BAB I
PENDAHULUAN
A. Campylobacter jejuniCampylobacter jejuni merupakan pantogen
manusia yang terutama menyebabkan enteritis dan kadang-kadang
invasi sistemik, terutama pada bayi. Bakteri ini merupakan penyebab
diare yang disertai lendir dan darah (disebut juga Bloody diarrhea)
yang sama seringnya seperti Salmonella dan Shigella.
Taksonomi dari Campylobacter jejuniKingdom= Bacteria
Phylum= Proteobacteria
Class
= Epsilonproteobacteria
Order
= Campylobacterales
Family
= Campylobacteraceae
Genus
= Campylobacter
Species= Campylobacter jejuni1. Morfologi dan Identifikasi
a. Ciri-ciri Organisme
Campylobacter jejuni adalah kuman batang Gram-negative,
berbentuk koma, Spiral, gastroenteritis atau sayap burung camar.
Kuman ini dapat bergerak dengan sebuah flagel kutub, dan tidak
membentuk spora. Pada pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukan
adanya sejumlah kuman yang meluncur kesana-kemari disertai darah
dan netrofil. Tumbuh pada perbenihan selektif di dalam sungkup
lilin. Campylobacter jejuni dieramkan pada suhu 42oC, kuman akan
tumbuh baik sementara kuman tinja pencernaan lainnya tunbuh kurang
baik pada suhu ini. Bakteri Campylobacter jejuni juga menyebabkan
infeksi aliran darah (bakteremia), terutama pada penderita kencing
manis atau kanker
b. Biakan
Sifat biakan merupakan hal terpenting dalam isolasi dan
identifikasi Campylobacter jejuni . Diperlukan perbenihan selektif
,dan pengeraman harus dilakukan dalam atmosfer dengan O2 yang lebih
rendah ( 5% O2) dan lebih banyak CO2 (10% CO2). Suatu cara mudah
untuk mendapatkan lingkungan pengeraman ini adalah dengan
menempatakan lempeng pada tabung pengeraman anaerob tanpa katalis ,
dan memberi gas dengan pembangkit gas atau penukaran gas.
Pengeraman lempeng pertama harus dilakukan pada suhu 42-43oC.
Meskipun Campylobacter jejuni tumbuh baik pada suhu 36-37oC,
pengeraman pada suhu 42oC akan menghambat pertumbuhan banyak
bakteri lainnya yang ada difeses, sehingga akan memudahkan
identifikasi Campylobacter jejuni.Beberapa perbenihan selektif yang
banyak digunakan adalah perbenihan Skirrow, yang memakai gabungan
vankomisin, polimiksin B, dan trimetoprin; perbenihan Campy BAP
juga menyertakan sefalotin. Kedua perbenihan tersebut digunakan
untuk isolasi Campylobacter jejuni pada suhu 42oC; jika dieramkan
pada suhu 36-37oC, perbenihan Skirrow dapat membantu isolasi
Campylobacter lainnya, tetapi perbenihan Campy BAP tidak , karena
banyak Campylobacter peka terhadap sefalotin. Koloni yang terbentuk
cenderung tidak berwarna atau abu-abu. Koloni ini berair,meluas
atau bulat dan konveks; kedua tipe koloni dapat muncul pada sebuah
pelat agar.
c. Sifat-sifat Pertumbuhan
Karena diperlukan perbenihan selektif dan kondisi pengeraman
tertentu untuk pertumbuhan, suatu uji yang singkat diperlukan untuk
identifikasi. Campylobacter jejuni bersifat pathogen terhadap
manusia bersifat oksidase dan katalase positif. Campylobacter
jejuni tidak mengoksidasi atau meragikan karbohidrat. Sediaan apus
yang diwarnai dengan Gram menunjukan morfologi yang khas. Reduksi
nitrat, pembentukan hydrogen sulfida, tes hipurat, dan kepekaan
terhadap antimikroba dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies
lebih lanjut.
2. Patogenesis dan Patologi
Infeksi pada Campylobacter jejuni melalui mulut dari makanan
(misalnya susu yang tidak dipasteurisasi), minuman (air
terkontaminasi), kontak dengan hewan yang terinfeksi (unggas,
anjing, kucing, domba dan babi), atau dengan feses hewan melalui
makanan yang terkontaminasi seperti daging dan telur ayam yang
belum dimasak dengan baik. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar
melalui kontak langsung person to person atau hewan yang terinfeksi
atau ekskretanya serta aktivitas seksual anal-genital-oral sebagai
transmisi.
Campylobacter jejuni peka terhadap asam lambung, perlu memakan
104 organisme untuk dapat menyebabkan infeksi. Jumlah ini sesuai
dengan jumlah yang diperlukan pada infeksi Salmonella dan Shigella,
tetapi lebih sedikit daripada yang diperlukan untuk infeksi Vibrio.
Campylobacter jejuni berkembang biak di usus kecil, menginvasi
epitel, menyebabkan radang yang mengakibatkan munculnya sel darah
merah dan darah putih pada tinja. Kadang kadang C.jejuni masuk ke
dalam aliran darah sehingga timbul gambaran klinik demam enterik.
Invasi jaringan yang terlokalisasi serta aktivitas toksin
menyebabkan timbulnya enteritis (prevalensinya lebih tinggi).
C.jejuni dapat menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus
dan usus besar. Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin
dan heat-labileenterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi
mirip dengan proses ulcerative colitis.
3. Gambaran Klinik
a. Gejala klinik berupa:
Keluhan abdominal seperti mulas, nyeri seperti kolik, mual /
kurang napsu makan, muntah, demam, nyeri saat buang air besar
(tenesmus), kejang perut akut, lesu, sakit kepala, demam antara
37,8-40c, malaise, pembesaran hati dan limpa, serta gejala dan
tanda dehidrasi
Kadang infeksi bisa menyerang katup jantung (endokarditis) dan
selaput otak dan medulla spinalis (meningitis)
Penyakit enterik akut disertai invasi kepada usus halus dan
menyababkan nekrosis berdarah
Diare hebat/ ekplosif disertai dengan adanya banyak darah,
lendir, lekosit pmn (polimorfonuklear) dan kuman pada tinja bila
diperiksa secara mikroskopis . Dapat dikacaukan dengan radang usus
buntu dan kolitus ulseratif
Jika tidak diobati , 20% penderita mengalami infeksi
berkepanjangan dan sering kambuh
B. Salmonella spSalmonellosis adalah penyakit yang disebabkan
bakteri Salmonella. Penyakit ini dapat menyerang ungags, hewan
mamalia, dan manusia. Arti penting salmonellosis terutama bagi
manusia adalah karena penyakit ini dapat ditimbulkan akibat
mengkonsumsi makanan/air yang tercemar salmonella sp. Salmonella
memiliki kekerabatan yang dekat dengan bakteri genus Escherichia
dan dapat dijumpai hampir di seluruh dunia. Salmonella juga dapat
hidup pada tubuh makhluk hidup yang berdarah dingin maupun berdarah
panas. Bakteri tersebut dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan
atau manusia bersama dengan feses.Salmonella merupakan suatu genus
bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat dengan
diameter 0,7 1,5 m, memiliki panjang 2 5 m, tidak menghasilkan
spora, utamanya bersifat motile serta memiliki flagella di seluruh
permukaan selnya (peritrichious) yang menyebabkan tifus, paratifus,
dan penyakit foodborne. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak
bebas dan menghasilkan hydrogen sulfide sulfide yang dapat dengan
mudah dideteksi dengan cara menumbuhkannya pada media yang
mengandung ferrous sulfate, misalnya media Triple Sugar Iron Agar
(TSIA)melalui metoda inokulasi stab center. Salmonella yang tumbuh
akan ditandai dengan adanya warna hitam pada area pertumbuhannya.
Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi
Amerika, walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang
terkenal akan hasilnya pada anafilaksis) yang pertama kali
menemukan bacterium tahun 1885 pada tubuh babi.
Berikut adalah klasifikasi dari Bakteri Salmonella
:Kerajaan:Bakteri
Kelas
:Gamma Proteobacteria
Order
: Enterobacteriales
Keluarga : Enterobacteriaceae
Genus
: SalmonellaSpecies :S. enterica Salmonella adalah penyebab
utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan (foodborne
diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella menyebabkan penyakit
pada organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella
disebut salmonellosis. Ciri-ciri orang yang mengalami salmonellosis
adalah diare, keram perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam setelah
memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya
adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah-muntah. Tiga serotipe
utama dari jenis S. enterica adalah S. typhi, S. typhimurium, dan
S. enteritidis. S. typhi menyebabkan penyakit demam tifus (Typhoid
fever), karena invasi bakteri ke dalam pembuluh darah dan
gastroenteritis,yang disebabkan oleh keracunan
makanan/intoksikasi.Gejala demam tifus meliputi demam, mual-mual,
muntah dan kematian. S. typhi memiliki keunikan hanya menyerang
manusia, dan tidak ada inang lain. Infeksi Salmonella dapat
berakibat fatal kepada bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya
serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh
mereka yang menurun. Kontaminasi Salmonella dapat dicegah dengan
mencuci tangan dan menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi.
Bakteri ini juga bersifat re-emerging foodborne diseases, yaitu
penyakit pada manusia yang ditularkan melalui makanan dan minuman
yang tercemar, dimana sebelumnya penyakit tersebut sudah pernah
muncul akan tetapi saat ini menunjukkan tanda-tanda peningkatan
kembali. Infeksi S. enteritidis pada ayam dapat menyerang semua
umur dengan gejala klinis bervariasi, mulai dari tanpa gejala
sampai gejala sistemik akut dan gastroenteritis. Infeksi S.
enteritidis pada petemakan ayam petelur komersial (layer)
mengakibatkan penurunan produksi telur, sedangkan pada peternakan
pembibitan (Grantparent stock/GP) mengakibatkan penurunan daya
tetas telur dan kenaikan kematian embrio.
Penularan S. enteritidis pada ayam dapat terjadi secara vertikal
dari induk sakit ke anak melalui telur (transovarial) dan secara
horizontal dari ayam sakit ke ayam sehat. Makanan, minuman,
peralatan yang terkontaminasi, feses, rodensia, insekta, dan
lingkungan yang kotor dapat menjadi sumber infeksi .
Dan beberapa negara dilaporkan bahwa bersamaan dengan terjadinya
peningkatan infeksi S. enteritidis pada ayam, telah dilaporkan pula
terjadinya peningkatan infeksi S. enteritidis pada manusia. Keadaan
ini diduga disebabkan karena peningkatan konsumsi makanan yang
berasal dari ayam, telur, dan produk hasil olahannya yang
terkontaminasi bakteri S. enteritidis, dan dimasak tidak
sempurna.
Infeksi S. enteritidis pada manusia merupakan infeksi yang
bersifat akut, dengan gekala klinis gastroenteritis, demam, diare,
keram perut, sakit kepala, mual, dan muntah. Dalam kondisi
tertentu, infeksi S. enteritidis dapat berkembang menjadi infeksi
sistemik sehingga terjadi bakteremia, meningitis, dan endocarditis
dengan morbiditas dan mortalitas tinggi. Keadaan ini terutama
terjadi pada anak-anak, orang tua dan penderita dengan sistem
kekebalan tubuh rendah.
Tabel : media selektif untuk pengujian mikroba & koloni
spesifikMIKROBA MEDIA SELEKTIFPENGAMATAN KOLONI
Escherichia coliEMB agar
ENDO agarKoloni warna kehijauan dengan bintik hitam
ditengah koloni dan kilap logam
Koloni warna merah dengan kilap logam
Salmonella sp
XLD agar
BGAKoloni translucent dengan bintik hitam ditengahnya, dan
dikelilingi zona transparan berwarna kemerahan
Koloni dari tidak berwarna, merah muda hingga merah, dari
translusen hingga keruh (opaque) dengan lingkaran merah muda hingga
merah.
Shigella spMac Conkey agarKoloni warna merah muda terang,
translusent, dengan atau tanpa pinggir koloni bergerigi atau
kasar.
CampylobactermCCDAKoloni basah, berwarna abu - abu
Staphylococcus aureus
BP agar
MSAKoloni warna hitam mengkilat, dikelilingi daerah keruh
(opaque)
Koloni cembung, warna kuning & warna media berubah
menjadi jernih
Bacillus cereusMYP agarKoloni merah muda dikelilingi daerah
keruh.
Clostridium perfinges
TSC agarKoloni berwarna hitam dengan daerah keruh berukuran 2-4
mm di sekeliling koloni
Vibrio choleraeTCBS agarKoloni besar (23 mm), halus, kuning,
datar (agak pipih), bagian tengah keruh dan disekelilingnya
translucens
Vibrio parahaemolyticusTCBS agar + NaCl 3%Koloni bulat
berdiameter 2- 3 mm dengan pusat warna hijau atau biru
Listeria monocytogenes
ALOA agar
PALCAM agar
Koloni biru hijau , dikelilingi halo (lingkaran) keruh Koloni
berwarna abu-abu hijau dikelilingi halo (lingkaran)
Enterococcus faecalis
Enterococci agarkoloni kecil berwarna hijau kebiruan
Enterobacter sakazakii
Chromocult E.sakazakii
Koloni warna hijau toska, atau biru-hijau
C. TELUR
Telur adalah salah satu bahan makanan hasil ternak unggas yang
bergizi tinggi dan bermanfaat untuk pemenuhan gizi masyarakat.
Telur merupakan sumber protein yang mudah diperoleh. Protein
tersebut terdapat di dalam kuning telur dan putih telur .
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa
yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur
mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan
sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat,
dan lain sebagainya. Telur terdiri dari protein 13 %, lemak 12 %,
serta vitamin, dan mineral.
Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning
telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral
seperti : besi, fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks.
Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning telur.
Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60 % dari seluruh bulatan
telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Dalam
telur, protein lebih banyak terdapat pada bagian kuning telur,
seperti pada telur ayam yaitu sebanyak 16,3%, sedangkan bagian
putihnya 10,8%. Semua jenis telur (telur ayam, itik, angsa, penyu
dan telur unggas lainnya) mempunyai struktur yang saman. Bagian
terbesar dan telur ayam terdiri dan bahan organik yaitu : protein,
lemak, karboludrat dan pram mmeral. Kandungan gizi telur ayam dari
standard Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1981), dapat dilihat
pada tabel 1 dibawah ini .Tabel . Komposisi Kimia Telur
AyamKomposisi KimiaTelur Ayam Segar
UtuhKuning telurPutih telur
Kalori (kal)16236150
Air (gram)7449,487,8
Protein (gram)12,816,310,8
Lemak (gram)11,531,90
Karbohidrat (gram)0,70,70,8
Kalsium (mg)541476
Phosphor (mg)18058617
Vitamin A (SI)90020000
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI TELUR
Kualitas telur dalam pemasaran dapat diartikan sebagai kondisi
dari kerabang clan isi telur, penyimpanan, penanganan dan penentuan
kualitas, yang keseluruhannya memerlukan pertimbangan seksama untuk
memberikan kepuasan terhadap konsumen .Faktor-faktor yang
mempengaruhi kondisi bagian kerabang telur, bagian kuning telur dan
putih telur anlara lain:
a. Kondisi kerabang telur
Kerabang telur merupakan bagian teriuar yang membungkus isi
telur dan berfungsi mengurangi kerusakan fisik maupun biologis,
serta dilengkapi dengan poripori kulit yang berguna untuk
pertukaran gas dan dalam dan luar kulit telur. Steward and Abbott
(1972), menyatakan tebal kerabang telur berkisar antara 0,33 - 0,35
mm. Tipisnya kulit telur dipengaruhi beberapa faktor yakni : umur
type ayam, zat-zat makanan, peristiwa faal dari organ tubuh, stress
dan komponen lapisan kulit telur. Kulit yang tipis relatif berpori
lebih banyak dan besar, sehingga mempercepat turunnya kualitas
telur akibat penguapan dan pembusukan lebih cepat .
b. Kondisi Kuning Telur
Kuning telur merupakan bagian telur terpenting, karena
didalamnya terdapat bahan makanan untuk perkembangan embrio . Telur
yang segar kuning telumya terletak ditengah-tengah, bentuknya hula
dan warnanya kuning sampai jingga Beberapa pendapat mengatakan
bahwa makanan berpengamh langsung terhadap warm kumng telur
(mengandung pigmen kuning) . Antara kuning dan putih telur terdapat
lapisan tipis yang elastis disebut membaran vitelin dan terdapat
chalaza yang befungsi menahan posisi kuning telur. Kuning telur
memiliki komposisi gizi yang lebih lengkap dibandingkan puith
telur, yang terdiri dari air, protein, lemak karbohidrat, vitamin
dan mineral.
c. Kondisi Putih telur (Albumin)
Putih telur terdiri 40% berupa bahan padat, yang terdiri dan
empat lapisan yaitu : lapisan putih telur tipis, lapisan tebal,
lapisan tipis bagian dalam clan lapisan "Chalaziferous". Sirait,
(1986), menyatakan bahwa kekentalan putih telur yang semakin tinggi
dapat ditandai dengan tingginya putih telur kental . Hal ini
menunjukkan bawa telur kondisinya masih segar, karena putih telur
banyak mengandung air, maka bagian ini lebih mudah cepat rusak.BAB
IIMETODE KERJA
Metode untuk isolasi Campylobacter:1. Metode swab ( usap )2.
Metode Rinsing Media untuk Campylobacter :1. Media agar selektif
Campylobacter
a. Skirrows Agar b. mCCDA (Modified Campylobacter Blood-Free
Selective Agar Base) c. CBPAd. Karmali Agar e. CAT Media f.
Campy-BAP 2. Media pengkaya dalam isolasi camplobactera. Buffered
Pepton Water (BPW) b. Bolton Broth c. Campylobacter Enrichment
Broth (CEB) d. Enrichment Broth dari Doyle dan Roman Metode untuk
Salmonella sp:
1. Isolasi
2. Identifikasi (uji gula/triple sugar iron) Media untuk
Salmonella sp:1. Media enrichment tetrathionate solution broth
(TSB)2. Media selektif BGA
3. Media selektif XLDBAB III
PEMBAHASAN
Uji adanya bakteri Campylobacter jejuni pada telur1. METODE
ISOLASI CAMPYLOBACTER Banyak metode yang dapat digunakan untuk
mengisolasi Campylobacter jejuni dari sampel. Metode-metode ini
dirancang dengan memperhatikan kondisi dan prasyarat tumbuhnya
Campylobacter. Hal ini dikarenakan bakteri ini sulit untuk
diisolasi berkaitan dengan sifatnya yang dapat menjadi sel yang
Viable but Non Culturable. Beberapa metode isolasi C. jejuni
diantaranya metode isolasi awal yang dikembangkan oleh Skirrow,
metode isolasi yang dikembangkan oleh Doyle, metode standar isolasi
C. jejuni yang dikeluarkan oleh BAM tahun 2001, sampai metode
paling mutakhir menggunakan uji berdasarkan DNA homolog dan
penggunaan Polymerase Chain reaction (PCR) (McClure dan Blackburn,
2003). Metode metode yang ada merupakan hasil pengembangan dan
modifikasi metode sebelumnya untuk tujuan tertentu serta
disesuaikan dengan jenis sampel yang akan dianalisis. Perbedaan
antara metode-metode tersebut terletak pada perbedaan kondisi suhu
dan komposisi udara saat inkubasi. Selain itu juga terletak pada
perbedaan media pengkaya dan media agar selektif yang digunakan
dalam isolasi.Sampel yang akan diisolasi Campylobacter harus
dikondisikan pada suhu rendah dan kondisi vakum agar keberadaan
Campylobacter pada sampel tidak mengalami perubahan. Untuk
mengkondisikan suhu rendah sampel dapat dimasukkan kedalam coolbox.
Sampel didalam coolbox harus dianalisa dan diisolasi Campylobacter
jejuni kurang dari 4 jam setelah sampel tersebut diambil. Jika
sampel dikondisikan vakum terlebih dahulu dan kemudian disimpan
pada suhu freezer, maka analisa dan isolasi Campylobacter jejuni
dapat dilakukan pada hari yang berbeda. Pada metode standar isolasi
C. jejuni proses isolasi C. jejuni dimulai dengan persiapan sampel.
Sebenarnya, ada dua metode dalam persiapan sampel :1. Metode Swab
(usap)Metode yang pertama ini adalah metode swab (usap). Metode ini
banyak digunakan untuk isolasi bakteri Campylobacter pada sampel
berupa telur. Pada metode ini telur yang telah disiapkan di-swab
atau diusap menggunakan batang pengusap steril, kemudian batang
pengusap ini dimasukkan kedalam larutan buffer steril atau
sejenisnya dan dicuci. Larutan hasil pencucian inilah yang kemudian
digunakan untuk tahap selanjutnya pada isolasi Campylobacter.2.
Metode RinsingMetode yang kedua ini yaitu metode rinsing, metode
ini banyak digunakan untuk menyiapkan sampel berupa telur ayam pada
isolasi Campylobacter. Pada metode ini, sampel sebanyak 10 butir
telur atau disesuaikan dengan kondisi sampel dimasukkan kedalam
plastik steril, kemudian kedalam plastik steril ditambahkan 200 ml
0.1% Pepton Water (BPW). Setelah itu dilakukan proses pembilasan
terhadap sampel selama 2 - 3 menit dengan cara rinsing
(digosok-gosok). Selanjutnya, cairan bekas pembilasan sampel
difiltrasi (disaring) menggunakan kain saring steril dan dimasukkan
kedalam tabung sentrifuse 250 ml untuk dilakukan proses sentrifuse.
Sentrifuse dilakukan selama 15 menit dengan kecepatan putaran
16.000 x g (8.000 rpm). Setelah proses sentrifuse selesai,
supernatannya dibuang, sedangkan peletnya disuspensikan kedalam 10
ml 0.1% Pepton Water (BPW). Sebanyak 3ml campuran pelet kemudian
dimasukkan kedalam 100 ml Bolton Broth.Selanjutnya, dilakukan
isolasi C. jejuni yang dimulai dengan menambahkan 5% darah kuda
lisis, dan suplemen antibiotik kedalam Bolton Broth. Dapat juga
ditambahkan FBP (Supplement Growth Factor) untuk meningkatkan sifat
aerotoleran Campylobacter. Setelah itu, dilakukan inkubasi pada
suhu 370C selama 4 jam dibawah kondisi mikroaerofilik dan ini
merupakan tahapan pra-pengkayaan. Setelah inkubasi selesai,
inkubasi dilanjutkan dengan menaikkan suhu inkubasi menjadi 420C
dan ini merupakan tahapan pengkayaan. Jika selama inkubasi
dilakukan shaking pada media Broth, maka inkubasi dilakukan selama
23 24 jam. Jika tanpa shaking, inkubasi dilakukan selama 28 29 jam.
Untuk beberapa jenis Campylobacter inkubasi dilakukan pada suhu 42
0C selama 48 jam dengan shaking pada media atau selama 52 jam jika
tanpa shaking.Setelah inkubasi selama 24 48 jam, dilakukan
pengenceran 1:100 (0.1 ml kedalam 9.9 ml 0.1% Pepton Water).
Kemudian sebanyak 1 ml dipindahkan secara aseptis kedalam cawan
petri dan dilakukan penuangan dengan media agar isolasi yang telah
dipersiapkan. Setelah media agar mengeras, maka dilakukan inkubasi
pada suhu 42 0C selama 24 48 jam dibawah kondisi mikroaerofilik.
Setelah inkubasi selesai dapat dilakukan pengamatan dan pengawetan
kultur terhadap koloni C. jejuni yang tumbuh. Pada metode BAM 2001,
analis atau peneliti dapat memilih satu dari tiga metode untuk
memberikan kondisi mikroaerofilik pada media. Ketiga metode itu
yaitu menggelembungkan campuran gas kedalam media, penggoyangan
(shaking) media agar udara dapat masuk, atau inkubasi pada jar
anaerob dengan atmosfir termodifikasi. Metode yang pertama dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem penggelembungan (the bubbler
system). Media (Broth) yang akan dikondisikan mikroaerofilik
dimasukkan kedalam plastik rangkap dua. Tujuannya untuk mencegah
kebocoran media akibat plastik robek saat proses penggoyangan
(shaking) Kemudian pada bagian luar plastik ditambahkan 10 ml air
dengan tujuan untuk mengoptimalkan pindah panas ke media (Broth).
Setelah itu, plastik diletakkan kedalam keranjang stainless steel
(4-6 plastik/keranjang) dengan memberikan ruang udara pada
keranjang. Kemudian letakkan tip pipet 1 ml kedalam plastik dan
ikat dengan kuat.Tipe pipet ini terletak pada tabung yang terhubung
dengan kran penggelembung (bubbler). Kran tabung gas kemudian
dibuka dan diatur pada tekanan 4-6 lb dengan memutar ulir pengatur
tekanan. Kondisi ini menyebabkan media didalam kantong plastik
dialiri gelembung dengan kecepatan 2-3 gelembung per detik. Pada
metode kedua dengan penggoyangan media (Broth), media yang akan
dikondisikan mikroaerofilik dimasukkan kedalam plastik, kemudian
plastik tersebut diseal menggunakan panas. Salah satu bagian sudut
plastik kemudian dipotong dan udara didalam plastik dikeluarkan
dengan cara menekan plastik perlahan. Setelah itu, pipet dimasukkan
kedalam plastik melalui sudut plastik yang berlubang, dan kran gas
dibuka. Ruang diatas media (Broth) dialiri gas, dan setiap periode
tertentu udara didalam plastik dikeluarkan. Proses ini diakhiri
dengan pemberian gas pada plastik, kemudian dengan cepat plastik
diseal dengan panas. Setelah itu, plastik dimasukkan kedalam
keranjang, dan keranjang dipindahkan kedalam inkubator goyang
(shaker incubator) dengan kecepatan 175-200 rpm. Metode ketiga
untuk mengkondisikan mikroaerofilik pada media (Broth) dilakukan
dengan sistem jar yang diberi gas. Menurut BAM (2001), media
(Broth) yang akan dikondisikan mikroaerofilik ditempatkan pada
plastik dengan jumlah Broth setiap plastik tidak boleh lebih dari
125 ml. Kemudian plastik dimasukkan kedalam jar. Jar kemudian
dihubungkan dengan kran gas dari tabung melalui pipa. Setelah itu,
jar dikondisikan vakum terlebih dahulu, baru diisi ulang dengan
campuran gas sesuai kondisi mikroaerofilik. Tekanan pada jar
setelah kondisi mikroaerofilik tercapai adalah sebesar 5-10 lb.
Keunggulan metode ketiga ini adalah media (Broth) juga dapat
ditempatkan pada labu erlenmeyer, tidak harus pada plastik seperti
pada metode pertama dan kedua dalam pengkondisian
mikroaerofilik.Pada metode ketiga, pengkondisian mikroaerofilik
dalam jar dapat dibantu dengan alat anoxomat. Anoxomat merupakan
alat elektronik yang dirancang untuk dapat mengatur komposisi udara
yang akan masuk ke jar dari tabung gas. Komposisi udara yang akan
dimasukkan ke jar dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan.
Kondisi mikroaerofilik dalam jar anaerob dibuat melalui satu siklus
yang terbagi kedalam dua fase; yaitu fase evakuasi dan fase
penggantian.
Pada fase evakuasi, oksigen yang ada di dalam jar yang besarnya
21%, dikeluarkan hingga kadar oksigen hanya 6%. Untuk mencapai
kadar ini, program mikroaerofilik standar (anoxomat) harus
mengeluarkan udara sampai tekanan udaranya 297 mbar. Pada fase
penggantian, sejumlah udara yang dikeluarkan dari jar, digantikan
dengan campuran gas bebas oksigen yang berasal dari tabung gas.
Tekanan udara pada kondisi ini mencapai 1040 mbar. Saat kondisi
mikroaerofilik tercapai, tekanan udara akhir dalam jar anaerob
adalah 1620 mbar. Anoxomat mempunyai tingkat keakuratan yang
tinggi, dengan deviasi kurang dari 0.5%.
2. MEDIA AGAR SELEKTIF CAMPYLOBACTER Media agar untuk isolasi C.
jejuni dari bahan pangan diformulasikan dari kebutuhan ilmu
mikrobiologi klinik. Media selektif ini dikembangkan untuk
memulihkan mikroba yang diambil dari penderita radang usus, dan
kemudian digunakan untuk mengisolasi C. jejuni dari bahan pangan.
Beberapa media selektif yang banyak digunakan adalah Skirrow media,
mCCDA (Modified Campylobacter Blood-Free Selective Agar Base), CBPA
(Columbia Blood Preston Agar), media Karmali agar (Campylobacter
Agar Base- Suplemen Karmali), CAT (cefoperazone amphotericin
teichoplanin), Campy-BAP dan Butzler media .a. Skirrows Agar
Merupakan media agar pertama yang dipakai pada metode isolasi C.
jejuni yang dikembangkan oleh Skirrow. Skirrow merupakan peneliti
pertama yang banyak meneliti tentang Campylobacter. Banyak hasil
penelitiannya yang kemudian dikembangkan untuk mendapatkan media,
dan metode isolasi Campylobacter yang lebih efektif. Bahan penyusun
Skirrows agar adalah pepton dan soy protein base agar yang
ditambahkan dengan darah lisis kuda dan vancomycin, polymyxin B,
serta trimethoprim. Senyawa vancomycin dalam media ini berfungsi
untuk menghambat tumbuhnya bakteri gram positif, polymyxin
berfungsi sebagai antifungal, sedangkan trimethoprim berfungsi
sebagai papan spektrum saat pengamatan menggunakan spektrum cahaya
tertentu. b. mCCDA (Modified Campylobacter Blood-Free Selective
Agar Base) mCCDA merupakan media selektif yang dimodifikasi dari
media CCDA (Charcoal Cefoperazone Deoxycholate agar), yang
digunakan untuk isolasi Campylobacter jejuni, C. coli dan C.
laridis (Bridson, 1998). Media mCCDA dibuat berdasarkan formulasi
dari Bolton et al (1984) yang dikembangkan dengan mengganti darah
dengan charcoal, ferrous sulfate, dan sodium pyruvate. Media mCCDA
dan media Campy-BAP memiliki kecepatan pendeteksian yang sama untuk
bakteri termofilik Campylobacter. Perbedaan antara mCCDA dengan
CCDA adalah pada penambahan yeast extract pada media mCCDA. Media
mCCDA atau CCDA lebih akurat jika dibandingkan dengan media
Butzlers agar. CCDA mampu mengisolasi C. jejuni hampir 93,6%
sedangkan Butzlers agar hanya 76,6% saja. CCDA memiliki tingkat
ketelitian yang sangat tinggi (kesalahannya kurang dari 0,0001).c.
CBPA CBPA atau Columbia Blood Preston Agar merupakan media agar
selektif yang dipersiapkan dari Columbia Base Agar, Preston
Campylobacter Selective Supplement dan darah lisis kuda, dapat
digunakan untuk isolasi C. jejuni dan C. coli dari manusia, hewan,
burung dan spesimen lingkungan. Penambahan suplemen preston (oxoid
SR0117) pada media CBPA berfungsi sebagai suplemen pertumbuhan bagi
Campylobacter. Penambahan suplemen ini penting bagi sampel yang
terkontaminasi banyak mikroba, atau yang sedikit jumlah koloni yang
kemungkinan akan diperoleh. Hal ini karena preston mengandung
polymyxin B, rifampicin, trimethoprim, dan cyclohexamide, yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain, sedangkan Campylobacter
resisten terhadap bahan-bahan kimia tersebut. d. Karmali Agar Media
Karmali agar didasarkan pada formulasi yang dikembangkan oleh dan
direkomendasikan untuk isolasi Campylobacter jejuni dan C. coli
dari spesimen klinis. Bentuk morfologi C. jejuni pada media ini
adalah datar dan menyebar, dengan warna abu-abu serta sedikit basah
setelah proses inkubasi pada suhu 42 0C selama 42 jam. Jika
pengamatan awal pada cawan petri dilakukan setelah 24 jam inkubasi,
maka pengamatan harus dilakukan dengan cepat dan segera dilanjutkan
kembali inkubasinya. Inkubasi pada suhu 42 0C dapat meningkatkan
sifat selektifitas media, dan pertumbuhan bakteri termofilik
Campylobacter, namun bakteri non-termofilik Campylobacter seperti
C. fetus subsp. fetus tidak dapat tumbuh.e. CAT Media CAT atau
cefoperazone, amphotericin B, teichoplanin, merupakan media
selektif untuk isolasi bakteri termofilik Campylobacter spp, dan
dapat meningkatkan penanaman bakteri C. upsaliensis dari sampel
feses. Media CAT pertama kali dikenalkan oleh Aspinall pada tahun
1933 sebagai media untuk isolasi organisme dari sampel feses. Media
CAT mengadung senyawa cefoperazone yang mampu menghambat
pertumbuhan Campylobacter jenis lain . f. Campy-BAP Merupakan media
selektif yang digunakan untuk isolasi dan pertumbuhan
Campylobacter. Media selektif ini memiliki karakteristik sebagai
berikut : merupakan media agar darah No 2, sangat selektif untuk
isolasi C. fetus subsp jejuni, mengandung vancomycin, cephalothin
dan trimethoprim. Senyawa vancomycin dalam media ini berfungsi
untuk menghambat tumbuhnya bakteri gram positif, cephalothin
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri streptococci,
sedangkan trimethoprim berfungsi sebagai papan spektrum saat
pengamatan menggunakan spektrum cahaya tertentu. C. jejuni pada
media ini tampak non-hemolytic, dan koloninya berwarna abu-abu.
Jika media Skirrows agar, Campy-BAP dan Butzlers agar dibandingkan
keefektifannya dalam isolasi C. jejuni, maka diketahui bahwa
Campy-BAP merupakan media yang paling sensitif dan Butzlers agar
merupakan media yang paling selektif.
B. MEDIA PENGKAYA DALAM ISOLASI CAMPYLOBACTER Pada tahap isolasi
C. jejuni terdapat tahap pra pengkayaan dan tahap pengkayaan media.
Tahap pra pengkayaan (Pre-Enrichment) terkadang dibutuhkan untuk
mengkondisikan sampel sebelum dilakukan tahapan isolasi agar mudah
dalam isolasi C. jejuni. Sedangkan tahap pengkayaan (Enrichment)
media umumnya dilakukan sebelum tahap penggoresan kuadran atau
plating pada media agar selektif. Tahap pra pengkayaan dan
pengkayaan media dilakukan karena pada bahan pangan, seperti karkas
ayam, sebagai sampel utama isolasi C. jejuni umumnya jumlah sel C.
jejuni hanya sedikit. Media yang paling sering digunakan untuk pra
pengkayaan adalah larutan Buffered Pepton Water (BPW) 0.1%.
sedangkan beberapa media pengkayaan untuk Campylobacter diantaranya
adalah Bolton Broth (BB), Campylobacter Enrichment Broth (CEB),
Enrichment Broth dari Doyle dan Roman dan Preston Broth (PB)
(Baylis et al., 2000).
Buffered Pepton Water (BPW) Merupakan media Pre-Enrichment yang
umum digunakan untuk isolasi bakteri Salmonella dari sampel bahan
pangan. Media ini juga dapat menyediakan kondisi yang baik untuk
pemulihan sel bakteri akibat tidak tahan terhadap zat pengawet pada
bahan pangan. Banyak bakteri seperti Salmonella yang menjadi
sublethal akibat perlakuan zat pengawet pada bahan pangan. Hasil
pengamatan membuktikan bahwa tahap Pre-Enrichment menggunakan BPW
suhu 37 0C selama 18 jam sebelum dilakukan plating pada Brilliant
Green-Tetrathionate-Bile Broth mampu meningkatkan hasil isolasi
Salmonella dari sampel daging yang telah terkontaminasi oleh zat
pengawet buatan (Bridson, 1998) menemukan fakta bahwa isolasi
Salmonella dari sampel telur dapat ditingkatkan dengan melakukan
tahap Pre-Enrichment menggunakan BPW pada 37 0C selama 18 jam dan
diikuti dengan inkubasi 10 ml sampel ini pada 100 ml Selenite
Cystine Broth selam 48 jam. Penggunaan BPW untuk Pre-Enrichment
juga dapat meningkatkan sensitivitas Salmonella terhadap pH rendah
pada sampel sayuran beku. Hal ini karena BPW dapat menjaga pH tetap
tinggi selama inkubasi selama 24 jam, sehingga Salmonella dapat
tumbuh dengan baik . Bolton Broth Bolton Broth memiliki kemampuan
untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif yang
dapat mengganggu pertumbuhan C. jejuni. Media Bolton Broth akan
mudah mengalami kerusakan jika terpapar oleh cahaya yang
berlebihan. Bolton Broth umumnya digunakan sebagai media pengkaya
bersama dengan penambahan darah lisis, suplemen preston, Growth
Factor Supplement (FBP).
Penambahan FBP (ferrous sulfate, sodium metabisulfite, dan
sodium pyruvate) pada media pengkaya Bolton Broth bertujuan untuk
meningkatkan ketahanan Campylobacter, menjaga bentuk
karakteristiknya, pergerakannya, dan meningkatkan viabilitasnya
ketika harus disimpan dalam suhu refrigerator (40C).
Campylobacter Enrichment Broth (CEB) Media pengkaya ini
mengandung media brucella broth yang telah ditambahkan dengan 5
fluorouracil 33 g/ml, cefoperazone 32 g/ml, dan trimethoprim 32
g/ml. Senyawa cefoperazone berfungsi untuk menghambat pertumbuhan
Campylobacter jenis lain. Sedangkan senyawa trimethoprim berfungsi
sebagai papan spektrum saat pengamatan menggunakan spektrum cahaya
tertentu. Penambahan Campylobacter Enrichment Broth pada media
Campy-BAP dapat meningkatkan kemampuan isolasi C. jejuni media
Campy-BAP dari sampel feses sampai 69% dibandingkan dengan
penggoresan langsung pada media Campy-BAP tanpa pengkayaan dengan
Campylobacter enrichment broth terlebih dahulu Enrichment Broth
dari Doyle dan Roman Media pengkaya ini merupakan media yang
dimodifikasi dari Brucella Broth, 7% darah kuda lisis, 0.3% sodium
succinate, 0.01% cysteine hydro-chloride, vancomycin (15 mg/L),
trimethoprim (5 mg/L), polymyxin B, dan cycloheximide (50 mg/L)
dengan penambahan FBP filter steril (0.2% ferrous sulfate, 0.025%
sodium metabisulfate, 0.05% sodium pyruvate, 0.1% sodium
laurylsulfate, dan 0.075% agar) (Doyle, 1989).Enrichment Broth ini
diinokulasikan dengan 10 atau 25 gram sampel dan diinkubasi dengan
agitasi dibawah kondisi mikroaerofilik 42 0C selama 16-18 jam. Pada
penelitian ini digunakan dua metode isolasi C. jejuni yaitu metode
modifikasi I dan modifikasi II BAM 2001. Tahapan tahapan dalam
penelitian ini, meliputi tahap pengambilan sampel karkas ayam,
tahap persiapan media isolasi (CBPA dan mCCDA), tahap persiapan
sampel, isolasi dan penentuan prevalensi cemaran C. jejuni dengan
dua metode isolasi modifikasi BAM 2001, serta tahap
pengidentifikasian dan pengawetan isolat C. jejuni.1. Pengambilan
sampel karkas ayam Purposive sampling merupakan salah satu non
probality sample yang tidak menghiraukan prinsip-prinsip
probability. Pemilihan sampel tidak secara random dan hasil yang
diharapkan merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan. Teknik
purposive sampling ini dilakukan hanya atas dasar pertimbangan
penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah
ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003). Total
sampel karkas ayam yang diteliti adalah 84 sampel . Proses
pengambilan sampel dilakukan dengan membeli 250 gram karkas ayam
bagian punggung sampai ekor per sampel untuk sampel dari pasar
tradisional dan satu paket potongan karkas ayam bagian punggung
sampai ekor yang telah dikemas untuk sampel dari pasar modern
(supermarket). Sampel ini kemudian dimasukkan kedalam plastik
steril yang telah disiapkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi
mikroba dari lingkungan. Sampel kemudian dibawa menggunakan cool
box menuju laboratorium untuk dianalisis. Untuk sampel yang tidak
dapat segera dianalisa, maka dilakukan proses pemvakuman untuk
menjaga sampel dari kerusakan akibat mikroba. Proses pemvakuman
dilakukan dengan memasukkan sampel karkas ayam kedalam plastik
khusus vakum yang salah satu ujung plastiknya telah di-seal. Ujung
plastik yang lain kemudian diletakkan pada bantalan karet alat
pemvakum. Setelah itu, plate logam dari alat pemvakum diturunkan
menuju ujung plastik yang berada diatas bantalan karet. Panas plate
logam menyebabkan plastik ter-seal. Proses sealing ini, diawali
dengan pengeluaran udara yang terdapat didalam plastik berisi
sampel dengan bantuan penghisap vakum yang berada disekitar
bantalan karet. Sehingga, disaat proses sealing selesai kondisi
didalam plastik juga telah menjadi vakum. Proses pemvakuman sampel
karkasayam memerlukan waktu tidak lebih dari 5 menit
2. Persiapan media isolasi C. jejuni Media yang digunakan untuk
isolasi bakteri Campylobacter jejuni pada penelitian ini adalah
mCCDA (Modified Campylobacter Blood-Free Selective Agar Base) dan
CBPA (Columbia Blood Preston Agar). Digunakannya kedua media ini
bertujuan untuk membandingkan pengaruh keberadaan darah lisis untuk
isolasi C. jejuni. Media mCCDA merupakan media yang tidak
memerlukan tambahan darah yang dilisiskan, sedangkan Media mCCDA
dibuat dengan cara melarutkan 22.75 gram mCCDA kedalam 500 mL
akuades. Untuk membantu proses pelarutan media, maka dilakukan
pemanasan diatas hot plate sambil dilakukan pengadukan. Selain
untuk membantu melarutkan media, proses pemanasan juga dapat
meningkatkan optimalisasi pembentukan agar mCCDA (Bridson, 1998).
Setelah media larut dalam akuades, kemudian dilakukan proses
sterilisasi media menggunakan otoklaf pada suhu 121 0C selama 15
menit. Setelah itu dilakukan plating pada cawan petri steril.
Proses plating dapat dilakukan setelah suhu media turun mencapai
suhu 500C dengan sebelumnya ditambahkan dengan 1 vial CCDA
selective supplement (Oxoid SR0155). Media CBPA dibuat dengan cara
melarutkan 18.5 gram CAB (Columbia Agar Base) kedalam 500 mL
akuades. Untuk membantu proses pelarutan media, dilakukan pemanasan
diatas hot plate sambil dilakukan pengadukan. Setelah media larut
dalam akuades, kemudian dilakukan proses sterilisasi media
menggunakan otoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit. Setelah itu
dilakukan plating pada cawan petri steril. Proses plating dapat
dilakukan setelah suhu media turun mencapai suhu 50 0C dengan
sebelumnya ditambahkan dengan 5% darah kuda lisis dan 1 vial
Campylobacter Selective Supplement Preston (Oxoid SR0117)
3. Persiapan sampel, isolasi, dan penentuan prevalensi cemaran
C. jejuni Sampel karkas ayam yang diambil dari masing-masing pasar,
kemudian dianalisis keberadaan C. jejuni nya dengan menggunakan 2
media isolasi yaitu mCCDA dan CBPA yang telah disiapkan sebelumnya.
Sebelum sampel digunakan, perlu dilakukan persiapan sampel terlebih
dahulu untuk mengkondisikan sampel agar dapat diisolasi C. jejuni
nya. 3.1. Persiapan sampel Pada metode modifikasi I BAM 2001
persiapan sampel dilakukan dengan memasukkan 150 gram bagian karkas
ayam kedalam plastik steril yang telah berisi 50 ml Bolton Broth,
kemudian dilakukan rinsing (digosok-gosok) selama + 2 menit. Cairan
bekas cucian karkas ayam kemudian dimasukkan kedalam botol gelap
steril.
Pada metode modifikasi II BAM 2001 persiapan sampel dilakukan
dengan memasukkan 150 gram bagian karkas ayam kedalam plastik
steril yang telah berisi 50 ml Buffered Pepton Water (BPW) 0.1%,
kemudian dilakukan rinsing (digosok-gosok) selama + 2 menit. Cairan
bekas cucian karkas ayam kemudian dimasukkan kedalam 50 ml tabung
sentrifuse dan dilakukan sentrifuse selama 20 menit dengan putaran
rotor 7.000 x g (3.500rpm). Setelah sentrifuse selesai akan
didapatkan cairan supernatan, dan pelet. Pelet ini kemudian
digunakan dalam tahap isolasi C. jejuni. 3.2.Isolasi C. jejuni dan
penentuan prevalensi cemaran C. jejuni Pada metode modifikasi I BAM
2001, botol gelap yang berisi cairan bekas cucian karkas ayam
kemudian ditambahkan dengan 5% darah kuda lisis dan 0.2 ml suplemen
preston. Botol berisi campuran media ini kemudian dimasukkan
kedalam jar anaerob, dan dilakukan pengkondisian mikroaerofilik
dengan bantuan anoxomat. Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu
370C selama 2-3 jam, dan dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 420C
selama 48 jam. Cairan hasil inkubasi ini kemudian diinokulasikan
sebanyak 1-2 loop kedalam media agar mCCDA dan CBPA menggunakan
teknik gores kuadran. Media yang telah digores kuadran dengan
cairan hasil inkubasi kemudian diinkubasi pada suhu 420C selama 42
jam. Setelah inkubasi selesai akan dapatdiketahui sampel yang
positif C. jejuni dengan cara melakukan pengamatan pada koloni yang
tumbuh dan melakukan beberapa uji pengidentifikasian C. jejuni.
Pada metode modifikasi II BAM 2001, pelet hasil sentrifuse kemudian
disuspensikan sebanyak 5 ml kedalam 20 ml campuran media (Bolton
Broth + 5% darah kuda lisis + suplemen preston + FBP). Setelah itu,
dilakukan inkubasi pada suhu 37oC selama 2-3 jam dibawah kondisi
mikroaerofilik, dan dilanjutkan pada suhu 420C selama 48 jam juga
dengan kondisi yang sama. Kondisi mikroaerofilik dapat dicapai
menggunakan bantuan anoxomat dengan sebelumnya memasukkan campuran
media kedalam jar anaerob. Cairan hasil inkubasi ini, kemudian
diambil 1-2 loop untuk digoreskan pada media selektif mCCDA dan
CBPA yang telah disediakan. Penggoresan dilakukan dengan teknik
gores kuadran. Setelah itu, kedua media yang sudah digores,
diinkubasi pada suhu 420C selama 48 jam dalam kondisi
mikroaerofilik. Setelah inkubasi akan diketahui ada tidaknya C.
jejuni pada sampel karkas ayam dengan cara melakukan pengamatan
pada koloni yang tumbuh dan melakukan beberapa uji
pengidentifikasian C. jejuni
4. Pengidentifikasian dan pengawetan isolat C. jejuni 4.1.
Pengidentifikasian C. jejuni 4.1.1. Uji Katalase Uji katalase
dilakukan pada koloni yang diduga C. jejuni. Pada uji katalase,
sebanyak 1-2 loop koloni yang diduga C. jejuni dipindahkan kedalam
gelas preparat. Kemudian kedalam gelas preparat diteteskan larutan
H2O2 tepat diatas koloni. Setelah diteteskan larutan H2O2, koloni
yang positif C. jejuni akan kelihatan muncul gelembung gas (O2)
yang menunjukkan bakteri positif terhadap uji katalase. 4.1.2.
Pewarnaan bakteri Pewarnaan bakteri dilakukan untuk membantu
pengamatan terhadap morfologi bakteri yang ada pada koloni yang
diduga C. jejuni. Pewarnaan dilakukan dengan teknik pewarnaan
sederhana menggunakan pewarna fuchsin Ziehl. Pewarnaan bakteri
dimulai dengan memindahkan 1-2 loop koloni yang diduga C. jejuni
kedalam gelas preparat yang sebelumnya telah ditetesi dengan 1-2
loop akuades steril. Koloni kemudian diratakan, dan ditetesi dengan
pewarna fuchsin Ziehl. Setelah itu dilakukan pencucian terhadap
kelebihan pewarna pada gelas preparat dengan menggunakan akuades
steril. Kemudian dilakukan fiksasi, dan preparat siap diamati
dibawah mikroskop cahaya pada perbesaran 1000 x dengan sebelumnya
ditetesi dengan minyak imersi. Untuk melihat motilitas bakteri
dapat dilakukan dengan menghilangkan tahapan fiksasi, dan menutup
gelas preparat dengan kaca penutup. Bakteri C. jejuni akan tampak
berwarna merah dengan pewarnaan fuchsin Ziehl, memilikibentuk
spiral, batang bergelombang dan bersifat motil.
4.1.3. Uji API-Campy Sebelum dilakukan pengawetan isolat, perlu
dilakukan uji API-Campy untuk memastikan bahwa isolat hasil isolasi
merupakan bakteri C. jejuni. Pada uji API-Campy dibutuhkan koloni
tunggal dalam jumlah cukup banyak daribakteri yang akan
diidentifikasi. Untuk memperbanyak koloni tunggal maka dipindahkan
1 loop koloni diduga C. jejuni kedalam media mCCDA atau CBPA dengan
teknik goresan langsung. Media mCCDA atau CBPA hasil goresan
langsung, kemudian diinkubasi pada suhu 42 0C selama 48 jam.
Setelah inkubasi selesai, akan diperoleh koloni tunggal yang cukup
banyak untuk digunakan dalam uji API-Campy.
Uji API-Campy dimulai dengan pembuatan suspensi bakteri dari
koloni tunggal bakteri yang akan diidentifikasi. Pada uji API-Campy
diperlukan konsentrasi C. jejuni yang cukup banyak yaitu kekeruhan
dari suspensi bakteri pada uji yang setara dengan kekeruhan Mc.
Farlan No.6. Suspensi ini kemudian dipindahkan kedalam mikrotube
pada strip-strip API-Campy dan diinkubasi suhu 36o + 2oC selama 48
jam pada kondisi mikroaerofilik untuk setengah strip dan kondisi
aerob untuk setengah strip yang lainnya. Setelah diinkubasi,
kemudian dilakukan uji dengan API-Campy test kit untuk menguatkan
dan mengidentifikasi bahwa isolat tersebut adalah C. jejuni. 4.2.
Pengawetan isolat Campylobacter jejuni Koloni yang positif C.
jejuni setelah diuji dengan API-Campy test kit kemudian diperbanyak
atau disegarkan dengan menggunakan BHI Broth. Perbanyakan dilakukan
dengan cara memindahkan 1-2 loop koloni positif C. jejuni kedalam
10 ml BHI Broth. Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 42 0C
dibawah kondisi mikroaerofilik. C. jejuni dalam media BHI Broth
setelah inkubasi dapat disimpan pada refrigerator (suhu sekitar
4oC) selama 7 hari, atau dibuat pengawetan kultur. Pengawetan
isolat C. jejuni dapat dilakukan dengan cara membuat pengawetan
kultur yaitu dengan memindahkan sebanyak 1,6 ml BHI Broth hasil
inkubasi ke dalam tabung 5 ml yang berisi manik-manik dan 0,4 ml
gliserol 98% yang telah disterilkan terlebih dahulu, kemudian
isolat C. jejuni tersebut dapat disimpan pada suhu beku (-20oC).
Pengawetan kultur juga dapat dilakukan dengan langsung memindahkan
1-2 ose koloni positif C. jejuni yang berasal dari media mCCDA atau
CBPA kedalam tabung 5 ml yang berisi manik-manik dan 0,4 ml
gliserol 98% yang telah disterilkan dan telah ditambahkan 0.4 ml
FBP atau Growth Factor Supplement.Uji adanya bakteri Salmonella sp
pada telurPenelitian ini menggunakan telur ayam ras sebanyak 709
butir yang diambil dari 35 peternakan yang ada di Kabupaten Sleman,
Yogyakarta dengan teknik sampling tahapan ganda, proporsional,
random sederhana, dan convenient. Variabel data diambil dengan
wawancara langsung berdasarkan kuesioner terhadap peternak terpilih
berupa pertanyaan pilihan dan terbuka. Data prevalensi telur
tercemar samonela (PTLR) sebagai variabel dependen (Y) dan data
independen pada tingkat peternakan (X) adalah: pendidikan kepala
kandang (DIK), pengawas kesehatan ternak (PKT), lokasi kandang
(LOK), kepadatan kandang (DATDANG), pencucian kandang (CIDG), masa
istirahat kandang (ISDG), sanitasi orang (SANMAN), lalu-lintas
orang ke dalam kandang (LLTS), pengendalian tikus (DALKUS), kasus
penyakit periode sebelumnya (SL), sumber air minum (BERNUM),
sanitasi air minum (SANUM), umur ayam (UMUR), frekuensi pengambilan
telur (BILUR), pembersihan telur setelah pengambilan dari kandang
(SIHLUR), adanya cemaran pada kloaka ayam (SWAB). Pemeriksaan
mikrobiologi dilakukan dengan melakukan isolasi dan identifikasi
dengan prosedur sebagai berikut. Sampel cangkang digerus dan
dimasukkan ke dalam media enrichment tetrathionate solution broth
(TSB) (1:10) selama 24 jam pada suhu 35-37oC. Kuning telur
dipisahkan dari putih telurnya dan dikocok kemudian dimasukkan ke
dalam media TSB (1:10) selama 24 jam pada suhu 35-37oC. Biakan dari
media enrichment diambil dan ditanam pada media selektif BGA dan
XLD selama 24 jam pada suhu 35-37oC. Koloni Salmonella sp akan
berwarna merah muda pada BGA dan hitam pada XLD. Koloni yang diduga
positif Salmonella sp. Diuji biokimia dengan uji gula (triple sugar
iron), dan dinyatakan positif Salmonella sp apabila TSI menunjukkan
adanya pertumbuhan bakteri dengan warna permukaan agar merah
(alkaline), tusukan berwarna kuning (acid),terbentuk gas, dan dapat
terbentuk H2S ataupu tidak. Telur dinyatakan positif apabila salah
satu atau kedua material yang diuji dinyatakan positif Salmonella
sp. Analisis data dilakukan dengan program Statistix versi 4.0
(SIEGEL, 1992). Data prevalensi cemaran Salmonella sp. pada telur
pada tingkat peternak yang merupakan data jujuh, dianalisis dengan
Best subset regression, Forward stepwise regression, dan unweight
least squares linear regression.
Sepuluh (10) dari 709 telur (1,4%) sampel yang berasal dari 35
peternakan rakyat ayam ras petelur di Kabupaten Sleman diketahui
positif tecemar Salmonella sp. sedangkan 4 peternakan (11,4%)
tedeteksi positif Salmonella sp. Data kuesioner memperlihatkan
informasi sebagai berikut: lokasi perkandangan yang paling banyak
digunakan adalah persawahan (68,6%), pengelola atau kepala kandang
hampir seluruhnya merupakan tenaga terdidik (97,1%) dengan rincian
tamat SLTA 37,1%, tamat Perguruan Tinggi 28,6%, tamat SLTP 14,3%
dan tamat SD 17,1%. Separuh jumlah peternak memiliki pengawas
kesehatan ternak (51,4%). Pengelolaan peternakan hampir seluruhnya
memanfaatkan air tanah sebagai sumber air untuk keperluan
peternakan termasuk air minum bagi ternak dan hanya 1 peternakan
memanfaatkan air sungai untuk keperluan peternakannya. Peternakan
yang tidak menerapkan sanitasi/sterilisasi air untuk air minum
ternak sebanyak 26 peternakan (74,3%). Sanitasi bagi karyawan dari
seluruh peternakan yang menjadi responden ternyata hanya 8
peternakan (22,9%) yang menerapkannya, namun demikian pembatasan
lalulintas manusia ke dalam lingkungan kandang telah banyak
dilakukan yaitu 25 peternakan (71,4%). Persiapan kandang untuk
pemeliharaan periode berikutnya kebanyakan peternak melakukan
pencucian kandang (91,3%) sedang 3 peternak (8,7%) tidak
melakukannya. Pengistirahatan kandang sebelum pemeliharaan periode
berikutnya dilakukan antara 1,5 sampai 8 minggu dengan persentase
terbesar adalah selama 4 minggu yaitu sebanyak 16 peternak (45,7%)
walaupun ada pula yang tidak melakukan pengistirahatan kandang,
yaitu 2 peternak (5,7%). Ayam yang dipelihara seluruhnya
ditempatkan dalam kandang baterai dengan kepadatan per sangkar 1
ekor sebanyak 11 peternakan (31,4%), 2ekor sebanyak 24 peternakan
(68,6%). Rentang umur ayam berkisar dari 20 minggu hingga 96
minggu. Bentuk pakan yang paling banyak digunakan adalah bentuk
tepung (mash) sebanyak 33 peternakan (94,3%) sedang yang
menggunakan bentuk pelet hanya terdapat 2 (dua) peternakan (5,7%),
gudang pakan yang dimiliki kebanyakan berdinding tertutup (22
peternakan, 62,9%). Pengendalian tikus (pest control) hanya
dilakukan oleh 12 peternakan(34,4%). Frekuensi pengambilan telur
tiap hari 2 kali dilakukan 25 peternakan (71,4%) dan yang mengambil
1 dan 3 kali dilakukan oleh 5 peternakan (14,3%). Hanya 22
peternakan (62,9%) yang melakukan pembersihan telur setelah
pengambilan telur. Penyakit salmonelosis pada periode sebelumnya
hanya terdapat pada 6 peternakan (17,1%) dan pemberian obat
antibiotika selama satu minggu terakhir sebelum pengambilan sampel
terjadi pada 27 peternakan (77,1%). Pembuangan kotoran kebanyakan
tidak diprogramkan 26 peternakan (74,3%). Prevalensi cemaran
Salmonella sp. Pada tingkat peternak sebesar 11,4% dan 1,4% pada
tingkat telur. Hasil analisis best subset regression untuk
menganalisis prevalensi cemaran pada telur (PTLR) pada tingkat
peternak memiliki nilai Mallows Cp sebesar 0,1 dan Adjusted R
Sqaure sebesar 0,5082 yang kemudian diuji linieritasnya dengan
metode unweight least linear regression. Model yang dihasilkan
adalah sebagai berikut: PTLR (Ya) = 0,05132 + 0,03312 DALKUS +
0,03136 SWAB +0,01596 DIK4 + 0,00997 CIDG 0,04159 BILUR2 0,03526
BILUR1 0,02981 SANUM 0,01783 DATDANG. Koefisien regresi model
tersebut setelah dianalisis dengan metode Wilk-saphiro/RankitPlot
adalah sebesar 0,9052 seperti terlihatpada Gambar 1.
Model yang dihasilkan dengan teknik analisis forward stepwise
regression adalah sebagaiberikut: PTLR (Yb) = 0,00383 + 0,04984
BILUR3 + 0,03497SWAB. Nilai R Square sebesar 0,3975 dan Adjusted R
Square sebesar 0,3598. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) rendah
hal ini menunjukkan tidak terjadi multikolinieritas diantara
variabel bebas. Uji linieritas Wilk-sphiro/link plot menghasilkan
nilai 0,7159 (Gambar 2). Hasil analisis dengan dua pendekatan
tersebut memberikan gambaran asosiasi factor-faktor yang
berkontribusi terhadap angka prevalesni cemaran Salmonella sp pada
telur di tingkat peternakan. Model yang lebih dapat diterima karena
multikolinearitas yang rendah dan koefisien regresi yang tinggi
(mendekati 1).
Gambar 1. Linieritas model prevalensi cemaran Salmonella sp.
pada telur hasil analisis best subset regression (PTLR Ya)
Gambar 2. Linieritas model prevalensi cemaran Salmonella sp.
pada telur hasil analisis forward stepwiseBAB IV
KESIMPULANJadi untuk analisa mutu mikrobiologis pada sampel yang
akan diisolasi Campylobacter harus dikondisikan pada suhu rendah
dan kondisi vakum agar keberadaan Campylobacter pada sampel tidak
mengalami perubahan. Untuk mengkondisikan suhu rendah sampel dapat
dimasukkan kedalam coolbox. Sampel didalam coolbox harus dianalisa
dan diisolasi Campylobacter jejuni kurang dari 4 jam setelah sampel
tersebut diambil. Jika sampel dikondisikan vakum terlebih dahulu
dan kemudian disimpan pada suhu freezer, maka analisa dan isolasi
Campylobacter jejuni dapat dilakukan pada hari yang berbeda.
Sedangkan pada analisa mutu mikrobiologis untuk uji Salmonella pada
sampel telur dapat dengan melakukan isolasi dan identifikasi dengan
prosedur sebagai berikut. Sampel cangkang digerus dan dimasukkan ke
dalam media enrichment tetrathionate solution broth (TSB) (1:10)
selama 24 jam pada suhu 35-37oC. Kuning telur dipisahkan dari putih
telurnya dan dikocok kemudian dimasukkan ke dalam media TSB (1:10)
selama 24 jam pada suhu 35-37oC. Biakan dari media enrichment
diambil dan ditanam pada media selektif BGA dan XLD selama 24 jam
pada suhu 35-37oC. Koloni Salmonella sp. akan berwarna merah muda
pada BGA dan hitam pada XLD. Koloni yang diduga positif Salmonella
sp. Diuji biokimia dengan uji gula (triple sugar iron), dan
dinyatakan positif Salmonella sp. Apabila TSI menunjukkan adanya
pertumbuhan bakteri dengan warna permukaan agar merah (alkaline),
tusukan berwarna kuning (acid),terbentuk gas, dan dapat terbentuk
H2S ataupu tidak. Telur dinyatakan positif apabila salah satu atau
kedua material yang diuji dinyatakan positif Salmonella sp. DAFTAR
PUSTAKA
Jawetz. E , Melnick & Adelberg,1996, Microbiologi
Kedokteran, edisi 20, 260- 261, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Johnson,G., A., 1994, Mikrobiologi dan Imunologi, 72-73,
Binarupa Aksara, Jakarta.
Walsh, D., 1997, Kapita Selekta Penyakit dan Terapi, 99-100,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Celly . H. Sirait. 1986 . Telur dan Pengolahannya . Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor
Departemen Kesehatan, RI. 1981. Daflar Komposisi Bahan Makanan .
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. Bhratara Karya Aksara,
Jakarta
Sarwono. B., B.A. Murtidjo dan A . Daryanto . 1985 . Telur
Pengawetan dan Manfaatnya .Seri Industri Kecil. Cetakan I. Penebar
Swadaya, Jakarta .
Steward, G .F. and J .C. Abbott. 1972. Marketing Eggs and
Poultry . Third Printing . Food and Agricultural Organization
(FAO), The United Nation. Rome.
Sirait S.P. 1999. Pengaruh lama perendaman dan konsentrasi garam
pada proses pembuatan telur asin terhadap karakteristik dari telur
asin Cortunix cortunix javonica). [Skripsi]. Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Siegel,J., 1992,Statistik
Version 4.o Users Manual, Analytical Software, st. Paul,
Minnesota
Mikrobiologi | 1