BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahSesuai dengan fungsinya baik secara
mikro dan makro, sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan
tanggung jawab sosial. Nantinya, jika sebuah perusahaan memiliki
etika dan tanggung jawab sosial yang baik, bukan hanya lingkungan
makro dan mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga
perusahaan itu sendiri.Di dunia usaha khususnya perusahaan
periklanan, secara kondisional iklan di maksudkan untuk
memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Karena iklan itu harus
dibuat semenarik mungkin dan sedramatis mungkin sehingga mau tidak
mau konsumen akan tertarik untuk memperhatikannya.Iklan merupakan
satu kekuatan yang dapat digunakan untuk menarik konsumen
sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan adalah akses informasi
dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media,
baik yang berupa visual atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk
mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai target keuntungan. Iklan
pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang
dimaksudkan untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada
konsumen, dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen.
Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah
dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif iklan adalah
suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang dapat dijual
kepada konsumen.Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang
disajikan media-media massa, baik cetak maupun elektronik.
Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah
sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan
ekonomi dan sosial yang menginformasikan konsumen perihal
produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas
kebutuhan. Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan
nila-nilai normatifnya dan menjadi semata-mata bersifat propaganda
barang dan jasa demi profit yang semakin tingi dari para produsen
barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan.Berbagai macam cara
dapat dilakukan dalam memasarkan suatu produk sehingga sampai di
tangan konsumen. Aneka ragam iklan mulai dari yang ditayangkan
secara tradisional melalui media-media cetak maupun melalui media
yang lebih modern seperti radio, televisi dan internet. Keseluruhan
itu sedikit banyak telah meningkatkan penjualan dari produk yang
telah ditawarkan oleh suatu unit usaha. Dibalik keberhasilan iklan
dalam mendongkrak penjualan produk dalam bisnis, terselip beberapa
permasalahan yang bermuara pada persoalan etika. Etika yang
dimaksud disini adalah dari content serta visualisasi iklan
tersebut yang dianggap sebagai penipuan terhadap konsumen. Hal yang
menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral
atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam
mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan
kepada masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat produk
dipasaran sangat banyak jumlahnya, dan pengetahuan konsumen tentang
produk lebih banyak didapat dan informasi produsen. Etika bisnis
dalam mengkampanyekan produk kepada khalayak sasaran memang penting
dipahami oleh pihak produsen. Hal ini agar masyarakat tidak merasa
tertipu oleh sajian sajian iklan yang bombastis yaitu khalayak
mendapat informasi yang sebenarnya dari produk yang diiklankan.
B. Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah berdasarkan latar
belakang masalah di atas adalah sebagai berikut:1. Apa yang
dimaksud dengan iklan?2. Bagaimana sejarah perkembangan periklanan
di Indonesia?3. Bagaimana makna etika dan estetika dalam
periklanan?4. Bagaiamana pengontrolan terhadap iklan?5. Bagaimana
penilaian etis terhadap iklan?
C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan berdasarkan rumusan
masalah di atas adalah sebagai berikut:1. Untuk mengetahui
pengertian dari iklan.2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah
perkembangan periklanan di Indonesia.3. Untuk mengetahui bagaimana
makna etika dan etis dalam periklanan.4. Untuk mengetahui bagaimana
pengontrolan terhadap iklan.5. Untuk mengetahui bagaimana penilaian
etis terhadap iklan.
D. Metode PenulisanUntuk memperoleh data yang digunakan dalam
tugas ini, penulis menggunakan metode searching di Internet, yaitu
dengan membaca referensi referensi yang berkaitan dengan masalah
yang dibahas dalam tugas ini.Penulis juga memperoleh data dari
pengetahuan yang penulis ketahui. Selain itu penulis juga mencari
data melalui media elektronik seperti menonton acara berita yang
secara tidak sengaja membahas tentang iklan dalam etika dan
estetika.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Pengertian IklanKata Iklan sendiri berasal dari bahasa
Yunani, yang artinya adalah upaya menggiring orang pada gagasan.
Adapun pengertian secara komprehensif atau luas adalah semua bentuk
aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang ataupun
jasa secara nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor
tertentu. (Durianto, dkk, 2003).Menurut pakar periklanan dari
Amerika, S. William Pattis (1993) iklan adalah setiap bentuk
komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi dan mempromosikan
produk dan jasa kepada seseorang atau pembeli yang potensial.
Tujuannya adalah mempengaruhi calon konsumen untuk berfikir dan
bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan.Menurut Roman,
Maas & Nisenholtz. 2005, Pengertian lainnya, iklan adalah seni
menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk mendapatkan
perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran
konsumen dengan alat bantu.Menurut Britt, iklan sejak semula tidak
bertujuan memperbudak manusia untuk tergantung pada setuap barang
dan jasa yang ditawarkan, tetapi justru menjadi tuan atas diri
serta uangnya, yang dengan bebas menentukan untuk membeli, menunda
atau menolak sama sekali barang dan jasa yang ditawarkan.Pengertian
antara iklan dan periklanan mempunyai persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah bahwa keduanya merupakan pesan yang ditujukan
kepada khalayak. Perbedaannya yaitu iklan lebih cenderung kepada
produk atau merupakan hasil dari periklanan, sedangkan periklanan
merupakan keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan
pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan.Iklan merupakan
bagian dari bauran promosi (promotion mix) sedangkan bauran promosi
adalah bagian dari bauran pemasaran (marketing mix) dimana
marketing mix meliputi product, price, place, promotion.Sebagai
kekuatan utama ekonomi, iklan justru menjadi sarana yang efektif
bagi produsen untuk menstabilkan atau terus meningkatkan penawaran
barang dan jasa. Sementara konsumen dengan sendirinya juga
membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup dalam sebuah
masyarakat yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat
cepat, sebuah masyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan
barang dan jasa yang yerus meningkat.Iklan merupakan sebuah proses
komunikasi yang bertujuan untuk membujuk orang untuk mengambil
tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Iklan
ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna,
kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra konsumen yang
berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini
bermuara pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen
dalam membeli sebuah produk yang ditawarkan.Di sini sebenarnya
iklan melakonkan tiga peran sekaligus. Pertama, iklan informatif.
Jenis iklan ini bertujuan untuk menginformasikan secara objektif
kepada konsumen kualitas dari barang tertentu yang diproduksi,
nilai-lebih dari barang tersebut, fungsi-fungsinya, harga serta
tingkat kelangkaannya. Kedua, iklan persuasif atau sugestif. Jenis
iklan ini tidak sekadar menginformasikan secara objektif barang dan
jasa yang tersedia, tetapi menciptakan kebutuhan-kebutuhan akan
barang dan jasa yang diiklankan. Dan ketiga, iklan kompetitif.
Meskipun meliputi juga iklan informatif dan persuasif, jenis iklan
ini lebih dimaksud untuk mempertahankan serta memproteksi secara
kompetitif kedudukan produsen di hadapan pelaku produksi
lainnya.Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai
aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral
disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau
memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi,
atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif
terhadap idea-idea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang
terlibat di dalam iklan tersebut. Untuk membuat konsumen tertarik,
iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak
diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan
kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan
diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb).
Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
Keuntungan dari adanya iklan yaitu: Adanya informasi kepada
konsumer akan keberadaan suatu produk dan kemampuan produk
tersebut. Dengan demikian konsumer mempunyai hak untuk memilih
produk yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya. Adanya kompetisi
sehingga dapat menekan harga jual produk kepada konsumen. Tanpa
adanya iklan, berarti produk akan dijual dengan cara eksklusif
(kompetisisi sangat minimal) dan produsen bisa sangat berkuasa
dalam menentukan harga jualnya. Memberikan subsidi kepada
media-massa sehingga masyarakat bisa menikmati media-massa dengan
biaya rendah. Hampir seluruh media-massa hidup dari iklan (bukan
dari penghasilannya atas distribusi media tersebut). Munculnya
media-media gratis memperkuat fakta bahwa mereka bisa mencetak dan
mendistribusikan media tersebut karena adanya penghasilan dari
iklan.
B. Sejarah Periklanan Secara mendasar, upaya periklanan telah
dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Banyak penemuan-penemuan
purbakala yang mengungkapkan adanya bukti kegiatan promosi dan
periklanan sejak jaman dahulu, walaupun masih dilakukan dalam
bentuk yang sangat sederhana. Sejarah periklanan telah dimulai
ribuan tahun lalu, ketika bangsa-bangsa di dunia mulai melakukan
pertukaran barang. Wright (dalam Liliweri, 1992) mencatat bahwa
kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi, bangsa Mesopotamia dan
Babilonia telah meletakkan dasar-dasar periklanan seperti yang
terlihat sekarang ini. Pada jaman itu, pedagang-pedagang menyewa
perahu-perahu dan menyuruh pedagang keliling mengantarkan hasil
produksi ke konsumen yang tinggal di pedalaman dengan menggunakan
teknik pemasaran door to door. Pada jaman Yunani dan Romawi, teknik
beriklan mengalami perkembangan. Pada jaman ini telah dikenal
perdagangan antarkota dimana iklan pada terekota dan perkamen sudah
mulai digunakan untuk kepentingan Lost & Found (Kasali, 1995).
Pada masa inilah mulai disadari pentingnya menggunakan medium untuk
menyampaikan informasi. Para pemilik usaha menggunakan pahatan di
dinding-dinding kota untuk memberitahu orang banyak bahwa mereka
mempunyai dagangan tertentu. Pada zaman Caesar, banyak toko di
kota-kota besar yang telah mulai memakai tanda dan symbol atau
papan nama sebagai media utama dalam beriklan.Periklanan memasuki
babak sejarah yang sangat penting ketika kertas ditemukan pada
tahun 1215 di Cina dan mesin cetak diciptakan Johann Gutenberg pada
tahun 1450. Sejak itu medium-medium kuno ditinggalkan. Orang
beralih ke pamphlet atau selebaran-selebaran untuk menginformasikan
atau menjual sesuatu. Selebaran dan pamflet inilah yang menjadi
cikal bakal munculnya surat kabar, sebuah medium klasik yang sampai
sekarang tetap menjadi pilihan pengiklan sebagai medium
utama.Periklanan mengalami perkembangan yang luar biasa cepat
seiring dengan tumbuhnya era industri. Populasi penduduk dunia
meningkat, industri-industri baru tumbuh dan iklan menempati posisi
yang penting untuk mendorong penjualan.Sampai abad 19, belum ada
perusahaan periklanan (advertising agency) baik di Eropa maupun di
Amerika. Jadi, siapapun yang ingin mengiklankan sesuatu harus
berhubungan dengan surat kabar. Sekitar tahun 1800-an, kerumitan
dan kesulitan diantara pengiklan dan surat kabar mulai berkembang.
Para pengiklan merasakan kebutuhan untuk menjangkau khalayak yang
lebih luas, bukan hanya masyarakat yang tinggal satu kota dengannya
saja sebagaimana distribusi surat kabar pada masa itu. Perkembangan
itulah yang melahirkan kebutuhan perlunya penghubung antara surat
kabar dengan pengiklan. Hower mencatat dua nama pertama yang
bertindak sebagai advertising agent, yaitu Volney B. Palmer di
Philadelphia dan John Hooper di New York. Oleh orang-orang sesudah
mereka, bisnis tersebut dikembangkan ke dalam sebuah institusi yang
disebut advertising agency.Karena memiliki tanggung jawab moral dan
interaksi yang cukup banyak dengan beragam segmen, para praktisi
periklanan di sekitar abad 19 mulai meletakkan standar-standar
periklanan yang lebih baik. Sebagai contoh, FW Ayer & Son yang
didirikan di Philadelphia menjadi advertising agency tertua yang
memberi tatanan modern pada bisnis periklanan. Agency yang
didirikan Francis Wayland Ayer ini memperbaiki teknik-teknik
periklanan dan memajukan standar layanan sebuah agency, termasuk
mengembangkan prinsip-prinsip etika bagi sebuah bisnis yang
sukses.Beberapa standar penting yang berlaku saat ini merupakan
peninggalan para praktisi periklanan di abad 19 maupun awal-awal
abad 20, seperti besarnya persentase komisi bagi agency sebesar 15%
yang berlaku pada tahun 1917 maupun pembagian aktifitas perusahaan
periklanan ke dalam 3 bidang dasar yaitu: account, creative dan
media.
C. Perkembangan Periklan Di IndonesiaPerkembangan periklanan di
Indonesia telah ada sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang
diciptakan dan dimuat di surat kabar telah ditemukan di surat kabar
Tjahaja Sijang yang terbit di Manado pada tahun 1869. Surat kabar
tersebut terbit sebulan sekali setebal 8 halaman dengan 4 halaman
ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut bukan
hanya dari perusahaan/produsen, tetapi juga dari individu yang
mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.Di tempat lain juga
telah ada kegiatan periklanan melalui surat kabar, yaitu di
Semarang pada tahun 1864. Surat kabar De Locomotief yang beredar
setiap hari telah memuat iklan hotel/penginapan di kota Paris.
Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan
belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.Dalam
perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga
mencantumkan iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna
membiayai ongkos cetaknya.
D. Makna Etika dan Estetika dalam IklanFungsi iklan pada
akhirnya membentuk citra sebuah produk dan perusahaan di mata
masyarakat. Citra ini terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan
sebuah produk yang diiklankan dengan informasi yang disampaikan
dalam iklan. Prinsip etika bisnis yang paling relevan dalam hal ini
adalah nilai kejujuran. Dengan demikian, iklan yang membuat
pernyataan salah atau tidak benar dengan maksud memperdaya konsumen
adalah sebuah tipuan.
Ciri-ciri iklan yang baik: Etis: berkaitan dengan kepantasan.
Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target
audiennya, kapan harus ditayangkan?). Artistik: bernilai seni
sehingga mengundang daya tarik khalayak.
Contoh Penerapan Etika dalam Periklanan: Iklan rokok: Tidak
menampakkan secara eksplisit orang merokok. Iklan pembalut wanita:
Tidak memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan daerah
kepribadian wanita tersebut. Iklan sabun mandi: Tidak dengan
memperlihatkan orang mandi secara utuh.
Etika secara umum: Jujur: tidak memuat konten yang tidak sesuai
dengan kondisi produk Tidak memicu konflik SARA Tidak mengandung
pornografi Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Tidak melanggar etika bisnis, contoh: saling menjatuhkan produk
tertentu dan sebagainya. Tidak plagiat.
E. Kebebasan Konsumen Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang
penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dengan
konsumen. Secara konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran
dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya
ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.Kode etik
periklanan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh
iklan ini. Akan tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan
berbagai pihak, yang antara lain: ahli etika, konsumen (lembaga
konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama, dan
tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus merampas kemandirian profesi
periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan
organisasi profesi periklanan perlu benar-benar mempunyai komitmen
moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, jika
ini tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis dalam
bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap
tegas tanpa kompromi dari pemerintah melalui departemen terkait
untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.
F. Pengontrolan terhadap IklanKarena kemungkinan dipermainkannya
kebenaran dan terjadinya manipulasi merupakan hal-hal rawan dalam
bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat
mengimbangi kerawanan tersebut.1. Kontrol oleh pemerintahSeperti
yang dilakukan oleh Menteri Kesetaraan Inggris pada produk
kecantikan yang beredar di negaranya dimana antara model yang
digunakan pada iklan tersebut kurang sesuai dengan wajah aslinya.
Dan di Indonesia sendiri beberapa Undang-Undang telah ditetapkan
untuk melindungi konsumen terhadap beberapa produk yang menyalahi
aturan, diantaranya telah terdapat iklan tentang makanan dan obat
yang diawasi oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
(POM) dari Departemen Kesehatan.2. Kontrol oleh para pengiklanCara
paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan
adalah pengaturan diri (self-regulation) oleh dunia periklanan yang
biasanya hal tersebut dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik,
sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh profesi periklanan
itu sendiri, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan. Di
Indonesia sendiri terdapat Tata krama dan tata cara periklanan
Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI
(Asosiasi Perusahaan Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi
Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia), ASPINDO (Asosiasi
Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia), GPBSI (Gabungan Perusahaan
Bioskop Seluruh Indonesia), PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia), PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional
Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) dan Yayasan TVRI
(Yayasan Televisi Republik Indonesia). Sedang di Amerika terdapat
National Advertising Review Board (NARB) yang disponsori oleh
American Association of Advertising Agencies, American Advertising
Federation, Association of National Advertisers, dan Council of
Better Bussines Bureaus. Tujuannya adalah pengaturan diri oleh para
pengiklan. NARB ini menyelidiki semua keluhan tentang periklanan
dan memberitahukan hasilnya kepada instansi yang mengajukan
keluhannya, dan kegiatan ini diumumkan juga setiap bulan melalui
sebuah press release.3. Kontrol oleh masyarakatMasyarakat luas
tentu harus ikut serta dalam mengawasi mutu etis periklanan. Dalam
hal ini suatu cara yang terbukti membawa banyak hasil dalam
menetralisasiefek-efek negatif dari periklanan adalah mendukung dan
menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, diantaranya yang terdapat di
Indonesia (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta dan
kemudian Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen di
Semarang).Selain menjaga agar periklanan tidak menyalahi
batas-batas etika melalui pengontrolan terhadap iklan-iklan dalam
media massa, ada juga cara lebih positif untuk meningkatkan mutu
etis dari iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang
dinilai paling baik. Penghargaan untuk iklan tersebut bisa
diberikan oleh instansi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat,
sebuah majalah, atau lain-lain. Di Indonesia sendiri kita mempunyai
Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh Persatuan
Perusahaan Periklanan Indonesia. Dan apresiasi tersebut dapat
memberikan pengaruh positif terhadap perusahaan lain untuk dapat
berkreasi secara lebih baik.
G. Penilaian Etis terhadap IklanSuatu penilaian yang diberikan
terhadap adanya iklan tidak lepas dari pemikiran moral. Dalam hal
ini prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup untuk umenilai
moralitas sebuah iklan karena didalam penerapannya banyak faktor
lain yang ikut berperan, diantaranya adalah sebagai berikut:1.
Maksud si pengiklanJika maksud si pengiklan tidak baik, dengan
sendirinya moralitas iklan tersebut menjadi tidak baik juga. Dalam
kasus iklan operator seluler, penonton dapat menarik kesimpulan
dari iklan tersebut bahwa Sule selaku model dalam iklan sebelumnya
merasa kapok atau mungkin tidak puas dengan fitur-fitur yang ada di
produk sebelumnya, kemudian ia berpindah ke produk sekarang yang
menurutnya jauh lebih memuaskan. Sehingga maksud dari pengiklan
dapat diterima dengan jelas oleh para penonton walau dengan
pengangkapan yang berbeda, karena sebagian penonton akan berpikir
bahwa produk yang baru dengan model Sule bermaksut untuk
menjatuhkan produk sebelumnya.2. Isi iklanIsi iklan harus benar dan
tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan, dan tidak bermoral.
Dalam persaingan yang dilakukan antar operator seluler Kartu As
(Simpati) dan XL, sebagian besar penonton akan menganggap hal
tersebut sebagai sebuah lelucon karena model utamanya merupakan
seorang pelawak, sehingga isi dari iklan tersebut akan mudah
ditangkat. Begitu pula dengan manipulasi yang dilakukan oleh
beberapa produk kecantikan, terlihat bahwa hal tersebut dapat
mempengaruhi pemikiran penonton karena model yang ditampilkan
terlihat sempurna dengan produk dan perlengkapan make up yang
digunakan dari produk yang diiklankan.3. Keadaan publik yang
tertujuSecara umum bisa dikatakan bahwa periklanan mempunyai
potensi besar untuk mengipas-ngipas kecemburuan sosial dalam
masyarakat dengan memamerkan sikap konsumerisme dan hedonisme dari
suatu elite kecil. Hal ini merupakan aspek etis yang sangat
penting, terutama dalam masyarakat yang ditandai kesenjangan sosial
yang besar seperti Indonesia. Keuntungan perusahaan menjadi tujuan
utama bagi para pengiklan untuk melalukan promosi, namun di sisi
lain televisi sebagai media utama yang banyak digunakan para
pengiklan adalah media yang tidak gampang dikendalikan dari luar,
ditambah dengan adanya televisi dan parabola. Mungkin tidak
realistis juga untuk mengharapkan bisa melarang periklanan di TV
secara total. Tetapi bahaya ditingkatkannya kecemburuan sosial
tidak pernah boleh dilupakan. Hal ini ternyata seringkali masih
kurang disadari oleh televisi swasta.4. Kebiasaan di bidang
periklananPeriklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu
tradisi. Dalam tradisi tersebut orang telah terbiasa dengan cara
tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang disepakati
secara implisit atau eksplisit dan yang seringkali tidak dapat
dipisahkan dari etis yang menandai masyarakat tersebut. Misalnya
saja yang terjadi di Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa
saja sedang tiga puluh tahun lalu pasti masih mengakibatkan banyak
orang mengernyitkan alisnya. Dalam refleksi etika tentang
periklanan rupanya tidak mungkin dihindarkan suatu nada
relativistis.
H. Prinsip Moral yang Perlu dalam Iklan Terdapat paling kurang 3
prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan
penggagasan mengenai etika dalam iklan.Ketiga prinsip itu adalah:1)
Masalah kejujuran dalam iklan,2) Masalah martabat manusia sebagai
pribadi, dan3) Tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh
iklan.Ketiga prinsip moral yang juga digaris bawahi oleh dokumen
yang dikeluarkan dewan kepuasan bidang komunikasi sosial untuk
masalah etika dalam iklan ini kemudian akan didialogkan dengan
pandangan Thomas M. Gerrett, SJ yang secara khusus menggagas
prinsip-prinsip etika dalam mempengaruhi massa (bagi iklan) dan
prinsip-prinsip etis konsumsi (bagi konsumen). Dengan demikian,
uraian berikut ini akan merupakan perkawinan antara kedua pemikiran
tersebut.
1. Prinsip KejujuranPrinsip ini berhubungan dengan kenyataan
bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga
bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa
yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan
menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah
bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh
menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa.
Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah
upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.
2. Prinsip Martabat Manusia sebagai PribadiBahwa iklan
semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin
ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative
requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab
setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa
yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang
justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat manusia
sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas
secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan
bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau
tidak.Yang banyak kali terjadi adalah manusia seakan-akan
dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan, hal
yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan.
Keadaan ini bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas
sebegitu rupa sehingga menyaksikan, mendengar atau membacanya
segera membangkitkan nafsu untuk memiliki barang dan jasa yang
ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa
tertentu menentukan status sosial dalam masyarkat, dll.
3. Iklan dan Tanggung Jawab SosialMeskipun sudah dikritik di
atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena
perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan
barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya
sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat.
Artinya bahwa karena iklan manusia menumpuk barang dan jasa pemuas
kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer.
Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat
tertentu ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas
kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya dialami oleh sebagai
kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini, meskipun
sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas batasa kebutuhan
dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan.Di
sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu
bentuk tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus
barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas
dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan jasa seharusnya
disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau
lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat
pada umumnya (gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan,
dll). Tindakan karitatif semacam ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa kehidupan cultural masyarakat akan semakin berkembang. Kedua,
menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik, biologis,
psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan kebutuhan
masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa
diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk
investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan
sebagian besar masyarakat.
I. Keuntungan dan Kerugian IklanMengikuti dokumen yang
dikeluarkan oleh komisi kepuasan bidang komunikasi sosial mengenai
etika dalam iklan, paling kurang ada empat keuntungan dan ketugian
yang bisa diperoleh dari iklan, yakni keuntungan dan kerugian di
dalam bidang ekonomi, politik,kultural dan agama, serta moral.
Keempat hal tersebut akan dideskripsikan berikut:
Bidang ekonomiDalam kerangka tindakan ekonomi secara luas, iklan
merupakan sebuah jaringan kerja yang amat kompleks karena
melibatkan produsen (pemasang iklan), pembuat iklan (advertiser),
agen-agen, media iklan, para peneliti pemerintah, maupun masyarakat
itu sendiri. Maka keuntungan-keuntungan maupun kerugian-kerugian di
bidang ekonomi juga berpengaruh secara langsung terhadap para
pelaku ekonomi itu.Iklan ternyata memampukan perusahaan-perusahaan
untuk bisa menjual lebih banyak dan efektif produk-produknya.
Keuntungan maksimal lalu menjadi semacam finalitas yang mau
direalisir. Sementara bagi masyarakat konsumen, iklan bisa
menyediakan informasi mengenai bagaimana dan di mana
kebutuhan-kebutuhan akan badang dan jasa bisa terpenuhi secara
lebih mudah dan efisien.Maka sebagaimana juga disinyalir oleh A.
Sonny Keraf tidak mengherankan jika kemudian muncul kesan bahwa
iklan menampilkan citra bisnis sebagai kegiatan menipu dan
memperdaya konsumen untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Dan
sebagaimana juga dikritik oleh Sri Paus Yohanes Paulus II, iklan
lebih serinbg ditampilkan sebagai media pembentuk masyarkat
konsumenristis yang preokupasi utamanya adalah menumpuk barang dan
jasa sebanyak mungkin (to have), dan bukannya memanfaatkan barang
dan jasa yng sungguh-sungguh dibutuhkan untuk merealisir eksistensi
dirinya (to be). Di sini kemudian digaris bawahi bahwa iklan memang
bisa meningkatkan standar hidup konsumen.
Bidang PolitisSeringkali juga media assa menampilkan atau
menayangkan iklan-iklan politik. Ini bisa menguntungkan semua pihak
sejauh tidak dipakai semata-mata demi kepentingan tiranis pihak
penguasa, tetapi sebagai ekspresi daru sebuah kehidupan politik
yang demokratis. Artinya, dengan iklan politik, masyarakat tidak
hanya mendapatkan informasi perihal segala kebiakan yang tengah dn
akan diambil pemerintah, tetapi juga sebagai konsekuensi semakin
meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik, yakni
dalam menentukan pilihan-pilihan politisnya.Dalam dokumen kepuasan
bidang komunikasi sosial perihal etika dalam iklan ditegaskan bahwa
pemerintah, lewat iklan-iklan politik, berkewajiban menginformsikan
kepada masyarakat mengenai tendensi-tendensi monopolistis dari
pasar-pasar tertentu maupun kekurangan-kekuranan tertentu serta
langkah-langkah apa yang sedang diambil terhadap tendensi-tendensi
itu. Sementara calon-calon yng akan duduk di dalam pemerintahan
plus curriculum vitae mereka juga wajib diinformasikan kepada
masyarakat lewat iklan politik tersebut.Sering terjadi juga bahwa
lewat iklan rezim penguasa tertentu menjalankan politik
kebudayaannya. Di sini masyarakat diindoktrinasi melalu
slogan-slogan atau pernyataan-pernyataan politik murahan tertentu,
yang meskipun disadari sebagai politik pembohongan massa, tetapi
tetap saja merasuk ke dalam kesadaran masyarakat karena iklan-iklan
tersebut ditayangkan pada prime time di televise-televisi atau
radio-radio, atau dipajang di jalan-jalan protocol. Lebih
mengerikan lagi keadaannya jika media-media massa dikontrol secara
ketat dengan kewajiban mematuhi aturan-aturan tertentu yang secara
jelas hanya menguntungkan rezim penguasa, atau juga kewajiban
menayangkan secara serentak acara-acara atau iklan-iklan kenegaraan
tertentu.
Bidang KulturalSecara ideal harus dikatakan bahwa iklan
semestinya dikemas sebegitu rupa supaya tidak hanya bernilai secara
moral, tetapi juga intelektual dan estetis. Selain itu, para
pemasang iklan juga mesti mempertimbangkan kebudayaan dari
masyarakat yang menjadi sasaran iklan. Prinsip umum yang dianut
adalah bahwa masyarakat harus selalu diuntungkan secara kultural.
Hal ini hanya bisa terwujud kalau isi iklan bukan merupakan
cerminan dari kehidupan glamor kelompok kecil masyarakat kaya atau
pun masyarakat dunia pertama yang wajib diimitasi secara niscaya
oleh mayoritas masyarakat miskin atau pun masyarakat dunia ketiga,
tetapi merupakan cerminan dan dinamisme kehidupan masyarakat miskin
itu sendiri, karena iklan menginformasikan barang dan jasa yang
sungguh-sungguh mereka butuhkan, dan itu berarti sesuai dengan
stadar hidup mereka. Prinsip yang secara etis dipegang teguh adalah
bahwa iklan tidak harus pertama-tama menciptakan
kebutuhan-kebutuhan baru, atau mengekspos pola kehidupan baru yang
malah mengasingkan masyarakat dari kebudayaannya sendiri.Dalam
kenyataannya, iklan lebih sering menampilkan kebudayaan hidup
masyarakat yang lebih suka menonjolkan kompetisi di segala bidang
kehidupan seraya membuang jauh-jauh rasa solidaritas antarsesama.
Iklan juga seringkali meremehkan unsur-unsur edukatif, standar
moral serta seni yang tinggi. Bahkan boleh dikatakan bahwa
sebagaian besar iklan menampilkan warna dominasi kaum lelaki atas
kaum perempuan.
Bidang Moral dan AgamaAjaran-ajaran moral dan agama juga sering
kali disampaikan lewat iklan. Ajaran-ajaran moral dan agama
tersebut kepatuhan kepada kehendak Yang Ilahi, toleransi, balas
kasihan, pelayanan dan cinta kasih kepada sesama yang lebih
membutuhkan pertolongan, pesan-pesan mengenai kesehatan dan
pendidikan, dll bertujuan untuk memotivasi masyarakat ke arah
kehidupan yang baik dan membahagiakan.Masalah muncul ketika iklan
bertentangan dengan ajaran-ajaran moral dan agama. Bagi kaum
moralis maupun agamawan, hal yang secara jelas bertentangan dengan
aharan moral dan agama adalah pornografi dalam iklan. Mengapa
demikian? Karena, menurut mereka, pornografi yang diekspos itu
merupakan sisi gelap dari kodrat manusiakaum agamawan menyebut sisi
ini sebagai gudang dosadan pelecehan terhadap martabat manusia.
Selain itu, iklan yang diwarnai oleh kekerasan juga bertentangan
dengan ajaran moral serta agama, dengan alasan yang kurang lebih
sama seperti pada pornografi.Maka sebenarnya yang perlu diusahakan
bukannya meniadakan iklan, tetapi meniadakan isi atau maksud dari
iklan yang obsesi utamanya adalah mengkonstruksi sebuah masyarakat
konsumtif dengan seluruh konsekuensi yang menyertainya. Kalau kita
setuju dengan analisis Dr. Gregory Baum, bahwa media massa dan
iklan cendrung mengkonstruksi realitas dan bahwa realitas tersebut
umumnya bersifat konsumtif-materialistis yang sungguh-sungguh
mensugesti manusia untuk secara niscaya menanggapinya, maka
berbahaya pengrusakan lingkungan karena mentalitas hidup konsumtif
sungguh-sungguh serius. Sama seperti yang ditegaskan dokumen
kepuasan mengenai etika dalam iklan, komitmen untuk mencegah upaya
pengrusakan lingkungan ada pada mereka yang berkehendak baik, yang
mau mengusahakan sebuah kehidupan bersama yang utuh dan integral,
baik antara manusia maupun dengan lingkungan tempat
kediamannya.
BAB IIIPENUTUP
A. Studi KasusPersaingan Iklan Kartu XL dan Kartu AsPerang
provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan
Telkomsel. Berkali-kali kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan
kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling
memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama
ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir
satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi
itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya
Sule adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan
bintang cilik Baim dan Putri Titian. Di situ, si Baim disuruh om
sule untuk ngomong, om sule ganteng, tapi dengan kepolosan dan
kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si
baim ngomong, om sule jelek... Setelah itu, sule kemudian membujuk
baim untuk ngomong lagi, om sule ganteng tapi kali ini si baim
dikasih es krim sama sule. Tapi tetap saja si baim ngomong, om sule
jelek. XL membuat sebuah slogan, sejujur baim, sejujur XL. Iklan
ini dibalas oleh TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS.
Awalnya, bintang iklannya bukan sule, tapi di iklan tersebut sudah
membalas iklan XL tersebut dengan kata-katanya yang kurang lebih
berbunyi seperti ini, makanya, jangan mau diboongin anak kecil..!!!
Nggak cukup di situ, kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang
sule. Di iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia
sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya
dari awal, jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok diboongin anak
kecil sambil tertawa dengan nada mengejek. Perang iklan antar
operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan
yang satu ini, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan
yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6
bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar
di Televisi, sudah ada iklan lain yang menjatuhkan iklan lain
dengan menggunakan bintang iklan yang sama. Analisis Kasus:Dalam
kasus ini, persoalan bukan pada bintang iklan (Sule) yang menjadi
pemeran utama pada iklan kartu AS dan kartu XL yang saling
menyindir satu sama lain, karena hak seseorang untuk melakukan
kewajibannya dan manusia tidak boleh dikorbankan demi tujuan lain
selain hak asasinya. Dimana yang dimaksud adalah Sule yang
mempunyai haknya sebagai manusia. Sejauh yang diketahui Sule tidak
melakukan pelanggaran kode etika pariwara Indonesia (EPI) tetapi
pada materi iklan yang saling menyindir dan menjelekkan. Dalam
salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah
prinsip bahwa Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara
langsung maupun tidak langsung.Dalam etika pariwara Indonesia juga
diberikan tentang keterlibatan anak-anak dibawah umur, tetapi kedua
provider ini tetap menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan,
bukan hanya itu tetapi iklan yang ditampilkan juga tidak boleh
mengajarkan anak-anak tentang hal-hal yang menyesatkan dan tidak
pantas dilakukan anak-anak, seperti yang dilakukan provider XL dan
AS yang mengajarkan bintang iklannya untuk merendahkan pesaing
dalam bisnisnya. Hal yang dilakukan kedua kompetitor ini tentu
telah melanggar prinsip-prinsip EPI dan harusnya telah disadari
oleh kedua kompetitor ini, dan harus segera menghentikan persaingan
tidak sehat ini.Kedua kompetitor provider ini melanggar
prinsip-prinsip dan aturan-aturan kode etik dan moral untuk
mencapai tujuannya untuk mendapatkan keuntungan lebih dan menguasai
pasaran dimasyarakat yang diberi kebebasan luas untuk melakukan
kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi serta
telah diberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan
penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut
didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk,
promosi dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan
sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah
menjadi praktek monopoli. Padahal telah dibuat undang-undang yang
mengatur tentang persaingan bisnis, yaitu UU No.5 tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
tetapi kedua kompetitor ini mengabaikan Undang-Undang yang telah
dibuat.Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis kedua kompetitor
provider ini sering juga terjadi karena peluang-peluang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan
dan disalah gunakan dalam pelaksanaannya dan kemudian dipakai
sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar
etika bisnis dalam menjalankan bisnisnya.
Penyelesaian masalah yang dilakukan antara provider kartu XL dan
karti AS dan Tindakan pemerintah Dalam kasus ini, kedua provider
menyadari mereka telah melanggar peraturan-peraturan dan
prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu
prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip
bahwa Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung
maupun tidak langsung. Sebagaimana banyak diketahui, iklan-iklan
antar produk kartu seluler di Indonesia selama ini kerap saling
sindir dan merendahkan produk kompetitornya untuk menjadi provider
yang terbaik di Indonesia.Pelanggaran yang dilakukan kedua provider
ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi,
bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat
yang melihat dan menilai kedua provider ini secara moral dan
melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak
sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan
bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi,
tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang
menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi
peraturan-peraturan yang dibuat.Namun pada prinsipnya, sebuah
tayangan iklan di televisi (khususnya) harus patuh pada
aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta taat
dan tunduk pada tata krama iklan yang sifatnya memang tidak
mengikat. Beberapa peraturan perundang-undangan yang menghimpun
pengaturan dan peraturan tentang dunia iklan di Indonesia yang
bersifat mengikat antara lain adalah peraturan sebagai berikut: UU
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UU No. 40 tahun 1999
tentang Pers UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran UU No. 7 tahun
1996 PP No. 69 tahun 1999 Kepmenkes No. (rancangan) tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia PP No. 81 tahun
1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. PP No.38 tahun 2000
Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Kepmenkes No.
368/MEN.KES/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan, Rumah
Tangga, Makanan, dan Minuman.Selain taat dan patuh pada aturan
perundang-undangan di atas, pelaku iklan juga diminta menghormati
tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI).
Ketaatan terhadap EPI diamanahkan dalam ketentuan Lembaga penyiaran
wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia. (Pasal 29 ayat (1)
Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).Lembaga penyiaran
dalam menyiarkan siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan
masyarakat wajib mematuhi waktu siar dan persentase yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan. (Pasal 29 ayat (2) Peraturan
KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).Materi siaran iklan yang
disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang
dikeluarkan oleh KPI. (Pasal 46 ayat (4) UU Penyiaran). Isi siaran
dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus
sensor dari lembaga yang berwenang. (Pasal 47 UU Penyiaran).
Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan
oleh KPI. (Pasal 48 ayat (1) UU Penyiaran).Siaran iklan adalah
siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat
tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat
dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga
penyiaran yang bersangkutan. (Pasal 1 ayat (15) Peraturan KPI
tentang Pedoman Perilaku Penyiaran)Siaran iklan niaga dilarang
melakukan (Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran):promosi yang dihubungkan
dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok,
yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain,
ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain promosi minuman
keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif; promosi rokok
yang memperagakan wujud rokok; hal-hal yang bertentangan dengan
kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau eksploitasi
anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
B. Kesimpulan Dalam penulisan ini dapat disimpulkan bahwa Dalam
periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan
itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi
kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang
sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus
memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus
memperhatikan hak-hak konsumen.Berdasarkan uraian mengenai maslah
periklanan dan etika bisnis, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan
yakni:1. Hubungan antara etika dan periklanan sangat erat kaitannya
dengan pola kebiasaan masyarakat yang terpengaruh dari macam
periklanan yang disajikan.2. Periklanan merupakan pemberitahuan
kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di
dalam media massa (surat kabar atau majalah) atau ditempat umum.3.
Periklanan dan Etika Bisnis merupakan penerapan prinsip-prinsip
etika yang umum pada suatu wilayah perilaku manusia yang khusus,
yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis, terutama yang diterapkan pada
media periklanan.4. Di Indonesia khususnya terdapat
permasalahan-permasalahan dalam dunia periklanan terutama
menyangkut iklan yang tidak mendidik, iklan yang cenderung menyidir
produk lain.
C. SaranDalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu dalam
bisnis periklanan perlulah adanyakontrol tepat yang dapat
mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan konsumen.
Sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hakhak
konsumen, dan tidak hanya memikirkan keuntungan semata.Berdasarkan
uraian mengenai periklanan dan etika bisnis dapat penulis kemukakan
beberapa saran antara lain sebagai berikut:1. Sebaiknya pemerintah
menerapkan peraturan atau perundangan yang secara tegas mengatur
segala yang berkaitan dengan etika dan periklanan2. Produsen
seharusnya tidak hanya memikirkan untuk mendapat keuntungan yang
maksimal tanpa melihat dari kepentingan produsen untuk mendapatkan
sesuatu yang lebih dari sekedar produk yang diiklankan.3.
Pemerintah serta masyarakat berperan aktif dalam menyaring serta
sebagai ontrol sosial bagi pengiklanan produk-produk yang
menyimpang bahkan bila telah keluar dari jalur etika yang
semestinya.
3