Page 1
Niken Puspitasari, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 388-398
388
MAKSIMASI YIELD KEROSENE DAN ADO DENGAN PENGATURAN
CUTTING POINT DI KOLOM T-1 CDU PT.XYZ
Niken Puspitasari1*, Zami Furqon2, Ervandy Haryoprawironoto3 1,2Teknik Pengolahan Migas, Politeknik Energi dan Mineral Akamigas,
Jl. Gajah Mada No.38 Cepu, Kab. Blora, 58315
[email protected]
ABSTRAK
PT. XYZ merupakan perusahaan yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan Bahan bakar
Nasional terutama di pulau Sumatera. Proses utama pada kilang PT.XYZ adalah distilasi at-
mosferik. Proses tersebut berlangsung di dalam kolom fraksinasi T-1. Kolom tersebut
mendapatkan umpan berupa Sumatera Light Crude Oil (SLC), Banyu Urip Crude Oil (BU-
CO), dan beberapa jenis crude oil lain untuk di fraksinasi menjadi produk naphtha, kerosene,
Automotive diesel Oil (ADO) dan Low Sulphur Waxy Residue (LSWR). Pengaturan pada ko-
lom T-1 akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Pada aktualnya,
hasil produksi dari kilang tersebut kurang maksimal dimana nilai ekonomi yang diperoleh
perusahaan teramat kecil. Untuk meningkatkan pendapatan, perlu dilakukan pengaturan Cut-
ting Point agar dihasilkan yield produk yang maksimal. Produk Kerosene dan ADO memiliki
harga jual yang lebih tinggi dari produk lainnya sehingga peningkatan yield kedua produk
tersebut menjadi objek dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh Yield
kerosene dan ADO meningkat 9.24 % dan 50.83 %. Pendapatan perusahaan meningkat men-
jadi $US 1529031.18 atau 4.3%. Dengan ini diharapkan mampu meningkatkan keuntungan
bagi perusahaan.
Kata kunci: ADO, BUCO,Cutting Point, Kolom fraksinasi, Kerosene
1. PENDAHULUAN
Minyak dan gas bumi adalah salah satu penghasil energi utama di Indonesia dengan
kebutuhan mencapai 75 juta Kiloliter per tahunnya berdasarkan data Badan pengatur Hilir
Migas tahun 2018. Meskipun karena pandemi Covid-19 konsumsi BBM sempat menurun,
BPPT Outlook Energi Indonesia memperkirakan akan ada peningkatan penggunaan energi
sebesar 2,7% per tahun pasca pandemi. Agar dapat dimanfaatkan, minyak dan gas bumi perlu
melalui serangkaian proses mulai dari hulu hingga hilir migas.
PT. XYZ adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki pemerintah Indonesia
(National Oil Company) dan berdiri sejak tanggal 10 Desember 957. Bahan baku utama yang
digunakan oleh PT.XYZ adalah Sumatran Light Crude (SLC) atau Minas Crude, Liric Crude
oil (LCO) Selat Panjang Crude (SPC) dan juga Banyu Urip Crude oil (BUCO). Produk yang
dihasilkan berupa Naphtha, Kerosene,Automotive Diesel Oil (ADO), dan Low Sulphur Waxy
Residue (LSWR).
Kilang PT.XYZ menjalankan proses pengolahan primer terhadap crude oil. Proses utama
pada pengolahan migas di kilang ini adalah fraksinasi dengan alat berupa kolom fraksinasi.
Pada proses nya kolom fraksinasi di kilang ini menjalankan distilasi atmosferik dengan
bantuan injeksi steam. Kilang PT. XYZ memiliki beberapa kolom antara lain T-1. T-2 A/B
dan T-3.
Page 2
Niken Puspitasari, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 388-398
389
Kolom T-1 berperan penting dalam kegitaran produksi di Kilang PT.XYZ. Pengaturan
pada kolom akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Pada
aktualnya, hasil produksi dari kilang tersebut dirasa kurang maksimal karena nilai ekonomi
yang diperoleh perusahaan kecil dilihat dari gross margin yang diperoleh. Dalam upaya
peningkatan nilai ekonomi dari kilang tersebut, maka penulis mengambil judul “Maksimasi
Yield Kerosene dan ADO dengan Pengaturan Cutting point di Kolom T-1 CDU PT.XYZ”
2. METODE
Metode kerja dalam penelitian optimasi ini dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tahapan persiapan
Tahap ini meliputi hal-hal yang dipersiapkan sebelum melakukan praktek kerja lapan-
gan seperti studi pustaka mengenai topik yang akan diambil, dilanjutkan dengan ob-
servasi lapangan untuk memastikan judul tersebut sesuai dan penelitian dapat dilanjut-
kan. Kemudian, dilakukan pengambilan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
b. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan ini meliputi pengolahan data dalam perhitungan cutting point dan
optimasi dengan Batasan-batasan yang ada. Jika hasil perhitungan optimasi tidak
sesuai Batasan, maka hitungan diulang.
c. Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian ini meliputi Analisa hasil yang diperoleh apakah memenuhi per-
syaratan, selain itu juga dilakukan Analisa keekonomian untuk melihat keuntungan
dari kilang setelah dilakukan optimasi.
3. PEMBAHASAN
a. Uraian proses
Kapasitas pengolahan unit CDU di kilang di PT. XYZ adalah 30 MBSD. Min-
yak mentah yang diolah berasal dari Sumatra Light Crude (SLC), Lirik Crude oil
(LCO), Lalang Crude (LLC), Selat Panjang Crude (SPC), Banyu Urip Crude oil
(BUCO).
Gambar 3. 1 Flow Diagram Process pada CDU
Crude oil yang disimpan dalam tangki crude dipompakan 101 P-1 A/B dari
IT&Y akan mengalami pemanasan awal pada Preheater (HE) 101 E-1 A/B dengan
memanfaatkan pranas produk kerosene dan kerosene reflux. Selanjutnya crude
Page 3
Niken Puspitasari, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 388-398
390
melewati 101 E-2 disisi shell untuk memanfaatkan panas ADO produk. Crude outlet
101 E-2, mengalami pemanasan awal berikutnya di rangkaian 101 E-3
A/B/C/D/E/F disisi tube dengan memanfaatkan panas LSWR yang mengalir disisi
shell, yang selanjutnya akan melewati Vessel Desalter (D-1). D-1 berfungsi untuk
menghilangkan garam pada crude oil. Desalted crude akan dipanaskan kembali oleh
preheater E-3 G/H/I/J. Crude oulet preheater dipanaskan lebih lanjut di heater H-1/2/3/4
hingga temperatur 330C dan selanjutnya dialirkan ke kolom destilasi 101 T-1 sebagai
umpan. 101 kolom T-1 memiliki tray sebanyak 23 buah dan draw off sebanyak 2 buah
yaitu draw off kerosene dan draw off ADO. Draw off kerosene diambil dari tray No.8
dan draw off ADO diambil dari tray No.14.
Kolom distilasi T-1 berfungsi memisahkan fraksi-fraksi fase uap yang melalui
puncak kolom, fraksi kerosene dan ADO dari samping kolom (stream product) dan
LSWR dari bottom kolom. Untuk pengaturan temperature puncak kolom digunakan re-
flux yang diambil dari fraksi kerosene yang telah didinginkan di E-1B dan E-9
dengan bantuan pompa P-8 A/B/C dengan bantuan pompa P-5 A/B dikembalikan ke
T-1 pada tray No.12.
Draw off ADO dari distilasi T-1 masuk ke kolom T-2 A/B. Fraksi ringan yang
masih terdapat pada ADO diangkut menggunakam stripping steam dan kemudian
dikembalikam ke kolom distilasi T-1, sedangkan produk bottom T-2 A/B berupa ADO
akan didinginkan di E-2, E-7 A/B dan E-4A dengan menggunakan pompa P-4 A/B.
Kolom fraksinasi 101-T-3 berfungsi memisahkan fraksi gas, naptha dan kero-
sene. Fraksi gas dan naptha sebagai top produck dan fraksi kerosene sebagai bottom
product. Kolom T-3 memiliki 26 tray, top product dari T-1 masuk pada tray No.14 dan
umpan kerosene masuk pada tray No.19 dari T-1. Top product T-3 berupa fraksi gas
dan naphtha yang kemudian dikondensasikan menggunakan E-6 A/B/C/D/E/F dan
ditampung di D-2 dan D-3. Pada bottom D-3, sebagian ke D-4 yang kemudian
dipompakan ke T-3 sebgai naptha refluks dengan menggunakan pompa P-7 A/B dan
sebagaian lagi sebagai naptha produk yang ddiingikan pada E-7B. Top D-3 berupa
gas yang mengalir ke D-5 yang kemudian digunakan sebagai fuel gas ke heater
(dapur).
b. Data Kondisi Operasi Kolom T-1
Gambar 3. 2 Stream pada kolom T-1
Berikut ini merupakan data kondisi rata-rata operasi Kolom T-1 bulan Maret 2020-
Februari 2021
Page 4
Niken Puspitasari, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 388-398
391
Tabel 3. 1 Temperatur kolom T-1
Tabel 3. 2 Tekanan kolom T-1
c. Data Perhitungan
Penulis akan mencoba meningkatkan Yield dari kerosene dan ADO dengan
mengubah cutting point dari produk Kerosene dengan fraksi yang lebih ringan yaitu
produk naphta sedangkan ADO dengan produk yang lebih berat yaitu LSWR (Low
Sulphur waxy residue). Berikut merupakan data rata-rata produksi tanggal 1 Maret
2020-28 Februari 2021.
Tabel 3. 3 Rata-rata produksi dalam 1 tahun
Feed CDU Kilang PT.XYZ pada diasumsikan hanya BUCO. Data distilasi un-
tuk crude oil tersebut sudah merupakan distilasi TBP sehingga tidak perlu dilakukan
konversi ke distilasi TBP. Berikut merupakan tabel data distilasi crude oil
Tabel 3. 4 Data distilasi Crude Oil
Dengan menggunakan grafik 12.4 dan 12.5 pada buku Edmister, dilakukan kon-
versi kurva ASTM menjadi TBP untuk produk Naphtha, Kerosene, dan ADO. Se-
dangkan untuk produk LSWR digunakan formulasi Riazi-Daubert. Hasil konversi
kurva distilasi TBP ditampikan sebagai berikut.
Tanggal
Temperatur ( C )
FLASH
ZONE MIDDLE TOP
ADO
REFLUK
ADO
DRAW OFF
KERO
DRAW OFF
Avg 223 149 156 252 197 223
Tanggal Pressure ( Kg/cm2)
TOP (OVER HEAD) BOTTOM
Avg 0.62 1.91
Crude oil
(m3/jam)
Naphtha
(m3/jam)
Kerosene
(m3/jam)
ADO
(m3/jam)
Residue
(m3/jam)
176 9 13 39 109
% Vol T (TBP), ˚F
0 147
10 409.9
30 537.2
50 634.8
70 746.5
90 928.4
100 1362.4
Page 5
Niken Puspitasari, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 388-398
392
Tabel 3. 5 Grafik Distilasi TBP seluruh produk
Gambar 3. 3 Grafik Distilasi TBP seluruh produk
Setelah didapat kurva distilasi TBP dari feed yang merepresentasikan titik didih
dari tiap senyawa yang ada. Nilai cut point pada setiap fraksi dapat ditentukan
dengan rumus :
Cut Point = (FBP fraksi ringan – FBP fraksi berat)
2 (1)
Nilai cut point ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 3. 6 Cut Point Produk Lama
Untuk menentukan karakteristik feed berdasarkan produk yang dihasilkan,
penulis menggunakan Metode pseudo component. Metode ini dilakukan dengan
membagi fraksi yang ada menjadi beberapa pseudo component dengan basis True
Boiling Point (TBP). Gabungan dari presentase dari pseudo component yang men-
% Vol Feed Naptha Kerosene ADO Residue
0 147 108.6 288.2 448.8 350.951064
10 409.9 170.6 332.2 480.8 593.480133
30 537.2 208.6 368.2 510.8 713.926039
50 634.8 244.6 400.2 530.8 801.785735
70 746.5 276.6 430.2 558.8 961.073712
90 928.4 312.6 464.2 598.8
100 1362.4 368.6 502.2 618.8
No Fraksi IBP (F) FBP (F) Cut point (F)
1 Naptha 108.6 368.6
328.4
2 Kerosene 288.2 502.2
475.5
3 ADO 448.8 618.8
484.875532
4 Residue 350.951064 961.073712
Page 6
Niken Puspitasari, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 388-398
393
didih pada grafik TBP digunakan untuk Menyusun kurva distilasi TBP yang merep-
resentasikan feed yang masuk. Penyusunan pseudo component dilakukan dengan in-
creament setiap kenaikan 20 ˚F. Hasil yang diperoleh pada tabel diatas kemudian
diplotkan sehingga mendapatkan grafik distilasi TBP dari feed.
Gambar 3. 4 Grafik Distilasi TBP Feed
d. Menentukan Suhu Draw Off(7:28)
Suhu pada draw off tray mengacu kepada kurva distilasi EFV yang mengambarkan
suhu kesetimbangan antara uap dan cairan pada fraksi. Untuk menentukan suhu top kolom
yang mengambil semua fraksi ringan maka suhu ditentukan dari FBP fraksi ringan pada EFV.
Hal ini disebabkan FBP menunjukkan suhu di mana semua fraksi telah menguap. Sedangkan
pada fraksi-fraksi setelahnya, suhu draw off ditentukan berdasarkan suhu IBP setiap fraksi
pada kurva EFV. Hal ini disebabkan karena kita mengambil produk saat suatu fraksi mulai
menguap.
Pasca melakukan penggeseran cutting point, penulis akan memperkirakan su-
hu draw off dari tiap produk yang baru dengan mengonversi suhu distilasi ASTM
D86 ke EFV dengan menggunakan metode Riazi-Daubert dan Edmister. Suhu draw
off naphtha merupakan FBP pada kurva EFV Sehingga diperoleh 462.330 ˚F. Untuk
suhu draw off kerosene dilihat dengan mencari IBP EFV sehingga diperoleh 527.873
˚F. kemudian keduanya dikoreksi dengan grafik koreksi suhu untuk kolom tipe U se-
hingga diperoleh suhu naphtha sebesar 480 ˚F atau sama dengan 248.89 ˚C se-
dangkan kerosene sebesar 520 ˚F atau sama dengan 271 ˚C.
Selanjutnya suhu draw off ADO dicari dengan bantuan grafik 12.7 pada buku
Edmister karena tidak masuk dalam range metode Riazi-Daubert. Suhu IBP EFV
yang diperoleh sebesar 614.98 ˚F. Selanjutnya suhu ini dikoreksi dengan grafik kore-
ksi suhu untuk kolom tipe U sehingga diperoleh suhu draw off sebesar 575 ˚F atau
sama dengan 301.67 ˚C. Dengan cara yang sama diperoleh suhu draw off LSWR
sebesar 625 ˚F atau sama dengan 329.4 ˚C
e. Maksimasi produk
Dalam penentuan cut point yang baru, penulis menggunakan metode trial and
error. Penulis akan menggeser cut point ke arah kanan atau mengambil sedikit naph-
tha untuk dijadikan kerosene dan juga menggeser ke kiri untuk menjadikan sedikit
LSWR menjadi ADO yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Terdapat 2 cut point yang akan diubah, yaitu cut point naphtha-kerosene dan
ADO-LSWR. Dalam penentuan cut point naphtha-kerosene dapat diperkirakan bahwa
Page 7
Niken Puspitasari, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 388-398
394
cut point minimum sebesar 263,12 ˚F atau saat flash point kerosene sebesar 100 ˚F
(310.928 K). Cut point maksimum sebesar 180 ˚C atau sama dengan nilai FBP
maksimum dari naphtha. Namun angka tersebut diperoleh dari distilasi ASTM D86,
sehingga perlu dilakukan konversi menjadi distilasi TBP sehingga diperoleh cut point
maksimum sebesar 369 ˚F. Jumlah %vol produk dalam tiap suhu cut point kemudian
dihitung hingga diperoleh % vol kerosene paling besar sebesar 9.24%. Maka cut point
yang dipilih adalah 263.12 ˚F karena akan meningkatkan Yield kerosene dan nilai
ekonominya. Terjadi penurunan Yield naphtha dari 5.33% menjadi 3.39% sedangkan
kerosene mengalami kenaikan Yield dari 7.31% menjadi 9.24%.
Dalam penentuan cut point ADO-LSWR dapat diperkirakan cut point mini-
mum sebesar 315 ˚F atau sama dengan flash point minimum dari LSWR. Untuk cut
point maksimum sama besar dengan T90% maksimum dari ADO yaitu 370 ˚F. Jika
suhu tersebut dikonversi menjadi distilasi TBP diperoleh sebesar 731.12 ˚F. Untuk
memperoleh Yield ADO yang lebih besar tentu cut point harus digeser ke arah kanan
atau mendekati LSWR, sehingga dari range 315-731.12 ˚F Yield ADO terbesar di-
peroleh di suhu 731.12 ˚F. Cut point baru untuk ADO-LSWR sebesar 731.12 ˚F. Pada
cut point tersebut %vol ADO naik menjadi 60.76% sedangkan LSWR turun menjadi
30.20%.
f. Hasil penelitian
Berikut adalah perubahan Yield tiap produk setelah dilakukan maksimasi
dengan perubahan cutting point.
Tabel 3. 7 Yield tiap produk pasca maksimasi
Perubahan %vol teruapkan dari total feed karena perubahan cut point mengakibat-
kan perubahan terhadap kurva distilasi TBP tiap produk. Maka perlu dilakukan
pembacaan ulang suhu distilasi. Penulis menggunakan metode Riazi-Daubert untuk
konversi suhu distilasi TBP ke ASTM. Hasil untuk fraksi naphtha dan kerosene pa-
da cut point 263.12 ˚F ditampilkan pada grafik berikut
Produk Pra Maksimasi Pasca Maksimasi
m3/jam %Vol m3/jam %Vol
Naphtha 6 3.45 3.83 2.20
Kerosine 17 9.77 19.17 9.24
ADO 37 21.26 106.79 50.83
LSWR 104 59.77 52.55 30.20
Total 164 94.25 164 94.25
Page 8
Niken Puspitasari, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 388-398
395
Gambar 3. 5 Grafik perbandingan kurva distilasi TBP naphtha baru
Gambar 3. 6 Grafik perbandingan kurva distilasi TBP Kerosene baru
Hasil maksimasi untuk ADO dan LSWR pada cut point 731.226 ˚F ditampilkan pa-
da grafik berikut
Gambar 3. 7 Grafik perbandingan kurva distilasi ASTM ADO baru
Page 9
Niken Puspitasari, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 388-398
396
Gambar 3. 8 Perbandingan Distilasi TBP LSWR
g. Analisa Hasil
Kolom T-1 berperan penting dalam kegiaran produksi di Kilang PT.XYZ
Pengaturan pada kolom akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas produk yang
dihasilkan. Pada kenyataan nya, hasil produksi dari kilang tersebut dirasa kurang
maksimal karena nilai ekonomi yang diperoleh perusahaan sangat kecil bahkan
gross margin yang didapatkan negative. Pengubahan cutting point ke arah naphtha
dan LSWR dipilih untuk meningkatkan Yield dari produk yang lebih
menguntungkan yaitu Kerosene dan ADO. Berdasarkan hasil perhitungan di sub-bab
sebelumnya, diperoleh cutting point untuk naphtha-kerosene pada suhu 263.12 ˚F
dan untuk ADO-LSWR pada suhu 731.226 ˚F. Pemilihan suhu tersebut didasari oleh
Batasan spesifikasi tiap produk dengan harapan tiap produk yang dihasilkan tetap
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
Pasca dilakukan pengubahan cutting point, terjadi peningkatan Yield untuk
kerosene menjadi 9.24%. Penambahan tersebut merupakan sebagian Yield produk naphtha sehingga untuk produk naphtha mengalami penurunan menjadi 3.39%.
Setelah dilakukan pengecekan spesifikasi untuk kedua produk tersebut, keduanya
masih memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Hanya saja, ada sedikit pengecualian
untuk spesifikasi SG dari naphtha yang diperoleh. Naphtha seharusnya memiliki
range SG sebesar 0.7001 - 0.7301. Namun baik pra maupun pasca pengubahan cut-
ting point, SG yang diperoleh tetap tidak berada dalam range tersebut. Pasca pengu-
bahan cutting point sudah mendekati range tersebut yaitu 0,7444 dibandingkan
dengan sebelum pengubahan yaitu 0,7741. Ketidaksesuaian ini tidak menjadi masa-
lah karena naphtha merupakan produk intermediet yang selanjutnya akan dikirimkan
ke kilang ABC untuk dilakukan proses kembali.
Dampak dari dilakukannya pengubahan cutting point naphtha-kerosene anta-
ra lain penurunan SG, FP, dan IBP untuk kerosene sedangkan untuk naphtha terjadi
penurunan Yield, SG, dan FBP. Hal ini dikarenakan kerosene yang baru telah
tercampur dengan fraksi yang lebih ringan dari naphtha sehingga SG nya akan lebih
ringan dan lebih mudah menyala. Untuk naphtha, karena sebagian komponennya
menjadi kerosene, komponen yang tersisa adalah komponen yang paling ringan se-
hingga SG nya akan lebih ringan dari sebelumnya dan juga FBP yang dimiliki lebih
rendah. Untuk suhu draw off dari naptha menjadi lebih lebih tinggi dari sebelumnya
sama halnya untuk kerosene.
Pada pengubahan cutting point ADO-LSWR, terjadi peningkatan Yield pada
ADO sebesar 38.57% karena ada penambahan sebagian Yield dari LSWR yang
keluar menjadi ADO. Pada LSWR terjadi penurunan Yield menjadi 23.34%. Setelah
Page 10
Niken Puspitasari, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 388-398
397
dilakukan pengecekan spesifikasi untuk kedua produk tersebut, keduanya masih
memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Bahkan memperbaiki viscosity LSWR dari
yang sebelumnya 61s menjadi 140s sehingga sesuai dengan spesifikasi.
Dampak dari dilakukannya pengubahan cutting point ADO-LSWR antara
lain SG meningkat, FP turun, dan Viscosity naik dan PP turun untuk LSWR se-
dangkan untuk ADO terjadi penurunan FP dan CCI. Peningkatan nilai SG ini di-
pengaruhi oleh diambilnya sebagian komponen ringan LSWR ke dalam ADO. Se-
makin berat komponen yang tersisa akan juga mempengaruhi viskositas dari LSWR,
komponen yang tersisa lebih berat dan juga kental sehingga viskositas LSWR
meningkat. Penurunan nilai FP ini tidak begitu significant karena pra maksimasi FP
sebesar 300 ˚F dan pasca maksimasi menjadi 299.921˚F. Nilai PP juga mengalami
penurunan. Pada dasarnya PP dipengaruhi oleh kandungan paraffin didalamnya
kemungkinan mayoritas komponen n-paraffin dan iso-paraffin rantai pendek teram-
bil ke produk ADO. Untuk ADO sendiri mengalami penurunan dari 224 ˚F menjadi
188 ˚F. Penurunan nilai FP tentu dipengaruhi oleh komponen ADO yang sudah
mendapatkan tambahan dari LSWR. Penambahan tersebut meningkatkan FBP dari
ADO namun menurunkan T5%-T10% dari ADO. Hal tersebut membuat ADO men-
jadi lebih mudah menyala. Nilai CCI dari ADO mengalami penurunan menjadi 48
namun masih lebih tinggi dari Batasan spesifikasinya. Sehingga masih sangat baik
untuk kualitas dari ADO yang dihasilkan. Untuk suhu draw off dari ADO menjadi
lebih tinggi Dari sebelumnya.
LSWR nantinya akan dikirim ke Kilang ABC untuk menjadi feed dari High
Vacuum Unit (HVU). Jika sudah menjadi produk dari unit tersebut tentu dapat
meningkat nilai jualnya. Namun bagi kilang PT. XYZ sendiri, itu sangat ber-
pengaruh pada gross margin karena LSWR memegang perolehan Yield terbesar
melebihi 50% hasil produksi
h. Analisa Keekonomian
Pasca dilakukan maksimasi terhadap produk Kerosene dan ADO, diharapkan
mampu meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Hasil perbandingan margin pra
dan pasca maksimasi ditampilkan dalam tabel berikut.
Tabel 3. 8 Perhitungan Keekonomian
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan keuntungan
hasil produksi sebesar US $ 83765.45. Namun peningkatan tersebut belum mampu
menaikkan margin penjualan menjadi positif yang berarti perusahaan masih merugi.
Jenis Harga Pra Maksimasi Pasca Maksimasi
US $/BSD m3/jam BSD US $ m3/jam BSD US $
Feed
BUCO 60.59 176 26531.35 1607534.635 176 26531.35 1607535
Produksi
Naphtha 59.32 9 1413.47 83840.86 5.96 899.41 53349.12
Kerosine 63.46 13 1938.13 123000.44 16.24 2452.19 155624.57
ADO 64.57 39 5885.51 380029.17 106.79 16120.01 1040874.13
LSWR 56.59 109 16428.22 929739.30 41.03 6193.71 350527.40
TOTAL 170.0191781 25665.32 1516609.77 170.02 25665.32 1600375.22
Gross Margin (US $ / BSD) -3.43 -0.27
Page 11
Niken Puspitasari, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 388-398
398
Biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku lebih besar dibandingkan hasil produksi
Kilang PT.XYZ sebenarnya dapat memperoleh gross margin positif. Namun,
terdapat losses yang cukup besar setelah produksi. Dapat dilihat dari feed sebesar 176
m3/jam hanya memperoleh 170 m3/jam. Hal ini tentu membawa kerugian bagi kilang
tersebut. Selain itu, karena terbatasnya unit yang ada di kilang ini sehingga produk
yang dihasilkan kebanyakan merupakan produk intermediet yang nilai jualnya belum
terlalu tinggi. Selama masa penghentian produksi, dilakukan banyak perbaikan untuk
peralatan-peralatan yang ada. Diharapkan jika kegiatan produksi dimulai Kembali,
dapat lebih maksimal dan Yield produksi tinggi.
4. SIMPULAN
Pasca dilakukan maksimasi untuk produk kerosene dan ADO, diperoleh pen-
ingkatan yield naphtha sebesar 3.39%, yield kerosene sebesar 9.24%, yield ADO sebe-
sar 60.76%, dan yield LSWR sebesar 30.20%. Dengan suhu draw off untuk produk
naphtha sebesar 248.89 ˚C dan 217 ˚C untuk Kerosene. Suhu draw off yang harus di-
capai untuk mendapatkan Yield ADO maksimal adalah 301.67 ˚C untuk ADO dan
329.4 ˚C untuk LSWR. Dengan memaksimalkan produksi Kerosene, terjadi perubahan
pada beberapa spesifikasi Kerosene maupun naphtha antara lain SG menurun, FP
turun, dan IBP turun untuk kerosene sedangkan untuk naphtha terjadi penurunan
Yield, SG, dan FBP. Dengan memaksimalkan produksi ADO, terjadi perubahan pada
beberapa spesifikasi ADO maupun LSWR antara lain SG meningkat, FP turun, dan
Viscosity naik dan PP turun untuk LSWR sedangkan untuk ADO terjadi penurunan FP
dan CCI. Maksimasi produksi Kerosene dan ADO meningkatkan Gross margin dari -
3.43 menjadi -0.27.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] Yekti,Risa.2006.Separasi & Fraksinasi. STEM Akamigas Cepu
[2] Aahmad Roni,Kiagus.2020.Teknologi Minyak Bumi.Palembang:CV, Amanah
[3] Edmister, W.C. 1961. Applied Hydrocarbon Thermodynamic, VOL.1. Houstan Texas :
Gulf Publishing Co.
[4] Treese, Steven & Pujadó, P.R. & Jones, D.S.J.. (2015). Handbook of Petroleum Pro-
cessing. 10.1007/978-3-319-14529-7.
[5] Geankoplis, Chritie. J. 1983. Transport Process and Unit Operation.London: Allyn and
Bacon, Inc.
[6] Riazi, M. R. 2005. Characterization and Properties of Petroleum Fractions: First Edition.
ASTM, Philadelphia.
[7] Watkin, RN, 1979, “Petroleum Refinery Distillation”, Second Edition, Gulf Publish-
ing Company, Houston, Texas
[8] Jones, DSJ, 1995, “Elements of Petroleum Procesing”, John Wiley and Sons,West Sus-
sex, England.