DESENTRALISASI DAN MANAJEMEN PARTISIPASI A. DESENTRALISASI 1. Deskripsi Desentralisasi merupakan bahwa derajat otoritas ditujukan ke bawah suatu organisasi pada divisi, cabang, pelayanan, dan unitnya. Desentralisasi melibatkan komponen-komponen manajemen mulai dari planning, organizing, leading, dan controlling atau evaluating. Hal ini melibatkan delegasi kekuasaan, otoritas, tanggung jawab, dan akuntabilitas. Desentralisasi fungsi- fungsi ini mewakili filosofi manajemen dan mencerminkan gaya manajemen dari Chief Executive Officer dan Chief Nurse Executive. Desentralisasi dalam organisasi bervariasi dalam derajat namun tidak sepenuhnya. Top management menanggung suatu tanggung jawab yang sangat besar untuk kesuksesan sebuah organisasi dan pencapaian tujuan, sasaran, hasil, dan untung atau rugi. 2. Perbandingan Amerika Serikat dengan Jepang dan Eropa Di Jepang, ketika para pekerja ditanya, Siapa yang bertanggung jawab? Mereka menjawab, Saya! Gaya manajemen orang Jepang adalah suatu mode di 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DESENTRALISASI DAN MANAJEMEN PARTISIPASI
A. DESENTRALISASI
1. Deskripsi
Desentralisasi merupakan bahwa derajat otoritas ditujukan ke
bawah suatu organisasi pada divisi, cabang, pelayanan, dan unitnya.
Desentralisasi melibatkan komponen-komponen manajemen mulai dari
planning, organizing, leading, dan controlling atau evaluating. Hal ini
melibatkan delegasi kekuasaan, otoritas, tanggung jawab, dan
akuntabilitas. Desentralisasi fungsi-fungsi ini mewakili filosofi
manajemen dan mencerminkan gaya manajemen dari Chief Executive
Officer dan Chief Nurse Executive. Desentralisasi dalam organisasi
bervariasi dalam derajat namun tidak sepenuhnya. Top management
menanggung suatu tanggung jawab yang sangat besar untuk kesuksesan
sebuah organisasi dan pencapaian tujuan, sasaran, hasil, dan untung atau
rugi.
2. Perbandingan Amerika Serikat dengan Jepang dan Eropa
Di Jepang, ketika para pekerja ditanya, Siapa yang bertanggung
jawab? Mereka menjawab, Saya! Gaya manajemen orang Jepang adalah
suatu mode di era sekarang. Jepang mempunyai budaya yang sangat
berbeda dengan Amerika. Orang Jepang mempelajari manajemen Amerika
dan memodifikasinya supaya cocok dengan budaya mereka. Mereka telah
belajar untuk mengatur organisasi secara kompleks dengan menerapkan
konsep-konsep Teori Z, yang dikembangkan oleh Dr. William Ouchi
setelah mempelajari sistem-sistem Jepang dan pendekatan-pendekatan
manajemen yang serupa di Amerika.
1
Prinsip-prinsip manajemen dasar dari Teori Z adalah sebagai berikut:
Pekerjaan jangka panjang.
Proses evaluasi dan promosi yang relatif lambat
Jenjang karir yang luas
Pengambilan keputusan bersama
Kontrol implisit dengan pengukuran eksplisit
Level kepercayaan dan egalitarisme yang tinggi
Perhatian pada orang lain
Desentralisasi adalah strategi bisnis Amerika Serikat yang
diberlakukan tahun 1960-an untuk membantu memasuki pasar Eropa. Ini
dianggap perlu untuk kesusksesan manajemen pada perusahaan-
perusahaan besar. Baik Jepang maupun Eropa mempunyai perusahaan-
perusahaan yang dipegang keluarga lebih banyak. Perusahaan-perusahaan
Jepang mempertahankan struktur organisasi hirarki yang kolektif, terpusat,
dan kuat. Sistem penghargaan manajerial di Amerika biasanya
menekankan pada perorangan dari pada kinerja kelompok, walaupun ini
berubah dengan penerapan kerja tim dengan mengatur diri sendiri.
Amerika Serikat lebih banyak mempunyai sekolah-sekolah
pendidikan bisnis dari Eropa dan Jepang. Perusahaan-perusahaan Eropa
cendrung memberikan pendidikan dan training in house. Sementara
tamatan college dan universitas di Amerika mencapai 78,000 orang MBA
per tahunnya, Inggirs sekitar 1,500 orang dan Jepang dan Jerman sangat
sedikit.
3. Alasan Desentralisasi
Organisasi-organisasi pelayanan kesehatan merupakan salah satu diantara
yang paling kompleks di dunia. Karena kompleksitasnya meningkat,
keputusan lebih baik dimenej dari tempat khusus dari departemennya.
Komunikasi tidak harus berjalan atas bawah menurut hirarki organisasi.
2
Suara untuk keputusan dapat dibuat dan diambil secara lebih tepat apabila
pengambilan keputusan didesentralisasikan.
Variasi dan kedalaman permasalahan manajemen keperawatan
telah meningkat. Keperawatan pasien harus tetap berjalan; keterlambatan
prosedur diagnosa atau perawatan dapat memperlambat kesembuhan,
karenanya meningkatkan biaya. Staffing adalah proses yang rumit yang
harus diperhitungkan melalui banyak variabel, beberapa dokter yang
sering tidak masuk karena pergi mengajar, libur, atau sakit; fluktuasi
musiman yang dihasilkan dari faktor-faktor seperti liburan sekolah, sifat
tak menentu untuk kondisi seperti serangan jantung, stroke, trauma, dan
kanker; persyaratan pembayaran pada pihak ketiga; peraturan pemerintah,
dan kebijakan mengenai pasien dan karyawan; koordinasi berbagai
kegiatan; peningkatan teknologi dengan peningkatan spesialisasi; tekanan
lingkungan dan manusia; kerumitan mengatur manusia, termasuk mereka
dengan dua karir sebagai perawat dan rumah tangga; keluhan-keluhan;
perbaikan kualitas; dan pengembangan staff.
Objek desentralisasi keperawatan adalah untuk mengatur
keputusan di dalam areanya, karena itu akan memfasilitasi komunikasi
dan keefektifannya. Desentralisasi juga mendukung klarifikasi dari peran
untuk mencegah overlapping dan duplikasi pekerjaan perorangan.
Beberapa studi menunjukkan pembuatan keputusan secara
desentralisasi meningkatkan produktivitas, memperbaiki semangat kerja,
meningkatkan tingkah laku yang baik, dan mengurangi absensi. Dapatlah
disimpulkan bahwa keputusan desentralisasi baik bagi institusi pelayanan
kesehatan karena hal ini baik untuk personil keperawatan. Penelitian
tentang desentralisasi dalam pengambilan keputusan menegaskan
hipotesis bahwa ini mempertinggi peningkatan job (job enrichment) dan
job enlargement.
Desentralisasi adalah pemberian wewenang. Tom Peters
menyarankan hal-hal berikut dalam pemberian wewenang pada karyawan:
3
1. Memberi orang-orang produksi ruang gerak yang luas untuk
bertindak ketika menghadapi masalah.
2. Hadapi semua karyawan dengan serius – mendengarkan mereka
dan berbicara dan bertindak sebagaimana anda didengarkan oleh
mereka.
3. Delegasikan – berikan wewenang.
4. Berikan penggunaan otoritas yang tinggi.
5. Minta laporan formal dengan frekuensi yang relatif jarang.
6. Miliki standar-standar yang tinggi, jalankan standar, sampaikan
pada karyawan, jadikan hal tersebut semacam kebutuhan.
7. Miliki visi sebening kristal.
8. Percayai orang dengan sepenuh hati.
9. Biarkan karyawan menggigit lebih banyak dari yang bisa mereka
kunyah.
10. Biarkan pergi. Jangan ambil lagi. Beri rasa kepemilikan psikologi.
11. Cintai dan hargai orang-orang anda.
12. Berikan kepemimpinan efektif dan manajemen horizontal pada
semua karyawan.
13. Hancurkan birokrasi.
Desentralisasi membentuk konsep manajemen partisipasi, termasuk
pengaturan bersama.
4
B. MANAJEMEN PARTISIPASI
Ketika top management menerapkan filosofi pengambilan keputusan
yang desentralisasi, tahapan di set untuk melibatkan lebih banyak orang –
mungkin juga seluruh staff – dalam pengambilan keputusan pada level dimana
suatu aksi muncul. Baik desentralisasi maupun manajemen partisipasi
mendelegasikan otoritas dari top manajer ke bawah ke orang-orang yang
memberi laporan pada mereka. Dalam melakukan hal itu, tujuan atau
tanggung jawab diidentifikasi, otoritas dibolehkan, dan obligasi atau tanggung
jawab dibuat dengan penerimaan. Karyawan dihitung terhadap hasilnya.
Dalam keperawatan, seperti di organisasi lain, delegasi membantu
perkembangan partisipasi. Seorang perawat profesional dengan otoritas yang
terdelegasi akan menghubungi departemen lain untuk memecahkan masalah
dalam memberikan pelayanan. Perawat profesional tidak perlu pergi menemui
kepala departemennya, yang pada gilirannya juga akan menghubungi kepala
departemen pelayanan yang lain, yang akan menimbulkan komunikasi
menjadi macet. Orang-orang terdekat dengan masalah yang
menyelesaikannya. Inilah yang merupakan efisiensi dan cost-effective
management.
Beberapa ciri-ciri manajemen partisipasi.
1. Kepercayaan
Manajemen partisipasi didasarkan pada filosofi kepercayaan. Karyawan
dipercaya dapat menyelesaikan tugasnya, dengan laporan perkembangan
secara periodik dan review akhir dengan manajemen. Waktu dan jumlah
partisipasi harus diatur untuk mengendalikan stress. Keseluruhan tugas
atau keputusan harus didelegasikan sebanyak meungkin. Lebih dan lebih
banyak lagi perawat-perawat profesional ingin mengendalikan praktek
keperawatan mereka. Manajer dapat memfasilitasinya dengan mengajari
mereka membuat rencana operasional yang lengkap, termasuk menyusun
prioritas dan membuat tenggat waktu. Rencana-rencana itu memberikan
standar yang terdokumen untuk dilihati bersama. Manajer yang memberi
wewenang dan memfasilitasi performa karyawan mengkomunikasikan
5
kepercayaan. Proses ini akan menampilkan kapabilitas karyawan dan
memberikan hasil baik.
Motorola telah mengadakan program manajemen partisipasi
dengan baik tahun 1968, dimana hampir ribuan semua karyawannya di
Amerika terlibat di dalamnya pada tahap yang sama. Tiga ide dasar dari
program mereka yang membentuk kepercayaan:
Setiap karyawan mengetahui pekerjaannya dengan lebih baik daripada
orang lain.
Orang bisa dan akan menerima tanggung jawab dalam mengatur
pekerjaannya sendiri jika tanggung jawab itu diberikan pada mereka
dengan cara yang benar.
Kepintaran, sudut pandang, dan kreatifitas ada diantara orang-orang
pada semua level organisasi.
2. Komitmen
Keterlibatan personal dalam mengatur pelayanan keperawatan
menghendaki komitmen dari pimpinan perawat dan manajer perawat yang
lain. Para manajer harus terlihat jelas oleh semua staff, menyokong dan
memelihara mereka dalam proses. Sebaliknya, staff juga harus
berkomitmen, karakteristik yang akan mereka bentuk dari kerjasama
dengan manajer yang berkomitmen. Mereka memperoleh komitmen ini
dengan melihat bos-bos mereka yang berada di luar level produksi tempat
dirawatnya pasien, dari kerjasama dengan kolega mereka dan manajer-
manajer dalam semangat kerjasama tim, dan the sense of accomplishment.
Komitmen keperawatan yang datang dari pengetahuan tentang tujuan
organisasi adalah pelayanan pasien dan bahwa para manajer bekerja
dengan perawat dalam memberikan pelayanan tersebut. Staf bersama-sama
dalam mengambil keputusan dan datang dengan konsensus dengan para
bos. Pengalaman dalam partisipasi ini menyemangati mereka dan
membawa mereka masuk sehingga mereka tidak ingin malas atau asal-
asalan. Komitmen memberikan inspirasi bagi staf untuk tekun, menonjol,
6
dan produktif. Di bawah manajemen partisipasi, komitmen diperoleh,
tidak dihilangkan.
3. Tujuan dan Objektif
Tujuan akhir yang marupakan kunci bagi organisasi keperawatan adalah
untuk menjaga dirinya tetap sehat, dan manajemen partisipasi mendorong
lingkungan kerja yang sehat. Partisipasi akan membuat karyawan
menggunakan kemampuan maksimumnya tanpa melepaskan otoritas
tertinggi dan tanggung jawab manajemen. Perawat profesional ingin
memperoleh masukan menjadi keputusan namun tidak ingin melakukan
pekerjaan manajer. Mereka ingin dukungan manajer untuk bisa berbicara
dengan mereka dan diberikan informasi. Tanpa ini, mereka menjadi marah
dan bermasalah, yang menghasilkan ketidakhadiran dan produktivitas
yang rendah.
Kegiatan pembuatan tujuan datang dengan review performa dan
umpan balik yang sering. Personal keperawatan membawa tujuan dan
objektifnya pada konfrensi dengan manajemen. Proses ini timbal balik,
manajer dan karyawan bersama-sama membuat tujuan dan objektif yang
menantang, jelas, konsisten, dan spesifik. Manajer perawat dan perawat
keduanya akan termotivasi. Stress yang sehat akan meningkat dan stress
yang tak diinginkan akan berkurang.
4. Otonomi
Otonomi adalah pernyataan tentang kemandirian, bertanggung jawab,
otoritas, dan memperhitungkan kerja sesuai jam kerja seseorang.
Karyawan profesional menunjukkan keinginan mereka terhadap otonomi
untuk mempraktekkan profesi mereka dan dalam membuat keputusan
tentang pekerjaan mereka. Mereka tidak ingin keputusan mereka dibuat
untuk mereka oleh administrator rumah sakit, dokter, atau yang lainnya.
Mereka ingin diperlakukan sebagai partner yang sejajar dan kolega dalam
sistem pemberian penjagaan-kesehatan. Keinginan untuk otonomi ini telah
7
meningkat karna perawat telah meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya dengan baik dan memanfaatkannya dengan hasil yang
efektif.
Perawat-perawat profesional menginginkan kontrol yang
terotonomi terhadap kondisi-kondisi yang berada dalam pekerjaan mereka,
termasuk tahap dan isinya. Kondisi-kondisi itu sering bermasalah dengan
peranan koordinasi manajemen, konflik yang dalap diredakan dengan
melibatkan perawat profesional dalam koordinasi mendelegasikan
aktivitas-aktivitas.
Perawat profesional berkeinginan mengasumsikan dan menerima
tanggung jawab dan tetap terhitung. Mereka ingin otoritas, kekuasaan
yang benar dan sah, untuk memenuhi tanggung jawabnya. Otoritas ini
datang dari keahlian pengetahuan, keterampilan, lisensi, posisi, dan teman
sejawat mereka.
Otonomi perawat-perawat profesional merupakan bukti dalam
organisasi dimana manajemen mempercayai perawat dengan memberi
mereka kebebasan untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan
dalam lingkup pengetahuan mereka. Karenanya perawat bebas melatih
otoritas mereka. Kebebasan ini disahkan oleh hukum departemen mereka
dalam job description, penilaian kinerja mereka, dan dukungan manajemen
terhadap keputusan mereka. Tindakan mandiri perawat termasuk
didalamnya mengakui kesalahan, melakukan tindakan untuk
memperbaikinya, dan mencegahnya untuk tidak terjadi lagi.
Perawat profesional dapat bertanggung gugat terhadap konsekuensi
tindakan-tindakan mereka. Akuntabilitas adalah “pemenuhan kewajiban
formal untuk menyingkap penyerahan tujuan-tujuan, prinsip-prinsip,
prosedur, hubungan, hasil, income, dan ekspenditur yang dipunyai
seseorang pada orang lain.
Untuk mempunyai otonomi, karyawan bidang keperawatan harus
dilibatkan dalam pembuatan sasaran mereka sendiri dan dibiarkan
menentukan bagaimana mencapai sasaran-sasaran mereka. Prinsip ini
8
dapat diterapkan pada seluruh karyawan keperawatan. Ketika perawat
profesional bekerja dengan karyawan keperawatan yang lain, mereka mesti
ikut berpartisipasi dan memberikan masukan dari kelompok-kelompok ini.
Pendekatan ini memajukan minat, kepercayaan, dan komitmen orang-
orang ini.
Studi tentang otonomi perawat menemukan berbagai variasi dalam
persepsi tentang apakah mereka dibantu dalam menampilkan ini. Perawat
yang khas menampilkan level tertinggi otonomi adalah wanita dengan
pendidikan master mempraktekkan bidang peranan administrasi klinik di
ruang emergency yang merasakan harapan untuk memfungsikan secara
otonomi mencapai level tertinggi. Perawat yang khas menampilkan
otonomi terendah adalah staf perawat pria di ruang operasi atau post-
anastesi yang berpendidikan kuang dari master yang merasakan harapan
untuk memfungsikan secara otonomi yang rendah atau tidak yakin tentang
harapan tentang otonomi. Tidak ada perubahan yang ditemukan pada level
otonomi yang dirasakan dari studi-studi yang dilakukan limabelas tahun
yang lalu. Skor tertinggi ditemukan diantara para perawat yang berpraktek
di ruand emergency, psikiatri, dan perawatan kritis, area dimana dokter
dan institusi memenuhi otonomi tebesar. Perawat pada level master
menampilkan skor teringgi dalam otonomi. Di bawah level itu,
pemahaman peran yang lemah, kebingungan peran, dan pencontohan
peran yang lemah membawa pada proses sosialisasi yang mendorong
semua perawat untuk bertindak secara sama. Berlawanan, perawat pada
peranan administratif mempunyai harapan peran yang lebih jelas dan
bersesuaian dengan skor otonomi yang lebih tinggi. Jelas bahwa mereka
tidak memberi kuasa staff praktek mereka untuk mempunyai level
otonomi yang sama. Penulis menyatakan bahwa penemuan mereka bisa
menandakan bahwa “rumah sakit tidak mengharapkan atau mendukung
otonomi dalam Registered Nurse.”
Untuk mendorong otonomi yang lebih besar, perawat perlu
dimasukkan dalam pengambilan keputusan, pembuatan peraturan, dan
9
keputusan finansial. Mereka butuh kejelasan peran untuk dididik pada
level yang lebih tinggi untuk praktek berotonomi. Perhatian yang lebih
besar perlu diberikan pada pencontohan peran untuk memberikan
pemahaman tentang kemandirian perawat, ketergantungan, dan aspek
saling ketergantungan. Ketika elemen-elemen telah ditentukan dalam satu
bidang praktek yang memajukan otonomi, mereka perlu dipekerjakan ke
bidang lain juga.
Studi tentang pelajar tamatan sebuah universitas mengindifikasikan
bahwa pelajar memberi ranking yang tinggi terhadap otonomi individu. Ini
akan muncul kurangnya status profesionalitas dikarenakan kurangnya
otonomi pada perawat individu. Karenanya, perlu diberi pertimbangan
terhadap penolakan otonomi oleh institusi yang berkaryawan sebagai akar
penyebabnya. Perawat mungkin mendapati pekerjaan pertamanya dengan
prilaku yang berotonomi dibanding wanita-wanita di industri lain.
Pertimbangan yang serius perlu diberikan pada peranan yang institusi
bermain dalam menutup usaha-usaha perawat dalam pencapaian otonomi
profesional. Pendidikan keperawatan harus menempatkan masalah ini
dengan melihat secara serius dalam program yang ada dan bekerja untuk
mendidik perawat yang akan mampu menuntut status profesional yang
benar.
C. STRUKTUR ORGANISASI DESENTRALISASI DAN ORGANISASI
PARTISIPASI
Struktur organisasi mendatar merupakan ciri dari manajemen yang
desentralisasi. Struktur hirarki yang tradisional dengan level otoritas
manajemen yang tinggi membuat karyawan takut, mengganggu kebutuhan
rasa aman mereka, dan membuat mereka tidak nyaman. Kejadian-kejadian
tentang ekonomi pada dekade lampau menyokong struktur organisasi
horizontal tanpa ada peringkat, boss, dan senioritas. Struktur organisasi datar
berjalan dengan baik, meningkatkan hubungan dan komitmen
10
manajemen/karyawan dan penekanan jumlah manajer dan manual, titel, dan
posisi eksekutif.
Dalam keperawatan ada laporan eliminasi posisi kepala perawat, dengan
komite perawat profesional dipilih oleh staff unit untuk mangatur aktivitas
unit-unit. Upaya perawat ini difasilitasi oleh pemimpin baru yang demokratis,
berpartisipasi, tidak mengekang, dan melibatkan pengikutnya dalam membuat
keputusan, membuat objetive, merencanakan strategi, dan menentukan tugas-
tugas. Pemimpin perawat ini menekankan pada orang, karyawan, dan
partisipasi mereka dalam proses manajemen. Mereka berpusat-karyawan dan
berpusat-hubungan.
Struktur organisasi desentralisasi sangat cocok dengan keperawatan
primer. Keputusan telah dibuat, tujuan telah ditetapkan, peer review dan
dilakukan evaluasi, jadwal ditetapkan, dan konflik diselesaikan oleh perawat
primer. Level-level praktek dibangun menjadi staffing.
kemudi. Segala aktivitas yang bukan keperawatan langsung maupun
berhubungan dengan proses itu berada di dalam dukungannya.
24
Sembilan Karakteristik dari Tim Kerja Self-Directed v.s. Kelopmpok Kerja Tradiosional
Tradisional Self-Directed
Top-down Bottom-upUnilateral KonsensusFokus sempit Gambaran luasPelatihan dibatasi Pelatihan berkelanjutanMove up Move aroundKetidakberdayaan KewenanganDidikte/puas Ditantang/inovatifKompetisi internal Kompetisi eksternal Bekerja sama Bekerja dan merayakan/menikmati
Model-model Tim
SUPERVISOR
KARYAWANKARYAWANKARYAWANKARYAWAN
MODEL MANAJEMEN TRADISIONAL
OBJEKTIF
MODEL MANAJEMEN TIM SELF-DIRECTED
NILAI-NILAI UMUM
25
AggotaTim
OBJEKTIF
AggotaTim
AggotaTim
AggotaTim
AggotaTim
AggotaTim
AggotaTim
AggotaTim
3. Pembagian kekuasan (shared governance) tidak mempunyai lokus
kontrol. Tanggung-jawab suatu peran melekat dalam peran tersebut.
4. Model seharusnya lebih didasarkan kepada klinik daripada organisasi
adminsistaratif.
5. Governance harus merupakan wakil secara alami, bukannya secara
demokratis.
6. Wakil harus dipilih, bukannya memilih.
7. Di depan hukum perlu menyediakan suatu sistem pengecekan dan
penimbangan, dan mereka harus diluluskan melalui suatu voting
dengan suara terbanyak dari seluruh staff keperawatan.
Di bawah kekuasaan kolaboratif (collaborative governance),
manajer-manajer menjadi para integrator, fasilitator, dan kordinator. Para
manajer klinik dididik dalam membuat keputusan, membangun tim,
dinamika kelompok, pengembangan tujuan dan sasaran, keterampilan
wawancara, penganggaran, dan disiplin dan penghargaan. Personil pada
unit mengembangkan kebijakan. Struktur dijaga informal kecuali area
yang diatur di depan hukum, peraturan, dan efisiensi, di mana wakil
komite pusat bekerja. Personil pada unit memutuskan apakah unit mereka
nantinya " terbuka," jika personil keluar masuk, atau " tertutup." untuk
sistem kerja, semua unit karyawan harus membeli saham perusahaan.
Perlu bertahun-tahun untuk membangun suatu kekuasaan kolaboratif
(collaborative governance) yang sukses.
26
Dua belas Nilai-nilai Shared
1. Pengetahuan adalah kekuatan 9. Semua permasalahan yang dimiliki diidentifikasi satu sama lain dan bertanggungjawab terhadap resolusi dengan memulai mengidentifikasi masalah
2. Memberikan informasi yang cukup, orang akan membuat keputusan yang tepat
3. Individu-individu bersifat unik dalam kontribusinya
4. Rasa mempunyai tujuan akan memberikan hasil ketika nilai-nilai organisatoris dan pribadi sama dan sebangun
10. Kelemahan dan Kekuatan, adalah karakteristik yang sama yang digunakan dengan cara yang berbeda. ( kelemahan adalah kekuatan di dalam kelebihan).
5. Produktivitas maksimum akan memberikan hasil ketika nilai-nilai organisatoris dan pribadi sama dan sebangun
11. Keputusan kita mengakui adanya peraturan pemerintah federal dan negara dan pengekangan ekonomi yang layak.
6. Mengambil resiko, dengan atau tanpa kesuksesan, dikembangkan
12. Kerjasama penuh dengan divisi lain harus pertahankan untuk memenuhi misi rumah sakit.7. Orang-Orang yang jujur dan terpercaya
dan akan bekerja keras untuk mencapai potensi penuh mereka
8. Individu bertanggung gugat dan bertanggung jawab dengan praktek mereka
6. Kewirausahaan (Entrepreneurship)
Sebagai strategi yang terintegrasi secara desentralisasi dan vertikal
dilaksanakan dalamorganisasi pelayanan kesehatan, terdapat suatu peluang
yang besar untuk perawat-perawat professional untuk terlibat dalam
kewirausahaan. Perawat dapat membentuk perusahaan-perusahaan kecil
dengan dukungan dari agensi pemerintahan dan perusahaan swasta.
Sebagaimana perusahaan memerlukan modal proyek dengan persiapan
cukup, maka dapat diperoleh dari pemerintah dan industri pelayanan
kesehatan swasta.
7. Bagi Hasil/Keuntungan (Gain – Sharing)
Bagi hasil/keuntungan merupakan suatu program perangsang/insentif
kelompok di mana karyawan berbagi penghargaan yang bersifat finansial
sebagai hasil dari peningkatan kinerja. Hal ini mempunyai sama-sama
27
banyak keuntungan dan kerugiannya sebagai metoda lain manajemen
partisipasi. Top management harus sensitif terhadap tujuan-tujuan para
karyawan.
Hasil dari berbagi keuntungan dapat diukur: uang tabungan,
peningkatan hubungan manajemen-tenaga kerja, berkurangnya keluhan,
berkurangnya ketidakhadiran, dan mengurangi mutasi/perpindahan. Bagi
hasil/keuntungan memberikan tambahan uang sebagai penghargaan
intrinsik. Kepemilikan bursa dan pembagian keuntungan merupakan
penghargaan yang ekonomis seperti halnya bagi hasil.
8. Keadilan Upah (Pay Equity)
Keadilan upah antara manajemen dan karyawan merupakan suatu isu
yang terdapat di dalam manajemen partisipasi. Karyawan merasa berkecil
hati terhadap pengumuman tentang peningkatan gaji yang sangat besar,
jaminan sosial, dan penghasilan tambahan bagi top management. Program
insentif/perangsang bagi karyawan merupakan bagian dari program
manajemen partisipasi. Pada saat karyawan mendapat kepuasan intrinsik
dari penghargaan dan pujian publik, mereka juga memperoleh
penghargaan ekstrinsik dari bonus keuangan, saham pilihan, dan
pembagian keuntungan.
28
H. KESIMPULAN
Desentralisasi memberikan otoritas dan diarahkan kepada unit operasional
dari suatu organisasi. Organisasi ala Jepang mempraktekan desentralisasi melalui
konsensus dalam pengambilan keputusan di dalam manajemen. Desentralisasi di
dalam organisasi keperawatan akan memfasilitasi komunikasi dan keputusan
efektif, dan menjelaskan peran.
Peningkatan produktivitas, peningkatan moril, peningkatan sikap yang baik
dan mengurangi ketidakhadiran merupakan produk dari pengambilan keputusan
secara desentralisasi. Desentralisasi mendukung manajemen partisipasi,
karakteristiknya adalah kepercayaan, komitmen, melibatkan karyawan dalam
penyusunan tujuan dan sasaran, otonomi, melibatkan karyawan dalam
pengambilan keputusan, berubah dan berkembang, kemurnian, dan kreativitas.
Organisasi desentralisasi dan partisipasi biasanya berupa mendatar atau
horizontal, berpusat pada karyawan, berpusat pada hubungan. Organisasi ini juga
secara vertikal terintegrasi dalam rangka meningkatkan pendapatan produksi
dengan cara mengembangkan pemasaran baru bagi organisasi pelayanan
kesehatan.
Pelatihan merupakan hal yang esensial terhadap suksesnya manajemen
partisipasi disebabkan karena manajer seringkali merasa terancam oleh kehilangan
otoritasnya. Sehingga manajer harus mempersiapkan peran barunya. Praktik
perawat memerlukan kemampuan berperan sebagai kolaborator dalam manajemen
organisasi keperawatan dan institusi pelayanan kesehatan. Dengan datangya peran
baru maka akan meningkatkan akuntabilitasnya dalam pelaksanaan praktik bagi
perawat. Sehingga para manajer menjadi fasilitator.
Desentralisasi dan manajemen partisipasi sangat konsisten terhadap
kesatuan partisipasi. Suatu Memorandum of Understanding (MOU) diperlukan
untuk menjaga isu-isu tentang keluhan dan kontrak di luar program keterlibatan
karyawan.
Peningkatan partisipasi perawat dalam rambu-rambu organisasi dan komite
akan dapat meningkatkan komunikasi. Komunikasi antar unit dan departemen
akan menjadi lebih langsung, bisa dimulai lebih awal, lebih cepat dan lebih akurat.
29
Di samping banyaknya manfaat atau keuntungan dari manajemen
partisipasi, terdapat beberapa kerugian, diantaranya adalah kegagalan sekali-kali,
kesukaran sekali-kali dalam menentukan tanggung-jawab karyawan, dan
kesukaran di dalam mengubah persepsi karyawan sebelumnya dari manajemen
yang otoriter.
Para perawat dapat dilibatkan dalam manajemen partisipasi melalui
aktivitas sebagai berikut: peningkatan job, personalisasi, perawatan primer,
kewirausahaan, bagi hasil/keuntungan (gain sharing), dan keadilan upah (pay