KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ContentsKATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1. Latar Belakang..........................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3. Tujuan........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1. Cara pendeteksi dan pengukur radiasi.......................................................5
2.2. Mekanisme Pendeteksian Radiasi.............................................................6
2.3. Detektor Sintilasi.......................................................................................7
2.4. Detektor Sintilator NaI(Tl)........................................................................8
2.5. Pengukuran radiasi..................................................................................11
2.6. Penggunaan Alat Ukur Radiasi...............................................................12
2.7. Surveimeter.............................................................................................13
2.8. Contoh unsur radioaktif 137Cs yang dideteksi dengan detektor NaI(Tl). .14
2.9. Komponen – Komponen Utama Reaktor................................................14
2.10. Jenis Reaktor..........................................................................................14
2.11. Cara Mengendalikan Laju Reaksi dalam Reaksi Inti.............................15
2.12. Teknik/cara memproduksi radioisotop...................................................15
BAB III KESIMPULAN........................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Radiasi dalam istilah fisika, pada dasarnya adalah suatu cara perambatan
energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium,
misalnya perambatan panas, perambatan cahaya, dan perambatan gelombang
radio. Dikenal dua jenis radiasi, yaitu radiasi pengion (ionizing radiation) dan
radiasi nonpengion (non-ionizing radiation).
Radiasi tidak dapat dilihat, didengar, dicium, dirasakan atau diraba. Indera
manusia tidak dapat mendeteksi radiasi sehingga seseorang tidak dapat
mengetahui kapan ia dalam bahaya atau tidak. Radiasi hanya dapat diketahui
dengan menggunakan alat, yang disebut monitor radiasi. Monitor radiasi terdiri
dari detektor radiasi dan rangkaian elektronik penunjang. Pada umumnya, monitor
radiasi dilengkapi dengan alarm yang akan mengeluarkan bunyi jika ditemukan
radiasi. Bunyi alarm semakin keras apabila tingkat radiasi yang ditemukan
semakin tinggi. Monitor radiasi umumnya digunakan hanya untuk mengetahui ada
atau tidaknya radiasi.
Salah satu cara untuk mendeteksi adanya radiasi pada dengan
menggunakan detektor.
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila
dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah
dibahas sebelumnya.
Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang
disebabkan oleh penyerapan energi radiasi oleh medium penyerap. Sebenarnya
terdapat banyak mekanisme yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering
digunakan adalah proses ionisasi dan proses sintilasi.Apabila dilihat dari segi jenis
radiasi yang akan dideteksi dan diukur, diketahui ada beberapa jenis detektor,
seperti detektor untuk radiasi alpha, detektor untuk radiasi beta, detektor untuk
radiasi gamma, detektor untuk radiasi sinar-X, dan detektor untuk radiasi neutron.
Kalau dilihat dari segi pengaruh interaksi radiasinya, dikenal beberapa macam
detektor, yaitu detektor ionisasi, detektor proporsional, detektor Geiger muller,
detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor atau detektor zat padat. Namun
pada makalah ini kami akan membahas detektor sintilasi.
1.2. Rumusan Masalah1. Bagaimana cara mendeteksi dan mengukur radiasi ?
2. Apa saja komponen-komponen untam reaktor?3. Apa yang dimaksud dengan reaktor PWR?4. Bagaimana cara mengendalikan laju reaksi dalam reaksi inti?5. Bagaiman cara memproduksi radioisotop?
1.3. Tujuan1. Menjelaskan cara mendeteksi dan mengukur radiasi.2. Menjelaskan komponen-komponen untam reaktor?3. Menjelaskan tentang reaktor PWR?4. Menjelaskan cara mengendalikan laju reaksi dalam reaksi inti?5. Menjelaskan cara memproduksi radioisotop?
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cara pendeteksi dan pengukur radiasi.
Detektor radiasi merupakan tranducer (sensor) yang dapat mengenali
adanya radiasi nuklir, baik alfa, beta, maupun gamma. Pendeteksian radiasi
ionisasi di alam sekitar menjadi sangat penting karena tubuh manusia tidak
mampu mengindera kehadiran radiasi ionisasi. Konsep dasar pendeteksian radiasi
ionisasi didasarkan atas interaksi partikel radiasi dengan materi penyusun
detektor, sehingga terjadi ionisasi.
Pengetahuan tentang inti isotop radioaktif dapat diperoleh dengan
menganalisa partikel-partikel yang dipancarkan oleh inti tersebut. Analisa ini
diantaranya digunakan untuk mengetahui informasi jenis partikel radiasi, arah
gerak, kecepatan, momentum, muatan, massa dan spin. Dengan demikian, untuk
mengetahui informasi tentang partikel radiasi diperlukan suatu eksperimen
menggunakan peralatan deteksi radiasi. Namun sayangnya semua informasi ini
tidak dapat diperoleh jika hanya menggunakan satu jenis peralatan deteksi.
Semua jenis peralatan deteksi partikel radiasi memiliki prinsip yang sangat
mirip, yaitu partikel radiasi memasuki detektor dan terjadilah interaksi antara
partikel radiasi dengan material detektor, sehingga terjadi proses eksitasi atau
ionisasi molekul-molekul material detektor. Apabila material detektor tersebut
terbuat dari gas, maka interaksi antara semua partikel radiasi alpha (α), beta positif
(β+), beta negatif (β-), gamma (γ) dan netron dengan gas akan terjadi proses
ionisasi yang menghasilkan ion positif dan elektron. Dengan demikian, diperlukan
teknik untuk memisahkan dua jenis partikel tersebut dalam waktu yang sangat
singkat, karena apabila kedua jenis partikel ini tetap berdekatan maka mereka
akan bergabung kembali sehingga tidak menimbulkan sinyal listrik. Pemilihan
material detektor sangat bergantung pada jenis partikel radiasi yang akan dideteksi
serta tujuan yang ingin diperoleh dari pendeteksian. Partikel alpha (α) memiliki
daya tembus kecil, sehingga detektor untuk partikel radiasi alpha (α) memiliki
ukuran sangat tipis. Berdasarkan daya tembus partikel, maka biasanya detektor
partikel beta (β) memiliki ketebalan sekitar 0,1 mm - 1 mm sedangkan detektor
gamma (γ) memiliki ketebalan sekitar 5 cm.
http://elangbiru3004.blogspot.com/2011/04/detektor-radiasi.html
2.2. Mekanisme Pendeteksian Radiasi
Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang
disebabkan oleh penyerapan energi radiasi oleh medium penyerap. Sebenarnya
terdapat banyak mekanisme yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering
digunakan adalah proses ionisasi dan proses sintilasi.
Proses Ionisasi.
Ionisasi adalah peristiwa lepasnya elektron dari ikatannya karena
menyerap energi eksternal. Peristiwa ini dapat terjadi secara langsung
oleh radiasi alpha atau beta dan secara tidak langsung oleh radiasi sinar-X,
gamma dan neutron.
Dalam proses ionisasi, energi radiasi diubah menjadi pelepasan sejumlah
elektron (energi listrik). Bila terdapat medan listrik maka elektron akan
bergerak menuju ke kutub positif sehingga dapat menginduksikan arus
atau tegangan listrik. Semakin besar energi radiasinya maka arus atau
tegangan listrik yang dihasilkannya juga semakin besar pula.
Proses Sintilasi.
Proses sintilasi adalah terpancarnya percikan cahaya ketika terjadi transisi
elektron dari tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih
rendah di dalam detektor, bila terdapat kekosongan elektron pada orbit
yang lebih dalam. Kekosongan tersebut dapat disebabkan oleh lepasnya
elektron (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke lintasan yang lebih
tinggi ketika dikenai radiasi (proses eksitasi).
Dalam proses sintilasi ini, energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya
tampak. Semakin besar energi radiasi yang diserap maka semakin banyak
percikan cahayanya.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/
Dasar_02.htm
2.3. Detektor SintilasiProses sintilasi adalah terpancarnya sinar tampak ketika terjadi transisi
elektron dari tingkat energi (orbit) yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih
rendah di dalam bahan penyerap.
Proses sintilasi akan terjadi bila terdapat kekosongan elektron pada orbit
yang lebih dalam. Kekosongan tersebut dapat disebabkan karena lepasnya
elektron dari ikatannya (proses ionisasi) atau loncatan elektron ke lintasan yang
lebih tinggi bila dikenai radiasi (proses eksitasi).
Detector Sintilasi adalah sebuah alat untuk mendeteksi radiasi pengion
sensor, yang disebut sintilator. Terdiri dari kristal transparan, biasanya fosfor,
plastik (umumnya mengandung antrasena), atau cair organik yang fluoresces
ketika terkena radiasi pengion
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan
photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas,
yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion.
Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan
bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Tabung photomultiplier sensitif (PMT) yang
berfungsi untuk mengukur cahaya dari kristal. PMT melekat pada sebuah penguat
elektronik dan peralatan elektronik lainnya untuk menghitung dan mengukur
amplitudo sinyal yang dihasilkan oleh photomultiplier.
Detector sintilasi prinsipnya didasarkan pada karya Antoine Henri
Becquerel yang menemukan pendar partikel uranium. Detector sintilasi banyak
digunakan karena pembuatan yang murah namun dengan efisiensi kuantum yang
baik.
Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi
menjadi dua tahap yaitu :
* proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan
cahaya di dalam bahan sintilator dan
* proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam
tabung photomultiplier.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04.htm
Prinsip kerja sebuah detektor sintilator adalah terjadinya kelipan cahayapada
bahan sintilator apabila dikenai partikel radiasi ataupun foton radiasi.Banyak jenis
bahan sintilator, baik anorganik maupun organik. Jenis sintilator sangat
menentukan jenis radiasi yang dapat dideteksi.
2.4. Detektor Sintilator NaI(Tl)Salah satu jenis sintilator yang banyak digunakan untuk keperluan deteksi
radiasi foton gamma adalahSintilator NaI yang diberi aktivator Tl, sehingga
detektornya lebih dikenalsebagai detektor NaI(Tl).
Sebuah detektor Sintilasi NaI(Tl) terdiri dari :
1. Kristal NaI(Tl) yang berfungsi mengubah foton radiasi menjadi
kelipancahaya
2. Photokatode yang berfungsi mengubah kelipan cahaya menjadi
fotoelektron
3. Tabung Pengganda Elektron (PMT) berfungsi melipat gandakan elektron
yang terbentuk, dan pada akhirnya terbentuk pulsa.
a. Interaksi sinar gamma dengan materi.
lnteraksi sinar gamma dengan materi melalui tiga proses yaitu :
proses photolistrik
efek Compton
bentukan pasangan
Pada pancaran sinar gamma tidak ada tebal tertentu yang dapat
menyerap semua sinar gamma dalam materi, seperti untuk sinar alpha dan
sinar beta. Besar intensitas sinar gamma yang melalui materi akan turun
secara eksponensial sesuai dengan persamaan :
Harga µ disebut koeffisien absorpsi linier sinar gamma yang
nilainya tergantung pada jenis materi dan energi sinar gamma.
Keterangan :
µ pl = Koeff absorpsi sinar gamma akibat proses efek photo listrik
µc = Koeff absorpsi sinar gamma akibat proses efek Compton
µpp = Koeff absorpsi sinar gamma akibat proses bentukan pasangan
b. Efek Photolistrik
Pada peristiwa ini sinar gamma berinteraksi dengan elektron yang
terikatoleh inti atom menimbulkan elektron terlepas dari ikatannya.
Besar energikinetik elektron tersebut sama dengan besar energi sinar
gamma dikurangienergi ikat elektron.
Ek = energi ikat elektron.
h ν = energi sinar gamma
W = energi ikat elektron.
c. Efek Compton
Pada peristiwa ini sinar gamma berinteraksi dengan elektron bebas
atau atom yang terikat lemah suatu atom sehingga mengakibatkan
elektron terlepas dan terjadi hamburan sinar gamma. Proses tersebut
dapat dilihat pada gambar :
Jika energi sinar gamma mula-mula adalah hν dan energi sinar
gamma yang dihamburkan adalah hν’, dan besar sudut hamburan adalah
θ, maka hubungan antara energi sinar gamma mula-mula dengan yang
dihamburkan dapat ditulis seperti dalam rumus berikut :
dan besarnya energi kinetik elektron yang terlepas adalah :
Keboleh jadian ini terjadi untuk energi sinar gamma sekitar 0,5
MeV - 5 MeV. Dalam hal ini khusus apabila terjadi backscattering
(sudut θ sama dengan1800) maka energi sinar gamma yang terhambur
adalah :
d. Efek Produksi Pasangan.
Pada peristiwa ini sinar gamma berinteraksi dengan materi, sinar gamma
akan lenyap dan timbul pasangan positron dan elektron negatif. Peristiwa ini
terjadi apabila energi sinar gamma lebih besar dari 1,02 MeV. Besarnya energi
kinetis kedua partikel tersebut sama dengan besarnya energi sinar gamma
dikurangi besarnya energi yang hilang untuk membentuk positron dan elektron,
maka :
dengan
Ekin adalah energi gerak positron dan elektron.
Hasil akhir ketiga peristiwa tersebut adalah elektron yang dapat
dimanfaatkan untuk sistem deteksi sehingga akhirnya lewat ketiga peristiwa
tersebut dapat dideteksi intensitas dan energi sinar gamma.
(http://www.scribd.com/doc/126332448/Detektor-Sintilasi)
2.5. Pengukuran radiasi
Terdapat dua cara pengukuran radiasi yaitu cara pulsa (pulse mode) dan
cara arus (current mode). Sistem pengukur yang digunakan dalam kegiatan
proteksi radiasi, seperti survai meter dan monitor radiasi biasanya menerapkan
cara arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dan penelitian
menerapkan cara pulsa (pulse mode).
Cara pulsa
Setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan dikonversikan menjadi
sebuah pulsa listrik, baik dengan mekanisme ionisasi maupun sintilasi.
Bila kuantitas radiasinya semakin tinggi maka jumlah pulsa listrik yang
dihasilkannya semakin banyak. Sedangkan semakin besar energinya
semakin tinggi pulsanya. Informasi yang dihasilkan dengan cara pulsa
adalah jumlah pulsa (cacahan) tinggi pulsa listrik.
Untuk meng "konversi" kan sebuah radiasi menjadi sebuah pulsa
listrik dibutuhkan waktu tertentu, yang sangat dipengaruhi oleh jenis
detektornya. Bila terdapat dua buah radiasi yang datang secara berurutan
dengan selang waktu lebih cepat daripada waktu konversi detektor, maka
radiasi yang terakhir tidak akan tercacah.
Cara Arus
Pada cara arus, radiasi yang memasuki detektor tidak
dikonversikan menjadi pulsa listrik secara satu per satu, melainkan rata-
rata dari akumulasinya dalam konstanta waktu tertentu dan
dipresentasikan sebagai arus listrik. Semakin banyak kuantitas atau
energi radiasi per satuan waktu yang memasuki detektor, akan semakin
besar arusnya.
Karena proses konversi pada cara arus ini tidak dilakukan secara
individual maka cara ini tidak dapat memberi informasi jumlah pulsa
(cacahan) maupun tinggi setiap pulsa. Informasi yang dihasilkan cara
pulsa ini adalah intensitas radiasi yang sebanding dengan perkalian
jumlah pulsa dan tingginya.
2.6. Penggunaan Alat Ukur RadiasiBerdasarkan kegunaannya, alat ukur radiasi dapat dibedakan menjadi :
alat ukur proteksi radiasi
sistem pencacah dan spektroskopi
Alat ukur proteksi radiasi digunakan untuk kegiatan keselamatan kerja dengan
radiasi, nilai yang ditampilkan dalam satuan dosis radiasi seperti Rontgent,
rem, atau Sievert. Sedangkan sistem pencacah dan spektroskopi digunakan
untuk melakukan pengukuran intensitas radiasi dan energi radiasi secara
akurat. Sistem pencacah lebih banyak digunakan di fasilitas laboratorium.
(http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/
Dasar_05.htm)
2.7. SurveimeterSurveimeter harus dapat memberikan informasi laju dosis radiasi pada
suatu area secara langsung. Jadi, seorang pekerja radiasi dapat memperkirakan
jumlah radiasi yang akan diterimanya bila akan bekerja di suatu lokasi selama
waktu tertentu. Dengan informasi yang ditunjukkan surveimeter ini, setiap
pekerja dapat menjaga diri agar tidak terkena paparan radiasi yang melebihi
batas ambang yang diizinkan.
Sebagaimana fungsinya, suatu survaimeter harus bersifat portable
meskipun tidak perlu sekecil sebuah dosimeter personal. Konstruksi
survaimeter terdiri atas detektor dan peralatan penunjang seperti terlihat
gambar berikut. Cara pengukuran yang diterapkan adalah cara arus (current
mode) sehingga nilai yang ditampilkan merupakan nilai intensitas radiasi.
Secara elektronik, nilai intensitas tersebut dikonversikan menjadi skala dosis,
misalnya dengan satuan roentgent/jam.
Semua jenis detektor yang dapat memberikan hasil secara langsung, seperti
detektor isian gas, sintilasi dan semikonduktor, dapat digunakan. Dari segi
praktis dan ekonomis, detektor isian gas Geiger Muller yang paling banyak
digunakan. Detektor sintilasi juga banyak digunakan, khususnya NaI(Tl)
untuk radiasi gamma, karena mempunyai efisiensi yang tinggi.
2.8. Contoh unsur radioaktif 137Cs yang dideteksi dengan detektor NaI(Tl)
Jika energi radiasi yang dipancarkan oleh unsur radioaktif 137Cs diserap
seluruhnya oleh elektron-elektron pada kristal detektor NaI(Tl) maka interaksi ini
disebut efek fotolistrik yang menghasilkan puncak energi ( photopeak ) pada
spektrum gamma pada daerah energi 662 keV. Apabila foton gamma berinteraksi
dengan sebuah elektron bebas atau yang terikat lemah, misal elektron pada kulit
terluar suatu atom, maka sebagian energi photon akan diserap oleh elektron dan
kemudian terhambur. Interaksi ini disebut dengan hamburan Compton.
Titik batas antara interaksi Compton dan foto listrik menghasilkan puncak
energiyang disebut Compton edge. Puncak Backscatter disebabkan oleh foton
yang telah dihamburkan keluar ternyata didefleksi balik kedalam detektor
sehingga terdeteksi ulang. Spektrum di atas merupakan contoh karakteristik
spektra dari isotop 137Cs, setiap isotop mempunyai karakteristik pola spektral yang
berbeda-beda yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi isotop-isotop tersebut.
2.9. Komponen – Komponen Utama Reaktor
2.10. Jenis ReaktorPWR, Pressurized Water Reactor merupakan jenis reaktor berteknologi
barat yang paling banyak dibangun, karakteristik reaktor jenis ini adalah adanya
pressurizer, yang berfungsi mengatur tekanan sistem pendingin primer. Sebagian
besar reaktor jenis PWR baik yang digunakan untuk tujuan komersil (PLTN)
maupun untuk tujuan militer (kapal militer) menggunakan pressurizer. Dalam
kondisi normal, pressurizer sebagian terisi air dan sebagian terisi rongga udara,
dan didalam air terdapat pemanas yang berfungsi mengatur suhu air yang
kemudian berpengaruh terhadap tekanan rongga udara sehingga tekanan didalam
pressurizer ini akan memberikan kontribusi pada tekanan sistem primer, sehingga
tekanan yang dibutuhkan pada sistem primer dapat terjaga dengan cara
menaikturunkan tekanan didalam rongga udara pressurizer.
Reaktor bertekanan adalah reaktor yang dirancang untuk tidak
menimbulkan pendidihan di dalam bejana reaktor. Pada mulanya jenis reaktor ini
dirancang oleh Westinghouse Bettis Atomic Power Laboratory untuk keperluan
kapal militer. Aplikasi untuk komersial kemudian dikembangkan oleh
Westinghouse Nuclear Power Division.
Pendinginan dalam reaktor jenis ini terdiri dari tiga sistem pendingin yang
terpisah yaitu sistem pendingin primer, sistem pendingin sekunder dan sistem
pendingin tersier. Dari ketiga sistem ini hanya sistem pendingin primer yang
berhubungan langsung dengan bagian radioaktif di dalam reaktor.
Sistem pendingin primer berfungsi untuk memindahkan panas yang
dihasilkan oleh reaksi fisi di dalam bahan bakar. Sistem primer ini diberi tekanan
yang tinggi sehingga memungkinkan pendingin mencapai suhu yang sangat tinggi
(di atas 300°C) tanpa mengalami pendidihan. Tekanan di dalam sistem ini
dikendalikan oleh alat yang disebut pressurizer. Air pendingin bersuhu tinggi
yang keluar dari bejana reaktor mengalir menuju pembangkit uap (steam
generator).
Di dalam pembangkit ini, panas dari air pendingin primer dipindahkan ke
air pendingin dalam sistem sekunder. Air pendingin primer keluar dari
pembangkit uap dengan temperatur sekitar 274°C. Oleh adanya perpindahan
panas ini, maka air pendingin sekunder mengalami pendidihan dan menghasilkan
uap dengan suhu sekitar 265-285°C dengan tekanan sekitar 720-1000psi.
Setelah melewati pemisah uap(steam separator), uap yang dihasilkan
mengalir menuju ke turbin yang tersambung ke generator untuk memproduksi
listrik. Setelah melewati turbin, uap dikondensasikan oleh sistem pendingin
tersier. Uap yang sudah berubah menjadi air kembali dialirkan ke dalam
pembangkit uap. Sistem pendingin tersier berfungsi memindahkan panas dari
sistem sekunder ke lingkungan. Pendinginan dalam sistem tersier dapat dilakukan
dengan menggunakan udara (dengann cooling tower) atau dengan air laut.
Tekanan di dalam pressuizer dijaga pada tingkat sekitar 2250 psi melalui
pemanas dan sistem semprot yang ada di dalam pressurizer. Sistem
2.11. Cara Mengendalikan Laju Reaksi dalam Reaksi Inti
2.12. Teknik/cara memproduksi radioisotop
Radioisotop dapat diperoleh melalui iradiasi neutron atau iradiasi partikel
bermuatan. Iradiasi neutron dilakukan di dalam reaktor nuklir sebagai penghasil
neutron. Sedang iradiasi partikel bermuatan dilakukan di fasilitas siklotron. Pada
proses iradiasi, bahan sasaran/target harus sesuai dan tahan terhadap kondisi
iradiasi, misalnya tahan terhadap panas. Oleh karena itu, harus dilakukan
pemilihan bentuk kimia sasaran. Pemilihan bentuk kimia sasaran ini juga perlu
mempertimbangkan kemudahan proses pasca iradiasi, misalnya kemudahan dalam
pelarutan dan pemisahan.
Iodium-125 adalah radioisotop pemancar gamma murni pada energi 35,5
KeV dengan intensitas 6,7% dan mempunyai waktu paro (t½) 60,1 hari.
Radioisotop tersebut meluruh melalui electron capture (EC) menjadi isotop stabil
Telurium-125. Selain memancarkan energi gamma 35,5 KeV Iodium-125 juga
memancarkan sinar X pada energi 27 dan 31 KeV serta 21 elektron Auger pada
energi 50 –500 eV yang dimanfaatkan untuk radioterapi. Dibidang kedokteran
nuklir, Iodium-125 memiliki penggunaan yang sangat luas, baik untuk keperluan
diagnosis yaitu Immunoradiometricassay ( IRMA ) sebagai perunut untuk deteksi
dan pemantauan ” tumor marker” ( pertanda tumor) dalam serum darah dengan
memanfaatkan emisi radiasi gamma-nya maupun terapiyaitu sebagai seed brakhi
terapi dengan memanfaatkan emisi elektron Auger-nya I-12.
Iodium-125 dihasilkan dari peluruhan Xenon-125 yang memiliki waktu
paro 16,8 jam dan peluruhan Xenon-125 meta stabil dengan waktu paro 57 detik.
Xenon-125 dan Xenon-125 meta stabil dapat dihasilkan dari aktivasi netron
sasaran Xenon-124 melalui reaksi nuklir :
Di alam Isotop Xenon-124 hanya memiliki kelimpahan sebesar 0,10%,
sehingga untuk mendapatkan Xenon-125 dengan radioaktivitas yang tinggi
diperlukan kandungan Xenon-124 yang lebih tinggi (Xenon -124 diperkaya.
Kualitas produk Iodium-125 ditentukan dari besarnya radioaktivitas ,
kemurnian radiokimia, dan kemurnian radionuklida.Iodium-125 tersedia dalam
bentuk Na125I dengan konsentrasi radioaktivitas rendah (<250 mCi/ml), sedang
(250-500mCi/ml), tinggi (>500mCi/ml) dengan kemurnian radionuklida >99,9%,
kemurnian radiokimia >98%.
Proses pembuatan Iodium-125 merupakan suatu rangkaian proses yang
rumit karena reaksi yang terjadi adalah reaksi bertahap menggunakan sasaran
berbentuk gas yang punya potensi untuk lepas kelingkungan selain itu harga dari
gas xenon-124 diperkaya relatif mahal. Telah dilaporkan oleh AwaludinR,dkk
tentang pembuatan Iodium-125 dari sasaran xenon-124 diperkaya 82,4 % dengan
jumlah target 0,0223 mol. Pembuatan Iodium-125 dilakukan pada fasilitas xenon
loop di fasilitas iradiasi S1 reaktor G.A Siwabessy dengan fluks neutron sebesar
3 x 1013 ncm-2 s-1 selama 24 jam. Hasil Iodium-125 pada uji ke-1 sampai ke-3
diperoleh radioaktivitas masing-masing sebesar 9541mCi, 9801mCidan 11239
mCi . Radioaktivitas rerata diperoleh sebesar 10193 mCi. Sampai uji ke-3 tidak
ditemukan pengotor radionuklida Iodium-126.
Produksi Iodium –125 Menggunakan Fasilitas Produksi Xe-loop
Fasilitas produksi Xe-loop dilengkapi beberapa komponen utama yaitu
kamar iradiasi (irradiation chamber), botol penyimpanan target (product cylinder
1), botol produk (product cylinder 2), filter iodium (iodine filter), pompa vakum
(vacuum pump) dan beberapa valve. Dilengkapi 2 buah indikator tekanan
Bourdon Gauge (BG) dan 3 buah indikator kevakuman Tachometer (TC).
Indikator tekanan berfungsi untuk memantau tekanan gas xenon dalam sistem,
indikator kevakuman untuk memastikan ada dan tidaknya kebocoran sistem. Filter
Iodium (iodine filter) berfungsi untuk menangkap atau menyerap Iodium hasil
iradiasi Xe-124 sewaktu penarikan gas pasca iradiasike botol produk.Untuk
pemindahan gas xenon baik untuk pengiriman ke kamar iradiasi atau penarikan
kembali ke botol produk digunakan nitrogen cair (cryogenic system).Sebelum
kegiatan produksi dilakukan terlebih dahulu dilakukan pengecekan kevakuman
sistem untuk memastikan bahwa sistem tersebut tidak bocor yang bisa dipantau
melalui indikator kevakuman Tachometer (TC) terbaca ≤ 50 militorr .
Selanjutnya dilakukan pevakuman atau flashing dengan tujuan untuk menarik sisa
gas yang masih berada di Kamar Iradiasi atau di jalur pipa-pipa dengan tujuan
untuk menekan jumlah pengotor radionuklida yang akan mempengaruhi
produkakhir. Gas Xenon dengan pengkayaan 99,98% sebagai bahan sasaran yang
tersimpan dalam botol penyimpanan (product cylinder 1)di kirim ke kamar
iradiasi (irradiation chamber) yang berada di dalam fasilitas iradiasi S1 teras
reaktor GA. Siwabessy. Iradiasi Gas Xenon dilakukan selama 24 jam pada daya
15 MW menghasilkan fluks neutron sebesar 3 x 1013 ns-1 cm-2. Setelah iradiasi
gas Xenon ditarik ke botol produk (product cylinder 2 )dengan bantuan nitrogen
cair (cryogenic system)dan selanjutnya dilakukan peluruhan selama 7 hari.
Diagram proses dan skema fasilitas proses produksi I-125 ditunjukkan pada
Gambar :
BAB IIIKESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA