Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pencampuran adalah salah satu operasi farmasi yang
paling umum. Sulit untuk menemukan produk farmasi dimana
pencampuran tidak dilakukan pada tahap pengolahan.
Pencampuran dapat didefinisikan sebagai proses di mana
dua atau lebih komponen dalam kondisi campuran terpisah
atau kasar diperlakukan sedemikian rupa sehingga setiap
partikel dari salah satu bahan terletak sedekat mungkin
dengan partikel bahan atau komponen lain. Tujuan
pencampuran adalah memastikan bahwa ada keseragaman
bentuk antara bahan tercampur dan meningkatkan reaksi
fisika atau kimia. Bentuk sediaan semi padat digunakan
ketika resep dokter memerlukan kombinasi dari dua atau
lebih salep atau krim dalam rasio tertentu atau
penggabungan obat ke dalam salep atau basis krim. Karena
pencampuran langsung dari bahan-bahan tidak selalu dapat
dilaksanakan, penggabungan agen lain diperlukan untuk
memastikan partikel berukuran halus. Alat pencampur
sediaan semi padat diantaranya adalah spatula, mortar dan
stamper, ointment slab, blender, homogenizer, mixer,
agitator mixers, shear mixers, ultrasonic mixers,
planatory mixer, double planetary mixers, sigma mixer,
colloid mill, dan. triple-roller mill. Proses pencampuran
adalah salah satu operasi yang paling umum digunakan
dalam pembuatan sediaan farmasi. Berbagai macam bahan
1
Page 2
seperti cairan, semi padat dan padat memerlukan
pencampuran selama mereka menjadi formulasi bentuk
sediaan, karena itu, pilihan yang tepat dari pencampuran
adalah peralatan diperlukan mengingat sifat fisik dari
bahan-bahan seperti densitas, viskositas, pertimbangan
ekonomi mengenai waktu proses diperlukan untuk
pencampuran dan daya serta biaya peralatan dan
pemeliharaan
Seiring dengan perkembangan di bidang obat, bentuk
sediaan dalam bidang farmasi juga semakin bervariasi.
Sediaan obat tersebut antara lain sediaan padat seperti
serbuk, tablet, kapsul. Sediaan setengah padat seperti
salep, cream, pasta, suppositoria dan gel, serta bentuk
sediaan cair yaitu suspensi, larutan, dan emulsi. Dengan
adanya bentuk sediaan tersebut diharapkan dapat memberikan
kenyamanan dan keamanan bagi konsumen. Salah satu contoh
sediaan farmasi yang beredar di pasaran, Apotek, Instalasi
kesehatan, maupun toko obat adalah sediaan cair (liquid).
Dengan demikian pembuatan sediaan liquid dengan
aneka fungsi sudah banyak digeluti oleh sebagian besar
produsen. Sediaan yang ditawarkanpun sangat beragam mulai
dari segi pemilihan zat aktif serta zat tambahan, sensasi
rasa yang beraneka ragam, hingga merk yang digunakan pun
memiliki peran yang sangat penting dari sebuah produk
sediaan liquid.
Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair,
mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau
terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada saat
2
Page 3
diaplikasikan. Sediaan cair atau sediaan liquid lebih
banyak diminati oleh kalangan anak-anak dan usia lansia,
sehingga satu keunggulan sediaan liquid dibandingkan
dengan sediaan-sediaan lain adalah dari segi rasa dan
bentuk sediaan.
Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap
bentuk sediaan solid dalam hal kemudahan pemberian obat
terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid ini.
Selain itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan
pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan
sendok takar.
Dari penyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam pembuatan sediaan liquid terdapat kelebihan dan
kekurangan. Diharapkan agar dapat mempertahankan
kelebihannya, dan mengatasi kekurangan tersebut dengan
membuatnya lebih baik lagi, agar dapat diterapkan dalam
dunia kerja dan bisa didapatkan efek terapi yang
diharapkan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana teknik compounding untuk sediaan liquid ?
2.Apa masalah compounding untuk sediaan liquid ?
3.Bagaimana cara mengatasi masalah compounding untuk
sediaan liquid ?
1.3. TUJUAN
1.Untuk mengetahui dan memahami cara pembuatan dan
teknik compounding sediaan liquid.
3
Page 4
2.Untuk mengetahui masalah apa yang terjadi pada proses
compounding sediaan liquid.
3. Mampu mengatasi masalah yang terjadi pada sediaan
liquid.
4
Page 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI COMPOUNDING
Menurut USP 2004 Compounding merupakan proses
melibatkan pembuatan (preparation), pencampuran (mixing),
pemasangan (asembling), pembungkusan (packaging), dan
pemberian label (labelling) dari obat atau alat sesuai
dengan resep dokter yang berlisensi atas inisiatif yang
didasarkan atas hubungan
dokter/pasien/farmasis/compounder dalam praktek
profesional.
2.2. TEKNIK COMPOUNDING
Pencampuran merupakan salah satu pekerjaan yang
sangat umum dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
(Lachman,1989). Pencampuran adalah proses yang
menggabungkan bahan-bahan yang berbeda untuk
menghasilkan produk yang homogen. Pencampuran dalam
sediaan farmasi dapat diartikan sebagai proses
penggabungan dua atau lebih komponen sehingga setiap
partikel yang terpisah dapat melekat pada partikel dari
komponen lain (Bhatt dan Agrawal, 2007).
Tujuan dilakukannya pencampuran selain
menghomogenkan bahan-bahan juga untuk memperkecil ukuran
partikel, melakukan reaksi kimia, melarutkan komponen,
membuat emulsi, dan lain-lain, sehingga tidak jarang
dalam teknologi farmasi digunakan beberapa alat
5
Page 6
pencampur / mixer dengan jenis yang berbeda untuk
mengolah bahan-bahan obat. Tidak hanya bahan-bahan obat
yang akan mempengaruhi produk suatu obat, teknik
pencampuran pun dapat mempengaruhi produk obat yang
dihasilkan.
Menurut Bhatt dan Agrawal (2007), beberapa contoh
pencampuran skala besar dalam bidang farmasi :
1. pencampuran bubuk/sebuk dalam pembuatan granul dan
tablet
2. pencampuran kering (dry mixing) dalam proses kompresi
langsung sediaan tablet dan kapsul
3. pencampuran bubuk/serbuk dalam pembuatan sediaan
kosmetik seperti bedak
4. pembuatan serbuk yang larut dalam larutan untuk
pengisian dalam kapsul lunak dan sirup
5. pencampuran dua cairan yang tidak saling larut,
seperti sediaan emulsi
Mekanisme pencampuran cairan secara esensial
masuk dalam empat kategori, yaitu : transpor bulk,
aliran turbulen, aliran laminer, dan difusi molekuler.
Biasanya lebih dari satu dari proses – proses ini yang
dilakukan pada proses pencampuran (Lachman, 1989).
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pencampuran yaitu :
1. sifat fisik dari bahan yang akan dicampur, seperti
kerapatan, viskositas, dan kemampuan bercampur
2. segi ekonomi, menyangkut pemrosesan
3. waktu, waktu yang dibutuhkan untuk mencampur
6
Page 7
4. alat, kemudahan mencampur, perawatan, dan
pembersihannya (Lachman, 1989).
Berdasarkan pengaturan penambahan suatu cairan
atau larutan serbuk berupa bahan pengikat dan reaksi
mekanik maka proses pencampuran terdiri dari low shear
dan high shear. Shear adalah jumlah tekanan mekanik pada
rotor (Tousey, 2002).
Pada proses pencampuran solid-liquid, digunakan
metode shear mixing. Alat yang digunakan adalah shear
nmixer. Mesin ini dirancang untuk mengurangi ukuran
partikel dan mencampur. Metode pencampuran ini memiliki
efisiensi yang lebih baik daripada metode pencampuran
lain. Kecepatan putaran mesin ini 3000-15000 rpm.
High shear adalah suatu metode pengadukan,
dimana cairan dengan kekentalan rendah (biasanya air)
ditambahkan ke dalam campuran serbuk yang telah
mengandung pengikat yang kemudian dicampur dengan sisa
bahan dalam formulasi (Tousey, 2002). Namun, penggunaan
high shear mixing pada kondisi tertentu dapat digunakan
untuk membantu serbuk yang mempunyai karakteristik
khusus/sulit tercampur terdispersi ke dalam cairan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pencampuran
Cair-Padat :
1.Bejana Pengaduk
Dalam industri kimia, bejana pengaduk merupakan
tangki pengaduk ataupun autoklaf. Penggunaan bejana
ini disesuaikan dengan maksud dan tujuan pencampuran.
Misalnya untuk operasi kontinyu seringkali
7
Page 8
dipergunakan tangki pengaduk, sedangkan untuk maksud
pencampuran bertekanan digunakan autoklaf.
Wadah pengaduk biasanya adalah berbentuk silinder
terbuka atau tertutup sedikit sesuai jenis reaksi yang
akan dilangsungkan. Kebanyakan dari wadah pengaduk
dibuat dari bahan isolator ataupun semi konduktor.
Tangki pengaduk atau tanki reaksi biasanya didesain
untuk melakukan reaksi-reaksi pada tekanan diatas
tekanan atmosfer, namun seringkali juga digunakan untuk
proses lain seperti pencampuran, pelarutan, penguapan,
ekstraksi ataupun kristalisasi.untuk pertukaran panas,
tangki biasanya dilengkapi dengan mantel ganda yang
dilas atau disambung dengan flens, atau dilengkapi
dengan kumparan berbentuk pipa yang di las.
Untuk mencegah kerugian panas yang tidak
dikehendaki, tangki dapat diisolasi. Perlu diingat bahwa
tangki pengaduk didesain sesuai dengan keperluan,
misalnya untuk reaksi dalam beberapa sistem operasi
(terisolasi, terbuka ataupun tertutup), proses kerja dan
keperluan pengerjaan. Oleh karena itu kadangkala tangki
dilengkapi dengan berbagai lubang khusus. Lubang-lubang
khusus ini misalnya : sumbu pengaduk/penyekat, pipa
penyuling, alat ukur pengendali, saluran pemasukan dsb.
(Lachman, 1989)
2.3. BENTUK SEDIAAN LIQUID
Bentuk sediaan liquid merupakan sediaan dengan
wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif yang
8
Page 9
terlarut atau terdispersi stabil dalam medium, yang
homogen pada saat diaplikasikan. Bentuk sediaan liquid
dalam konsistensi cairnya, memiliki keunggulan terhadap
bentuk sediaan solid dalam hal kemudahan pemberian obat
terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid
ini. Selain itu, dosis yang diberikan relative lebih
akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan
penggunaan sendok takar. Namun, bentuk sediaan ini tidak
sesuai untuk zat aktif yang tidak stabil terhadap air.
Dengan kemasan botol dan penggunaan sendok takar untuk
sediaan oral, maka tingkat kepraktisan bentuk sediaan
ini relative lebih rendah jika dibanding bentuk sediaan
solid.
Untuk pemakaian topical, keunggulan bentuk sediaan
liquid, jika dibanding bentuk sediaan solid maupun
semisolid, terletak pada daya sebar dan
bioadhesivitasnya, selama viskositasnya optimum. Namun
terkait daya lekat dan ketahanan pada permukaan kulit,
bentuk sediaan liquid relative lebih rendah jika
dibanding bentuk sediaan semisolid. Hal ini terutama
berhubungan dengan tingkat viskositas dari kedua bentuk
sediaan tersebut. Ragam bentuk sediaan liquid yang akan
didiskusikan dalam makalah ini adalah larutan, emulsi
dan suspensi.
1. LARUTAN
Larutan merupakan sediaan liquid yang mengandung
satu atau lebih zat aktif (solute) yang terlarut dalam
medium/pelarut/solvent yang sesuai.
9
Page 10
Medium/pelarut/solvent yang universal adalah air.
Namun demikian, ada berbagai jenis solvent lain yang
digunakan, antara lain minyak dan etanol. Kriteria
yang berlaku untuk suatu sediaan larutan adalah bahwa
sediaan tersebut harus:
a. Aman dalam penggunaannya (tidak toksik, tidak
iritatif, tidak alergenik)
b. Homogen
c. Zat aktif harus terlarut sempurna dan stabil dalam
medium
Dengan persyaratan yang mendasar dari larutan bahwa
semua komponen solute harus terlarut, maka
kelarutan (solubility) suatu bahan dalam medium
memegang peranan penting. Yang dimaksud dengan
kelarutan (solubility) adalah ratio sejumlah solute
yang larut dalam pelarut yang sesuai.
d. Tidak boleh ada partikel yang mengapung, melayang,
atau mengendap pada sistem larutan
e. Viskositas dan daya sebar memungkinkan untuk
penuangan maupun aplikasi dengan mudah.
Dalam larutan oral, dikenal istilah sirup dan
elixir. Istilah sirup terkait dengan penggunaan gula
dengan kadar 60-80%, sedangkan elixir terkait dengan
keberadaan etanol (dengan proporsi bervariasi) yang
berfungsi sebagai cosolvent.
Cosolvent merupakan bahan yang dapat membentu
kelarutan suatu solute dalam medium utamanya. Contoh
cosolvent selain etanol yang sering digunakan adalah
10
Page 11
propylene glycol, isopropyl alcohol. Penggunaan
cosolvent selain mempertimbangkan kadar dan kapasitas
cosolvensinya, juga harus mempertimbangkan faktor
keamanan pada pemakaian (tidak toksik), halal/tidaknya
solvent tersebut saat digunakan per oral (telan).
Sehubungan dengan pemakaian larutan oral,
penggunaan sendok takar memegang peranan penting,
untuk memastikan kebenaran dosis sediaan yang
dikonsumsi oleh pasien. Sangat tidak dianjurkan untuk
menggunakan sendok makan atau sendok teh rumah tangga,
mengingat volume yang belum tentu sesuai dengan volume
yang tertara sebagai sendok makan (15 mL) atau sendok
teh (5 mL) pada standar peresepan. Di dalam Farmakope
Indonesia edisi IV (1995) untuk merujuk takaran sendok
sudah digunakan istilah sendok besar (15 mL) dan
sendok kecil (5 mL). Larutan tidak hanya digunakan
untuk keperluan per oral saja, namun juga parenteral
dan topical. Larutan parenteral memerlukan tambahan
criteria khusus yaitu sterilitas dan bebas pyrogen.
(http://romdhoni.staff.gunadarma.ac.id)
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
desain sediaan larutan, antara lain:
1. Tujuan terapi dan jalur pemberian. Dalam tujuan
terapi ini perlu dipastikan:
a. Apakah dibutuhkan sediaan yang mampu memberikan
onset cepat,
b. Apakah perlu secara per oral atau parenteral.
11
Page 12
c. Zat aktif apa yang sekiranya memberikan efikasi
dan keamanan dalam terapi tersebut.
2. Zat aktif dan pemilihan medium
a. Kelarutan zat aktif terpilih dalam medium yang
sesuai.
b. Stabilitas zat aktif dalam medium
c. Kadar zat aktif yang akan diformulasikan
d. Kebutuhan peran viscocity enhancer atau cosolvent
e. Kebutuhan peran additives, seperti misalnya:
gula/pemanis, flavoring agent, coloring agent,
preservative,antioksidant
3. Desain kemasan baik primer (yang bersentuhan dengan
produk) ataupun sekunder (yang mengemas kemasan
primer).
Jenis Larutan
Berdasarkan pemakaian:
1. Larutan oral
Adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih
zat dengan/ tanpa aroma, pemanis, pewarna yang
larut dalam air atau campuran kosolven air yang
pemakaiannya melalui oral. Contohnya : sirup, sirup
simpleks, eliksir.
a. Potiones (Obat Minum)
Sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau
tanpa bahan pengaroma, pemanis, atau pewarna yang
12
Page 13
larut dalam air atau berbentuk emulsi atau
suspensi.
b. Elixir
- Sediaan yang mengandung bahan obat dan bahan
tambahan (pemanis, pengawet, pewangi) sehingga
memiliki bau dan rasa yang sedap dan sebagai
pelarut digunakan campuran air-etanol.
- Etanol berfungsi untuk mempertinggi kelarutan
obat. Elixir dapat pula ditambahkan glycerol,
sorbitol, atau propilenglikol.
c. Sirup
- Sirup simplex, mengandung 65 % gula dalam larutan
nipagin 0,25 %b/v
- Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obat
dengan atau tanpa zat tambahan, digunakan untuk
pengobatan.
- Sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi
mengandung zat pewangi atau penyedap lain.
Penambahan sirup ini bertujuan untuk menutup
rasa atau bau obat yang tidak enak.
d. Netralisasi
Obat minum yang dibuat dengan mencampurkan
bagian asam dan bagian basa sampai reaksi
selesai dan larutan bersifat netral. Mis;
solutio citratis magnesii.
e. Saturatio
13
Page 14
- Obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam
dan basa tetapi gas yang terjadi ditahan dalam
wadah sehingga larutan jenuh dengan gas.
- Pembuatan:
Komponen basa dilarutkan dalam 2/3 bagian air
yang tersedia. Mis NaHCO3 digerus tuang kemudian
masuk botol.
Komponen asam dilarutkan dalam 1/3 bagian air
yang tersedia.
2/3 bagian asam masuk basa, gas dibuang
seluruhnya. Sisa asam dituang hati-hati lewat
tepi botol, segera tutup dengan sampagne knop
sehingga gas yang terjadi tertahan.
f. Potio Effervescent
Saturatio yang CO2 nya lewat jenuh.
- Pembuatan :
i. Langkah 1 dan 2 sama dengan pada saturatio
ii. Langkah 3 : seluruh bagian asam dimasukkan
ke dalam basa dengan hati-hati, segera tutup
dengan sampagne knop.Gas CO2 umumnya
digunakan untuk pengobatan, menjaga
stabilitas obat, dan kadang-kadang dimasudkan
untuk menyegarkan rasa minuman.
iii. Hal yang harus diperhatikan untuk sediaan
saturatio dan potio effervescent adalah :
iv. Diberikan dalam botol yang kuat, berisi
kira-kira 9/10 bagian dan tertutup kedap
14
Page 15
dengan gabus atau karet yang rapat. Kemudian
diikat dengan sampagne knop.
v. Tidak boleh mengandung bahan obat yang sukar
larut, karena tidak boleh dikocok.
Pengocokan menyebabkan botol pecah karena
botol berisi gas dalam jumlah besar.
- Penambahan Bahan-bahan
Zat-zat yang dilarutkan dalam bagian asam
Zat netral dalam jumlah kecil. (jumlah besar
dilarutkan dalam asam sebagian dilarutkan
dalam basa, berdasarkan perbandingan jumlah
airnya).
Zat-zat mudah menguap.
Ekstrak dalam jumlah kecil dan alkaloid
Sirup
Zat-zat yang dilarutkan dalam bagian basa
Garam dari asam yang sukar larut. Mis Natrii
benzoas, Natrii salisilas.
Bila saturasi mengandung asam tartrat maka
garam-garam kalium dan amonium harus
ditambahkan ke dalm bagian basanya, bila
tidak akan terbentulk endapan kalium atau
amonium dari asam tartrat.
g. Guttae (drop)
- Obat tetes : sediaan cair berupa larutan, emulsi
atau suspensi, apabila tidak dinyatakan lain
dimaksudkan untuk obat dalam.
15
Page 16
- Digunakan dengan cara meneteskan menggunakan
penetes yang menghasilkan tetesan yang setara
dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku
yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia.
- Pediatric drop : obat tetes yang diguanakan
untuk anak-anak atau bayi.
2. Larutan topical
Adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi
seringkali mengandung pelarut lain seperti etanol
dan poliol yang pemakaiannya untuk bagian luar
tubuh. Contohnya : Collyrium Guttae, Ophthalmicae,
Gargarisma, Guttae Oris, Guttae Nasalis,
Inhalation, Injectiones , Lavement, Douche.
(Syamsuni, 2006)
a. Collyrium
- Sediaan berupa larutan steril, jernih, bebas
zarah asing, isotonis digunakan untuk
membersihkan mata, dapat ditambahkan zat dapar
dan zat pengawet.
- Catatan :
- Pada etiket harus tertera : Masa penggunaan
setelah tutup dibuka dan ”obat cuci mata”.
- Collyrium yang tidak mengandung zat pengawet
hanya boleh digunakan lama 2 jam setelah botol
dibuka tutupnya. Yang mengandung pengawet dapat
digunakan paling lama 7 hari setelah botol
dibuka tutupnya.
16
Page 17
b. Guttae ophthalmicae
Obat tetes mata : larutan steril bebas partikel
asing merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas
sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada
mata.
Tetes mata juga tersedia dalam bentuk suspensi,
partikel halus dalam bentuk termikronisasi agar
tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada
kornea.
c. Gargarisma (Gargle)
Gargarisma atau obat kumur mulut adalah sediaan
berupa larutan umumnya dalam keadaan pekat yang
harus diencerkan dahulu sebelum digunakan.
Dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan
atau pengobatan infeksi tenggorokan.
Penandaan : Petunjuk pengencern sebelum digunakan
dan ”hanya untuk kumur, tidak ditelan”
d. Litus Oris
Oles bibir adalah sediaan cair agak kental dan
pemakaiannya secara disapukan dalam mulut.
Cth: Lar 10 % borax dalam gliserin
e. Guttae Nasales
Tetes hidung adalah obat yang digunakan untuk
hidung dengan cara meneteskan obat ke dalam
rongga hidung,
Dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan
pengawet.
17
Page 18
Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh
digunakan sebagai cairan pembawa.
f. Inhalationes
Sediaan yang dimaksudkan untuk disedot hidung
atau mulut atau disemprotkan dalam bentuk kabut
ke dalam saluran pernafasan.
Tetesan butiran kabut harus seragam dan sangat
halus sehingga dapat mencapai bronkhioli.
Inhalasi merupakan larutan dalam air atau gas.
Penandaan : Pada etiket ditulis ”Kocok dahulu”
g. Epithema/Obat Kompres
Cairan yang dipakai untuk mendatangkan rasa
dingin pada tempat yang sakit dan panas karena
radang atau berdasarkan sifat perbedaan tekanan
osmose, digunakan untuk mengeringkan luka
bernanah.
Cth : Sol Rivanol, campuran Borwater-revanol
Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut :
1. Spirit
Adalah larutan yang mengandung etanol atau
hidroalcohol dari zat yang mudah menguap, dari
bahan-bahan yang berbau harum.
2. Tinctur
18
Page 19
Adalah larutan yang mengandung etanol atau
hidroalkohol dibuat dari bahan tumbuhan atau
senyawa kimia.(M.Anief, 2007)
Dalam Farmakope Edisi III Kelarutan suatu zat yang
tidak diketahui secara pasti dapat dinyatakan dengan
istilah sebagai berikut:
Istilah kelarutan
Jumlah bagian pelarut yang
diperlukan untuk melarutkan
1 bagian zatSangat mudah larut < 1
Mudah larut 1- 10Larut 10-30
Agak sukar larut 30-100Sukar larut 100-1000
Sangat sukar larut 1000-10000Praktis tidak
larut
>10000
2. EMULSI
Menurut FI III : 9 Emulsi adalah sediaan yang
mengandung bahan obat cair atau cairan obat
terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan
zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Menurut RPS
18 th : 298 Emulsi adalah suatu sistem terdispersi yang
terdiri dari paling sedikit 2 fase cairan yang tidak
saling bercampur. Sebagian besar dari emulsi
konvensional dalam farmasi memiliki ukuran partikel
terdispersi dalam diameter dari 0,1 sampai 100 mm.
19
Page 20
Menurut Lachman : 1029 Emulsi adalah suatu campuran yang
tidak stabil secara termodinamika yang terdiri dari 2
cairan yang tidak saling bercampur. Menurut Parrot : 354
Emulsi adalah suatu sistem polifase dari 2 campuran
yang tidak saling bercampur. Salah satunya
tersuspensi dengan bantuan emulgator keseluruh
partikel lainnya. Ukuran diameter partikelnya 0.2 –
50 m. Menurut Physical Pharmacy : 522 Emulsi adalah sistem
yang tidak stabil secara termodinamika mengandung
paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur
satu diantaranya terdispersi sebagai globul-globul
(fase pendispersi) dalam fase cair lainnya (fase
kontinyu) distabilkan dengan adanya bahan
pengemulsi/emulgator.
Emulgator adalah suatu bahan yang dalam
strukturnya memiliki bagian yang lyofilik maupun
lyofobik, yang mampu mengakomodasi droplet-droplet
cairan yang tidak saling campur, untuk dapat
terdispersi dengan stabil. Contoh dari emulgator
adalah: Pulvis Gummi Arabicum (PGA), Tween, dan Span.
HLB (hydrophyl-lipophyl balance) merupakan suatu
tingkat keseimbangan bagian hidrofil dan bagian
lipofil dari suatu emulgator dalam membentuk emulsi
yang stabil. Untuk mendesain suatu emulsi, seorang
formulator perlu memahami HLB dari emulgator atau
campuran emulgator yang akan digunakan, untuk
menstabilkan emulsi sesuai tipe emulsi yang
dikehendaki. Lebih daripada itu, beberapa fase minyak
20
Page 21
juga mengindikasikan kebutuhan HLB (required HLB) yang
harus dipunyai oleh emulgator untuk menstabilkan
emulsi pada dua jenis tipe emulsi.
Kriteria emulsi yang baik adalah:
a. Aman
b. Efektif dan efisien sesuai dengan tujuan terapi
c. Merupakan disperse homogen antara minyak dengan
air
d. Stabil baik secara fisik maupun khemis dalam
penyimpanan
e. Memiliki viskositas yang optimal, sehingga mampu
menjaga stabilitas dalam penyimpanan, serta dapat
dituangkan dengan mudah
f. Dikemas dalam kemasan yang mendukung penggunaan
dan stabilitas obat.
Dalam emulsi dikenal istilah fase dispers dan medium
pendispersi. Ada
dua jenis tipe emulsi secara umum, yaitu:
1. Tipe air/minyak (A/M).
Tipe A/M berarti air (fase terdispersi) terdispersi
dalam minyak (medium).
2. Tipe minyak/air (M/A).
Tipe M/A berarti minyak (fase terdispersi)
terdispersi dalam air (medium).
Secara khusus dikenal pula tipe air/minyak/air
dan tipe minyak/air/minyak.
Untuk membedakan tipe emulsi tersebut dapat
dilakukan dengan cara:
21
Page 22
1. Pemberian pewarna yang larut pada salah satu
fase, kemudian dilakukan pengamatan secara
mikroskopis terhadap kondisi emulsi yang telah
terwarnai salah satu fasenya.
Contoh: semisal digunakan methylen blue yang
larut air, apabila diamati melalui mikroskop,
yang terwarnai adalah dropletnya, maka emulsi
tersebut bertipe A/M, begitu juga sebaliknya.
Jika digunakan Sudan III yang larut minyak,
apabila diamati melalui mikroskop, yang
terwarnai adalah dropletnya, maka emulsi
tersebut bertipe M/A, begitu juga sebaliknya
Catatan: untuk pemastian hasil, emulsi perlu
ditest dengan 2 jenis pewarna tersebut.
2. Pengenceran dengan menggunakan cairan salah satu
fase. Jika cairan untuk mengencerkan tersebut
bercampur dengan emulsi, maka dapat dipastikan
bahwa cairan tersebut berperan sebagai medium
pendispersi.
Catatan: untuk pemastian hasil, emulsi perlu
ditest dengan 2 jenis cairan tersebut.
Sistem emulsi merupakan sistem dispersi yang
diupayakan untuk memanipulasi dalam waktu tertentu,
dua cairan yang secara alami tidak saling menyatu,
sehingga suatu saat fase-fase dalam sistem tersebut
dapat memisah sesuai dengan kealamiannya (by
nature). (M.Anief, 2000)
22
Page 23
3. SUSPENSI
Suspensi merupakan sediaan yang merupakan sistem
dispersi dari partikel zat aktif solid yang memiliki
kelarutan yang rendah pada medium. Yang diharapkan
dari suatu sediaan suspensi adalah bahwa sistem
terdistribusi homogen saat digunakan.
Untuk itu yang menjadi criteria dalam sediaan suspensi
adalah:
a. Aman
b. Efektif dan efisien
c. Partikel solid stabil secara kimia dalam medium
d. Partikel solid terdistribusi merata, tidak boleh
cepat mengendap, kalaupun mengendap dapat
diredispersikan kembali dengan penggojogan ringan
e. Tidak membentuk cake (endapan massif yang kompak
pada dasar botol yang tidak dapat diredispersikan
kembali)
f. Partikel solid tidak mengapung (floating).
Suspensi didesain dalam dunia kefarmasian untuk
mengakomodasi penghantaran zat aktif solid yang perlu
dihantarkan dengan sediaan liquid, yang memiliki
kelarutan yang rendah terhadap medium. Dalam suspensi
dikenal dua sistem yaitu:
1. Sistem flokulasi
Dalam sistem ini, saat tidak dilakukan intervensi
mekanik apa pun, partikel-partikel solid saling
bergabung perlahan membentuk flok dengan ikatan
yang lemah. Dengan terbentuknya flok ini, maka flok
23
Page 24
akan cepat mengendap dan supernatant/medium akan
tampak relatif jernih. Namun dengan adanya
kerenggangan dalam struktur flok ini, apabila
sistem digojog, maka partikel akan mudah
terdispersi kembali.
2. Sistem deflokulasi.
Dalam sistem ini, partikel-partikel solid tidak
membentuk flok, dan sebagai akibat gravitasi,
mengendap perlahan pada dasar. Berhubung partikel
tersebut mengendap perlahan, maka terjadi suatu
penataan partikel di dasar botol yang cenderung
membuat endapan menjadi kompak dan keras (terbentuk
cake) yang relative sulit untuk didispersikan
kembali dengan penggojogan ringan. Kedua sistem
tersebut bukan merupakan suatu pilihan. Formulator
perlu mengakomodasi kebaikan dari dua sistem
tersebut untuk sediaan suspensi yang berkualitas
(lama mengendap, sekalipun mengendap dapat
diredispersikan kembali dengan mudah, sehingga
dalam pemakaian/penggunaan obat dapat memberikan
sejumlah partikel yang terdistribusi homogen dalam
medium) dalam penyimpanan waktu yang dikehendaki..
Komposisi dari sediaan suspensi adalah:
1. Zat aktif dengan kelarutan yang rendah pada
medium
2. Medium suspensi yang diharapkan (dapat berupa
air atau minyak)
3. Wetting agent à surface active agent
24
Page 25
Solid yang memiliki kelarutan yang rendah dalam
medium cenderung memiliki tegangan permukaan yang
tinggi. Keperluan menyertakan wetting agent
disini adalah agar tegangan permukaan solid dapat
diturunkan, sehingga solid dapat terbasahi dengan
baik, dapat berada dalam medium, tidak terjadi
pengapungan partikel (floating).
4. Viscocity enhancer
Viscocity enhancer dibutuhkan untuk membentuk
struktur pembawa (structured vehicle) yang mampu
menahan laju pengendapan partikel. Semakin kental
sistem, maka laju pengendapan partikel akan
semakin rendah (salah satu intepretasi dari Hukum
Stokes)
3.Agen pemflokulasi
Agen pemflokulasi dibutuhkan untuk menstimulasi
partikel-partikel membentuk flok, sehingga resiko
terbentuknya cake dapat dihindari. Namun, perlu
diperhatikan penambahan agen pemflokulasi ini,
diarahkan untuk flokulasi yang terkendali
(controlled flocculation)
4.Additives
Sebagai additives disini dapat digunakan: gula
(yang juga dapat berfungsi sebagai viscocity
enhancer) atau pemanis, pewarna, antioksidant,
pengawet (yang kesemuanya harus larut pada
medium).
25
Page 26
Suspensi juga dapat digunakan secara oral,
topical, maupun parenteral. Namun hal yang perlu
diperhatikan terutama dengan penggunaan parenteral
adalah kadar solid, ukuran partikel solid (micro or
nano sized) dan bentuk partikel solid (spheris),
selain sterilitas dan kondisi pyrogen-free.
Demikian juga dengan penggunaan topical yang
ditujukan pada mata (ophthalmic suspension), perlu
juga melihat ukuran dan bentuk partikel, sealing
sterilitas. Dalam ophthalmic suspension, kondisi
pyrogen free tidak dipersyaratkan, mengingat
pemberian dilakukan secara topical. (Syamsuni,
2006)
2.4. TEKNIK COMPOUNDING SEDIAAN LIQUIDFormula Umum R/ zat aktif
Pengental
Anti caplocking agent
Dapar
Pengawet
Antioksidan
Pemanis
Pewarna
Pewangi
Pembasah (jika perlu)
Solubilizer (jika perlu)
26
Page 27
Komposisi umum sediaan larutan terdiri dari : bahan obat
(solut) dan bahan pelarut (solvent) serta bahan
pembantu.
1.Bahan Obat
Prinsip cara melarutkan zat:
- Zat-zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol
- Zat-zat yanga agak sukar larut dilarutkan dengan
pemanasan.
Masukan zat padat yang akan dilarutkan dalam
erlenmeyer, setelah itu dimasukan zat pelarutnya,
dipanasi diatas tangas airdengan digoyangkan sampai
larut. Zat aktif yang hendak dilarutkan dimasukan
dalam erlenmeyer dahulu, mencegah jangan sampai ada
yang lengket pada leher erlenmeyer.
- Untuk zat yang akan terbentuk hidrat maka air
dimasukan dahulu dalam erlenmeyer agar tidak
terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat larutnya
- Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan
merupakan tetes besar dalam erlenmeyer atau botol
maka perlu dalam melarutkan digoyang-goyangkan
untuk mempercepat larutnya zat tersebut.
- Zat-zat yang mudah terurai dalam pemanasan dan
dilarutkan secara dingin. Zat tersebut contohnya:
Hexaminum, Natrii bicarbonat, Cholarii Hydras,
Protagol, Luminal Natrium, Calsii Salisilat.
- Zat-zat yang mudah menguap bila dipanasi, dilarukan
dalam botol tertutup dan dipanaskan serendah-
rendahnya sambil digoyangkan. Zat tersebut ialah:
27
Page 28
Camphora, Thymol, Acidum Benzoicum, Acidum
Salicylicum.
Bahan obat dari sediaan liquid harus terlarut. Jika
bahan obat sukar untuk larut maka perlu penanganan
khusus seperti :
Cara menaikkan kelarutan:
1. Penggantian bentuk yang tepat (like dissolves like)
2. Dilarutkan dalam pelarut campuran
3. Dibuat bentuk kompleks yang larut
4. Pengaturan pH
5. Penambahan solubilizing agent
Cara mempercepat kelarutan:
1. Memperkecil ukuran partikel
2. Pengadukan
3. Pemanasan
Cara menaikkan kelarutan:
a. Penggantian bentuk yang tepat (like dissolves like)
- solut polar larut dalam pelarut polar
- solut non polar larut dalam pelarut non polar
Contoh:
- garam alkaloid larut dalam pelarut polar
(Ephedrin HCl) (air)
- alkaloid base larut dalam pelarut non polar
(Ephedrin base) (minyak)
b. Dilarutkan dalam pelarut campuran
28
Page 29
Phenobarbital, paracetamol, dll sukar larut dalam
air à kelarutan akan naik bila dilarutkan dalam
pelarut campuran.
Contoh: Elixir Phenobarbital à pelarut: air,
alkohol, gliserin
R/ Phenobarbital 0,3
Alkohol qs
Glycerin qs
Aquadest ad 100 ml
m.f. Solutio
c. Dibuat bentuk kompleks yang larut
Iodium sukar larut dalam air tetapi larut dalam
larutan pekat KI atau NaI à membentuk garam rangkap
yang mudah larut.
Contoh: pembuatan Solutio Lugoli
R/ Iodide 50
Potasium Iodide 100
29
Page 30
Aquadest ad 1000 ml
m.f. Solutio
d. Pengaturan pH
- asam larut dalam suasana basa
- basa larut dalam suasana asam
e. Penambahan solubilizing agent
Penambahan zat tertentu yang dapat menaikkan
kelarutan, misal: Tween
Cara mempercepat kelarutan:
a. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel à semakin cepat larut
Mengapa??
à ukuran partikel kecil à luas permukaan besar à
kontak dengan pelarut semakin besar à yang
teramati: semakin cepat larut.
b. Pengadukan
c. Suhu
- Eksotermik : suhu à kelarutan à H ( –
)
- Endotermik : suhu à kelarutan à H ( +
)
2. Bahan Pelarut
30
Pengadukan
mempercepat
penggantian pelarut
di à
permukaan solut
Pelarut jenuh
diganti dengan
pelarut àbelum jenuh
Solut
semakin
cepat larut
Page 31
Menurut FI ed III: kecuali dinyatakan lain, yang
disebut pelarut ialah air suling. Pelarut yang biasa
digunakan adalah:
Air, untuk melarutkan bermacam-macam garam.
Spiritus, untuk melarutkan kamfer, iodine,
mentol.
Gliserin, untuk melarutkan tannin, zat samak,
boraks, fenol.
Eter, untuk melarutkan kamfer, fosfor, sublimat.
Minyak, untuk melarutkan kamfer, mentol.
Paraffin liquidum, untuk melarutkan cera,
cetasium, minyak-minyak, kamfer, mentol,
klorbutanol.
Kloroform, untuk melarutkan minyak-minyak, lemak.
Syarat bahan pelarut antara lain :
a. Bersih dan higienis.
b. Memiliki daya melarutkan solut yang besar.
c. Inert.
d. Bebas dari warna dan bau yang tidak
dikehendaki.
3. Bahan pembantu
a. Anti caplocking
Untuk mencegah kristalisasi gula di cap botol maka
umumnya digunakan alkohol polyhydric seperti
sorbitol, gliserol, atau propilenglikol.
b. Pewangi
Flavour digunakan untuk menutupi rasa tidak enak
dan membuat agar obat dapat diterima oleh pasien
31
Page 32
terutama anak-anak. Dalam pemilihan pewangi perlu
dipertimbangkan, untuk siapa obat diberikan dan
berapa usia pengkonsumsinya. Anak-anak lebih
menyukai rasa manis atau buah-buahan sedangkan
orang dewasa lebih menyukai rasa asam. Flavour
seperti asam sitrat garam dan momosodium glutamat
kadang-kadang juga digunakan. Flavouring agent
dapat tidak stabil secara kimiawi karena oksidasi,
reduksi, hidrolisis, dan adanya pengaruh pH
c. Zat pewarna
Zat pewarna ditambahkan untuk menutupi penampilan
yang tidak menarik atau meningkatkan penerimaan
pasien. Zat warna yang ditambahkan harus sesuai
dengan flavour sediaan tersebut. Zat warna harus
nontoksik, noniritan dan dapat tersatukan dengan
zat aktif serta zat tambahan lainnya.
Dalam pemilihan zat warna harus dipertimbangkan
juga masalah:
1. Kelarutan
2. Stabilitas
3. Ketercampuran
4. Konsentrasi zat warna dalam sediaan
d. Pengawet
Pengawet yang digunakan harus nontoksik, tidak
berbau, stabil dan dapat bercampur dengan komponen
formula lain yang digunakan selama pengawet ini
bekerja dalam melawan mikroba potensial spectrum
luas. Alasan penggunaan bahan pengawet kombinasi
32
Page 33
untuk meningkatkan kemampuan spectrum anti mikroba,
efek yang sinergis memungkinkan penggunaan pengawet
dalam jumlah kecil sehingga kadar toksisitasnya
menurun pula dan mengurangi kemungkinana terjadinya
resistensi.
Kriteria untuk pengawet:
1.Harus efektif melawan mikroorganisme spectrum
luas
2.Harus stabil secara fisik, kimia, dan secara
mikrobiologi selama life-time produk
3.Harus nontoksik, cukup larut, dapat tercampurkan
dengan komponen formula lain, pada konsentrasi
yang digunakan mempunya rasa dan bau yang dapat
diterima pengguna.
e. Pemanis
Pemanis yang digunakan dalam sediaan diantaranya:
glukosa, sukrosa, sorbitol, manitol, xytol, garam
Na dan Ca dari sakarin, aspartam, thaumatin.
f. Antioksidan
Antioksidan yang ideal bersifat: nontoksik,
noniritan, efektif pada konsentrasi rendah, larut
dalam fase pembawa dan stabil.
Contoh antioksidan adalah: asam askorbat, asam
sitrat, Na metabisulfit, Na sulfite
g. Dapar
Zat yang range pH stabilitasnya kecil, maka harus
di dapar dengan dapar yang sesuai dengan
memperhatikan :
33
Page 34
1. ketercampuran dengan kandungan larutan
2. inert
3. tidak toksik
4. kapasitas dapar yang bersangkutan.
Larutan yang mengandung asam kuat atau basa kuat
adalah larutan yang mempunyai kapasitas dapar.
Kebanyakan dapar terdiri dari campuran asam lemah
dan garamnya atau basa lemah dan garamnya. Buffer/
dapar adalah suatu material yang ketika dilarutkan
dalam suatu pelarut, senyawa ini mampu
mempertahankan pH ketika suatu asam atau basa
ditambahakn. Buffer yang sering digunakan adalah:
karbonat, sitrat, glukonat, laktat, posfat atau
tartrat.
Kriteria untuk buffer adalah:
a.mempunyai kapasitas yang cukup dalam rentang pH
yang diinginkan.
b.aman untuk penggunaan jangka panjang.
c.memiliki sedikit/ tidak ada efek yang mengganggu
stabilitas sediaan jadi.
d.dapat menerima flavouring dan warna dari produk.
(solutio.blogspot.com)
2. Teknik compounding sediaan liquid secara umum
a. Dengan cara sederhana
Misal: - Sirup simplex à melarutkan gula dalam
air
34
Page 35
- Solutio Acidi Borici à melarutkan Acidum
boricum dalam air.
b. Dengan reaksi kimia
Misal: - Solutio Lugoli à melarutkan Iod dalam
larutan pekat kalium iodida
- Solutio Magnesii citras à melarutkan
Magnesium carbonat dalam larutan asam citrat.
c. Dengan ekstraksi simplisia nabati
Misal :
- infusa daun sirih ( Piper betle folium).
- Cara Melarutkan Zat (M.Anief, IMO, 99)
1) Zat-zat yang mudah larut, dilarutkan dalam
botol
2) Zat-zat yang agak sukar dilarutkan dengan
pemanasan
3) Untuk zat yang akan terbentuk hidrat maka air
dimasukkan dulu dalam erlenmeyer agar tidak
terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat.
4) Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan
merupakan tetes besar dalam dasar erlenmeyer
atau botol maka perlu dalam melarutkkan
digoyang-goyangkan atau di gojok untuk
mempercepat larutnya zat tersebut.
5) Zat-zat yang mudah terurai pada pemanasan tidak
boleh dilarutkan dengan pemanasan dan
dilarutkan secara dingin.
35
Page 36
6) Zat-zat mudah menguap bila dipaanasi,
dilarutkan dalam botol tertutup dan dipanaskan
serendah-rendahnya sambil digoyang-goyangkan.
7) Obat-obat keras harus dilarutkan tersendiri,
untuk meyakini apakah sudah larut semua, dapat
dilakukan ditabung reaksi lalu bilas.
8) Perlu diperhatikan bahwa pemanasan hanya
diperlukan untuk mempercepat larutnya suatu
zat, tidak untuk menambah kelarutan, sebab bila
keadaan menjadi dingin maka akan terjadi
endapan.
- Apabila meracik sediaan larutan, emulsi dan
suspensi, peracik menyiapkan 2% sampai 3%
jumlah berlebih dari jumlah total. Dalam
meracik sediaan ini diperhatikan:
1) Untuk wadah unit-tunggal, berat dari tiap
wadah yang terisi, periksa berat, tidak
kurang dari 100% dan tidak lebih dari 110%
dari volume pada label.
2) Suspensi air disiapkan dengan menghaluskan
campuran serbuk menjadi pasta halus dengan
bahan pembasah yang tepat. Pasta ini diubah
menjadi cairan free-flowing dengan
menambahkan pembawa secukupnya. Bagian
pembawa dipakai untuk mencuci mortir, atau
bejana lain, untuk mentransfer suspensi
secara kuantitatif ke dalam botol yang sudah
36
Page 37
dikalibrasi. Sediaan dapat dihomogenkan
untuk menjamin kehomogenan sediaan akhir.
3) Kurangi ukuran partikel menjadi ukuran
terkecil yang layak
4) Larutan tidak mengandung bahan-bahan tidak
larut yang tampak.
5) Emulsi dan suspensi diberi label “Kocok
sebelum dipakai”
3. Compounding process
Compounder mengingat langkah-langkah berikut untuk
meminimalkan kesalahan dan memaksimalkan tujuan
penulis resep :
a. Pertimbangkan kecocokan resep yang akan diracik
dengan syarat-syarat keamanan dan tujuan
pemakaian.
b. Kerjakan perhitungan yang penting untuk
mendapatkan jumlah bahan-bahan yang diperlukan.
c. Identifikasi alat-alat yang diperlukan
d. Pakai pakaian yang tepat dan cuci tangan
e. Bersihkan daerah peracikan dan alat yang
diperlukan
f. Hanya satu resep yang harus diracik pada satu
waktu dalam suatu peracikan yang ditentukan.
g. Kumpulkan semua bahan-bahan untuk meracik resep
h. Racik sediaan dengan mengikuti catatan
formulasi (formulation record), Proses meracik
(lanjutan)
37
Page 38
i. Nilai variasi berat, kecukupan pencampuran,
kejernihan, bau, warna, konsistensi, dan pH
setempatnya.
j. Bubuhi keterangan catatan racikan dan jelaskan
rupa sediaan
k. Beri label wadah resep dengan memasukkan item
berikut: a) nama sedaan, b) nomor identifikasi
internal, c) initial compounder, d) penyimpanan
yang diperlukan, dan pernyataan yang diperlukan
berdasarkan undang-undang.
l. Tandatangani dan beri tanggal resep yang
menegaskan bahwa semua prosedur telah
dikerjakan untuk menjamin keseragaman,
identitas, kekuatan, kuantitas, dan kemurnian.
m. Bersihkan semua peralatan dan simpan dengan
tepat.
2.5. PROBLEM COMPOUNDING PADA SEDIAAN LIQUIDA. Pengatasan kontaminasi mikroba
Dalam rangka mengoptimalkan metode untuk
mengendalikan kontaminasi mikroba obat-obatan,
perlu untuk memahami sumber-sumber dan rute dari
mana kontaminasi mungkin berasal. Kontaminasi
mikroba dari bahan baku selalu akan ditransfer ke
produk, sedangkan kontaminasi lebih lanjut mungkin
diperoleh dari peralatan dan lingkungan, dari
operator proses dan bahan kemasan.
Contoh sediaan liquid yang berpotensi besar
terkontaminasi mikroba adalah sediaan sirup. Sirup
38
Page 39
adalah sediaan yang komposisi terbesar pada umumnya
adalah air sebagai pelarut. Karena komposisi
terbesar dari sediaan ini adalah air maka, sirup
rentan sekali terkontaminasi oleh mikroba sebab air
adalah media yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba.
Untuk mengantisipasi tumbuhnya mikroba pada
sediaan selalu di lengkapi dengan zat pengawet atau
zat anti bakteri. Selain itu tetap menjaga
stabilitas dari sediaan salah satunya dengan cara
memperkecil ukuran partikel sehingga zat mudah
terlarut. Zat aktif stabil pada pH tertentu. Oleh
karena itu diperlukan dapar untuk mempertahankan pH
sediaan. Untuk kontaminasi mikroba pada alat
ataupun kemasan biasanya digunakan uji sterilitas.
(bloomefield,2007)
B. Pengatasan problem oksidasiSelain kontaminasi mikroba problem yang sering
terjadi pada compounding sediaan adalah terjadinya
oksidasi atau interaksi sediaan dengan oksigen
bebas di udara. Untuk mencegah terjadinya oksidasi
antara produk dengan oksigen bebas tersebut maka
biasanya pada waktu pengemasan dibuat sedemikian
rupa, sehingga terdapat sedikit mungkin oksigen
pada wadah obat cairan. Cara lain untuk menghindari
terjadinya oksdasi adalah dengan penambahan bahan
anti oksidan pada produk obat yang dapat mengurangi
oksigen bebas.
C. Pengatasan problema pembuatan suspensi dan emulsi
a. Pengatasan problema pembuatan suspensi
39
Page 40
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses
pembuatan suspensi adalah cara memperlambat
penimbunan partikel serta menjaga homogenitas
dari pertikel. Cara tersebut merupakan salah
satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
1. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas
suspensi adalah:
Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas
penampang partikel tersebut serta daya tekan
keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan
antara ukuran partikel merupakan perbandingan
terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan
antar luas penampang dengan daya tekan keatas
merupakan hubungan linier. Artinya semakin
besar ukuran partikel maka semakin kecil luas
penampangnya.
Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula
kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin
kental suatu cairan kecepatan alirannya makin
turun (kecil).
Jumlah Partikel / Konsentrasi
Apabila di dalam suatu ruangan berisi
partikel dalam jumlah besar, maka partikel
tersebut akan susah melakukan gerakan yang
bebas karena sering terjadi benturan antara
partikel tersebut. Benturan itu akan
40
Page 41
menyebabkan terbentuknya endapan dari zat
tersebut, oleh karena itu makin besar
konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan
terjadinya endapan partikel dalam waktu yang
singkat.
Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar
terdiri dari beberapa macam campuran bahan
yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan
demikian ada kemungkinan terjadi interaksi
antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut.
Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan
sifat alami, maka kita tidak dapat
mempengaruhi. Ukuran partikel dapat
diperkecil dengan menggunakan pertolongan
mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir.
Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan penambahan zat pengental
yang dapat larut kedalam cairan tersebut.
Bahan-bahan pengental ini sering disebut
sebagai suspending agent (bahan pensuspensi),
umumnya besifat mudah berkembang dalam air
(hidrokoloid).
b. Pengatasan problema pembuatan emulsi
Emulsi merupakan sistem dua fase, yang salah
satu cairannya terdispersi dalam cairan lain
dalam bentuk tetesan kecil. Untuk menyatukan
41
Page 42
sistem dua fase tersebut distabilkan dengan
penambahan emulgator. Emulsi dikatakan tidak
stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah
ini :
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua
lapisan, dimana yang satu mengandung fase
dispers lebih banyak daripada lapisan yang
lain. Creaming bersifat reversibel artinya
bila dikocok perlahan-lahan akan terdispersi
kembali.
2. Koalesen dan cracking (breaking) yaitu
pecahnya emulsi karena film yang meliputi
partikel rusak dan butir minyak akan koalesen
(menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa
diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena:
a. Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol,
perubahan PH, penambahan CaO / CaCL2
b. Peristiwa fisika, seperti pemanasan,
penyaringan, pendinginan dan pengadukan.
Untuk dapat mencegah terjadinya koalesensi
dapat ditambahkan emulgator atau surfaktan
yang cocok. Surfaktan menstabilkan emulsi
dengan cara menempati antar-permukaan tetesan
dan fase eksternal, dan dengan membuat batas
fisik di sekeliling partikel yang akan
berkoalesensi.
42
Page 43
3. Inversi fase yaitu peristiwa berubahnya tipe
emulsi W/O menjadi O/W atau sebaliknya dan
sifatnya irreversible.(Syamsuni,2006)
BAB IIIPEMBAHASAN
3.1. Suspensi Oral
Resep Standar (ForNas hal. 66)
Komposisi tiap 5 mL mengandung Chloramphenicoli Palmitas
setara dengan :
Chloramphenicolum 125 mg
Carboxy Methyl Cellulosum Natrium 50 mg
Polysorbatum-80 25 mg
Propylenglycolum 1 g
Sirup simplex 1,5 g
Aqua destilata ad 5 mL
43
Page 44
Resep rancangan
Dr. Rosina
SIP :
11/04/091/10
SID :
012/04/094/10
Jl. Arjuna no.80 A Batu
Praktek Sore : 15.00 – 20.00
No.24
Malang, 10-12-2012
R/ Susp. Klomramfenikol 120 mL
Pewarna qs
Pengaroma qs
S t dd 1 C
S
Pro : Shendy
Usia :
Alamat : Jl. Progo18. Malang
Monografi
a. Chloramphenicolum Palmitas / Chloramphenicolum Palmitat
(FI IV hal. 195)
Pemerian : Serbuk hablur, halus seperti lemak, putih, bau
lemah, hampir tidak berwarna dan berasa
44
Page 45
Kelarutan : Tidak larut dalam air, mudah larut dalam
asetat & dalam kloroform, larut dalam eter, agak sukar
larut dalam etanol, sangat sukar larut dalam heksana
Khasiat : Antibiotik
Dosis lazim : 1x pakai = 250-500 mg, 1xH = 1 g- 2 g
b. Carboxy Methyl Cellulosum Natrium (FI IV hal.175)
Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem,
higroskopik
Kelarutan : mudah terdispersi dalam air membentuk larutan
kolodial, tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam
pelarut organik lain
Khasiat : Suspending Agent, penstabil suspensi
(konsentrasi 0,1-1,0 %)
c. Polysorbatum-80 (FI III hal.509)
Pemerian : Cairan jernih seperti minyak, jernih, berwarna
kuning muda hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa
pahit dan hangat
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak
berbau dan praktis tidak berwarna, larut dalam etanol,
dalam etil asetat tidak larut dalam minyak mineral.
Khasiat : Zat tambahan (pembasah)
d. Propylenglycolum (FI III hal.534)
Pemerian : Cairan kental, jernih tidak berwarna, rasa
khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara
lembab
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton,
dan dengan kloroform, larut dalam eter, dan dalam
beberapa minyak esensial
45
Page 46
e. Syrup symplex (FI III hal.567)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna
Pembuatan : Larutkan 65 bagian sakarosa dalam larutan
metil paraben 0,25 % b/v qs ad diperoleh 100 bagian sirup
(terdiri dari 64 bagian gula dan 36 bagain air (pH ned,
516)
f. Aqua destilata (FI III gal. 96)
Pemerian : cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa
Khasiat : zat pembawa
Perhitungan Bahan
1. Chloramphenicolum = 125 mg/5mL x 120 mL = 3 g
1,74 g chloramphenicolum palmitat ~ 1 g
chloramphenicolum
1,74 g / 1g = x / 3 g
x = 5,22 g
2. CMC-Na = 50 mg / 5 ml x 120 mL = 1200
mg = 1,2 g
Air yang dibutuhkan untuk pumbuatan CMC-Na =
1,2 g / x = 1 g / 20 mL
x = 24 mL
3. Polysorbatum-80 = 25 mg / 5 ml x 120 mL = 600 mg
4. Propylenglykolum = 1 g / 5 ml x 120 mL = 24.000 mg
= 24 g = 24,84 mL
( Bj = 1,035)
5. Syrup symplex = 1,5 g / 5 ml x 120 mL =
36.000 mg = 36 g = 36 mL
46
Page 47
Cara Pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disetarakan timbanagn
3. Dikalibrasi botol 120 mL
4. Ditimbang CMC-Na 1,2 g, disisihkan
5. Dimasukan aquadest 24 mL kedalam mortir
6. Ditaburkan CMC-Na sedikit demi sedikit kedalam mortir
yang berisi aquadest tadi, ditunggu hingga mengembang dan
membentuk mucilago
7. Ditimbang kloramfenikol 5,22 g, disisihkan
8. Diukur syrup symplex 36 mL dimasukan kedalam gelas ukur
berukuran 100 mL
9. Ditimbang polysorbatum-80 600 g, diukur propylenglycol
24,84 mL, dimasukan kedalam cawan penguap
10. Dimasukan kloramfenikol sedikit demi sedikit ke dalam
mortir no. 6, digerus kuat ad homogen
11. Ditaburkan polysorbatum sedikit demi sedikit ke dalam
mortir no.6, sambil digerus kuat ad homogen
12. Ditambahkan syrup symplex 36 mL ke dalam mortir no.6
sambil gerus ad halus homogen
13. Ditambahkan sisa aquadest edikit demi sedikit ad tanda
kalibrasi, ditetesi pewarna orange secukupnya dan
ditambah pengaroma secukupnya sesuai kenginan, digerus ad
homogen
14. Dimasukan ke dalam botol, di tutup, diberi etiket
putih (oral)
47
Page 48
Pembahasan
Hasil sediaan suspensi baik
3.2. EMULSI
Resep standart (Fornas hal 13)
R/ Oleum Ricini 30
PGA 10
Sach. Alb 15
Aqua ad 250
Resep rancangan
R/ Oleum Ricini 30
PGA 10
Sach. Alb 15
Pengaroma jeruk 10 gtt
Pewarna kuning qs
Aqua ad 250
S.1.dd.1.c.o.n
Monografi :
a. Oleum Ricini / Minyak Jarak (FI IV. Halaman 631)
Pemerian : cairan kental, transparan, kuning pucat atau
hampir tidak berwarna, bau lemah, bebas dari bau asing
dan tengik; rasa khas.
Kelarutan : larut dalam etanol; dapat bercampur dengan
etanol mutlak, dengan asam asetat glasial, dengan
kloroform dan dengan air.
Khasiat : laksativum / pencahar.
48
Page 49
b. Gom Arab / Acasia (FI IV. Halaman 718)
Pemerian : serbuk, putih atau putih kekuningan; tidak
berbau.
Kelarutan : larut hampir semua dalam air, tetapi sangat
lambat, meninggalkan sisa bagian tanaman dalam jumlah
sangat sedikit, dan memberikan cairan seperti mucilage,
tidak berwarna / kekuningan, kental, lengket, transparan,
bersifat asam lemah terhadap kertas lakmus biru, praktis
tidak larut dalam eter dan etanol. Terdiri dari 40% PGA
yang dilarutkan dalam 1,5 bagian air.
c. Sacharum Album (FI III. Halaman 334)
Pemerian : hablur tidak berwarna, serta warna putih,
tidak berbau rasa manis.
Kelarutan : larut dalam 0,5 bagian air dan dalam 370
bagian etanol 95% P.
Perhitungan Bahan
a. Oleum Ricini = 30 / 250 x 30 = 3,6 gram
b. PGA = 10 / 250 x 30 = 1,2 gram
Air untuk PGA = 1,2 x 1,5 = 1,8 mL
c. Sach. Alb = 15 / 250 x 30 = 1,8 gram
d. Pengaroma jeruk = 10 / 250 x 30 = 1,2 tetes = 2 tetes
Cara pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan, dikalibrasi botol 30 mL.
2. Gerus 1,2 g PGA dalam mortir dengan air 1,8 mL air
sampai terbentuk mucilago, tambahkan 2,4 g ol.ricini,
49
Page 50
digerus homogen sampai terbentuk korpus emulsi dan tidak
ada tetes minyak di mortir.
3. Ditambahkan sisa ol.ricini sedikit demi sedikit sambil
diaduk sampai dimortir tidak terlihat tetes minyak.
4. Ditimbang sach alb 1,8 g diletakkan di cawan, ditambahkan
aquades 1 mL air diaduk ad homogen, dimasukkan ke mortir
no.3.
5. Ditambahkan air sedikit demi sedikit ad encer, diaduk ad
homogen.
6. Ditambahkan pewarna secukupnya, diaduk ad homogen.
7. Dimasukkan ke dalam botol, ditambahkan sisa aquades ad 30
mL + pengaroma jeruk 2 tetes, dikocok ad homogen.
8. Botol diberi cup, diberi etiket putih dan tanda “kocok
dahulu”.
Pembahasan :
Pada saat pembuatan emulsi ol.ricini dilakukan langkah –
langkah sesuai dengan langkah - langkah yang ada di cara
pembuatan di atas. Hasilnya sediaan yang dibuat tercampur
secara homogen dan sesuai dengan yang diinginkan. Warna dan
aroma sediaan yang dibuat juga sudah sesuai. Maka cara
pembuatan yang dirancang seperti di atas bisa digunakan
untuk membuat emulsi ol.ricini yang baik.
3.3. INFUS
50
Page 51
Formula standar
R/
Glukosa 2
5 g
NaCl
2,25 g
A.P.I. ad
500 mL
Rancangan formula
Dr. Fiant SIP. 005/IDI/2010
Jl. Syehk Yusuf No 15 Kendari
Telp. (0401) 31934
No.
01
Kendari, 22/09/2012
R/ Glukosa 25 g
NaCl 2,25 g
A.P.I. ad 500 mL
Fac
100 mL
Pro : Arka
Umur : 20 Tahun
Alamat : Jl. Asrama Haji
Keterangan :
R/ : Recipe :
Ambillah
Pro : Pronum : Untuk
51
Page 52
Fac : Fac :
Dibuat
A.P.I. : Aqua Pro Injeksi : Air Untuk
Injeksi
Glukosa (FI Edisi III hal. 268)
Nama resmi : GLUCOSUM
Sinonim : Glukosa
Rumus Molekul : C6H12O6H2O
Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau
butiran putih, tidak berbau, rasa manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut
dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95 %) P
mendidih, sukar larut dalam etanol (95 %) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
K / P : Kalorigenikum, yakni zat yang dapat
meningkatkan atau menghasilkan energi.
NaCl (FI Edisi III Hal. 403)
Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM
Sinonim : Natrium Klorida
Rumus Molekul: NaCl
Pemerian : Hablur heksahedral, tidak berwarna atau
serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian
air mendidih dan lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar
larut dalam etanol (95 %).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
52
Page 53
K / P : Sumber ion klorida dan ion natrium
A.P.I (FI Edisi III Hal. 97)
Nama Resmi : AQUA PRO INJECTION
Sinonim : Air untuk injeksi
Pemerian : Keasaman–kebasaan, amonium, besi, tembaga,
timbal, kalsium klorida, nitrat, sulfat, zat teroksidasi
memenuhi syarat yang tertera pada aqua destilata.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, jika
disimpan dalam wadah tertutup kapas berlemak harus digunakan
dalam waktu 3 hari setelah pembuatan.
K / P : Untuk pembuatan injeksi
Perhitungan Bahan
1. Glukosa = 25 / 500 x 100 = 5 gram
2. NaCl = 2,25 / 500 x 100 = 0.45
gram
Dalam Farmakope Indonesia Edisi III halaman 19, volume
tambahan yang dianjurkan adalah 2% dari volume yang akan
dibuat, maka :
Glukosa = 2 / 100 x 5 = 0,1 gram
Total = 5 + 0,1 = 5,1 gram
NaCl = 2 / 100 x 0,45 = 0,009 gram
Total = 0,45 + 0,009 = 0,459 gram
3. A.P.I = 100 – ( 5,1 + 0,459 ) = 94,441 mL.
Cara Kerja Pembuatan Infus
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Lakukan perhitungan bahannya.
53
Page 54
3. Timbang glukosa 5,1 gram di dalam gelas kimia 100 mL.
4. Diambil NaCl 0,9 % sebanyak 0,459 ml dengan menggunakan
spoit 3 cc.
5. Diambil A.P.I 96,33 mL dengan menggunakan gelas ukur.
6. Kalibrasi botol infus.
7. Botol infus dibebas sulfurkan dengan cara botol infus
direndam dengan larutan sulfur dengan glukosa.
8. Glukosa yang telah ditimbang dilarutkan dengan sedikit
A.P.I, kemudian diaduk hingga larut.
9. Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan tambahakn dengan
larutan NaCl 0,9 % sebanyak 0,459 mL, lalu tambahkan
dengan A.P.I sampai tanda batas.
10. Masukkan ke dalam botol infus kemudian ditutup dengan
penutup karet dan aluminium foil, lalu diikat dengan tali
godam
11. Sterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15
menit
12. Setelah steril, dikeluarkan lalu diberi etiket, brosur
dan kemasan.
PEMBAHASAN
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk infus harus
dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi
atau adanya bahan asing. Cara pembuatan obat yang baik
(CPOB) mempersyaratkan tiap wadah akhir infus harus diamati
secara fisik dan tiap wadah yang menunjukan pencemaran
bahan asing yang terlihat secara visual harus ditolak.
Selain itu syarat sediaan steril infus adalah harus bebas
54
Page 55
pirogen. Dimana bebas pirogen dapat diartikan bahwa sediaan
yang bebas dari cemaran mikroorganisme yang dapat
menyebabkan terjadinya panas atau demam. Sebelum wadah
digunakan, wadah haruslah dibebas sulfurkan terlebih dahulu
dengan merendam penutup wadah infus yang terbuat dari karet
dalam larutan belerang (sulfur praecipitatum) dan natrium
carbonat (Na2CO3).
Air yang digunakan untuk infus biasanya Aqua Pro
Injeksi ini dibuat dengan menyuling kembali air suling
segar dengan alat gelas netral atau wadah logam yang cocok
untuk labu. Hasil sulingan pertama di buang dengan sulingan
selanjutnya ditampung dan segera digunakan. Bila segera
digunakan untuk disterilan dengan cara sterilisasi A
(sterilisasi basah atau disebut dengan sterilisasi panas
lembab karena sterilisasi ini dilakukan di dalam autoklaf
dengan menggunakan uap air bertekanan) atau C (penyaringan
bakteri kecil) setelah ditampung.
Pertama-tama dilakukan yakni mensterilkan semua
alat-alat yang dilakukan di dalam autoklaf pada suhu 1210 C
selama 15 menit, selanjutnya dilakukan penimbangan bahan.
Pertama ditimbang glukosa sebanyak 5,1 gram di dalam gelas
kimia 100 mL dan dilarutkan dengan Aqua Pro Injeksi
secukupnnya hingga larut lalu aduk hingga dengan batang
pengaduk. Setelah larut tambahkan larutan NaCl 0,9 %
sebanyak 0,495 mL dengan menggunakan spoit 3 cc, aduk hingga
homogen setelah itu masukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Kemudian cukupkan volumenya dengan Aqua Pro Injeksi hingga
100 mL, goyangkan labu ukur agar bahan tercampur homogen.
55
Page 56
Setelah larutan tersebut di buat, siapkan
wadahnya. Botol infus dikalibrasi dengan menggunakan Aqua
Destillata hingga 100 mL, keluarkan isinya lalu masukkan
larutan yang telah dibuat tadi. Tutup botol dengan penutup
karet dan dilapisi dengann aluminium foil dan ikat dengan
talli godam sekuat mungkin. Tujuannya agar pada saat
disterilkan dalam autolaf volume infus tidak berkurang,
kemudian diadakan uji kelayakan dan kejernihan larutan infus
yang telah dibuat dengan cara melihat jernih atau keruhnya
larutan infus yang telah dibuat. Setelah itu uji adanya
bahan-bahan asing yang berwarna putih dengan menggunakan
sebuah alat yang berlatar hitam sehingga dengan alat
tersebut kita dapat melihat jika ada bahan-bahan asing yang
berwarna putih yang melayang-layang dalam larutan tersebut.
Selanjutnya uji bahan-bahan asing berwarna hitam
dengan menggunakan alat-alat berlatar putih, dengan alat ini
jika masih ada bahan-bahan asing berwarna hitam akan dapat
terlihat dengan jelas. Kemudian dilakukan uji kebocoran jika
larutan infus yang dibuat bocor maka volume infus tersebut
berkurang ataupun bertambah, hal ini dapat dilihat dengan
adanya tanda kalibrasi 100 mL yang telah dibuat dengan
menggunakan etiket. Larutan infus dapat berkurang akibat
adanya kebocoran sehingga air akan keluar dari wadah infus
dan bertambahnya larutan infus tersebut bisa disebabkan
masuknya uap air pada saat dilakukan sterilisasi, setelah
itu beri etiket, brosur dan kemasan.
3.4. INJEKSI
56
Page 57
Injeksi Cyanocobalamin
Petunjuk pembuatan
1. Gunakan item 5 yang telah mendidih, pakai item 6 dengan
dialirkan, dan lakukan hal ini sepanjang proses
pembuatan.
2. Ambil 0,9 L item 5 dan campurkan item 1 hingga 4
didalamnya, lakukan hingga terbentuk disolusi.
3. Check ph 4.0-5.5.
4. Filter sampai 0.45 µm prefiltter dan 0.22 µm, untuk
melakukan sterilisasi.
5. Isi 10.0 mL pada vial yang telah di sterilisasi (2000C
selama 4 jam). Jangan di sterilisasi autoklaf.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan yang dapat kami
tarik dari makalah ini yaitu :
57
Page 58
1. Teknik compounding secara umum dapat dilakukan
dengan cara : sederhana, reaksi kimia, dan ekstraksi
simplisia nabati.
2. Yang menjadi problem dalam compounding sediaan
liquid diantaranya : pengatasan kontaminasi mikroba,
pengatasan oksidasi sediaan, serta pengatasan
problem pembuatan emulsi dan suspensi.
4.2 Saran
Untuk meminimalkan kesalahan sebaiknya dalam
compounding, compounder perlu kiranya memperhatikan
hal-hal yang dapat mempengaruhi proses mulai dari
pembacaan resep sampai pada pemberian etiket sediaan
yang nantinya diserahkan kepada pasien.
58
Page 59
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III,Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, DepartemenKesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 298
Anonim. 2007. Mixing Technologies in the Pharmaceuticaland Medicinal Industries. A White Paper. CharlesRoss and Son Company.
Dirjen Binfar. Pedoman Pencampuran Obat Suntik danPenanganan Sediaan Sitostatiska. DepertamenKesehatan RI. 2009
Bhatt, Bhawna and Agrawal, S.S . 2007. PharmaceuticalEngineering – Mixing. Delhi Institute ofPharmaceutical Science and Research Sector – 3.Pushp Vihar. New Delhi
Gennaro, Alfonso R., (2000), Remington: The Science andPractice of Pharmacy20th edition, PhiladelphiaCollege of Pharmacy and Science: Philadelphia
Jenkins, Glenn L., (1957), Scoville’s the Art ofCompounding Nineth edition, The McGraw-Hill BookCompany, Inc: USA
Lachman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek FarmasiIndustri. Edisi III. Jakarta : UI Press.
Lachman, L, Lieberman, H.A, Kanig, J.L. 1989. Teori danPraktek Farmasi Industri. Penerbit UniversitasIndonesia. Jakarta.
59
Page 60
Martin, W., (1971), Dispending of Medication 7thedition, Marck Publishing Company: USA
Moh. Anief. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : PenerbitBuku Kedokteran.
Tousey. 2002. The Granulation Process 101 – BasicTechnologies for Tablet Making. PharmaceuticalTechnology page 8-1.
Parrot, Eugene L., (1968), Pharmaceutical Technology,Burgess Publishing Company: Iowa
60