. Dasar-Dasar Manajemen, Pt Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm 68.
9
Adapun pokok-pokok pikiran yang dikemukakan oleh para
penganut teori perilaku tersebut dapat di rangkum sebagai berikut:
1) Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajer
individual untuk pengawasan harus sesuai dengan situasi.
2) Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen
pekerja terhadap tujuan organisasi sangat dibutuhkan.
3) Manajemen harus sistematik, dan pendekatan yang digunakan
harus dengan pertimbangan secara hati-hati.
4) Manajemen teknik dapat dipandang sebagai suatu proses
teknik secara ketat (peranan prosedur dan prinsip).
Selain empat pokok pikiran di atas, berdasarkan hasil riset perilaku
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Manajer masa kini harus diberikan latihan dalam pemahaman
prinsip-prinsip dan konsep-konsep manajemen.
2) Organisasi harus menjalankan iklim yang mendatangkan
kesempatan bagi karyawan untuk memuaskan seluruh
kebutuhan mereka.
3) Unsur manusia adalah faktor kunci penentu sukses atau
kegagalan pencapaian tujuan organisasi.
4) Komitmen dapat dikembangkan melalui partisipasi dan
keterlibatan para karyawan.
5) Pola-pola pengawasan dan manajemen positif yang
menyeluruh mengenai karyawan dan reaksi mereka terhadap
pekerjaan.
6) Pekerjaan setiap karyawan harus disusun sedemikian rupa
sehingga memungkinkan mereka mencapai kepuasan diri dari
pekerjaan tersebut.
b. Teori Kuantitatif (management scince): teori kuantitatif
memfokuskan perhitungan manajemen didasarkan atas perhitungan-
perhitungan yang dapat dipertanggung jawabkan keilmiahannya. Dalam
setiap pemecahan masalah harus terlebih dahulu diketahu masalahnya
10
dengan melakukan kegiatan-kegiatan riset ilmiah, riset operasional,
teknik-teknik ilmiah seperti kegiatan penganggaran modal, manajemen
aliran kas, pengembangan strategi produk, perencanaan program,
pengembangan sumber daya manusia dan sebagainya.
Pendekatan-pendekatan semacam ini dikenal sebagai pendekatan
manajemen scince atau ilmu manajemen yang biasanya dengan
prosedur dan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Merumuskan masalah.
2) Menyusun model matematik.
3) Mendapatkan penyelesaian dari model.
4) Menganalisis model dan hasil yang diperoleh dari model.
5) Menetapkan pengawasan atas hasil-hasil.
6) Mengadakan implementasi kegiatan. Pemecahan masalah
manajemen dan pengambilan keputusan manajemen yang
didasarkan atas pendekatan kuantitatif ini harus memberikan
dasar kepada manajer menyangkut dasardasar pendekatan
yang rasional.
3. Fungsi Manajemen
Fungsi pokok managemen menurut George R Terry3: yang
membentuk manajemen sebagai salah satu proses, yaitu:
a. Planning: kegiatan yang menentuan berbagai tujuan dan
penyebab tindakan-tindakan selanjutnya.
b. Organizing: kegiatan membagi pekerjaan diantar anggota
kelompok dan membuat ketentuan dalam hubungan-hubungan
yang diperlukan.
c. Actuating: kegiatan menggerakkan anggota-anggota kelompok
untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas masing-masing.
d. Controlling: kegiatan untuk menyesuaikan antara pelaksanaan dan
rencana-rencana yang telah ditentukan.
3 George R. Terry, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009, 73.
11
e. Aliran sistem manajemen: sistem adalah sekumpulan atau
serangkaian dari beberapa unsur yang saling berhubungan atau
saling bergantung sehingga membentuk suatu kesatuan yang
kompleks yang merupakan suatu keseluruhan yang terdiri dari
bagian-bagian dalam susunan yang teratur secara logis berupa
prinsip-prinsip, doktrin atau semacamnya, dalam suatu bidang
pengetahuan atau pemikiran tertentu.
B. Wakaf Dalam Islam
1. Pengertian Wakaf
Menurut Anshori dan Baalbaki wakaf secara etimologi berasal dari
kata waqafa sinonim kata habasa yang memiliki arti berhenti, diam (al-
tamakkust), atau menahan (al-imsak)4. Ibnu Mandzur menambahkan al-
hubus wa wuqifa (sesuatu yang di wakafkan), seperti habasa al-faras fi
sabīlillah (ia mewakafkan kuda di jalan Allah), atau habasa al-dār fi
sabīlillahi (ia mewakafkan rumahnya di jalan Allah)5. Yusuf bin Hasan
menjelaskan, bahwa kata al-waqfu adalah bentuk masdar (gerund) dari
ungkapan waqfu al-syai’ yang berarti menahan sesuatu6.
Sedangkan para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam
mengartikan wakaf sehingga membawa perbedaan pada hukum yang
ditimbulkannya. Hal itu sesuai dengan perbedaan mahzab yang telah
dianutnya. Adapun pendapat maasing-masing mahzab adalah sebagai
berikut :
a. Menurut Mahzab Syafi’I
1) Wakaf Menurut Imam Nawawi, menahan harta yang dapat
diambil manfaatnya tetapi bukan untuk dirinya, sementara
benda itu tetap ada padanya dan digunakan manfaatnya untuk
kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
4 Abdul Ghofur Anshori. Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia Yogyakarta: Pilar
Media. 2005. hlm7 dan Rohi Baalbaki. Al-Mawrid. Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin. 1995.
hlm1220. 5 Ibnu Mandzur. Lisan al-‘Arab. Kairo: al-Dar al-Misriyyah li al-Ta’lif wa al-Tarjamah. 1954.
hlm276. 6 Yusuf bin Hasan. Al-Dar al-Naqi fi Syarh Alfāzhi al-Kharqi. Jilid 1. Saudi Arabia: Dār
al-Mujtama’. 1990. hlm548.
12
2) Wakaf Menurut Ibnu Hajar Al-Haitam dan Syaikh Umairah
adalah menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga
keutuhan harta tersebut, dengan memutuskan kepemilikan
barang tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan.
b. Menurut Mahzab Hanafi
1) Wakaf menurut A. Imam Syarkhasi yaitu menahan harta dari
jangkuan kepemilikan orang lain (habsul mamluk’an al-tamlik
min al-ghair).
2) Al-Murghiny mendefinisi wakaf ialah menahan harta dibawah
tangan pemiliknya, disertai pemberian manfaat sebagai
sedekah (habsul’aini ala maliki al-Wakif wa tashaduq bi al-
manfa’ab).
c. Menurut Mazhab Malikiyah
Ibnu Arafah mendefinisikan wakaf ialah memberikan manfaat
sesuatu, pada batas waktu keberadaanya, bersamaan tetapnya wakaf
dalam kepemilikan si pemiliknya meski hanya perkiraan
(pengandaian).
2. Dasar Hukum Wakaf
Di dalam Al-quran wakaf memang tidak dijelaskan secara tersurat
tetapi secara tersirat disebutkan oleh ayat-ayat Al-quran dan contoh dari
Rasulullah SWT serta tradisi para sahabat. Dasar hukum wakaf tersebut
sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Beberapa ayat yang dapat digunakan sebagai pedoman atau
dasar seseorang untuk melakukan ibadah wakaf yaitu. Ayat Al-
Qur’an yang memerintahkan pemanfaatan harta untuk berbuat baik
kepada sesama Ayat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
i. Surat Ali Imran Ayat 92
13
Artinya: Kamu Sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian
harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Dari ayat ini dapat dilihat bahwa kebaikan akan tercapai
dengan wakaf. Hal ini berdasarkan riwayat Abu Thalhah,
ketika beliau mendengar ayat tersebut, beliau bergegas untuk
mewakafkan sebagian harta yang ia cintai, yaitu Beirha
(sebuah kebun yang terkenal). Maka, ayat tersebut kemudian
menjadi dalil atas diisyaratkannya wakaf.
ii. Surat Ali Imran Ayat 115
Artinya: Dan apa saja yang mereka kerjakan, Maka sekali-
kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala) Nya, dan
Allah Maha mengetahui orang-orang yang bertaqwa.
Ayat ini mengisyaratkan bahwa wakaf adalah salah satu
diantara kebaikan-kebaikan. Dan dipastikan barang siapa
yang melakukan kebaikan dengan cara wakaf, maka dia akan
mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah.
iii. Surat Al- Baqarah ayat 261
Artinya: Perumpaan (nafkah yang dikeluarkan oleh ) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,
paada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui.
Ayat ini mengisyaratkan bahwa dengan berinfaq Allah
akan melipat gandakan pahala tanpa perhitungan hisab bagi
siapa saja yang dikehendaki-Nya, melipat gandakan rizkinya
14
tanpa seorangpun yang mengetahui batas-batasnya,
melipatkgandakan rahmat-Nya yang tidak seorangpun
mengetahui jangkauan ukurannya. Infaq yang dimaksud
dalam ayat ini adalah infaq yang mengangkat derajat manusia
dan tidak mengotorinya, tidak menodai kehormatan dan tidak
mengotori perasaan, infaq yang terjadi dan bersumber dari
hati yang rela dan suci, serta semata-mata bertujuan mencari
keridhaan Allah. Makna infaq dalam ayat ini dapat juga
diartikan sebagai wakaf. Jadi barang siapa yang berwakaf
dengan niatan dan tujuan yang baik pasti akan
dilipatgandakan pahala baginya.
b. Al-Hadist
Dari Ibnu Umar, ia berkata Umar mengatakan kepada Nabi SAW.
Saya mempunyai seratus dirham dikaibar. Saya belum pernah
mendapatkan harta yang paling saya kagumi seperti itu. Nabi SAW
mengatakan kepada Umar. : “Tahanlah (jangan jual, hibahkan, dan
wariskan) asal (pokok)nya, dan jadikan buahnya sedekah untuk
sabilillah (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Dari ayat yang lain menceritakan kepada kami Qutaibah ibn
Said, menceritakan kepada kami Muhammad ibn Abdullah Al-
Anshari, menceritakan kepada kami ibnu Aun, bahwa dia berkata
Nafi’ telah menceritakan kepadaku Ibn Umar R.A., ia berkata
bahwa Umar ibn al-Khathhab memperoleh sebidang tanah di
kahibar, kemudian ia menemui Rasullah SAW, untuk memohon
15
petunjuk. Umar berkata: ”Ya Rasullah, saya mendapatkan harta
sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?”
Rasullah bersabda: “Bila engkau mau engkau dapat menahan fisik
tanah itu, lalu sedekahkan manfaat (tanah itu), dia tidak menjual,
tidak mengibahkan dan tidak mewariskannya. (H.R Al-Bukhari).
3. Rukun dan Syarat Wakaf7
a. Rukun Wakaf : Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan
syaratnya. Rukun Wakaf tersebut sebagai berikut:.
1) Wakif (orang yang mewakafkan hartanya)
2) Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan)
3) Nazhir (pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf)
4) Shighat (pernyataan atau ikrar Wakif sebagai suatu kehendak
untuk mewakafkan sebagian harta bendanya).
b. Syarat Wakaf: Dari rukun-rukun yang telah dipaparkan tersebut,
masing-masing mempunyai syarat tersendiri yang harus dilakukan demi
syahnya pelaksanaan wakaf. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut :
1) Wakif (orang yang berwakaf) disyaratkan mempunyai
kecakapan hukum atau kamalul ahliyah (legal kompeten ) dalam
membelanjakan hartanya, kecakapan tersebut antara lain adalah
merdeka, berakal sehat, dewasa, tidak boros atau lalai.
2) Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan). Dalam
perwakafannya agar dianggap sah maka harus memenuhi
beberapa syarat sebagai berikut :
a) Harta wakaf tersebut memiliki nilainya. Dimana dalam
praktiknya harta yang diwakafkan dapat bernilai walau
dipindah tangankan dan dapat dimanfaatkan dalam kondisi
bagaimanapun.
b) Harta wakaf jelas bentuknya. Dimana yang artinya harta
yang diwakafkan diketahui dengan yakin ketika benda
7 Elsi Kartika Sari. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. PT Grasindo.Jakarta: 2007,hlm32
16
tersebut diwakafkan sehingga tidak menimbulkan
persengketaan.
c) Harta wakaf merupakan hak milik dari Wakif.
d) Harta wakaf itu berupa benda yang tidak bergerak, seperti
tanah atau benda yang disesuaikan dengan wakaf yang ada.
3) Nazhir (pihak yang diberi wakaf/ peruntukan wakaf).
Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini
ada dua macam pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu
(ghaira mu’ayyan). Tertentu (mu’ayyan) adalah yang menerima
wakaf itu apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang
semuanya tertentu. Dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang
tidak tertentu (ghaira mu’ayyan) adalah tempat berwakaf itu
tidak ditentukan secara terperinci. Persyaratan bagi orang yang
menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia
mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li-al-
tamlik), maka orang muslim ,merdeka dan kafir zimmi yang
memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang
bodoh, hamba sahaya dan orang gila tidak sah menrima harta
wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan
pertama ialah yang menerima wakaf dapat menjadikan wakaf itu
untuk kebaikan dengannya, dapat mendekatkan diri dengan
Allah SWT dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan
Islam saja.
4) Shighat (pernyataan atau ikrar Wakif)
Shighat adalah sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
sebagian harta bendanya. Syarat-syarat shighat berkaitan dengan
ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat, yaitu :
a) Ucapan itu harus mengandung kata-kata yang menunjukkan
kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan
batas waktu tertentu.
b) Ucapan itu harus segera direalisasikan segera, tanpa
disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu.
17
c) Ucapan itu bersifat pasti.
d) Ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan.
Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka
penguasaan atas wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak
dapat menarik lagi pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah
dan penguasaan harta tersebut telah berpindah kepemilikannya kepada
yang menerima wakaf secara umum.
4. Macam-macam Wakaf
Ada berbagai macam wakaf yang dikenal dalam Islam yang
dibedakan berdasarkan atas beberapa kriteria. Menurut Fyzee Asaf. A.A8.
yang mengutip pendapat Ameer Ali Membagi wakaf dalam 3 golongan
sebagai berikut:
a. Untuk kepentingan yang kaya dan yang miskin dengan tidak
berbeda,
b. Untuk keperluan yang kaya dan sesudah itu baru yang miskin, dan
c. Untuk keperluan yang miskin semata-mata.
Sedangkan menurut Ahmad Azhar Basyir9, wakaf terbagi menjadi
wakaf ahli (keluarga atau khusus) dan wakaf umum (khairi). Wakaf ahli
merupakan wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu seseorang
atau lebih, baik keluarga Wakif atau bukan, misalnya mewakafkan buku-
buku untuk anak-anaknya yang mampu mempergunakan, kemudian
diteruskan kepada cucu-cucunya. Wakaf semacam ini dipandang sah dan
yang berhak menikmati harta wakaf adalah mereka yang ditunjuk dalam
pernyataan wakaf. Sedangkan Wakaf Umum merupakan wakaf yang sejak
semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak diusahakan untuk orang-
orang tertentu. Wakaf umum ini sejalan dengan amalan wakaf yang
mengatakan bahwa pahalanya akan terus mengalir, tetap dapat diambil
manfaatnya sehingga wakaf ini dapat dinikmati oleh masyarakat secara
luas dan merupakan sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan
8 Asaf A.A. Fyzee, Pokok-Pokok Hukum Islam II, (Tinta Mas, Jakarta, 1996), hlm 88 9 Ahmad Azhar Basyir, Wakaf, Izarah dan Syirkah (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987) hlm 54.
18
masyarakat baik dalam bidang sosial-ekonomi, pendidikan, kebudayaan,
serta keagamaan.
Dalam pasal 16 Undang-Undang no 41 tahun 2004 Tentang Wakaf,
harta wakaf terdiri dari benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda
bergerak yaitu benda yang keberadaaannya terpaku atau tertancap pada
suatu tempat tertentu, meliputi: hak atas tanah sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar, bagunan atau bagian bangunan, tanaman atau benda lain yang
berkaitan dengan tanah, hak milik atas atas satuan rumah susun sesuai
dengan ketentuan syariah dan perundang-undangan yang berlaku, benda
tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan untuk benda bergerak yaitu
benda yang keberadaannya tidak tertancap atau terpaku pada suatu tempat
tertentu, meliputi : uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas
kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lain dengan ketentuan
sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti
mushaf, buku dan kitab.
5. Undang-undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Begitu pentingnya wakaf untuk memberdayakan masyarakat, maka
undang-undang wakaf yang mendukung pengelolaan wakaf secara
produktif sangat diperlukan. Oleh karena itu, sudah selayaknya umat Islam
menyambut baik lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf. Dalam Undang-Undang tersebut wakaf ialah perbuatan hukum
Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan
umum menurut syariah. Dalam undang-undang tersebut pula sudah
dimasukkan rumusan konsepsi fiqih wakaf baru di Indonesia yang antara
lain meliputi benda yang diwakafkan (mauquf bih), peruntukan wakaf
(mauquf alaih), sighat (ikrar) wakaf baik untuk benda tidak bergerak
maupun benda bergerak, kewajiban dan hak nazhir wakaf, dan lain-lain
yang menunjang pengelolaan wakaf produktif benda wakaf (mauquf bih)
19
yang diatur dalam Undang-undang tentang Wakaf itu tidak dibatasi benda
tidak bergerak saja, tetapi juga benda-benda bergerak lainnya yang tidak
bertentangan dengan syariat Islam.
Lahirnya UU 41/2004 dan berbagai peraturan pelaksanaannya
merupakan perwujudan dari gagasan perlunya suatu peraturan negara
mengenai wakaf yang sebelumnya hanya diatur dalam kompilasi hukum
Islam yang ditetapkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor I tahun 1991.
Dengan demikian hukum materi tentang wakaf yang dibahas dalam
berbagai kitab fiqih, dengan uraian yang cukup luas saat ini sudah diadopsi
dalam norma peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Proses taqnin (mempositifkan syariah kedalam hukum nasional ke
dalam undang-undang mennyebabkan materi hukum tentang wakaf dalam
kitab fiqih dan kompilasi hukum Islam telah berwujud menjadi “peraturan
tentang wakaf” yang terdapat dalam UU 41/2004 beserta peraturan
pelaksanaannya.
Sebagai konsekuensi transformasi hukum fiqih wakaf ke hukum
nasional, mengharuskan pelaksanaan perwakafan oleh pemerintah,
lembaga, dan badan atau organisasi keagamaan serta perseorangan harus
berdasarkan berbagai peraturan tentang wakaf yang berlaku di Indonesia.
C. Nazhir
1. Pengertian Nazhir
Nazhir memiliki arti menjaga, memelihara, mengelola serta
mengawasi. Jadi yang dimaksud dengan nazhir adalah orang yang diserahi
kekuasaan dan kewajiban untuk mengurus dan memelihara harta wakaf10.
Jadi pengertian naẓir menurut istilah adalah orang atau badan yang
memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuan harta wakaf11, Sedangkan
menurut Kompilasi Hukum Islam pengertian naẓir adalah kelompok orang
atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan
benda wakaf.
10 Ibnu Syihabal Ramli, Nihayahal Muhtaj, Juz IV, Beirut : Daaral Kitabal Alamiyah, 1996, hlm. 610. 11 Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press, 1988, hlm. 91.
20
Nazhir adalah orang atau badan yang menerima benda wakaf dari
wakif untuk dikelola dan dikembangkan. Nazhir dalam wakaf merupakan
salah satu komponen yang paling penting dikarenakan berkembang atau
tidaknya tanah wakaf semua ada ditangan seorang nazhir.
2. Jenis-Jenis Nazhir
Dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 9 diperinci jenis-jenis naẓir yang
meliputi :
a. Perseorangan, dengan syarat-syarat :
1) Warga Negara Indonesia
2) Beragama Islam
3) Dewasa
4) Amanah
5) Mampu secara jasmani dan rohani
6) Tidak terhalang melakukan perbuatan hokum
b. Organisasi, organisasi yang hanya dapat menjadi nazhir apabila
memenuhi persyaratan :
1) Pengurus organisasi memenuhi persyaratkan nazhir
perorangan.
2) Organisasi yang dimaksud bergerak dibidang sosial,
Pendidikan, Kemasyarakatan dan/atau Keagamaan Islam.
c. Badan hukum. badan hukum disini hanya dapat menjadi nazhir apabila
memenuhi persyaratan :
1) Pengurus Badan Hukum memenuhi persyaratan nazhir
perorangan.
2) Badan Hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Badan hukum yang dimaksud bergerak di bidang sosial,
Pendidikan, Kemasyarakatan dan/atau Keagamaan Islam.
3. Syarat-Syarat Nazhir
Dalam kitab Fathul Wahab disebutkan bahwa syarat-syarat nazhir
adalah12 :
12 Abi Yahya Zakariaal Anshari, Fathul Wahab, Juz I, Semarang: Toha Putra,t.th, hlm.
259.
21
a. Mempunyai sifat adil
b. Mampu membelanjakan apa yang ada padanya sebagai nazhir,
menjaga asalnya, mengumpulkan hasilnya serta membagikan
kepada yang berhak.
Selain syarat di atas dalam pasal 219 kompilasi hukum Islam juga
dijelaskan syarat-syarat nazhir sebagai berikut :
a. Nazhir Perorangan harus memenuhi persyaratan :
1) Warga Negara Indonesia
2) Beragama Islam
3) Dewasa
4) Sehat jasmani dan rohani
5) Tidak berada dibawah pengampuan
6) Bertempat tinggal dikecamatan letak tanah diwakafkan
b. Jika berbentuk badan hukum nazhir harus memenuhi
persyaratan :
1) Badan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
2) Mempunyai perwakilan di kecamatan letak tanah
diwakafkan
Nazhir harus didaftarkan pada kantor urusan agama kecamatan setempat
setelah mendengar saran dari camat majelis ulama kecamatan untuk
mendapatkan pengesahan.
Naẓir sebelum melakukan tugas, harus mengucapkan sumpah di
hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan disaksikan sekurang-
kurangnya oleh 2 orang saksi dengan isi sumpah sebagai berikut:
“Demi Allah, saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat menjadi naẓir
langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak
memberikan atau menjanjikan ataupun memberikan sesuatu kepada
siapapun juga. Saya bersumpah bahwa saya untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatan ini tiada sekali-kali akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau
pemberian. Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjunjung
22
tinggi tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada saya selaku
naẓir dalam pengurusan harta wakaf.”
Berdasarkan pasal 251 ayat 5, jumlah nazhir yang diperbolehkan
untuk satu unit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang dan sebanyak-
banyaknya 10 orang yang diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan camat setempat.
4. Kewajiban dan Hak Nazhir
A. Kewajiban Nazhir
Tugas Nazhir menurut UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf
pasal 11. Tugas-tugas nazhir ini diasumsikan dapat menjamin pengelolaan
benda wakaf secara optimal. Adapun Tugas-tugasnya sebagai berikut :
1) Melakukan Pengadministrasian harta benda wakaf
2) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi dan peruntukannya
3) Melindungi dan mengawasi harta benda wakaf. Hal pertama yang
perlu dilakukan dalam rangka melindungi harta benda wakaf,
pelaksanaan perwakafan itu harus dilakukan sesuai prosedur
yang resmi. Sebab dalam aturan perwakafan diatur mengenai
ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan, termasuk sanksi
bagi yang melanggarnya. Aturan perwakafan bersifat preventif
dalam mengantisipasi kemungkinan agar tidak terjadi pelanggaran
dalam pengelolaan perwakafan13.
4) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Selain tugas diatas dalam pasal 220 Kompilasi Hukum Islam juga
dijelaskan kewajiban nazhir adalah sebagai berikut :
a) Nazhir berkewajiban mengurus dan bertanggung jawab atas
kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan
sesuai dengan tujuan menurut ketentuan-ketentuan yang