MAKNA SIMBOL RIMPU DAN FUNGSINYA BAGI PEREMPUAN BIMA (KAJIAN SEMIOTIKA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Falkutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh SRI WULANDARI 105331102616 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA APRIL, 2021
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKNA SIMBOL RIMPU DAN FUNGSINYA BAGI PEREMPUAN BIMA
(KAJIAN SEMIOTIKA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Falkutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
SRI WULANDARI
105331102616
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
APRIL, 2021
MOTO
YAKINLAH DENGAN TIGA PERKARA :
TIADA YANG LEBIH SAYANG PADA KITA, SELAIN ALLAH.
TIADA YANG PALING MENGETAHUI KAGUNDAHAN KITA, SELAIN ALLAH.
TIADA YANG BERUPAYA MENGHILANGKAN KESULITAN KITA, SELAIN ALLAH”
PERSEMBAHAN
“KUPERSEMBAHKAN KARYA KECIL INI UNTUK KEDUA ORANG TUAKU YANG
SENANTIASA MENDOAKAN SETIAP LANGKAH KAKI INI”.
“UNTUK KEDUA ADIKKU YANG SELALU MENYEMANGATIKU DI DIRI INI LELAH”
“UNTUK KELUARGA TERCINTAKU YANG TIDAK BISA KU SEBUTKAN SATU PERSATU”
ABSTRAK
SRI WULANDARI, 2021. “Makna Simbol Rimpu dan Fungsinya Bagi PerempuanBima (Kajian Semiotika)”. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.FKIP. Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I. H. Andi Sukri Syamsuridan Pembimbing II Syekh Adiwijaya Latief.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna simbol rimpu bagiperempuan Bima dan untuk mengetahui fungsi rimpu bagi perempuan Bima. Metodepengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif, yangdilakukan dengan cara pengamatan, wawancara dan menelaah dokuemtasi. Analisis datayang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif berdasarkan teorisemiotika C.S Peirce sebagai acuannya. Teknik pengumpulan data yang akan dilakukanoleh peneliti yaitu dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis datadilakukan yaitu deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna yang terkandung dalam maknasimbol rimpu sangat penting bagi perempuan Bima, dikarenakan dengan memakai rimpustatus perempuan yang memakai terlihat dengan jelas. Bagi perempuan yang masihgadis menggunakan rimpu mpida yaitu hanya memperlihatkan bagian mata, inisebanding halnya dengan pemakaian cadar oleh wanita muslim pada umumnya. Dengancara pemakaian sarung dibelitkan mengikuti arah kepala kemudian menyisakan ruangterbuka pada bagian mata. Sedangkan perempuan yang sudah berkeluarga mengenakanrimpu colo, yang mana bagian wajah diperlihatkan seperti halnya memakai jilbap dizaman sekarang. Cara pemakaiannya hampir sama. Perempuan Bima tidak mau beranjakdari rumah jika tidak memakai rimpu, karena rimpu bukan hanya budaya akan tetapirimpu merupakan implementasi dari syariat islam.
Kata kunci: Makna Rimpu, Fungsi Rimpu bagi perempuan Bima.
x
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang patut penulis ucapan selain puji syukur kehadirat Allah
Swt. atas segala rahmat, hidayah, dan nikmat yang diberikan kepada penulis serta
kesehatan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Salam
dan salawat tak lupa penulis ucapkan kepada nabi besar Muhammad saw. beserta
keluarganya dan para sahabatnya yang tetap istiqamah di jalan Allah Swt.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat akademik guna memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan
tantangan. Akan tetapi, semua itu teratasi berkat petunjuk dari Allah Swt. kerja
keras, dan dukungan dari orang-orang sekitar serta rasa percaya diri dari penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis menerima dengan ikhlas segala koreksi dan masukan-
masukan untuk penyempurnaan tulisan ini agar kelak dapat bermanfaat.
Skripsi ini terselesaikan berkat adanya bantuan dan motivasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang turut serta
memberikan bantuan, baik berupa materi maupun moral, khususnya kepada Dr. H.
Andi Sukri Syamsuri, M.Hum. sebagai pembimbing I dan Syekh Adiwijaya
Latief, S. Pd., M. Pd. sebagai pembimbing II yang penuh kesabaran, keterbukaan,
dan semangat serta senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan
xi
bimbingan kepada penulis sehingga dapat membuka wawasan berpikir yang
sangat berarti bagi penulis sejak penyusunan skripsi hingga skripsi ini selesai.
Penulis juga tak lupa mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. H.
Ambo Asse, M.Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Erwin
Akib, S.Pd., M.Pd phD. Dekan Falkutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Munirah, M.Pd. Ketua Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar,
serta kedua orang tua saya yang selalu mendorong saya untuk terus semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya, tak ada gading yang tak retak demikian halnya skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik dari subtansinya maupun kaidah penulisanya.
Oleh karena itu, saran, masukan, dan kritikan yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi segenap yang bergelut di dunia pendidikan, terutama pada
mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, guru, dan dosen
dalam membangun pendidikan yang bermartabat, dihormati, serta berpihak pada
kemanusiaan, Amin.
Makassar, April 2021
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iii
KARTU KONTROL PEMBIMBING I ..................................................... iv
KARTU KONTROL PEMBIMBING II....................................................v
SURAT PERNYATAAN .............................................................................vi
SURAT PERJANJIAN ................................................................................vii
MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................viii
ABSTRAK ................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Fokus Penelitian ........................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ....................... 7
A. Kajian Pustaka ............................................................................... 7
1. Penelitian yang Relevan ........................................................... 7
Penarikan kesimpulan yaitu hasil pemikiran yang sebelumya belum
pernah dilakukan, hasil pemikiran tersebut berupa data deskripsi serta uraian
48
suatu objek yang sebelumnya belum jelas sehingga setelah dilakukan
penelitian hasilnya menjadi jelas dan berbentuk sebuah hubungan yang
klausal. Jadi, jika display data sebelumnya sudah ditemukan dan didukung
oleh data yang dianggap sesuai dengan data tersebut, maka bisa disimpulkan
secara valid.
G. Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan data penelitian. Di lakukanlah pemeriksaan
keabsahan data penelitian dengan demikian analisis, interpretasi dan deskripsi
data hasil penelitian dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Kegiatan pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Dengan memperpanjang pengamatan dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara memahami makna simbol dan fungsi rimpu bagi perempuan Bima yang
menjadi sumber data. Pemahaman berulang-ulang dilakukan dengan dua
tujuan utama, yaitu memperdalam terhadap pemahaman makna simbol
rimpu dan yang kedua menjamin keakuratan data. Dengan demikian, data
yang diperoleh akurat dan tidak spekulatif sesuai dengan fokus dan tujuan
penelitian menjadi lebih terarah dan dijamin keabsahannya.
2. Triangulasi yang dimaksud adalah triangulasi sumber data. Oleh karena itu,
penelitian ini bersumber dari sumber data lain, triangulasi data yang
berhubungan dengan makna simbol dilakukan dengan cara mencermati
temuan makna simbol yang diteliti dengan jenis makna simbol-simbol lain
49
dan membandingkan hasil penelitian sebelumnya dengan temuan penelitian
ini.
50
H. Alir Penelitian
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Gambar 2. bagan alir penelitian
Merumuskanmasalah
Mulai
Melakukan studilapangan Merumuskan
fokus
Fokus ditopang oleh
teori dankonsep
Mengumpulkandata
Data
SahihMemeriksakeabsahan
data
MengalisisData
Menyimpulkan
Hasil dandiskusi
penelitian
Sahih
Temuan
Keterangan:
: Mulai dan temuan
: Kegiatan
: Pilihan
: Hasil
: Kembali ketahap
sebelumnya
: Urutan kegiatan
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
a. Makna Simbolik Rimpu Secara Umum
Sebagaimana dijelaskan dari awal bahwa rimpu merupakan pakaian
khas suku Mbojo, dikatakan khas Mbojo karena sejauh yang penulis ketahui
rimpu tersebut hanya ada di daerah Mbojo “Bima” dan keberadaannya
sejauh ini mewarnai seluruh aspek kehidupan orang Bima. Dapat dikatakan
rimpu bagi masyarakat Bima merupakan salah satu wujud atau manifestasi
dari budaya Bima yang khas dan khusus.
Rimpu merupakan pakaian sehari-hari masyarakat Mbojo terutama
bagi perempuan sebagai alat untuk menutup aurat dan merupakan pakaian
turun-temurun dari nenek moyang bahkan rimpu sangat menjujung tinggi
harkat dan martabat seorang wanita. Syaukani, seorang budayawan Bima
dan tokoh masyarakat mengemukakan bahwa kata rimpu secara bahasa
berawal dari dua gabungan kata yaitu “ri dan mpu” yang bermakna
“kembali dan menutup‟ sedangkan menurut istilah, rimpu ialah pakaian
yang menutupi aurat bagi seorang perempuan dengan menggunakan “tembe
nggoli” yang merupakan sarung khas Bima. Penggunaan tembe nggoli
sebagai rimpu dikarenakan saat itu tembe nggoli sangat populer sebagai
pakaian yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Kebiasaan memakai rimpu oleh perempuan yang sudah aqil-balig
ada sejak zaman dulu yang kemudian oleh kesultanan Bima mengeluarkan
51
52
imbauan kepada masyarakat Bima khususnya perempuan yang beranjak
dewasa agar menggunakan rimpu sebagai alat untuk menutup aurat.
b. Makna Simbol Rimpu Secara Khusus
Ada beberapa istilah dahulu yaitu ”siwe ma rimpu” mempunyai
makna perempuan yang menjaga perilaku dan etika, tidak hanya menutup
auratnya juga menjaga perilaku dan ketaatan dalam peraturan agama ialah
dalam hal menutup aurat bagi perempuan yang sudah aqil balig. Dahulu
para wanita ketika akan keluar rumah tidak hanya rimpu yang mereka
kenakan, akan tetapi kendaraan benhur (dokar) yang memuat mereka juga di
tutupi dengan kain. Penerapan peraturan agama (syariah) pada wanita Bima
bisa dikatakan sangat keras untuk membentuk karakter mereka, wanita Bima
juga dianggap sejajar dalam islam di Bima bisa dilihat dalam syair kande
(puisi lama Bima) sebagai berikut:
“Wara kai ndai ruma dende pu ana mone, ruma ndaka ba ana siwe sa ntoi-
ntoi dunia”
(Allah tetap ada karena di tuntun oleh anak laki-laki, Allah jaga anak
perempuan selama-lamanya di dunia)
Makna simbol rimpu secara khusus diantaranya, yaitu :
1) Makna objektif merupakan tujuan yang telah di tentukan oleh kondisi
sosial dimana kegiatan itu berlangsung, di mana kebiasaan dan tradisi
memakai rimpu mengandung asas dan bernilai etika dalam berpakaian
yang berpatutan dengan ajaran islam dilihat dari cara penggunaan rimpu
tersebut. Oleh karena itu, pemakaian rimpu disesuaikan dengan kriteria
dalam syariat islam yaitu menutup aurat. Pada saat mengenakan rimpu
53
perempuan Bima merasa nyaman, serta menjaga harkat dan martabat
perempuan bahkan tidak menunjukkan lekuk tubuh. Adapun tata cara
dalam pemakaian rimpu yaitu sebelumnya pakaian biasa telah dipakai
terlebih dahulu kemudian selembar sarung digunakan sebagaimana
memakai rok dan dieratkan pada pinggang, sebutan menggunakan sarung
tersebut dinamakan sanggentu. Selanjutnya sarung lainnya dipakai di
bagian kepala kemudian membelitkan sarung dari arah kiri kepala dan
diputar kembali seperti halnya membuat surban kepala, cara pemakaian
rimpu jenis ini dipakai oleh perempuan yang telah berkeluarga.
Sedangkan pemakaian rimpu bagi perempuan yang masih gadis yaitu,
pada bagian wajah ditutup terlebih dahulu kecuali bagian mata dengan
cara membelitkan sarung ke arah wajah lalu membelitkan dari atas
kepala kemudian posisi sarung dililitkan sehingga rimpu menutupi
seluruh bagian kepala. Sebelum mengenakan rimpu terdapat beberapa
syarat yang perlu diperhatikan diantaranya pemakai rimpu merupakan
seorang perempuan, pengguna rimpu sudah aqil-balig dan sarung nggoli
yang digunakan merupakan sarung produk lokal masyarakat Bima yang
memiliki motif dan corak yang beragam bergantung daerah masing-
masing dari penenun sarung tersebut.
2) Makna ekspresi merupakan suatu makna yang diperlihatkan oleh
seseorang yang memakai rimpu tersebut. Jadi, peneliti
mengelompokkanya ke dalam tiga jenis makna yaitu makna dari
pengguna rimpu, budayawan dan ulama. Hj. Salmah, perempuan 68
tahun salah seorang yang mengenakan rimpu berpendapat bahwa
54
pemakaian rimpu oleh perempuan Bima merupakan pakaian seorang
perempuan muslim yang menutup aurat serta menjalankan syariat islam
yang terkandung dalam al-qur’an untuk menutup aurat.
c. Makna Simbolik Rimpu Mpida
Rimpu mpida merupakan pakaian untuk menutup aurat bagi
perempuan yang masih gadis dengan cara memakainya membelitan sarung
dari kepala dan muka sampai kesebagian tubuh serta yang kelihatan hanya
bagian mata dan hidung saja.
Rimpu mpida dari segi fungsi dan pemakaiannya sedikit berbeda
dengan rimpu biasa, rimpu biasa “rimpu colo” biasanya di gunakan oleh
para gadis yang sudah mengenal lawan jenisnya. Biasanya rimpu ini
digunakan oleh seorang gadis setelah selesai dilamar dan gadis (calon
menantu) yang tinggal di rumah calon mertua (nggee nuru) selama dilamar,
hanya beberapa hari gadis yang dilamar tidak diperkenankan laki-laki untuk
menatap wajahnya. Maka, saat itulah calon mempelai perempuan memakai
rimpu mpida serta hari-hari sebelumnya. Hanya saja, pada momen seperti
itulah cara berpakaian seorang gadis sangat diperketat.
1) Ikon Rimpu Mpida
Ikon dalam rimpu mpida ialah sarung nggoli/tembe nggoli yang
merupakan sarung khas Bima yang terbuat dari benang kapas atau katun.
Kain tenun sarung ini memiliki beragam warna yang cerah dan bermotif
khas sarung tenun tangan. Kegiatan menenun ini dilakukan oleh beberapa
desa di daerah Bima, tujuan masyarakat menenun tembe nggoli ialah
55
sebagai pakaian yang menutup aurat. Selain itu, tembe nggoli juga
dipakai dalam kehidupan sehari-hari maupun diperjual belikan oleh
masyarakat lokal setempat. Tembe nggoli memiliki keistimewaan
diantaranya terasa hangat, halus dan lembut, tidak mudah kusut, warna
cemerlang dan lebih tahan lama. Tembe nggoli sudah diproduksi dalam
berbagai macam corak dan motif yang dipakai oleh masyarakat Bima
sehari-hari.
Rimpu mengandung nilai-nilai dasar islam dalam berpakaian
yang mewakili identitas seorang muslimah dengan mengusung nilai-nilai
kesopanan. Namun, dengan ciri khasnya rimpu memiliki pesona
tersendiri.
Rimpu mpida menandakan perempuan yang memakai jenis rimpu
ini belum menikah. Dalam pemakaian rimpu ini hanya kelihatan bagian
mata dan setengah hidung.
2) Simbol Rimpu Mpida
Jenis rimpu sebagai simbol kesucian para perempuan yang
memakai rimpu mpida dikarenakan hanya memperlihatkan bagian mata
dan setengah hidung. Rimpu ini menggunakan dua lembar kain tenun
dengan cara melilitkannya ke wajah sehingga menutup sebagian wajah
dan hanya mata yang terlihat, sementara kain lainnya dibalutkan ke perut
hingga ujung kaki. Sehingga para lelaki tidak akan bisa melihat maupun
mengenal lebih dekat para wanita tersebut.
56
Sebagai penutup aurat, rimpu menjadi kebutuhan bagi para wanita
secara fitrawi dan sekaligus sebagai cara untuk menjaga diri dari jebakan
kehidupan sosial. Interaksi sosial memang sedikit rawan, selain itu rimpu
merupakan bentuk perwujudan atas perintah Allah Swt agar menutup
aurat bagi setiap perempuan muslimah. Kebuayaan dan kebiasaan yang
terlihat seperti rimpu baik dari segi bentuk maupun dari segi latar
belakang kehadirannya maka, rimpu mpida merupakan upaya untuk
mengikuti tuntunan ajaran islam dalam hal menutup aurat yang hanya
terlihat mata dan sedikit hidung jenis rimpu ini dipakai oleh wanita yang
masih gadis/belum menikah.
Setiap perempuan yang sudah aqil balig apabila akan keluar
rumah, diwajibkan memakai rimpu. Dengan tujuan agar orang-orang
dapat mengenal bahwa di balik rimpu tersebut adalah gadis atau bukan.
Rimpu mpida diperuntuhkan bagi perempuan yang sudah
beranjak dewasa/aqil balig yang sudah mengenal lawan jenisnya harus
menutup aurat dihadapan orang yang bukan muhrimnya, sebagai simbol
menjaga perilaku dan marhabat bagi perempuan yang memakainya.
3) Indeks Rimpu Mpida
Penggunaan rimpu sangat diwajibkan bagi perempuan yang
beranjak dewasa. Hal ini selaras dengan nilai-nilai islam dalam hal
menutup aurat, mereka menganggap bahwa bagian-bagian perempuan
selain wajah yang tidak ditutupi termasuk sesuatu yang memalukan.
57
Bahkan, jika ada seorang lelaki yang tidak sengaja maupun dengan
sengaja melihat aurat perempuan tersebut wajib menikahinya.
Jadi, indeks dalam rimpu mpida ialah bahwa gadis yang belum
menikah tidak boleh dilihat wajahnya/aurat secara tidak sengaja maupun
disengaja oleh seorang lelaki. Akan tetapi, jika seorang lelaki tersebut
melihat wajahnya wajib bagi lelaki tersebut menikahi perempuan itu
tanpa ada suatu alasan untuk menikahinya.
d. Makna Simbolik Rimpu Colo
Rimpu colo yaitu pemakaian rimpu dengan cara pemakaian
menutupi kepala dan seluruh badan serta tangan dalam sarung yang
umumnya dikenakan oleh perempuan yang sudah berkeluarga.
Rimpu colo ialah jenis pakaian yang menggunakan sarung sebagai
penutup kepala. Namun, ujung sarung bagian dahi sebelah kiri ditarik ke
muka sehingga memungkinkan cahaya matahari tidak bisa mengenai wajah.
Rimpu jenis ini biasa dipakai oleh kaum ibu ketika turun ke sawah maupun
ke pasar.
1) Ikon Rimpu Colo
Ikon dalam rimpu colo sama halnya dengan ikon rimpu mpida
yaitu sama sama menggunakan sarung nggoli/tembe nggoli yang
merupakan sarung khas Bima yang terbuat dari kapas atau katun. Kain
tenun sarung ini mempunyai beragam warna yang cerah dan bermotif
khas sarung tenun tangan. Kegiatan menenun ini dilakukan oleh beberapa
58
desa di daerah Bima. Tujuan masyarakat menenun tembe nggoli ialah
sebagai pakaian yang menutup aurat. Selain itu, tembe nggoli juga
dipakai dalam kehidupan sehari-hari maupun diperjual belikan oleh
masyarakat lokal setempat.
Tembe nggoli memiliki keistimewaan diantaranya, terasa lembut,
hangat dan halus, tidak mudah kusut, warna cemerlang dan lebih tahan
lama. Tembe nggoli sudah diproduksi dalam berbagai macam motif dan
corak yang dipakai oleh masyarakat Bima sehari-hari.
Rimpu colo (terlihat semua wajah) untuk para wanita yang sudah
menikah. Karena sudah diperbolehkan memperlihatkan wajahnya dalam
kehidupan masyarakat luas seperti ke pasar, acara-acara pernikahan,
maupun kegiatan lainnya dalam masyarakat.
Rimpu colo menggambarkan seorang wanita yang sudah menikah
atau berkeluarga dengan cara pemakaiannya diperlihatkan seluruh bagian
wajah seperti memakai jilbap pada umumnya.
2) Simbol Rimpu Colo
Rimpu jenis ini diperuntuhkan bagi perempuan yang sudah
bekerluarga dengan cara penggunaannya memperlihatkan seluruh bagian
wajahnya dikarenakan perempuan tersebut bisa menggunakan rimpu
kemana saja dia pergi, seperti ke pasar bahkan ke sawah
Rimpu colo menyimbolkan pakaian yang dipakai oleh wanita
yang sudah berkeluarga ketika akan pergi ke ladang atau ke sawah.
59
Rimpu ini berfungsi untuk melindungi wanita tersebut dari paparan sinar
matahari.
3) Indeks Rimpu Colo
Tidak ditemukan indeks dalam pemakaian rimpu colo.
e. Fungsi Rimpu bagi Perempuan Bima
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 282) fungsi diartikan
sama dengan kegunaan atau manfaat. Dalam konteks sosial, fungsi adalah
kegunaan atau manfaat suatu hal untuk kehidupan masyarakat. Fungsi dapat
pula diartikan sebagai peran yaitu apa yang dapat diperoleh oleh sesuatu hal
itu bagi kehidupan masyarakat.
Berbicara fungsi rimpu, misalnya berarti berbicara mengenai
kegunaan rimpu tersebut bagi perempuan Bima. Untuk melestarikan budaya
rimpu tersebut, pemerintah kabupaten Bima dan kota Bima sengaja
mengadakan acara atau iven untuk melestarikan budaya rimpu tersebut agar
bisa tetap lestari dan diketahui oleh semua orang.
Di lihat dari sisi kegunaannya, rimpu berfungsi sebagai alat untuk
menutup aurat. Namun, budaya rimpu hanya berlaku dan menjadi tradisi
dalam menutup aurat bagi perempuan di daerah Bima.
Selain berfungsi sebagai penutup aurat, rimpu juga menjadi pelindung
dari perubahan cuaca yang kadang kala mengganggu. Para perempuan
Mbojo akan terlindung dari sengatan matahari atau dari pandangan langsung
oleh para lelaki yang bukan muhrimnya, karena itu rimpu menjadi sangat
60
penting untuk dikenakan. Memakainya sangatlah mudah dan sederhana,
sarung khas Mbojo (tembe nggoli) bisa langsung dililitkan secara berkali-
kali di kepala tanpa harus diikat. Demikian pula “sanggentu tembe
(mengenakan sarung)” tinggal dibelit tanpa harus diikat. Rimpu juga
berfungsi sebagai mukenah, asalkan bersih dan suci serta dilengkapi dengan
sanggentu tembe sebagai sarungnya.
Untuk menjaga bagian badan tertentu pakaian berfungsi etika. Pakaian
sehari-hari bagi perempuan Bima biasanya mengenakan corak sarung ”bali
mpida” serta baju pendek “baju poro” tanpa riasan. Ketika akan keluar
rumah perempuan Bima biasa menggunakan pakai rimpu yang merupakan
penutup kepala dari tembe nggoli. Istilah “kani ra lombo” dalam bahasa
Indonesia artinya pakaian yang merupakan kebutuhan mendasar bagi semua
masyarakat salah satunya masayarakat Bima.
Rimpu mempunyai fungsi utama salah satu sebagai alat untuk
menutup aurat, menjaga kesehatan, menambah kewibawaan serta
membedakan status bagi perempuan yang mengenakannya. Masyarakat
menilai pakaian seperti itu dinilai “ntika ro raso” (indah dan bersih) oleh
masyarakat setempat.
Bima terkenal akan budayanya yang kental oleh kesan islam, sehingga
segala bentuk kebudayaan asing akan sulit masuk ke dalam kebisaan
masyarakat Bima itu sendiri. Jadi, dalam berpakaian perempuan Bima
terkenal dengan pakaian yang longgar dan selalu menutup aurat. Oleh
karena itu, masyarakat biasa menyebutnya dengan sebutan “budaya rimpu
61
mpida”. Bahkan, dalam al-quran serta hadis banyak dijumpai anjuran
diwajibkannya untuk menutup aurat serta berpakaian yang berbentuk
(ketat), larangan memperlihatkan aurat kepada bukan muhrim dan
sejenisnya.
Selain berfungsi bagi perempuan rimpu juga memiliki fungsi lain,
diantaranya:
a. Rimpu sebagai identitas budaya Bima
Salah satu cara membedakan suatu etnik dengan etnik yang lain
adalah dari segi pakaian yang digunakannya, seperti halnya pakaian
tradiosionalnya. Identitas kultur dapat dilihat dengan cara memberikan
identifikasi mengenai perbedaan atau persamaan yang dipunyai oleh
suatu komunitas tersebut. Identitas secara subjektif lebih
menggambarkan tentang diri personal manusia itu sendiri, namun dalam
identitas kultur akan menggambarkan bagaimana konsntruksi sosial
teralkulturasi mempengaruhi personal-personal tersebut dalam kehidupan
berbudaya.
Untuk itu masyarakat Bima tentu saja memiliki identitas kultur
yang terbangun dari dalam dan menjadi ciri yang khas dalam
kebudayaannya tersebut. Banyak yang dapat digali sebagai ciri untuk
pembeda dengan suku yang lainnya. Masyarakat Bima memiliki tradisi
yang khas yakni “rimpu” dimana tidak ada tradisi ini selain di Bima.
Dengan pentingnya rimpu sebagai identitas kultur maka pemerintah
kabupaten Bima, memberikan perhatian yang sangat besar terhadap
62
pakaian tradisionalnya. Pakaian tradisional sangat kental terhadap budaya
etnik yakni etnis Mbojo. Rimpu merupakan cara berpakaian yang unik
dan hanya ada pada masyarakat Bima. Oleh karena itu, rimpu merupakan
warisan budaya dari nenek moyang yang pantas untuk dilestarikan
sebagai simbol dan identitas budaya.
b. Rimpu sebagai identitas agama dan budaya
Rimpu digunakan oleh mereka yang sudah balig dan trend sekarang
disama artikan dengan kerudung. Namun, sebelumnya berkerudung di
Indonesia dikenal pada tahun 1980 an. Rimpu mempunyai berbagai
fungsi dalam menyikapi jaman.
Pertama; rimpu ialah identitas dari keagamaan, sehingga
menjadikan penyiaran islam di Bima berkembang lumayan besar. Oleh
sebab itu, perempuan Bima mulai belajar serta memaknai rimpu sebagai
sesuatu yang bernilai dalam hal menutup aurat.
Kedua; rimpu dikembangkan oleh adat istiadat masyarakat
setempat salah satunya kebiasaan masyarakat dalam memakai tembe
nggoli disetiap kegiatan kemasyarakatan. Pembauran ini menjadikan
rimpu ikon kebudayaan Bima yang mulai berkembang.
Ketiga; perlindungan bagi seorang perempuan ketika melakukan
interaksi sosial dan sebagai alat untuk melindungi diri terhadap kondisi
lingkungan yang buruk, kondisi seperti ini terjadi ketika jaman kolonial
Belanda dan Jepang.
63
c. Fungsi rimpu bagi pendidikan
Keanekaragaman seni dan budaya tradisional yang kita miliki
bukan hanya untuk didokumentasi dan disimpan melainkan perlu untuk
dikembangkan sehingga minat generasi muda semakin besar.
Saat ini banyak remaja Indonesia yang lebih memahami dan
menyukai pakaian modern asing. Hal ini merupakan salah satu dampak
globalisasi yang menyebar seluruh penjuru negeri terutama di daerah-
daerah seperti di daerah Bima. Salah satu contohnya yaitu pakaian yang
tidak sesuai dengan syariat islam, ketimbang melestarikan dan memakai
pakaian budayanya sendiri.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa makna yang terdapat
dalam simbol rimpu mpida dan rimpu colo sangat penting bagi perempuan
Bima terutama bagi gerasi muda, simbol yang dimaksud itu ialah bahwa pada
rimpu mpida menyimbolkan perempuan yang suci yang menjaga perilaku,
harkat dan martabatnya sesuai dengan ajaran islam sedangkan simbol dari
rimpu colo ditujukan untuk perempuan yang sudah bekerluarga dengan tata
cara pemakaiannya memperlihat seluruh bagian wajah.
Walaupun perkembangan zaman semakin canggih dengan sentuhan
pakaian modern saat ini. Namun, kebiasaan yang merupakan tradisi turun
temurun bahkan telah menjadi adat dalam pemakaian rimpu meskipun
pengaruh pakaian modern sekarang lebih menarik akan tetapi, rimpu tetap
64
menjadi pakaian yang melekat pada diri perempuan khususnya perempuan
Bima.
Budaya pemakaian rimpu dalam masyarakat pada hakikatnya dilakukan
untuk mentaati peraturan ajaran islam, sebagaimana yang dianjurkan oleh
Allah Swt untuk menutup aurat bagi perempuan yang sudah aqil balig atau
beranjak dewasa. Seperti halnya memakai jilbap pada umumnya begitupun
dengan pemakaian rimpu oleh perempuan Bima.
Manusia pada umumnya menjalani kehidupan tidak lepas dari simbol.
Simbol ialah gambar, bentuk atau benda yang mewakili gagasan. Namun,
simbol sangat dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang
diwakilinya. Dalam keragaman pemikiran mengenai simbol tersebut terdapat
dua sumber utama yang telah disepakati ialah pertama, simbol sampai sekarang
ini masih memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Kedua, simbol merupakan alat yang kuat untuk memperluas pengetahuan
selama manusia mencari arti dari sebuah kehidupan dan manusia tidak akan
pernah bisa lepas dari simbol.
Berdasarkan pisau analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu
berdasarkan teori semiotika Charles Sanders Peirce yang terdiri dari tiga bagian
yaitu ikon, simbol dan indeks. Dari analisis tersebut ditemukan dua simbol
dalam proses pemakaian rimpu oleh perempuan Bima yang dimulai dengan
cara melilitkannya ke wajah sehingga menutup sebagian wajah dan hanya mata
yang terlihat, sementara kain lainnya dibalutkan ke perut hingga ujung kaki
(rimpu mpida) begitupun dengan rimpu colo yang membedakan hanya saja
65
pemakain rimpu colo memperlihatkan seluruh bagian wajah. Kedua jenis rimpu
ini mempunyai persamaan dalam hal menutup aurat.
Hasil analisis data selanjutnya diperlihatkan bahwa adanya satu ikon
yang dapat dilihat pada saat penggunaan sarung nggoli (tembe nggoli) yang
menandakan bahwa sarung tersebut sebagai alat untuk menutup aurat.
66
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa rimpu merupakan suatu budaya yang ada sejak
zaman dahulu (zaman kesultanan). Rimpu berkembang seiring dengan
masuknya agama islam di Bima. Rimpu merupakan pakaian adat bagi kaum
wanita. Rimpu memiliki manfaat sebagai penutup aurat khususnya bagi kaum
wanita, selain itu juga berfungsi untuk mengenalkan pakaian khas Bima untuk
wanita kepada masyarakat dan sebagai pelestarian kain tenun tradisional Bima.
Budaya rimpu adalah ciri khas berpakaian masyarakat Bima, rimpu
bagi kaum wanita di Bima dibedakan sesuai status. Bagi perempuan yang
masih gadis menggunakan rimpu mpida artinya “seluruh anggota badan
terselubung kain sarung dan hanya mata yang dibiarkan terbuka”. Ini sama
halnya dengan penggunaan cadar pada kaum wanita muslim. Dengan cara
pemakaian membelitkan sarung mengikuti arah kepala dan muka selanjutnya
menyisakan ruang terbuka pada bagian mata sedangkan perempuan yang telah
berkeluarga memakai rimpu colo. Pada bagian muka semua terbuka dan cara
menggunakannya hampir sama. Perempuan Bima tidak bisa keluar rumah jika
tidak mengenakan rimpu, karena rimpu bukan hanya budaya akan tetapi rimpu
merupakan implementasi dari syariat islam.
66
67
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah penulis paparkan tersebut, maka dalam
skripsi ini penulis mencoba memberi masukan berupa saran-saran yang dapat
bermanfaat untuk peningkatan budaya rimpu, diantaranya :
1. Budaya rimpu merupakan budaya yang sangat kental dalam kehidupan
masyarakat Bima terutama yang menganut agama islam. Karena itu, budaya
rimpu senantiasa dilestarikan dalam kehidupan sebagai cermin kebudayaan
maupun tradisi masyarakat khususnya di desa Simpasai kabupaten Bima
sebagai tradisi lokal yang sangat istimewa.
2. Diharapkan pemerintah dapat mengadakan berbagai kegiatan budaya seperti
perlombaan mengenakan pakain daerah sehingga masyarakat dapat
berpartisipasi dalam memakai rimpu terutama bagi perempuan Bima.
3. Pemerintah harus menerapkan peraturan pemakaian pada setiap kegiatan
penting di wilayah Bima dan didukung dengan peraturan daerah kota dan
kabupaten Bima sebagai bentuk pelestarian budaya agar budaya rimpu dapat
dijadikan sebagai salah satu muatan lokal dan pembelajaran di generasi
penerus masyarakat Bima. Pemerintah juga menjadikan rimpu sebagai
pakaian khas adat istiadat masyarakat Bima sehingga rimpu dapat diketahui
oleh budaya lokal.
4. Untuk masyarakat Bima
Disarankan agar mengupayakan pembinaan bagi kelestarian budaya
rimpu dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dengan mengagendakan
festival budaya rimpu untuk menghidupkan kembali budaya rimpu dalam
masyarakat adat.
68
5. Untuk penelitian selanjutnya
Penelitian ini baru sampai pada tahap mengindetifikasi makna
simbol rimpu dan fungsinya bagi perempuan Bima. Penelitian selanjutnya
perlu diarahkan untuk mencari upaya bagaimana melestarikan makna dan
fungsi rimpu bagi perempuan Bima.
69
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Amin “Sejarah Pemerintahan dan Serba Serbi Kebudayaan Bima” JilidII Yogyakarta: Kepala Kantor Pembinaan Kesenian Provinsi NusaTenggara Barat, 2009.
Amin Ahmad, Sejarah Bima, Penerbit Kantor Kebudayaan Bima, 1971.
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III. Pusat BahasaDepartemen Pendidikan Nasional, Jakarta: Balai Pustaka.
Alex Sobur, 2003: 34 Semiotika Komunikasi.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian. Jakarta: Bina Aksara, 2004.
Atkin, Albert 2006. Pierce’s Theory of Signs (Summer 2013 Edition), Edward N.Zalta (ed.).
Aulia Nur Rihlah, 2013. Rimpu: Budaya dalam Dimensi Busana BercadarPerempuan Bima. Jurnal. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Elisabeth Surya. 2009. Makna Simbolik Dan Fungsi Tarian Caci Di KabupatenManggarai Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Yogyakarta: UniversitasSanata Dharma.
Fahrurizki, 2020. Jejak Langkah Sejarah dan Budaya.(Online),www.mbojoklopedia.com/2020/05/rimpu-mbojo-simbol-dan-kultur-wanita(diakses 02 Oktober 2020)
Harjumyati Fadlillah. 2018. Integrasi Islam Dengan Budaya Lokal Dalam TradisiRimpu Di Desa Sambori Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima. SkripsiUniversitas Islam Alauddin Makassar.
Lyons, John. 1963. Structural Semantics An Analysis Of Part Vocabulary OfPlato.
Nurhasanah Novia, 2018. Eskistensi Tradisi Rimpu Di Tengah PerkembanganBusana Modern. Skripsi. Mataram: Universitas Islam Negeri (UIN)Mataram.
M. Hillir Ismail, Peranan Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara,(Bima: Agung Perdana, 1980)
Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional, 2001.
Muhammad Amrullah. 2015. Representasi Makna Simbolik Dalam Ritual PerahuTradisional Sandeq Suku Mandar Di Sulawesi Barat. Skripsi. Makassar:Universitas Hasanuddin
Moelong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT RemajaRosdakarya.
Pateda, Mansoer. 1989. Semantic Leksikal. Flores: nusa indah.
Ratna Apriyani. 2017. Makna Simbolik Kesenian Reog Galih Jati Sari DalamUpacara Bersih Desa di Dusun Dodogan Desa Jatimulyo KecamatanDlingo. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Riadi Muclisin, 2013. Pengertian dan Jenis-jenis Makna Kata dalam Bahasa.(Online), https://www.kajianpustaka.com/2013/03/pengertian-dan-jenis-jenis-makna-kata (diakses tanggal 03 Oktober 2020)
Ryanto, Yatim, Metodelogi Penelitian. Jakarta: PT Raja Graha Findo, 2001.
Safi,I, Lalu dan Imran, Pesona Kabupaten Bima. Cet I; Mataram: Ardadizya Jaya,2000.