Identitas pasien No rekam medik : 78500515 Tanggal masuk RS : 1
April 2015 Nama : An. R Umur : 3 tahun Jenis kelamin :
Laki-lakiAlamat : Gg. Durian Handil 2 Muara JawaAgama : Islam
Anamnesis Keluhan Utama : Ibu pasien mengatakan di perut pasien
ada benjolan pada lipatan paha kanan yang hilang timbul kurang
lebih 2 tahun yang lalu.Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : Ibu
pasien mengatakan benjolan pada lipatan paha kanan muncul kurang
lebih 2 tahun yang lalu, hilang timbul muncul pada saat pasien
berlari atau melakukan aktivitas dan hilang saat pasien istirahat.
Benjolan tidak menimbulkan rasa nyeri. Pada tahun 2015, pasien
dibawa oleh ibunya ke poliklinik untuk diperiksa karena gejalanya
sering muncul. Setelah diperiksa, dokter menyarankan supaya pasien
di bedah agar benjolan tidak muncul. Lalu ibu pasien menyetujui
akan tindakan operasi tersebut.Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Pasien pernah dioperasi HIL Sinistra pada tahun 2012, penyulit
pasien pediatri.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) : Riw. Dm (-),riw.
Hipertensi(-),riw.asma (-),riw. Pnyakit jantung (-). Tidak ada
saudara pasien yang mengalami gejala sama seperti pasien.
Pemeriksaan fisik
Keadan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis BB : 12 KgVital sign : Nadi :
100x/menit Pernafasan : 24x/menit Suhu : 36,5 C Status general :
Kepala Normochepali Tidak tampak adanya deformitas
Mata Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat
oedem Conjunctiva tidak anemis Sklera tidak tampak ikterik Pupil:
isokor kiri kanan
Hidung Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas Septum :
terletak ditengah dan simetris Mukosa hidung : tidak hiperemis
Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan
Telinga Daun telinga : normal Tofi : tidak ditemukan Lieng
telinga : lapang Membrana timpani : intact Nyeri tekan mastoid :
tidak nyeri tekan Serumen : tidak ada Sekret : tidak ada
Mulut dan tenggorokan Bibir : tidak pucat dan tidak sianosis
Gigi geligi : lengkap, ada karies Palatum : tidak ditemukan torus
Lidah : normoglosia Tonsil : T1/T1 tenang Faring : tidak hiperemis
Malampati grade 2 Laringoskopi grade 2
Leher Kelenjar getah bening:Tidak teraba membesar Kelenjar
tiroid : tidak teraba membesar Trakea : letak di tengah
Thorax Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan nafas saat statis dan dinamis Palpasi :
vocal fremitus sama pada kedua paru Perkusi : sonor pada seluruh
lapangan paru Auskultasi : suara nafas vesikuler di kedua paru,
ronkhi -/-, whezing -/-
Jantung Inspeksi : ictus cordis terlihat Palpasi : ictus cordis
teraba 1 jari linea midclavicularis sinistra, ICS 5 Perkusi : Batas
atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra Batas kanan : ICS 3-4
linea sternalis dextra Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Lihat status lokalis Ekstremitas atas
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem Regio kiri :
akral hangat, tidak terdapat oedem Ekstremitas Bawah
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem Regio kiri :
akral hangat, tidak terdapat oedem
Status Lokalis Regio : Inguinal dekstra Inspeksi : Tidak tampak
benjolan , warna sama dengan kulit sekitar, dan tidak terdapat
tanda-tanda radang. Palpasi : teraba massa kecil ,kenyal yang
keluar saat pasien disuruh mengedan dan terdapat nyeri tekan.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi peristaltik usus.
V. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal periksa: 2/4/ 2015Hb: 10,1 gr/dlEritrosit: 3,81
juta/mm3Lekosit: 10.500/mm3Segmen: 52,2 %Limfosit: 38,8 %HT: 29,8
%Trombosit: 248.000/mm3MCV: 78,3 feMCH: 26,5 PgMCHC: 33,8 gr/dlCT:
6 menitBT: 2 menitGDS: 91 mg/dl
Diagnosa kerja Hernia Inguinalis Dextra Ireponibel
VII. Diagnosa Banding
Hernia femoralis,kista sebasea,tumor
Resume Ibu pasien mengatakan pasien anak berusia 2 tahun,jenis
kelamin laki-laki datang ke poliklinik dengan keluhan merasa ada
benjolan yang hilang timbul di lipat paha kanannya. Ibu pasien
mengatakan bahwa sejak 2 tahun yang lalu merasakan ada benjolan di
lipat paha kiri yang timbul saat beraktivitas seperti berlari atau
beraktivitas dan hilang saat istirahat.Benjolan tidak menimbulkan
rasa nyeri. Pada tahun 2015,pasien dibawa oleh ibunya ke poliklinik
untuk diperiksa karena gejalanya hampir sering muncul. Setelah
diperiksa, dokternya menyarankan ibunya supaya pasien di bedah agar
benjolan tidak muncul. Ibu Pasien menyetujui hal tersebut. Pasien
tidak ada riwayat asma,allergi ,kencing manis maupun
hipertensi.Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status
generalis dalam batas normal.Pada status lokalis di regio
inguinalis dekstra tidak kelihatan ada benjolan maupun tanda-tanda
peradangan,namun setelah di palpasi didapatkan ada nyeri tekan di
daerah inguinal dekstra dan teraba benjolan/massa yang kenyal
timbul apabila pasien disuruh mengedan,namun benjolan tersebut
hilang setelah mengedan.Pada auskultasi tidak didapatkan bising
usus.
Penatalaksanaan Pasien ASA 2
Terapi pre anastesi
Pasien puasa 6 jam Infus D5 NS Premedikasi : Opigram 0,5 mg
I. Intraoperatif (9 April 2015) Tindakan Operasi: Herniotomi
Tindakan Anestesi: Anestesi umum Posisi: Supine TTV : RR :
16x/menit, Nadi : 128 x/menit, Sp02 : 98 %, VAS : Sde. Obat
Anestesi : 1. Insuflasi : 02 Sevofluran 2 : 2 2. Midazolam: 0,1-
0,4 mg/kgBB IV 1,5 mg 3. Fentanyl: 2-150 mcg/kgBB IV 20 mcg 4.
Propofol: 1,5-2,5 mg/kgBB IV 25 mg - Induksi : 1. Intravena 2.
Inhalasi : Laringoskopi grade 2, LMA no 1.5, cuff + 3. Benda Asing
Dalam Saluran Pernapasan: guedel
- Lokasi Infus : V. Dorsum Manus, 24 G.
- Keseimbangan Cairan : Input: kristaloid: D5 NSII. Evaluasi
Post Operatif1. InfusD5 NS 10 tpm makro.2. Puasa6 jam.3. Observasi
TTV4. Analgesia : Anthrain 250 mg5. Antiemetik : Ondansetron 2
mg
TINJAUAN KEPUSTAKAAN1. Definisi Hernia
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian yang lemah dari dinding yang
bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek
atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut.
Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.1 2.
Epidemiologi
Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding
abdomen muncul disekitar lipatan paha. Hernia sisi kanan lebih
sering terjadi daripada di sisi kiri. Hernia indirect lebih banyak
daripada hernia direct yaitu 2:1, perbandingan pria:wanita pada
hernia indirect adalah 7:1. Hernia femoralis kejadiaanya kurang
dari 10% dari semua hernia tetapi 40% dari itu muncul kasus
emergensi dengan inkaserasi atau strangulasi. Hernia femoralis
lebih sering terjadi pada lansia dan laki-laki yang pernah
menjalani operasi hernia inguinal.2,3
Etiologi Penyebab terjadinya hernia adalah1,2: a) Lemahnya
dinding rongga perut. Dapat sejak lahit atau didapat kemudian dalam
hidup b) Akibat dari pembedahan senelumnya c) Kongenital Hernia
kongenital sempurna
Bayi sudah menderita hernia karena adanya defek pada
tempat-tempat tertentu. Hernia kongenital tidak sempurna
Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi mempunyai
defek pada tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan
(0-1 tahun) setelah lahir akan terjadi melalui defek tersebut
karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal (mengejan,
batuk, menangis) d) Aquisial adalah hernia yang bukan disebabkan
karena adanya defek bawaan tetapi disebabkan oleh faktor lain yang
dialami manusia, antara lain:
Tekanan intraabdominal yang tinggi, yaitu pada pasien yang
sering mengejan pada saat buang air besar atau buang air kecil.
Konstitusi tubuh. Pada orang kurus terjadinya hernia karena
jairngan ikatnya yang sedikit, sedangkan pada orang gemuk
disebabkan karena jaringan lemak yang banyak sehingga menambah
beban jaringan ikat penyokong. Distensi diding abdomen karena
peningkatan tekanan intaabdominal Penyakit yang melemahkan dinding
perut Merokok Diabetes mellitus
Bagian Hernia Bagian-bagian dari hernia menurut: 1) Kantong
hernia. Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak
semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia
adiposa, hernia internalis. 2) Isi hernia: berupa organ atau
jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus,
ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum). 3) Pintu hernia:
merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong
hernia. 4) Leher hernia: bagian tersempit kantong hernia.
Klasifikasi Hernia Menurut sifat dan keadaannya hernia dibedakan
menjadi3: Hernia reponibel: bila isi hernia dapat keluar masuk.
Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi bila
berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus. Hernia ireponibel: Bila isi kantong tidak
dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Ini biasanya
disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia.
Hernia inkarserata atau strangulata: bila isinya terjepit oleh
cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan
vaskularisasi. Reseksi usus perlu segera dilakukan untuk
menghilangkan bagian yang mungkin nekrosis. Menurut Erickson (2009)
dalam Muttaqin 2011, ada beberapa klasifikasi hernia yang dibagi
berdasarkan regionya, yaitu: hernia inguinalis, hernia femoralis,
hernia umbilikalis, dan hernia skrotalis. Hernia Inguinalis, yaitu:
kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke rongga
melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin
inguinalis. Materi yang masuk lebih sering adalah usus halus,
tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak atau omentum.
Predisposisi terjadinya hernia inguinalis adalah terdapat defek
atau kelainan berupa sebagian dinding rongga lemah. Penyebab pasti
hernia inguinalis terletak pada lemahnya dinding, akibat perubahan
struktur fisik dari dinding rongga (usia lanjut), peningkatan
tekanan intraabdomen (kegemukan, batuk yang kuat dan kronis,
mengedan akibat sembelit, dll).
Hernia Femoralis, yaitu: suatu penonjolan organ intestinal yang
masuk melalui kanalis femoralis yang berbentuk corong dan keluar
pada fosa ovalis di lipat paha. Penyebab hernia femoralis sama
seperti hernia inguinalis. Hernia Umbilikus, yaitu: suatu
penonjolan (prostrusi) ketika isi suatu organ abdominal masuk
melalui kanal anterior yang dibatasi oleh linea alba, posterior
oleh fasia umbilicus, dan rektus lateral. Hernia ini terjadi ketika
jaringan fasia dari dinding abdomen di area umbilicus mengalami
kelemahan. Hernia Skrotalis, yaitu: hernia inguinalis lateralis
yang isinya masuk ke dalam skrotum secara lengkap. Hernia ini harus
cermat dibedakan dengan hidrokel atau elevantiasis skrotum.
Klasifikasi Hernia Menurut sifat dan keadaannya hernia dibedakan
menjadi3: Hernia reponibel: bila isi hernia dapat keluar masuk.
Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi bila
berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus. Hernia ireponibel: Bila isi kantong tidak
dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Ini biasanya
disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia.
Hernia inkarserata atau strangulata: bila isinya terjepit oleh
cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan
vaskularisasi. Reseksi usus perlu segera dilakukan untuk
menghilangkan bagian yang mungkin nekrosis. Menurut Erickson (2009)
dalam Muttaqin 2011, ada beberapa klasifikasi hernia yang dibagi
berdasarkan regionya, yaitu: hernia inguinalis, hernia femoralis,
hernia umbilikalis, dan hernia skrotalis.
Hernia Inguinalis, yaitu: kondisi prostrusi (penonjolan) organ
intestinal masuk ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang
tipis atau lemah dari cincin inguinalis. Materi yang masuk lebih
sering adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan
lemak atau omentum. Predisposisi terjadinya hernia inguinalis
adalah terdapat defek atau kelainan berupa sebagian dinding rongga
lemah. Penyebab pasti hernia inguinalis terletak pada lemahnya
dinding, akibat perubahan struktur fisik dari dinding rongga (usia
lanjut), peningkatan tekanan intraabdomen (kegemukan, batuk yang
kuat dan kronis, mengedan akibat sembelit, dll). Hernia Femoralis,
yaitu: suatu penonjolan organ intestinal yang masuk melalui kanalis
femoralis yang berbentuk corong dan keluar pada fosa ovalis di
lipat paha. Penyebab hernia femoralis sama seperti hernia
inguinalis.
Hernia Umbilikus, yaitu: suatu penonjolan (prostrusi) ketika isi
suatu organ abdominal masuk melalui kanal anterior yang dibatasi
oleh linea alba, posterior oleh fasia umbilicus, dan rektus
lateral. Hernia ini terjadi ketika jaringan fasia dari dinding
abdomen di area umbilicus mengalami kelemahan.
Hernia Skrotalis, yaitu: hernia inguinalis lateralis yang isinya
masuk ke dalam skrotum secara lengkap. Hernia ini harus cermat
dibedakan dengan hidrokel atau elevantiasis skrotum.
Patofisiologi hernia inguinalis lateralis Kanalis inguinalis
dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 dari kehamilan,
terjadi desensus vestikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan
testis akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi
tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis
pritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus telah mengalami
obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena
yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis
inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal,
kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.1,2 Bila
prosesus terbuka sebagian, amka timbul hidrokel. Bila kanal terbuka
terus, karena rosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia
inguinalis lateral kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa
ini terjadi karena dengan bartambahnya umur, organ dan jaringan
tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut
telah menutup. Namuan karena daerah ini merupakan locus minoris
resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan
intraabdominal meningkat seperti batuk-batuk kronik, bersin yang
kuat dan mengangkat barang-barang berat, mengejan. Kanal yang sudah
tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis
lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar
melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah
melemas akibat trauma, hipertrofi prostat, asites, kehamilan,
obesitas, dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada
semua.2Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan
proses perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin.
Potensial komplikasi terjadi perlekatan antara isi hernia dengan
dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapatdimasukkan
kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin
banyaknya usus yang masuk cincin hernia menjadi sempit dan
menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila
terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan
timbul perut kembung, muntah, konstipasi. Bila inkaserata
dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi
penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis.2
Diagnosis a. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Finger test
menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5, dimasukkan lewat skrotum
melalui anulus eksternus ke kanal inguinal, penderita disuruh
batuk. Bila impuls diujung jari berarti hernia ingunalis lateralis,
bila impuls disamping jari hernia inguinalis medialis.4 Pemeriksaan
Ziemen test posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu,
hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan, penderita disuruh batuk
bila rangsangan pada jari ke-2 hernia ingunalis lateralis, jari
ke-3 hernia inguinalis medialis, jari ke-4 hernia femoralis.
Pemeriksaan Thumb test anulus ditekan dengan ibu jari dan
penderita disuruh mengejan, bila keluar benjolan berarti hernia
inguinalis medialis, bila tidak keluar benjolan berarti hernia
inguinalis lateralis.4
Pemeriksaan penunjang Leukosit > 10.000 18.000/mm3 Serum
elektrolit meningkat Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan
ultrasonografi juga berguna untuk membedakan hernia incaserata dari
suatu nodus limfatikus patologis atau penyebab lain dari suatu
massa yang teraba di inguinal.
CT scan dapat digunakan untuk mngevaluasi pelvis untuk mencari
adanya hernia obturator.
Diagnosis banding a. Keganasan : limfoma, retroperitoneal
sarcoma, metastasis, tumor testis b. Penyakit testis primer:
varicocele, epididimitis, torsio testis, hidrokel, testis ectopic,
undescenden testis c. Aneurisma artery femoralis d. Nodus
limfatikus e. Kista limfatikus f. Kista sebasea g. Psoas abses h.
Hematoma i. Ascites
Penatalaksanaan Operasi elektif dilakukan untuk mengurangi
gejala dan mencegah komplikasi seperti inkeserasi dan strangulasi.
Pngobatan non operatif direkomendasikan hanya pada hernia yang
asimptomatik. Prinsip utama operasi hernia adalah herniotomy:
membuka dan memotong kantong hernia. Herniorraphy: memperbaiki
dinding posterior abdomen kanalis ingunalis.1,2 Herniotomy Insisi
1-2 cm diatas ligamentum inguinal dan aponeurosis obliqus eksterna
dibuka sepanjang canalis inguinalis eksterna. Kantong hernia
dipisahkan dari m.creamester secara hati-hati sampai ke kanalis
inguinalis internus, kantong hernia dibuka, lihat isinya dan
kembalikan ke kavum abdomen kemudian hernia dipotong. Pada
anak-anak cukup hanya melakukan herniotomy dan tidak memerlukan
herniorrhapy.1,2Herniorrhapy Dinding posterior di perkuat dengan
menggunakan jahitan atau non-absorbable mesh dengan tekhnik yang
berbeda-beda. Meskipun tekhnik operasi dapat bermacam-macam tekhnik
bassini dan shouldice paling banyak digunakan. Teknik operasi
liechtenstein dengan menggunakan mesh diatas defek mempunyai angka
rekurensi yang rendah.1,2
Prognosis Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta
kondisi dari isi kantong hernia. Prognosis baik jika infeksi luka,
obstruksi usus segera ditangani. Penyulit pasca bedah seperti nyeri
pasca herniorraphy, atrofi testis dan rekurensi hernia umumnya
dapat diatasi
PEMBAHASAN ANASTESI PADA ANAKAnestesia pada bayi dan anak
berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena mereka bukanlah
orang dewasa dalam bentuk mini. Seperti pada anestesia untuk orang
yang dewasa, anestesia anak dan bayi khususnya harus diketahui
betul sebelum melakukan anestesia karena alas an itu anestesia
pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi
atau dokter yang sudah berpengalaman.Pembagian pediatri berdasarkan
perkembangan biologis:11. neonatususia dibawah 28 hari
2. infantusia 1 bulan - 1 tahun
3. childusia 1 tahun -12 tahun
1. Anestesi Pada Neonatus Neonatus adalah masa kehidupan pertama
di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan
yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar
rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua
sistem.Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam
rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim
yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama
jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem
organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan
sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan
penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan
anestesi terhadap neonatus.a. Sistem PernafasanJalan Nafas Otot
leher bayi masih sangat lunak, leher lebih pendek, sulit menyangga
atau memposisikan kepala, dengan tulang occipital yang menonjol.
Lidah neonatus relative besar, epiglottis berbentuk U dengan
proyeksi lebih ke posterior dengan sudut sekitar 450, relatif lebih
panjang dan keras, letaknya tinggi, bahkan menempel pada palatum
molle sehingga cenderung bernafas melalui hidung. Akibat perbedaan
anatomis epiglottis tersebut, saat intubasi kadangkala diperlukan
pengangkatan epiglottis untuk visualisasi. Sementara lubang hidung,
glottis, pipa tracheobronkial relatif sempit, sehingga dapat
meningkatkan resistensi jalan nafas, mudah sekali tersumbat oleh
adanya sekret atau edema. Trakea neonatus yang pendek, berbentuk
seperti corong dengan diameter tersempit adalah pada bagian
cricoid.2Pernafasan :Pada neonatus thoraks ukurannya kecil dengan
iga horizontal. Diafragma terdorong keatas oleh isi perut yang
besar. Dengan demikian kemampuan dalam memelihara tekanan negatif
intratorakal dan volume paru rendah sehingga memudahkan terjadinya
kolaps alveolus serta menyebabkan neonatus bernafas secara
diafragmatis. Kadang-kadang tekanan negatif dapat timbul dalam
lambung pada waktu proses inspirasi, sehingga udara atau gas
anestesi mudah terhirup ke dalam lambung. Pada bayi yang mendapat
kesulitan bernafas dan perutnya kembung dipertimbangkan pemasangan
pipa lambung.Karena pada posisi terlentang dinding abdomen
cenderung mendorong diafragma ke atas serta adanya keterbatasan
pengembangan paru akibat sedikitnya elemen elastis paru, maka akan
menurunkan FRC (Functional Residual Capacity) sementara volume
tidalnya relatif tetap. Untuk meningkatkan ventilasi alveolar
dicapai dengan cara menaikkan frekuensi nafas, karena itu neonatus
mudah sekali gagal nafas. Peningkatan frekuensi nafas juga dapat
akibat dari tingkat metabolisme pada neonatus yang relative tinggi,
sehingga kebutuhan oksigen juga tinggi, dua kali dari kebutuhan
orang dewasa dan ventilasi alveolar pun relative lebih besar dari
dewasa hingga dua kalinya. Tingginya konsumsi oksigen dapat
menerangkan mengapa desaturasi O2 dari Hb terjadi lebih mudah atau
cepat, terlebih pada neonatus prematur, karena adanya stress dingin
maupun sumbatan jalan nafas.
b. Sistem Sirkulasi Dan HematologiAliran darah fetal bermula
dari vena umbilikalis, akibat tahanan pembuluh paru yang besar
(lebih tinggi dibanding tahanan vaskuler sistemik =SVR) hanya 10%
dari keluaran ventrikel kanan yang sampai paru, sedang sisanya
(90%) terjadi shunting kanan ke kiri melalui ductus arteriosus
Bottali. Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta
secara mendadak (saat umbilical cord dipotong/dijepit), tekanan
atrium kanan menjadi rendah, tahanan pembuluh darah sistemik (SVR)
naik dan pada saat yang sama paru mengembang, tahanan vaskuler paru
menyebabkan penutupan foramen ovale (menutup setelah beberapa
minggu), aliran darah di ductus arteriosus Bottali berbalik dari
kiri ke kanan. Kejadian ini disebut sirkulasi transisi. Penutupan
ductus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur bayi 10-15
jam yang disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri
pulmonalis dan secara anatomis pada usia 2-3 minggu.Pada neonatus
reaksi pembuluh darah masih sangat kurang, sehingga keadaan
kehilangan darah, dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat kurang
ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus harus dilakukan dengan
secermat dan seteliti mungkin. Tekanan sistolik merupakan indicator
yang baik untuk menilai sirkulasi volume darah dan dipergunakan
sebagai parameter yang adekuat terhadap penggantian volume.
Autoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir tetap
terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg.
Frekuensi nadi bayi rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan darah
sekitar 80/60 mmHg.
c. Sistem Ekskresi Dan ElektrolitAkibat belum matangnya ginjal
neonatus, filtrasi glomerulus hanya sekitar 30% disbanding orang
dewasa. Fungsi tubulus belum matang, resorbsi terhadap natrium,
glukosa, fosfat organic, asam amibo dan bikarbonas juga rendah.
Bayi baru lahir sukar memekatkan air kemih, tetapi kemampuan
mengencerkan urine seperti orang dewasa. Kematangan filtrasi
glomerulus dan fungsi tubulus mendekati lengkap sekitar umur 20
minggu dan kematangannya sedah lengkap setelah 2 tahun.Karena
rendahnya filtrasi flomerulus, kemampuan mengekskresi obat-obatan
juga menjadi diperpanjang. Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk
menahan air dan garam, penguapan air, kehilangan abnormal atau
pemberian air tanpa sodium dapat dengan cepat jatuh pada dehidrasi
berat dan ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia.
Pemberian cairan dan perhitungan kehilangan atau derajat dehidrasi
diperlukan kecermatan lebih disbanding pada orang dewasa. Begitu
pula dalam hal pemberian elektrolit, yang biasa disertakan pada
setiap pemberian cairan.
d. Fungsi HatiFungsi detoksifikasi obat masih rendah dan
metabolisme karbohidrat yang rendah pula yang dapat menyebabkan
terjadinya hipoglikemia dan asidosis metabolik. Hipotermia dapat
pula menyebabkan hipoglikemia.Cadangan glikogen hati sangat rendah.
Kadar gula normal pada bayi baru lahir adalah 50-60%. Hipoglikemia
pada bayi (dibawah 30 mg%) sukar diketahui tanda-tanda klinisnya,
dan diketahui bila ada serangan apnoe atau terjadi kejang. Sintesis
vitamin K belum sempurna. Pada pemberian cairan rumatan dibutuhkan
konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%). Secara rutin untuk bedah
bayi baru lahir dianjurkan pemberian vitamin K 1 mg intra muscular.
Hati-hati penggunaan opiat dan barbiturat, karena kedua obat
tersebut dioksidasi dalam hati.
e. Sistem SarafWaktu perkembangan sistem syaraf, sambungan
syaraf, struktur otak dan myelinisasi akan berkembang pada
trimester tiga (myelinisasi pada neonatus belum sempurna, baru
matang dan lengkap pada usia 3-4 tahun), sedangkan berat otak
sampai 80% akan dicapai pada umur 2 tahun. Waktu-waktu ini otak
sangat sensitive terhadap keadaan-keadaan hipoksia.Persepsi tentang
rasa nyeri telah mulai ada, namun neonates belum dapat
melokalisasinya dengan baik seperti pada bayi yang sudah besar.
Sebenarnya anak mempunyai batas ambang rasa nyeri yang lebih rendah
disbanding orang dewasa. Perkembangan yang belum sempurna pada
neuromuscular junction dapat mengakibatkan kenaikan sensitifitas
dan lama kerja dari obat pelumpuh otot non depolarizing.Syaraf
simpatis belum berkembang dengan baik sehingga aktivitas
parasimpatis lebih dominan, yang mengakibatkan kecenderungan
terjadinya refleks vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi
0,5ml/kgBB/jam), berat jenis urin (1tahun 70 cc/kg
Dewasa55-60 cc/kg
1.6 Penerapan Anestesi Pada Pediatri1. Tahap Pra BedahKunjungan
pra-anestesia dilakukan sekurang-kurangnya dalam waktu 24 jam
sebelum tindakan anestesia. Perkenalan dengan orang tua penderita
.sangat penting untuk memberi penjelasan mengenai masalah
pembedahan dan anestesia yang akan dilakukan. Pada kunjungan
tersebut kita mengadakan penilaian tentang keadaan. umum, keadaan
fisik dan mental penderita.I. Premedikasi pada anakAnak-anak dan
orang tuanya sering merasa cemas saat-saat pre operatif. Kecemasan
saat pre-operasi dapat bervariasi dengan berbagai macam cara.
Sesuai dengan umurnya, bentuk-bentuk kecemasan ini dapat berupa
verbal atau tingkah laku. Menangis, agitasi, retensi urine, nafas
dalam, tak mau bicara, pernafasan dalam, merupakan bentuk dari anak
yang cemas. Kecemasan ini dapat mencapai puncaknya saat induksi
anestesi. Ada berbagai cara untuk menekan kecemasan pre-operatif
ini. Tujuan dan definisi dari premedikasi ini bervariasi pada tiap
tenaga medis, dan pasien dan orangtuanya memiliki persepsi sendiri
terhadap arti premedikasi 5,7. Bagi tenaga medis, premedikasi
berfungsi untuk pendekatan psikologis memberikan penjelasan pada
pasien dan keluarganya, tentang apa yang akan dilakukan sebelum dan
sesudah operasi beserta yang akan terjadi kemudian. Dan juga untuk
memisahkan sang pasien dari orang tuanya dengan tenang pada saat
akan dilakukan operasi, dan juga penggunaan obat-obatan analgesi
dan hipnotik yang bertujuan untuk membuat amnesia ataupun
mengurangi nyeri post operasi. Tujuan lainnnya dapat berupa menekan
biaya obat yang akan digunakan, anti emesis, memudahkan saat
induksi, dan hal-hal lain yang tak diinginkan.II. Indikasi ,
Keuntungan dan Kerugian pada PremedikasiPasien anak-anak yang
memerlukan premedikasi dan sedasi untuk membuat mereka menjadi
kooperatif, adalah yang termasuk di bawah ini:1. Anak-anak yang
memiliki riwayat operasi sebelumnya sehingga menjadi terlalu takut
akan ketidaknyamanan akan perawatan di rumah sakit dan operasi
berikutnya.2. Anak-anak di bawah usia sekolah yang tidak dapat
dipisahkan dari orang tuanya secara mudah, dimana ahli anestesi
merasa kehadiran orang tuanya pada saat induksi tidak akan
menguntungkan.3. Anak-anak yang terbatas komunikasinya yang
disebabkan karena keterbelakangan mental (misalnya autisme), dan
orang tua berperan sebagai perantara untuk berkomunikasi dengan
sang anak saat induksi.4. Keadaan-keadaan dimana induksi harus
dilakukan tanpa ada usaha perlawanan dari ataupun sikap tidak
kooperatif, atau menangis dari sang anak.5. Remaja yang menunjukkan
tingkat kecemasan yang tinggi. Remaja sering merasa ketakutan akan
kehilangan penampilan tubuhnya, kematian. III. Anak-anak Yang
Cenderung Mengalami KomplikasiAda beberapa kelompok anak-anak yang
memiliki kecenderungan lebih untuk mengalami komplikasi, dan
perhatian lebih tentu harus diberikan sebelum premedikasi
dilakukan. Riwayat spesifik seperti obstruksi saluran pernafasan
atas, aspirasi, control refleks yang buruk, batuk dan muntah yang
tak terkoordinasi, harus diperhatikan sebelum pemberian
premedikasi. Riwayat apnoe, obstruksi, merupakan kontraindikasi
yang absolute. Anak-anak yang memiliki kelainan seperti di bawah
ini harus diperlakukan secara berhati-hati dalam pemberian
premedikasi:
1. Hipertropi AdenoidSeorang anak dengan hipertropi adenoid
memiliki resiko lebih besar untuk mengalami obstruksi jalan nafas
dari tingkat sedang sampai parah. Komplikasi yang sama juga dapat
dialami oleh anak-anak yang memiliki hipertropi tonsil.2.
Macroglossia FungsionalBaik karena sindrom hipertropi lidah ataupun
syndrome hipomandibularisme relative, obstruksi jalan nafas
merupakan komplikasi potensial pada pasien-pasien ini. 3. Pasien
dengan Kelainan NeurologiRespon dari anak yang mengalami kelainan
neurology berbeda-beda. Dapat terjadi aspirasi, diskoordinasi
menelan, batuk, yang membuat kelompok anak-anak yang memiliki
kelainan ini sulit diramalkan sewaktu diberikan sedasi, bahkan
dengan dosis yang telah dikurangi.4. Distrofi muscular.Pasien pada
kelompok ini , bila mereka menggunakan kursi roda, dokter harus
lebih berhati-hati , terutama terhadap efek depresi respiratorik.5.
Bayi dengan berat badan kurang dari 10 kgBayi dengan berat badan
kurang dari 10 kg tidak memerlukan sedasi pre operasi, karena
mereka dapat dipisahkan dengan mudah dari orang tuanya dengan
tingkat kecemasan yang rendah,. Onset , durasi, efek samping
obat-obatan terhadap anak-anak ini tak dapat diramalkan.IV. Cara
Pemberian ObatBanyak cara pemberian obat dalam premedikasi. Oral
dan rectal merupakan cara yang sering dipilih. Meskipn begitu,
bukan berarti kedua cara di atas merupakan cara yang paling aman,
dimana tidak dapat diramalkan karena fluktuasi dari bioavalabilitas
dan substansi first past effect. a. Cara OralBiasanya merupakan
cara yang paling dapat diterima. Hal-hal yang perlu diperhatikan
berupa jumlah obat , onset, durasi, tingkah laku selama
penyembuhan, interaksi dengan obat lain, dan efek samping. Kadang
kala anak membuang kembali obat yang telah ditelan. Biasanya ini
terjadi karena kurang kooperatifnya anak ataupun kurang lembutnya
sikap sang premedikator. Obat-obat yang sering digunakan per-oral
dapat dilihat pada table 5. 5Nama ObatAgenCara PemberianDosisOnset
(menit)Efek
BenzodiazepinMidazolamDiazepamOralNasal0,3-0,7mg/kgBB0,1-0,2mg/kgBB15-305-10Depresi
system pernafasan, eksitasi postoperative eksitasi
DissosiatifKetaminOralIM3-8mg/kgBB2-5mg/kgBB10-152-5EksitasiMeningkatkan
TD, tekanan intra cranial meningkat
OpioidsMorfinMeperidinFentanilIMIMoral0,1-0,2 mg/kgBB0,5-1
mg/kgBB10-15 g/kgBB15-3015-305-15 Depresi system pernafasanDepresi
system pernafasanDepresi sitem pernafasan
BarbituratPentobarbitalTiopentalOralRectal3mg/kgBB30mg/kgBB605-10Eksitasi
postoperative yang memanjangDepresi system pernafasan, Eksitasi
postoperative yang memanjang
AntikolinergikAtropinScopolaminOral
IMIVIM20g/kgBB20g/kgBB10-20g/kgBB20g/kgBB15-305-153015-30FlushingMulut
keringRasa gembirahalusinasi
H2 AntagonisCimetidineRanitidineOralOral7,5mg/kgBB2
mg/kgBB6060
Keterangan : IM : Intra MuscularIV : Intra VenaTD : Tekanan
Darah
Tabel 5. Nama obat-obat premedikasi, dosis, cara pemberian dan
efeknya 5a.1 MidazolamObat makan yang sering digunakan. Dosis yang
dianjurkan adalah 0,5mg/kgBB sampai 20mg/kgBB. Dosis ini hamper
selalu efektif dan mempunyai batas aman yang luas. Efek sedasi dan
hilangnya cemas dapat timbul 10 menit setelah pemberian. Patel dan
Meakin 5 telah membandingkan midazolam oral dan diazepam-droperidol
sampai trimeprazine, dan mendapatkan hasil yang lebih baik pada
pre-operatif dan post-operatif pada midazolam dalam menghilangkan
kecemasan dan menimbulkan efek sedasi. a.2.FentanylTelah banyak
berhasil digunakan. Memiliki efikasi yang sama dengan obat oral
cair meperidine, diazepam dan atropine. Namun efek samping yang tak
dapat diramalkan berupa depresi pernafsan, pruritus dan mual muntah
merupakan kerugian sehingga tidak diterima secara
universal.a.3.KetaminBentuk oral merupakan alternative yang
popular. Gutstein dan koleganya membandingkan efek placebo dari 3
sampai 6 mg/kgBB dari ketamin oral. Ketamin tidak berefek terhadap
depresi pernafasan, dan takikardi. Ketamin juga dapat diberikan
bersamaan dengan permen pada dosis 5-6mg/kgbb tanpa hambatan.a.4.
BarbituratTelah digunakan selama bertahun-tahun sebagai obat
premedikasi. Memiliki onset of action yang lambat, dan durasi yang
lama. Pentobarbital 3mg/kgBB sampai 30mg/kgBB memiliki onset satu
jam dan durasi samapai 6 jam 5 .Kerugiannya adalah efek sedasi yang
panjang dan tidak cocok untuk pembedahan yang singkat atau
emergensi yang memerlukan persiapan yang cepat.
b. Cara NasalPremedikasi Intranasal dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu tetes dan inhalasi. Dosis yang tepat tentu diperlukan
dan onset yang berulang dapat dicapai jika cara nasal digunakan.
Namun, pasien biasanya akan merasakan rasa yang tidak nyaman,
meskipun hanya sebentar. Sewaktu midazolam 100g/kgBB intranasal
dibandingkan dengan 10g/kgBB afentanyil intranasal, efek sedasi
yang didapatkan sama, namun tidak ditemukan rasa hidung terbakar
pada anak-anak yang menerima alfentanil, dimana 70% dari anak-anak
yang mengunakan midazolam merasakan rasa hidung terbakar 5c. Cara
RectalCara ini kadangkala bergantung pada sang ahli anestesi
sendiri. Telah dilaporkan bahwa cara rectal merupakan cara yang
popular di Eropa,sedangkan di Negara-negara lain tidak 5Cara rectal
telah dibandingkan dengan midazolam oral oleh Khazin dan Ezra 5
yang menemukan bahwa keduanya sama efektif, namun cara rectal lebih
di toleransi. Pada anak dewasa, cara rectal tidak begitu dianjurkan
karena alas an estetika dan volume yang dibutuhkan untuk
menghantarkan dosis yang adekuat.d. Cara Intramuskular dan Subkutan
Cara ini tidak begitu dianjurkan mengingat anak-anak sangat takut
denga jarum, dan bahkan dapat membuat rasa ketakutan yang berlebih
pada tindakan tindakan selanjutnya. Keuntungan cara ini adalah
tidak dibutuhkannya sikap kooperatif dari pasien , dan tanpa harus
mengkhawatirkan pasien tersebut memuntahkan kembali obat yang telah
diberi secara oral 5e. Cara SublingualMeskipun cara ini memiliki
keuntungan , yaitu onset yang lebih cepat, namun tidak begitu
popular karena sulit memberikannya pada anak yang tidak kooperatif.
V. Puasa Merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi pasien anak.
Dulu pentingnya puasa tidak begitu diapresiasi dengan baik. Namun
setelah ada laporan bahwa regurgitasi dan refluks gaster yang
sering terjadi pada anak yang tidak dipuasakan, akhinya puasa
menjadi suatu persiapan pre operasi yang mulai banyak digunakan
5Lamanya puasa yang dibutuhkan tergantung dari banyak factor,
seperti jenis operasi, waktu makan terakhir samapi terjadinya
cedera (pada operasi emergensi), tipe makanan, dan pengobatan yang
diberikan pada pasien sebelum operasi. Tipe makananRekomendasi lama
puasa
Cairan Pasien sehat Pasien sakit Operasi emergensiMinimum 2
jamMinimum 4 jamPenganganan tersendiri (pasang NGT, dll)
Susu ASI Susu non ASIMinimum 4 jamMinimum 6 jam
Padat Operasi elektif Operasi emergensi1 hari sebelum
operasiPenanganan tersendiri
Tabel 6. Rekomendasi waktu puasa pada tahap pra-bedah dikutip
dari5
VI. Induksi Pada PediatriCara induksi pada pasien pediatric
tergantung pada umur, status fisik ,dan tipe operasi yang akan
dilakukan. Ahli anestesi tentu memiliki cara dan taktik tersendiri
dalam menginduksi pasien pediatric, namun juga harus memiliki
rencana kedua jika rencana pertama gagal dilakukan yang mungkin
disebabkan oleh situasi klinik tertentu.Namun, apapun jenis situasi
klinik yang dialami, tujuan dari induksi adalah sama, yaitu 5:
Memisahkan sang pasien dari orangtuanya sebisa mungkin Pasien
bersikap kooperatif saat dilakukan induksi Induksi yang berjalan
mulus tanpa komplikasi apapun Pencapaian dan pemantauan system
respirasi, kardiovaskular, dan cairan yang stabil selama induksi
Tercapainya efek hipnotik, sedative dan relaksasi2. Persiapan
induksiAhli anestesi harus memiliki informasi yang adekuat dari
pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien,
jenis pembedahan, apakah emergensi atau elektif, status fisik dan
mental (kooperatif/tidak) pasien.Dari informasi ini, tentu dapat
dipersiapkan keperluan-keperluan seperti pipa ETT, pemanjangan
anestesi, manajemen nyeri post operatif, ventilasi, dan perawatan
intensif yang memadai. Jika hal-hal ini telah terpenuhi, tentu
intubasi akah berjalan dengan lancar dan dengan komplikasi yang
minimal.Persiapan-persiapan yang harus dilakukan tersebut meliputi
5: Persiapan kamar operasi Rencana untuk mendapatkan sikap
kooperatif dari pasien Penggunaan klinik dari agen-agen induksi
Obat adjuvant untuk induksi anestesi Monitoring pasien
Rencana-rencana tambahan dalam menghadapi berbagai macam situasi
klinik yang tak terduga.Persiapan Kamar OperasiPersiapan kamar
operasi merupakan hal yang esensial, dan tergantung pada ukuran
tubuh dan status fisik pasien, metode induksi, dan rencana airway
manajemen. Mesin anestesi harus diperiksa terlebih dahulu dan
ventilator diatur sesuai tubuh pasien, ukuran face mask yang
sesuai, dan juga oral airway. Laringoskop harus di cek apakah
berfungsi dengan baik, dan ukuran blade yang sesuai harus
dipersiapkan. Obat obatan , tube trakea, stylet yang sesuai juga
merupakan hal yang esensial dalam persiapan. Peralatan untuk
resusitasi, obat-obat emergensi juga harus dipersiapkan. Karena
permukaan tubuh anak lebih besar daripada dewasa, yangcenderung
untuk terjadinya hipotermi, suhu di ruangan operasi tentu harus
disesuaikan juga, dan alat pemanas dapat disediakan untuk dapat
menjaga suhu pasien.
Keberadaan Orang Tua PasienSalah satu tujuan dari anestesi
pediatric adalah menyediakan tahap pre-operatif sebaik dan semulus
mungkin. Keberadaan orang tua di sisi pasien, merupakan salah satu
cara untuk menghilangkan kecemasan pada pasien, selain dengan
menggunakan obat-obatan. Banyak rumah sakit yang telah menyediakan
video tentang petunjuk baik bagi sang pasien ataupun orang tuanya,
tentang apa dan bagaimana persiapan preoperative yang sebenar dan
sebaiknya 5. Hal ini dapat membantu terutama pada pasien usia pra
sekolah.Anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan orang tua yang
memiliki tingkat kecemasan lebih rendah mendapatkan keuntungan
untuk mengurangi kecemasan pada sang pasien sendiri. Namun jika
orang tua pasien memiliki kecemasan yang berlebih tentu hal ini tak
akan membantu , atau bahkan menjadi lebih sulit. Jika pasien telah
ter sedative, keberadaan orang tua tak lagi diperlukan, dimana hal
ini tidak akan berpengaruh terhadap kecemasan pasien. Keberadaan
orang tua saat induksi sangat tergantung dari tipe orang tua
tersebut, instruksi yang diberikan, pasien dan sang ahli anestesi
sendiri. Penggunaan klinik dari agen-agen induksiInduksi anestesia
pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu. Induksi diusahakan
agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin. Induksi
dapat dikerjakan secara inhalasi atau seintravena.Induksi
inhalasi.Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya
atau pada yang takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen
atau campuran N20 dalam oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula
rendah 1 vol% kemudian dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5
vol % sampai tidur. Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa
sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur barn dirapatkan
ke muka penderita.Induksi intravena.Dikerjakan pada anak yang tidak
takut pada suntikan atau pada mereka yang sudah terpasang infus.
Induksi intravena biasanya dengan tiopenton (pentotal) 2~4 mg/kg
pada neonatus dan 4-7 mg/kg pada anak Induksi dapat juga dengan
ketamin (ketalar) 1-2mg/kg.LV. Kadang-kadang ketalar diberikan
secara intra muskular. 1Banyak ahli anestesi pediatrik, yang
terampil dalam menangani vena yang kecil, lebih suka induksi intra
vena (tiopenton 3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka menggunakan
induksi inhalasi disertai dengan campuran kaya oksigen disertai
atau tanpa nitrogen oksida. Entluran efektiftetapi kurang kuat dan
harus menggunakan kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam
oksigen masih sering dipakai dibeberapa tempat, tctapi dapat
menimbulkan ledakan, sehingga seringkali tidak disediakan.Banyak
ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani vena yang
kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopenton 3-5 mg/kg). Yang
lain lebih suka menggunakan induksi inhalasi disertai dengan
campuran kaya oksigen disertai atau tanpa nitrogen oksida. Entluran
efektif tetapi kurang kuat dan harus menggunakan kadar yang lebih
tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih sering dipakai
dibeberapa tempat, tetapi dapat menimbulkan ledakan, sehingga
seringkali tidak disediakan. 4
Intubasi.Anestesi sebelum intubasi tidak penting bagi anakanak
dengan berat badan kurang dari 5 kg, dan dapat berbahaya.Risiko
stridor meningkat karena pembengkakan mukosa pada saluran
pernapasan kecil akibat ititasi laring oleh pipa, perala tan atau
uap. Pipa tak bertutup yang cukup kecil untuk pengeluaran gas dapat
dipakai. Suatu bungkus tenggorokan akan menghentikan cairan melalui
pipa yang masuk ke paru-paru. Bayi kecil yang berat badannya kurang
dari 5 kg tidak dapat mempertahankan pemapasan spontan dengan pipa
trakea yang sempit, sehingga hams diberikan ventilasi. 4Para abli
anestesi harus memutuskanantara penggunaan masker anestesi dan
intubasi. Penggunaan intubasi dapat dicapai dengan atau tanpa
bantuan relaksan otot. Pada anak yang kecil, atau jika terdapat
kelainan sa luran pemapasan, paling aman untuk memperdalam anestesi
sampai pipa dapat disisipkan sementara pernapasan spontan
berlangsung. Jika terdapat keraguan tentang kemampuan saluran
pernapasan untuk dilalui pipa, seorang ahli anestesi barus
memperlibatkan babwa ia dapat memberikan ventilasi pada paru
menggunakan kantong, dan masker sebelum membuat penderita menjadi
lumpuh dengan relaksan ototLaringoskopi pada bayi dan anak tidak
membutuhkan bantal kepala. Kepala bayi terutama neonatus oksiputnya
menonjol. Dengan adanya perbedaan anatomis padajalan nafas bagian
atas, lebih mudah menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada
bayi.Blade laringkoskop yang lebib kecil'digunakan untuk anak,
jenisnya tergantung pada piliban ahli anestesi dan adanya gangguan
saluran pernapasan. Pipa trakea dipilih berdasarkan prinsip babwa
pipa yang dapat dibengkokkan tidak digunakan di bawab nomor 7, dan
dua nomor lebih rendah harus disiapkan bila diperlukan. Daerah
aliran udara paling sempit pada anak kecil adalah di bawah pita
suaraIntubasi dalam keadaan sadar dikerjakan pada keadaan gawat
atau diperkirakan akan menjumpai kesulitan. Beberapa penulis
menganjurkan intubasi sadar pada neonatus usia kurang dari 10-14
hari . Hati-hati terhadap hipertensi dan meningginya tekanan
intrakranial yang mungkin dapat menyebabkan perdarahan dalam otak
akibat laringoskopi dan intubasi.Lebih digemari intubasi sesudah
tidur dengan atau tanpa pelumpuh otot. Kalau tidak menggunakan
pelumpuh otot, bayi atau anak ditidurkan sampai dalam lalu
diberikan analgesia topikal barn dikerjakan intubasi. Dengan
pelumpuh otot digunakan suksinil-kolin dosis 2 mg/kgBB secara
intravena setelah bayi/anak tidur.Pipa trakea pada bayi dan anak
dipakai yang tembus pandang tanpa cuff. Untuk usia diatas 5-6 tahun
boleh dengan cuff pada kasus-kasus laparotomi atau jika ditakutkan
akan terjadi aspirasi. Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea
.sama dengan besarnya jari kelingking atau besarnya lubang
hidung.Bayi prematur menggunakan pipa bergaris tengah 2.0-3.0 mm,
bayi cukup bulan 2.5-3.0 mm. Sampai 6 bulan 4.0 mm dan sam pail
tahun 4.5 mm. Untuk usia diatas 1 tahun digunakan minus sebagai
berikut: Garis tengah bagian dalam pipa trakea ialah : umur dalam
tahun /4+ 4. 5 mm. Pilihlah pipa trakea yang paling besar yang
dapat masuk dengan sedikit longgar dan pada tekanan inspirasi 20-25
em H20 terjadi sedikit kebocoran. Dianjurkan menggunakan pipa mulut
faring untuk fiksasi pipa trakea supaya tidak terlipat.Intubasi
hidung tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan trauma,
perdarahan adenoid dan infeksi.Peralatan dengan ruang rugi minimal,
dan resistensi rendah seperti model T-Jackson Rees harus digunakan.
Neonatus harus dijaga agar tetap hangat, karena daerah permukaan
kulit yang luas dibandingkan massa tubuhnya, perkembangan system
pengaturan suhu yang belum berkembang, dan lemaknya masih merupakan
penyekat tubuh yang buruk. Suhu ruang bedah sekurang-kurangnya 22C
(75F), selimut, dan kasur hangat digunakan2. Tahap Intra Bedah2.1.
Pemeliharaan anestesia.Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan
intubasi dan nafas kendali. Penggunaan sungkup muka dengan nafas
spontan pacta bayi hanya untuk tindakan ringan yang tidak lama.Gas
anestetika yang umum digunakan adalah N20 dic;ampur dengan 02
perbandingan (0-65%) dan (35-100%). Walapun N20 mempunyai sifat
analgesia kuat, tetapi sifat anestetikanya sangat lemah. Karena itu
sering dicampur dengan halotan, enfluran atau isofluran.Narkotika
hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pacta berat diatas
10 kg .Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg.
Pelumpuh otot non depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus
diencerkan dan diberikan secara sedikit demi
sedikit.Infus.Banyaknya cairan yang harus diberikan per infus
disesuaikan dengan banyaknya cairan yang hilang. Untuk bedah kecil,
ringan sebentar dengan perdarahan yang sangat minimal tidak
diperlukan terapi cairan. Apalagi segera setelah pembedahan
diperbolehkan mmum. Walaupun demikian diperlukan jalur vena terbuka
untuk memasukkan obat-obatan pacta waktu anestesia, atau kalau
diperlu kan infus segera dapat diberikan. Biasanya dipasang semprit
berisi NaCI fisiologis dengan jarum sayap Terapi cairan dimaksudkan
untuk mengganti cairan yang hilang pada waktu puasa, pada waktu
pembedahan (translokasi), adanya perdarahan dan oleh sebab-sebab
lain misalnya adanya cairan lambung, cairan fistula dan
lain-lainnya.Besamya cairan yang hilang akibat trauma
bedah/anestesia yang hams diganti menurut Lockhart1Cairan yang
seharusnya masuk,karena puasa harus dtganti. Misalnya puasa 6 jam
harus diganti 25% dari kebutuhan.dasar 2,.4 jam.Cara menggantinya
sebagai berikut:-Pada jam I diberikan 50% nya- Pada jam II
diberikan 25% nya- Pada jam III diberikan 25% oyaCairan hilang
akibat perdarahan yang kurang dari 10 % diganti dengan cairan
kristaloid dalam dekstrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam
Ringer-IaktatBanyaknya perdarahan dapat diperkirakan dengan1:1.
mengukur darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum
dan sesudah kena darah dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan
keduanya kemudian tambahkan 25% untuk darah yang sulit dihitung
misalnya yang menempel di tangan pembedah, yang melengket di kain
penutup dan lain-lain.2. mengukur hematokrit secara serial.
Perdarahan melebihi 10% pada neonatus harus diganti dengan darah.3.
Tahap Pasca Bedah3.1. Pengakhiran anestesia.Setelah pembedahan
selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya. Berikan zat asam
murni 5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir
kalau perlu.Kalau menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan
prostigmin (0,04 mg/kg) dan atropin (0,02 mg/kg). Depresi nafas
oleh narkotika-analgetika netralkan dengan naloksin 0,2-0,4mg
secara titrasi.Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah
sadar benar, anggota badan. bergerak-gerak, mata terbuka, nafas
spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan anestesia ringan, akan
menyebab kan batuk-batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi
dalam keadaan anestesia dalam digemari karena kurang traumatis.
Dikerjakan kalau nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan
diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi3.2.
Perawatan di Ruang Pulih.Setelah selesai anestesia dan keadaan umum
baik, penderita dipindahkan ke ruang pulih. Disini diawasi seperti
di kamar bedah, walaupun kurang intensif dibandingkan dengan
pengawasan sebelumnya. Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa
dihitung dulu. skomya menurut Lockhart1
Yang DinilaiNilai
Pergerakan Gerak bertujuan Gerak tak bertujuan diam210
Pernafasan teratur, batuk , menangis depresi perlu
dibantu210
Warna merah muda pucat sianosis210
Tekana Darah berubah sekitar 20% berubah 20-30% berubah lebih
dari 30%210
Kesadaran benar-benar sadar bereaksi tak bereaksi210
3.3. KomplikasiSemua pasien, terutama yang diintubasi, lebih
memiliki resiko untuk mengalami komplikasi pada anestesi pediatric.
Biasanya hal ini dapat ditanggulangi dengan acetaminophen 2Mual dan
munatah adalah hal yang paling sering terjadi, terutama pada pasien
berumur 2 tahun ke atas. Terjadi karena pipa ETT dipasang terlalu
erat, sehingga mukosa trachea menjadi bengkakLaringospasme adalah
salah satu komplikasi yang mungkin terjadi. Biasanya terjadi pada
anestesi stadium II. Jika terjadi, suksinilkolin dapat digunakan,
bersama dengan atropine untuk mencegah brakikardi.
DAFTAR PUSTAKA1. Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias.
Schwartzs Principles of Surgery. Eighth edition. New York. Mc
Graw-Hill. 1353-1394. 2. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias.
Sabiston Textbook of Surgery. 17thEdition. Philadelphia. Elsevier
Saunders. 1199-1217 3. Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong, (2012),
Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, 706- 710, EGC, Jakarta. 4.
Inguinal Hernia: Anatomy and
Managementhttp://www.medscape.com/viewarticle/420354_4 5. Dunphy,
J.E, M.D, F.A.C.S. dan Botsford, M.D, F.A.C.S, Pemeriksaan Fisik
Bedah, edisi ke-4, 145-146, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta. 6.
Dudley and Waxmann, Scott; An Aid to Clinical Surgery, 4nd ed, 247,
Longman Singapore Publisher Ltd, Singapore. 7. Darmokusumo, K, Buku
Pegangan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas
Muhamadiyah Yogyakarta. 8.Said A L, Suntoro A. Anestesi Pediatrik.
Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 9.
Pediatric Anesthesiolgy:The Basics. http://www.anesthesia.wisc.edu/
med3/ Peds/ pedshandout.html. accessed on March 10th, 2014.10.
Anatomy of The Respiratory System. http://www.ohsuhealth.com/dch/
health/ respire/acute_lower_bronchio. Accessed on March 10th,
2014.11. Boulton TB. Anestesiologi. Alih Bahasa : Oswari J. Editor:
Wulandari WD. Penerbit Buku Kedokteran EGC.12. Pudjiadi A, Latief
A, Budiwardhana N. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat: Sedasi dan
Analgesia. Unit Kerja Pediatri Gawat Darurat. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia 2013.13. Parent Present
Induction. http://www.archildrens.org/
medical_services/clinical/anesthesia/parent_present_induction.asp.
accessed on March 10th, 2014.14. Krane E. Orientation to Pediatric
Anesthesia. http://anesthesia.stanford.edu/ kentgarman/
clinical/ped%20orient. Accessed on 9th March, 2014.