BAB I PENDAHULUAN Limfoma malignum adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di organ lainnya. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Ia merupakan salah satu keganasan sistem hematopoietik, terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu limfoma Hodgkin (HL) dan limfoma non-Hodgkin (NHL). HL jarang ditemukan di Indonesia. Limfoma malignum merupakan salah satu di antara 10 jenis kanker yang tersering ditemukan di Indonesia. Karena termasuk salah satu di antara sekitar 10 jenis kanker yang dapat disembuhkan maka limfoma malignum perlu dikenali oleh dokter yang bertugas di fasilitas kesehatan terdepan agar dapat dirujuk pada stadium yang dini ke rumah sakit dengan fasilitas yang memungkinkan penatalaksanaan penderita. Dalam bidang ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher (THT-KL), limfoma malignum merupakan kelainan neoplasma kepala dan leher kedua terbanyak setelah karsinoma sel skuamosa. Majoritas dari limfoma malignum pada kepala dan leher adalah dari golongan limfoma non-Hodgkin (NHL). NHL 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Limfoma malignum adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan
limfatik di organ lainnya. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu
pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang.
Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara
lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Ia merupakan salah satu keganasan
sistem hematopoietik, terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu limfoma Hodgkin (HL) dan
limfoma non-Hodgkin (NHL). HL jarang ditemukan di Indonesia.
Limfoma malignum merupakan salah satu di antara 10 jenis kanker yang tersering
ditemukan di Indonesia. Karena termasuk salah satu di antara sekitar 10 jenis kanker yang
dapat disembuhkan maka limfoma malignum perlu dikenali oleh dokter yang bertugas di
fasilitas kesehatan terdepan agar dapat dirujuk pada stadium yang dini ke rumah sakit dengan
fasilitas yang memungkinkan penatalaksanaan penderita.
Dalam bidang ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher (THT-KL),
limfoma malignum merupakan kelainan neoplasma kepala dan leher kedua terbanyak setelah
karsinoma sel skuamosa. Majoritas dari limfoma malignum pada kepala dan leher adalah dari
golongan limfoma non-Hodgkin (NHL). NHL dapat mengenai tonsil yang merupakan bagian
dari cincin Waldeyer.
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kripta di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fossa tonsilaris
di kedua sudut orofaring. Tonsil palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain.
1
BAB II
LIMFOMA MALIGNUM PADA TONSIL
A. DEFINISI
Limfoma malignum adalah neoplasma ganas primer pada kelenjar limfe dan jaringan
limfatik, dan ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening yang terkenan. Dapat dibedakan
menjadi dua, limfoma Hodgkin (HL) dan limfoma non-Hodgkin (NHL). Tonsil yang
merupakan salah satu dari jaringan limfatik yang ada dalam tubuh manusia, maka limfoma
malignum dapat ditemukan pada tonsil juga.
B. EPIDEMIOLOGI
Insidens limfoma Hodgkin (HL) kira-kira 3 per 100.000 penderita per tahun. Pada
pria insidensinya sedikit lebih tinggi daripada wanita. Perbandingan pria dan wanita adalah
3 : 2. Pada HL distribusi menurut umur berbentuk bimodal yaitu terdapat dua puncak dalam
distribusi frekuensi. Puncak pertama terjadi pada orang dewasa muda antara umur 18 – 35
tahun dan puncak kedua terjadi pada orang diatas umur 50 tahun. Selama dekade terakhir
terdapat kenaikan berangsur-angsur kejadian HL, terutama bentuk nodular sklerotik pada
golongan umur lebih muda.
Insidens Limfoma Non Hodgkin (NHL) ± 8 kali lipat HL, insiden baru tahun 2004 di
amerika serikat 50.000 kasus lebih, di china di perkirakan lebih dari 40.000 kasus. Insiden
NHL meningkat sangat pesat. Ras orang kulit putih memiliki risiko lebih tinggi daripada
orang kulit hitam di Amerika dan Asia. Jenis kelamin rasio laki dan perempuan sekitar 1.4:1,
tetapi rasio dapat bervariasi tergantung pada subtipe NHL, karena menyebar pada
mediastinum primer besar misalnya B-sel limfoma terjadi lebih sering pada wanita
dibandingkan pada pria. Usia untuk semua subtipe NHL lebih dari 60 tahun, kecuali untuk
pasien dengan grade tinggi limfoma noncleaved lymphoblastic dan kecil, yang merupakan
jenis yang paling umum NHL diamati pada anak-anak dan dewasa muda. pada pasien berusia
35-64 tahun hanya 16% kasus pada pasien lebih muda dari 35 tahun.
2
C. ETIOLOGI
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr. Adanya peningkatan
insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin pada kelompok penderita AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV, tampaknya mendukung teori
yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus. Awal pembentukan tumor pada
gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan
selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang dan jaringan lain.
D. KLASIFIKASI
Diagnosis HL berdasarkan pemeriksaan histologik, yang dalam hal ini adanya sel
Reed-Sternberg (kadang-kadang sel Hodgkin varian mononuklear) dengan gambaran dasar
yang cocok merupakan hal yang menentukan sistem klasifikasi histologik, sebagaimana lebih
dari 25 tahun yang lalu telah dikembangkan oleh Lukes dan Butler, masih selalu berlaku
sebagai dasar pembagian penyakit Hodgkin.
Dibedakan empat bentuk utama. Bentuk nodular sklerotik (HB-NS) terciri oleh
adanya varian sel Hodgkin, sel lakunar, dalam latar belakang limfosit, granulosit, sel
eosinofil, dan histiositik. Sel Reed-Sternberg tidak sangat sering. Kelenjar limfe sering
mempunyai susunan nodular, dengan di dalamnya terlihat pita-pita jaringan ikat yang sedikit
atau kurang luas yang sklerotik.
Pada bentuk sel campuran (HD-MC) latar belakang juga terdiri dari granulosit,
eosinofil, sel plasma, dan histiosit, tetapi disini banyak terlihat sel Reed-Sternberg.
Diagnosis bentuk miskin limfosit (HD-LD) di negara industri sudah jarang dibuat.
Gambaran ini ternyata sering berdasar atas (sub) tipe HL atau NHL. Bentuk kaya limfosit
(HD-LP) terciri oleh varian sel Hodgkin yang lain, sel L dan H dengan latar belakang limfosit
kecil dan histiosit reaktif.
3
(Klasifikasi Lukes-Butler dan Rye, 1966)
Tipe utama Sub-tipe FrekuensiBentuk lymphocyte predominance (LP) Nodular
Perbedaan karakteristik klinis Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma nonHodgkin
(NHL)
Limfoma Hodgkin (HL) Limfoma nonHodgkin (NHL)
Keluhan pertama berupa limfadenopati
superficial terutama pada leher
Sekitar 40% timbul pertama di jaringan
limfatik ekstranodi
Pembesaran 1 kelompok kelenjar limfe,
dapat dalam jangka waktu sangat panjang
tetap stabil atau kadang membesar dan
kadang mengecil
Perkembangannya tidak beraturan
Limfadenopati lebih lunak, lebih mobile Berderajat keganasan tinggi. Sering
menginvasi kulit (merah, udem, nyeri),
membentuk satu massa relatif keras
terfiksir.
Berkembang relatif lebih lambat,
perjalanan penyakit lebih panjang, reaksi
terapi lebih baik
Progresi lebih cepat, perjalanan penyakit
lebih pendek, mudah kambuh, prognosis
lebih buruk
Pada limfoma Hodgkin sering terdapat anemia normositik normokrom, kausa
anemia sering kali adalah menurunnya produksi dan peningkatan destruksi, tapi
anemia hemolitik dengan tes Coomb positif tidak sampai 1%. Granulosit sering meningkat
hingga timbul lekositosis, sebagian pasien dapat menunjukkan peningkatan eosinofil
granulosit, limfosit sering menurun, terutama pada stadium lanjut, jumlah absolut limfosit dapat
<1 x 109/L. Pada HL dengan demam, kadang kala terjadi reaksi lekemik, jumlah total lekosit
dapat mencapai 50 x 109/L lebih.
Apusan sumsum tulang pada HL sering menunjukkan hiperproliferasi granulosit, sering
disertai peningkatan histiosit dan sel plasma, sehingga menyerupai gambaran 'sumsum
tulang infeksius'. Apusan sumsum tulang jarang dapat menemukan sel R-S, tapi biopsi
sumsum tulang (ternasuk biopsi pungsi) dapat menemukan sel R-S (inti dobel atau tunggal)
pada infiltrasi fokal atau difus sumsum tulang, juga sering disertai hiperplasia fibrosa dalam
sumsum tulang. Jika menemukan secara jelas fibrosis (dibuktikan biopsi sumsum tulang, atau
berkali-kali pungsi `aspirasi kering' sumsum tulang dengan pansitopenia), sangat kuat
menunjukkan invasi tumor ke sumsum tulang. HL sering terdapat peningkatan laju endap
7
darah, ini dapat menjadi indikator pemeriksaan aktivitas penyakit. NHL sering disertai
anemia, kausanya dapat multifaktorial, seperti invasi sumsum tulang, invasi saluran
gastrointestinal menyebabkan tukak berdarah dan gangguan absorpsi besi dan asam folat, serta
akibat konsumsi kronis, radioterapi dan kemoterapi menyebabkan depresi hematopoiesis atau
eritropoiesis inefektif dan faktor lainnya. NHL juga dapat mengalami anemia hemolitik
autoimun (tes Coombs positif).
Pada NHL sering terdapat invasi sumsum tulang, jika dilakukan biopsi pungsi krista iliaka
posterior superior berkali-kali, pada jenis limfosit kecil dan jenis lainnya dapat ditemukan
setidaknya 50-60% mengalami invasi sumsum tulang, sedangkan pada limfoma sel B
besar difus (DLBCL) hanya 10% mengalami invasi sumsum tulang. Sebagian kasus dengan
invasi sumsum tulang, kemudian sel abnormal dapat muncul di darah tepi sehingga timbul
gambaran lekemia. Bila jenis limfosit kecil menampilkan gambaran lekemia, sangat sulit
dibedakan dari lekemia limfositik kronis. Bila jenis sel besar menampilkan gambaran lekemia,
dapat menyerupai lekemia limfositik akut. Ada juga kasus dengan dismorfia sel lekemia
menonjol, atau nukleolus relatif menonjol. Tapi pada umumnya sangat sulit hanya dari
morfologi sel membedakan apa yang disebut sel limfosarkoma'. Limfoma jenis limfo-
blastik' dengan karakteristik massa besar mediastinum sangat mudah berkembang
menjadi lekemia limfositik akut.
Hiperkalsemia, hipofosfatemia, fosfatase alkali serum meningkat sejalan dengan per-
kembangan penyakit, tembaga serum dan asam urat darah juga dapat meningkat,
albumin rendah sedangkan β2-globulin jelas meningkat, C reaktif protein, C3, fibrinogen juga
dapat meningkat, pada stadium dini terdapat 40% pasien menunjukkan IgG, IgA agak
meningkat, IgM menurun, pada stadium lanjut 50% menunjukkan hipogamaglobulinalfa-emia,
produksi antibodi juga menurun.
F. MANIFESTASI KLINIS (BIDANG THT-KL)
8
Limfoma malignum pada tonsil, seperti limfoma malignum yang menyerang kelenjar
atau jaringan limfatik lainnya, ditemukan manifestasi klinis secara umum, yaitu berat badan
menurun, demam, lesu, keringat malam dan nyeri pada tulang.
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan limfoma malignum pada tonsil bisa
kesulitan dalam menelan, nyeri menelan dan merasa adanya massa di tenggorok. Jika terjadi
penyebaran lebih luas, penderita bisa mengalami nyeri dan bengkak pada wajah, diplopia,
bengkak pada mata, obstruksi hidung, gangguan pendengaran, nyeri telinga, trismus, suara
serak dan sesak nafas akibat obstruksi .
G. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis limfoma malignum pada tonsil perlu dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya. Untuk anamnesis, bisa
ditanyakan kepada pasien apakah mengalami keluhan-keluhan yang telah disebutkan di
bagian manifestasi klinis sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik dalam pemeriksaan palpasi bisa ditemukan pembesaran
kelenjar getah bening yang tidak nyeri di leher terutama supraklavikuler, aksila dan inguinal.
Mungkin lien dan hati teraba membesar.
Perlu dilakukan pemeriksaan THT-KL secara menyeluruh untuk mencari keterlibatan
tonsil dalam penyakit limfoma malignum pada penderita. Bisa ditemukan pembesaran tonsil
unilateral atau bilateral, dan ulserasi pada palatum, tonsil, nasofaring dan laring.
Gambar: pemeriksaan tonsil dan faring
9
Gambar: limfoma malignum pada tonsil
Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian
penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas penyakit.
atau keterlibatan organ spesifik. Pada pasien HL serta pada penyakit neoplastik atau kronik
lainnya mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan
dengan penurunan kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang
normal atau meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai
berat, terutama pada pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan.
Eosinofilia absolut perifer ringan tidak jarang ditemukan. Juga dijumpai monositosis absolut
limfositopenia absolut (<1000 sel per millimeter kubik) biasanya terjadi pada pasien dengan
penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan evaluasi terhadap banyak pemeriksaan sebagai
indikator keparahan penyakit. Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau
terbaik, tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih
terdapat penyakit residual. Uji lain yang abnormal adalah peningkatan kadar tembaga,
kalsium, asam laktat, fosfatase alkali, lisozim, globulin, protein C-reaktif dan reaktan fase
akut lain dalam serum.
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) sering dipergunakan pada diagnosis
pendahuluan limfadenopati jadi untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi
hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma, dan limfoma maligna. Ciri khas
sitologi biopsi aspirasi limfoma Hodgkin yaitu populasi limfosit yang banyak aspek serta
pleomorfik dan adanya sel Reed-Sternberg. Apabila sel Reed-Sternberg sulit ditemukan
adanya sel Hodgkin berinti satu atau dua yang berukuran besar dapat dipertimbangkan
sebagai parameter sitologi Limfoma Hodgkin. Penyulit diagnosis sitologi biopsi aspirasi pada
Limfoma non-Hodgkin adalah kurang sensitif dalam membedakan Limfoma non-Hodgkin
10
folikel dan difus. Pada Limfoma non-Hodgkin yang hanya mempunyai subtipe difus, sitologi,
biopsi aspirasi dapat dipergunakan sebagai diagnosis definitif. Penyakit lain dalam diagnosis
sitologi biopsi aspirasi Limfoma Hodgkin ataupun Limfoma non-Hodgkin adalah adanya
negatif palsu termasuk di dalamnya inkonklusif. Untuk menekan jumlah negatif palsu
dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multipel hole di beberapa tempat permukaan tumor.
Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka
pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtipe
histopatologi walaupun sitologi biopsi aspirasi jelas LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan
bukan sekedar mengambil jaringan, namun harus diperhatikan apakah jaringan biopsi
tersebut dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi biasanya dipilih pada rantai KGB di
leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian belakang dan submandibular tidak
dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsi dilakukan dibawah anestesi umum
untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik local terhadap arsitektur jaringan yang dapat
mengacaukan pemeriksaan jaringan.
Gambar: hasil histopatologi biopsi tonsil menunjukkan infiltrasi difus dari sel B yang malignan
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan radiologi dan termasuk di dalamnya adalah:1. Foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal2. Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB didaerah iliaka dan pasca aortal3. USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan sekaligus menuntun biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi.4. CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH
11
Gambar: CT-scan kontras kepala yang menunjukkan pembesaran tonsil kanan akibat limfoma
malignum
H. DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa penyakit dan kelainan pada tonsil yang bisa menyerupai limfoma
malignum pada tonsil, maka harus dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang teliti agar tidak terjadi kesalahan diagnosis. Diagnosis banding yang
termasuk adalah:
Infeksi (bakteri, jamur, parasit)
Penyakit inflamasi (sarkoidosis, systemic lupus erythematosus, poliarteritis nodusa)
Proses neoplasma (karsinoma sel skuamosa atau sel basal, melanoma,
Untuk pembagian stadium masih selalu digunakan klasifikasi Ann Arbor. Atas
dasar penetapan stadium klinis pada limfoma Hodgkin pada 60% penderita
penyakitnya terbatas pada stadium I atau II. Pada 30% penderita terdapat perluasan
12
sampai stadium III dan pada 10-15% terdapat pada stadium IV. Ini berbeda dengan
limfoma non-Hodgkin, yang biasanya terdapat pada stadium III-IV.
Gambar: Stadium limfoma berdasarkan klasifikasi Ann Arbor
Klasifikasi Ann Arbor
Stadium I Penyakit mengenai satu kelenjar limfe regional yang terletak diatas atau dibawah diafragma (I) atau satu regio ekstralimfatik atau organ (IE)
Stadium II
Penyakit mengenai dua atau lebih daerah kelenjar di satu sisi diafragma (II) atau kelainan ekstralimfatik atau organ terlokalisasi dengan satu atau lebih daerah kelenjar di sisi yang sama diafragma (IIE)
Stadium III
Penyakit mengenai daerah kelenjar di kedua sisi diafragma (III), dengan atau tanpa kelainan ekstralimfatik atau organ (IIIE), lokalisasi limpa (IIIE) atau kedua-duanya (IIIE).
Stadium IV
Penyakit telah menjadi difus / menyebar mengenai satu atau lebih organ atau jaringan ekstralimfatik, seperti sumsum tulang atau hati dengan atau tanpa kelainan kelenjar limfe.