BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki panjang pantai sekitar 81.000 km. Dengan kondisi alam dan iklim yang hampir tidak banyak mengalami perubahan sepanjang tahun, perairan pantai Indonesia sangat memungkinkan bila memiliki banyak jenis biota ekonomis. Echinodermata merupakan hewan triploblastik selomata. Hewan ini tubuhnya berduri terdapat 6750 spesies hidup. Tubuhnya mempunyai bentuk simetri radial yang dibagi menjadi lima bagian. Rangka berupa keping-keping kapur terdapat di dalam kulit dan pada umumnya mempunyai duri. Semua Echinodermata hidup di laut. Gerakan Echinodermata lambat dan gerakannya menggunakan kaki pembuluh (kaki ambulakral). Hewan-hewan ini dibagi ke dalam lima kelompok utama antara lain bintang laut (Astreroidea), landak laut (Echinoidea), bintang ular (Ophiuroidea), lili laut (Crinoidea), bulu babi (Echinoidea) dan teripang (Holothuroidea). Hewan-hewan ini sangat umum dijumpai di daerah pantai terutama di daerah terumbu karang. Di Indonesia dan sekitarnya (kawasan Indo-Pasifik Barat) terdapat bintang laut 87 jenis, landak laut 84 jenis, bintang ular 142 jenis, lili laut 91 jenis, dan teripang sebanyak 141 jenis. Makanannya berupa sisa organisme yang telah mati atau organisme lain yang lebih kecil. Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 1 of 63 FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki panjang pantai sekitar 81.000 km.
Dengan kondisi alam dan iklim yang hampir tidak banyak mengalami perubahan sepanjang
tahun, perairan pantai Indonesia sangat memungkinkan bila memiliki banyak jenis biota
ekonomis.
Echinodermata merupakan hewan triploblastik selomata. Hewan ini tubuhnya berduri
terdapat 6750 spesies hidup. Tubuhnya mempunyai bentuk simetri radial yang dibagi menjadi
lima bagian. Rangka berupa keping-keping kapur terdapat di dalam kulit dan pada umumnya
mempunyai duri. Semua Echinodermata hidup di laut. Gerakan Echinodermata lambat dan
gerakannya menggunakan kaki pembuluh (kaki ambulakral).
Hewan-hewan ini dibagi ke dalam lima kelompok utama antara lain bintang laut
(Astreroidea), landak laut (Echinoidea), bintang ular (Ophiuroidea), lili laut (Crinoidea), bulu
babi (Echinoidea) dan teripang (Holothuroidea). Hewan-hewan ini sangat umum dijumpai di
daerah pantai terutama di daerah terumbu karang. Di Indonesia dan sekitarnya (kawasan Indo-
Pasifik Barat) terdapat bintang laut 87 jenis, landak laut 84 jenis, bintang ular 142 jenis, lili laut
91 jenis, dan teripang sebanyak 141 jenis. Makanannya berupa sisa organisme yang telah mati
atau organisme lain yang lebih kecil.
Peranan hewan ini cukup besar bagi sumber daya manusia dimana merupakan sumber
makanan yang bergizi dan nilai jual dari teripang ini cukup mahal diekspor ke luar negeri.
Beberapa jenis Echinodermata mempunyai manfaat untuk makanan, misalnya tripang dan telur
bulu babi. Selain itu, banyak hewan ini yang bertindak sebagai pembersih karena memakan
bangkai atau sisa-sisa hewan lain yang terdapat di pantai. Akan tetapi, ada jenis-jenis tertentu
dari bintang laut yang dapat merusak binatang karang sehingga banyak yang mati karena
dimakan.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 1 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
BAB II
Pengertian, dan Ciri Umum Filum Echinodermata
2.1. Pengertian Filum Echinodermata
Echinodermata berasal dari bahasa Yunani yaitu echinos berarti landak, derma berarti
kulit. Jadi echinodermata berarti hewan yang kulitnya berduri-duri. Hewan ini biasanya hidup di
pantai dan di dalam laut sampai kedalaman sekitar 366 m. Sebagian hidup bebas, hanya
gerakannya lamban, tidak ada yang parasit. Keistimewaan Echinodermata adalah memiliki tubuh
(organ tubuh) lima atau kelipatannya. Di samping itu, hewan ini memiliki saluran air yang sering
disebut sistem ambulakral. Sistem ini digunakan untuk bergerak, bernafas, atau untuk membuka
mangsanya yang memiliki cangkok. Ciri umum lainnya adalah pada waktu masih larva tubuhnya
berbentuk simatris bilateral dan hidup sebagai plankton kemudian bermetamorfosa menjadi
simetris radial ketika dewasa, tidak berkepala, tubuh tersusun dalam sumbu oval aboral.
Echinodermata tidak mempunyai sendi ataupun rangka untuk bergerak (walaupun
Echinodermata mempunyai rangka luar), melainkan bergerak menggunakan sistem hidrolik
saluran air (water vascular system) yang membantunya dalam pergerakan. Sistem saluran air
mempunyai banyak tonjolan-tonjolan yang disebut sebagai kaki tabung (tube feet) pada bagian
ventral lengan yang membantunya dalam pergerakan dan makan. Tubuh tertutup epidermis tipis
yang menyelubungi rangka messodermal (rangka di dalam). Rangka terdiri atas ossicle atau
pelat-pelat kapur yang dapat digerakkan atau tidak. (Via Rifkia, S. Far)
Gambar 1. (a) Bintang laut; (b) Bintang ular laut; (c) Bulu babi; (d) Mentimun laut
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 2 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
Permukaan tubuh terbagi menjadi 5 bagian yang simetris terdiri atas daerah ambulakral
(tempat menjulurnya kaki tabung dan daerah interambulakral (inter radii) yang tidak ada kaki
tabungnya. Sistem ambulakral sebenarnya merupakan sistem saluran air. Sistem saluran air ini
terdiri atas:
a. Madreporit, merupakan lubang tempat masuknya air dari luar tubuh.
b. Saluran batu
c. Saluran cincin
d. Saluran radial, meluas ke seluruh tubuh.
e. Saluran lateral
f. Ampula
g. Kaki tabung
Sistem ini berfungsi untuk bergerak, bernafas atau membuka mangsa. Pada hewan ini air
laut masuk melalui lempeng dorsal yang berlubang-lubang kecil (madreporit) menuju ke
pembuluh batu. Kemudian dilanjutkan ke saluran cincin yang mempunyai cabang ke lima
tangannya atau disebut saluran radial selanjutnya ke saluran lateral. Pada setiap cabang terdapat
deretan kaki tabung dan berpasangan dengan semacam gelembung berotot atau disebut juga
ampula. Dari saluran lateral, air masuk ke ampula. Saluran ini berkahir di ampula rongga tubuh
(coelem) luas dan dilapisi peritoneum bercilia dalam perkembangannya sebagian tubuh menjadi
sistem pembuluh air terdiri avertebrata lainnya. Sistem pembuluh air terdiri atas madreporit,
saluran batu, saluran cincin, saluran radial, saluran lateral, ampula dan kaki tabung. Sistem air
ini berfungsi untuk menggerakkan kaki tabung dengan cara mengatur masuk dan keluarnya air
laut melalui madeporit kontraksi ampula mengatur volume air dalam kaki tabung, berarti
mengatur gerak kaki tabung. Kaki tabung berfungsi untuk merayap, berpegang pada substrat,
memegang mangsa atau membantu pertukaran gas O2 dan CO2. (dr. Rr. Putri Adimukti)
Gambar 2. Struktur tubuh bintang laut
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 3 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
2.2. Sistem Reproduksi Filum Echinodermata
Echinodermata mempunyai jenis kelamin terpisah, sehingga ada yang jantan dan betina.
Fertilisasi terjadi di luar tubuh, yaitu di dalam air laut. Telur yang telah dibuahi akan membelah
secara cepat menghasilkan blastula, dan selanjutnya berkembang menjadi gastrula. Gastrula ini
berkembang menjadi larva. Larva atau disebut juga bipinnaria berbentuk bilateral simetri. Larva
ini berenang bebas di dalam air mencari tempat yang cocok hingga menjadi branchidaria, lalu
mengalami metamorfosis dan akhirnya menjadi dewasa.
Gambar 3. Perkembangan telur bintang laut setelah terjadi pembuahan.
Sistem reproduksi dari filum echinodermata ini berada sesuai dengan jenisnya. Seperti
pada kelas asteroidea melakukan reproduksi dengan cara asexsual (pembelahan) yang disebut
fissiparity artinya membelah dengan jalan fission diawali dengan penyekatan pisin pusat
menjadi 2 bagian kemudian memisah dan masing-masing potongan melengkapi bagian
tubuhnya. Ada juga secara sexual dioecius mempunyai 5 pasang gonad pada tiap tangannya.
Telur dan sperma dilepas ke air, pembuahan di luar, 2 hari kemudian menjadi blastula yang
berenang bebas dan masih simetri bilateral, gastrula dan larva bipinnaria, enam atau tujuh
minggu kemudian larva turun ke substrat dan mengalami metamorfora menjadi bentuk simetri
radial seperti yang dewasa. Untuk kelas ophiurridem juga dioecius, pembuahan di luar, larvanya
disebut ophiopluteus yang berenang bebas untuk kelas echinoidea sama dengan ophiurridea,
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 4 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
hanya nama larva yang dihasilkan disebut echinopluteus. Untuk kelas holothuridea dioecius
tetapi ada yang hermaprodit porotandri, gonad hanya sebuah berbentuk seperti sekat pembuluh
yang bercabang dan menyatu menjadi gonaduct yang berhubungan dengan gonopore di pangkal
tentakel. Larvanya disebut auricularia untuk kelas crinoidea dioecius. Gonad terletak pada
pangkal beberapa pinnule atau pangkal tangan, pembuahan di luar. Larvanya disebut vitelaria
yang tidak makan, berenang bebas untuk beberapa hari selanjutnya turun dan melekat dan
menjalani proses metamorfosa menjadi bentuk larva bertangkai yang kecil disebut larva
pentacrinoid.
2.3. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan makanan hewan ini sudah sempurna. Sistem pencernaan dimulai dari
mulut yang posisinya berada di bawah permukaan tubuh. Kemudian diteruskan melalui faring,
ke kerongkongan, ke lambung, lalu ke usus, dan terakhir di anus. Anus ini letaknya ada di
permukaan atas tubuh dan pada sebagian Echinodermata tidak berfungsi. Pada hewan ini
lambung memiliki cabang lima yang masing-masing cabang menuju ke lengan. Di masing-
masing lengan ini lambungnya bercabang dua, tetapi ujungnya buntu.
Kebiasaan makan dari filum echinodermata juga berbeda berdasarkan jenisnya. Untuk
kelas asteroidean termasuk karnivora dan memangsa berbagai avertebrata lain, polip colentrata
dan ikan, bahakan ada yang makan bangkai. Untuk kelas ophiroidea merupakan suspention
feeder beberapa sebagai filter feeder atau deposit feeder dan seavenger. Untuk jenis echionoidea
mempunyai gigi 5 buah, tajam kuat digunakan untuk mengunyah (Lentera Aristoteles).
Makanannya adalah ganggang, hewan sessile, bangkai dan detritus.
2.4. Sistem Respirasi
Echinodermata bernafas menggunakan paru-paru kulit atau dermal branchiae (Papulae)
yaitu penonjolan dinding rongga tubuh (selom) yang tipis. Tonjolan ini dilindungi oleh silia dan
pediselaria. Pada bagian inilah terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. Ada pula
beberapa jenis Echinodermata yang bernafas dengan menggunakan kaki tabung. Sisa-sisa
metabolisme yang terjadi di dalam sel-sel tubuh akan diangkut oleh amoebacyte (sel-sel
amoeboid) ke dermal branchiae untuk selanjutnya dilepas ke luar tubuh.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 5 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
2.5. Sistem Peredaran Darah
Sistem peredaran darah Echinodermata umumnya tereduksi, sukar diamati. Sistem
peredaran darah terdiri dari pembuluh darah yang mengelilingi mulut dan dihubungkan dengan
lima buah pembuluh radial ke setiap bagian lengan.
2.6. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri dari cincin saraf dan tali saraf pada bagian lengan-lengannya.
Gambar 4. Struktur umum bagian tubuh bintang laut.
(dr. Rr. Putri Adimukti)
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 6 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
BAB. III
Klasifikasi Echinodrmata. Penyebaran, Isolasi Bahan Aktif, Cara Pengolahan dan Kegunaan
Zat Aktif
Filum Echinodermata dilasifikasikan dalam 5 kelas, yaitu:
1. Kelas Asteroidea (Sea Star)
2. Kelas Ophiuroidea (Brittle Star)
3. Kelas Echinoidean (Sea Urchin)
4. Kelas Crinoidea (Sea Lilies)
5. Kelas Holothuroidea (Sea Cucumber)
3.1. Kelas Asteroidea (Sea Star)
Biasanya disebut bintang laut, karena bentuk tubuhnya seperti bintang (penta merous),
tangannya 5 buah, diameter antara 10-20 cm. Tangan bagian bawah disebut oral sedangkan
bagian atas disebut obural. Dari mulut sampai ujung tangan terdapat lekukan memanjang. Pada
tiap lekukan terdapat duri-duri yang dapat digerakkan untuk melindungi kaki tabung. Anus dan
anodreporit terdapat pada bagian aboral.
Gambar 5. Bintang laut
Hewan-hewan asteroid berdiskus (bercakram) sentral dengan penjuluran-penjuluran yang
berongga dan bercabang-cabang sebagai selom. Asteroid mempunyai telapak kaki berbentuk
tabung dan terletak pada alur sepanjang sisi oral penjuluran-penjuluran itu. Contoh: Asterias
vulgaris (bintang laut). Pada bintang laut (star fish) jelas dapat dibedakan permukaan atas (sisi
aboral) dan permukaan bawah (sisi oral). Pada sisi aboral terdapat papan berwarna yang disebut
madreporit yang letaknya pada persimpangan empat dari 2 penjuluran. Seluruh tubuhnya
tertutup duri kecuali pada lekuk sisi oral yang disebut selah ambulakral. Alat gerak berupa
tabung telapak, biasanya 4 buah, terletak dalam celah ambulakral. Dinding selom menonjol
sebagai kantong yang disebut branki dan papulae. Branki muncul diantara papan-papan kapur,
dan berfungsi sebagai alat pernapasan dan eksresi. Pada permukaan tubuhnya terdapat
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 7 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
pediselariae, sebagai alat-alat tambahan dan berbentuk seperti angkup (forsep) yang berguna
untuk menghilangkan benda-benda asing pada permukaan tubuhnya.
Sistem saraf
Pada bintang laut terdapat cincin saraf dalam cakram. Pada tiap penjuluran tubuhnya
terdapat saraf radial pada sisi ventral. Saraf ini bercabang-cabang halus banyak sekali. Tiap saraf
radial berakhir sebagai sebuah mata pada tiap penjuluran tubuh.
Reproduksi
Jenis kelamin terpisah, namun pada tiap penjuluran terdapat sepasang gonad. Masing-
masing gonad berlubang pada sisi aboral di dekat pangkal penjuluran. Telur dan sperma
dicurahkan dalam satu musim, dan fertilisasi terjadi di luar tubuh (dalam air). Embrio tumbuh
menjadi larva dan berenang bebas. Larva itu bersimetri bilateral.
(dr. Rr. Putri Adimukti dan Via Rifkia, S. Far)
3.1.1. Cara Pengolahan dan Isolasi Bahan Aktif
Starfish merupakan salah satu jenis hewan laut yang sangat mengganggu bagi para
nelayan karena karena zat saponin yang dikeluarkannya yang dapat merusak lahan perikanan
terutama bagi pada peternakan kerang-kerangan. Di Hokkaido Jepang starfish ini banyak
dibunuh dan menjadi sampah. Oleh karena itu beberapa trial menjadikan starfish ini sebagai
regulator perkembangbiakan tanaman.
Selain itu ada satu spesies yang sangat beracun yaitu jenis thorns starfish Acanthaster
planci. Reaksi yang ditumbulkannya bila terkena racun dari venom A. planci yaitu berupa
gata-gatal, kemerahan, pembengkakan sampai edema local, reaksi ini terjadi pada beberapa
jam setelah kontak sampai bisa beberapa minggu. Reaksi yang lebih berat dari nyeri otot,
kekauan pada sendi-sendi kecil dan besar, kelemahan sampai kelumpuhan dapat terjadi.
Gejala yang lainnya dapat berupa mual dan muntah, sakit kepala dan batuk.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 8 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
Gambar 8. Thorn starfish (A. planci)
Salah satu contoh Isolasi bahan aktif dari asteroidea yang diambil dari Asterias
amurensis dapat dilihat sebagai berikut :
1. Esktraksi Lipid
Bahan diambil dari gonad dan organ vicera dari A. Amurensis dan dilarutkan dengan
campuran pelarut Chloroform : Methanol : air yang terdestilasi dengan metode Bligh and
Dyer dengan modifikasi yang menghasilkan ratio campuran 10:5:3, v/v/v. Estrak lipid ini
dilarutkan kembali dengan chloroform dan disimpan dibawah gas argon dalam keadaan gelap
pada suhu -20oC.
2. Fraksinasi Total lipid
Polar lipid (PL) dan nonpolar lipid (NL) dipisahkan dari total lipid menggunakan
Sep-Pak Vac 12 cc silica cartridges dengan metode yang dibuat oleh Juaneda dan Rocquelin.
Sampel lipid diambil dari atas cartridge dan dilarutkan dengan chloroform dan methanol
secara bertahap.
3. Analisis lipid
Non polar lipid ditentukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis
commercial silica gel 60F dengan menggunakan single step development system yang terdiri
50% H2SO4 dan dipanaskan pada suhu 150-160oC selama 15 menit. Setiap titik
diidentiikasikan dengan Authentic lipid standards dan kemudian komposisi lipid dianalisis
menggunakan scanner and Image software.
Monoglycerides (1-MG dan 2-MG) ditentukan dengan menggunakan Kromatografi
lapis tipis menggunakan n-hexane: diethyl ether: actic acid (50:50:1, v/v/v) dan 50% H2SO4
sebagai reagen pendeteksi.
Polar Lipid ditentukan dengan kromatografi lapis tipis dengan campuran larutan
chloroform: methanol: air (65:25:4, v/v/v) dan 50% H2SO4 sebagai reagen pendeteksi.
Phosphatidylserine ditentukan dengan menggunakan campuran larutan Chloroform:
methanol: 25% ammonia (65:25:5, v/v/v) dan ninhydrin sebagai reagen pendeteksi.
4. Fatty Acid
Fatty Acid methyl ester diambil dari polar lipid yang diambil dari sampelgonad dan
vicera dengan metode yang dibuat oleh Prevot dan Mordrest. Sampel Lipid kering dilarutkan
dalam 1 ml n-hexane dan ditambhakan dengan 2 ml larutan methanolic 2N-NaOH. Campuran
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 9 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
kemudian dikocok dan dipertahankan pada suhu 50oC selama 20 detik dan kemudian
ditambahkan dengan 0,2 ml larutan methanolic 2N-HCl. Kemudian lapisan n-hexane
dikumpulkan, dikonsentrasikan ke dalam alat gas chromatograph dengan flame ionization
detection. Temperaturnya pada collumn, detector dan injector berturut-turut diatur pada
170,250,240oC. Fatty Acids diidentifikasi dengan membandingkan waktu puncak retensi
dengan Authentic standard dan dengan mengikuti teori hubungan linier antara unit karbon
atau ikatan rangkap dari fatty Acids dan logaritma dari waktu retensi yang saling
berhubungan.
5. Menentukan Sphingoid Base dari Cerebroside Starfish
Cerebrosides dipisahkan dari fraksi polar Lipid organ dalam dengan menggunakan
Kromatografi lapis tipis dalam campuran chloroform: methanol: air (65:25:4, v/v/v). Pita
lipid yang berhubungan dengan cerebrosides divisualisasikan di bwah sinar UV dalam ruang
gelap dan dibandingkan dengan authentic standard. Pita yang mengandung cerebrosides
ditandai dan segera dilarutkan dengan methanol. Larutan methanol dievaporasi, dilarutkan ke
dalam campuran chloroform: methanol: air (10:5:3, v/v/v) dan ditempatkan ke dalam corong
yag terpisah untuk mengeluarkan gel silica. Corong yang terpisah ini dipertahankan pada
suhu 4-5oC sepanjang malam dan kemudain lapisan chloroform dikumpulkan dan dievaporasi
untuk mendapatkan sereborosides. Untuk Mengisolasi sphingoid base, srebrosides yang
sudah jadi di campurkan pada hidorlisi alakaline yang kuat (10% Ba(OH)2cair: dioxane, 1:1,
selama 24 jam pada suhu 110oC. Sphingoid bebas ini kemudian diekstraksi dengan diethyl
eter dan dimurnikan dengan silica kromatografi lapis tipis dalam campuran chloroform:
methanol: ammonia (40:10:1, v/v/v). Komposisi sphingoid base ditentukan melalui oksidasi
dengan sodium periodate. Sphingoid base juga dianalisis dengan GC-MS dalam DB capillary
column pada suhu 220oC setelah mengubahnya dalam bentuk derivate N-acetyllated-O-
trimethylsilylated.
3.1.2. Senyawa Bioaktif dan Potensi Farmakologi
Kandungan bioactive utama dari asteroidea adalah saponin, yaitu asterosaponin, lebih
dari 70 jenis asterosaponin sudah diidentifikasikan sejenis sulfat steroidal glycoside yang
diambil dari ekstrak starfish. Jenis Ikatan asterosaponin ini adalah 20α-hydroxy dan 23α-oxo
functionalities di dalam struktur Thornasterol A Sulfat.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 10 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
Gambar 6. Struktur thornasterol Sulfat
Gambar 7. Struktur Kimia Asterosaponin
Beberapa kandungan lain yang berguna sudah berhasil diisolasi pada class ini yaitu :
1. Gangliosides sejenis glikospigolipids yang memiliki rantai gula di tengah2. Spingosine, suatu hidrolisis dari Sphingolipid.3. Glikosilseramides (sphingoid base)4. Sphinganine5. Sphingoid Bases 6. Ophidiacereboroside
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 11 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
Gambar 7. Saponins Composition
Pada penelitian yang dilakukan oleh Marta S. Maier dkk yang menyebutkan
asterosaponin mengandung beberapa zat aktif lainnya yaitu steroidal mono- and diglycosides.
Kandungan asterosaponin ini memiliki efek farmakologis yaitu sebagai antifungal, antiviral,
hemolytic agent, imunomodulator dan juga mempunyai efek cytotoxic.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Iorrizzi M.; Marino S.De; Zollo F. menyebutkan
bahwa adanya kandungan oligoglicosydes dan ini hanya pada phylum echinodermata dan
terutama pada class asteroidean (sea star).
Sebagai anti kanker terdapat beberapa penelitan yang sudah dilakukan. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Inagi dkk berhasil mengisolasi untuk pertama kalinya zat trisialo-
ganglioside LLG-5 dari sea star Linckia Laevigata yang dibuktikan sebagai zat yang lebih
neuritogenic terhadap sel PC12 tikus dengan pheochromocytoma (suatu tumor neuroendokrin)
dibandingkan dengan CEG-3 dan CEG-6. Sedangkan Higuchi et al. berhasil mengisolasi Active
glycoside GP-3 dari starfish Asterina pectinifera dan dibuktikan kurang neuritogenik terhadap
tikus dengan pheochromocytoma pada sel PC12 dibandingkan CEG-3, CEG-6 dan LLG-5. Pada
penelitian lain yaitu han et al. adanya steroidal glicocyde (Linckosides) yang berhasil diisolaso
dari Okinawan sea star Linckia laevigata. Linckosides ini dapat meningkatkan aktifitas
neuritogenic dari NGF.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Alla A. Kicha dkk, berhasil mengisolasi 2
Polihydrosysteroid, 8 polyhydroy steroid glycoside baru termasuk 4 triosides, 2 biosides, 8
monoside dan 8 zat yang tidak diketahui dari estrac alcohol Far Eastern Spiny red Starfish
Hipassteria kurilensis yang berasal dari laut Okhotsk dekat kepulauan Kuril. Pada penelitian
berikutnya mereka berhasil mengisolasi lagi 4 asterosaponin baru yang berasal dari spesies yang
sama dengan nama hippasteriosides A-D. Semua zat tersebut di atas diduga memiliki efek
cytotoxic dan kapabilitas yang sama untuk menginhibisi tumor colon sel HT-29 pada manusia.
Pada penelitan lain yang dilakukan oleh Feresteh dkk, berhasil mengisolasi jenis
glikolipid yang diambil dari African Starfish Narcissia canariensis. Glikolipid ini sejenis
ophidiacerebrosides (B,C,D) yang memiliki keaktifan farmakologi yang sama dengan yang
terdapat pada Ophidiaster ophidiamus. Dan pada penilitian ini juga mendapatkan bahwa
glikolipid ini memiliki efek sitotoxic terhadap sel kanker pada manusia yaitu mulitiple myeloma,
colorectal adenocarcinoma, dan glioblastoma (suatu tumor otak yang terbanyak).
(dr. Richard Siahaan)
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 12 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
3.2. Kelas Ophiuroidea
Gambar 8. Bintang ular
Seperti echinodermata lainnya, ophiuroidea memiliki rangka dari kalsium karbonat.
Bentuk tubuhnya mirip dengan asteroidea. Kelima lengan ophiuroidea menempel pada cakram
pusat yang disebut calyx. Ophiuroidea memiliki lima rahang. Di belakang rahang ada
kerongkongan pendek dan perut besar, serta buntu yang menempati setengah cakram.
Ophiuroidea tidak memiliki usus maupun anus. Pencernaan terjadi di perut. Pertukaran udara
dan ekskresi terjadi pada kantong yang disebut bursae. Umumnya ada 10 bursae. Kelamin
terpisah pada kebanyakan spesies. Ophiuroidea memiliki gonad. Gamet disebar oleh bursal sacs.
Sistem saraf terdiri atas cincin saraf utama yang bekerja di sekitar cakram utama. Ophiuroidea
tidak memiliki mata, atau sejenisnya. Tetapi, mereka memiliki kemampuan untuk merasakan
cahaya melalui reseptor pada epidermis. Baik Ophiurida maupun Euryalida memiliki lima
lengan yang panjang, langsing, fleksibel, dan berbentuk seperti cambuk. Mereka dibantu dengan
rangka internal yang terbuat dari kalsium karbonat. Pembuluh dari sistem vaskular air berakhir
di kaki tabung. Sistem vaskular air umumnya memiliki satu madreporit. Kaki tabung tidak
memiliki penghisap dan ampulla. Ophiuroidea memiliki kemampuan untuk meregenerasi kaki
yang putus. Ophiuroidea menggunakan kemampuan ini untuk melarikan diri dari predator,
seperti kadal, yang mampu memutuskan ekor mereka untuk membingungkan pengganggu
seperti pada bintang ular.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 13 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
Bintang ular adalah hewan dari filum Echinodermata, yang memiliki hubungan dekat
dengan bintang laut. Mereka berjalan di dasar laut dengan menggunakan lengan fleksibel
mereka untuk bergerak. Bintang ular umumnya memiliki lima lengan berbentuk seperti cambuk
yang panjangnya bisa mencapai 60 cm (2 kaki) pada spesimen terbesar. Ada sekitar 1.500
spesies bintang ular yang hidup sekarang, dan mereka kebanyakan ditemukan pada kedalaman
lebih dari 500 meter (1.620 kaki). Bintang ular dapat ditemukan pada perairan besar, dari kutub
sampai tropis. Berdasarkan fakta, lili laut, teripang, dan bintang ular merajai dasar laut pada
kedalaman lebih dari 500 meter, di seluruh dunia.
Bintang ular menggunakan lengan mereka untuk bergerak. Mereka, tidak seperti bintang
laut, bergantung pada kaki tabung. Bintang laut bergerak dengan menggerakan lengan mereka
yang sangat fleksibel dan membuat mereka bergerak seperti ular. Pergerakan mereka mirip
dengan hewan simetri bilateral.
Sistem pernapasan
Pernapasan dilakukan oleh 5 pasang kantong kecil yang bercelah di sekitar mulut, alat ini
berhubungan dengan saluran alat reproduksi (gonad).
Sistem pencernaan makanan
Alat-alat pencernaan makanan terdapat dalam bola cakram, dimulai dari mulut yang
terletak di pusat tubuh kemudian lambung yang berbentuk kantong. Hewan ini tidak memiliki
anus. Di sekeliling mulut terdapat rahang yang berupa 5 kelompok lempeng kapur.Makanan
dipegang dengan satu atau lebih lengannya, kemudian dihentakkan dan dengan bantuan tentakel
dimasukkan ke mulut. Sesudah dicerna, bahan-bahan yang tidak tercerna dibuang ke luar
melalui mulutnya.
Sistem reproduksi
Jenis kelamin hewan ini terpisah. Hewan ini melepaskan sel kelamin ke air dan hasil
pembuahannya akan tumbuh menjadi larva mikroskopis yang lengannya bersillia, disebut Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 14 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
Teripang (sea cucumber) merupakan salah satu sumber hayati laut yang banyak manfaatnya. Di pasar komersial, teripang dikenal sebagai beche-de-mer (Jepang : iriko, China : Hai-som), merupakan produk perikanan yang mempunyai harga yang tinggi di negara-negara Paifik Selatan dan Asia (Morgan dan Archer , 1999).
Beche-de-mer merupakan produk olahan dari teripang yang dikonsumsi dalam berbagai bentuk. Di Jepang dan Korea, dinding tubuh teripang dikonsumsi mentah atau dalam bentuk pickle (acar) dan produk-produk khusus lainnya yang diproduksi dari gonad, pohon respirasi (organ respirasi) dan saluran pencernaannya (Mottet, 1976; Conand and Sloan, 1989). Konowata, perut atau usus yang di acar atau difermentasi, dan kuchiko, gonad kering, merupakan delicacy (hidangan) yang sangat disukai dan berharga mahal di Jepang. Otot teripang sering digunakan sebagai pengganti daging kerang di asia dan Amerika (Mottet, 1976) dan sering dikonsumsi sebagai tablet. Ekstrak dari teripang yang direbus dimanfaatkan sebagai tonik di Malaysia (Subasinghe, 1992). Di Australia, teripang dimanfaatkan sebagai food supplement yang mempunyai zat anti-inflammatory (Morgan dan Archer (1999) dan di China, teripang telah dikenal sebagai salah satu aphrodisiac food.
Di bidang farmasi teripang juga banyak manfaatnya. Actynopyga agassizii digunakan sebagai hemolotik dan anti kanker dari produk holothurinnya (Soediro dan Padmawinata, 2000). Nigrelli et al. (1955) dalam Doezema (1969) mengidentifikasi holothurin, suatu toksin yang terdapat pada mentimun laut Actynopyga agassizii, dikenal sebagai steroid glycoside atau saponin. Zat tersebut dihidrolisis dan difraksinasi kedalam campuran beberapa steroid aglycone dan gula. Terdapat 4 steroid aglycone yang masing-masing mempunyai cincin quinovose, 3 -0-methyl glucose, glucose dan xilose. Xylose terikat pada molekul steroid yang diduga hydroxyl group pada C3. Meskipun saponin biasanya merupakan produk tumbuhan, mentimun laut dikenal sebagai hewan pertama yang menghasilkan saponin ini.Holothurin bersifat stabil terhadap panas, saponin steroid aktif yang
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 24 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
terdapat pada cuverian organ dan jaringan lain pada mentimun laut dari Bahama ( Boolothian, 1966 dalam Fänge, 1969) Actynopyga agassizii. Bahan bioaktif yang sama juga ditemukan pada beberapa jenis mentimun laut yang lain (Arvy, 1954 dalam Fänge, 1969). Berat molekul holothurin berkisar 1150. Zat ini bersifat sangat toksik bagi hewan lain dan mempunyai efek antitumor (Fänge, 1969) dan mempunyai sifat hemolitik kuat. Saponin juga terdapat pada kulit mentimun laut jenis H. atra dan cuverian tubule dari Bohadschia sp. di Laut Pasifik (Adam, 1993). Selanjutnya dikatakan, dengan beragamnya jenis mentimun laut ini maka akan menarik bio-prospektor untuk menggali kemungkinan dimanfaatkannya mentimun laut ini untuk menghasilkan zat-zat yang berguna bagi farmakologi. Percobaan penggunaan holothurin yang diambil dari cairan mentimun laut telah dilakukan oleh Fao (1990). Holothurin bersifat thermo-stabil dan digunakan sebagai anti fungi pada ikan tilapia.
Mentimun laut Cucumaria sp. selain dipergunakan sebagai makanan, di Rusia, juga digunakan dalam bidang farmakologi, karena mengandung triterpene glycoside yang mempunyai kemampuan biologis sebagai obat pada hewan dan zat tambahan pada pasta gigi dan krim kosmetik (Levin dan Stonik, 1994 dalam Levin, 1995)
3.4.2. Jenis-Jenis Teripang Beberapa jenis teripang yang telah dimanfaatkan adalah sebagai
berikut (C0nand, 1991) :1. Bernilai ekonomi tinggi : Holothuria scabra, H. scabra versicolor, H.
fuscogilva, Thelenota ananas, Stichopus chloronatus, S. hermanii, S. variegatus
2. Bernilai ekonomis sedang : H. nobilis, Actinopyga lecanora, A. mauritinia, A. miliaris, Bohatchia marmorata (marmorata), B. marmorata (vatiensis)
3. Bernilai ekonomis rendah : H. edulis, T. anax, B. argus, B. argeffei, H. vagabunda, H. vatiensis, H. marmorata
(Via Rifkia, S. Far)
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 25 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
3.4.3. Senyawa Bioaktif dan Potensi Farmakologi
Teripang salah satu kelompok jenis biota laut sudah lama dikenal dan merupakan bahan
pangan. Dalam pada itu kelompok teripang ini diketahui mempunyai kandungan senyawa toksik
yang dikenal sebagai “holothurin”.
Telah lama diketahui beberapa jenis teripang tertentu menghasilkan suatu zat yang
bersifat toksik untuk ikan dan beberapa hewan laut, dan mungkin juga terhadap manusia. Di
beberapa daerah Indo-Pasifik, cairan daging teripang, khususnya Holothuria atra dan
Bohadschia argus, digunakan oleh para nelayan untuk menuba ikan. Cara penubaan dilakukan
dengan meremas-remas daging teripang tersebut sehingga mengeluarkan cairan. Pada
area/tempat yang terbatas (celah karang atau kubangan) dimana dilakukan hal itu airnya akan
menjadi kehitaman keruh, tidak lama kemudian terlihat ikan pada mengapung pingsan. Kejadian
ini mirip seperti halnya akibat peracunan dengan rotenon. Terdapat paling sedikit ada 30 jenis
dalam 4 atau 5 bangsa dan kelas Holothuroidea adalah toksik.
Beberapa jenis yang toksik tersebut seperti Thelenota ananas, Stichopus variegatus,
Holothuria atra dan H. axiologa, adalah bahan pangan dengan predikat kualitas baik di
beberapa lokasi di Pasifik. Kandungan zat toksik tersebut diperkirakan sebagai kelengkapan
perlindungan diri dari predator.
Pada beberapa jenis teripang yang mempunyai organ “Cuverian Tubules”, kandungan zat
toksik terkonsentrasi pada organ tersebut, seperti halnya pada jenis Actinopyga agassizi. Pada
jenis lain yang tidak mempunyai organ tersebut, zat toksik dikandung pada bagian tubuhnya.
Kajian Ekologi toksisitas teripang menyebutkan bahwa holothurin merupakan penangkal efektif
terhadap pemangsa teripang.
NIGRELLI (1952) dan YAMANOUCHI (1955) secara terpisah menemukan senyawa
toksik pada teripang sebagai “holothurin”. Senyawa ini bisa diperoleh dengan mengekstraksi
daging teripang, mengisolasi dan mempurifikasikannya. Analisa awal terhadapnya diperoleh
kandungan glycosides dan pigment (60%). cholesterol (1%), protein tak terlarut (5 – 10%),
garam, polypeptida dan asam amino bebas (30%). Dengan menggunakan kertas kromatografi
beberapa asam amino bebas diidentifikasikan yaitu : alanine, arginine, cystine, glycine, glutamic
acid, histidine, serine (atau lysine) dan valine. Menurut NIGRELLI & JAKOWSKA (1960),
holothurin memberikan efek yang bervariasi terhadap sistem biologi. Aksi holothurin
menunjukkan kecepatan menimbulkan efek, berkemam- puan mengkombinasikan berbagai
komponen dalam sel, dan pengaruhnya bersifat tidak kembali (irreversible). Holothurin mungkin
bertindak sebagai antimetabolite. FRIES et al. (1959.1960) mempelajari sifat-sifat
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 26 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
pharmakologik holothurin. Mereka mempelajari pengaruh stereoid glycoside holothurin pada
syaraf ampibi dan syaraf otot mamalia. Secara umum saponin tersebut mempunyai pengaruh
kuat dan tak kembali, pada kedua macam syaraf tersebut dan nampaknya membawa efek
langsung menimbulkan kontraksi pada otot. Pengaruh holothurin hampir mirip dengan apa yang
tejadi oleh cocaine, procaine dan physostigmine. CHANLEY et al. (1959) melakukan isolasi
dan analisa kandungan unsur gula pada holothurin A. Analisa dasar terhadapnya diperoleh
rumus empiris sebagai C50 – 52H61 – 65O25 – 26 SNa. Produk hidrolisa yang diturunkan
dari holothurin A, memberikan petunjuk bahwa zat ini merupakan campuran dari beberapa
glycosida yang masing-masing terdiri atas satu steroid aglycone dari 26-28 karbon dan 4-5 atom
oksigen, satu molekul setiap dari empat macam gula yang berbeda dan satu molekul sulfuric
acid berbentuk garam sodium. Pemisahan dan identifikasi monoses yang diturunkan dari
holothurin A, diperoleh : D-glucose, D-xylose, D-glucomethylose (quinovose) dan 3-0-
methylglucose. Mereka kemukakan juga tentang sifat neurotoksik, hemolitik dan concerostatic
dari holothurin A. Pada studi lebih lanjut, CHANLEY et al. (1960) mengisolasikan quinovose,
3-0-methylglucose, trace of glucose, quinovosyl-3-0-methyl glucose, 3-0-methyl-glucosyl-
glucose dan sejumlah kecil 3-0-methyl-glucosyl- lucosyl- xylose. Dalam ihtisar hasil penelitian
mengenai toksin pada ekhinoderm oleh HABERMEHL & KREBS (1990), ternyata bahwa
senyawa toksin pada teripang bervariasi dalam struktur komposisi glykosidnya. Variasi
tersebut hampir sebanyak jenis-jenis teripang itu sendiri.
Beberapa tulisan yang berkaitan dengan holothurin pada teripang dihimpun oleh
HOLAND & HOLAND (1969). Hal ini memberikan indikasi akan potensi manfaat teripang
dalam aspek lain selain sebagai bahan pangan. Apa yang sudah ditemukan oleh para peneliti
nampak mengarah pada hasil positip bahwa teripang berpotensi sebagai bahan dasar obat.
ANONIM (1970) mencatat bahwa ekstrak yang dihasilkan dari teripang menghambat
pertumbuhan tumor pada tikus, namun belum ada pengungkapan lebih lanjut tentang temuan ini.
Jalan kearah sana sudah dirintis, terbuka kesempatan para ahli farmakologi untuk
mengungkapkan lebih lanjut. Dalam iktisar yang dibuat oleh RUSSELL (1965) tentang hewan
laut yang mengandung toksin, berbisa dan beracun beberapa jenis filum Echinodermata
termasuk didalamnya diantaranya kelompok teripang. Teripang dipungut sebagai bahan pangan,
namun hampir tidak pernah dilaporkan adanya keracunan yang berakibat fatal. Keracunan yang
mungkin ada oleh makanan ini tidak ada kaitannya dengan kandungan toksik tersebut
(CHANLEY et al 1960). Toksik tersebut tidak efektif bila termakan secara oral. Namun
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 27 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
keracunan bisa mungkin terjadi bila pada waktu pengolahan pengawetannya dilakukan tidak
sempurna.
Hasil penelitian medik akhir-akhir ini (ANONIM 1991) pada teripang Stichopus
japonicus menunjukkan bahwa hampir disemua bagian tubuhnya mengandung beberapa jenis
“mucopolysaccharida” asam yang mempunyai efek khusus terhadap pertumbuhan, pemulihan
(recovery) dari sakit, anti imflammation, pembentukan tulang, dan pencegahan/penundaan
terhadap penuaan jaringan, serta “arteriosclerosis”. Mucopolysaccharide adalah juga berdaya
obat antitumor. Dalam pada itu senyawa ini mem- punyai efek intensive pada “contravariant”.
Holotoksin yang diekstrak dan dimurnikan dari teripang adalah suatu “antimycin” yang efektif.
Dengan larutan 6,25 – 25 ug/ml, holotoksin tersebut dapat mencegah tumbuhnya berbagai jenis
jamur. Berapa jenis teripang yang diketahui berdaya obat (medicinal value) selain S. japonicus
yaitu S. variegatus S. Chloronotus. Thelenota ananas dan Bohadschia argus, sedangkan
beberapa jenis teripang yang dikemukakan oleh NIGRELLI & JAKOWSKA (1960) banyak
tersebar di daerah Indo Pasifik termasuk Indonesia.
3.5. Kelas Crinoidea
Gambar 22. Lili laut
Lili laut atau Crinoidea adalah salah satu anggota filum echinodermata. Bentuk tubuh dan penampilannya menyerupai tanaman lili atau pakis. Bagi orang awam lili laut mungkin dianggap sebagai flora laut, apalagi bagian tangannya mempunyai corak warna yang beraneka ragam, hijau, kuning, merah, hitam atau kombinasi dari dua atau lebih warna.
Secara umum Crinoidea dapat digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu Comatulida atau lili laut yang hidup bebas dan bisa berpindah tempat, dan "stalked crinoid" atau lili laut bertangkai. Kelompok lili laut yang
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 28 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
disebutkan belakangan ini, hidupnya di dasar laut dan tidak bisa berpindah tempat.
Lili laut ditemukan di semua laut dengan kedalaman antara 0 - 6000 m. Jenis Comatulida hidup di perairan dangkal sedangkan lili laut bertangkai (stalked crinoids) hidup di laut dalam. Telah diketahui anggota lain dari filum echinodermata seperti teripang, bulu babi, bintang laut, dan bintang ular dapat dikelompokkan berdasarkan cara makan dan macam makanan. Lili laut pada umumnya mempunyai cara dan kebiasaan makan yang sama dengan kelompok di atas yaitu termasuk kedalam kelompok biota pemakan penyaring (filter feeders). Makanannya pun berupa plankton dan partikel melayang (seston).
Secara ekonomis lili laut tidaklah mempunyai nilai yang berarti, tetapi kehadirannya di daerah terumbu karang adalah cukup penting terutama di dalam siklus rantai makanan di ekosistem terumbu karang tersebut. Selain itu kehadiran lili laut di terumbu karang akan menambah nilai este-tika terumbu karang tersebut. Menurut penelitian para pakar, ternyata bahwa lili laut juga dikonsumsi oleh berbagai jenis ikan karang (MEYER 1985).
Penelitian mengenai kehidupan lili laut cukup banyak dilakukan pakar asing terutama untuk jenis-jenis lili laut yang hidup di terumbu karang.
3.5.1. Makanan dan Cara Makan
Macam makanan dari lili laut adalah plankton, termasuk larva ikan, larva biota bentik
dan partikel melayang atau seston (RUTMAN & FISHELSON 1969; MEYER 1985). Lili laut
disebut juga sebagai pemakan makanan tersaring yang pasif (passive filter-feeders). Aktifltas
makan terutama dilakukan di malam hari, siang hari kebanyakan lili laut bersembunyi di bawah
atau di celah-celah koloni karang (CLARK 1976; RUTMAN & FISHELSON 1969). Pada waktu
aktifitas makan, kelihatan lili laut ini berkelompok dan membentuk semacam barisan dengan
posisi tangan-tangan terkembang seperti kipas dan mengarah kepada datangnya arus (menentang
arus). Pada tangan-tangan lili laut terdapat percabangan kapur yang disebut pinnulus, posisi
percabangan ini dapat bergantian atau bertentangan, secara sepintas menyerupai bentuk bulu
ayam. Cabang-cabang kapur ini berfungsi menyaring plankton dan partikel melayang, kemudian
dengan gerakan yang teratur dan serempak dari pinnulus dan kaki tabung, partikel makanan
tersebut diarahkan kebagian mulut yang terdapat di pertengahan disk. Kondisi mengelompok Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 29 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
(aggregasi) di suatu koloni karang bisa dianggap sebagai usaha bersama untuk meningkatkan
efisiensi penyaringan partikel makanan (BIR-KELAND 1989).
ZMARZLY (1984), melaporkan bahwa dalam posisi makan seluruh tangan-tangan lili
laut akan terentang secara maksimal. Sedangkan pada posisi istirahat tangan-tangan tersebut
akan melingkar ke arah dalam. Posisi lili laut dalam pengambilan makanan dapat dilihat pada
Gambar 21.
Gambar 21. A. Lili laut dalam posisi makan dan B. dalam posisi istirahat
3.5.2. Daur Hidup
Sebagaimana umumnya kelompok echinodermata, pada lili laut kelaminnya terpisah,
tetapi dimorfisma seksual tidak tampak dari luar. Gonad terletak kurang lebih pada sepertiga
pangkal tangan, biasanya pinnulus yang mengandung gonad bentuknya lebih menebal dari
pinnulus yang lain. Hewan jantan dan betina masing-masing melepaskan sperma dan sel telur ke
dalam air laut di sekitarnya. Pertemuan sperma dan sel telur akan membentuk zygote, kemudian
tumbuh menjadi larva yang bisa berenang bebas disebut sebagai vitellaria larva. Pada akhirnya
larva akan mengalami metaformosa dan menempel pada substrat keras seperti, karang mati, kulit
kerang, gorgonian atau benda keras lainnya. Setelah mengalami metamorfosa lili laut tersebut
mempunyai tangkai dan 5 tangan, stadium ini disebut juga sebagai pentacrinoid larva. Lamanya
stadium pentacrinoid larva ini sekitar 2 sampai 4 bulan. Selanjutnya lili laut tersebut akan
melepaskan diri dari tangkainya dan mulai membentuk kaki cengkram (cirrus). Saat ini lili laut
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 30 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
telah mirip dengan hewan dewasa dan dapat berenang bebas dan berpindah tempat dari satu
obyek yang keras ke obyek lainnya. Lili laut yang hidup di laut jeluk, tetap mempertahankan
bagian tangkai ini dan hidup tertambat untuk selamanya. Menurut FELL (1966), lili laut
kelompok Comatulida mengalami matang kelamin pada umur satu sampai dua tahun dan hewan
ini dapat hidup selama 4 sampai 5 tahun. Sedangkan lili laut bertangkai yang hidup di laut jeluk
mengalami matang kelamin pada usia 10 tahun dan dapat hidup selama kurang lebih 20 tahun.
3.5.3. Morfologi, Sistematika dan Sebaran
Gambar 22. Lili laut bertangkai
Lili laut sebagaimana anggota filum echinodermata lainnya mempunyai susunan tubuh
bersimetri lima (pentaradial simetri), tubuh berbentuk cakram (disk) di dalamnya terdapat sistem
pencernaan, sistem reproduksi, sistem saluran air, sistem respirasi dan sistem saraf. Tubuh
dilindungi oleh lempeng kapur berbentuk perisai (ossicles). Mulut dan anus terletak di sisi yang
sama yaitu di sisi oral. Pada umumnya mulut terletak di pertengahan dari disk atau disebut
sebagai kondisi "endocyclic", tetapi pada beberapa anggota suku Comasteridae mulut terletak
pada posisi tepi dari disk atau disebut kondisi "exocydic". Dari disk tumbuh lima tangan (arms)
atau lebih. Percabangan tangan bisa berupa percabangan ganda atau semi ganda, atau berupa
percabangan tak beraturan, sehingga pada kenyataaannya lili laut mempunyai lebih dari 10
tangan, biasa-nya berkisar antara 10 sampai 200 tangan. Sebagai contoh lili laut jenis
Comanthus bennetti bisa mempunyai 60 - 200 tangan (CLARK 1976). Di sepanjang tangan
terda-pat sistem reproduksi dan sistem pembuluh air. Pada dasar disk (sisi aboral) terdapat kaki-
kaki cengkram atau "cirrus". Kaki cengkram ini berfungsi sebagai pemegang pada substrat keras
sewaktu lili laut tersebut bertengger di atas koloni karang atau pada substrat keras lainnya.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 31 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
Lili laut yang hidup saat ini diperkira-kan sekitar 690 jenis (species), yang termasuk
dalam kelas Crinoidea. Kelas Crinoidea ini hanya terdiri dari satu anak kelas yaitu anak kelas
Articulata. Anak kelas Articulata ini terdiri dari 3 bangsa (ordo), 20 suku (famili), dan 169
marga.
Jenis-jenis Comatulida terutama hidup di perairan dangkal antara 0 meter sampai 100
meter, terutama di tempat-tempat yang bersubstrat keras dan berarus kuat. Sedangkan kelompok
Crinoidea bertangkai adalah penghuni laut dalam (200 m - 6000 m).
Kelompok ini diduga menghilang dari perairan dangkal pada zaman "cretaceous" akhir
(BIRKELAND 1989). Sedangkan jenis lili laut yang termasuk dalam kelompok comatulida,
merupakan karakteristik perairan dangkal, hidup tersebar terutama diwilayah Indo-Pasifik Barat
dan Karibia. Tidak bisa dijelaskan kenapa biota ini tidak ditemukan di wilayah Indo-Pasifik
Timur dan di perairan Panama. Diduga, batas sebaran paling timurnya untuk kawasan Indo-
Pasifik Barat adalah daerah Kepulauan Marshall (BIRKELAND 1989). Keanekaragaman jenis
comatulida ini menurun tajam ke arah belahan bumi selatan dan utara, dan pusat sebarannya
adalah di wilayah Indo-Pasifik Barat dan Karibia.
Beberapa jenis lili laut dapat menyesuaikan diri untuk hidup di dasar yang berlumpur
lunak. Di sini terlihat kaki cengkram (cirrus) tumbuh memanjang sehingga biota ini tidak
terperosok sewaktu berada di dasar yang lunak tersebut (FELL 1966). Namun habitat yang
paling cocok buat lili laut adalah ekosistem terumbu karang. Pada ekosistem terumbu karang lili
laut dapat mencapai diversitas maksimal (BRAD-BURY et al. 1987). Diduga persyaratan hidup
di ekosistem terumbu karang adalah sangat sesuai buat lili laut. Suku yang pa-ling menonjol di
ekosistem terumbu karang adalah suku Comasteridae (ZMARZLY1985; BRADBURY et al
1987).
Di perairan Indonesia terbatas pada kedalaman antara 0 m sampai 20 m, terda-pat sekitar
91 jenis (species) lili laut yang tergabung dalam 33 marga dan 21 suku (CLARK &R0WE 1971).
3.5.4. Habitat dan Kepadatan
Lili laut membutuhkan air laut yang bersalinitas agak tinggi dengan toleransi pada air
laut normal sampai sedikit salin (28 %0 sampai 36 %0). Boleh dikatakan biota ini tidak ada di
perairan mangrove dan estuarina. Lili laut dapat hidup di dasar perairan laut lepas, terutama
yang bersubstrat keras dan berarus relatif kuat. Tetapi ekosistem terumbu karang merupakan
habitat yang paling umum untuk kelompok lili laut ini. Pada ekosistem terumbu karang lili laut
biasanya menempati daerah tubir dan lereng terumbu. Persyaratan adanya arus lokal yang relatif
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 32 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
kuat, perairan yang jernih, oksigen yang cukup, tersedianya plankton yang cukup dan terlindung
dari hempasan ombak yang kuat menyebabkan lili laut disebut juga sebagai biota yang
sebarannya sangat ditentukan oleh kualitas habitat. Selain itu lili laut juga dilaporkan
mempunyai respon negatif terhadap cahaya yang kuat (FELL 1966). Faktor lingkungan ini bisa
dipandang sebagai faktor pem-batas yang amat penting dalam sebaran-nya.
Kaki cengkram atau cirrus dapat sangat panjang (5 cm - 10 cm). Pada jenis yang
teradaptasi hidup di lumpur, atau berukuran sedang ( 1 cm — 4 cm) untuk jenis-jenis yang hidup
di terumbu karang. Namun untuk jenis-jenis tertentu yang hidup berlindung di dalam koloni
karang batu kaki cengkram ini bisa sangat tereduksi atau hilang sama sekali. Kaki cengkram ini
biasanya berjumlah 5 sampai 30.
Di Kepulauan Lizard (Great Barrier Reef), kepadatan lili laut dapat mencapai 18 ekor per
meter persegi (VAIL 1987). Sedangkan BIRKELAND (1989) melaporkan bahwa dalam satu
koloni Gorgonian pernah dijumpai 14 ekor lili laut. Selanjutnya FISHELSON (1968),
melaporkan bahwa lili laut jenis Lamprometra klunzingeri yang hidup di daerah terumbu karang
di Eilat, Laut Merah, dapat mencapai kepadatan 70 ekor per meter persegi. Hadir atau absennya
lili laut di suatu ekosistem terumbu karang tidak memberikan dampak yang berarti, tetapi secara
langsung dapat mempengaruhi populasi plankton di terumbu karang tersebut, dan secara tidak
langsung dapat pula mempengaruhi populasi ikan karang dan biota bentik di terumbu karang
tersebut (BIRKELAND 1989).
3.5.5. Senyawa Bioaktif dan Potensi Farmakologi
Lili laut (Comaster sp.) merupakan salah satu genus dari filum Echinodermata yang
sampai saat ini masih sedikit sekali pemanfaatannya dan belum bernilai ekonomis penting.
Bentuk tubuh dari lili laut sangatlah unik karena berbentuk seperti tanaman. Kelimpahan lili laut
di sekitar pulau Pramuka mencapai 3.142 ind/ha dan belum termanfaatkan dengan maksimal
(FDC-IPB 2010). Pemanfaatan lili laut di Indonesia khusunya Kepulauan Seribu dapat dijadikan
sebuah indikator suatu ekosistem terumbu karang. Hal ini telah dibuktikan dalam penilitian
Yusri et al. (2005) bahwa lili laut memiliki kelimpahan maksimum di perairan yang masih baik,
sedangkan pada perairan yang buruk lili laut tidak dapat hidup.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 33 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
Penelitian mengenai kehidupan lili laut cukup banyak dilakukan pakar-pakar asing
terutama untuk jenis lili laut yang hidup di terumbu karang (Aziz et al. 1990). Upaya untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat Indonesia dan untuk meningkatkan nilai komersialitas
dari lili laut adalah dengan melakukan penelitian mengenai antioksidan yang terkandung dari di
dalam lili laut. Hasil uji proksimat pada lili laut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil uji proksimat lili laut dibandingkan dengan bulu babi dan teripang
Komponen Lili laut(%) Bulu babi(%)1 Teripang(%)2
Kadar air 74,67 (bb) 69,47 (bb) 92,65 (bb)
Kadar lemak 0,55 (bk) 2,45 (bk) 0,15 (bk)
Kadar protein 0,11 (bk) 16,99 (bk) 2,85 (bk)
Kadar abu 13,51 (bk) 2,25 (bk) 3,16 (bk)
Kadar karbohidrat 11,16 (bk) 8,84 (bk) 1,19 (bk)
Sumber: 1 ( Murniyati dan Setiabudi 1998 dalam Mustafa 2007)
2 ( Meydia 2007)
3.5.6. Aktivitas Antioksidan
Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat diketahui melalui uji aktivitas
antioksidan. Metode yang digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan dalam lili laut adalah
dengan menggunakan radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl (DPPH). Diphenylpicrylhydrazyl
merupakan radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokasi elektron
bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas
yang lain. Metode ini dipilih karena karena merupakan metode yang sederhana, mudah, dan
menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit dengan waktu yang singkat (Hanani et al.
2005).
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 34 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
Aktivitas antioksidan tertinggi pada lili laut terdapat pada ekstrak kasar metanol dengan
nilai IC50 sebesar 419,21% yang menunjukkan 50% radikal bebas DPPH dapat dihambat Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 35 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
aktivitasnya pada konsentrasi 419,21 ppm. Diikuti dengan nilai aktivitas antioksidan pada
ekstrak etanol dengan nilai IC50 sebesar 1.602,05% yang menunjukkan 50% radikal bebas DPPH
dapat menghambat aktivitasnya pada konsentrasi 1.602,05 ppm dan nilai aktivitas antioksidan
pada ekstrak etil asetat dengan nilai IC50 sebesar 2.016,78% yang menunjukkan 50% radikal
bebas DPPH dapat menghambat aktivitasnya pada konsentrasi 2.016,78 ppm. Aktivitas
antioksidan terendah lili laut terdapat pada ekstrak kloroform dengan nilai IC50 sebesar
5.718,08% yang menunjukkan 50% radikal bebas DPPH dapat dihambat aktivitasnya pada
konsentrasi 5.718,08 ppm.
Secara spesifik suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50
kurang dari 0,05 mg/ml, kuat untuk IC50 antara 0,05-0,10 mg/ml, sedang jika IC50 bernilai 0,10-
0,15 mg/ml, dan lemah jika IC50 bernilai 0,15-0,20 mg/ml (Molyneux 2004). Aktivitas
antioksidan ekstrak metanol masih tergolong lemah karena nilai IC50-nya jauh lebih besar dari
200 ppm. Hal ini dapat terjadi karena ekstrak yang diuji masih berupa ekstrak kasar, sehingga
perlu dilakukan proses pemurnian. Ekstrak kasar ini masih mengandung senyawa lain yang
bukan merupakan senyawa antioksidan. Tetapi jika dibandingkan dengan hewan invertebrata air
lainnya (keong melo, kerang pisau, keong mas, dan nudibranch) lili laut memiliki nilai aktivitas
antioksidan yang paling tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata kemampuan menghambat radikal bebas terendah
terdapat pada konsentrasi 200 ppm, yaitu 22,59% untuk ekstrak etanol, 16,84% untuk ekstrak
kloroform, 8,03% untuk ekstrak etil asetat, 39,51% untuk ekstrak metanol. Sedangkan rata-rata
kemampuan menghambat radikal bebas tertinggi terdapat pada konsentrasi 800 ppm, yaitu
34,61% untuk ekstrak etanol, 21,08% untuk ekstrak kloroform, 22,28% untuk ekstrak etil asetat,
62,99% untuk ekstrak metanol. Semakin tingginya konsentrasi ekstrak kasar lili laut yang
digunakan menghasilkan persentase penghambatan radikal bebas yang tinggi pula. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Qian dan Nihorimbere (2004), yang menyatakan
bahwa persentase penghambatan terhadap aktivitas radikal bebas meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi ekstrak.
Ekstrak kasar lili laut mengandung empat komponen bioaktif yaitu komponen alkaloid,
steroid, flavonoid, dan karbohidrat. Ekstrak kasar kloroform, etil asetat, dan metanol kerang
pisau memiliki aktivitas antioksidan. Ekstrak kasar metanol lili laut memiliki aktivitas
antioksidan paling tinggi dengan nilai IC50 sebesar 419,21% sehingga lili laut dapat dinyatakan
sebagai salah satu jenis Echinodermata pengahasil senyawa antioksidan yang dapat
dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan baku pangan fungsional dan industri farmasi.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 36 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
(Via Rifkia, S. Far)
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Filum echinodermata ini adalah hewan yang berduri yang mempunyai peranan yang
cukup besar bagi kehidupan manusia yang dapat digunakan sebagai pangan maupun obat-obatan
dan juga bermanfaat sebagai sumber daya perairan serta berperan dalam ekologi.
Sudah banyak penelitian yang menyinggung Phylum ini dari sisi morfologi, ekologi dan
penyebaran serta isolasi bahan aktifnya. Tetapi untuk penelitian mengenai kegunaannya dalam
dunia pengobatan dan kedokteran masih berupa penilitian secara in vivo dan in vitro, belum
sampai pada penelitan kilinis dan dapat dipakai dalam dunia pengonatan konvensional.
4.2. Saran
Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut terhadap Phylum ini terutama
terhadap zat bioaktif sampai pada efek farmakologis dan manfaatnya bagi dunia kedokteran,
sehingga dapat dipergunakan dalam industry makanan dan obat-obatan.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 37 of 42FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)
DAFTAR PUSTAKA
Alejandro MS Mayer; Abimael D. Rodriguez; Roberto GS Berlinck; Mark T. Hamann, marine
Pharmacology in 2005-6: Marine Compounds with Anthelmintic, Antibacterial,