Top Banner
Disusun Oleh : Riyanto (A210140134) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta 2014
17

MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

Feb 08, 2023

Download

Documents

Ioun's Nerz
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

Disusun Oleh :

Riyanto

(A210140134)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

2014

Page 2: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbilalamin, banyak

nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk

Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada

terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Hukum Perdata

Perkawinan dan Hukum Perdata Keluarga di Indonesia”. Dalam penyusunannya, penulis

memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,

namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini

bisa bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Surakarta, Oktober 2014

Penulis

Page 3: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...…...…ii

BAB I PENDAHULUAN……….......................................................................................1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………....................1

1.2 Perumusan Masalah...............................................................................…….........1

1.3 Maksud dan tujuan……………………………………………..............................1

BABII PEMBAHASAN……………….............................................................................3

2.1. Pengertian…...........................................................................................................3

2.1.1. Pengertian Hukum perkawinan…................................................................3

2.1.2. Pengertian Hukum Keluarga………………................................................3

2.2. Sumber dan Asas Hukum…....................................................................................4

2.2.1. Hukum Perkawinan…...................................................................................4

2.2.2 Hukum Keluarga……...................................................................................6

2.3 Ruang Lingkup…...................................................................................................7

2.3.1 Hukum Perkawinan…...................................................................................7

3.3.2. Hukum Keluarga……..................................................................................10

BAB III PENUTUP…………….........................................................................................12

3.1. Kesimpulan….........................................................................................................12

3.2. Saran……...............................................................................................................12

Daftar Pustaka……………..................................................................................................13

Page 4: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang prempuan

untuk waktu yang lama sedangkan keluarga adalah pertalian beberapa orang yang

memiliki keluhuran yang sama atau pertalian kekeluargaan karena terjadi perkawinan.

Sumber-sumber hukum perdata di Indonesia mengenai hukum keluarga dan hukum

perkawinan dimulai dari jaman Hindia Belanda dimana hukum perdata Indonesia di

atur dalam Burgelijk Wetboek (atau kitab undang-undang hukum perdata belanda).

Kemudian terus berkembang hingga disahkan beberapa Undang-undang baru yang

secara khusus mengatur tentang perkawinan dan hukum keluarga.

Dalam hukum keluarga sendiri terdiri dari beberapa definisi dan menurut beberapa

ahli salah satu definisi keluarga adalah perkawinan.Hukum perkawinan di Indonesia

bersifat pluralism atau menggunakan beberapa dasar hukum.

Pada hakekatnya hukum keluarga dan hukum perkawinan dalam beberapa hal

saling berterikatan.

1.2 Perumusan Masalah

Dari pembahasan di atas dapat di uraikan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah pengertian dari hukum perkawinan dan hukum keluarga ?

2. Sumber dan asas hukum apa saja yang menjadi dasar hukum perkawinan dan

hukum keluarga di Indoneia ?

3. Apakah ruang lingkup hukum perdata keluarga dan hukum perdata

perkawinan ?

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah

Pengantar Hukum Perdata dan Dagang serta untuk memberikan informasi dan

Page 5: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

menambah pengetahuan serta wawasan tentang hukum perdata keluarga dan hukum

perdata perkawinan.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Untuk memberikan penjelasan tentang pengertian hukum perdata tentang

keluarga dan perkawinan.

2. Untuk menjelaskan sumber dan asas hukum yang menjadi dasar hukum

perdata di Indonesia tentang perkawinan dan keluarga.

3. Untuk menjelaskan ruang lingkup dari hukum perdata tentang hukum

keluarga dan hukum perkawinan.

Page 6: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

2.1.1 Pengertian Hukum Perkawinan

Hukum perkawinan sebagai bagian dari hukum perdata adalah peraturan

peraturan hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya

antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita dengan maksud hidup

bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan-peraturan tang ditetapkan dalam

undang-undang.

Sedangkan perkawinan sendiri meiliki pengertian pertalian yang sah antara

seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.

Menurut para ahli tentang pengertian perkawinan :

a. Perkawinan adalah persekutuan hidup antara seorang pria dan wanita yang

dikukuhkan secara formal dengan undang-undang (yuridis) dan kebanyakan

religious. (Soetopo Prawirohamidjojo).

b. Perkawinan adalah akad antara calon suami istri untuk memenuhi hajat jenisnya

menurut yang di atur oleh syariah (Kaelany H.D)

2.1.2 Pengertian Hukum Keluarga

Hukum keluarga adalah keseluruhan ketentuan yang mengenai hubungan hukum

yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah, dan kekeluargaan karena perkawinan

(perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian pengampuan, keadaan tak hadir).

Page 7: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

Sedangkan pengertian hukum keluarga menurut para ahli adalah :

a. Hukum keluarga mengatur hubungan yang berkaitan dengan kekeluargaan

sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan(Ali Afandi).

b. Hukum keluarga sebagai prinsip-prinsip hukum yang diterapkan berdasarkan

ketaatan beragama berkaitan dengan hal-hal yang secara umum diyakini memiliki

aspek religious menyangkut peraturan keluarga, perkawinan, perceraian,

hubungan dalam keluarga, kewajiban dalam rumah tangga, warisan, pemberian

mas kawin, perwalian dan lain-lain(Tahrir Mahmud).

c. Hukum keluarga merupakan keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik hukum

tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan hukum mengenai

perkawinan, kekuasaan orang tua, pengampuan, dan perwalian(Salim H.S).

2.2 Sumber dan Asas Hukum

2.2.1 Hukum Perkawinan

Di Indonesia pelaksanaan hukum perkawinan masih pluarisme, artinya di

Indonesia berlaku tiga macam sistem hukum perkawinan, yaitu :

1. Hukum Perkawinan menurut Hukum Perdata Barat (BW), diperuntukan bagi WNI

keturunan asing atau yang beragama Kristen.

2. Hukum Perkawinan menurut Hukum Islam, diperuntukan bagi WNI keturunan

atau pribumi yang beragama Islam.

3. Hukum Perkawinan menurut Hukum Adat, diperuntukan bagi masyarakat pribumi

yang masih memegang teguh hukum adat.

Sifat prulalistis dalam hukum perkawinan sudah terjadi sejak zaman Hindia

Belanda. Berbagai peraturan perundang-undangan yang menunjukan sifat pluralistis

tersebut, antara lain :

1. Burgelijk Wetboek, Stb. 1847 Nomor 23 ; yang di peruntukan bagi golongan

Eropa atau yang dipersamakan dengan itu.

2. Regeling Op De Gemengde Inlanders,Stb. 1898 Nomor 158.

3. Huwelijk Ordonanntie Christen Inlanders,Stb. 1933 Nomor 74; yang

diperuntukkan bagi Bumi Putra yang beragama Kristen di Jawa, Madura

Page 8: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

Minahasa, dan Ambonia,Saparua dan bekas kerisedenan Manado yang sejak

tahun 1975 dengan Intruksi Menteri Dalam Negeri dinyatakan berlaku untuk

seluruh Wilayah Indonesia.

4. Huwelijksordinnantie, Stb. 1929 Nomor 348 (Peraturan tentang Perkawinan dan

Perceraian bagi orang-orang Islam di Jawa dan Madura).

5. Vornstenlandse Huwelijksordonnantie, Stb. 1933 Nomor 98 jo Stv.1941 Nomor

320 (Peraturan tentang Perkawinan dan Talak/Perceraian bagi orang-orang Islam

di Guibernemen Surakarta dan Yogyakarta.

Keadaan tersebut terus berlanjut hingga awal kemerdekaan dan terus berlanjut

hingga dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun1946 Tentang Pencatatan

Nikah.

Dalam Hukum Perdata Barat tidak ditemukan definisi dari perkawinan (huwelijk)

sendiri dalam Hukum Perdata Barat digunakan dalam dua arti, yakni :

1. Sebagai suatu perbuatan, yaitu perbuatan “melasungkan perkawinan” (pasal 104

BW). Selain itu juga dalam arti “setelah perkawinan” (pasal 209 sub 3 BW).

Dengan demikian maka perkawinanadalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan

pada saat tertentu.

2. Sebagai “suatu keadaan hukum” yaitu keadaan bahwa seorang pria dan seorang

wanita terikat oleh suatu hubungan perkawinan.

Perkawinan dalam hukum Islam disebut “Nikah” ialah melakukan suatu aqad atau

perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk

menghalalkan hubungan kelamin antara dua belah pihak untuk mewujudkan suatu

kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan

cara yang di ridhoi Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 24 :

“Dan dihalalkan kepada kamu mengawini perempuan-perempuan selain dari yang

tersebut itu, jika kamu menghendaki mereka dengan mas kawin untuk perkawinan dan

bukan untuk perbuatan jahat”.(Q.S An Nisa :24)

Page 9: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

menyatakan :

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

Perkawinan dalam masyarakat adat pada umumnya didahului dengan lamaran,

tetapi ada juga perkawinan tanpa lamaran.

Perkawinan adat di Indonesia terbagi atas tiga kelompok : pertama , perkawinan

adat berdasarkan masyarakat kebapakan (Patrilial), kedua, perkawinan adat berdasarkan

masyarakat keibuan (matrilial), ketiga, perkawinan adat berdasarkan masyarakat keibu

bapakan (panrental).

2.2.2 Hukum Keluarga

Pada dasarnya sumber hukum keluarga dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu : sumber hukum perdata keluarga tertulis dan sumber hukum perdata keluarga tidak

tertulis.

Sumber hukum keluarga tidak tertulis umumnya berasal dari norma-norma hukum

yang tumbuh dan berkembang serta di taati oleh sebagian besar masyarakat atau suku

bangsa yang hidup di wilayah Indonesia

Sedangkan hukum perdata keluarga tertulis berasal dari berbagai peraturan

perundang-undangan, yurisprudensi, dan perjanjian (traktat).

Sumber hukum tertulis yang menjadi rujukan di Indoneia meliputi :

1. Kitab Undang-Undang Hukum perdata (Burgerlijk Wetboek).

2. Peraturan Perkawinan Campuran(Regelijk op de Gemengdebuwelijk), Stb 1898 –

158.

3. OrdonansiPerkawinan Indonesia Kristen Jawa, Minahasa, dan Ambon (Huwelijke

Ordonnantie Christen Indonesiers), Stb. 1933 – 74.

Page 10: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan

Rujuk (beragam Islam)

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45

Thun 1990 tentang izin perkawinan dan Perceraian bagi PNS.

8. Intruksi Presiden Tahun 1991 tentang Komplikasi Hukum Islam di Indonesia

yang Berlaku bagi orang-orang yang beragama Islam.

2.3 Ruang Lingkup

2.3.1 Hukum Perkawinan

a. Syarat-syarat untuk dapat syahnya perkawinan :

1. Kedua pihak harus mencapai umur yang ditetapkan dalam undang-undang,

yaitu untuk seorang lelaki 18 tahun dan untuk seorang prempuan 15 tahun.

2. Harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak.

3. Untuk seorang prempuan yang pernah kawin harus lewat 300 hari dahulu

sesudahnya putusan perkawinan pertama.

4. Tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua pihak.

5. Untuk pihak yang masih dibawah umur, harus ada izin dari orang tua atau

walinya.

Tentang hal larangan untuk kawin dapat diterangkan bahwa seorang tidak

diperbolehkan kawin dengan saudaranya, meski dengan saudara tiri, seorang tidak

diperbolehkan kawin dengan iparnya, seorang paman dilarang kawin dengan

keponakannya dan sebagainya.

Page 11: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

Tentang hal izin dapat diterangkan bahwa kedua orang tua harus

memberikan izin, atau ada kata sepakat antara ayah dan ibu masing-masing

pihak,. Jika ada wali, wali inipun harus memberikan izin.

b. Hak dan Kewajiban suami istri

Suami istri harus setia satu sama lain, bantu membantu, berdiam bersama-

sama, saling memberikan nafkah dan bersama-sama mendidik anak.

Dalam undang-undang suami ditetapkan menjadi kepala atau pengurusnya.

Suami pengurus kekayaan mereka bersama juga mengurus kekayaan si istri,

menentukan tempat kediaman bersama, melakukan kekuasaan orang tua dan

selanjutnya memberikan bantuan hukum kepada siistri dalam melakukan

perbuatan-perbuatan hukum.

c. Percampuran kekayaan

Percampuran kekayaan adalah mengenai seluruh active dan pasiva baik

yang dibawa oleh masing-masing pihak ke dalam perkawinan maupun yang akan

diperoleh di kemudian hari selama perkawinan. Kekayaan bersama itu oleh

undang-undang di sebut “gemeenschap”.

Sejak perkawinan terjadi, percampuran kekayaan suami dan kekayaan istri

telah terjadi selama tidak ada perjanjian apa-apa keadaaan ini terus terjadi selama

perkawinan.

Pasal 140 ayat 3, mengizinkan untuk memperjanjikan didalam perjanjian

perkawinan, bahwa suami tidak diperbolehkan menjual atau menggadaikan

benda-benda yang jatuh dalam gameenschap dari pihak si istri dengan tiada izin si

istri.

d. Perjanjian Perkawinan

Perjanjian ini menurut undang-undang harus diadaka sebelum pernikahan

dan harus diletakkan dalam suatu akta notaris.

Mengenai bentuk da nisi perjanjian tersebut sebagaimana halnya dengan

perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, kepada kedua belah pihak diberikan

Page 12: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

kemerdekaan seluas-luasnya, kecuali satu dua larangan yang termuat dalam

undang-undang dan tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan.

Pertama-tama ada larangan untuk membuat suatu perjanjian yang

menghapuskan suami sebagai kepala didalam perkawinan atau kekuasaanya

sebagai ayah atau akan menghilangkan hak-hak seorang suami atau istri yang

ditinggal mati. Selanjutnya ada larangan untuk membuat suatu perjanjian bahwa

sisuami akan memikul suatu bagian yang lebih besar dalam active daripada

bagiannya dalam passive. Maksudnya larangan ini, agar jangan sampai suami istri

itu menguntungkan diri untuk kerugian pihak-pihak ketiga.

e. Perceraian

Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau

tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.

Perkawinan dikatakan bercerai apabila salah satu pihak meninggal, jikalau

satu pihak kawin lagi setelah mendapat ijin hakim, bilamana salah satu pihak

pergi tanpa kabar selama sepuluh tahun tanpa ada kabar.

Undang-undang tidak memperbolehkan perceraian dengan permufakatan

saja antara suami dan istri, tetapi harus ada alas an yang sah. Alasan-alasan ini

yaitu :

1. Zina

2. Ditinggalkan dengan sengaja

3. Penghukuman yang melebihi 5 tahun karena dipersalahkan

melakukan suatu kejahatan

4. Penganiyayaan berat atau membahayakan jiwa.

Undang undang perkawinan menambahkan dua alasan

1. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan/penyakit dengan akibat

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

2. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan/ pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

f. Pemisahan Kekayaan

Page 13: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

Untuk melindungi istri terhadap kekuasaan si suami yang sangat luas itu atas

kekayaan bersama serta kekayaan pribadi si istri, undang-undang memberikan

pada si istri suatu hak untuk meminta pada si hakimsupaya di adakan pemisahan

kekayaan dengan tetap berlangsungnya perkawinan.

Pemisahan itu dapat diminta oleh sang istri :

1. Apabila sisuami dengan kelakuan yang nyata-nyata tidak baik,

mengorbankan kekayaan bersama dan membahayakan keselamatan

keluarga.

2. Apabila sisuami melakukan pengurusan yang buruk terhadap

kekayaan siistri, hingga ada kekhawatiran kekayaan ini akan menjadi

habis.

3. Apabila si suami mengobralkan kekayaannya sendiri, hingga si

istri akan kehilangan tanggungan yang oleh undang-undang diberikan

padanya atas kekayaan tersebut karena pengurusan yang dilakukan oleh

suami terhadap kekayaan istrinya.

Gugatan untuk mendapatkan pemisahan kekayaan, harus diumumkan

dahulu sebelum diperiksa dan diputuskan oleh hakim, sedangkan putusan hakim

ini pun harus diumumkan. Ini untuk menjaga kepentingan-kepentingan orang

ketiga.

2.3.2 Hukum Keluarga

a. Keturunan

Seorang anak sah(wettig kind) ialah anak yang di anggap lahir dari

perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya.

Pembuktian keturunan harus dilakukan dengan surat kelahiran yang

diberikan oleh pegawai pencatatan sipil. Jika tidak mungkin didapatkan surat

kelahiran, hakim dapat memakai bukti-bukti lain asal saja keadaan yang Nampak

keluar, menunjukan adanya hubungan seperti antara anak dengan orang tuanya.

Page 14: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

Anak yang lahir diluar perkawinan, dinamakan “natuurlijk kind” ia dapat di

akui atau tidak diakui oleh ayah atau ibunya.

b. Kekuasaan orang tua

Seorang anak yang sah sampai pada waktu ia mencapai usia dewasa atau

kawin, berada dibawah kekuasaan orang tuanya (ouderlijke macht) selama kedua

orang tua itu terikat dalam hubungan perkawinan. Dengan demikian, kekuasaan

orang tua itu mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari pengesahannya dan

berakhir pada waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin, atau pada waktu

perkawinan orang tuannya dihapuskan.

Kekuasaan orang tua terutama berisi kewajiban untuk mendidik dan

memelihara anaknya. Pemeliharaan meliputi pemberian nafkah, pakaian, dan

perumahan.

Kekuasaan orang tua tidak saja meliputi diri si anak tetapi juga meliputi

benda atau kekayaaan si anak itu.

c. Hubungan Anak dengan Orang Tua

Pada umumnya seorang anak lahir dari sepasang suami istri dalam suatu

ikatan perkawinan sehingga merupakan anak sah dan sekaligus sebagai anak

kandung namun ada juga kasus yang menyimpang yaitu ada anak yang lahir

namun tidak anak sah tetapi sebagai anak yang tidak sah, anak tiri atau anak

angkat,. Pada asasnya sejak lahir maka anak-anak tersebut mempunyai hubungan

hukum dengan orang tuanya.

d. Perwalian

Perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang dibawah umur, yang tidak

berada dibawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak

tersebt diatur dalam undang-undang.

Dalam hukum adat perwalian dapat terjadi jika suatu keluarga, orang

tuanya tinggal seorang atau dua-duannya meninggal dunia. Perwalian akan ada

dengan sendirinya(otomatis). Artinya tidak melalui proses dengan mengajukan

permohonan melalui pengadilan.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perwalian terjadi

karena seorang anak ditinggal mati orang tuannya atau adanya pencabutan

Page 15: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

kekuasaan oleh orang tua kepada anak oleh pengadilan. Perwalian harus melalui

permohonan kepada pengadilan.

Perbandingan perwalian menurut ketentuan Hukum Adat dengan UU

No. 1 Tahun 1974

Sistem

Hukum

Timbulnya Syarat Perwalian Kewajiban Wali

Adat Karena

kematian

Tanpa permohonan

ke pengadilan;

otomatis berada

dalam perwalian

kerabat

Mengelola dan mengatur harta

anak tanpa keharusan

menginventarisir; adanya sifat

saling percaya

UU No. 1

Tahun

1974

Kematian

dan

pencabutan

kekuasaan

orang tua

Harus dengan

peermohonan ke

pengadilan

Harus menginverntarisir harta

anak dan mencatat keluar

masuknua harta

BAB III

PENUTUP

Page 16: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

3.1 Kesimpulan

Hukum perkawinan sebagai bagian dari hukum perdata adalah peraturan

peraturan hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya

antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita dengan maksud hidup

bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan-peraturan tang ditetapkan dalam

undang-undang.

Hukum keluarga adalah keseluruhan ketentuan yang mengenai hubungan hukum

yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah, dan kekeluargaan karena perkawinan

(perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian pengampuan, keadaan tak hadir).

Di Indonesia pelaksanaan hukum perkawinan masih pluarisme, artinya di

Indonesia berlaku tiga macam sistem hukum perkawinan, yaitu menurut Hukum Perdata

Barat (BW), menurut Hukum Islam, menurut Hukum Adat.

Ruang lingkup dari hukum perkawinan meliputi syarat-syarat perkawinan, hak dan

kewajiban suami istri, percampuran kekayaan, perjanjian perkawinan, perceraian dan

terakhir tentang pemisahan harta kekayaan.

Ruang Lingkup dari Hukum keluarga meliputi keturunan, kekuasaan orang

tua,hubungan anak dengan orang tua, perwalian, pengampuan, hubungan anak dengan

kerabat.

3.2 Saran

Sebagaimana pepatah “tak ada gading yang tak retak”. Dalam penyusunan

makalah ini jika masih banyak terdapat kekeliruan dalam penyampaian materi dan dalam

segi penulisannya saya memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Page 17: MAKALAH PENGANTAR HUKUM PERDATA DAN DAGANG

Daftar Pustaka

Subekti. 1989. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : Internusa.

Tutik, Titik T. 2008. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Surabaya : Kencana.

Kolkman, W.D. Rosa Agustina. Leon C.A. Verstapen. Sri Natin. Suharnoko. Sulastriyono.

Hukum Tentang Orang, Hukum Keluarga, dan Hukum Waris di Belanda dan Indonesia. Jakarta :

Pustaka Larasan.