BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perubahan lingkungan yang begitu cepat
menuntut organisasi untuk mengambil langkah strategis agar
organisasi dapat terus berkembang dengan baik sesuai dengan
perubahan yang terjadi. Perubahan untuk menjadi lebih baik, tidak
akan terlepas dari sejumlah tantangan yang akan terus menghadang,
apalagi di era yang penuh dengan persaingan dan ketidakpastian.
Berdasarkan konsep persaingan berbasis waktu maka siapa yang cepat
dia yang menang, baik lebih cepat dalam menawarkan produk baru dari
pesaingnya (fast to market) maupun kecepatan merespon permintaan
pelanggan terhadap produk yang telah ada (fast to product). Oleh
karena itu organisasi yang ingin terus berkembang harus merespon
dengan cepat tantangan-tantangan yang ada. Tingkat persaingan yang
tinggi harus dihadapi perusahaan dengan kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang dapat membedakan dengan pesaingnya. Dengan adanya
perbedaan tersebut berarti perusahaan telah memiliki keunggulan
kompetitif. Namun, tujuan dari organisasi seharusnya tidak hanya
sampai pada keunggulan kompetitif saja tetapi keunggulan kompetitif
tersebut sifatnya berkelanjutan atau tidak hanya sementara sehingga
dikatakan perusahaan memiliki keunggulaan kompetitif yang
berkelanjutan. Untuk membentuk keunggulan yang kompetitif, maka
semua komponen dalam perusahaan harus melakukan kerja keras dan
kreativitas ekstra agar mampu menjawab tantangan usaha ini, yaitu
dengan salah satu cara membentuk dan melakukan proses internalisasi
budaya perusahaan yang kuat dan sehat kepada seluruh insan
perusahaan. Good Corporate Governance(GCG) merupakan unsur penting
di industri perbankan mengingat risiko dan tantangan yang dihadapi
oleh industri perbankan yang semakin meningkat. Penerapan GCG
secara konsisten akan memperkuat posisi daya saing perusahaan,
memaksimalkan nilai perusahaan, mengelola sumberdaya dan risiko
secara lebih efisien dan efektif, yang pada akhirnya akan
memperkokoh kepercayaan pemegang saham danstakeholders. Satu dekade
terakhir merupakan masa keemasan yang signifikan bagi Bank Mandiri.
Pertumbuhan perusahaan yang kian pesat menjadikan Bank plat merah
ini sebagai salah satu bank terbesar di tanah air. Bank Mandiri
kembali memperoleh pengakuan internasional atas konsistensi
penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance/GCG). Dalam Corporate Governance Asia (CGA) Annual
Recognition Award 2012, Bank Mandiri meraih The Best of Asia CGA.
Penghargaan ke-4 kalinya berturut-turut sejak 2009 itu diserahkan
Publisher CGA Aldrin Monsod kepada Direktur Compliance and Human
Capital Bank Mandiri Ogi Prastomiyono di Hong Kong. Tahun ini, CGA
juga memberikan penghargaan Asian Corporate Director Recognition
Award kepada Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini atas
konsistensi dan dedikasinya menerapkan GCG di perusahaan sebagai
etos kerja.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang
penelitian, maka penulis akan mengidentifikasi masalah sebagai
berikut:1. Bagaimana tata kelola perusahaan di PT Bank Mandiri
(Persero) Tbk.2. Bagaimana kebijakan GCG di Bank PT Bank Mandiri
(Persero) Tbk.3. Bagaimana pelaksanaan tata kelola perusahaan di PT
Bank Mandiri (Persero) Tbk.4. Apa kode etik dan budaya yang
diimplementasikan oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
1.3 Maksud dan Tujuan Makalah Sesuai dengan identifikasi masalah
yang diuraikan di atas, adapun maksud dan tujuan penelitian yang
penulis lakukan adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana tata kelola
perusahaan di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.2. Untuk mengetahui
bagaimana kebijakan GCG di Bank PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.3.
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan tata kelola perusahaan di PT
Bank Mandiri (Persero) Tbk 5. Untuk mengetahui kode etik dan budaya
yang diimplementasikan oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)Teori yang menjelaskan
hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori
ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori
prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau
lebih individu, kelompok atau organisasi. Salah satu pihak
(principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun
eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan
bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan oleh
prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). Menurut
Belkaoui (2011:188), teori agensi mungkin berawal dengan adanya
penekanan pada kontrak sukarela yang timbul di antara berbagai
pihak organisasi sebagai suatu solusi yang efisien terhadap konflik
kepentingan tersebut. Teori ini berubah menjadi suatu pandangan
atas perusahaan sebagai suatu penghubung (nexus) kontrak melalui
pernyataan oleh Jansen dan Meckling yang menyatakan bahwa
perusahaan adalah cerita fiksi legal yang berfungsi sebagai
penghubung atas serangkaian hubungan kontrak antara individu.
Berdasarkan teori keagenan, perusahaan adalah suatu legal fiction
yang berperan penting dalam proses mengarahkan tujuan-tujuan
individu yang berbeda ke keseimbangan dalam kerangka hubungan
kontraktual. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan
keagenan (agency relationship) sebagai berikut:"an agency
relationship as a contract under which one or more persons (the
principal(s)) engage another person (the agent) to perform some
service on their behalf which involves delegating some decision
making authority to the agent" (p.85).
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih
orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan
suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen
membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah
pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai
perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang
sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Teori keagenan didasarkan pada pemisahan antara kepemilikan dan
pengendalian (ownership and control). Pemisahan antara pemilikan
dan pengendalian dapat merupakan bentuk efisien dari perusahaan
dalam kerangka perspektif "serangkaian kontrak" perusahaan
merupakan serangkaian kontrak yang mencakup cara dimana input
diproses untuk menghasilkan output dan cara dimana hasil dari
output dibagi diantara input. Dalam perspektif 'nexus of contracts'
ini, kepemilikan perusahaan merupakan konsep yang tidak relevan dan
fungsi manajemen adalah mengawasi kontrak-kontrak diantara
faktor-faktor dan memastikan keberlangsungan perusahaan. Menurut
Eisenhardt (1989) dalam Emirzon (2007), Teori keagenan dilandasi
oleh beberapa asumsi. Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian
dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia
memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), manusia
memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang
(bounded rationality), dan manusia selalu menghindari resiko (risk
averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas dan adanya
asimetri informasi antara principal dan agent. Asumsi informasi
adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang dapat
diperjualbelikan. Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia dijelaskan
bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh
kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara prinsipal dan agen. Pihak pemilik (principal)
termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterahkan dirinya
dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan manajer
(agent) termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan ekonomi dan
psikologinya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman,
maupun kontrak kompensasi. Dengan demikian terdapat dua kepentingan
yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak
berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang
dikehendaki. Permasalahan yang timbul akibat adanya perbedaan
kepentingan antara prinsipal dan agen disebut dengan agency
problems. Salah satu penyebab agency problems adalah adanya
asymmetric information. Asymmetric Information adalah
ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen,
ketika prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang
kinerja agen sebaliknya, agen memiliki lebih banyak informasi
mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara
keseluruhan (Widyaningdyah, 2001) Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan permasalahan tersebut adalah: 1. Moral hazard, yaitu
permasalahan muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang
disepakati bersama dalam kontrak kerja.2. Adverse selection, yaitu
suatu keadaan di mana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu
keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas
informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah
kelalaian dalam tugas.
Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang
terjadi jika pihak-pihak yang saling bekerja sama memiliki tujuan
dan pembagian kerja yang berbeda. Secara khusus teori keagenan
membahas tentang adanya hubungan keagenan, dimana suatu pihak
tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain
(agent) yang melakukan perkerjaan. Teori keagenan ditekankan untuk
mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan
keagenan (Eisenhardt, 1989 dalam Darmawati, 2005). Pertama adalah
masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau
tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan
suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan
verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen.
Permasalahannya adalah bahwa prinsipal tidak dapat memverifikasi
apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua adalah
masalah pembagian resiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen
memiliki sikap yang berbeda terhadap resiko. Dengan demikian,
prinsipal dan agen mungkin memiliki preferensi tindakan yang
berbeda dikarenakan adanya perbedaan preferensi resiko. Menurut
Hendriksen dan Breda (2000:221), menyatakan bahwa teori keagenan
memberikan peranan penting bagi akuntansi terutama dalam
menyediakan informasi setelah suatu kejadian yang disebut sebagai
peranan pascakeputusan. Peranan ini sering diasosiasikan dengan
peran pengurusan (stewardship) akuntansi, dimana seorang agen
melapor kepada prinsipal tentang kejadian-kejadian dimasa lalu.
Inilah yang memberi akuntansi nilai umpan baliknya selain nilai
prediktifnya. Dimana nilai umpan balik menjelaskan bahwa informasi
juga mempunyai peran penting dalam menguatkan atau mengoreksi
harapan-harapan sebelumnya.
2.1.1 Hubungan Prinsipal dan Agen1. Pemegang Saham dan
ManajemenTeori keagenan merupakan dasar teori yang digunakan dalam
pemahaman konsep good corporate governance. Hubungan keagenan dalam
teori agensi muncul karena adanya hubungan kerja antara pihak yang
memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang
menerima wewenang (agen) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja
sama dimana prinsipal mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan
kepada agen dalam mengelola kekayaan investor (Brigham dan Houston,
2004). Investor mempunyai harapan bahwa dengan mendelegasikan
wewenang pengelolaan tersebut akan memperoleh keuntungan dengan
bertambahnya kekayaan dan kemakmuran investor.Menurut Dwiyanti
(2010), manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak
mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang
akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham atau investor).
Oleh sebab itu, manajer mempunyai kewajiban memberikan informasi
mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi yang
diberikan oleh manajer dapat dilakukan dengan mengungkapkan
informasi akuntansi seperti laporan keuangan perusahaan. Laporan
keuangan digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen
perusahaan. Namun yangpaling berkepentingan dengan laporan keuangan
perusahaan adalah para pengguna eksternal (di luar manajemen)
karena pengguna laporan keuangan eksternal berada dalam kondisi
ketidakpastian. Sedangkan para pengguna internal (manajemen
perusahaan) mempunyai kontak langsung dengan perusahaan dan
mengetahui peristiwa yang terjadi terhadap perusahaan sehingga
tingkat ketergantungan terhadap informasi akuntansi tidak sebesar
para pengguna eksternal.Teorikeagenan mendeskripsikan hubungan
antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan
manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak
oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham.
Karena mereka dipilih, maka pihak manajemen harus
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.2.
Pemegang Saham Publik dan Pemegang Saham PengendaliMasalah keagenan
juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan tidak
atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan
keadaan ini menjadikan pihak manajemen tidak lagi berupaya untuk
memaksimumkan keuntungan perusahaan dan mereka berusaha untuk
mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang
saham. Cara yang dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk
peningkatan kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas
perusahaan. Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen
(1986), Weston dan Brigham (1994), bahwa masalah keagenan dapat
terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu; (1)antara pemegang saham
dan manajer, dan (2) antara pemegang saham dan kreditor. Jika suatu
perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri
oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajerpemilik
tersebut akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk
memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk
peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan
dan fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi
sebagai pemilik dan mereka mengurangi hak kepemilikannya dengan
membentuk perseroan dan menjual sebagian saham perusahaan kepada
pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul.
Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih
lagi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya
atas kekayaan tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan
kepemilikan mereka. Atau mungkin saja manajer menetapkan gaji yang
besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena
sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya.3.
Kreditur dan Manajemen Konflik antara pemegang saham dengan
krediturKreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan
(bunga hutang),sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada
besaran laba perusahaan.Dalam situasi ini, kreditur lebih
memperhatikan kemampuan perusahaan untukmembayar kembali utangnya,
dan pemegang saham lebih memperhatikankemampuan perusahaan untuk
memperoleh kembalian yang besar adalah melakukaninvestasi pada
proyek - proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek
yangberisiko itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati
keberhasilan tersebut, tetapiapabila proyek mengalami kegagalan,
kreditur mungkin akan menderita kerugianakibat dari ketidakmampuan
pemegang saham untuk memenuhi kewajibannya.Untuk mengantisipasi
kemungkinan rugi, maka kreditur melakukan pembatasanpenggunaan
hutang oleh manajer. Salah satu pembatasan adalah membatasi
jumlahpenggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru.Konflik
antara pemegang saham dengan pihak manajemenWalaupun telah
dilakukan kontrak kerja yang sah antara pihak principal dan
agent,namun di sisi lain pihak agent memiliki pengetahuan yang
lebih banyak mengenaiperusahaan(full information)dibandingkan
dengan pengetahuan yang dimiliki olehpihak principal. Pengetahuan
yang lebih banyak dimiliki oleh pihak agentdibandingkan dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal ini
membuatterbentuknya suatu asimetri information atau asymetric
information.Adanyaasimetri informasi ini menyebabkan kemungkinan
munculnya konflik antarapihak principal dan agent. Eisenhardt
(1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasarmanusia yaitu: (1)
manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest), (2)
manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang( bounded rationality ), dan (3) manusia selalu
menghindari resiko (risk adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar
manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi yangdihasilkan manusia
untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya dan
dapatdipercaya tidaknya informasi yang disampaikan (Muh.Arief
Ujiyantho). Asimetriinformasi ini juga pada akhirnya dapat
memberikan kesempatan bagi para manajeruntuk melakukan manajemen
laba sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraanpribadinya.4.
Pemangku Kepentingan Lainnya dan ManajemenMenurut Van der Stede
(2007), tata kelola perusahaan merujuk pada seperangkat mekanisme
dan proses yang membantu memastikan bahwa perusahaan diarahkan dan
dikelola untuk menciptakan nilai bagi pemiliknya sementara secara
bersamaan memenuhi tanggung jawab kepada para pemangku kepentingan
lain (misalnya karyawan, pemasok, masyarakat pada umumnya). Banyak
mekanisme, termasuk dewan direksi, auditor eksternal, penilaian
tata kelola perusahaan, hak pemegang saham suara, dan ancaman
pengambilalihan, dapat memiliki efek tata kelola perusahaan.
2.1.2 Pemicu Konflik Kepentingan dan Masalah Keagenan Yang
Timbul (Informasi Asimetri dan Perilaku Self-Interest) Masalah
keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas
saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan
proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat
manajer cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan
untuk memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya akan
menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling
(1976) mendefinisikanagency costsebagai jumlah dari biaya yang
dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen.
Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memilikizero agency costdalam
rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari
pandanganshareholderskarena adanya perbedaan kepentingan yang besar
diantara mereka. Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal
dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara
prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial
(insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangiagency costyang
berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan
diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan
yang diambilnya. Proses ini dinamakan denganbonding mechanism,
yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program
mengikat manajemen dalam modal perusahaan. Dalam suatu perusahaan,
konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya
dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow).
Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang
tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini
menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih
menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga
menghasilkanreturntinggi, sementara manajemen lebih memilih
investasi dengan risiko yang lebih rendah. Menurut Bathalaet al,
(1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi
konflik kepentingan, yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham oleh
manajemen (insider ownership), b) meningkatkan rasio dividen
terhadap laba bersih (earning after tax), c) meningkatkan sumber
pendanaan melalui utang, d) kepemilikan saham oleh institusi
(institutional holdings). Sedangkan dalam penelitian Masdupi (2005)
dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi
masalah keagenan. Pertama, dengan meningkatkaninsider ownership.
Perusahaan meningkatkan bagian kepemilikan manajemen untuk
mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga
bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan
meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi
untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan
kemakmuran pemegang saham. Kedua, dengan pendekatan pengawasan
eksternal yang dilakukan melalui penggunaan hutang. Penambahan
hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham
sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi,
perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan
membayarkan beban bunga secara periodik. Selain itu, penggunaan
hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan konflik keagenan
antara shareholders dengan debtholders sehingga memunculkan biaya
keagenan hutang. Ketiga,institutional investorsebagaimonitoring
agent.Mohdet al, (1998) menyatakan bahwa bentuk distribusi saham
dari luar (outside shareholders) yaitu institusional investor
danshareholders dispersiondapat mengurangi biaya keagenan ekuitas
(agency cost). Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan
sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau
menantang keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau
penyebaranpowermenjadi suatu hal yang relevan dalam perusahaan.
2.2 Peran Tata Kelola dan Tata Kelola Bisnis Untuk Mengatasi
Konflik Kepentingan Masalah-masalah keagenan ini dapat diatasi
dengan tata kelola perusahaan yang merupakan seperangkat aturan
yang mengontrol perilaku perusahaan terhadap para direktur,
manajer, karyawan, pemegang saham, kreditor, pelanggan, competitor,
dan komunitasnya (Brigham dan Ehrhardt, 2010). Berdasarkan teori
keagenan, ada 2 macam corporate governance yaitu bad dan good
(Armstrong, 2009). Bad corporate governance berarti perusahaan
mengalami konflik keagenan yang serius antara pemegang saham dan
manajer, serta biaya kontrak. Sedangkan good corporate governance
berarti perusahaan dapat mengurangi konflik keagenan antara
pemegang saham dan manajer, serta biaya kontrak.
Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain
suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. (FCGI,
2002).Menurut IICG (2008), Konsep Corporate Governance dapat
didefinisikan sebagai serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan
mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan
sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai struktur,
sistem, dan proses yang digunakan oleh pihak-pihak internal maupun
eksternal yang berkaitan dengan perusahaan sebagai upaya untuk
memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam
jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
Good adalah tingkat pencapaian terhadap suatu hasil upaya yang
memenuhi persyaratan, menunjukkan kepatutan dan keteraturan
operasional perusahaan sesuai dengan konsep corporate governance.
Struktur adalah susunan atau rangka dasar manajemen perusahaan yang
didasarkan pada pendistribusian hak-hak dan tanggung jawab di
antara pihak-pihak dalam perusahaan (dewan komisaris, direksi, dan
RUPS/pemegang saham) dan stakeholder lainnya, dan aturan-aturan
maupun prosedur-prosedur untuk pengambilan keputusan dalam hubungan
perusahaan. Sistem adalah prosedur formal dan informal yang
mendukung struktur dan strategi operasional dalam suatu perusahaan.
Proses adalah kegiatan mengarahkan dan mengelola bisnis yang
direncanakan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, menyelaraskan
perilaku perusahaan dengan ekspektasi dari masyarakat, serta
mempertahankan akuntabilitas perusahaan kepada pemegang saham. Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa GCG merupakan:1. Suatu
struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan
komisaris, direksi, pemegang saham, dan para stakeholder lainnya.2.
Suatu sistem pengawasan dan keseimbangan kewenangan atas
pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang,
yaitu pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.3.
Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian, berikut dengan pengukuran kinerjanya.
Menurut Van der Stede (2007), tata kelola perusahaan merujuk
pada seperangkat mekanisme dan proses yang membantu memastikan
bahwa perusahaan diarahkan dan dikelola untuk menciptakan nilai
bagi pemiliknya sementara secara bersamaan memenuhi tanggung jawab
kepada para pemangku kepentingan lain (misalnya karyawan, pemasok,
masyarakat pada umumnya). Banyak mekanisme, termasuk dewan direksi,
auditor eksternal, penilaian tata kelola perusahaan, hak pemegang
saham suara, dan ancaman pengambil alihan, dapat memiliki efek tata
kelola perusahaan.
2.3 Definisi dan Prinsip Dasar Tata KelolaSetiap perusahaan
harus memberikan kepastian atas penerapan prinsip atau asas GCG di
setiap aspek bisnisnya. Menurut KNKG (2006), prinsip-prinsip GCG
terdiri dari transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk
mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan
memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).
2.3.1 Transparansi (Transparency)Untuk menjaga obyektivitas
dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi
yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan
oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting
untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan
pemangku kepentingan lainnya.Pedoman pokok pelaksanaannya:1.
Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai,
jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh
pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.1. Informasi yang harus
diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan
dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan
saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta
anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem
manajemen resiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal,
sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian
penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.1. Prinsip
keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi.1. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara
proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
2.3.2 Akuntabilitas (Accountability)Perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan
sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan.Pedoman pokok pelaksanaannya:1.
Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab
masing-masing pihak perusahaan yang bersangkutan dan semua karyawan
secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan
(corporate values), dan strategi perusahaan.1. Perusahaan harus
meyakini bahwa semua pihak perusahaan yang berkepentingan dan semua
karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab,
dan perannya dalam pelaksanaan GCG.1. Perusahaan harus memastikan
adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan
perusahaan.1. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua
jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan,
serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment
system).Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap
pihak perusahaan yang bersangkutan dan semua karyawan harus
berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct)
yang telah disepakati
2.3.3 Responsibilitas (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi
peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan
sebagai good corporate citizen. Pedoman pokok pelaksanaannya:1.
Pihak-pihak perusahaan yang berkepentingan harus berpegang pada
prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan
(by-laws).1. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial
dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian
lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat
perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.2.3.4 Independensi Untuk
melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Pedoman
pokok pelaksanaannya:1. Masing-masing pihak perusahaan yang
bersangkutan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak
manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari
benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala
pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara obyektif.1. Masing-masing karyawan perusahaan
harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar
dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau
melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
2.3.5 Kewajaran (Fairness)Dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran
dan kesetaraan. Pedoman pokok pelaksanaannya:1. Perusahaan harus
memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan
masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta
membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi
dalam lingkup kedudukan masing-masing.1. Perusahaan harus
memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan
kepada perusahaan.1. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang
sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya
secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan,
gender, dan kondisi fisik.
2.4 Tinjauan Struktur Tata Kelola di Indonesia2.4.1 Perbandingan
Struktur Satu Dewan dan Dua DewanBerkenaan dengan bentuk Dewan
dalam sebuah perusahaan terdapat dua sistem yang berbeda yang
berasal dari dua sistem hokum yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan
dari Kontinental Eropa.Sistem hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem
Satu Tingkat atau One Tier System, dimana perusahaan hanya
mempunyai satu Dewan Direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi
antara manajer atau pengurus senior (Direktur Eksekutif) dan
Direktur Independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (Non
Direktur Eksekutif). Pada dasarnya yang disebut belakangan ini,
diangkat karena kebijakannya, pengalamannya dan relasinya.
Negara-negara dengan One Tier System misalnya Amerika Serikat dan
Inggris.
General Meeting of The Shareholders (GMoS)
Board Of Directors
Non Executive Directors(part time independent members)Executive
Directors(senior management)
Gambar 2.1 Struktur Board of Directors dalam One Tier System
Sistem Hukum Kontinental Eropa mempunyai Sistem Dua Tingkat atau
Two Tiers System. Disini perusahaan mempunyai dua badan terpisah,
yaitu Dewan Terpisah (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan
Direksi) dimana Dewan Direksi mengelola dan mewakili perusahaan
dibawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Dalam sistem
ini, anggota Dewan Direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti
oleh badan pengawas (Dewan Komisaris). Dewan Direksi juga harus
memberikan jawaban kepada Komisaris dan menjawab hal-hal yang
diajukan oleh Dewan Komisaris. Sehingga Dewan Komisaris terutama
bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen.
Dalam hal ini Dewan Komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam
tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam
transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Anggota Dewan Komisaris
diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Negara-negara dengan Two Tiers System adalah Denmark, Jerman,
Belanda, dan Jepang. Karena sistem hukum Indonesia berasal dari
sistem hukum Belanda, maka hukum perusahaan Indonesia menganut Two
Tiers System untuk struktur dewan dalam perusahaan.
Gambar 2.2Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi Dalam Two
Tiers System
2.4.2 Organ Korporat: RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi Organ
perusahaan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris, dan Direksi. Setiap organ memiliki fungsinya
sendiri-sendiri sesuai dengan ketetuan yang berlaku. Dalam konteks
good corporate governance, masing-masing organ harus melakukan
tugasnya secara independen untuk kepentingan perusahaan.
2.4.3 Hubungan Antar Organ RUPS sebagai organ perusahaan
merupakan wadah para pemegang saham untuk mengambil keputusan
penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan,
dengan memperhatikan ketentuan anggaran perusahaan dan ketentuan
perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus
didasarkan pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang.
RUPS atau pemegang saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap
tugas, fungsi dan wewenang Dewan Komisaris dan Direksi dengan tidak
mengurangi wewenang RUPS untuk menjalankan haknya sesuai dengan
anggaran dasar dan peraturan perundang-udangan, termasuk untuk
melakukan penggantian atau pemberhentian anggota Dewan Komisaris
atau Direksi. Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada Direksi serta memeastikan bahwa
Perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak
boleh turut serta dalam pengambilan keputusan operasional.
Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris
Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama adalah primus inter
pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Direksi
sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi
dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan
pembagian tugas dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh
masing-masing Direksi tetap merupakan tanggungjawab bersama.
Kedudukan masing-masing anggota Direksi termasuk Direktur Utama
adalah setara. Tugas Direktur Utama adalah primus inter pares
adalah mengkoordinasikan kegiatan Direksi.
2.5 Prinsip-Prinsip Tata Kelola Menurut OECD (Organization For
Economic Co-Operation And Development) Perusahaan harus memastikan
dasar kerangka tata kelola perusahaan yang efektif (OECD, 2004).
Kerangka tata kelola perusahaan harus menunjukkan transparansi dan
pasar yang efisien, konsisten dengan aturan hukum dan jelas
mengartikulasikan pembagian tanggung jawab antara berbagai
pengawasan dan penegakan hukum yang berlaku. Dasar kerangka tata
kelola perusahaan yang efektif yaitu:1. Kerangka tata kelola
perusahaan harus dikembangkan dengan tujuan untuk berdampak pada
kinerja ekonomi secara keseluruhan, integritas pasar dan insentif
untuk menciptakan pelaku pasar dan kenaikan pasar yang transparan
dan efisien.1. Persyaratan hukum dan peraturan yang mempengaruhi
praktik tata kelola perusahaan dalam yurisdiksi harus konsisten
dengan aturan hukum, transparan, dan dapat dilaksanakan.1.
Pembagian tanggung jawab antara otoritas yang berbeda dalam
yurisdiksi yang harus jelas diartikulasikan dan memastikan bahwa
kepentingan umum disajikan.1. Pengawas, pihak berwenang, dan
penegak hukum harus memiliki wewenang, integritas dan sumber daya
untuk memenuhi tugas mereka secara profesional dan obyektif. Selain
itu, keputusan mereka harus tepat waktu, transparan dan sepenuhnya
dijelaskan.
Menurut Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005: 5-6), good
corporate governance mempunyai tujuan dan manfaat yaitu:1.
Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham dan para anggota
non-pemegang saham yang bersangkutan.1. Meningkatkan efisiensi dan
efektifitas kinerja dewan pengurus atau board of directors dan
manajemen perusahaan.1. Meningkatkan mutu hubungan board of
directors dengan manajemen senior perusahaan.1. Mengurangi agency
cost, yaitu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai
akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.1.
Meningkatkan nilai saham perusahaan sehingga dapat meningkatkan
citra perusahaan kepada publik lebih luas dalam jangka panjang.1.
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
suatu perusahaan.
2.6 Manfaat Tata Kelola Bagi Korporat dan Lingkungan2.6.1
Kinerja Keuangan dan Keunggulan Kompetitif Tujuan utama penerapan
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik adalah untuk
business performance dan business conformance. Business performance
dimaksudkan agar, khususnya pemegang saham dapat memperoleh manfaat
yang wajar atas investasinya dan merasa yakin bahwa penciptaan
nilai tambah perusahaan bias secara berkesinambungan. Sedangkan
business conformance dimaksud bahwa melaksanakan bisnis dalam suatu
negara, tentunya pengusaha yang baik harus taat azas dan patuh
terhadap peraturan yang berlaku di negara tersebut, sehingga dapat
menjaga kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan
(stakeholders). Perusahaan merupakan pencipta kekayaan
(wealth-creating institution). Dalam lingkungan bisnis yang
kompetitif, perusahaan tidak hanya diharapkan sebagi
wealth-creating institution, namun perusahaan diharapakan sebagai
wealth-multiplying institution. Pelipatgandaan kekayaan memerlukan
langkah-langkah besar dan strategic (Egan, 2003). Kemampuan
perusahaan dalam merumuskan langkah-langkah besar strategik
ditentukan oleh kompetensi pimpinan dan sistem manajemen dalam
mengelola sumber daya perusahaan. Namun, visi perusahaan seringkali
tidak terwujud karena adanya kecenderungan pimpinan perusahaan
berfokus pada perspektif jangka pendek (Mulyadi, 2003).0. Formulasi
StrategiFormulasi strategi adalah proses pengembangan perencanaan
jangka panjang secara efektif berkaitan dengan peluang dan
tantangan lingkungan serta kelemahan dan kekuatan perusahaan.
Kegiatan formulasi strategi meliputi pentapan misi, tujuan,
strategi dan kebijakan korporasi (corporate). Tujuan adalah suatu
pernyataan mengenai apa saja yang ingin dicapai oleh perusahaan di
masa mendatang. Strategi korporasi adalah bentuk perencanaan
perusahaan menyeluruh yang ditetapkan untuk mencapai misi dan
tujuan perusahaan. Kebijakan adalah serangkaian petunjuk umum dalam
membuat keputusan perumusan strategi yang dapat diimplementasikan.
Terdapat tujuh langkah dalam memformulasikan strategi, yakni (1)
Identifikasi lingkungan yang akan dimasuki perusahaan di masa
depan, (2) penentuan visi, misi, keyakinan dasar, nilai dasar dan
tujuan perusahaan, (3) analisis SWOT, (4) analisis portofolio, (5)
permusan peluang dan masalah utama, (6) identifikasi dan evaluasi
altenatif strategi, (7) perumusan strategi.0. Komitmen
OrganisasiKomitmen organisasional merupakan suatu keadaan dimana
sesorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan
tujuan-tujuannya serta berminat memelihara keanggotaannya dalam
organisasi.Dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, kesadaran dan
komitmen organisasional dari pimpinan perlu dibangun karena apabila
komitmen organisasional pimpinan sudah tumbuh dan berkembang, akan
memudahkan bagi perusahaan dalam melakukan tindakan-tindakan
konkrit yang diperlukan guna mencapai tujuan perusahaan.
0. Gaya KepemimpinanSetiap perusahaan pasti memiliki pemimpin
yang bertugas mengarahkan, membimbing, memotivasi dan mengevaluasi
kinerja. Goelemen (2000) mengidentifikasi enam bentuk gaya
kepemimpinan individu dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpi,
yaitu (1) Gaya visioner (visionary style), (2) Gaya pembimbing
(coaching style), (3) Gaya Afiliatif (affiliative styel), (4) Gaya
demokratis (democratic style), (5) Gaya penentu kecepatan
(pacesetting style), (6) Gaya memerintah (coercive style). Secara
tipikal, pemimpin terbaik dan tereftif bertindak berdasarkan salah
satu dari ke-enam gaya kepemimpinan di atas dan dengan terampil
mengganti gaya tergantung pada situasinya yang akan berpengaruh
terhadap tata kelola perusahaan dan kinerja keuangan
perusahaan.
2.6.2 Nilai Perusahaan Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka
panjang, pelaksanaan GCG perlu dilandasi oleh integritas yang
tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku yang dapat
menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam
menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis, sehingga menjadi
bagian dari budaya perusahaan. Pedoman pokok pelaksanaan
nilai-nilai perusahaan adalah:0. Nilai-nilai perusahaan merupakan
landasan moral dalam mencapai visi dan misi perusahaan, perlu
dirumuskan visi dan misi perusahaan.0. Walaupun nilai-nilai
perusahaan pada dasarnya universal, namun dalam merumuskannya perlu
disesuaikan dengan sektor usaha serta karakter dan letak geografis
dari masing-masing perusahaan.0. Nilai-nilai perusahaan yang
universal antara lain adalah terpercaya, adil dan jujur.
2.6.3 Manfaat Bagi Pemangku KepentinganPemangku kepentingan
selain pemegang saham adalah mereka yang memiliki kepentingan
terhadap perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung
oleh keputusan strategis dan operasional perusahaan, yang antara
lain terdiri dari karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat terutama
sekitar tempat usaha perusahaan. Antara pengusaha dengan pemangku
kepentingan harus terjalin hubungan yang sesuai dengan asas
kewajaran dan kesetaraan (fairness) berdasarkan ketentuan yang
berlaku bagi masing-masing pihak. Agar hubungan antar perusahaan
dengan pemangku kepentingan berjalan dengan baik, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:0. Perusahaan menjamin
tidak terjadinya diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras,
golongan, dan gender serta terciptanya perlakuan yang adil dan
jujur dalam mendorong perkembangan karyawan sesuai dengan potensi,
kemampuan, pengalaman dan keterampilan masing-masing.0. Perusahaan
dan mitra bisnis harus bekerjasama untuk kepentingan kedua belah
pihak atas dasar prinsip saling menguntungkan.0. Perusahaan harus
memperhatikan kepentingan umum, terutama masyarakat sekitar
perusahaan serta pengguna produk dan jasa perusahaan.
2.7 Overview Regulasi dan Pedoman Tata Kelola di
IndonesiaSetelah krisis moneter yang mengahantam perekonomian di
negara-negara Asia menjelang akhir tahun 1990-an, muncul inisiatif
untuk menguatkan kerangka tata kelola perusahaan, baik di tingkat
nasional maupun regional. Studi yang dilakukan oleh Asian
Development Bank (ADB) mengidentifikasi bahwa kontributor utama
dalam krisis ekonomi tersebut yakni lemahnya tata keola perusahaan
(Zuang, et al, 2000). Dengan demikian, krisis Asia menjadi momentum
penting yang mendorong urgensi reformasi tata kelola perusahaan di
Asia, dan juga di Indonesia.
0. Pembentukan Komite Nasional Kebijakan Coporate Governance.
Krisis yang melanda Asia tersebut mendorong pemerintah Indonesia
untuk bersungguh-sungguh meyelesaikan masalah tata kelola
perusahaan di Indonesia. Untuk itu, dibentuklah Komite Nasional
Kebijakan Coperate Governance (KNKCG) pada tahun 1999 melalui
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan
Industri, dengan melibatkan 30 orang perwakilan dari sektor publik
swasta untuk merekomendasikan prinsip GCG nasional. Pada tahun
2004, KNCKG dirubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG) dengan pertimbangan untuk memperluas cakupan ke tata kelola
sector publik (public governance). KNKG telah menerbitkan Pedoman
Nasional Good Corporate Governance (Pedoman Nasional GCG) pertama
kali pada tahun 1999, yang kemudian direvisi pada tahun 2001 dan
2006.Selanjutnya, untuk mendukung upaya reformasi yang dilakukan
pemerintah, kemudian bermunculan berbagai inisiatif yang digagas
oleh berbagai kalangan yang menaruh kepedulian untuk membangun
kembali Indonesia setelah krisis. Berbagai organisasi yang
mempelopori pentingnya praktik tata kelola perusahaan yang baik di
Indonesia antara lain, Indonesian Institute for Corporate
Directorship (IICD), Indonesian Institute for Corporate Governance
(IICG), Forum for Corporate Governance In Indonesia (FCGI), Ikatan
Komite Audit Indonesia (IKAI), dan Lembaga Komisaris dan Direksi
Indonesia (LKDI). Organisasi tersebut bertujuan untuk mempromosikan
kepedulian terhadap kelola dengan mengadakan seminar dan
konferensi, membantu perusahaan untuk melakukan self-assessment,
menyediakan program pendidikan dan pelatihan, melakukan penilaian
praktik tata kelola, serta menyediakan indeks persepsi tata kelola
secara tahunan.0. Undang-Undang Perseroan TerbatasUndang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas (UUPT) yang
menggantikan undang-undang sebelumnya tahun 1995 merupakan
undang-undang yang lebih komprehensif dalam mengakomodasi dan
menjabarkan prinsip-prinsip tata kelola dengan mengatur kesetaraan
organ perusahaan yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Dewan Komisaris, dan Direksi. UUPT juga menjelaskan peran
dan tanggungjawab dari Dewan Komisaris dan Direksi, serta elemen
tata kelola perusahaan lainnya. Revisi UUPT ini mencerminkan bahwa
masalah tata kelola perusahaan di Indonesia telah diakomodasi
sedemikian rupa dalam peraturan perundang-undangan yang penting
tentang perusahaan di Indonesia.0. Pedoman-Pedoman GCGUntuk
melengkapi Pedoman Umum GCG yang sudah dikeluarkan oleh KNKG, KNKG
juga menerbitkan serangkaian pedoman-pedoman sektoral dan manual
penerapan tata kelola perusahaan.
Gambar 2.3 Pedoman GCG yang Diterbitkan KNKG
0. Inisiatif CG LainnyaBerbagai inisiatif lainnya di bidang tata
kelola perusahaa yang bertujuan untuk memberikan insentif atau
penghargaan kepada perusahan-perusahaan yang menerapkan
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik pun telah
terbangun. Diantaranya adalah sebagai berikut : 3. Annual Report
Award (ARA)Merupakan penghargaan terhadap laporan tahunan
perusahaan Indonesia, telah dilaksanakan sejak tahun 2002.Acara ini
merupakan hasil kerja sama 7 (tujuh) institusi yaitu OJK,
Direktorat Jenderal Pajak, Kementrian BUMN, Bank Indonesia, Komite
Nasional Kebijakan Governance, Bursa Efek Indonesia, dan Ikatan
Akuntan Indonesia, serta dikoordinasikan oleh OJK. Pada awalnya,
ARA diikuti oleh 83 perusahaan, dan tahun 2013 diikuti oleh 234
peserta. 3. Capital Market AwardsBursa Efek Indonesia mulai
mengadakan Capital Market Awards pada tahun 2006, dengan tujuan
utama untuk mendorong penerapan standar dan praktik bisnis yang
baik dan berkelanjutan oleh perusahaan tercatat dan Perusahaan
Efek, yang diantaranya meliputi praktik tata kelola perusahaan yang
baik. 3. IICD Corporate Governance AwardPenghargaan ini diadakan
oleh IICD pertama kali pada tahun 2009 dan didasari pada
pengungkapan praktik tata kelola perusahaan tercatat di Indonesia.
Instrumen penilaian adalah CG Scorecard yang juga digunakan oleh
Institute of Directors lainnyadi beberapa Negara ASEAN.3. IICG
Award Most Trusted AwardIICG meluncurkan Penghargaan Most Trusted
Companies pada tahun 2001. Penghargaan ini fokus pada perusahaan
terbuka, BUMN dan swasta, serta berdasarkan Corporate Governance
Perception Index (CGPI) versi IICG. Pelaksanaan GCG perlu dilakukan
secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan
pedoman praktis yang dapat dijadikan acuan oleh perusahaan dalam
melaksanakan penerapan GCG. Dalam rangka penerapan GCG,
masing-masing perusahaan harus menyusun pedoman GCG perusahaan
dengan mengacu pada GCG ini dan Pedoman Sektoral (bila ada).
Pedoman GCG perusahaan tersebut mencakup sekurang-kurangnya hal-hal
sebagai berikut :1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan;2.
Kedudukan dan fungsi RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, komite
penunjang Dewan Komisaris, dan pengawasan internal;3. Kebijakan
untuk memastikan terlaksananya fungsi setiap organ perusahaan
secara efektif;4. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya
akuntabilitas, pengendalian internal yang efektif dan pelaporan
keuangan yang benar;5. Pedoman perilaku yang didasarkan pada
nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis;6. Sarana pengungkapan
informasi untuk pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya;7.
Kebijakan penyempurnaan berbagai peraturan perusahaan dalam rangka
memenuhi prinsip GCG.
2.8 Instrumen Penilaian dan Bukti Empiris Terhadap Praktek Tata
Kelola di Indonesia dan ASEANUntuk mengukur kemajuan pasar modal
Indonesia dalam menerapkan tata kelola perusahaan dan
mengidentifikasi area-area yang harus diperbaiki dengan
memperhatikan keteladanan yang berlaku di tingkat internasional,
beberapa inisiatif penilaian terhadap penilaian terhadap praktik
tersebut sudah dilakukan oleh beberapa lembaga internasional. Ada 3
(tiga) penilaian utama terhadap tata kelola perusahaan di Indonesia
yang dilakukan oleh lembaga internasional, yaitu sebagai berikut:
1. Penilaian Tata Kelola Korporat Indonesia Oleh Bank DuniaTata
kelola perusahaan merupakan salah satu dari 12 (12) standar yang
ditetapkan oleh komunitas keuangan internasional. The Word Bank dan
The Monetary Fund (IMF) bekerjasama dalam melakukan penilaian atas
penerapan Prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang disusun oleh
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Hasil
penilaian dilaporkan dalam bentuk Reports on the Observance of
Standards and Codes (ROSC). Tujuan dari inisiatif ROSC adalah untuk
mengidentifikasi berbagai kelemahan yang dapat berkontribusi
terhadap kerentanan ekonomi dan keuangan terhadap suatu Negara.
Penilaian ROSC atas tata kelola perusahaan dilakukan dengan menilai
kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan, praktik bisnis dan
kepatuhan dari perusahaan terbuka, dan kapasitas penegakannya
terhadap prinsip-prinsip tata kelola yang dikeluarkan oleh OECD
(World Bank, 2010) .2. Penilaian Berdasarkan ASEAN CG Scorecard
dari ASEAN Capital Market ForumPada tahun 2009, para Menteri
Keuangan Negara-negara Association of South-East Asian Nation
(ASEAN) menyepakati rencana implementasi (ACMF Implementation Plan)
untuk mempromosikan pengembangan pasar modal yang terintegrasi.
ASEAN Capital Market Forum (ACMF) merupakan asosiasi regulator
pasar modal di kawasan ASEAN yang berupaya untuk mewujudkan ASEAN
sebagai sebuah komunitas ekonomi tunggal pada tahun 2015. Diantara
berbagai inisiatif tersebut, ASEAN Coporate Governance Scorecard
(ASEAN CG Scorecard) diperkenalkan sebagai suatu alat untuk
memeringkat kinerja tata kelola perusahaan public dan terbuka di
ASEAN. Inisiatif ASEAN CG Scorecard yang bertujuan untuk mengukur
dan meningkatkan efektivitas dari implemetasi prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan, diluncurkan tahun 2011. Indonesia bersama-sama
dengan 5 (lima) negara anggota ACMF lainnya(Malaysia, Philippines,
Singapore, Thailand, and Vietnam) sepakat untuk mengadopsi kriteria
yang merupakan penjabaran lebih rinci dari prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan yang diterbitkan OECD sebagai acuan penilaian
untuk ASEAN CG Scorecard. Penilaian ASEAN CG Scorecard didasarkan
pada dokumentasi yang dapat diakses oleh public, dan bertujuan agar
dapat disusun suatu kumpulan perusahaan public di kawasan ASEAN
dengan tata kelola yang baik, dan dapat dipromosikan kepada
investor manca negara. 3. Credit Lyonnaise Securities Asia
(CLSA)CLSA merupakan asosiasi broker dan grup investasi
bersama-sama dengan the Asian Corporate Governance Association
(ACGA) secara periodic menerbitkan Corporate Governance Watch yang
merupakan survey atas praktik tata kelola di Asia sejak tahun 2000.
Dalam CG Watch, CLSA menilai tata kelola perusahaan di beberapa
negara di Asia-Pasifik dengan menilai aturan dan praktik CG,
penegakan hukum, lingkungan politis dan regulasinya, penerapan
standar akuntansi dan auditing, serta budaya CG.
BAB IIISTUDI KASUS
3.1 Gambaran Umum Perusahaan BankMandiri didirikan pada 2
Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan
yang dilaksanakan oleh pemerintaha Indonesia. Pada bulan Juli 1999,
empat bank pemerintah -- Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank
Exim and Bapindodilebur menjadi Bank Mandiri. Masing-masing dari
keempat legacy banks memainkan peran yang tak terpisahkan dalam
pembangunan perekonomian Indonesia. Sampai dengan hari ini, Bank
Mandiri meneruskan tradisi selama lebih dari 140 tahun memberikan
kontribusi dalam dunia perbankan dan perekonomian Indonesia. Segera
setelah merger, Bank Mandiri melaksanakan proses konsolidasi secara
menyeluruh. Pada saat itu, Bank Mandiri menutup 194 kantor cabang
yang saling berdekatan dan mengurang jumlah karyawan, dari jumlah
gabungan 26.600 menjadi 17.620. Brand Bank Mandiri Bank Mandiri
implementasikan secara sekaligus ke semua jaringan Bank Mandiri dan
pada seluruh kegiatan periklanan dan promosi lainnya. Satu dari
sekian banyak keberhasilan Bank Mandiri yang paling signifikan
adalah keberhasilan dalam menyelesaikan implementasi sistem
teknologi baru. Sebelumnya Bank Mandiri mewarisi 9 core banking
system yang berbeda dari keempat bank. Setelah melakukan investasi
awal untuk segera mengkonsolidasikan kedalam system yang yang
terbaik, Bank Mandiri melaksanakan sebuah program tiga tahun,
dengan nilai US$200 juta, untuk mengganti core banking system kita
menjadi satu system yang mempunyai kemampuan untuk mendukung
kegiatan consumer banking kita yang sangat agresif. Hari ini,
infrastruktur IT Bank Mandiri memberikan layanan straight-through
processing dan interface tunggal pada seluruh nasabah.Nasabah
korporat Bank Mandiri sampai dengan saat ini masih mewakili
kekuatan utama perekonomian Indonesia. Menurut sector usahanya,
portfolio kredit korporasi terdiversifikasi dengan baik, dan secara
khusus sangat aktif dalam sector manufaktur Food & Beverage,
agrobisnis, konstruksi, kimia dan tekstil. Persetujuan dan
monitoring kredit dikendalikan dengan proses persetujuan four eyes
yang terstruktur, dimana keputusan kredit dipisahkan dari kegiatan
marketing dari unit Bisnis Bank Mandiri. Sejak berdirinya, Bank
Mandiri telah bekerja keras untuk menciptakan tim manajemen yang
kuat dan professional yang bekerja berlandaskan pada
prinsip-prinsip good corporate governance yang telah diakui secara
internasional. Bank Mandiri disupervisi oleh Dewan Komisaris yang
ditunjuk oleh Menteri Negara BUMN yang dipilih berdasarkan anggota
komunitas keuangan yang terpandang. Manajemen ekskutif tertinggi
adalah Dewan Direksi yang dipimpin oleh Direktur Utama. Dewan
Direksi Bank Mandiri terdiri dari banker dari legacy banks dan juga
dari luar yang independen dan sangat kompeten. Bank Mandiri juga
mempunyai fungsi offices of compliance, audit dan corporate
secretary, dan juga menjadi obyek pemeriksaan rutin dari auditor
eksternal yang dilakukan oleh Bank Indonesia, BPKP dan BPK serta
auditor internasional. AsiaMoney magazine memberikan penghargaan
atas komitmen Bank Mandiri atas penerapan GCG dengan memberikan
Corporate Governance Award untuk katagori Best Overall for
Corporate Governance in Indonesia dan Best for Disclosure and
transparency. Dengan aset yang terus bertumbuh sampai dengan diatas
Rp 319 triliun, dan lebih dari 21 ribu karyawan yang tersebar pada
1000 kantor dalam negeri dan 6 kantor dan perwakilan luar negeri
Bank Mandiri bertekad untuk memberikan keprimaan dalam layanan
perbankan dan memberikan solusi keuangan yang sangat luas dalam
investasi dan produk syariah, serta bancassurance untuk nasabah
korporat, komersial, small business dan micro business selain
nasabah individual Bank Mandiri. Tekad Bank Mandiri tersebut telah
diakui dan dihargai sebagai peringkat pertama dalam Banking Service
Excellence Award 2007 oleh Majalah Infobank. Jaringan distribusi
Bank Mandiri termasuk 3,186 ATMs, 7,051 ATMs in the LINK Network
and 12,663 ATM Bersama Networks, and Electronic Data Capture (EDC)
kurang lebih 25,254 di seluruh Indonesia. Bank Mandiri mempunyai
8.3 juta pemegang kartu ATM and 3.2 juta pengguna SMS Banking,
783,356 pengguna internet banking and 822,937 pengguna Call Mandiri
dan lebih dari 1 juta pemegang kartu kredit Visa.
3.2 Tata Kelola Perusahaan Pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Pemahaman tentang Tata Kelola Perusahaan atau Good Corporate
Governance (GCG) memiliki peran penting untuk memastikan serta
menjamin pelaksanaan manajemen yang dijalankan dengan baik sehingga
dapat mengembangkan Bank Mandiri untuk meraih kesuksesan.
Implementasi GCG merupakan upaya optimalisasi Bank Mandiri untuk
memberi nilai lebih kepada nasabah, masyarakat, juga para pemangku
kepentingan, selain menjadikan Bank Mandiri memiliki tingkat
korporasi yang tinggi. GCG diperlukan untuk menunjang kekuatan dan
sustainability Bank Mandiri yang juga berimplikasi pada sistem
strukturisasi yang kokoh dan rapih. Implementasi GCG di Bank
Mandiri sejalan dengan ketentuan dan perundang-undangan yang
berlaku. Sebelum menjadi perusahaan publik yang sahamnya tercatat
di Bursa Efek Indonesia (BEI), Bank Mandiri telah menerapkan
prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang dituangkan dalam Surat
Keputusan Bersama Direksi dan Komisaris tentang Prinsip-Prinsip
Tata Kelola Perusahaan pada tahun 2000. Penyempurnaan pelaksanaan
Tata KelolaPerusahaan dilakukan melalui pemenuhan peraturan bagi
emiten yang tercatat di BEI, yang mewajibkan seluruh perusahaan
publik untuk mengangkat pejabat dan struktur organisasi yang
independen serta memberikan peran aktif Sekretaris Perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keterbukaan informasi
3.2.1 Kebijakan GCG PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Bank Mandiri
berkomitmen untuk memberikan nilai tambah bagi para pemangku
kepentingan. Salah satu kunci utama untuk merealisasikan komitmen
tersebut adalah penerapan prinsip Tata Kelola Perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance) secara konsisten serta menjadikannya
sebagai budaya kerja yang berlaku di dalam BankMandiri. Pemahaman
ini mendasari Bank Mandiri untuk melaksanakan tata kelola yang baik
dalam setiap kegiatan bisnisnya demi mencapai tujuan bisnis jangka
panjang yang berkesinambungan.
Melalui peran aktif dan dukungan penuh Dewan Komisaris dan
Direksi, Bank Mandiri memastikan penerapan prinsip-prinsip GCG pada
setiap aspek bisnis dan pada semua jajaran organisasi, hal tersebut
diwujudkan dalam aspek-aspek sebagai berikut:1. Pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab Dewan Komisaris;2. Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Direksi;3. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite;
4. Penanganan benturan kepentingan;5. Penerapan fungsi kepatuhan;6.
Penerapan fungsi Audit Internal; 7. Penerapan fungsi Audit
Eksternal;8. Penerapan management risiko termasuk sistem
pengendalian internal;9. Penyediaan dana kepada pihak terkait
(related party) dan penyediaan dana besar (large exposures);10.
Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan bank, laporan
pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan dan pelaporan internal; dan11.
Rencana strategis bank.
Dalam menyusun kebijakan Tata Kelola Perusahaan, Bank Mandiri
sebagai perusahaan BUMN perbankan yang berbentuk perseroan terbatas
merupakan perusahaan yang highly regulated sehingga wajib
mengadopsi berbagai ketentuan eksternal, antara lain di bidang
perbankan, perseroan terbatas, BUMN, Peraturan OJK serta pedoman
GCG. Bank Mandiri telah melaksanakan langkah GCG guna mengakomodir
seluruh ketentuan yang berlaku, antara lain:1. Struktur organisasi
yang dibentuk Direksi sesuai dan tepat dengan Perseroan.2. Direksi
melakukan perumusan yang tepat dalam menempatkan tugas dan tanggung
jawab manajemen sesuai kualifikasi.3. Direksi telah merumuskan
Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP), antara lain: Evaluasi
terhadap RJPP tahun sebelumnya, Asumsi dan analisis dalam penerapan
RJPP tahun ini. Target, kebijakan, strategi, dan program kinerja
dari RJPP tersebut.4. Direksi telah menjalankan fungsi dan tugasnya
dalam mengimplementasikan program pengembangan dengan mengikuti
pelatihan yang relevan.5. Melaksanakan rapat Direksi.
3.2.2 Asas-Asas Tata Kelola PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Asas
GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran Bank
Mandiri yang terdiri dari transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan. Asas
ini dapat mencapai kesinambungan usaha Bank Mandiri dengan
memperhatikan pemangku kepentingan.1. TransparansiTransparansi
(transparency) mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan
penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat,
dan dapat dibandingkan serta mudah diakses oleh pemangku
kepentingan dan masyarakat. Transparansi diperlukan agar Bank
Mandiri dapat menjalankan bisnis secara objektif, profesional, dan
melindungi kepentingan konsumen.2.
AkuntabilitasAkuntabilitas(accountability)mengandung unsur
kejelasan fungsi dalamorganisasi dan carapertanggung jawaban.Bank
Mandiri sebagailembagadan pejabat yang memiliki kewenangan dapat
mempertanggungjawabkankinerjanya secara transparan dan akuntabel.
Untuk itu Bank Mandiri dikelola secara sehat, terukur dan
profesional dengan memperhatikan kepentingan pemegang saham, mitra,
dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat
yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.3.
Responsibilitas Responsibilitas mengandung unsur kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan dan ketentuan internal, prinsip
pengelolaan Bank yang sehat serta tanggungjawab Bank Mandiri
terhadap masyarakat dan lingkungan. Responsibilitas diperlukan agar
dapat menjamin terpeliharanya kesinambungan usaha dalam jangka
panjang dan mendapat pengakuan sebagai warga korporasi yang baik
atau dikenal dengan good corporate citizen.4.
IndependensiIndependensimengandungunsur kemandirian dari dominasi
pihaklaindanobjektifitasdalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Dalam hubungan dengan asas independensi, Bank Mandiri dikelola
secara independen agar masing-masing organ Bank Mandiri beserta
seluruh jajaran dibawahnya tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak manapun yang dapat mempengaruhi
objektivitas dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya.5. Kewajaran dan KesetaraanKewajaran dan
kesetaraan (fairness) mengandung unsur perlakuan yang adil dan
kesempatan yang sama sesuai dengan proporsinya. Dalam melaksanakan
kegiatannya, Bank Mandiri harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham, mitra dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan dari masing-masing pihak
yang bersangkutan.
3.2.3 Road Map Penerapan dan Internalisasi Tata Kelola
Perusahaan1. Tahun 1998 Awal MergerKesadaran untuk
mengimplementasikan GCG didorong adanya krisis perbankan akibat
praktek bad governance yang menyeluruh diindustri perbankan, hal
ini menyebabkan banyak bank yang harus di-bail out dan kemudian
Direksi dan Dewan Komisaris perbankan harusmenandatangani Kontrak
Manajemen dengan Bank Dunia yang didalamnya mencantumkan kewajiban
bank untuk menerapkan Good Corporate Governance.2. Tahun 2000-2001
Peletakan Dasar-dasar Governance Commitment, Structure &
Mechanism Merespon Kontrak Manajemen dengan Bank Dunia tersebut,
Bank Mandiri menerbitkan antara lain: Surat Keputusan Bersama
Direksi dan Komisaris tentang Prinsip-prinsip GCG Surat Keputusan
Bersama Direksi dan Dewan Komisaris tentang Code of Conduct PT Bank
Mandiri (Persero) Tbk yang menjadi pedoman perilaku didalam
berinteraksi dengan nasabah, rekanan dan sesama pegawai Keputusan
Direksi tentang Kebijakan Kepatuhan (Compliance Policy) yang
mewajibkan seluruh jajaran PT Bank Mandiri (Persero) Tbk untuk
bertanggung jawab penuh secara individu didalam melakukan kegiatan
operasional Bank di bidangnya masing-masing Bank Mandiri telah
menugaskan PWC untuk melakukan diagnostic review atas penerapan
pelaksanaan implementasi GCG Atas implementasi pelaksanaan GCG
tersebut, Standard & Poors telah menilai dengan hasil penilaian
untuk periode tahun 2003 adalah 6,2, mengalami kenaikan dari
penilaian tahun sebelumnya yaitu 5,4.3. Tahun 2003 Initial Public
Offering (IPO) Bank MandiriDalam rangka pelaksanaan IPO Bank
Mandiri, dilakukan penyempurnaan atas implementasi GCG, antara lain
sbb: Pembentukan Komite-komite di Level Dewan Komisaris, yaitu
Komite Audit Komite Pemantau Risiko Komite Remunerasi dan Nominasi
Komite GCG Pembentukan Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)
Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi perusahaan publik Bank Mandiri
melaksanakan keterbukaan informasi, antara lain dalam publikasi
Laporan Keuangan, informasi maupun peristiwa atau fakta material
Menyusun Laporan Tahunan yang tepat waktu, memadai, jelas dan
akurat Menghormati dan memperhatikan kepentingan pemegang saham
minoritas Bank Mandiri pertama kali mengikuti Penilaian
implementasi GCG oleh Lembaga Independen yaitu The Indonesian
Institute for Corporate Governance Komite Nasional Kebijakan
Corporate Governance (KNKCG) mengeluarkan pedoman GCG4. Tahun 2005
Transformasi Budaya Bank Mandiri melakukan transformasi melalui
penetapan nilai-nilai kebersamaan (shared values) serta perumusan
perilaku utama Bank Mandiri (TIPCE) yang merupakan Budaya kerja
baru Bank Mandiri. Penyusunan Charter GCG yang dituangkan melalui
Keputusan Dewan Komisaris, yang mengatur pokok-pokok pelaksanaan
GCG di Bank Mandiri.
5. Tahun 2008-2011 Transformasi Budaya Lanjutan Bank Mandiri
secara berkelanjutan melaksanakan penyempurnaan penerapan prudent
banking, Good Corporate Governance serta Internal Control melalui
pengembangan website GCG, Compliance Risk Management System,
Standar prosedur Anti Pencucian Uang & Pencegahan Pendanaan
Teroris, Risk Based Audit tools dan Sistem Informasi Manajemen
Audit. Pengambilan keputusan bisnis maupun keputusan manajemen
lainnya dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip GCG serta
senantiasa mempertimbangkan semua ketentuan yang berlaku
Pelaksanaan program internalisasi budaya lanjutan antara lain
melalui penyelenggaraan Culture Fair, Culture Seminar, dan
Recognition Program berupa pemberian penghargaan kepada unit kerja
dan change agent terbaik dalam implementasi program budaya guna
meningkatkan motivasi seluruh unit kerja dan para change agent6.
Tahun 2011- Saat Ini Bank Indonesia mengeluarkan PBI No.
13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, dimana
Bank wajib menilai secara individual dan konsolidasi dengan anak
perusahaan melalui pendekatan Risk Based Bank Rating (RBBR) adapun
salah satu faktor penilai RBBR adalah GCG. Dengan konsistensi
penerapan GCG secara terus menerus, Bank Mandiri telah menerima
penghargaan dari berbagai instansi nasional dan internasional yang
independen dan profesional, antara lain : The Indonesian Institute
for Corporate Governance (IICG) IICG bekerjasama dengan Majalah SWA
telah menyelenggarakan Corporate Governance Perception Index (CGPI)
sejak tahun 2001, dan Bank Mandiri telah ikut berpartisipasi
sebanyak 10 kali. Dari keikutsertaan tersebut Bank Mandiri telah
dapat meraih predikat Sangat Terpercaya sebanyak 7 kali
berturut-turut. The Indonesian Institute for Corporate Directorship
(IICD) IICD melakukan evaluasi dan rating 100 perusahaan publik
dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia Corporate Governance Asia (CGA) Bank Mandiri juga
dinilai oleh Corporate Governance Asia yang berkedudukan di
Hongkong. Setiap tahun lembaga ini melakukan penilaian terhadap
seluruh perusahaan-perusahaan besar di Asia, meliputi kawasan
India, China, Singapore, Malaysia, Thailand, Indonesia serta
kawasan lainnya di Asia. Sejak tahun 2009, Bank Mandiri selalu
berada di antara perusahaan terbaik dalam implementasi GCG. Dalam
rangka upaya pencegahan penerimaan gratifikasi, serta sejalan
dengan himbauan KPK berdasarkan Undang Undang (UU) nomor 20 tahun
2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bank Mandiri menerbitkan
Petunjuk Teknis Operasional Gift Disclosure Statement pada tanggal
2 Juli 2013. Bank Mandiri juga berpartisipasi untuk terus
menciptakan budaya anti korupsi antara lain dengan mengikuti acara
kegiatan Pekan Anti Korupsi 2013 yang diselenggarakan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 9 s.d 11 Desember 2013.
Pada pameran dimaksud, Bank Mandiri memperoleh penghargaan sebagai
stand terbaik nomor 2.
3.3 Penghargaan Tata Kelola Perusahaan Untuk memperoleh masukan
terhadap pelaksanaan GCG, Bank Mandiri ikut dalam rating yang
dilaksanakan oleh pihak independen yaitu Corporate Governance
Perception Index (CGPI) yang diselenggarakan oleh IICG.
Keterlibatan Bank Mandiri sebagai peserta CGPI ditujukan untuk
memotivasi Bank Mandiri dalam melakukan perbaikan atau peningkatan
praktik GCG di lingkungannya. Dari 10 (sepuluh) tahun keikutsertaan
dalam ajang CGPI, Bank Mandiri telah memperoleh penghargaan Sangat
Terpercaya selama 7 (tujuh) tahun berturut-turut, dimulai dari
periode tahun 2006/2007sampai dengan 2012/2013.
TahunPenghargaan yang diperolehNilai
2013Sangat Terpercaya91,88
2012Sangat Terpercaya91,91
2011Sangat Terpercaya91,81
2010Sangat Terpercaya91,67
2009Sangat Terpercaya90,65
2008Sangat Terpercaya89,96
2007Sangat Terpercaya88,66
Tabel 3.1 Penghargaan dari Coporate Governance Perception
Index
TahunPenghargaan yang diperoleh
2013Sangat Terpercaya
2012Sangat Terpercaya
2011Sangat Terpercaya
2010Sangat Terpercaya
2009Sangat Terpercaya
Tabel 3.2 Penghargaan dari The Indonesian Institute for Coporate
Directorship
Penghargaan CGA
Kategori PerusahaanKategori CEO
TahunPenghargaanTahunPenghargaan
2013Asias Icon Companies for Corporate Governance2013Asian
Corporate Director Recognition Award Best CEO
2012Asias Best Companies for Corporate Governance2012Asian
Corporate Director Recognition Award Best CEO
2011Asias Best Companies for Corporate Governance2011Asian
Corporate Director Recognition Award Best CEO
2010Asias Best Companies for Corporate Governance2010Asian
Corporate Director Recognition Award Best CEO
2009Asias Best Companies for Corporate Governance
Tabel 3.3 Penghargaan dari Finance Asia3.4 Pelaksanaan Tata
Kelola Perusahaan Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance) merupakan unsur penting di industri perbankan mengingat
risiko dan tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan semakin
meningkat. Penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan
proses jangka panjang yang memberikan hasil berupa sustainable
value. Implementasi GCG sebagai sebuah sistem dilakukan melalui
proses intern yang melibatkan Dewan Komisaris, Direksi dan seluruh
pegawai. Sejak diterapkannya GCG, Bank Mandiri mengalami perubahan
yang lebih baik, terutama dengan meningkatnya kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) hingga dapat bekerja lebih efisien, efektif,
kompetitif dan profesional didukung oleh budaya dan etos kerja yang
mumpuni.3.4.1 Komitmen Tata Kelola Perusahaan Pada tahapan
Perumusan Governance Commitment Bank Mandiri juga melakukan
revitalisasi budaya perusahaan agar dapat memberikan keyakinan dan
panduan yang lebih kuat. Revitalisasi tersebut dilakukan melalui
penetapan budaya perusahaan yang dikenal dengan TIPCE yaitu: Trust,
Integrity, Professionalism, Customer focus dan Excellence (TIPCE)
revitalisasi visi baru menjadi To be Indonesias Most Admired and
Progressive Financial Institution telah dituangkan ke dalam
Corporate Plan Bank Mandiri 2010-2014. Dan selanjutnya di tahun
2020 Bank Mandiri mentargetkan untuk dapat masuk dalam jajaran Top
1 di ASEAN dan menjadi pemain utama di regional.
3.4.2 Struktur Tata Kelola Perusahaan Bank Mandiri telah
memiliki struktur dan kebijakan yang mendukung penerapan Tata
Kelola Perusahaan (Corporate Governance Policy), Code of Conduct
yaitu mendasari penyusunan hirarki Sustainably Charter yang di
dalamnya terdapat corporate governance policy, code of conduct dan
lain-lain. Selain itu Bank Mandiri telah memiliki pedoman
organisasi perseroan dalam menjalankan tugasnya antara lain: tata
tertib Dewan Komisaris, tata tertib Direksi, charter komite di
level Dewan Komisaris serta Surat Keputusan komite di level
Direksi. Bank Mandiri telah menyusun arsitektur kebijakan dan
prosedur yang merupakan tatanan yang menggambarkan hirarki dan
pengelompokan kebijakan & prosedur. Arsitektur tersebut
mendukung penerapan tata kelola perusahaan secara konsisten dan
dipublikasi dalam portal internal sebagai pedoman dalam menyusun
prosedur dan kebijkan tertulis yang berkaitan dengan seluruh
aktivitas Bank Mandiri. Kebijakan dan prosedur tersebut senantiasa
dikaji untuk disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan bisnis
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gambar 3.2 Struktur Tata Kelola PT Bank Mandiri (Persero)
Tbk
3.4.3 Mekanisme Tata Kelola Perusahaan Dalam tahapan ini
dilakukan penyempurnaan sistem yang dapat menjamin
terimplementasinya budaya, etika bisnis dan pengelolaan perusahaan
yang baik, yakni berupa Arsitektur Kebijakan yang dilandasi oleh
Prinsip GCG, budaya perusahaan, business ethics dan code of
conduct, dimana seluruh operasional di Bank Mandiri diatur melalui
berbagai kebijakan dan aturan. 3.4.4 Sosialisasi dan Evaluasi Untuk
menjamin terlaksananya implementasi GCG, telah dilakukan
sosialisasi tidak hanya terkait dengan prinsip-prinsip GCG, namun
termasuk sosialisasi terhadap budaya perusahaan, inisiatif
strategis dan kebijakan. Sedangkan dalam rangka memperkuat
implementasi GCG, Bank Mandiri melakukan evaluasi. Tujuan dari
sosialisasi dan evaluasi tersebut adalah agar seluruh jajaran Bank
dapat memahami dan melaksanakan visi, misi dan strategi serta
prinsip-prinsip GCG dimaksud dengan pemahaman dan standar yang sama
di seluruh jajaran Bank Mandiri.
3.4.5 Walking the Talk Pada akhirnya Bank Mandiri menyadari
bahwa keempat tahapan yang telah diuraikan sebelumnya akan kurang
bermakna apabila implementasinya tida dilakukan secara disiplin
serta konsisten, dimana prinsip-prinsip GCG diwujudkan dalam
tindakan nyata oleh seluruh jajaran manajemen Bank Mandiri. Dala
mewujudkan tahapan ini (walking the talk) maka diperlukan
keteladanan Top Management yang berperan sebagai Change Champion
dan Change Agent di setiap unit kerja, dan sebagai role-model yang
menerapkan budaya perusahaan da prinsip-prinsip GCG secara
kongruen.
Gambar 3.1 Tranformasi GCG di Bank Mandiri Yang Dilaksanakan
Dalam 5 Tahap
3.5 Self Assessment Tata Kelola Perusahaan Selain itu, dalam
rangka memenuhi ketentuan Bank Indonesia yaitu PBI No. 8/4/PBI/2006
tanggal 30 Januari 2006 sebagaimana diubah dengan PBI No.
8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 dan SE BI No.15/15/DPNP
tanggal 29 April 2013 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance
Bagi Bank Umum, Bank Mandiri telah melaksanakan selfassessment
pelaksanaan GCG untuk periode Juni 2013. Hasil self assessment
dimaksud telah memperoleh feedback dari Bank Indonesia dengan hasil
penilaian peringkat 2 atau Baik yang mencerminkan Bank telah
melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum
baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang memadai atas
prinsip-prinsip GCG. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan
prinsip GCG, maka secara umum kelemahan tersebut kurang signifikan
dan dapat diselesaikan dangan tindakan normal oleh manajemen Bank.
Kelemahan-kelemahan sebagaimana disampaikan dalam feedback Bank
Indonesia telah ditindaklanjuti dengan baik sehingga pada self
assessment untuk periode Desember 2013 diperoleh hasil penilaian
peringkat 1 atau Sangat Baik. 3.6 Kode Etik dan Budaya Perusahaan
Kode etik Bank Mandiri menjabarkan prinsip-prinsip dasar perilaku
pribadi dan profesional yang diharapkan dilakukan oleh insan
Mandiri dalam melaksanakan tugasnya. Hal Ini merupakan standar
perilaku yang wajar, patut dan dapat dipercaya untuk semua insan
Mandiri. Kebijakan Kode Etik Bank Mandiri dibangun sejak tahun 2000
dan telah dilakukan revisi pada tahun 2010. Penerapan Kode Etik
Bank Mandiri diikuti dengan mekanisme sistem pelaporan pelanggaran
yang dibangun Bank Mandiri sebagai media pelaporan pelanggaran kode
etik serta kebijakan Peraturan Disiplin Mandiri yang mengatur
jenis-jenis pelanggaran dan mekanisme penanganan pelanggaran.
3.6.1 Isi Kode Etik Bank Mandiri telah memiliki Code of Conduct
yang merupakan standar etika (etika bisnis dan etika kerja) dan
perilaku yang harus dipedomani oleh seluruh jajaran Bank, yang
mengatur hal-hal mengenai:1. Benturan kepentingan (conflict of
interest)2. Kerahasiaan 3. Penyalahgunaan Jabatan4. Perilaku
insiders5. Integritas dan Akurasi Data Bank6. Integritas Sistem
Perbankan7. Pengelolaan Rekening Karyawan8. Pernyataan Tahunan
(Annual Disclosure)9. Sanksi pelanggaran / ketidakpatuhan10.
Pengawasan Pelaksanaan dan Pemutakhiran
Kode Etik Bank Mandiri berlaku bagi Dewan Komisaris Bank
Mandiri, Direksi Bank Mandiri dan seluruh pekerja Bank Mandiri
diseluruh jenjang Organisasi Bank Mandiri. Setiap tahun Dewan
komisaris dan Direksi menandatangani lembar komitmen yang dimaksud
kan untuk melaksanakan standar etika Perusahaan. Bank Mandiri
mewajibkan setiap pegawai untuk membuat dan menandatangani
Pernyataan Pegawai yang isinya pegawai mengikatkan diri untuk
melaksanakan Kode Etik Bankir Indonesia, Code of Conduct Bank dan
seluruh peraturan yang berlaku baik internal maupun eksternal. Bank
Mandiri juga membuat Kebijakan/Pedoman Etika Bisnis yang wajib
dipatuhi oleh seluruh jajaran bank yang berisi Integritas Pribadi,
Pencegahan Tindakan Diskriminasi Penyelenggaraan Bisnis Bank dan
lain-lain. Agar Kode Etik Bankir Indonesia, Code of Conduct dan
etika bisnis tersebut berlaku efektif maka penyimpangan, kelalaian,
dan pelanggaran terhadap kebijakan-kebijakan tersebut di kenakan
sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Upaya penerapan dan penegakan
kode etik Bank Mandiri dilakukan dengan penuh kesadaran secara
terus menerus dalam bentuk sikap perbuatan, komitmen dan ketentuan,
meliputi:1. Pernyataan Kepatuhan Kode Etik Bank MandiriGuna
menerapkan Kode Etik yang efektif, insan Mandiri diharuskan
membaca, dan memahami dengan baik serta diwajibkan menandatangani
Pernyataan Kepatuhan Insan Mandiri terhadap Kode Etik,2. Komitmen
ManajemenPenegasan komitmen Manajemen Bank Mandiri terkait komitmen
Bank Mandiri untuk tidak menerima dan/atau meminta hadiah atau
bingkisan dalam bentuk dan dalih apapun dari pihak nasabah,
debitur, dan mitra kerja maupun pihak ketiga lainnya dalam media
massa dan website Bank Mandiri.3. Annual Disclosure Benturan
KepentinganDengan telah disusunnya kebijakan turunan Kode Etik Bank
Mandiri berupa Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan Bank
Mandiri, setiap insan Mandiri diharuskan membuat pernyataan tahunan
(annual disclosure) terkait benturan kepentingan setiap tahun, dan
setiap unit kerja diwajibkan menyampaikan laporan transaksi/
putusan yang mengandung Benturan Kepentingan setiap triwulan.4.
Pakta IntegritasPenerbitan pakta integritas kepada seluruh rekanan
Bank Mandiri yang bekerja sama dalam pengadaan barang dan/ atau
jasa.
5. Program AwarenessProgram induksi Kode Etik Bank Mandiri
dilakukan terhadap pegawai baru Bank Mandiri melalui program jump
start pendidikan di pusat pendidikan Bank Mandiri serta sosialisasi
kebijakan secara berkesinambungan dan konsisten. 6. Selain itu,
juga dilakukan sosialisasi kepada seluruh unit kerja Bank Mandiri
terkait kode etik antara lain strategi anti fraud Bank Mandiri,
budaya Kepatuhan, serta budaya layanan.
3.6.2 Budaya Perusahaan Untuk mendukung pencapaian visi, misi,
dan keberhasilan strateginya, Bank Mandiri telah merumuskan dan
mengimplementasikan budaya perusahaan yaitu TIPCE dengan penjelasan
sebagai berikut: 1. TrustMembangun keyakinan dan sangka baik di
antara stakeholders dalam hubungan yang tulus dan terbuka
berdasarkan kehandalan.2. IntegritySetiap saat berpikir, berkata
dan berperilaku terpuji, menjaga martabat serta menjunjung tinggi
kode etik profesi.3. ProfessionalismBerkomitmen untuk bekerja
tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh
tanggung jawab.
4. Customer FocusSenantiasa menjadikan pelanggan sebagai mitra
utama yang saling menguntungkan untuk tumbuh secara
berkesinambungan.5. ExcellenceMengembangkan dan melakukan perbaikan
di segala bidang uintuk mendapatkan nilai tambah optimal dan hasil
yang terbaik secara terus-menerus. Proses internalisasi dan
sosialisasi Budaya Perusahaan bagi seluruh level organisasi (Dewan
Komisaris, Direksi, dan Karyawan) dilaksanakan melalui media
komunikasi baik secara formal maupun informal, yang dilaksanakan
antara lain melalui : inclass training, diskusi dan pengarahan
Management saat kunjungan ke wilayah, sms/email blast, artikel di
majalah Mandiri, materi telecoference/video taped, dan
lain-lain.
Pada Rencana Jangka Panjang (RJP) Bank Mandiri 2010 2014,
ditetapkan VISI Bank yaitu To be Indonesias most admired and
progressive financial institution. Melalui Visi tersebut tercermin
aspirasi Bank Mandiri untuk menjadi institusi keuangan yang selalu
memiliki komitmen penuh dalam membangun hubungan dengan seluruh
nasabahnya, melalui penyediaan solusi keuangan inovatif yang
berstandar kelas dunia dan turut serta memberikan kontribusi kepada
bangsa melalui peningkatan kinerja secara konsisten.Target yang
luar biasa tidak pernah akan dapat dicapai dengan usaha yang
biasa-biasa saja. Transformasi bisnis dan budaya yang dijalankan
oleh Bank Mandiri merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Kedua hal tersebut bagaikan dua sisi
mata uang yang saling mendukung, dimana tanpa budaya yang kuat
strategi tidak bisa diimplementasikan atau dampaknya tidak
signifikan sehingga menyebabkan kegagalan transformasi. Sebagai
kelengkapan utama proses transformasinya, Bank Mandiri melakukan
penajaman Budaya Perusahaan melalui serangkaian diskusi yang
melibatkan seluruh senior manajemen di Bank Mandiri dengan tema
Bank Mandiri The New Horizon. Adapun hasil dari diskusi tersebut
adalah dirumuskannya tatanan nilai TIPCE yang dituangkan dalam
panduan 11 perilaku utama sebagai berikut: 1. Jujur, tulus, terbuka
& tidak sungkan2. Memberdayakan potensi, tidak silo, selalu
bersinergi, dan saling menghargai 3. Disiplin, konsisten dan
memenuhi komitmen4. Berpikir, berkata, dan bertindak terpuji5.
Handal, tangguh, bertanggung jawab, pembelajar dan percaya diri6.
Berjiwa intrapreneurship dan berani mengambil keputusan dengan
resiko yang terukur 7. Menggali kebutuhan dan keinginan pelanggan
secara proaktif dan memberikan total solusi8. Memberikan layanan
terbaik dengan cepat, tepat, mudah, akurat dan mengutamakan
kepuasan pelanggan9. Patriotis, memiliki mental juara dan berani
melakukan terobosan10. Inovatif dalam menciptakan peluang untuk
mencapai kinerja yang melampaui ekspektasi11. Fokus dan disiplin
mengeksekusi Prioritas
BAB IVKESIMPULAN
Dalam pengelolaan Good Corporate Governance (GCG) maka bank
dapat membentuk struktur dan fungsinya yang bertugas untuk
mengelola pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) di bank.
Pembentukan struktur pengelolaan ini dimaksudkan agar pengelolaan
Good Corporate Governance (GCG) dapat dilakukan secara sistimatis,
terarah dan berkelanjutan. Struktur pengelolaan Good Corporate
Governance (GCG) disesuaikan dengan skala organisasi dan
kompleksitas usaha yang ada di bank serta fungsi pengelolaan Good
Corporate Governance (GCG) adalah untuk membantu dewan komisaris
selaku penanggung jawab pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG)
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tentang penerapan Good
Corporate Governance (GCG). Bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance (GCG) dalam setiap kegiatan usahanya pada
seluruh tingkatan atau jenjang organisasi termasuk pada saat
penyusunan visi, misi, rencana starategis, pelaksanaan kebijakan
dan langka-langka pengawasan internal. Pelaksanaan prinsip Good
Corporate Governance (GCG) dimaksud paling kurang harus diwujudkan
dalam :1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan
direksi2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan
satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank;3.
Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal, dan auditor
eksternal;4. Penerapan manajemen resiko, termasuk system
pengendalian intern;5. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan
penyediaan dana besar;6. Rencana strategis bank;7. Transparansi
kondisi keuangan dan non keuangan bank.
Sebagai perusahaango public, implementasigood corporate
governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik, merupakan
kebutuhan mutlak bagiBank Mandiri. Selain untuk menjaga
kesinambungan bisnis Bank Mandiri dalam jangka panjang,
pengimplementasianGCGjuga mutlak harus dilakukan dalam rangka
pemenuhan hak dantanggungjawabBank Mandirikepada seluruh pemegang
saham, termasuk pemegang sahamminoritas yang dikuasi masyarakat
berdasarkan 5 (lima) prinsip dasarGCG, yakni transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, danfairness, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan
anggaran dasar perusahaan. Bank Mandirisangat menyadari
bahwaGCGmerupakan perangkat utama yang mengatur danmengarahkan
kegiatan perusahaan dalam tata hubungan antara karyawan, Direksi,
Dewan Komisaris, pemegang saham, dan para pemangku kepen tingan
(stakeholders) lainnya. Dengan demikian, bagi Bank Mandiri,
pemenuhan prinsip-prinsipGCGmerupakan bagian untuk membangun
fondasi bisnis yang sehat. Untuk mengupayakan sistem perbankan yang
sehat dan kuat sebagaimana komitmen Dewan Komisaris dan
Direksi,Bank Mandiriberkeyakinan bahwa penerapan
prinsip-prinsipGCGmerupakan salah satu prasyarat mutlak dalam
proses transformasi tersebut. Seiring dengan berkembangnya bisnis
bank dan perubahan-perubahan dalam bisnis perbankan baik secara
nasional maupun global, dan persaingan yang semakin ketat pada
industri perbankan, makaBank Mandiriharus menyiapkan antisipasi
melalui perbaikan dan penyesuaian secara terus menerus. Dengan
demikian,Bank Mandiri dapat menciptakan sumber daya manusia (SDM)
yang handal dan mampu memberikan nilai tambah bagiBank Mandiridan
sistem perbankan secara keseluruhan. Optimalisasi penerapan GCG
Bank Mandiri terus dilakukan dengan penguatan infrastruktur untuk
mencapai praktik terbaik, pengujian keandalan serta penyesuaian
sistem dan prosedur sesuai dengan perkembangan bisnis dan
regulasi/ketentuan perbankan untuk mendukung pelaksanaan GCG yang
semakin efektif. Target yang luar biasa tidak pernah akan dapat
dicapai dengan usaha yang biasa-biasa saja. Transformasi bisnis dan
budaya yang dijalankan oleh Bank Mandiri merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua hal tersebut
bagaikan dua sisi mata uang yang saling mendukung, dimana tanpa
budaya yang kuat strategi tidak bisa diimplementasikan atau
dampaknya tidak signifikan sehingga menyebabkan kegagalan
transformasi.
Etika Bisnis & Tata Kelola Perusahaan Yang BaikPage 26