1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kloning merupakan teknik terobosan baru untuk mendapatkan sebuah gen yang sangat dibutuhkan keberadannya bagi kehidupan manusia. Dalam beberapa kasus penyakit yang menimpa manusia, hewan, dan tumbuhan, pengobatan biasa tidak dapat memberikan hasil kesembuhan yang maksimal. Setelah dikenalnya teknik kloning, pintu pengobatan penyakit pada mahluk hidup mulai lebih terbuka. Sekarang ini, teknik kloning sudah dipakai untuk membuat vaksin dan hormon. Kita sudah bisa, dengan menggabungkan dua jenis sel (seperti sel tikus dan sel kanker manusia) untuk menghasilkan sejumlah besar antibodi tertentu, lewat sistem kekebalan, untuk memerangi penyakit. Saat disuntikkan kedalam aliran darah, antibodi klon ini mencari dan menyerang sel penyebab penyakit dimanapun ditubuh kita. Dengan menempelkan antibodi klon pada unsur pelacak, para ilmuan dapat menemukan kanker tersembunyi, dan dengan menempelkan obat penghancur kanker, dosis perawatan dapat dikirim langsung ke sel kanker. Sumber DNA penyembuh tadi bisa darimana saja, salah satu contohnya adalah dari DNA Chicken Anemia Virus (CAV) yang memiliki jenis protein VP3 yang disebut dengan Apoptin. Apoptin adalah protein yang mampu menginduksi kematian sel spesifik pada sel tumor secara terprogram. Apoptin mengakibatkan terjadinya apoptosis pada sel tumor. Apoptosis adalah mekanisme biologi yang merupakan salah satu jenis kematian sel yang terprogram. Apoptosis pada umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh.
45
Embed
Makalah Teknik Kloning Sederhana Gen Apoptin Menggunakan Vektor Plasmid Dan E.coli BL21(DE3) Sebagai Host Cell
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kloning merupakan teknik terobosan baru untuk mendapatkan sebuah gen yang sangat
dibutuhkan keberadannya bagi kehidupan manusia. Dalam beberapa kasus penyakit yang menimpa
manusia, hewan, dan tumbuhan, pengobatan biasa tidak dapat memberikan hasil kesembuhan yang
maksimal. Setelah dikenalnya teknik kloning, pintu pengobatan penyakit pada mahluk hidup mulai
lebih terbuka. Sekarang ini, teknik kloning sudah dipakai untuk membuat vaksin dan hormon. Kita
sudah bisa, dengan menggabungkan dua jenis sel (seperti sel tikus dan sel kanker manusia) untuk
menghasilkan sejumlah besar antibodi tertentu, lewat sistem kekebalan, untuk memerangi penyakit.
Saat disuntikkan kedalam aliran darah, antibodi klon ini mencari dan menyerang sel penyebab
penyakit dimanapun ditubuh kita. Dengan menempelkan antibodi klon pada unsur pelacak, para
ilmuan dapat menemukan kanker tersembunyi, dan dengan menempelkan obat penghancur kanker,
dosis perawatan dapat dikirim langsung ke sel kanker.
Sumber DNA penyembuh tadi bisa darimana saja, salah satu contohnya adalah dari DNA
Chicken Anemia Virus (CAV) yang memiliki jenis protein VP3 yang disebut dengan Apoptin.
Apoptin adalah protein yang mampu menginduksi kematian sel spesifik pada sel tumor secara
terprogram. Apoptin mengakibatkan terjadinya apoptosis pada sel tumor. Apoptosis adalah
mekanisme biologi yang merupakan salah satu jenis kematian sel yang terprogram. Apoptosis pada
umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh.
Karena kelebihan yang dimiliki oleh Apoptin dan peluangnya yang besar untuk
menghilangkan sel tumor secara permanen, para peneliti memiliki gagasan untuk
mengembangbiakkan Apoptin ini untuk diproduksi lebih banyak lagi. Dengan menggunakan
teknologi kloning, hal ini sangat mudah dilakukan. Organisme yang dipilih untuk menjadi sel inang
atau host adalah E. Coli. Dalam makalah ini, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai strategi –
strategi yang akan dipakai dalam mengkloning apoptin pada E. coli, dimulai dari tahap
pengisolasian apoptin hingga replikasinya, serta kelebihan dan kekurangannya.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk meng-kloning gen apoptin dengan menambahkan 10
histidin pada N-Terminal dan 8 Arginin pada C-Terminal, menggunakan plasmid pUC19 pada
E.coli BL21(DE3).
2
1.3. Strategi Kloning Gen Apoptin
harvesting danpemurnian
reisolasi DNA rekombinan
seleksi untuk memilih sel inang dengan DNA rekombinan yang membawa gen apoptin
sel inang dengan DNA rekoombinan tanpa & dengan gen apoptin
sel inang dengan DNA rekoombinan tanpa
gen apoptin
sel inang dengan plasmid religasi
sel inang utuh (non transforman)
transformasi sel inang (E.coli BL21(DE3)chemnical transformation (Heat shock)
DNA rekombinan yang membawa
gen apoptin
DNA rekombinan tanpa gen apoptin
plasmid sendiri (religasi)
ligasi fragmen-fragmen DNA genomik dengan DNA plasmid
plasmid terpotong
isolasi plasmid pUC19
fragmen yang membawa gen apoptin
fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran
pemotongan menggunakan enzim resktr iksi
gen yang akan diklon(gen apoptin)ekstrak DNA
genomik
isolasi DNA genomik
E.coliJM109(Sumber gen apoptin)CAV
Bagan 1. Skema Kloning Gen Apoptin
3
BAB II
STRATEGI KLONING GEN APOPTIN MENGGUNAKAN PLASMID PUC19
DAN SEL INANG E.COLI BL21(DE3)
2.1. Strategi Isolasi Gen Apoptin
Chicken Anemia Virus (CAV)
Apoptin adalah protein yang mampu menginduksi kematian sel spesifik pada sel tumor.
Karena itu banyak usaha untuk mengkulturkan apoptin agar mampu menjadi alternatif untuk obat
sel tumor.
Salah satu metode untuk mengkultur protein apoptin adalah dengan kultur sel yang sudah di
transformasi. Untuk melakukan transformasi sel yang akan di kultur perlu dilakukan isolasi dari gen
yang mengkodekan apoptin untuk disisipkan di sel.
Gen apoptin dikodekan oleh Chicken Anemia Virus (CAV) yang termasuk Famili Gyrovirus.
CAV adalah virus DNA yang menyebabkan anemia dan atropi organ pada ayam. CAV mampu
mengkodekan 3 macam protein virus yaitu : VP1, VP2, dan VP3. Protein VP1 berperan dalam
menyusun kapsid (Lampiran 1). Protein VP1 memiliki massa 51 Kda. Protein VP2 adalah protein
yang memiliki spesifitas terhadap fosfatase dan memiliki masa 30 Kda. Sementara protein VP3
adalah protein apoptin, yang mampu menginduksis apoptosis pada sel limosit pada ayam dan
beberapa jalur sel pada sel tumor. Tetapi tidak menginduksi lisis pada sel normal. Protein apoptin
memiliki massa 13 KDa. Mekanisme spesifitas dari apoptin hingga saat ini belum diketahui.
Untuk mendapatkan gen apoptin bisa didapatkan dari isolasi dari virus CAV yang
menginfeksi ayam atau embrio atau sel yang dikulturkan.
VP3 (Apoptin)
VP3 atau selanjutnya akan disebut dengan nama apoptin adalah protein yang terdiri dari 121
asam amino terdiri terutama dari prolin, serin, threonin dan asam amino dasar lainnya. Apoptin
menganding sinyal Bipartite-type nuclear (atau NLS1 dan NLS2) pada posisi 82-88 dan 111-121
atau pada ujung c-terminalnya. Dan nuclear export signal (NES) yang menunjukkan adanya
potensi perpindahan dari nukleus ke sitoplasma dan sebaliknya.
Apoptin memiliki kemampuan untuk menginduksi terjadinya apoptosis pada sel kanker
manusia namun tidak pada sel normal. Sel memicu apoptosis dengan cara intrinsik mitokondrial
yang memerlukan caspase-3 dan caspase-9. Belum ada mekanisme yang jelas mengapa apoptin
dapat spesifik membunuh lini sel dari sel kanker. Tetapi salah satu sebabnya adalah karena pada sel
4
kanker apoptin berlokalisasi di nukleus sementara pada sel normal umumnya diekspresikan di
sitoplasma.
Bentuk apoptin sangat stabil, multimerik aktif biologis terdiri dari 30-40 monomer dan
nukleoprotein kompleks tingkat tinggi.
Gambar 1. Struktur sekuens asam amino dari apoptin
(Sumber. Los M, S , Paniraghi 2009)
Tahapan purifikasi DNA Chicken anemia virus dari kultur
DNA CAV memiliki ukuran sekitar 2,3 kb. Untuk mendapatkan DNA CAV dan
memisahkannya dari komponen virus yang lain. Yang pertama harus dilakukan adalah mengambil
virus CAV yang ingin di kultur. Virus CAV dapat ditemukan pada hati ayam broiler yang terinfeksi
virus.
Sampel dari jaringan hati kemudian dipanaskan pada suhu 650C selama 20 menit untuk
mengurai jaringan-jaringan yang kompeks. Kemudian menggunakan buffer phenol jenuh dengan
volume yang sama seperti sampel untuk ditambahkan pada sampel dan mengocok sampel selama 3
menit kemudian melakukan sentrifugasi pada 14000 RPM selama 5 menit. Fenol akan berada
dibagian bawah tabung. Kemudian lapisan atas dari lisat dipisahkan dan dicampurkan dengan
kloroform pada volume yang sama dengan sampel. Dan disentrifugasi pada 14000 RPM selama 5
menit. Bagian atas dari hasil sentrifugat dipisahkan.
Metode tersebut dikenal dengan ekstraksi fenol-kloroform. Penambahan fenol berfungsi
untuk memisahkan fasa-fasa pada virus. Fasa organik akan terikat pada fenol dan kloroform. Fasa
organik akan lebih berat dan mengikat protein-protein berat seperti kapsid yang menyusun virus.
Kemudian komponen DNA akan terikat pada fasa cair yang lebih ringan. Fenol dipilih karena
memiliki kelarutan yang buruk sehingga protein yang larut dalam fenol akan terpisah dari cairan.
Metode pemisahan ini lebih baik dibandingkan metode pemisahan dengan kolom adsorpsi
karena meskipun memakan waktu lebih lama, dapat mendapatkan DNA yang lebih murni. Hal ini
5
dikarenakan kemampuan fenol untuk memisahkan fasa lebih baik dibandingkan pengikatan kovalen
pada proses adsorpsi.
Kemudian menambahkan NaAc 3M pada sampel sebanyak 1/10 dari volume sampel. Dan
kemudian menambahkan juga 100% EtOH sebanyak 2 kali volum sampel. Setelah mengocok
sampel selama beberapa detik, sampel didinginkan pada suhu -200C selama 30 menit.
Setelah waktu pendinginan selesai, melakukan sentrifugasi lagi pada 14000 RPM selama 5
menit. Setelah 5 menit jika tidak terbentuk pelet pada sampel lakukan ulang sentrifugasi selama 5
menit.
Kemudian memisahkan pelet dari supernatan dengan pipet secara perlahan-lahan.
Penambahan etanol ditujukan untuk mengendapkan DNA. Karena DNA memiliki sifat yang sangat
polar akibat muatan yang dimiliki struktur fosfatnya. Untuk itu, etanol yang memiliki sifat tidak
polar dapat menyebabkan adanya atraksi elektrik antara gugus fosfat dan ion positif yang ada dalam
larutan sampel sehingga membentuk ikatan ion dan mengendapkan DNA. Ion yang nantinya
berikatan dengan DNA untuk diendapkan adalah ion natrium yang berasal dari Natrium asetat.
Setelah itu pelet dibiarkan kering sehingga tidak ada cairan lagi didalam sampel. Pelet
kemudian disuspensikan didalam air. Sampel tersebut seharusnya mengandung DNA virus CAV
yang murni untuk kemudian dilakukan tahapan berikutnya.
Menentukan posisi gen apoptin
Setelah mendapatkan DNA dari CAV, langkah selanjutnya adalah mencari gen yang
mengkodekan apoptin. Seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, apoptin atau VP3 adalah
protein yang dikodekan oleh 121 basa nitrogen. Sementara pada CAV terdapat 3 macam protein
yang dapat dikodekan dengan DNA CAV memiliki panjang 2,1 KB.
Untuk menggandakan gen apoptin kita akan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Metode PCR dapat mengamplifikasi atau menggandakan bagian tertentu dari suatu
DNA. Agar dapat mengamplifikasi sampel, PCR menggunakan sebuah oligonukleotida yang
dinamakan primer. Primer adalah rantai DNA yang bersifat komplementer dengan fragmen yang
ingin digandakan. Sehingga untuk dapat mengamplifikasi rantai DNA di CAV yang mengkodekan
VP3 perlu diketahui sekuens DNA.
Mengetahui sekuens DNA dilakukan dengan metode sanger atau sekuensing dengan
dideoksi. Metode sanger dipilih dibanding metode lainnya karena metode sanger mudah dilakukan
dan tidak menggunakan bahan yang merusak sampel seperti metode maxam-gilbert (Lampiran 2).
Kemudian setelah dipetakan sekuens dari DNA CAV, kita dapat membuat primer yang sesuai
dengan kode gen yang mengkodekan VP3.
6
Modifikasi gen apoptin dengan penambahan histidin pada ujung N-terminal
Penambahan histidin pada DNA rekombinan umum dilakukan. Hal tersebut bertujuan
memudahkan pada saat panen protein. Hal tersebut karena histidin cenderung bersifat lengket.
Metode ini atau dinamakan Histidine tagging. Memanfaatkan afinitas histidin terhadap
beberapa media yang mengandung logam bermuatan seperti kobalt atau nikel. Protein rekombinan
yang mengandung histidin akan cenderung berinteraksi ionik dengan logam-logam tadi. Sementara
protein yang lain tidak mempunyai afinitas yang sama. Kemudian didalam media tersebut, dibilas
dengan buffer. Misalnya buffer fosfat sehingga protein lain akan terbilas sementara protein
rekombinan yang mengandung histidin akan tetap menempel pada media.
Metode ini biasanya menggunakan minimal 5 buah rantai histidin. Untuk menambahkan
histidin pada DNA rekombinan umumnya dilakukan pada saat mengamplifikasi DNA yang akan
menjadi insert. Hal ini disebabkan cara penambahan yang mudah dilakukan. Karena hal yang perlu
dilakukan adalah melakukan modifikasi pada pemesanan primer DNA yang akan digunakan untuk
PCR.
Histidin akan ditempelkan pada ujung N-Terminal dari apoptin. DNA ditranslasikan dari
ujun 5’ ke ujung 3’. Dimana ujung 5’ berarti mengkodekan ujung N-Terminal dan ujung 3’ tempat
dimana berada C-Terminal.
Tabel 1. Kode Asam Amino
Sumber. Nakamoto, T. 2009
Untuk itu jika ingin menambahkan histidin pada N-Terminal maka penambahan histidin
dilakukan pada ujung 5’ primer. Penambahan histidin dilakukan dengan menambahkan basa
nitrogen yang mengkodekan histidin setelah kodon start pada primer.
7
Berdasarkan tabel diatas, berarti dibutuhkan penambahan 10 kodon CAT atau CAC setelah
kodon AUG sebagai kodon start untuk menambahkan 10 rantai histidin pada N-Terminal apoptin.
Baru kemudian primer yang komplementer dengan gen VP3 yang diketahui melalui sekuensing.
Gambar 2. Desain primer yang telah ditambahkan Histidin
Sehingga hasil DNA yang didapatkan sebagai hasil PCR adalah rantai DNA yang mengkodekan
apoptin beserta 10 rantai histidin pada N-Terminalnya
Modifikasi gen apoptin dengan penambahan arginin pada uajung C-terminal
Menambahkan arginin pada C-Terminal tidak sesederhana seperti menambahkan histidin.
Pada penambahan di N-Terminal, pemanjangan DNA oleh DNA polimerase akan dilakukan dari
arah 5’ ke ujung 3’ dan urutan basa nitrogen di ujung 5’ tidak akan terpengaruh. Sementara pada
modifikasi di ujung 3’ jika dilakukan sebelum terjadi pemanjangan DNA maka ketika pemanjangan
terjadi, basa nitrogen yang tadinya terletak paling ujung tidak akan terletak di ujung 3’ lagi
melainkan ditengah-tengah rantai yang baru mengalami pemanjangan.
Untuk mengatasi hal berikut metode lain selain modifikasi primer perlu dilakukan. Ada 2
pilihan cara untuk menambahkan arginin pada ujung C-terminal. Cara pertama adalah dengan
meligasikan gen yang mengkodekan arginin pada plasmid yang disiapkan sebagai vektor.
Sementara cara kedua adalah melakukan ligasi pada insert hasil PCR yang akan disisipkan.
Cara yang dilakukan adalah cara yang kedua karena gen hasil PCR ada dalam jumlah
banyak dan dapat digandakan dengan mudah. Selain itu panjang dari gen tidak terlalu besar
sehingga lebih mudah dilakukan modifikasi.
Untuk menempelkan dengan cara yang kedua yang perlu disiapkan adalah gen hasil PCR,
enzim ligase, ATP dan kodon yang mengkodekan arginin (AGG atau AGA). Kodon yang
mengkodekan arginin akan menempel pada C-terminal dibandingkan pada N-Terminal karena
gugus OH lebih mudah diserang oleh fosfat yang dibawa oleh ATP.
Setelah proses tersebut selesai akan didapatkan banyak DNA yang mengkodekan apoptin
yang memiliki histidin di ujung N-terminal dan arginin di ujung C-Terminal. Kemudian gen
tersebut siap untuk dimasukkan kedalam vektor untuk proses transformasi.
8
2.2. Strategi Isolasi Plasmid pUC19
Konsep dasar vektor dalam teknik kloning
Seperti yang telah kita ketahui bahwa transformasi sel inang dilakukan menggunakan
perantara vector. Jadi, vektor adalah molekul DNA yang berfungsi sebagai wahana atau kendaraan
yang akan membawa suatu fragmen DNA masuk ke dalam sel inang dan memungkinkan terjadinya
replikasi dan ekspresi fragmen DNA asing tersebut. Vektor yang dapat digunakan pada sel inang
prokariot, khususnya E. coli, adalah plasmid, bakteriofag, kosmid, dan fasmid. Untuk dapat
dikatakan vector yang tergolong baik, maka harus memenuhi beberapa syarat penting sebagai
berikut :
(1) Mempunyai ukuran relative kecil dibandingkan dengan pori dinding sel inang sehingga
dapat dengan mudah melintasinya,
(2) Mempunyai sekurang kurangnya dua gen marker yang dapat menandai masuk tidaknya
plasmid ke dalam sel inang,
(3) Mempunyai tempat pengenalan restriksi sekurang kurangnya didalam salah satu marker
yang dapat digunakan sebagai tempat penyisipan fragmen DNA, dan
(4) Memiliki titik awal replikasi (ori) sehingga dapat melakukan replikasi didalam sel inangnya.
Selain itu terdapat syarat tambahan yang dapat digunakan untuk memperhitungkan vector
mana yang dianggap baik, walaupun syarat ini tidak terlalu penting :
(a) Memiliki ukuran yang cocok.
Faktor ini berpengaruh pada aktivitas pemotongan dan penyambungan. Tempat pemotongan
enzim restriksi yang meliputi 6 nukleotida akan terjadi pada sekali pada setiap 46 bp. Oleh
karena itu, vector yang memiliki ukurang lebih dari 4 kbp mungkin akan memiliki beberapa
lokasi untuk enzim yang diberikan dan pemotongan vector akan menguranginya menjadi
beberapa pieces yang akan memberikan hasil yang tepat pada proses ligasinya. Selain itu,
apabila ukuran terlalu besar maka akan sulit menghandlenya,.
(b) Memiliki penanda untuk insersi DNA
Misalkan, insersi DNA kedalam vector dapat dideteksi dengan inaktivasi gene lacZ.
(c) Memiliki kemampuan tinggi untuk mengcopy
Untuk memaksimalkan hasil plasmid dari transformasi sel, jumlah copy di setiap selnya
sebaiknya setinggi mungkin.
Bagian bagian penting didalam vector beserta fungsi dari bagian tersebut adalah sebagai
berikut :
Origin of replication : merupakan sekuen DNA yang mana replikasi dapat diinsiasi. Untuk
DNAs kecil termasuk plasmid bakteri cukup memiliki satu single origin saja. Tapi lebih
9
besar DNAs memiliki lebih banyak origins dan replikasi DNA diinsiasi pada setiap daerah
tersebut.
Promoter : untuk mengontrol ekspresi gen. Ekspresi vektor memiliki tujuan untuk
mengendalikan ekspresi gen tertentu didalam organsime inang (misalkan E.coli). kontrol
tersebut dapat menjadi sangat penting. Hal ini biasanya dengan memasukkan DNA target
kedalam sebuah tempat dibawah kontrol promoter tertentu. Yang biasa digunakan ialah
promoter T7,dan Iac.
Adaptor : molekul tambahan yang dapat digunakan untuk menyambungkan ujung tumpul
fragment DNA hasil pemotongan enzim restriksi.
Multiple clone site : disebut juga dengan polylinker, merupakan segment pendek dari DNA
yang terdapat beberapa restriction site sampai lebih dari 20 tempat. MCS mengizinkan
untuk insersi DNA kedalam vector yang ditargetkan dan memungkinkan mengarahkan
dalam orientasi yang dipilih.
Pemilihan plasmid pUC19 sebagai vektor dalam teknik kloning gen apoptin
Pada kasus kali ini dipilih vector yang akan digunakan ialah pUC19 (Gambar 3) yang
diambil dari bakteri E.Coli. Pemilihan vektor yang digunakan didasarkan pada pertimbangan
panjang gen yang akan diligasi serta host yang akan digunakan. Dari beberapa laporan penelitian
vektor plasmid puC19 memberikan hasil yang memuaskan pada pembuatan pustaka DNA dengan
panjang gen < 2000bps serta menggunakan host E coli (Hanahan, 1983; Yanisch-Perron et al.,1985;
Liu dan Niu, 2008). Plasmid ini sangat mudah ditransfeksikan kedalam E coli dengan metode yang
sederhana dan relatif murah seperti heat shock serta dapat dengan cepat bereplikasi dan amat mudah
diseleksi dengan metode white/ blue color selection (Yanisch-Perron, 1985; Chung, et al., 1989).