DAFTAR ISI Daftar isi .......................................................... .............................................................. ............ 1 BAB I : Pendahuluan .................................................. .................................................. 2 BAB II : Laporan kasus ........................................................ ........................................ 3 BAB III : Pembahasan ................................................... .................................................. 4 BAB III : Tinjauan Pustaka ...................................................... ..................................... 11 BAB IV : Kesimpulan ................................................... ................................................ 28 Daftar Pustaka ...................................................... .............................................................. ..... 29 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DAFTAR ISI
Daftar isi .................................................................................................................................... 1
BAB I : Pendahuluan .................................................................................................... 2
BAB II : Laporan kasus ................................................................................................ 3
BAB III : Pembahasan ..................................................................................................... 4
BAB III : Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 11
BAB IV : Kesimpulan ................................................................................................... 28
Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 29
1
BAB I
PENDAHULUAN
Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi
sestemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinik
klasik AR adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan
dan kaki. Selain lapisan sinovial sendi, AR juga bisa mengenai organ-organ diluar persendian
seperti kulit, jantung, paru-paru, dan mata. Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi
kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan, dan adanya komorbiditas. Menegakkan
diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan progresifitas penyakit.
Metode terapi yang dianut saat ini adalah pendekatan piramid terbalik (reverse pyramid),
yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat pemburukan penyakit. Bila
tidak mendapatkan terapi yang adekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas, dan
disabilitas. Morbiditas dan mortalitas AR berdampak terhadap kehidupan sosial dan ekonomi.
Kemajuan yang cukup pesat dalam pengembangan DMARD biologik, memberi harapan baru
dalam penatalaksanaan penderita AR.1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Wanita 40 tahun, perokok, datang berobat kepada anda, seorang GP dengan keluhan
nyeri pangkal jari-jari tangan. Pada anamnesis dan pemeriksaan selanjutnya, sendi yang nyeri
dan bengkak, serta kemerahan, teraba hangat, pada kedua tangan di metacarpophalangeal.
Pasien sedang minum obat-obat tbc dalam 6 bulan ini. Pemeriksaan darah hematologi rutin:
Hb : 12 g% Hitung jenis : 0/2/2/70/20/6
Leukosit : 7500 /mm3 LED : 25 mm/jam
Pada pemeriksaan lebih lanjut, ternayata pagi hari sendi-sendi pangkal jari-jari tangan kiri dan
kanan kaku lebih dari 1 jam. Rupanya keluhan tersebut telah berlangsung sekitar 2 bulan,
Pasien sudah minum obat-obat rematik sendiri. Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan
asam urat 9 mg/dL dan RF (-).
3
BAB III
PEMBAHASAN
Masalah
No Masalah Dasar Masalah Hipotesis
1. Wanita, 40 tahun,
perokok.
Adanya hormon estrogen pada wanita
yang dapat mempengaruhi insiden
penyakit.
Faktor resiko dan
faktor predisposisi
2. Nyeri pangkal jari-
jari tangan
Terdapat sendi yang nyeri dan bengkak,
serta kemerahan, teraba hangat, pada
kedua tangan di metacarpophalangeal.
Osteoathritis, Atritis
Reumatoid, Gout
3. Kekakuan Sendi-sendi pangkal jari-jari tangan kiri
dan kanan kaku lebih dari 1 jam sejak 2
bulan lalu.
Atritis Reumatoid
Hipotesis
1. Osteoathritis
Suatu gangguan sendi yang dapat digerakkan dan bersifat kronis, berjalan
progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai dengan abrasi rawan sendi serta
pembentukan tulang baru pada permukaan sendi. Osteoatritis lebih lazim terjadi pada
wanita daripada pria, terutama pada wanita yang berusia lebih dari 45 tahun.
Gambaran osteoatritis yang paling sering adalah nyeri sendi, terutama saat
bergerak atau menyangga tubuh. Nyeri tumpul ini akan berkurang bila pasien
beristirahat. Dapat terjadi kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan, tetapi
kekakuan ini akan menghilang setelah sendi digerakkan. Kekakuan biasanya hanya
bertahan selama beberapa menit. Perubahan khas terjadi pada tangan, terbentuknya
Nodus Heberden (pembesaran tulang pada sendi interfalang distal). Selain itu, terjadi
juga perubahan khas pada tulang vertebra.
2. Atritis Reumatoid
Gangguan kronik yang mengenai banyak sistem organ. Gangguan ini
diperantarai oleh sistem imun. Atritis reumatoid menyerang perempuan sekitar dua
4
setengah kali lebih sering daripada laki-laki, dengan insiden puncak antara usia 40
sampai 60 tahun.2
Beberapa gambaran klinis yang lazim mencakup, antara lain adanya gejala-
gejala konstitusional (lelah, anoreksia, demam, berat badan menurun), poliatritis
simetris, kekakuan sendi di pagi hari lebih dari 1 jam, nodul rematoid, dan manifestasi
ekstra-artikular. Terdapat kriteria diagnostik untuk mendiagnosis atritis reumatoid,
dmana diagnosis akan dikatakan positif apabila memenuhi empat dari tujuh kriteia
yang ada.
3. Gout
Gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat
(hiperurisemia). Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan
akibat langsung dari pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat
penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam
urat yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat akibat proses penyakit
lain atau pemakaian obat-obat tertentu. Adapun terdapat empat stadium gout, yaitu
yang pertama adalah hiperurisemia asimptomatik, stadium kedua adalah atritis gout
akut, ketiga adalah serangan gout akut, dan keempat adalah stadium gout kronik.
Metode Kerja
A. Anamnesis
- Identitas : Ny. X
- Umur : 40 tahun
- Jenis Kelamin : Wanita
- Pekerjaan : -
- Status : -
- Alamat : -
- Keluhan utama : nyeri pangkal jari-jari tangan
Adapun anamnesis tambahan yang dapat ditanyakan pada pasien, yaitu:
Riwayat penyakit sekarang
- Apakah terdapat kekakuan pada pagi hari?
5
- Apakah kekakuan hilang jika sendi tersebut digerakkan?
- Apakah ada nyeri lain yang dirasakan selain di pergelangan tangan?
Riwayat keluarga
- Apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami gejala serupa?
Riwayat kebiasaan
- Apakah pasien suka makanan yang berlemak?
- Apakah pasien sedang atau pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu?
B. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik pasien didapatkan hasil yaitu:
- Sendi yang nyeri dan bengkak, serta kemerahan, teraba hangat, pada kedua tangan
di metacarpophalangeal.
- Sendi-sendi pangkal jari-jari tangan kiri dan kanan kaku lebih dari 1 jam.
Masalah yang didapatkan dari pemeriksaan fisik pasien, yaitu adanya proses inflamasi, atritis
yang simetris serta kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam.
Adapun beberapa gambaran atau manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada Atritis
Reumatoid, antara lain:
a. Gejala-gejala konstitusional
misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang
kelelahan dapat demikian hebatnya.
b. Poliartritis simetris
(peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk
sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari
tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan
bebas) dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam
dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda
dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang
biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
6
d. Artritis erosif
merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan
sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
e. Deformitas
kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran
ulna atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari,
deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang
timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat
terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam
melakukan gerakan ekstensi.
f. Nodula-nodula reumatoid
massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita
rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi
siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian
tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini
biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra-artikular
Atritis rheumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata,
menyebabkan keratokonjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai
perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid
dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan
disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.2,3
C. Pemeriksaan laboratorium
Adapun pemeriksaan laboratorium pada pasien ini, yaitu:
Pemeriksaan darah hematologi rutin:
- Hb : 12 g% (12-16 g%)
- Leukosit : 7500 /mm3 (5000-10.000/mm3)
- Hitung jenis : 0/2/2/70/20/6
Basofil : 0 (0 – 1%)
Eosinofil : 2 (1 – 3%)
7
Neutrofil batang : 2 (2 – 6%)
Neutrofil segmen : 70 (50 – 70%)
Limfosit : 20 (20 – 40%)
Monosit : 6 (2 – 8%)
- LED : 25 mm/jam (< 20 mm/jam)
- Asam urat : 9 mg/dL (2,4-5,7 mg/dL)5
- Faktor reumatoid (-)
Masalah yang didapatkan dari pemeriksaan laboratorium pasien ini adalah:
- LED yang tinggi, menggambarkan adanya suatu inflamasi kronis.
- Hiperurisemia, terjadi pada pasien ini dikarenakan pasien sedang mengkonsumsi obat-
obatan TBC. Kemungkinan peningkatan ini disebabkan karena pasien mengkonsumsi
pirazinamid, dimana obat tersebut mempunyai efek samping pada peningkatan asam
urat dalam tubuh.
D. Diagnosis
Adapun kriteria diagnosis pada Atritis Reumatoid antara lain:
1. Kriteria diagnostik menurut American Collage of Rheumatology 1987
Gejala dan Tanda Definisi
Kaku pagi hari
(morning stiffness)
Kekakuan pada sendi dan sekitarnya yang berlangsung paling sedikit selama 1 jam
sebelum perbaikan maksimal
Artritis pada 3
persendian atau
lebih
Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan menunjukkan pembengkakan jaringan lunak
atau efusi
Artritis pada
persendian tangan
Paling sedikit ada satu pembengkakan (seperti yang disebutkan diatas) pada sendi :
pergelangan tangan, MCP atau PIP
Artritis yang
simetrik
Keterlibatan sendi yang sama pada kedua sisi tubuh secara bersamaan
Nodul reumatoid Adanya nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang, permukaan ekstensor, atau daerah
juxtaartikular
Faktor reumatoid
serum positif
Adanya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan metode apapun,
yang memberikan hasil positif < 5% pada kontrol subyek normal
Perubahan gambar
radiologis
Terdapat gambaran radiologis yang khas untuk artritis reumatoid pada foto
posteroanterior tangan dan pergelangan tangan
8
Kriteria diagnostik menurut American Collage of Rheumatology, biasanya digunakan pada
diagnosis dini dari Atritis Reumatoid. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan lainnya,
pasien ini hanya memenuhi 3 kriteria diagnostik di atas, antara lain kekakuan di pagi hari,
atritis pada sendi jari-jari tangan, dan atritis yang simetris.
2. Kriteria diagnostik menurut ACR & European League Againts Rheumatism (EULAR) 2011
Kriteria Skor
Keterlibatan sendi
1 sendi besar
2-10 sendi besar
1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)
4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)
> 10 sendi
0
1
2
3
5
Serologi
RF negatif dan ACPA negatif
RF positif-rendah atau ACPA positif-rendah
RF positif-tinggi atau ACPA positif-tinggi
0
2
3
Reaktan fase akut
CRP normal dan LED normal
CRP abnormal atau LED abnormal
0
1
Durasi dari gejala
< 6 minggu
> 6 minggu
0
1
Hasil pemeriksaan pasien:
- Joint involvement : 5
- Serology : 0
- Acute phase reactans : 1
- Duration of symptoms : 1
TOTAL : 7
Berdasarkan kriteria tersebut, pasien dapat dinyatakan menderita Atritis Reumatoid karena
skor yang dimiliki pasien diatas 6.
E. Penatalaksanaan
9
Tujuan utama dari penatalaksanan pada Atritis Reumatoid adalah:
- Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan
- Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita
- Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi
- Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah:
Asimptomatik:
- Memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya
dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita.
- Istirahat merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang
hebat.
- Latihan Fisik dan Termoterapi Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam
mempertahankan fungsi sendi.
Simptomatik.
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan
penyakit reumatik. Pemberian OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri
dan pembengkakan. Prednison (glukokortikosteroid) kurang dari 10 mg per hari cukup efektif
untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Atau pemakaian obat-
obatan golongan DMARD, seperti leflunomide, infliximab, dan etanercept. Sulfasalazin atau
hidrosiklorokuin atau klorokuin fosfat sering digunakan sebagai terapi awal, tetapi pada kasus
yang lebih berat, MTX atau kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama.
F. Prognosis
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
BAB IV
10
TINJAUAN PUSTAKA
EPIDEMIOLOGI
Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relatif konstan yaitu berkisar antara
0,5-1%. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian masing-
masing sebesar 5,3% dan 6,8%. Prevalensi AR di India dan di negara barat kurang lebih sama
yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di China, Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari
0,4% baik di daerah urban maupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah
mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban.
Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk berusia diatas 40 tahun
mendapatkan prevalensi sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah kabupaten.
Di klinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus baru AR merupakan
4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode Januari sampai dengan Juni 2007
didapatkan sebanyak 203 kasus AR dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 2.346 orang
(15,1%). Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-
laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian
tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan kelima.6
ETIOLOGI
Faktor Genetik
Etiologi AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi uang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian AR, dengan
angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan dengan gen HLA-DRB1
dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga
berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode
aktivator reseptor nuclear factor kappa B (NF-κB). Gen ini berperan penting dalam resorpsi
tulang pada AR. Faktor genetik juga berperan penting dalam terapi AR karena aktivitas enzim
seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurin methyltransferase untuk
metabolisme methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar
monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada
11
orang kulit putih dengan AR mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka
kesesuaian sebesar 80%.
Hormon Sex
Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga
diduga hormon sex berperan dalam perkembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan
bahwa terjadi perbaikan gejala AR selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena: 1. Adanya
aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan
fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit. 2. Adanya perubahan profil
hormon. Placental cortocotropin-releasing hormon secara langsung menstimulasi sekresi
dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan androgen utama pada perempuan yang
dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat imunosupresif terhadap respon imun
selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta.
Estrogen dan progesteron menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan menghambat respon
imun selular (Th1). Oleh karena pada AR respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan
progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan AR. Pemberian
kontrasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan AR atau berhubungan dengan
penurunan insiden AR yang lebih berat.
Faktor Infeksi
Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit AR. Organisme ini
diduga menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T
sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan antigen infeksi yang
secara nyata terbukti sebagai penyebab penyakit.
Protein Heat Shock (HSP)
HSP adalah keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai
respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. HSP
tertentu manusia dan HSP mikrobakterium tuberkulosis mempunyai 65% untaian yang
homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan
sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan
reaksi imunologis. Dan mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular
mimicry).
12
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya AR antara lain jenis
kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua, paparan
salisilat dan merokok. Konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari, khususnya kopi
decaffeinated mungkin juga beresiko. Makanan tinggi vitamin D, konsumsi teh dan
penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan penurunan resiko. Tiga dari perempat
perempuan dengan AR mengalami perbaikan gejala yang bermakna selama kehamilan dan
biasanya kambuh kembali setelah melahirkan.
PATOGENESIS
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi dan fibroblas sinovial setelah
adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi.
Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau
sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang ireguler pada jaringan sinovial yang mengalami
inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi
dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan
dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.
Peran Sel T
Induksi respon sel T pada AR diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share
epitope dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptida pada antigen-
presenting cell (APC) sinovium atau sistemik. Molekul tambahan (accessory) yang
diekspresikan oleh APC antara lain ICAM-1 (intracellural adhesion molucle-1) (CD54),