1 PENDEKATAN APOS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI LOGARITMA MAKALAH SEMINAR PENDIDIKAN Oleh : AGUSTIN TIKA MAYA 11030174058 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
1
PENDEKATAN APOS DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA PADA MATERI LOGARITMA
MAKALAH SEMINAR PENDIDIKAN
Oleh :
AGUSTIN TIKA MAYA
11030174058
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PENDIDIKAN MATEMATIKA
2014
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Pertanyaan..........................................................................................................................3
C. Tujuan.................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...........................................................................................................................4
A. Pembelajaran Matematika...................................................................................................4
B. Pendekatan APOS...............................................................................................................4
C. Pembelajaran dengan Pendekatan APOS............................................................................9
D. Teori yang Mendukung Pendekatan APOS........................................................................11
E. Materi Logaritma................................................................................................................12
F. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan APOS Dalam Materi Logaritma
13
PENUTUP.....................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sesuatu yang wajib didapatkan oleh setiap manusia. Mutu
dalam pendidikan dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang berlangsung secara efektif,
dan peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna, serta ditunjang oleh
sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang memenuhi. Secara logis, proses yang
berkualitas maka akan menghasilkan produk yang berkualitas juga. Oleh karena itu,
dalam proses pembelajaran harus memilih pendekatan pembelajaran yang tepat.
Pendekatan pembelajaran merupakan suatu pandangan terhadap proses pembelajaran
yang mendasari metode pembelajaran yang digunakan dengan suatu teori tertentu.
Pemilihan pendekatan pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan
sifat materi yang akan diajarkan.
Dalam membelajarkan matematika, pembelajaran yang harus dilakukan adalah
pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Serta
mengaitkan kehidupan sehari-hari siswa dengan materi yang akan dipelajari oleh siswa.
Sehingga materi matematika yang akan diajarkan mudah diterima dan dipahami. Oleh
karena itu, seorang guru matematika harus merancang sebuah pembelajaran yang
menyenangkan dan melibatkan siswa dalam menyelesaikan maupun menentukan suatu
masalah.
Berdasarkan pengalaman saat PPL di salah satu SMA di Sidoarjo, pembelajaran
matematika di kelas menggunakan pembelajaran konvensional dengan metode
ekspositori. Dimana pada awal pembelajaran guru menjelaskan tentang definisi dan
konsep materi pelajaran, kemudian guru memberikan contoh soal serta pemecahan
masalahnya. Setelah itu, guru memberikan latihan soal kepada siswa dan yang terakhir
memberikan tes. Pembelajaran tersebut memperlihatkan bahwa peran guru lebih
mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas.
Dalam kurikulum 2013, untuk membelajarkan matematika guru harus merancang
pembelajaran yang mendorong siswa untuk mencari tahu materi apa yang akan
dipelajari, mendorong siswa untuk bisa merumuskan suatu masalah dari materi yang akan
dipelajari, melatih siswa untuk berfikir analitis dalam menyelesaikan permasalahan
matematika, serta menekankan kepada siswa tentang pentingnya kerjasama dan
kolaborasi dalam menyelesaikan masalah matematika. Siswa dituntut untuk
mengkonstruk pengetahuannya sendiri dengan bantuan guru sebagai fasilitator. Oleh
karena itu, pembelajaran dengan pendekatan APOS merupakan salah satu alternatif yang
bisa digunakan untuk merealisasikan kurikulum 2013.
APOS merupakan singkatan dari aksi (Action), proses (Process), objek (Object),
dan skema (Schema). Dalam pendekatan APOS, pemahaman tentang konsep matematika
merupakan hasil konstruksi atau rekonstruksi dari objek-objek matematika. Dimana
konstruksi dan rekonstruksi tersebut dilakukan melalui aksi-aksi matematika, proses-
proses, dan objek-objek yang diorganisasikan dalam suatu skema untuk menyelesaikan
suatu permasalahan. Karakteristik pembelajaran matematika dengan pendekatan APOS
yaitu; menganalisa pengkonstruksian mental dalam memahami suatu konsep matematika,
penggunaan lembar kerja siswa dalam pembelajaran, siswa belajar dalam kelompok kecil,
dan pembelajaran menggunakan siklus ACE. Implementasi pendekatan APOS dengan
menggunakan siklus ACE terdiri dari tiga fase yaitu aktivitas (Activities), diskusi kelas
(Class discussion), dan latihan soal (Exercises).
Suryadi (2012), mengungkapkan bahwa seorang anak dapat mengonstruksi konsep
matematika dengan baik apabila anak tersebut mengalami suatu aksi, proses, obyek, dan
skema. Arnawa (2006), juga menyatakan bahwa skema yang matang dari suatu konsep
matematika adalah suatu sistem yang koheren dari aksi, proses, obyek, dan skema lain
yang telah dibangun sebelumnya, yang dikoordinasikan serta disintesis oleh individu
dalam bentuk struktur yang digunakan untuk menghadapi situasi permasalahan tertentu.
Berdasarkan pengalaman saat mengajar, materi logaritma merupakan materi yang
sering dianggap sulit oleh siswa. Hal ini dikarenakan sifat materi logaritma yang abstrak
dan pembelajarannya membutuhkan pemahaman konseptual yang tinggi. Serta dibuktikan
dengan hasil ulangan harian siswa tentang materi logaritma yang masih rendah dan belum
mencapai nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengubah anggapan tersebut yaitu dengan merancang sebuah
pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang logaritma, seperti
penerapan pendekatan APOS.
Pendekatan APOS dapat diterapkan dalam pembelajaran materi logaritma untuk
meningkatkan pemahaman siswa. Karena pendekatan APOS dapat digunakan untuk
mengetahui kesulitan siswa dalam memahami materi logaritma, serta mengetahui
konstruksi mental siswa dalam membangun pengetahuan tentang konsep logaritma
melalui tindakan, proses, objek, dan skema.
Dengan demikian penulis ingin mengkaji lebih lanjut tentang pendekatan APOS
dalam pembelajaran matematika materi logaritma.
2
B. Pertanyaan
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang dapat
dikemukakan adalah :
1. Bagaimanakah pendekatan APOS dalam pembelajaran matematika?
2. Apakah teori yang mendukung pendekatan APOS dalam pembelajaran
matematika?
3. Bagaimanakah rancangan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan
APOS dalam pembelajaran matematika materi logaritma?
C. Tujuan
Sesuai dengan pertanyaan di atas, maka tujuan makalah ini adalah :
1. Mendeskripsikan pendekatan APOS dalam pembelajaran matematika.
2. Mendeskripsikan teori yang mendukung pendekatan APOS dalam
pembelajaran matematika.
3. Mendeskripsikan contoh rencana pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan APOS pada pembelajaran matematika materi logaritma.
3
4
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan suatu proses memberikan informasi kepada siswa sehingga
siswa mendapatkan informasi baru. Menurut Dimyanti dan Mudjiono (2006:157)
pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa
dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap. Sedangkan menurut konsep komunikasi (dalam Suherman, 2003:8)
pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dalam rangka perubahan
sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan.
Sedangkan pembelajaran menurut Corey (dalam Sagala, 2006:61) adalah suatu proses
dimana lingkungan seseorang sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam
tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap
situasi tertentu.
Berdasarkan pendapat tentang pengertian pembelajaran di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses membelajarkan
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap baru kepada siswa.
Pembelajaran matematika merupakan suatu proses membelajarkan pengetahuan
dan ketrampilan matematika pada siswa. Menurut Muhseto (2006), pembelajaran
matematika merupakan suatu proses dalam suatu kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan
rencana untuk memperolah pengetahuan matematika yang dipelajari. Di dalam
pembelajaran matematika, pengetahuan dan keterampilan baru yang diberikan dikaitkan
dengan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa. Siswa dilibatkan aktif dalam
pembelajaran sehingga siswa dapat menerima dan memahami konsep matematika yang
diajarkan. Perubahan acuan psikologis menghasilkan perubahan pandangan tentang
pembelajaran di kelas, yaitu dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa.
Dengan kata lain siswa terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran baik secara
emosional maupun secara sosial, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator.
B. Pendekatan APOS
Dubinsky (2009) mengemukakan sebuah teori untuk mempelajari bagaimana
seorang belajar konsep matematika. Teori ini disebut teori APOS (Action, Process,
Object, Schema). Teori ini hadir sebagai upaya untuk memahami mekanisme abstraksi
reflektif, yang diperkenalkan oleh Piaget untuk menggambarkan perkembangan berfikir
logis anak, dan memperluas ide ini untuk konsep-konsep matematika lanjut. Menurut
teori APOS, seorang anak dalam mengkonstruksi konsep matematika melalui empat
tahap yaitu aksi, proses, objek, dan skema.
Teori APOS kemudian digunakan dalam pembelajaran yang disebut dengan
pendekatan APOS. Pendekatan APOS merupakan suatu teori konstruksivis tentang
bagaimana proses pencapaian atau pembelajaran suatu prinsip atau konsep dalam
matematika. Pembelajaran menggunakan pendekatan APOS menekankan pada perolehan
pengetahuan melalui konstruksi mental (Nurlaelah, 2009). Menurut Suryadi (2012),
konstruksi mental dalam pendekatan APOS adalah terbentuknya suatu aksi, yang
kemudian direnungkan menjadi sebuah proses, dan dirangkum menjadi objek, dimana
objek tersebut dapat diuraikan kembali menjadi proses.
Empat tahapan dalam pendekatan APOS adalah:
1. Tahap Aksi (Action)
Menurut Dubinsky (2000 : 2), “An action is tranformation of object perceived
by the indivudual as assentially external and as requiring, either explicity or from
memory, step by step instructions on how to perform the operation”, yang bahwa
aksi adalah tranformasi objek yang dilakukan oleh seseorang sebagai kegiatan
eksternal, dengan melakukan perhitungan secara bertahap.
Menurut Weyer (2010 : 10), mengatakan bahwa :
An action is any repeateble physical or mental manipulation that tranform (mental or physical) to obtain other object. An action conception is a form understanding of a concept that involves a mental or physical object in reaction to stimuli that the subject perceives as relatively external. In the action stage, the transformation of object thought of as external, and the student only knows how to perform an operation from memory or clearly given instructions.
Kutipan di atas bermakna, aksi adalah manipulasi fisik atau mental yang dapat
diulang dalam mentransformasikan (fisik atau mental) untuk memperoleh objek
lain. Konsepsi tentang aksi merupakan suatu bentuk pemahaman tentang konsep
matematika yang melibatkan transformasi mental atau fisik terhadap objek mental
atau fisik sebagai reaksi terhadap rangsangan dari luar. Pada tahap aksi,
transformasi objek didapat dari kegiatan eksternal, dan siswa hanya mengetahui
bagaimana melakukan operasi jika diberikan perintah yang jelas.
Sedangkan menurut suryadi (2012), menyatakan aksi adalah suatu transformasi
objek-objek mental untuk memperoleh objek mental lainnya. Suryadi juga
mengatakan bahwa seseorang akan mengalami suatu aksi apabila orang tersebut
fokus dalam proses mental untuk memahami suatu konsep. Selanjutnya Suryadi
juga menyatakan bahwa pada tahap aksi, seorang siswa belum mampu
5
menginterpretasikan suatu situasi sebagai sebuah fungsi kecuali memiliki sebuah
formula tunggal serta mampu menentukan nilai fungsi tersebut. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa kinerja siswa dalam tahap aksi berupa aktivitas prosedural.
2. Proses (Process)
Menurut Dubinsky (2000 : 3) mengungkapkan bahwa :
When an action is repeated and the individual reflects upon it, he or she can make an internal mental construction called a “process” which the individual can think of as performing the same kind of action, but no longer with the need of external stimuli.
Makna dari kutipan tersebut adalah, ketika aksi dilakukan berulang-ulang dan
dilakukan refleksi terhadap aksi yang dilakukan sehingga seseorang dapat
membangun konstruksi mentalnya, ini disebut dengan proses. Pada tahap ini
seseorang dapat berfikir tentang aksi yang sama, tanpa memerlukan stimulus dari
luar.
Menurut Weyer (2010 : 10) mengatakan bahwa :
A process conception is defined as a form of understanding of a concept thet involes imagining a transformation of mental or physical objects that the subject perceives as relatively internal and totally under her or his control. In the stage, student an perform the same action or tranformation without external stimuli. Student in the stage can also think of performing a process without actually doing it.
Makna dari kutipan di atas adalah, konsepi tentang proses didefinisikan
sebagai bentuk pemahaman dari suatu konsep matematika yang melibatkan
imajinasi dalam mentransformasikan objek mental atau fisik sebagai aktivitas
internal dan terkontrol. Pada tahap proses, siswa dapat melakukan aksi yang
sama atau transformasi tanpa rangsangan dari luar. Pada tahap ini, siswa juga
dapat melakukan perhitungan tanpa melakukannya secara aktual.
Sedangkan menurut Suryadi (2012), ketika suatu aksi diulangi dan kemudian
terjadi refleksi atas aksi yang dilakukan maka selanjutnya akan masuk dalam fase
proses. Berbeda dengan aksi yang dapat terjadi melalui manipulasi benda atau
sesuatu yang bersifat konkrit, proses terjadi secara internal di bawah kontrol
individu yang melakukannya. Selanjutnya Suryadi juga menyatakan bahwa, pada
tahap proses seorang siswa telah mampu berfikir tentang masukan yang bisa
diterima, memanipulasi masukan tersebut dengan cara-cara tertentu, serta mampu
6
menghasilkan keluaran yang sesuai. Dengan demikian, pada tahap proses seorang
siswa akan mampu menjelaskan tahapan pengerjaan dari tahap aksi dengan
penjelasan dan kata-kata sehingga siswa memiliki pemahaman secara prosedural.
3. Objek (Object)
Menurut Dubinsky (2000:3) mengungkapkan bahwa “An object in constructed from a process when the individual become aware of the process as a totality and realizes that transformations can act on it”, yang berarti bahwa abjek adalah konstruksi dari sebuah proses ketika seseorang menyadari bahwa proses merupakan totalitas dan menyadari bahwa transformasi tertentu dapat berlaku pada proses tersebut. Menurut Weyer (2010:10) mengatakan bahwa :
An object conception is a form of understanding of a concept that sees it as something to which actions and processes may be applied. The student in the stage sees the procedure as a whole and understands that tranformations can be performed on it. Encapsulation is the term used to describe the mental construction of a process (transformed by some action)into a cognitive object that can be seen as a total entity (or coherent totality) and which can be acted upon (mentally) by actions or process. The only way to mentally construct a mathematical object.
Maksud dari pernyataan di atas adalah konsepsi tentang objek merupakan suatu
bentuk pemahaman terhadap suatu konsep matematika sebagai suatu penerapan dari
aksi dan proses. Pada tahap ini, siswa memahami keseluruhan prosedur dan
memahami transformasi yang dapat dilakukan. Enkapsulasi merupakan suatu istilah
yang digunakan untuk mendeskripsikan konstruksi mental pada suatu proses
(transformasi oleh beberapa aksi) ke dalam sebuah objek kognitif yang dapat dilihat
sebagai entitas keseluruhan (totalitas koheren) dan yang dapat ditindaklanjuti oleh aksi
atau proses. Satu-satunya jalan untuk mengkonstruksi secara mental sebuah objek
matematika.
Sedangkan menurut Suryadi (2012), mengungkapkan bahwa seseorang
dikatakan telah memiliki konsepsi objek dari suatu konsep matematika, apabila ia
telah mampu memperlakukan ide atau konsep tersebut sebagai objek kognitif yang
mencakup kemampuan untuk melakukan aksi dari objek tersebut, serta memberikan
alasan atau peenjelasan tentang sifat-sifatnya. Sehingga bisa dikatakan bahwa pada
tahap ini siswa bisa menunjukkan pemahaman konseptual.
4. Skema (Schema)
Menurut Dubinsky (2000:3) mengungkapkan bahwa :
7
A schema for a certain mathematical concept is an individual’s collection of actions, proseses, object, and other schemas which are linked by some general principle to form a framework in the individual’s mind that may be brought to bear upon a problem situastion involving that concept.
Kutipan di atas bermakna bahwa skema pada konsep matematika adalah kumpulan
aki, proses, objek dan skema lain yang mana saling berkaitan untuk konsep tertentu
dalam pikiran seseorang yang mungkin digunakan untuk memecahkan masalah.
Menurut weyer (2010:10) mengungkapkan bahwa : A schema is a collection of actions, processes, object and other schemas, together with their relationship, that the individual understand in connection with some topic of study. In the schema stage a student is capable of jumping back and forth among the four stage.
Pernyataan tersebut berarti bahwa skema merupakan kumpulan yang mengaitkan
aksi, proses, objek, dan skema lain, individu paham tentang hubungan suatu topik
dengan mata pelajaran lain. Pada tahap skema ini, seorang siswa mampu
mengulang kembali empat tahap yang telah ditempuh.
Sedangkan menurut Suryadi (2012), mengungkapkan bahwa sebuah skema dari
suatu materi matematika tertentu adalah suatu koleksi aksi, proses, objek, dan
skema lainnya yang saling terhubung sehingga membentuk suatu kerangka kerja
saling terkait di dalam pikiran seseorang. Suryadi menyatakan bahwa indikator
seseorang telah memiliki skema adalah apabila orang tersebut telah memliliki
kemampuan untuk mengkonstruk contoh-contoh suatu konsep matematika sesuai
dengan sifat-sifat yang dimilliki konsep tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pada tahap skema siswa mampu mengaitkan aksi, proses, dan obyek untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan empat tahap kemampuan
matematika dalam pendekatan APOS pada konsep logaritma adalah seperti berikut
ini.
Tabel 2.1 Kriteria kemampuan siswa berdasarkan pendekatan APOS
Materi Tahapan APOS Indikator
Logaritma Aksi
(Action)
- Siswa dapat menuliskan bentuk logaritma dari sebuah eksponen
- Siswa dapat menghitung nilai logaritmaProses
(Process)
- Siswa dapat membuktikan sifat-sifat logaritma
8
- Siswa dapat menghitung nilai logaritma dengan menggunakan sifat-sifat logaritma
Objek
(Object)
- Siswa dapat menjelaskan konsep logaritma
- Siswa dapat mensketsa grafik fungsi logaritma
Skema
(Schema)
- Menghubungkan aksi, proses, dan objek untuk mensketsa grafik fungsi logaritma
- Menghubungkan aksi, proses, dan objek untuk menerapkan berbagai sifat logaritma dalam pemecahan masalah
C. Pembelajaran dengan Pendekatan APOS
Menurut Asiala ada beberapa hal yang dapat dipandang sebagai karakteristik
pembelajaran dengan pendekatan APOS (dalam Arnawa, 2006), yaitu pembelajarannya
menggunakan: (1) pengetahuan dikonstruksi siswa melalui konstruksi mental APOS, (2)
menggunakan LKS, (3) siswa belajar dalam kelompok kecil, (4) menggunakan siklus
ACE (activity, class discussion, excercise). Berikut ini adalah deskripsi untuk masing-
masing karakteristik tersebut.
1. Pengetahuan dikonstruksi melalui konstruksi mental APOS
Teori APOS mengasumsikan bahwa pengetahuan matematika yang dimiliki oleh
seseorang merupakan hasil interaksi dengan orang lain dan hasil konstruksi-
konstruksi mental orang tersebut dalam memahami ide-ide matematika. Konstruksi-
konstruksi mental tersebut adalah: aksi (action), proses (process), objek (object),
dan skema (schema) yang disingkat dengan APOS.
2. Menggunakan LKS (lembar kerja siswa)
Dalam memahami suatu konsep matematika, siswa melakukan konstruksi-
konstruksi mental aksi, proses, objek, dan skema. Konstruksi-konstruksi mental ini
dapat dibantu melalui aktivitas yang menggunakan LKS (Nurhayati, 2013). Dalam
mengkonstruksi pengetahuan, guru dapat membantu siswa melalui pendekatan
pembelajaran yang didesain untuk menstimulasi terjadinya konstruksi-konstruksi
mental yang diharapkan.
3. Siswa belajar dalam kelompok kecil
Konteks sosial yang merupakan acuan teori APOS, diimplementasikan dalam
pembelajaran melalui belajar dalam kelompok kecil. Siswa dikelompokkan di awal
pembelajaran kedalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 4 orang
9
untuk mengerjakan semua tugas-tugas yang di berikan seperti lembar diskusi kelas,
pekerjaan rumah, dan latihan-latihan soal secara bersama-sama (Asiala dalam Elda,
2013). Ketertarikan yang utama dari belajar dalam kelompok kecil adalah
tersedianya kesempatan bagi siswa untuk melakukan refleksi, yaitu terjadi melalui
bentuk-bentuk interaksi komunikasi yang berupa negosiasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, dan pertanyaan-pertanyaan. Bentuk-bentuk
interaksi ini dapat terjadi karena siswa pada umumnya lebih terbuka terhadap
rekan-rekannya jika dibandingkan terhadap gurunya (Vidakovic dalam Dubinsky et
al.,2000).
4. Menggunakan siklus ACE (activity, class discussion, exercise)
Strategi pembelajaran dalam teori APOS juga dimaksudkan agar siswa mencoba
untuk melakukan refleksi pada apa yang mereka kerjakan melalui keseluruhan
struktur pembelajaran. Pendekatan pedagogi yang diperkirakan mendukung maksud
ini adalah silklus pembelajaran ACE, yaitu: aktivitas (activities), diskusi kelas
(class discussion), dan latihan (exercise).
4.1 Aktivitas
Kegiatan ini merupakan aktivitas siswa untuk memperoleh pengalaman yang
berhubungan dengan ide-ide matematis yang akan dipelajari dalam
pembelajaran.
4.2 Diskusi kelas
Diskusi kelas dilakukan secara berkelompok, siswa mengerjakan tugas-tugas
yang diberikan oleh guru. Keterlibatan guru dalam diskusi pada masing-masing
kelompok dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk
melakukan refleksi pada apa yang sudah mereka kerjakan dan pada tugas yang
sedang mereka kerjakan. Dalam diskusi kelas ini juga, guru memberikan
definisi, penjelasan, dan tinjauan untuk mengaitkan dengan apa-apa yang siswa
telah pikirkan (Asiala dalam Elda, 2013). Peran utama guru dalam diskusi kelas
adalah sebagai fasilitator/intervensi tidak langsung (Tall dalam Suryadi, 2012).
4.3 Latihan
Pada siklus ini, siswa diberikan latihan-latihan untuk dikerjakan secara
berkelompok, sebagian besar dari latihan-latihan ini diharapkan dikerjakan
diluar kegiatan kelas. Latihan-latihan ini bisa juga berupa pekerjaan rumah
tentang tugas yang sudah dipelajari. Maksud dari latihan-latihan ini adalah
untuk mengokohkan konsep-konsep matematika yang telah dikonstruksi,
10
menerapkan konsep-konsep yang sudah dipelajari, dan siswa mulai diajak
berpikir tentang hal-hal yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya
(Asiala dalam Elda, 2013).
D. Teori yang Mendukung Pendekatan APOS
Pendekatan APOS merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang mengacu pada
konstruksi mental aksi, proses, objek dan skema. Pendekatan ini didukung oleh beberapa
teori yaitu; teori konstruktivisme Piaget dan teori konstruktivisme Vigotsky.
Menurut pandangan konstruktivisme, pengetahuan itu merupakan hasil dari
konstruksi mental, berupa suatu rumusan yang diciptakan oleh orang yang sedang
mempelajarinya. Pengetahuan itu diperoleh dengan mencocokkan informasi baru yang
diperoleh dengan informasi lama yang sudah diketahui. Pengetahuan yang diperoleh akan
baik apabila pengetahuan itu adalah konstruksi dari pemahaman kita sendiri. Belajar
merupakan kegiatan aktif untuk memperoleh suatu pengetahuan.
Menurut Piaget (dalam Mulyono, 2010), pengetahuan seseorang diperoleh melalui
abstraksi suatu objek atau hal. Piaget menyebutkan bahwa terdapat dua macam abstraksi,
yaitu: abstraksi sederhana dan abstraksi reflektif.
Abstraksi sederhana adalah refleksi yang didasarkan pada objek itu sendiri. Dalam
abstraksi ini, orang menemukan sifat-sifat objek itu sendiri secara langsung. Pengetahuan
tersebut merupakan abstraksi langsung atas objek itu. Inilah yang juga disebut
pengetahuan eksperimental atau empiris.
Abstraksi reflektif adalah abstraksi yang didasarkan pada koordinasi, relasi, operasi, dan
penggunaan yang tidak langsung keluar dari sifat-sifat dari objek itu sendiri, tetapi dari
tindakan terhadap objek itu. Inilah yang disebut abstraksi logis atau matematis.
Implikasi teori ini pada pendekatan APOS adalah abstraksi reflektif, dimana abstraksi
refleksif digunakan sebagai dasar oleh Dubinsky untuk menciptakan sebuah pendekatan
untuk mempelajari konsep matematika. Pendekatan APOS hadir sebagai cara untuk
memahami bagaimana abstraksi reflektif dalam pemikiran seseorang.
Menurut suryadi (2012) salah satu landasan yang digunakan dalam pendekatan
APOS adalah teori konstruktivisme dari Vigotsky. Vigotsky mengungkapkan bahwa
apabila siswa mengkonstruksi suatu konsep maka lingkungan sosial perlu diperhatikan.
Dua konsep yang digunakan dalam teori Vigotsky yaitu, ZPD dan scaffolding. ZPD (zone
of proximal development) merupakan sebuah daerah antara tingkat perkembangan
sesungguhnya atau kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat
11
alog a = 1, alog 1 = 0, log 10 = 1
perkembangan potensial atau kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang
dewasa melalui kerjasama dengan sejawat yang lebih mampu. Scaffolding merupakan
pemberian sejumlah bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran,
kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
melakukan tanggungjawab yang semakin besar. Scaffolding merupakan bantuan yang
diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah.
Implikasi teori ini dalam pendekatan APOS yaitu penggunaan teori ZPD pada proses
pembentukan skema yang terjadi pada saat diskusi kelas. Pada saat diskusi kelas maka
siswa akan membutuhkan bantuan dari guru atau dari temannya yang lebih mampu untuk
menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Selain itu pada saat diskusi kelas guru bisa
memberikan scaffolding untuk membantu siswa menyelesaikan permasalahan yang
muncul pada saat diskusi.
E. Materi Logaritma
Materi logaritma merupakan materi yang diajarkan pada jenjang SMA kelas X
semester 1. Logaritma adalah invers dari perpangkatan , yaitu mencari pangkat dari suatu
bilangan pokok sehingga hasilnya sesuai dengan yang telah diketahui.
Hubungan antara bilangan berpangkat dan logaritma dapat dinyatakan sebagai
berikut:alog x = n x = an
dengan:
a = bilangan pokok atau basis, a > 0; a ≠ 1;
x = numerus (yang dicari nilai logaritmanya), x > 0
n = hasil logaritma, nilainya dapat positif, nol, atau negatif.
( alog x dibaca"logaritma x dengan basis a")
Dalam logaritma ada beberapa sifat yang sering digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan tentang logaritma, sifat-sifat tersebut yaitu:
a. Sifat 1Untuk a > 0, a ≠ 1, berlaku:
b. Sifat 2Untuk a > 0, a ≠ 1, x > 0 dan y > 0 serta a, x, dan y ∈ R berlaku:
12
Secara umum: Jika x = an maka alog x = n, dan sebaliknya jika alog x = n maka x = an.
alog x + alog y = alog xy
alog x-alog y = alogxy
❑am
log xn = nm
a log x
alog x = ❑p log x❑p log a
= 1
❑x log a
a❑a ❑logx❑
= x
ana ❑log x❑
=xn
c. Sifat 3Untuk a > 0, a ≠ 1, x > 0 dan y > 0 serta a, x, dan y ∈ R, berlaku:
d. Sifat 4Untuk a > 0, a ≠ 1, a, n dan x ∈ R berlaku:
e. Sifat 5
Untuk a, m > 0, serta a, m, n, x ∈ R, berlaku:
f. Sifat 6Untuk a, p > 0, dan a, p ≠ 1, serta a, p, dan x ∈ R, berlaku:
g. Sifat 7Untuk a > 0, x > 0, y > 0, a, x, dan y ∈ R berlaku:
h. Sifat 8Untuk a > 0, serta a dan x ∈ R, berlaku:
i. Sifat 9Untuk a > 0, serta a dan x ∈ R berlaku:
F. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan APOS Dalam Materi
Logaritma
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun rencana pembelajaran dengan
pendekatan APOS pada materi logaritma, sebagai berikut :
1. Kegiatan pendahuluan13
alog xn = n alog x
alog x · xlog y = alog y
a. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam.
b. Guru mengecek kehadiran siswa dan meminta siswa untuk menyiapkan
perlengkapan dan peralatan yang diperlukan (buku siswa dan alat tulis).
c. Guru memberikan gambaran tentang pentingnya memahami tentang logaritma
dalam pembelajaran matematika.
d. Sebagai apersepsi untuk mendorong rasa ingin tahu dan berpikir kritis, siswa
diajak memecahkan masalah mengenai bagaimana mendapatkan nilai xdari
2x=5.
Siswa dapat menghitung nilai x (tahap aksi)
Siswa dapat menjelaskan secara lisan tentang cara yang digunakan untuk
menghitung nilai x (tahap proses)
e. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2. Kegiatan inti (penggunaan siklus ACE)
(Activity)
a. Guru membagi siswanya dalam kelompok-kelompok kecil.
b. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok.
(class discusion)
c. Guru memberikan waktu kepada setiap kelompok untuk menyelesaikan
permasalahan di LKS.
Siswa dapat menuliskan bentuk logaritma dari sebuah eksponen (tahap
aksi)
Siswa menghitung nilai logaritma (tahap aksi)
Siswa dapat membuktikan sifat-sifat logaritma (tahap proses)
Siswa dapat menghitung nilai logaritma dengan menggunakan sifat-sifat
logaritma (tahap proses)
Siswa dapat mensketsa grafik fungsi logaritma (tahap objek)
Siswa dapat menyelesaikan permasalahan tentang logaritma (tahap skema)
d. Guru meminta beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya di
depan kelas.
Siswa mampu menjelaskan cara-cara membuktikan sifat-sifat logaritma
(tahap proses)
Siswa mampu menjelaskan cara-cara menghitung nilai logaritma dengan
menggunakan sifat-sifat logaritma (tahap objek)
14
e. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang ingin bertanya atau
memberi tanggapan kepada kelompok yang presentasi.
(exercise)
f. Guru memberikan berapa latihan soal untuk mengetahui pemahaman siswa.
Siswa dapat menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru (tahap skema)
3. Kegiatan penutup
a. Guru bersama siswa menyimpulkan tentang konsep logaritma, fungsi logaritma
dan sifat-sifat logaritma.
b. Guru memberikan tugas(PR) lima soal mengenai logaritma.
c. Guru menginformasikan kepada siswa tentang materi yang akan dibahas untuk
dipertemuan yang akan datang.
d. Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan memberikan salam.
15
PENUTUP
1. Teori APOS merupakan suatu teori konstrukstivis tentang bagaimana
kemungkinan berlangsungnya pencapaian atau pembelajaran suatu konsep atau
prinsip matematika. Teori APOS mengamsusikan bahwa pengetahuan
matematika yang dimiliki oleh seseorang merupakan hasil interaksi dengan orang
lain dan hasil konstruksi-konstruksi mental orang tersebut dalam memahami ide-
ide matematika. Konstruki-konstruksi mental tersebut adalah aksi (action), proses
(process), objek (object), dan skema (schema).
Pembelajaran dengan pendekatan APOS memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
a. Pengetahuan dikonstruksi melalui konstruksi mental APOS
b. Menggunakan lembar kerja siswa
c. Siswa belajar dalam kelompok kecil
d. Menggunakan siklus ACE (activity, class discussion, exercise)
2. Teori yang mendukung pendekatan APOS dalam pembelajaran adalah teori
konstruktivisme oleh Piaget dan teori konstruksivisme oleh Vigotsky (teori ZPD
& scaffolding).
3. Untuk rencana pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan APOS dalam
pembelajaran matematika materi logaritma, diuraikan berikut ini :
Langkah
pembelajaran
Tahapan APOS Kegiatan Guru
Pendahuluan a. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam.
b. Guru mengecek kehadiran siswa dan meminta siswa untuk menyiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan (buku siswa dan alat tulis).
c. Guru memberikan gambaran tentang pentingnya memahami tentang logaritma dalam pembelajaran matematika.
d. Sebagai apersepsi untuk mendorong rasa ingin tahu dan berpikir kritis, siswa diajak memecahkan masalah mengenai bagaimana mendapatkan nilai xdari 2x=5.
Siswa dapat menghitung nilai x (tahap aksi)
Siswa dapat menjelaskan secara
16
lisan tentang cara yang digunakan untuk menghitung nilai x (tahap proses)
e. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Inti aktivitas (activities) a. Guru membagi siswanya dalam kelompok-kelompok kecil.
b. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok.
c. Guru meminta siswa untuk menyelesaikan permasalahan dalam LKS Siswa dapat menuliskan bentuk
logaritma dari sebuah eksponen (tahap aksi)
Siswa menghitung nilai logaritma (tahap aksi)
diskusi kelas
(class discussion)
a. Guru memberikan waktu kepada setiap kelompok untuk menyelesaikan permasalahan di LKS.
Siswa dapat membuktikan sifat-sifat logaritma (tahap proses)
Siswa dapat menghitung nilai logaritma dengan menggunakan sifat-sifat logaritma (tahap proses)
Siswa dapat mensketsa grafik fungsi logaritma (tahap objek)
Siswa dapat menyelesaikan permasalahan tentang logaritma (tahap skema)
b. Guru meminta beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas.
Siswa mampu menjelaskan cara-cara membuktikan sifat-sifat logaritma (tahap proses)
Siswa mampu menjelaskan cara-cara menghitung nilai logaritma dengan menggunakan sifat-sifat logaritma (tahap objek)
c. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain yang ingin bertanya atau memberi tanggapan kepada kelompok yang presentasi.
latihan (exercise) a. Guru memberikan berapa latihan soal untuk mengetahui pemahaman siswa.
Siswa dapat menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru (tahap
17
skema)b. Guru memberikan tugas (PR) lima soal
mengenai logaritma.
Penutup a. Guru bersama siswa menyimpulkan tentang konsep logaritma, fungsi logaritma dan sifat-sifat logaritma.
b. Guru memberikan tugas(PR) lima soal mengenai logaritma.
c. Guru menginformasikan kepada siswa tentang materi yang akan dibahas untuk dipertemuan yang akan datang.
d. Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan memberikan salam.
18
DAFTAR PUSTAKA
Arnawa, M. 2006. Meningkatkan Kemampuan pembuktian Mahasiswa dalam Aljabar
Abstrak melalui pembelajaran berdasarkan teori APOS, (online)
(http://jurnalwidyatech.files.wordpress.com/2012/10/artikel-april9-2012.pdf, diakses
pada 4 november 2014 )
Dimyanti dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Dubinsky, E. And M. McDonald, APOS: A Constructivist Theory of Learning, in
Undergraduates Mathematics Education Research, in Holton, D. (Eds.), 2000, The
Teaching and Learning of Mathematics at University Level, Kluwer Academic
Publisher, Dordrecth, 275-282.
Herlina, Elda. 2013. Meningkatkan Disposisi Berfikir Kreatif Matematis Melalui Pendekatan
APOS, (online) (http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=133718&val=5628 , diakses pada 4 November 2014)
Nurhayati, dkk. 2013. Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Kelas XI SMK Nurussalaf
Kemiri dengan Model Pembelajaran M-APOS, (online)
(http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/ekuivalen/article/view/1062/1007 , diakses
pada 4 November 2014)
Sagala, S. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
Jica.
Suryadi, D. 2012. Membangun Budaya Baru dalam Berfikir Matematika. Bandung: Rizqi
Press
Weyer, Sarah R. 2010. APOS Theory as a Conceptualization for Understanding
Mathematical Learning. Jurnal Pendidikan Matematika. [Online].
(http://www.ripon.edu/academics/macs/summation/2010/articles/S.%20Weyer%20-
%20APOS%20Theory.pdf , diakses tanggal 21 November 2014)
Widada, Wahyu. 2003. Struktur Representasi Pengetahuan Mahasiswa Tantang
Permasalahan Grafik Fungsi dan Kekonvergenan Deret Tak Hingga pada Kalkulus.
Disertasi . Tidak Dipublikasikan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya