BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan dalam tubuh, seperti peradangan (rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang otot. Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung saraf bebas dikulit, selaput lendir, atau jaringan- jarigan lain. Nyeri perlu dihilangkan jika telah mengganggu aktifitas tubuh. Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgesik ialah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat yang digunakan sebagai penahan sakit. Obat analgesik termasuk oban antiradang non-steroid (NSAID). NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah obat ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan. Analgesik bersifat narkotik seperti opoid dan opidium bisa menekan sistem 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang
fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya
gangguan-gangguan dalam tubuh, seperti peradangan (rematik, encok), infeksi-
infeksi kuman atau kejang-kejang otot. Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-
rangsangan mekanis, fisik, atau kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri yang
letaknya pada ujung-ujung saraf bebas dikulit, selaput lendir, atau jaringan-jarigan
lain.
Nyeri perlu dihilangkan jika telah mengganggu aktifitas tubuh. Analgetik
merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Analgesik ialah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat
yang digunakan sebagai penahan sakit. Obat analgesik termasuk oban antiradang
non-steroid (NSAID). NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja
melegakan sakit, malah obat ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan.
Analgesik bersifat narkotik seperti opoid dan opidium bisa menekan sistem saraf
utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan (noisepsi). Obat jenis ini lebih
berkesan mengurangi rasa sakit dibandingkan NSAID.
Dalam bidang industri famasi, pekembangn tekhnologi farmasi sangat
berperan akif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini banyak
ditunjukkan dengan banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan
karakteristik dari zat aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan kualitas obat dengan
meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau mengganggu dari
efek farmakologis zat aktif.
1
Salah satunya penggunaan dalam bentuk sediaan suspensi, bila dibandingkan
dengan larutan sangatlah efisien sebab suspensi dapat mengurangi penguraian zat
aktif yang tidak stabil dalam air.
Dalam makalah ini, penulis ingin membuat suatu formulasi sediaan suspense
yang mana dapat membantu pasien ankak-anak untuk mempermudah dalam
pemberiaan obat.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini :
1) Untuk mengetahui sediaan suspense
2) Mengetahui proses pembuatan sediaan suspense
3) Mengetahui kestabilannya dalam sediaan suspense
1.3 MANFAAT
Adapun manfat dari pembuatan makalah ini :
1) Mengetahui kekurangan dan kelebihan ssediaan suspense
2) Memahami proses pembuatan golongan sediaan suspense
3) Mengetahui berbagai jenis suspense
4) Mengetahui bahan yang baik untuk sediaan suspense
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANALGESIK
2.1.1 PENGERTIAN ANALGESIK
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi
rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan perasaan sakit
terdiri dari dua proses, yakni penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan
reaksi-reaksi emosional dan individu terhadap perangsang ini. Obat penghalang nyeri
(analgetik) mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi ambang kesadaran
akan perasaan sakit, sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi psikis yang
diakibatkan oleh rangsangan sakit. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya
merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda
bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh,seperti peradangan
(rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang otot.
2.1.2 JENIS ANALGESIK
Ada dua jenis analgetik, analgetik narkotik dan analgetik non narkotik. Selain
berdasarkan struktur kimianya, pembagian di atas juga didasarkan pada nyeri yang
dapat dihilangkan. Analgetik narkotik dapat menghilangkan nyei dari derajat sdang
sampai hebat (berat), seperti karena infark jantung, operasi (terpotong), viseral
(organ), dan nyeri karena kanker.
Analgetik non narkotik berasal dari golongan antiinflamasi non steroid
(AINS) yang menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Disebut AINS
3
karenakan selain sebagai analgetik, sebagian anggotanya mempunyai efek
antiinflamasi dan penurun panas (antipiretik), dan secara kimiawi bukan steroid.
Oleh karena itu, AINS sering disebut (analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi) atau
3A.
Minimal ada 4 perbedaan antara AINS dengan analgetik narkotik, yakni.
1. Struktur kimianya tidak mirip dengan morfin, bahkan masing-masing
golongan AINS juga tidak mirip.
2. Tidak efektif untuk nyeri hebat, nyeri viseral, dan nyeri terpotong.
3. Bekerja secara sentral (SSP) dan atau perifer.
4. Tidak menimbulkan toleransi dan addiksi (ketergantungan).
2.1.2.1 Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan
Papaver somniferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik ini digunakan untuk
meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ viseral.
Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan
ketergantungan. Toleransi ialah adanya penurunan efek, sehingga untuk
mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatan dosis. Karena dapat
menimbulkan ketergantungan, obat golongan ini penggunaannya diawasi secara ketat
dan hanya untuk nyeri yang tidak dapat diredakan oleh AINS.
Nyeri minimal disebabkan oleh 2 hal, yaitu iritasi lokal (menstimuli saraf
perifer) dan adanya persepsi (Pengenalan) nyeri oleh SSP. Pengenalan nyeri bersifat
psikologi terhadap adanya nyeri lokal yang disampaikan ke SSP. Analgetik narkotik
mengurangi nyeri dengan menurunkan persepsi nyeri atau menaikan nilai ambang
rasa sakit. Analgetik narkotik tidak mempengaruhi saraf perifer, nyeri tetap ada tetapi
dapat diabaikan atau pasien dapat mentolerirnya. Untuk mendapatkan efek yang
maksimal analgetik narkotik harus diberikan sebelum nyeri hebat datang, seperti
sebelum tindakan bedah.
4
Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri hebat, tetapi potensi, onzet,
dan efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitaif. Efek
samping yang paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan ngantuk. Dosis
yang besar dapat menyebabkan hipotensi serta depresi pernapafan.
Morfin dan peptidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak
dipakai untuk nyeri hebat walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di
Indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masih merupakan standar yang
digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotik lainnya. Selain
menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euforia dan gangguan mental.
Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang masih digunakan di
Indonesia :
Morfin HCl,
Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol),
Fentanil HCl,
Petidin,
Tramadol.
Khusus untuk tramadol secara kimiawi memang tergolong narkotika tetapi
menurut undang-undang tidak sebagai narkotik, karena kemungkinan menimbulkan
ketergantungan kecil.
2.1.2.2 Analgesik Non Narkotik
Berbagai salicylate dan agen-agen lain yang mirip yang dipakai untuk
mengobati penyakit reumatik sama-sama memiliki kemampuan untuk menekan
tanda-tanda dan gejala-gejala inflamasi. Obat-obat ini mempunyai efek antipiretik
dan analgesik, tetapi sifat-sifat anti inflamasi merekalah yang membuat mereka
paling baik dalam menangani gangguan-gangguan dengan rasa sakit yang
dihubungkan dengan intensitas proses inflamasi.
5
Meskipun semua NSAID tidak disetujui oleh FDA untuk semua rentang
penyakit reumatik, semuanya mungkin efektif pada atritis rheumatoid, berbagai
spondiloartropati seronegatif (misalnya atritis psoriatis dan atritis yang dikaitkan
dengan penyakit usus meradang), osteroartritis, muskuloskeletal terlokalisir
(misalnya terkilir dan sakit punggung bawah) dan pirai (kecuali tolmetin yang
nampaknya tidak efektif pada pirai). Karena aspirin, permulaan NSAID, mempunyai
beberapa efek yang merugikan, banyak NSAID lainnya telah dikembangkan dalam
usaha untuk memperbaiki efektifitas dan toksisitasnya.
2.1.3 PENYEBAB ANALGESIK
Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau
kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan
melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri yang letaknya pada
ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, atau jaringan- jaringan (organ-organ)
lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoris ke Sistem
Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke
pusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri.
Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamine, serotonin, plasmakinin-
plasmakinin, dan prostaglandin-prostagladin, serta ion-ion kalium.
Berdasarkan proses terjadinya nyeri, maka rasa nyeri dapat dilawan dengan
beberapa cara, yaitu :
1. Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri
perifer, oleh analgetika perifer atau anestetika lokal.
2. Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf-saraf sensoris,
misalnya denganan anestetika lokal
3. Blokade dari pusat nyeri dalam Sistem Saraf Pusat dengan analgetika
sentral (narkotika) atau anestetika umum.
6
4. Pada pengobatan rasa nyeri dengan analgetika, faktor-faktor psikis
turut berperan, misalnya kesabaran individu dan daya menerima nyeri
dari si pasien.
Obat analgesik yang termasuk golongan Non Steroidal Anti Inflamatory Drug
(NSAID) seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, obat
ini juga bisa mengurangi demam. Analgesik bersifat narkotik seperti opoid dan
opidium bisa menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan
(noisepsi). Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit dibandingkan NSAID.
Ibuprofen adalah turunan asam propionat yang dipatenkan pada tahun 1961.
Ibuprofen dikembangkan oleh Grup Boots di tahun 1960an. Ditemukan oleh Stewart
Adams (bersama dengan John Nicholson, Andrew RM Dunlop, Jeffrey Bruce Wilson
& Colin Burrows). Ibuprofen awalnya digunakan sebagai pengobatan untuk
rheumatoid arthritis di Inggris pada tahun 1969 dan Amerika Serikat pada tahun
1974.
2.1.4 STRUKTUR KIMIA
Dalam Ibuprofen terkandung tidak kurang dari 97% dan tidak lebih dari
103,0% C13H18O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Nama kimia ibuprofen adalah
asam 2-(4-isobutil-fenil)-propionat dengan berat molekul 206.29 g/mol dan rumus
molekul C13H18O2. Ibuprofen seperti turunan 2-arylprorionat lainnya (termasuk
ketoprofen, flurbiprofen, naproxen, dll), berisi stereosenter di posisi-α dari propionat.
Dengan demikian, ada dua kemungkinan enansiomer ibuprofen, dengan potensi efek
biologis yang berbeda dan metabolisme untuk masing-masing enantiomer. Memang
ditemukan bahwa S-ibuprofen dan dexibuprofen adalah bentuk aktif baik secara in
vitro dan in vivo. Ada potensi untuk meningkatkan selektivitas dan potensi formulasi
ibuprofen oleh pemasaran ibuprofen sebagai-enantiomer produk tunggal (seperti
yang terjadi dengan naproxen).
7
Gambar 1. Rumus kimia Ibuprofen
Ibuprofen berbentuk serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas
lemah. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol,
dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat.
Ibuprofen hanya sangat sedikit larut dalam air. Kurang dari 1 mg ibuprofen larut
dalam 1 ml air namun, jauh lebih mudah larut dalam alkohol atau campuran air.
2.1.5 SIFAT KIMIA DAN FARMAKOKINETIK
NSAID dikelompokkan dalam berbagai kelompok kimiawi, beberapa di
antaranya (propionic acid deretivative, inodole derivative, oxicam, fenamate,dll.)
keanekaragaman kimiawi ini memberi sebuah rentang karakteristik farmakokinetik
yang luas. Sekalipun ada banyak perbedaan dalam kinetika NSAID , mereka
mempunyai beberapa karakteristik yang sama. Sebagian besar dari obat ini diserap
dengan baik, dan makanan tidak mempengruhi biovailabilitas mereka secara
substansial. Sebagian besar dari NSAID sangat di metabolism, beberapa oleh
mekanisme fase I dan fase II dan lainnya hanya oleh glukuronidasi langsung (fase
II). Metabolisme dari seberapa besar NSAID berlangsung sebagian melalui enzim
P450 kelompok CYP3A dan CYP2P dalam hati. Sekalipun ekskresi ginjal adalah
rute yang paling penting untuk eliminasi terakhir, hampir semuanya melalui berbagai
tingkat ekskresi empedu dan penyerapan kembali (sirkulasi enterohepatis).
Kenyataanya tingkat iritasi seluruh cerna bagian bawah berkolerasi dengan jumlah
sirkulasi enterohepatis. Sebagian besar dari NSAID berikatan protein tinggi ,
biasanya dengan albumin.
8
2.1.6 MEKANISME KERJA
Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakidonat menjadi terganggu. Ada dua jenis siklooksigenase, yang
dinamakan COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat pada pembuluh darah, lambung, dan
ginjal, sedangkan COX- 2 keberadaannya diinduksi oleh terjadinya inflamasi oleh
sitokin dan merupakan mediator inflamasi. Aktivitas antipiretik, analgesik, dan anti
inflamasi dari ibuprofen berhubungan dengan kemampuan inhibisi COX-2, ibuprofen
menghambat COX-1 dan COX-2 dan membatasi produksi prostaglandin yang
berhubungan dengan respon inflamasi. Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim
siklooksigenase (COX), yang mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin H2
(PGH2). Prostaglandin H2, pada gilirannya, diubah oleh enzim lain untuk
prostaglandin bentuk lain (sebagai mediator nyeri, peradangan, dan demam) dan
tromboksan A2 (yang merangsang agregasi platelet dan menyebabkan pembentukan
bekuan darah).
Gambar 2. Mekanisme kerja Ibuprofen
9
Seperti aspirin, indometasin, dan kebanyakan NSAID lainnya, ibuprofen
dianggap non-selektif COX inhibitor yang menghambat dua isoform siklooksigenase
yaitu COX-1 dan COX-2. Sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi, yang
dicapai terutama melalui penghambatan COX-2, sedangkan penghambatan COX-1
akan bertanggung jawab untuk efek yang tidak diinginkan pada agregasi platelet dan
saluran pencernaan. Namun, peran isoform COX untuk analgetik, anti inflamasi, dan
efek kerusakan lambung dari NSAID tidak pasti dan senyawa yang berbeda ini
menyebabkan perbedaan derajat analgesia dan kerusakan lambung. Dalam rangka
untuk mencapai efek menguntungkan pada ibuprofen dan NSAID lainnya tanpa
mengakibatkan gastrointestinal ulserasi dan perdarahan, selektif COX-2 inhibitor
dikembangkan untuk menghambat COX-2 isoform tanpa terjadi penghambatan
COX-1.
2.1.7 FARMAKODINAMIK
Aktivitas anti inflamasi dari NSAID terutama diperantari melalui hambatan
biosintesis prostaglandin. Berbagai NSAID mungkin memiliki mekanisme kerja
tambahan, termasuk hambatan komitaksis, regulasi rendah, produksi interleukin-1,
penurunan produksi redaikal bebas dan superoksida, dan campur tangan dengan
kejadian-kejadian intraseluler yang diperantari kalsium. Aspirin secara ireversibel
mengasetilasi dan menyekat platelet cyloxigenase., tetapi NSAID yang lain adalah
penghambat- penghambat yang reversible. Selektivitas COX-1 versus COX-2 dapat
bervariasi dan tidak lengkap bagi bahan-bahan yang lebih lama, tetapi penghambat-
penghambat COX-2 yang sangat selektif sekarang bisa di dapat. Dalam pengujian
dengan memakai darah utuh manusia, entah mengapa, aspirin, indomethacine,
pirixicam, dan sulindac lebih efektif dalam menghambat COX-1, ibuprofen dan
mectofenamate menghambat kedua isozim yang kurang lebih sama. Hambatan
sintesis lipoxigenase oleh NSAID yang lebih baru, suatu efek yang di inginkan untuk
obat anti inflamasi , adalah terbatas tetapi mungkin lebih besar daripada dengan
aspirin. Benoxaprofen, NSAID lain yang lebih baru, diperlihatkan menghambat
sintesisi leuxotriene dengan baik tetapi di tarik kembali karena sifat toksiknya. Dari
NSAID yang sekarang ini bisa didapat , indomethacine dan diclofanac telah
dilaporkan mengurangi sintesis prostaglandin dan leukotriene. Kepentingan klinis
10
dari selektivitas COX-2 sekarang ini sedang diselidiki. Keefektifan mungkin tidak
terpengruh tetapi keamanan gastrointestinal mungkin dapat di tingkatkan. Gunakan
NSAID secara hati-hati pada pasien – pasien dengan riwayat gangguan perdarahan /
perdarahan gastrointestinal, penyakit hati, ginjal , dan cardiofaskuler berat.
Sedangkan keamanan NSAID pada kehamilan belum di tetapkan.
Ibuprofen hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai
sedang, dan efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan
jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi
tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang
merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, ibuprofen bekerja pada hipotalamus,
menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah
sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.
Ibuprofen akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam.
Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu
pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap
bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus. Ibuprofen
menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun
respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali
“thermostat” di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan
vasodilatasi.
Sebagai antiinflamasi, efek inflamasi dari ibuprofen dicapai apabila
penggunaan pada dosis 1200-2400 mg sehari. Inflamasi adalah suatu respon jaringan
terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan
lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin
dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak,
dan disertai gangguan fungsi. Ibuprofen dapat dimanfaatkan pada pengobatan
muskuloskeletal seperti artritis rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.
Namun, ibuprofen hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan
dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau
mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal.
11
2.1.8 FARMAKOKINETIK
Absorbsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam
plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. 90 %
ibuprofen terikat pada protein plasma. Onset sekitar 30 menit. Durasi ibuprofen
berkisar antara 6-8 jam. Absorpsi jika diberikan secara oral mencapai 85%. Metabolit
utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi dimetabolisme dihati untuk dua
metabolit utama aktif yang dengan cepat dan lengkap dikeluarkan oleh ginjal.
Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang
diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai metabolit atau konyugata (1%
sebagai obat bebas), beberapa juga diekskresi melalui feses. Ibuprofen masuk ke
ruang synovial dengan lambat. Konsentrasinya lebih tinggi di ruang synovial
dibandingkan diplasma.
2.1.9 INDIKASI
Efek analgesik dan antiinflamasi ibuprofen dapat digunakan untuk
meringankan gejala-gejala penyakit rematik tulang, sendi, gejala arthritis,
osteoarthritis, dan non-sendi. Juga dapat digunakan untuk meringankan gejala-gejala
akibat trauma otot dan tulang atau sendi (trauma muskuloskeletal). Meringankan
nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada dismenore primer (nyeri haid),
nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri setelah operasi dan sakit kepala.
Ibuprofen juga umumnya bertindak sebagai vasodilator, dapat melebarkan
arteri koroner dan beberapa pembuluh darah lainnya. Ibuprofen diketahui memiliki
efek antiplatelet, meskipun relatif lebih lemah bila dibandingkan dengan aspirin atau
obat lain yang lebih dikenal sebagai antiplatelet. Dapat digunakan pada neonatus
dengan paten duktus arteriosus, disfungsi ginjal, nekrotizing enterokolitis, perforasi
usus, dan perdarahan intraventrikular, efek protektif neuronal.
12
Ibuprofen lisin diindikasikan untuk penutupan duktus arteriosus paten pada
bayi prematur dengan berat antara 500 dan 1.500 gram, yang tidak lebih dari 32
minggu usia kehamilan saat restriksi cairan, diuretik, dukungan pernafasan tidak
efektif.
2.1.10 KONTRAINDIKASI
Ibuprofen tidak dianjurkan pada pasien dengan hipersensitif terhadap
Ibuprofen dan obat antiinflamasi non-steroid lain, penderita dengan ulkus peptikum
(tukak lambung dan duodenum) yang berat dan aktif. Penderita sindroma polip
hidung, asma, rhinitis angioedema dan penderita dimana bila menggunakan asetosal
atau obat antiinflamasi non-steroid lainnya akan timbul gejala asma,rinitis atau
urtikaria. kehamilan tiga bulan terakhir dan menyusui.
2.1.11 EFEK SAMPING
Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu. Prostaglandin terlibat
dalam pelepasan renin, vaskular lokal, sirkulasi regional, keseimbangan air, dan
keseimbangan natrium. Prostaglandin juga menstimulasi perbaikan sel epitelial
gastrointestinal dan menstimulasi sekresi bikarbonat dari sel epitelial. Hal ini
menyebabkan ibuprofen dapat menurunkan sekresi mukus yang berfungsi sebagai
pelindung dalam lambung dan usus kecil, dan juga dapat menyebabkan
vasokonstriksi pada mukosa lambung. Selain itu efek samping pada gastrointestinal
meliputi stress lambung, kehilangan darah tiba-tiba, diare, mual, muntah, heartburn,
dispepsia, anoreksia, konstipasi, distress atau karma atau nyeri abdominal, kembung,
kesukaran mencerna, dan rasa penuh pada perut juga dapat disebabkan oleh
penggunaan ibuprofen.
Efek samping pada sistem kardiovaskular antara lain edema perifer, retensi
air, dan perburukan CHF. Pada sistem saraf pusat antara lain dizzines, mengantuk,
13
vertigo, sakit kepala ringan, dan aseptik meningitis. Pada mata, telinga dan
nasofaring antara lain gangguan penglihatan, fotopobia, dan tinnitus. Pada
genitourinaria antara lain menometrorrhagia, hematuria, cistisis, acute renal