-
MAKALAH PROPOSAL
ANALISIS WAKTU PERTUKARAN AIR AKIBAT PASANG SURUT DIMUARA
SUNGAI SEGARA ANAKAN CILACAP
Disusun oleh :ADHIYA FAJAR MAHARIS
(H1D009027)
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Eng Purwanto Bekti S. Wahyu Widiyanto, ST., MT.NIP. 19720914
200012 1 001 NIP. 19750605 200604 1 029
JURUSAN TEKNIK
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013
-
A. PENDAHULUAN1. Latar Belakang
Segara Anakan adalah sebuah laguna yang terletak di Kabupaten
Cilacap Propinsi JawaTengah. Dari perspektif Lingkungan Hidup,
Laguna tersebut merupakan suatu ekosistem unikyang terdiri dari
badan air (laguna) bersifat payau, hutan mangrove dan lahan rendah
yangdipengaruhi pasang surut. Ekosistem tersebut berfungsi sebagai
tempat pemijahan udang danikan, sebagai habitat burung-burung air
migran dan non migran, berbagai jenis reptil danmamalia serta
berbagai jenis flora. Dari perspektif Sumber Daya Air, Laguna
tersebuttermasuk dalam DAS Segara Anakan yang merupakan bagian
hilir dari wilayah sungaiCitanduy (BALAI DATA DAN INFORMASI SDA,
2012).
Laguna Segara Anakan mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu
sebagai muara sungaiCitanduy, sungai Cibeureum, sungai Palindukan,
sungai Cikonde dan sungai-sungai lainnyayang berpengaruh besar
terhadap kelancaran fungsi sistem drainasi daerah irigasi
Sidareja-Cihaur seluas 22.500 ha (Kab. Cialacap), daerah irigasi
Lakbok Selatan seluas 4.050 ha dandaerah irigasi Lakbok Utara
seluas 6.700 ha (Kab. Ciamis) serta sistem pengendalian
banjirWilayah Sungai Citanduy (BALAI DATA DAN INFORMASI SDA,
2012).
Menurut Dyer (1973) mengatakan Flushing time (waktu pembilasan)
adalah waktuyang dibutuhkan untuk memindahkan kandungan bahan
terlarut dalam air dari satu tempat ketempat lain. Laut selalu
menjadi tempat yang nyaman untuk membuang bahan yang
tidakdiinginkan. Muara selalu di bawah tekanan untuk melayani
sebagai tempat pembuanganlimbah, khususnya untuk limbah cair.
Pembuangan limbah ke muara telah menjadi praktikselama berabad-abad
tanpa efek samping besar pada ekosistem, itu menjadi masalah
seriusketika kota-kota besar saat ini terus membenahi pada skala
yang lebih besar. Pengenalanmetode produksi industri baru telah
sangat meningkatkan daftar produk limbah yangberpotensi
membahayakan yang muara berfungsi sebagai tempat pembuangan
sampah.Mengelola kesehatan ekosistem estuaria karena telah menjadi
sebuah kebutuhan.
Salah satu alat manajemen muara adalah konsep waktu pembilasan.
Hal ini seringdigunakan untuk menentukan berapa banyak zat yang
berpotensi berbahaya muara dapatditoleransi sebelum ekosistemnya
terpengaruh ke tingkat yang signifikan. Sementara konsepwaktu
pembilasan adalah alat ilmiah yang sah, itu harus dipahami sebagai
persis seperti itu:bantuan ilmiah bagi para pengambil keputusan.
Decsion dasar apakah zat tertentu harusdibuang dan dimasukkan ke
dalam muara harus dibuat sebelum konsep waktu pembilasan
-
datang ke dalam bermain dan tergantung pada banyak faktor,
seperti metode pembuanganalternatif di darat, opsi daur ulang
mungkin, ekonomi alternatif solusi dan lain-lain. Setelahkeputusan
telah dibuat bahwa pembuangan di muara adalah solusi yang tepat,
konsep waktupembilasan digunakan untuk mengevaluasi di mana,
bagaimana dan dalam jumlah berapasubstansi tertentu dapat
dibuang.
2. Rumusan MasalahRumusan masalah yang di hadapi adalah
bagaimana menentukan pertukaran air yang
terjadi pada sungai Segara Anakan akibat pasang surut air laut.
Solusi yang di lakukan adalahmelalui kajian sungai untuk mengetahui
kapan pasang surut terjadi tinggi dan rendahnya padamuka air dengan
waktu pembilasan.
3. Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan :
1. Membuat simulasi pertukaran air yang terjadi akibat pasang
surut air laut di Sungai SegaraAnakan Cilacap.
2. Menentukan waktu pembilasan (flushing time) dari beban
masukan yang masuk keperairan Sungai Segara Anakan.
3. Mengetahui waktu pembilasan yang terjadi yang di akibatkan
pasang surut air di SungaiSegara Anakan.
4. Manfaat PenelitianManfaat yang ingin di peroleh dari
penelitian ini antara lain bertambahnya wawasan dan
pengetahuan dala memahami permasalahan sungai, khususnya
mengenai pola aliran air yangterjadi akibat pasang surut air laut
ke muara sungai. Hasil penelitian ini di harapkan dapatmemberikan
kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang
ilmuhidraulika. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat
diinformasikan dan disebar luaskan untukkalangan akademisi sebagai
masukan yang memungkinkan untuk diadakannya penelitiansecara
berkesinambungan maupun untuk kalangan praktisi dalam upayanya
untuk aplikasidilapangan.
5. Batasan MasalahUntuk membatasi objek penelitian dan memberi
langkah yang sistematis maka penelitian
ini dilakukan dengan batasan-batasan adalah menentukan waktu
pasang surut yang terjadi,
-
membuat peta kontur bathimetri segara anakan, mengukur
salinitas, menghitung waktupertukaran air.
B. TINJAUAN PUSTAKA1. Sungai dan Daerah Aliran Sungai
Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang
terbentuk secaraalamiah, mulai dari bentuk kecil di bagian hulu
sampai besar di bagian hilir. Sungai dicirikanoleh arus yang searah
dan relatif kencang dengan kecepatan 0,1-1,0 m/s, serta
dipengaruhioleh waktu, iklim dan pola drainase (Effendi, 2003).
Menurut Wetzel (2001) sungaimentransportasikan bahan-bahan yang
tererosi (terlarut maupun tersuspensi) dalam jumlahyang sangat
besar dari lahan bagian atas menuju dataran yang lebih rendah dan
akhirnyabermuara di lautan. Dalam sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS)
terdapat berbagai macampenggunaan lahan seperti hutan, perkebunan,
pertanian, pemukiman, perikanan, industri, dansebagainya (Manan,
1997).
Sungai merupakan perairan yang tidak dapat dipisahkan, setiap
campur tangan dantindakan manusia di bagian tertentu akan
mempengaruhi bagian sungai lainnya. Jadi, sebuahDAS atau Sub DAS
dapat dipandang sebagai sebuah ekosistem dimana terdapat
masukanberupa curah hujan dan keluaran berupa aliran sungai.
Berdasarkan faktor ekologi secaragaris besar sungai dapat dibagi
menjadi tiga bagian (Reid, 1961), yaitu:1. Sungai bagian hulu. Pada
bagian ini gradient/kemiringan dasar sungai cukup besar
sehingga air bergerak dengan arus yang cepat. Substrat dasar
pada bagian ini umumnyaterdiri dari bebatuan dan kerikil, namun
pada bagian dimana arusnya cukup pelan (pools)ditemukan juga
substrat pasir dan detritus organik dalam jumlah yang sedikit.
2. Sungai bagian tengah. Pada bagian ini gradient/kemiringan
dasar sungai tidak terlalu besarsehingga air bergerak dengan arus
yang lebih pelan dibandingkan pada bagian hulu.Substrat dasar pada
sungai bagian ini umumnya didominasi oleh material kasar
sepertipasir, sedangkan lumpur hanya ditemukan pada bagian sungai
yang sedikit tergenang(pools) dan pinggiran sungai.
Sungai bagian hilir. Bagian ini terletak dekat mulut sungai.
Substrat dasar umumnyaterdiri dari lumpur dan detritus organik.
Batas garis pantai pada bagian ini tidaklah jelaskarena sungai
memiliki daerah dataran banjir yang luas, sungai pada bagian ini
ditandai olehadanya semak-semak dan rawa.
-
2. Pasang SurutPasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik
gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi
bervariasi secara langsungdengan massa tetapi berbanding terbalik
terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecildari matahari,
gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik
mataharidalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan
lebih dekat daripada jarakmatahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi
menarik air laut ke arah bulan dan matahari danmenghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari
tonjolanpasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu
rotasi bumi dan bidang orbitalbulan dan matahari
(www.oseanografi.blogspot.com).
Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang
disebut pasangrendah. Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan
pasang rendah disebut rentang pasangsurut (tidal range). Pasang
surut sering disingkat dengan pasut adalah gerakan naik
turunnyapermukaan air laut secara berirama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan dan matahari,dimana matahari mempunyai massa 27
juta kali lebih besar dibandingkan dengan bulan,tetapi jaraknya
sangat jauh dari bumi (rata-rata 149,6 juta km) sedangkan bulan
sebagaisatelit bumi berjarak (rata-rata 381.160 km). Dalam mekanika
alam semesta jarak sangatmenentukan dibandingkan dengan massa, oleh
sebab itu bulan lebih mempunyai peran besardibandingkan matahari
dalam menentukan pasut. Secara perhitungan matematis daya
tarikbulan 2,25 kali lebih kuat dibandingkan matahari.
Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah
gelombang ke puncakatau lembah gelombang berikutnya. Harga periode
pasang surut bervariasi antara 12 jam 25menit hingga 24 jam 50
menit. Pasang purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan
danmatahari berada dalam suatu garis lurus. Pada saat tersebut
terjadi pasang tinggi yang sangattinggi dan pasang rendah yang
sangat rendah. Pasang purnama ini terjadi pada saat bulanbaru dan
bulan purnama. Pasang perbani (neap tide) terjadi ketika bumi,
bulan dan mataharimembentuk sudut tegak lurus. Pada saat tersebut
terjadi pasang tinggi yang rendah danpasang rendah yang tinggi.
Pasang surut perbani ini terjadi pada saat bulan dan .
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu
karena adanya gayatarik benda benda langit, terutama matahari dan
bulan terhadap massa air laut di bumi.(dalam Triatmodjo, 1996).
Pengetahuan tentang pasang surut sangat penting dalamperencanaan
bangunan di daerah pantai. Elevasi muka air tertinggi ( pasang )
dan terendah (surut ) sangat penting untuk merencanakan bangunan
banguna tersebut.
Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan
dalam empat tipe yaitu:
-
1. Pasang surut harian ganda (semi diural tide) F 0,25Dalam satu
hari terjadi dua kali pasang dan dua kali air surut dengan tinggi
yang hampirsama dan pasang surut terjadi berurutan secara teratur.
Periode pasang surut rata rataadalah 12 jam 24 menit. Pasang surut
jenis ini terjadi di selat Malaka sampai lautAndaman.
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) F 3,00Dalam satu
hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali surut. Periode
pasang surut adalah24 jam 50 menit. Pasang surut ini terjadi di
perairan selat Karimata.
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide
prevailing semidiurnal) 0,25 F 0,50
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air
surut, tetapi tinggi dan periodeberbeda. Pasang surut ini banyak
terdapat di perairan Indonesia Timur.
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide
prevailing diurnal) 0,50 F 3,00
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan
satu kali air surut, tetapikadang kadang untuk sementara waktu
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengantinggi dan periode
yang sangat berbeda. Pasang surut jenis ini terjadi di selat
Kalimantandan pantai utara Jawa Barat.
Gambar 1 tipe-tipe pasang surut
-
3. Permasalahan Segara AnakanKawasan Segara Anakan dari tahun ke
tahun terus mendapat tekanan akibat aktivitas
manusia. Saat ini kawasan Segara Anakan dihadapkan pada dua
masalah pokok, yaknisedimentasi (pendangkalan) dari sedimen (berupa
lumpur dan limbah) yang terbawa sungai-sungai yang bermuara kedalam
laguna dan berkurangnya luasan hutan mangrove.
3.1. SedimentasiLaguna Segara Anakan secara kontinyu mengalami
degradasi akibat tingkat sedimentasi
yang tinggi. Adanya sedimentasi selama bertahun-tahun pada
perairan tersebut telahmengakibatkan terjadinya pendangkalan serta
penyempitan luasan laguna.
Erosi pada sungai-sungai yang bermuara di laguna Segara Anakan
menyumbang materiallumpur dan bahkan limbah sebanyak 5.000.000
m3/tahun, dimana sebesar 1.000.000m3/tahun terendapkan di laguna.
Dari 1.000.000 m3 tersebut, 750.000 m3 disumbangkanoleh material
yang dibawa aliran Sungai Citanduy, sedangkan sisanya 250.000 m3
berasaldari material yang dibawa sungai lainnya. Sehingga, total
sedimentasi di laguna terhitungsejak tahun 1994 hingga kini sudah
melebihi 5.000.000 m3.
Laju sedimentasi yang tinggi dari tahun ke tahun menyebabkan
luasan laguna SegaraAnakan semakin menyusut. Walaupun terdapat
perbedaan data dari berbagai sumber yangberbeda, namun data-data
tersebut menunjukkan kecenderungan yang sama dalammenggambarkan
laju penurunan luasan laguna Segara Anakan seperti terlihat pada
gambar 2.Sedangkan gambar 3 memperlihatkan hasil pengolahan data
inderaja luasan laguna SegaraAnakan.
Gambar 2 laju penurunan luasan segara anakan
-
Gambar 3 data inderaja luasan laguna segara anakanSumber: Profil
Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy, Ditjen Sumber Daya
Air, Departemen Pekerjaan Umum (2002)Laju sedimentasi yang
tinggi di laguna Segara Anakan juga mengakibatkan menyempitnya
alur (celah) di Plawangan Barat yang menghubungkan laguna dan
laut lepas SamuderaHindia hingga berjarak sekitar 60 m antara pulau
Jawa dan Nusakambangan dari sebelumnyaberjarak 300 m pada tahun
2002. Kedalamannya pun menjadi semakin dangkal, mulai dariminus
0,63 m sampai 4,6 m. Celah tersebut sangat penting untuk
mengalirkan air sungai dansedimen ke laut, sirkulasi air laut dan
air tawar di laguna, serta menjadi pintu gerbang masukdan keluarnya
biota laut pada saat pemijahan, mencari makan, dan membesarkan
diri.
3.2. Kerusakan hutan mangroveDi samping masalah sedimentasi,
ekosistem hutan mangrove kawasan Segara Anakan juga
mengalami tekanan lingkungan yang sangat tinggi akibat
penebangan liar, yangmengakibatkan berkurangnya luasan hutan
mangrove. Masyarakat melakukan penebanganliar karena alasan kondisi
ekonomi seperti untuk keperluan membuka areal
pertambakan,pertanian, permukiman, dan pemanfaatan kayu mangrove
sebagai material bangunan sertabahan baku arang untuk kebutuhan
industri.
Pada awal perkembangannya, tambak-tambak udang tersebut memang
menguntungkandan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.
Namun, seiring stabilnya hargaudang di pasar dunia, bidang usaha
tambak udang tersebut mulai mengalami kerugian
-
sehingga mengakibatkan kebangkrutan yang berujung pada penutupan
usaha pertambakkan.Tidak hanya sampai di sini, pohon mangrove pun
tidak bisa tumbuh lagi khususnya ditempat-tempat pemberian makanan
udang karena kerasnya bahan kimia yang dipakai untukmembesarkan
udang secara instan.
Menurunnya luas hutan mangrove dipengaruhi juga oleh penebangan
liar yang dilakukanmasyarakat untuk dijadikan kayu bakar, baik
untuk kebutuhan rumah tanga ataupun industri.Keadaan ini semakin
memburuk seiring dengan makin maraknya order dari bisnis
arangmangrove dari sejumlah kota di tanah air ke wilayah tersebut.
Kualitas arang dari mangrovedikenal paling bagus karena jenis
kayunya yang keras, sehingga dijadikan bahan bakuindustri
arang.
Sementara itu, peningkatan sedimentasi dari lumpur yang terbawa
oleh beberapa sungaiyang bermuara di kawasan Segara Anakan
menciptakan lahan-lahan tanah timbul baru. Halini mendorong warga
setempat dan juga masuknya para pendatang untuk menggarap
lahantanah timbul tersebut menjadi areal pertanian. Sehingga dengan
alasan membuka lahanpertanian, banyak pohon mangrove yang ditebang
secara liar untuk dijadikan sawah danpermukiman. Penebangan liar
juga dilakukan guna memanfaatkan kayu mangrove sebagaimaterial
bahan bangunan.
Gambar 4 laju penurunan luasan hutan mangrove segara
anakanSumber: Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan (2009)
-
Penebangan hutan mangrove memang sudah terbukti menyebabkan luas
hutan kawasanSegara Anakan kian hari terus menyusut seperti
ditunjukkan dalam gambar 4 yangmemperlihatkan laju penurunan luasan
hutan mangrove di kawasan Segara Anakan.
4. Dampak permasalahanKerusakan lingkungan di kawasan Segara
Anakan mengancam kekayaan biota di kawasan
ini. Penumpukan sedimen dari beberapa sungai yang bermuara di
laguna Segara Anakanselama bertahun-tahun telah mendangkalkan dan
menyempitkan perairan yang merupakanhabitat biota laut dan air
payau. Sebagian besar dari biota tersebut juga merupakan
sumbermakanan bagi burung-burung air di kawasan Segara Anakan.
Tingkat erosi yang tinggi jugamengakibatkan wilayah perairan keruh
dan kotor, sehingga kehidupan biota di laguna SegaraAnakan pun
terancam.
Gerbang Plawangan yang merupakan pintu pertemuan air sungai yang
bermuara di SegaraAnakan dengan laut lepas Samudera hindia kini
kian sempit dan dangkal. Celah tersebutsangat penting untuk
mengalirkan sedimen dan air ke laut, serta menjadi pintu
gerbangmasuknya biota laut untuk memijahkan diri di laguna. Kondisi
tersebut menimbulkan lumpursungai tak dapat langsung meluncur ke
laut lepas karena tertahan tumpukan sedimentasi danberkurangnya
biota laut yang memijahkan diri di Segara Anakan karena kesulitan
masukkedalam laguna.
Keadaan ini semakin memburuk seiring dengan penyusutan luasan
hutan mangrove yangmenyebabkan peran mangrove sebagai penyedia
nutrisi bagi keberlanjutan kehidupan biotalaut, air payau, dan
burung air yang menumpangnya berkurang. Berkurangnya luasan
hutanmangrove dan sedimentasi menjadi faktor penyebab utama
menurunnya jumlah tangkapanikan di daerah pesisir dan hilangnya
mata penghidupan nelayan setempat. Permasalahan inidapat mengancam
sektor perikanan laut di Cilacap.
Dampak besar lainnya akibat sedimentasi dan berkurangnya luasan
hutan mangroveadalah semakin mudah terendamnya areal permukiman dan
pertanian saat air pasang.Akibatnya, instalasi air bersih rusak,
sumber air bersih tercemar, lahan pertanian rusak, danbanjir.
Ratusan hektar lahan persawahan tidak bisa ditanami akibat
terinterusi air laut.Sementara itu, hilangnya mangrove juga
mengakibatkan suhu udara semakin panas.
Sedimentasi Segara Anakan tidak hanya menyebabkan banjir, namun
juga mengganggujalur perahu nelayan dan alur pelayaran kapal
penyebrangan. Beberapa kendala akibatsedimentasi di kawasan ini
diantaranya: jalur kapal penyebrangan antara Dermaga
Lomanis,Cilacap Dermaga Majingklak, Ciamis dan kapal besar
berkapasitas hingga 300 orang antara
-
Cilacap Kalipucang terhenti; alur Pelabuhan Indonesia III Cabang
Tanjung Intanmendangkal dan membuat kapal kandas pada tahun 2004;
alur pelayaran kapal tankerpemasok minyak mentah ke pelabuhan
khusus Pertamina Lomanis Cilacap terganggu; alattransportasi kapal
roro dan compreng bagi wilayah setempat sebagian besar sudah
berhentiberoperasi; serta Dinas Angkutan Sungai, Danau, dan
Perairan (ASDP) Cilacap telahmenghentikan armadanya untuk jalur
Cilacap Kampung Laut Kalipucang sehinggatransportasi ke tiga desa
di Kampung Laut, yaitu Desa Ujung Gagak, Klaces, dan UjungAlang
nyaris terputus.
5. Upaya penyelamatanUpaya yang telah dilakukan pemerintah,
swasta, dan masyarakat untuk mengatasi
permasalahan kawasan Segara Anakan meliputi rehabilitasi hutan
mangrove, pembangunandam pengendali dan penahan, pengerukan
sedimen, pembuatan daerah tangkapan atau sumurresapan, hingga
penyodetan sungai.
Untuk menahan laju sedimentasi, BPKSA menjalankan program
Konservasi Tanah danPengendalian Erosi (KTPE). Program KTPE terdiri
atas kegiatan fisik dan vegetasi. Kegiatanfisik meliputi
pembangunan dam pengendali, dam penahan, dan terucuk bambu.
Kegiatanvegetasi berupa agro forestry, pembuatan Unit Percontohan
Usaha Pelestarian SumberdayaAlam (Up-Upsa), dan pembuatan kebun
bibit desa. Yang menjadi sasaran KTPE terutamalahan kritis di
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimeneng, Cikawung, dan Ciseel.
Upaya penyelamatan Segara Anakan terus berlanjut dengan
penyodetan Sungai Cimeneng(gambar 6) dan pengerukan yang dilakukan
di titik Plawangan, selatan Desa Karanganyar,dan dekat muara,
melalui Proyek Konservasi dan Pembangunan Segara Anakan
(SegaraAnakan Conservation and Development Project) dengan dana
yang sebagian besar berasaldari pinjaman ADB dan sisanya dari APBN,
antara tahun 2000 dan 2005 (gambar 5),membuat luasan laguna naik
menjadi 834 Ha pada tahun 2005 dari 600 Ha pada tahun 2003.Namun
kini hasil pengerukan tersebut hampir tidak berbekas karena
sedimentasi yang terusmenerus mengendap di kawasan ini, sehingga
penyusutan luasan laguna pun terusberlangsung. Proyek yang dimulai
efektif dari tahun 1997 2005 ini, dinilai ADB tidakberhasil.
-
Gambar 5 pengerukan laguna segara anakanSumber: IUCN &
Mangrove Action Project (2005)
Salah satu paket programnya yang belum berhasil dilakukan adalah
memindahkan muaraSungai Citanduy dari laguna Segara Anakan ke teluk
Nusawere, Kabupaten Ciamis denganmembuat sodetan aliran sungai
sepanjang 3 km. Rencana yang lebih dikenal dengan sodetanCitanduy
(gambar 6) ini berlandaskan asumsi bahwa sedimen terbesar di
kawasan lagunaSegara Anakan berasal dari Sungai Citanduy (75%).
Sehingga air sungai beserta sedimenyang terbawa itu tidak lagi
memasuki laguna Segara Anakan, melainkan langsung keSamudera
Hindia. Berdasarkan hasil studi, sebaran lumpur dari Sungai
Citanduy nantinyaakan terbuang melebar paling jauh 5 km dari teluk
Nusawere.
Gambar 6 sedotan sungai cimeneng dan sungai citanduySumber: ADB
Completion Report (2006)
-
Namun dalam perjalanannya terdapat kendala berupa konflik sosial
di lapangan.Kelompok yang pro berpendapat bahwa sodetan adalah cara
terbaik untuk menanggulangisedimentasi yang membuat kritis kondisi
laguna Segara Anakan. Sementara itu, kelompokyang kontra
berpendapat bahwa sodetan hanya akan memindahkan persoalan dari
SegaraAnakan ke teluk Nusawere tanpa benar-benar menyelesaikan
persoalan sedimentasi itusendiri. Dikatakan lebih lanjut bahwa
proyek ini justru akan meningkatkan potensipencemaran sampah ke
pantai Pangandaran (berjarak sekitar 25 km dari Teluk Nusawere)yang
merupakan salah satu kawasan andalan Jawa Barat di bidang
pariwisata dan mengurangihasil tangkapan ikan bagi nelayan Ciamis
karena teluk Nusawere merupakan daerahtangkapan ikan yang
potensial.
Pada tahun 2007, melalui Program Gerakan Nasional Pengelolaan
Air (GNPA), dibuatmodel sumur resapan sebagai daerah tangkapan
dengan pola ekohidrolik sebanyak 20 buah disekitar alur sungai
untuk mengurangi erosi yang masuk ke laguna Segara Anakan.
Hasilpenelitian sementara program ini cukup efektif menghambat
sedimentasi dan mendapatrespon positif dari masyarakat, sehingga
berkembang menjadi setidaknya 600 sumur yangtelah dibuat.
Upaya pelestarian hutan mangrove terus dilakukan dengan
penanaman bibit mangrovesebanyak 10.000 batang pada lahan seluas 1
Ha di Grumbul Mangun Jaya dan LempongPucung, Desa Ujung Alang,
Kecamatan Kampung Laut. Kegiatan penanaman yang dilakukanoleh
Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap melalui program corporate
socialresponsibility (CSR) pada akhir tahun 2009 mengambil tema
Save The Mangrove Now! inimelibatkan Kantor Pengelolaan
Pemberdayaan Segara Anakan (KPPSA) Cilacap dan pecintaalam.
6. Waktu Pembilasan (Flushing Time)
Sirkulasi air di daerah pantai dimana terdapat sungai bermuara
(estuari) berbeda karenaadanya pengaruh arus pasang surut dan
aliran sungai. Jika pengaruh faktor tersebut tidak ada,maka air
sungai akan mengalir ke laut membentuk lapisan air tawar dibagian
permukaan.Pelapisan massa air ini disebabkan karena perbedaan
salinitas antara air laut yang mempunyaisalinitas lebih besar dan
air tawar yang mempunyai salinitas lebih rendah.
Desakan arus pasang surut memegang peranan penting sehingga
terjadi pencampuranturbulen, dimana arus pasang surut cenderung
pecah dibagian permukaan sehingga terjadipencampuran air laut dan
air tawar, (Rilley dan Skirrow, 1975).
-
Sirkulasi memegang peranan penting dalam mempelajari pencemaran
di kawasan perairanpantai. Pada pantai yang aliran sungainya besar
bahan pencemaran yang masuk dari sungaiakan berada dilapisan
permukaan dan mengalir ke laut karena aliran permukaan.
Sedangkandipantai dengan pencampuran sebagian bahan pencemar yang
masuk dari sungai sebagianbesar akan terakumulasi didasar sebab
pencampuran partikel membawa air sungai turun kelapisan dasar,
(Hill, 1962).
Dyer (1973) mengatakan Flushing time (waktu pembilasan) adalah
waktu yangdibutuhkan untuk memindahkan kandungan bahan terlarut
dalam air dari satu tempat ketempat lain.
Selanjutnya Dyer (1973) mengatakan bahwa ada beberapa cara yang
dapat digunakandalam menghitung waktu pembilasan di estuari, yaitu
:a. Metode Fraksi air tawar (The Fraction of Fresh Water Method)b.
Metode Tidal prism (The Tidal Prim Method)c. Metode Modifikasi
Tidal Prism (The Modified Tidal Prism Method).
7. Bathimetri
Akibat dari proses sedimentasi dari Laguna Segara Anakan
mengakibatkan perubahankedalaman di Pelawangan Barat, deposisi
sedimen mempengaruhi kedalaman perairan,menurut Purba dan Sujastani
(1989) perubahan kedalaman dari 40 m (tahun 1817) menjadi10 m
(1987), sehingga akan mengurangi aliran pasang surut dan
mengembalikan akresisedimen ke laguna. Perubahan kedalaman dapat
diketahui dengan membandingkan petabatimetri pada siklus waktu
tertentu pada lokasi yang sama, dengan pengukuran kedalamansecara
periodik. Data kedalaman tersebut digunakan untuk membangun peta
kedalaman(batimetri).
Data batimetri adalah dasar yang sangat dibutuhkan untuk
memahami hidrodinamika suatuperairan (Nugrahadi dan Tejakusuma
2007). Secara umum PPB merupakan perairan dangkal.Dalam menampilkan
data batimetri dibuat garis isobath (garis khayal yang
menghubungkankedalaman perairan yang sama). Data batimetri dibangun
dari pengukuran observasi berupadata kedalaman berkoordinat atau
hasil digitasi peta kedalaman penelitian pada daerah yangsama
(Siregar dan Selamat 2009). Data kedalaman dan data posisi yang
bersesuaianselanjutnya dikoreksi dengan data pasang surut dan
dibuat grid dengan proses interpolasi.
Batimetri suatu perairan bersama dengan kondisi batas dan garis
pantai menjadi masukanuntuk pembuatan model suatu perairan untuk
membentuk daerah model (model domain).
-
Penelitian Holtermann et al. (2008) telah menampilkan batimetri
Laguna Segara Anakan,tetapi untuk batimetri PPB hanya sedikit
wilayah yang terekam.
8. Tipe Estuari
Berdasarkan struktur salinitasnya estuari diklasifikasikan
menjadi tiga tipe estuari, yaituterstratifikasi (highly
stratified), tercampur sebagian (partially mixed), dan
tercampursempurna (well mixed) (Dyer 1986; Open University Course
Team 1989; Triatmojo 1999; Ji2008).8.1.Estuari Terstratifikasi
(Highly Stratified Estuaries)
Ketika debit sungai yang besar memasuki daerah dengan pasang
surut yang lemah,dimana air tawar dengan densitas lebih ringan
daripada air laut, cenderung mengalir ke arahlaut melintasi
permukaan dan air dengan densitas tinggi berada di bawah dan baji
garamhampir tidak bergerak. Air laut berada di bawah dan dekat
dengan mulut estuari, hanyasebagian kecil terjadi percampuran.
Antara dua massa air ada zona sempit pada bagianpermukaan dimana
terdapat perbedaan salinitas tajam yang disebut haloklin. Gradien
densitasmembuat haloklin cenderung stabil dan dua massa air
tersebut tidak bercampur dengan cepat.Karena kecilnya kisaran
pasang surut yang kecil, maka massa air dekat dasar
yangbersalinitas tinggi menjadi relatif stasioner, tetapi air tawar
di permukaan mempunyaikecepatan yang tinggi. Beda kecepatan
tersebut membuat tidak ada air tawar yang tercampurke dasar dan
hanya terjadi percampuran di bagian atas.8.2.Estuari Tercampur
Sebagian (Partially-Mixed Estuaries)
Estuari dengan pasang surut, dimana sebagian besar massa air
bergerak ke arah daratsaat pasang dan arah sebaliknya ketika surut,
adanya gesekan pada dasar menyebabkantahanan kecepatan dan
menimbulkan turbulensi. Turbulensi membuat proses percampuranmassa
air efektif, dimana terjadi proses percampuran air bersalinitas
tinggi ke arahpermukaan dan air bersalinitas rendah bercampur ke
bawah. Proses penurunan salinitasmencapai dekat dasar sehingga
menghasilkan gradien salinitas ke arah hulu estuari.
Di permukaan dengan lapisan densitas lebih rendah mengalir ke
laut denganmembawa air bersalinitas hasil dari percampuran. Garam
tersebut merupakan prosespergantian dari lapisan di bawahnya
sebagai akibat masuknya air laut ke arah daratan yangmenimbulkan
turbulensi. Arus residu secara vertikal disebabkan perbedaan
densitas secaravertikal dan proses percampuran yang disebut
sirkulasi vertikal gravitasi. Tetapi arus inihanya sepersepuluh
dari arus yang disebabkan pasang surut.
-
Arus dari estuari tipe ini dalam irisan melintang menunjukkan
fenomena di lapisanatas mengarah ke laut sedangkan dekat dasar arah
aliran mengarah ke daratan, dengan profilsalinitas semakin ke dalam
semakin tinggi sebagai akibat proses percampuran turbulensi.Arus
residu di permukaan lebih tinggi saat surut dari pada saat pasang,
berkebalikan denganarus dekat dasar, di daerah lapisan tengah
mempunyai kondisi haloklin yang merupakandaerah tidak ada aliran.
Distribusi horisontal salinitas merupakan isohaline
dengankemiringan yang tidak terlalu berbeda antar lapisan.
Stratifikasi umumnya cenderungmeningkat ke arah laut.
8.3.Estuari Tercampur Sempurna (Well-Mixed Estuaries)Estuari
dengan debit dari sungai tidak besar dan kisaran pasang surut cukup
besar,
saat arus pasang surut meningkat maka intensitas percampuran
terjadi sampai pada kondisibercampurnya kolom air dengan sempurna
dengan menghasilkan variasi lateral salinitas.Arus residu dari
sungai cenderung bercampur pada kolom air, sehingga terjadi
variasihorisontal, dengan salinitas semakin tinggi ke arah laut.
Kondisi tersebut menghasilkan arusresidu horisontal dan tidak
terjadinya arus vertikal atau pengangkatan (entrainment)
vertikal.Perbedaan salinitas secara vertikal sangat kecil.
Gambar 7 tipe estuarsi
9. Kecepatan Arus
Arus adalah pergerakan kontinyu massa air menuju kesetimbangan
yangmenyebabkan perpindahan massa air secara horisontal dan
vertikal. Gerakan tersebut
-
merupakan resultan dari beberapa gaya yang bekerja dan beberapa
faktor yangmempengaruhinya (Pond dan Pickard 1983). Gaya yang dapat
menyebabkan terjadinya arusdiantaranya: pasang surut, gravitasi,
gesekan angin, tekanan atmosfer, Coriolis, pebedaandensitas.
Berbagai macam gaya tersebut bekerja pada permukaan, kolom, dan
dasar perairan.Hasil dari gerakan massa air adalah vektor yang
mempunyai besaran kecepatan dan arah.
Daerah pantai dan estuari sangat dipengaruhi dinamika pasang
surut. Perbedaantekanan hidrostatis saat terjadi pasang dan surut
menyebabkan pergerakan air yang disebutarus pasang surut (Ji 2008).
Menurut Pond dan Pickard (1983) bahwa arus pasang (flood
tide)terjadi ketika naiknya elevasi air, sedangkan arus surut (ebb
tide) terjadi ketika turunnyaelevasi air. Kecepatan arus pasang
surut mencapai maksimum pada kondisi air pertengahandiantara muka
air pasang dan surut (mean sea level). Kecepatan akan mencapai
minimum,bahkan nol, pada kondisi air diam (slack water).
Untuk mengetahui arus digunakan 2 metode, yaitu cara Eulerian
dan Lagrangian.Pengukuran metode Eularian adalah pengukuran besaran
dan arah arus sepanjang waktu padatitik tetap dengan koordinat
tertentu. Alat yag digunakan adalah pengukur arus konvensionaldi
titik tetap, dengan mengukur arus tiap satuan waktu. Pengukuran
metode Lagrangianadalah metode pengukuran arus dengan mengikuti
lajur (trajectory) partikel. Besarnyakecepatan dan arah pada tiap
satuan waktu dapat diketahui, tetapi dengan posisi yang
berbedakoordinatnya. Dalam metode Eularian kecepatan tidak
tergantung terhadap waktu disebutkondisi tetap (steady state),
dalam metode Lagrangian kecepatan yang tetap terjadi saatkondisi
lajurnya seragam (uniform). Kedua metode tersebut kecepatan akan
sama jika alirankeduanya tetap dan seragam (Dyer 1986).
10. GPS Echo-Sounder
GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi
dan penentuan posisiyang dimiliki dan dikelola Amerika Serikat.
Sistem ini didesain untuk memberikan posisi dankecepatan tiga
dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu diseluruh
duniatanpa tergantung waktu dan cuaca, kepada banyak orang secara
simultan. Pada saat ini,sistem GPS sudah sangat banyak digunakan
orang diseluruh dunia. Di Indonesia pun, GPSsudah banyak
diaplikasikan, terutama yang terkait dengan aplikasi-aplikasi yang
menuntutinformasi tentang posisi (Rahman, 2008).
Prinsip kerja GPS dengan Satelit GPS memberikan informasi kepada
receiver GPSmengenai jarak/ posisi satelit. Sehingga kita tahu
bahwa kita berada pada suatu radius tertentu
-
dari satelit. Bila ada dua satelit maka kita tahu posisi kita,
berada pada 2 lokasi, yaituperpotongan dua radius tadi. GPS
receiver mampu menghitung tempat yang paling mungkin.Semakin banyak
sinyal satelit ditangkap semakin teliti satelit menghitung posisi,
metode inisering disebut dengan metoda Trilateration.
Echo-Sounder merupakan salah satu teknik pendeteksian bawah air.
Dalam aplikasinya,Echo-Sounder menggunakan instrument yang dapat
menghasilkan beam (pancarangelombang suara) yang disebut dengan
transduser. Echo-Sounder adalah alat untukmengukur kedalaman air
dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasarair
dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air (Parkinson, B.
W, 1996 dalamNatasasmita, 2012).
Perinsip Kerja Echosounder yaitu: pada transmiter terdapat
tranduser yang berfungsiuntuk merubah energi listrik menjadi suara.
Kemudian suara yang dihasilkan dipancarkandengan frekuensi
tertentu. Suara ini dipancarkan melalui medium air yang
mempunyaikecepatan rambat sebesar, v=1500 m/s. Ketika suara ini
mengenai objek, misalnya ikan makasuara ini akan dipantulkan.
Sesuai dengan sifat gelombang yaitu gelombang ketika mengenaisuatu
penghalang dapat dipantulkan, diserap dan dibiaskan, maka hal yang
sama pun terjadipada gelombang ini.
GPS Echo-Sounder adalah sebuah echo-sounder yang mempunyai
fungsi GPS-nya,sehingga data-data yang terekam dapat dipadukan
dengan data posisi yang diambil dariGlobal Positioning System.
Gambar salah satu alat GPS Echo-Sounder dapat dilihat padagambar
8.
Gambar 8 gps echo-souder
-
C. METODE PENELITIAN1. Lokasi Penelitian
Kawasan Segara Anakan terletak di antara 735 746 S dan 10845
10901 E, diperbatasan antara provinsi Jawa Barat dan provinsi Jawa
Tengah sebelah selatan Pulau Jawa.Luas keseluruhan kawasan Segara
Anakan adalah sekitar 24.000 hektar, meliputi perairan,hutan
mangrove, dan daratan-daratan lumpur yang terbentuk karena
sedimentasi. LagunaSegara Anakan merupakan perairan yang berlokasi
di daerah muara di pantai selatan JawaTengah, terletak di
perbatasan antara kabupaten Ciamis, Jawa Barat dan kabupaten
Cilacap,Jawa Tengah (gambar 9). Definisi laguna dalam istilah
geografi adalah perairan yang hampirseluruh wilayahnya dikelilingi
daratan dan hanya menyisakan sedikit celah yangberhubungan dengan
perairan laut. Sifatnya jauh lebih tertutup dibandingkan dengan
teluk,apalagi selat.
Gambar 9 lokasi segara anakan2. Pengumpulan Data
Rekapitulasi data yang dibutuhkan dalam penelitian ini data
primer dan data sekunder,adapun data-data tersebut antara lain
:
2.1. Faktor FisikFaktor fisik meliputi fluktuasi pasang surut,
kecepatan arus, dan debit aliran sungai.
2.1.1. Pasang SurutData sekunder pasang surut bulan september
dan bulan oktober diperoleh dari lapangan
segara anakan selama dua minggu.
-
2.1.2. Arah dan kecepatan ArusArah dan kecepatan arus diukur
dengan menggunakan alat pengukur arus yang terbuat
dari papan dan kompas untuk menentukan arah dari arus tersebut.
Pengukuran dilakukanpada setiap titik lokasi sampel.
2.1.3. Debit SungaiDebit sungai dihitung dengan melihat
kecepatan arus sungai dan luas penampang sungai.
Luas penampang sungai dihitung dengan mengukur lebar dan
kedalaman sungai. Sedangkankecepatan arus sungai dilihat dengan
menghanyutkan benda terapung, kemudian diukur jarakyang ditempuh
benda tersebut dalam satu waktu tertentu.
2.2. Parameter KimiaParameter kimia yang diamati pada penelitian
ini antara lain, salinitas.Tabel parameter fisika, kimia yang
diukur serta metode pengukuran yang digunakan.
Keterangan : * Data sekunderParameter yang diukur langsung
dilapangan adalah salinitas, suhu dan oksigen terlarut.
Sedangkan parameter lain diukur di laboratorium. Pengukuran
masing-masing parameterdilakukan dengan tiga kali ulangan.
3. Analisis DataDari data-data yang diperoleh dianalisis sebagai
berikut.
3.1.SalinitasDari data salinitas yang diperoleh dibuatkan grafik
penyebaran salinitas secara horizontal
dari lokasi penelitian.
3.2. Beban MasukanBeban masukan dihitung dengan perkalian antara
debit aliran dengan konsentrasi bahan
pencemar di muara sungai.
Parameter Satuan Alat yang digunakanFisika
* Pasang surut cm Tiang berskala Kecepatan arus cm/det Papan
arus* Penampang melintang m Lebar x dalam Kecepatan aliran m/det
Benda terapung Suhu C Thermometer
Kimia Salinitas o/oo Repraktometer
-
3.3. Arus dan Pasang SurutData pasng surut digambarkan ke dalam
grafik grafik sehingga akan terlihat pola
sebaran arus dan tipe pasang surut di muara sungai.Perhitungan
waktu pembilasan dilakukan dengan menggunakan konsep atau
Metode
Fraksi Air Tawar. Metode ini didasarkan atas penambahan air laut
oleh air tawar dari sungai.Dalam menentukan waktu pembilasan ada
empat parameter yang lebih dahulu
diketahui, yaitu :1. Tipe dan tinggi pasut2. Luas muara
sungai
3. Debit aliran4. Konsentrasi bahan pencemar di muara sungai
Pertama-tama estuari dibagi menjadi segmen-segmen berdasarkan
kesamaan salinitas.Selanjutnya dihitung fraksi air tawar untuk
masing-masing ruas, yaitu dengan rumus(James,1987) : =
Dimana fi = fraksi air tawar ke-i
Ss = Salinitas air laut lokalSi = Salinitas ruas ke-i
Fraksi air tawar akan digunakan untuk menghitung volume air
tawar tiap ruas, yaitudengan :
Wi = fi x ViDimana Wi = volume air tawar pada ruas ke-i (m3)
Vi = Volume pasut rata-rata pada ruas ke-i (m3)Dari persamaan
kedua tersebut, dihitung rasio pertukaran air yaitu sebagai berikut
:=Dimana ri = rasio pertukaran ruas ke-i
Wi = Keluaran air tawar untuk satu siklus pasut (m3/siklus
pasut).Selanjutnya persamaan tersebut akan diimplementasikan
kedalam satu program komputer
untuk mendapatkan nilai akhir yang diharapkan yaitu konsentrasi
pollutan pada tiap ruaspengamatan. Tahap perhitungan waktu
pembilasan dapat dilihat pada diagram alur (Flowchart) Gambar
10.
-
Sedangkan beban masukan bahan pencemar dari sungai dihitung
dengan rumus sebagaiberikut (Jorgensen, 1988) :
B = debit x C x tDimana B = beban masukan limbah
C = Konsentrasi bahan pencemart = Satuan waktu
Mulai
Luas Estuarsi
Debit D =A xV Periode Pasut (Tc)
Keluaran Air TawarR = D x Tc
Salinitas lokal 34% (Ss) Salinitas tiap ruas (Si)
= Ss SiSsFraksi Air TawarRata-rata Pasut
P = 0,5436
Kedalaman tiap ruas(Hi)
C
-
Cetak Hasil
Selesai
T = lriWaktu pembilasanri = RWiRasio Pertukaran
Volume air tawarWi = Fi x Pi
Volume pasutRata-rata
Vi = P x H x Li
Luas tiap ruas( Li )
C
-
4. Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan dilaksanakan dalam waktu empat bulan
dengan jadwalpenelitian sebagai berikut :Tabel 3.1 Jadwal
Penelitian.
no Kegiatan
Bulan ke-
1 2 3 4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1Studi literatur, survei pendahuluan danpenyusunan proposal
2
Pengumpulan data :
a. Data Primer
b. Data Sekunder
3
Pengolahan data dan analisis
a. Penentuan Parameter
b. penentuan salinitas
c. analisis batrimetri dan debit sungai
d. verifikasi data
4 Pembahasan, kesimpulan dan saran
5Penyusunan laporan hasil penelitian danseminar hasil
penelitian
-
DAFTAR PUSTAKA
BALAI DATA dan INFORMASI SDA , 2012, Konservasi dan Pengendalian
Daya RusakLaguna Segara Anakan, DINAS PSDA, Bandung.
Dyer, K . R , 1973, Estuary : A Physical Intrucduction, John
Willey and son, London NewYork Sydney Toronto.
Parangin-Angin Marlon, 1993, STUDI BEBAN MASUKAN LIMBAH DARI
SUNGAIJAPAT DAN SUNTER SERTA PENENTUAN WAKTU PEMBILASAN
(FLUSHING TIME) DIPELABUHAN TANJUNG PRIOK-JAKARTA,
INSTITUTPERTANIAN BOGOR, Bogor.
Sukardi Yuliarko, 2013, Permasalahan Kawasan Segara Anakan,
DIREKTORATKELAUTAN dan PERIKANAN, Bapenas.
ADB Completion Report. 2006. Indonesia: Segara Anakan
Conservation And DevelopmentProject.
Profil Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy. 2008. Direktorat
Jenderal Sumber Daya AirDepartemen Pekerjaan Umum.
Rilley, J. P. Dan Skirow, G. 1975. Chemical Oceanography. 2nd
Edition. Academic Press.London, New York, San Fransisco.
Triatmojo B. 1999. Teknik pantai. Beta Offset. Yogyakarta.Dyer
KR. 1986. Coastal and estuarine sediment dynamics.
Wiley-Interscience Publication.
Chicester.Ji Z-G. 2008. Hydrodynamics and water quality.
Modeling rivers, lake, and estuaries. John
Wiley & Sons. USA. 647 p.Open University Course Team. 1989.
Wave, tides and shallow-water processes. Bearman G.
editor. The Open University. Oxford. England.Pond S, Pickard GL.
1983. Introductory to dynamic oceanography. Pergamon Press.
Oxford.Purba M, Sujastani T. 1989. Geography and physical setting.
White A, Martosubroto P,
Sadorra MSM. editor. The coastal environment profile of Segara
Anakan Cilacap,South Java, Indonesia. ASEAN-UNSCRM project,
technical publications series 4.International center for living
aquatic resources management, Manila, Philippines.
Nugrahadi MS, Tejakusuma IG. 2007. Aspek hidrodinamika Segara
Anakan sebagai dasarpertimbangan pengembangan kawasan. Alami.
12(3):24-29.
Holtermann P, Burchard H, Jennerjahn T. 2008. Hydrodynamics of
Segara Anakan Lagoon.Reg Environ Change. 9(4):245-258.
-
Siregar VP, Selamat MB. 2009. e-Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis.
1(1):39-47.http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt11.
Natasasmita, Dias. 2012. Echosounder. Scribbed.com (diakses
bulan januari 2013).