MAKALAH SISTEM PENCERNAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ”ULKUS PEPTIKUM” Disusun Oleh: Kelompok III PUTRA PURNOMO : 1026010234 ELI FAHMIATI : 1026010216 MARLINA : 1026010230 DEDI DORES : 1026010233 Dosen Pembimbing : Ns. Hanifah, S.Kep SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU 2012 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................. i KATA PENGANTAR............................................. ii DAFTAR ISI.................................................iii
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH SISTEM PENCERNAANASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
”ULKUS PEPTIKUM”
Disusun Oleh:Kelompok III
PUTRA PURNOMO : 1026010234 ELI FAHMIATI : 1026010216
MARLINA : 1026010230DEDI DORES : 1026010233
Dosen Pembimbing : Ns. Hanifah, S.Kep
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANTRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 1
Syukur alhamdulilah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus Peptikum”” ini dengan baik. Tujuan pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan dan juga sebagai
panduan belajar.
Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan.
Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi
pembaca dan memberikan informasi yang baru dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini terutama dosen Pengajar, dan teman-teman yang telah mendukung.
Bengkulu, Oktober 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bedasarkan penelitian bahwa 5%-15% dari populasi di Amerika Serikat mengalami
ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui, kejadian ini telah menurun
sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir. Ulkus duodenum terjadi 5 sampai 10 klai lebih
sering dari pada ulkus lambung.
Penyakit ini terjadi dengan rekuensi paling besar pada individu antara usia 40 – 60
tahun dan tetapi relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah dionservasi pada
anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkena tiga kali lebih banyak dari pada wanita, tetapi
terdapat beberapa bukti bahwa incident pada wanita meningkat setelah menopause.
Di Indonesia juga terjadi hal demikian hampir sama dengan bahkan lebih banyak dari
pada Negara luar seperti amerika karena Negara Indonesia merupakan Negara berkembang.
Dari data di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang ulkus
dan mengapa ulkus kerap terjadi di setiap individu serta bagaimana cara mengatasinya. Maka
dari itu penulis mengangkat sebuah makalah dengan judul Askep Klien Dengan Ulkus
Peptikum.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
a. Tujuan Umum :
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan.
Mengetahi cara pembuatan asuhan keperawatan klien dengan penyakit
ulkus peptikum.
b. Tujuan Khusus :
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ulkus peptikum tersebut
Untuk mengetahui bagaimana proses tindakannya dan bagaimana
penatalaksanaan serta pengobatannya
1.2 Manfaat
1. Penulis semakin terlatih dalam membuat makalah dan asuhan keperawatan.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya tentang penyakit Ulkus peptikum.
3. Dapat menambah referensi bagi pembaca tentang tentang konsep penyakit dan askep pada
ulkus peptikum.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Teori
2.1.1 Anatomi Fisiologi
Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang berjalan
dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.
Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan
melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin yang
penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi komponen
yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi
usus halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada awalnya dicerna dalam bentuk
lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi nutrisi unsur pokoknya melalui
proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu mengabsorpsi cairan dan elektrolit
(Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).
2.1.2 Pengertian
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang menyebutkan
kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada tahun 1586 menjadi
orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui autopsi, pada tahun 1688
Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada tahun 1737, Morgagni juga
menyebutkan kondisi ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsi (Angel, 2006).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas
mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga sebagai
ulkus(Fry, 2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian
saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum,
jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus
akut dan ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan
mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).
Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang
penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang
berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya
persamaan serta perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus
duodenum, maka pada proses keperawatan ini akan dibahass bersamaan agar memudahkan
dalam asuhan keperawatan.
Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding
mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai
ulkus lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner.
2002. hal.1064).
Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-
kadang sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan
dengan asam lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang
terdapat pada bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum bagian atas ( first
portion of the duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum yaitu penderita yang
mengalami gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).
Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas
sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stress).
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejunum.( Sylvia, A. Price, 2006).
2.1.3 Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori
yang menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung. Sebagai contoh
berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa
disertai dengan alkorida.
2. Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum diketahui dengan
benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O
kemunkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar dibandingkan golngan
lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah A, baik
berupa tukak yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering
ditemukan kelainan pada korpus lambung.
3. Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. Berdasarkan
pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan duodenum dapat
dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma primer atau sekunder dan
hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya
pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi
besar dan lain-lainnya yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
4. inflamasi bakterial
Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga sebagai
penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya pada hasil
pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis lebih besar dari pada
inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik
mikrooganisme.
5. Inflamasi non bakterial
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab didasarkannya
inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang mana dapat disebutkan
juga antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai penyebab dari gasthritis
Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang akut.
Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak
yang akut.
6. Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering ditemukan pada
otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark, karena asam getah lambung dan
dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose.
7. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat
menimbulkan tukak peptik.
8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
9.
.Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan
salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata golongan salisilat
hanya akan menyebabkan erosi lokal.
10. Herediter.
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada pengaruhnya
dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang menderita tukak, jika
dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa perlu
ditegakkan
11. Berhubungan dengan penyakit lain.
a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan tempat
timbulnya erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis lebih banyak
jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum wanita dengan sirosis
biliaris ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi duodenum berkurang.
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan. Bertambah
banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah beratnya emfisema dan
corpulmonale.
12. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan jaringan
dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.
2.1.4 Patofisiologi
Penyebab Umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan sekresi dan
lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal dan
netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum. Semua daerah yang secara normal terpapar
oleh cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus
campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel
mukus pada leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar
mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus
yang sangat alkali (Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi
oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang mengandung
sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung
sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-
ion bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada
beberapa inci pertama dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati
(Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa netralisasi
cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini menghambat
sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun secara hormonal sehingga
menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
2. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus, kemudian
melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat dari cairan pancreas-
yang mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi - sehingga tersedia natrium
bikarbonat untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan oleh salah-satu
dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung, atau (2)
berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk berlindung dari sifat
pencernaan dari kompleks asam –pepsin.
Penyebab khusus
1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalamlima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikum menderita
infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenumoleh bakteri
H.pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila
kuman diberantas dengan obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri dapat melakukan
penetrasi sawar mukosa lambung, baik dengan kemampuanya sendiri untuk menembus sawar
maupun dengan melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya,
cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi kedalam
jaringan epithelium dan dapat mencernakan epitel, bahkan juga jaringan-jaringan di
sekitarnya. Keadaan ini dapat menuju pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum, jumlah
sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal.
Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,
percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam
lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi
cairan yang berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat
mengalaami depresi atau kecemasan dan merokok.
3. Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti Indometasin, Ibupropen,
Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat
sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik- termasuk pada epitel lambung
dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3 sehingga memperlemah
perlindungan mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local
melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi
trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).
4. Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas,
gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf pusat (Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini
berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih
parah.
5. Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas yang berlimpah
dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.
Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang berlanjut pada ulkus
akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan parut; maka akan terjadi penetrasi
dari seluruh dinding lambung.
2.1.5 Klasifikasi
No Ulkus duodenal Ulkus Lambung1 Insidens
Usia 30-60 tahunPria: wanita → 3:1Terjadi lebih sering dari pada ulkus lambung
Insiden Biasanya 50 tahun lebihPria:wanita → 2:1
2 Tanda dan gejala Tanda dan gejala
Hipersekresi asam lambungDapat mengalami penambahan berat badanNyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.Makan makanan menghilangkan nyeriMuntah tidak umumHemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus lambung tetapi bila ada milena lebih umum daripada hematemesis.Lebih mungkin terjadi perforasi daripada ulkus lambung
Normal sampai hiposekresi asam lambungPenurunan berat badan dapat terjadiNyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah makan; jarang terbangun pada malam hari;dapat hilang dengan muntah.Makan makanan tidak membantu dan kadang meningkatkan nyeri.Muntah umum terjadiHemoragi lebih umum terjadi daripada ulkus duodenal, hematemesis lebih umum terjadi daripada milena.
3 Kemungkinan Malignansi Jarang
Kemungkinan malignansi Kadang-kadang
4 Faktor Risiko Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress.