MAKALAH PENGANTAR ILMU EKONOMI PENDAPATAN NASIONAL KESEIMBANGAN EMPAT SEKTOR Penyusun: Dwi Andriyanto (130421100011)
MAKALAH PENGANTAR ILMU EKONOMI
PENDAPATAN NASIONAL KESEIMBANGAN EMPAT SEKTOR
Penyusun:
Dwi Andriyanto (130421100011)
Teknik Industri
Universitas Trunojoyo Madura
2013-2014
PRAKATA
Alhamdulillah atas berkat dan rahmat Allah SWT, makalah Pengantar Ilmu Ekonomi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Tak lupa juga shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.
Makalah Ilmu Ekonomi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi pada Prodi Teknik Industri Universitas Trunoyo Madura. Dalam penyusunan makalah ini, tak lupa pula kami sampaikan terimakasih kepada teman-teman.
Ilmu eknomi sebagai salah satu ilmu penting dalam dunia modern ini tentu telah berkembangan sedemikian rupa yang menarik untuk diteliti dan dideskripsikan. Sebagai sebuah studi ekonomi makalah ini akan banyak berfokus pada masalah-masalah pendapatan nasional empat sektor.
Harapan penulis, makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang, juga kepada pembaca secara umum untuk bisa memberikan kritik dan saran kepada penulis
Bangkalan, Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................
KATA PENGANTAR …….........................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendapatan Nasional Keseimbangan.................................................
2.2 Cara Menentukan Tingkat Keseimbangan Pendapatan Nasional Perekonomian
Terbuka................................................................................................................
2.3 Perhitungan Pendapatan Nasional Dengan Pendekatan Empat Sektor
………..
2.4 Perhitungan Angka Pengganda............................................................................
2.5 Multiplier ............................................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
3.2 Saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada perekonomian terbuka, di dalam perekonomian terdapat empat sektor pelaku
yaitu, sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah, dan sektor luar negeri.
Untuk menentukan besarnya pendapatan nasional pada perekonomian terbuka sama
dengan perkonomian tiga sektor, yaitu dengan menjumlahkan pengeluaran dari sektor-
sektor ekonomi. Pengeluaran sektor luar negeri ini berupa ekspor (X) dan impor (M) dan
selisih antara nilai ekspor dengan nilai impor (X-M) disebut dengan ekspor netto.
Besar kecilnya permintaan barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara oleh
negara lain sangat tergantung pada tingkat pendapatan mereka. Oleh karena itu, dalam
ekonomi makro permintaan ekspor dianggap tetap.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian perekonomian 4 sektor atau perekonomian terbuka
2. Menjelaskan konsep dari keseimbangan perekonomian 4 sektor
3. Apa teori permintaan agregat dalam perekonomian terbuka
4. Apa yang dimaksud dengan perekonomian terbuka: export-impor/kurs
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan yaitu :
1. Dapat menjelaskan pengertian dari perekonomian 4 sektor
2. Dapat menjelaskan konsep dari keseimbangan perekonomian 4 sektor
3. Dapat menjelsakan teori permintaan agregat dalam perekonomian terbuka
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PENDAPATAN NASIONAL KESEIMBANAGAN
• Pendapatan nasional keseimbangan adalah pendapatan nasional
yang tidak satupun kekuatan dari faktor-faktor ekonomi memiliki
tendensi untuk mempengaruhinya. Atau :
• Pendapatan nasional di mana semua pelaku ekonomi memberikan
kontribusi pada batas-batas yang wajar dan sesuai dengan kebutuhan.
• Pendapatan nasional keseimbangan adalah merupakan
persamaan dari sejumlah kontribusi pelaku ekonomi, sedangkan
pendapatan nasional adalah merupakan identitasnya.
Perekonomian terbuka / perekonomian empat sektor merupakan suatu
negara yang mempunyai hubungan ekonomi dengan negara – negara
lain. Dalam perekonomian terbuka sebagian produksi dalam negeri
diekspor atau dijual ke luar negeri dan disamping itu terdapat pula
barang di negara itu yang diimpor dari negara – negara lain.
Perekonomian terbuka dinamakan juga sebagai ekonomi empat sektor,
yaitu suatu ekonomi yang dibedakan kepada empat sektor yaitu :
campur tangan pemerintah dalam perekonomian (artinya, kita membicarakan
perekonomian tiga sector) dan hubungan ekonomi dengan luar negeri (di mana kita
membicarakan perekonomian empat sector)
Komponen luar negri dari pengeluaran aggregate merupakan nilai
ekspor barang dan jasa ke luar negeri. Dalam perekonomian terbuka
pengeluaran yang dilakukan bukan saja atas barang dan jasa yang
dihasilkan di dalam negeri lain. Biasanya perusahaan terutama
mengimpor bahan mentah dan barang modal dari luar negeri,
sedangkan pemerintah mengimpor barang untuk keperluan pertahanan
negara dan bagi rumah tangga untuk keperluan pertahanan negara dan
bagi rumah tangga terutama mengimpor barang-barang konsumsi yang
tidak dihasilkan di dalam negeri atau yang mutunya lebih baik.
Perhitungan pengeluaran luar negeri berdasarkan selisih ekspor dan
impor.
Ekspor (X)
Jika suatu negara melakukan ekspor barang dan jasa ke Negara lain,
maka ia harus memproduksi barang dan jasa melebihi jumlah produksi
yang diperlukan di dalam negri.
Dengan meningkatnya jumlah produk (barang dan jasa) yang dihasilkan
oleh suatu Negara, maka hal ini juga akan meningkatkan pendapatan
nasional (Y) negara tersebut.
Karena ekspor merupakan salah satu jenis pengeluaran agregat
(aggregate expenditure), sehingga dapat mempengaruhi tingkat
pendapatan nasional yang akan dicapai oleh suatu Negara.
“Apabila ekspor meningkat, maka pengeluaran agregat akan meningkat
pula, dan keadaan ini selanjutnya akan menaikan pendapatan nasional”.
“Namun sebaliknya, pendapatan nasional (Y) tidak dapat
mempengaruhi besar kecilnya ekspor”.Apabila pendapatan nasional
bertambah besar, ekspor belum tentu meningkat, atau besarnya ekspor
dapat meningkat atau mengalami perubahan, meskipun pendapatan
nasional tetap besarnya”.
Besarnya kecilnya ekspor tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan
nasional yang terjadi dalam perekonomian sehingga fungsi ekspor
mempunyai bentuk yang sama dengan fungsi investasi dan
pengeluaran pemerintah.
Impor (M)
Dalam analisis makro ekonomi diasumsikan bahwa faktor yang
mempengaruhi besar kecilnya pembelian barang dari luar negri (impor)
suatu Negara adalah kemampuan membayar (daya beli) Negara
tersebut terhadap barang impor.
Makin tinggi kemampuan membayar (daya beli)-nya maka tinggi pula
impor yang dapat dilakukannya. Karena tinggi rendahnya daya beli
suatu Negara dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasionalnya. Maka
tinggi rendahnya impor Negara tersebut, juga ditentukan oleh besar
kecilnya pendapatan nasionalnya.
A. CAMPUR TANGAN PEMERINTAH
Di dalam teori ekonomi, bentuk campur tangan pemerintah di lapangan
perekonomian dirumuskan sebagai tindakan pemerintah dalam bidang
pengeluaran pemerintah (government expenditure atau G), dan
pemungutan pajak (taxation policy atau T).
Pengeluaran pemerintah G, adalah perubah atau variable yang lebih
banyak ditentukan oleh pertimbangan social dan politik daripada
pertimbangan ekonomi.Oleh karena itu besarnya tidak tergantung
kepada pendapatan national. Sehubungan dengan hal itu, maka
perubah G ini untuk selanjutnya akan dianggap sebagai perubah
eksogen (exogenesous variable), yakni perubah yang besarnya
ditentukan berdasarkan hal-hal yang ada di luar system persamaan
yang hendak kita kaji, atau (G = G0) di mana subskrip nol (0) itu
menunjukkan sifat G yang otonom atau eksogen.
Lain halnya dengan pajak T. Di dalam teori ekonomi dikenal adanya dua
bentuk pajak, yaitu pajak tidak langsung dan pajak langsung.Pajak tidak
langsung ini juga bersifat eksogen, karena besarnya tidak dinyatakan
sebagai bagian tertentu dari pendapatan nasional (misalnya, tidak
dinyatakan bahwa besarnya harus sekian persen dari pendapatan
nasional).Sedangkan pajak langsung bersifat endogen, karena besarnya
dinytakan sebagai bagian tertentu dari pendapatan national. Dalam
pembicaraa kita berikut, mula-mula akan dibicarakan pajak tidak
langsung saya, lalu kemudian akan dilajutkan dengan pembicaraan
mengenai pajak tidak langsung dan pajak langsung bersama-sama. Jadi,
pada kesempatan pertama ini nanti akan dianggap bahwa pajak yang
dipungut pemerintah hanyalah pajak tidak langsung saja, atau (T = T0)
di mana T0 adalah pajak tidak langsung.
Dengan masuknya kedua perubah (variable) ini, (yaitu T0 dan G0), maka
persamaan pendapatan nasional keseimbangan menjadi berubah
pula.Di sisi penawaran (aggregate supply), persamaan yang semula.
Y = C + S
Menjadi Y = C + S + T0 (1)
Karena masuknya pajak. Adapun di sisi permintaan (aggregate
demand), persamaan yang semula
Y = C + I0
Menjadi Y = C + I0 + T0 (2)
Karena diperhitungkan pengeluaran pemerintah.
Dengan kedua persamaan baru tersebut, maka sisi penawaran akan
sama dengan sisi permintaan, apabila
C + S + T0 = C + I0 + G0
(3)
Atau S + T0 = I0 + G0 (4)
Yakni: tabungan ditambah pajak sama dengan invesrasi swasta
ditambah pengeluaran pemerintah.
Persamaan (4) di atas dapat pula dituliskan sebagai:
(I0 - S) + (G0 – T0) = 0 (5)
Yakni: baik di sector swasta (yaitu investasi dan tabungan) maupun di
sector pemerintah (yaitu pengeluaran pemerintah dan pajak) tidak
terjadi kekuatan-kekuatan yang menyerahkan timbulnya
ketidakseimbangan perekonomian, baik yang berupa inflasi maupun
deflasi.
Secara sederhana, persamaan (5) di atas dapat dituliskan menjadi:
(I0 + G0) – (S + T0) = 0 (5a)
Jika persamaan (5a) di atas membuahkan hasil lebih besar daripada nol,
maka nilai perubah injeksi (yaitu I0 dan G0) lebih besar daripada nilai
perubah kebocoran.
Artinya, pengeluaran oleh lembaga bisnis dan pemerintah (dan
konsumen sebagaimana yang diisyaratkan oleh persamaan (3) ) lebih
besar daripada penyedotan yang dilakukan oleh kedua lembaga
tersebut (dan penerimaan konsumen). Hal ini menunjukkan bahwa
jumlah uang yang beredar akan menjadi terlampau besar. Akibatnya,
nilai uang pun turun bersamaan dengan naikknya tingkat harga. Proses
inilah yang disebut proses inflasi.
Sebaliknya, jika persamaan (5a) di atas menunjukkan hasil yang lebih
kecil daripada nol, maka proses yang sebaliknya akan terjadi, yakni
injeksi akan lebih kecil daripada kebocoran. Proses demikian inilah yang
disebut proses deflasi. Kesimpulannya adalah jika persamaan (5) di atas
terpenuhi, maka di dalam perekonomian yang bersangkutan akan
terjadi keseimbangan moneter.
Sebagaimana analisis yang lalu, keseimbangan perekonomian dapat
didekati melalui dua macam pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan penawaran agregat = permintaan agregat,
(aggregate supply = aggregate demand), atau
Y = C + I0 + G0
b. Pendekatan injeksi = kebocoran, atau
I0 + G0 = S + T0
Sesuai dengan persamaan-persamaan (1) sampai dengan (4).Di sini
dipakai anggapan bahwa investasi yang ada hanyalah investasi otonom
saja; oleh karena itu diberi tanda I0, sebagaimana yang telah
disampaika di atas.Investasi ada dua macam, yaitu investasi terimbas
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional, maka investasi otonom
tidak.
Sebelum kita mulai membicarakan keseimbangan tersebut lebih lanjut,
diuraikan lebih dulu bahwa setelah masuknya unsure pajak (T0), maka
pengeluaran konsumsi masyrakat tidak lagi didasarkan pada
pendapatan mereka, melainkan dari pendapatan – siap – pakai
(disposable income). Dengan perkataan lain.
C = f (Yd)
Di mana Yd = Y – T0
Pendapatan – siap – pakai itu adalah pendapatan setelah dikurangi
pajak, atau Yd = Y – T0
Jadi, konsumsi (maupun tabungan) baru dapat dilakukan jika
pendapatan yang diterima telah berupa pendapatan – siap – pakai, atau
Yd, yakni pendapatan setelah dikurangi pajak.
Pendekatan pertama adalah melalui persamaan (6). Dari situ diketahui
bahwa:
Y = C + I0 + G0 (6)
Oleh karena Y = f (Yd)
Maka C = a + b(Yd)
Atau C = a + b(Y – T0)
Atau C = a + bY – bT0 (8)
Dengan menggabungkan persamaan (6) dan (8), dapat diperoleh:
Y = a + bY – bT0 + I0 + G0
(9)
Selanjutnya, dari persamaan (9) dapat diperoleh:
Y – bY = a – bT0 + I0 + G0
Atau Y(1 – b) = a – bT0 + I0 + G0
Atau Y = a – bT0 + I0 + G0
(10)
1 – b
Melalui pendekatan kedua, yaitu pendekatan injeksi = kebocoran,dapat
pula persamaan (10) itu diperoleh. Syarat keseimbangan untuk
pendekatan kedua ini adalah:
I0 + G0 = S + T0 (7)
Oleh karena S = Yd – C
Maka S = Yd – [a + b(Yd)]
Atau S = Yd – a – b(Yd)
S = -a + (1 – b)Yd
(11)
Dengan menggabungkan persamaan (7) dan persamaan (11), diperoleh
Io + Go = -a +(1 – b) Yd + T0
(12)
Selanjutnya, oleh karena Yd = Y – T0, maka persamaan (12) itu dapat
dituliskan sebagai:
Y(1 – b) = a – bT0 + I0 + G0
Yang tidak lain adalah persamaan (10).
Jadi, dengan menggunakan pendekatan yang manapun juga, akan
diperoleh hasil yang sama.
Kembali pada persamaan (10), yaitu:
Y = a – bT0 + I0 + G0
1 – b
Di sebuah kanan tanda sama dengan (=) terdapat tiga perubah, yaitu
T0, I0, dan G0. Perubahaan salah satu (atau lebih) perubah-perubah itu
secara logic adakan menyebabkan perubahan Y pula.Seperti yang
sudah dipelajari, gejala seperti ini disebut multiplier effect (efek
pengganda).Adapun besarnya koefisien pengganda untuk masing-
masing perubah itu, dapat dicari dengan melakukan diferensi. Dengan
demikian:
a. Efek pengganda pajak adalah:
dY = d (-bT0)
1 – b
Sehingga:
dY = kT0 = -b
dTo 1 – b
di mana kT0 adalah koefisien pengganda pajak atau tax multiplier
coefficient. Melihat koefisien pengganda pajak yang bertanda
negative itu, maka tahulah kita bahwa pertambahan pajak justru
akan mengurangi pendapatan nasional. Jelasnya, jika pajak
bertambah (berkurang) 1 satuan, maka pendapatan nasional akan
berkurang (bertambah) sebesar bkali lipat.
1 – b
b. Efek penggada investasi adalah:
dY = dI0
1 – b
Sehingga dY/dI = kI0 = 1/(1 – b).
di mana kI0 adalah koefisien pengganda investasi atau investment
multiplier coefficient, yang ternyata sama dengan apa yang kita
jumpai dalam perekonomian dua sector.
c. Efek pengganda pengeluaran pemerintah ( kG0), besarnya sama
dengan efek pengganda investasi, yaitu 1/(1 – b).
Jadi, jika investasi (atau pengeluaran pemerintah) bertambah
(berkurang) sebesar 1 satuan, maka pendapatan nasional juga
akan bertambah (berkurang) sebesar
[1/(1 – b)] kali lipat.
d. Satu hal yang menarik untuk dikemukakan di sini adalah konsep
pengganda anggaran berimbang (balanced-budget multiplier).
Sebagaimana yang telah diketahui, anggaran berimbang terjadi
jika pajak (atau penerimaan pemerintah) sama besarnya dengan
pengeluaran pemerintah, atau T0 = G0. Yang menjadi persoalan
dalam pembicaraan mengenai multiplier ini adalah akibat yang
ditimbulkan jika baik pajak maupun pengeluaran pemerintah
bertambah (atau berkurang) dengan jumlah yang sama. Dengan
perkataan lain, persoalannya adalah: (1) dT0 = dG0dan
(2) baik kT0maupun kG0 , bersama-sama mempengaruhi
pendapatan nasional Y
Jadi, sesuai dengan prinsip bekerjanya multiplier,
kBB = kT0 + kG0
Maka kBB = -b + 1
1 – b 1 – b
Atau kBB = 1
Yakni, jika pajak maupun pengeluaran pemerintah bertambah
dengan pertambahan yang sama, pendapatan nasionalpun akan
bertambah sebesar itu pula. (kBBadalah balanced-budget
multiplier)
Dalam pada itu, pajak yang dipungut oleh pemerintah, dalam
kenyataannya, tidak hanya terdiri dari satu macam pajak saja,
seperti contoh di atas.Pajak dalam contoh di atas, yaitu T, adalah
pajak yang dalam ilmu Ekonomi Publik disebut pajak tidak
langsung.Sifat utama pajak tidak langsung adalah bahwa
besarnya tidak tergantung pada besarnya pendapatan nasional Y.
Jenis pajak yang lain adalah pajak langsung. Pajak ini dipungut oleh pemerintah
berdasarkan porsi tertentu dari pendapatan nasional. Besarnya pajak langsung itu
adalah tY, di mana t menunjukkan bilangan persentase.
Jadi, jika misalnya saja t = 20%, sedangkan Y = Rp 100 milyar, maka pajak
langsung, tY adalah sebesar Rp 20 milyar. Dalam kebanyakan literature ekonomi, t
itu disebut marginal propensity to ax (hasrat marjinal untuk memungut pajak), yang
besarnya adalah dYd T
.
Dengan dimasukkannya pajak langsung itu ke dalam persamaan pajak, maka kini:
T = T0 + tY
Di mana T = pajak
T0 = pajak tidak langsung, dan
tY = pajak langsung
Dengan masuknya kedua unsure pajak ini, maka disposable income, Yd, kini
menjadi:
Yd = Y – T
= Y- (T0 + tY)
= Y – T0 – tY
Akibatnya, persamaan fungsi konsumsipun berubah, sekalipun formulanya tetap saja sama,
yaitu:
C = f(Yd)
Sesudah kedua unsur pajak itu, yakni pajak langsung dan pajak tak langsung,
diperhitungkan pula, maka persamaan fungsi konsumsi itu lalu menjadi:
C = a + bYd
= a + b (Y – T0 – tY)
= a + bY – bT0 – btY
Sampai di sini kita berhenti dulu, untuk melihat besarnya MPC adalah sebesar tambahan
konsumsi dibagi dengan tambahan pendapatan, atau ΔCΔY
. Jika pernyataan dinyatakan
secara limit, maka MPC = dCdY
yang secara matematis tidak lain daripada turunan pertama
fungsi konsumsi. Dengan telah diperhitungkannya peranan pajak, fungsi konsumsi itu
berubah, sebagaimana yang dinytakan di atas, menjadi:
C = a + bY – bT0 – btY,
Sehingga turunan pertamanya, atau MPCnya, lalu menjadi b – bt.
kembali pada persoalaan di atas. Dengan mempergunakan pendekatan aggregate supply =
aggregate demand, maka:
Y = C + I0 + G0
= a + bY – bT0 – btY + I0 + G0
Dengan mengumpulkan semua suku yang mengandung Y ke sebelah kiri tanda sama
dengan (=), kita dapatkan:
Y – bY + btY = a + I0 + G0 – bT0
Atau Y(1 – b + bt) = a + I0 + G0 – bT0
Atau Y = a + I0 + G0 – bT0 (14)
1 – b + bt
Demikianlah pemecahan persamaan pendapatan nasional jika pemerintah memungut pajak
langsung maupun pajak tidak langsung, melalui pendekatan aggregate supply = aggregate
demand. Adapun melalui pendekatan injeksi = kebocoran, dapat kita lakukan sebagai
berikut:
Syarat keseimbangan melalui pendekatan ini adalah:
S + T = I0 + G0 (4)
Oleh karena T = T0 + tY
Maka persamaan (4) dapat ditulis sebagai:
S + T0 +Y = I0 + G0
Kemudian, sebagaimana yang telah dikemukakan,
S = -a + ( 1 – b ) Yd (11)
Dan Yd = Y – T0 – t Y
Sehingga S = -a + (1 – b) (Y – T0 – tY)
Atau S = -a + Y – bY – T0 + bT0 – tY + btY (15)
Sebagaimana halnya MPC yang mengalami perubahan dalan perekonomian tiga sector,
MPS juga mengalami hal yang sama. MPS adalah turunan pertama fungsi tabungan
terhadap pendapatan nasional, yakni:
MPS = Δ SΔ y
= dSdY
Kini, dengan persamaan (15) itu, dapatlah MPS kita turunkan menjadi:
MPS = 1 – b – t + bt (15a)
Jika persamaan (15) tersebut dikembalikan ke persamaan (4), maka akan didapatkan:
I0 + G0 = -a + Y – bY + bT0 + btY
Atau Y – bY + btY = a + I0 + G0 – bT0
Yang untuk selanjutnya lalu menjadi sama dengan persamaan (14). Inilah tujuan uraian ini,
yakni membuktikan bahwa keseimbangan pendapatan nasional senantiasa akan sama saja,
baik didekati melalui pendekatan AS = AD, maupun melalui pendekatan injeksi =
kebocoran.
Sesudah diketemukan persamaan untuk pendapatan nasional Y itu, maka nilai-nilai angka
atau koefisien pengganda (k) juga berubah, yaitu:
a. Koefisien pengganda pajak, menjadi:
kT0 = -b
1 – b + bt
b. Koefisien pengganda investasi, menjadi
kI0 = 1
1 – b + bt
c. Koefisien pengganda pengeluaran pemerintah, menjadi
kG0 = 1
1 – b + bt
d. Koefisien pengganda anggaran-berimbang (kBB) tidak lagi sebesar 1 (satu)
sebagaimana persoalan terjadi dalam persoalan diatas, dimana hanya di
perhitungkan pajak tidak langsung saja.
Jadi, kBB =kT0 + KG0
-b 1
Atau = +
1 + b + bt 1-b+bt
1 – b
=
1 – b + bt
Kembali pada persoalan umum yang dikemukakan di awal bab ini. Dalam persamaan (4)
dikemukakan bahwa di dalam perekonomian tiga sektor ini.
S T = I0 + GO (4)
Yang selanjutnya, dari persamaan itu dapat di simpulkan
(I0 – S) + (G0 – T) = 0 (5)
Melihat persamaan itu, dapatlah dikethui bahwa keseimbangan perekonomian itu
akan dicapai jika sektor swasta (I0 - S) dan sektor pemerintah (G0 - T), bersama sama,
menghasilkan keseimbangan. Jadi tidak perlu atau tidak harus di sektor swasta terjadi
keseimbangan (I0 - S = 0) dan sektor di pemerintah juga terjadi keseimbangan (G - T=0) .
dengan perkataan lain, boleh saja ketidakseimbangan terjadi baik di sektor swasta maupun
sektor pemerintah; yang penting kedua setor itu, bersama-sama, menghasilkan
keseimbangan.
Y
R
O
TT= T0 + tY
dT
dY =1
T0
Demikianlah pengaruh yang ditimbulkan oleh pajak dan pengeluaran pemerintah
terhadap pendapatan nasional. Khusus mengenai pengaruh pajak, sudah kita ketahui bahwa
jika T0 berubah maka tax multiplier akan berbeda menurun/menaikkan pendapatan nasional
keseimbangan. Tetapi, apa yang terjadi jika tY, dan bukan T0, yang berubah ?
Seperti yang kita ketahui, persamaan fungsi pajak adalah :
T = T0 + tY
Dalam persamaan itu, sebagaimana dalam fungsi linier yang lain (lihat gambar 9.1)
GAMBAR 9.1 funsi pajak
Pajak yang dipungut pemerintah terdiri dari dua macam, yakni : (i) T0 yang besar kecilnya
tidak tergantung pada pendapatan. Dalam gambar diatas pajak jenis adalah sebesar OR dan
(ii) tY yang tergantung pada pendapatan nasional. Dilukiskan bersama kedua pajak
tersebuttampak seperti dalam gambar T = T0 + tYkemiringan fungsi pajak itu adlah sebesar
t = ΔTΔY
atau dTdY
yang merupakan MPT atau yang lazim pula disebut tarif pajak.
O
B
Y2 Y1 Y
I0 + G0
T,I,G,S
S + T
S + T
a. T0 menunjukan perpotongan antara fungsi pajak dengan sumbu tegak, titik potong
itu disebut intercept
b. t yang bersarnya adalah dT/dY menunjukan kemiringan (slope) kurva pajak itu.
Jadi jika tY berubah sedangkan Y tetap, maka itu berarti bahwa t sajalah yang
berubah.
Perubahan t menjadi semakin besar, umpamanya tentu berarti kurva itu menjadi semakin
tegak; sedangkan jika t mengecil arttinya kurva itu menjadi semakin landai. Namun harus
dicatat bahwa perubahan itu tidak mempengaruhi titik intercept R. Titik R baru bergeser
dari tempatnya semula, jika terjadi perubahan T0.
Akibat perubahan t dapat dilihat gambar 9.2 sesuai dengan persamaan (4)
keseimbangan dicapai dititik A, dimana kurva S+T berpotongan dengan kurva I0+G0. Jadi
mula-mula besarnya pendapatan nasional adalah OY0.
Kemudian, t bertambah besar sehingga kurva S+T bergeser semakin tegak menjadi
S+T,. Akibatnya keseimbangan bergeser , dari titik A ke titik B. Pendapatan nasional
keseimbangan menurun, menjadi OY2.
GAMBAR 9.2Pendapatan Nasional Keseimbangan dalam Perekonomian Tiga Sektor.
Dalam Perekonomian Tiga Sektor. Pendapatan nasional keseimbangan
terjadi jika kebocoran = injeksi, yakni S+T=Io + Go (dengan asumsi
seluruh investasi adalah otonom). Sesuai dengan pernyataan ini,
pendapatan nasional keseimbangan adalah sebesar OY, Namun jika
pemerintah menaikkan tarif pajak t, maka fungsi kebocoran berubah
menjadi S + T, sehingga pendapatan nasional keseimbangan turun menjadi
OY,
Kita lihat dari kenyataan di atas bahwa bertambah besarnya menyebabkan menurunnya
pendapatan nasional. Hal ini adalah akibat logis dari kenyataan bahwa, sesuai dengan
kedudukan t didalam persamaan (14) sebagai penyebut, maka membesarnya t akan
menurunya Y.
Dalam pada itu, masih ada lagi bentuk pengeluaran pemerintah yang perlu dibicarakan,
yaitu pembayaran transfer pemerintah (government transfer payment) atau Tr.
Pembayaran transfer pemerintah ini mempengaruhi besarnya pendapatan nasional melalui
peranannya dalam mempengaruhi tingat konsumsi. Dengan di bayarkannya Tr ini, maka
kemampuan masyarakat dalam mengkonsumsi barang dan jasa juga ikut meningkat, karena
Tr ini langsung diterima oleh anggota masyarakat dan kemudian dipergunakan untuk
memperbesar pengeluaran konsumsinya.
Sekalipun sama-sama merupakan pengeluaran pemerintah, tetapi Tr berbeda dengan Go.
Pengeluaran pemerintah dalam arti Go dibayarkan sebagai imbalan dari jasa yang telah
diterima oleh pemerintah, apa pun bentuknya. Adapun Tr, sebagaimana sifat pembayaran
transfer yang telah kita kenal sejak bab 7, dibayarkan pleh pemerintah bukan sebagai balas
jasa.
Yd = Y – T,
Maka kini, dengan dimasukkannya Tr ini, menjadi:
Yd = Y – T + Tr
Akibatnya, fungsi konsumsi yang tergantung kepada pendapatan siap pakai, atau:
C = f (Yd)
Itu, lalu diubah pula dengan masuknya Tr ini. Jika semula, ketika baru T saja yang
diperhitungkan,
C = a + b(Y-To-Ty)
Maka kini menjadi
C = a + b(Y-To-Ty+Tr)
Atau C =a + bY – bTo – btY + bTr
Dengan dimasukkannya perubah Tr ini, maka pendapatan nasional keseimbangan
pun mengalami perubahan pula. Demikianlah, jika
Y = C + Io + Go
Kemudian persamaan (16) disubtitusikan kedalamnya, maka:
Y = a + By – bT – bTo – btY + bTr + Io + Go
Atau Y – bY + btY = a – bTo + Io + Go + bTr
a – bTo + bTr + Io + Go
atau Y =
1 – b + bt
Selanjutnya ,mengenai pengganda atau multiplier, maka satu-satunya yang berubah
atau yang perlu ditambahkan dalam konsep pengganda yang telah kita kenal di atas,
adalah pengganda pembayaran transfer ( transfer payment multiplier ). Sesuai dengan
persamaan (17) itu,maka :
b
kTr +
1– b + bt
Yakni, jika pembayaran transfer yang diterima oleh masyarakat bertambah, maka
pendapatan nasional pun akan bertambah pula sebesar kTr kali lipat.
Selanjutnya, jika semula kita hanya mengenal I=Io saja, maka kini bolehlah kita masukan
investasi terimbas ke dalam persamaan fungsi investasi itu, yakni:
I = Io + iY,
Dimana i menunjukkan besarnya bagian dari tambahan pendapatan yang dipakai untuk
menambah pengeluaran investasi. Secara teknis, i itu disebut hasrat investasi marginal
Atau marginal propensity to invest, yang besarnya adalah Δ IΔY
Dengaan diperhitungkanya semua unsur tersebut ke dalam persamaan pendapatan nasional,
akan diperoleh:
Y = c + i + Go
Sebagaimana yang telah kita kenal dari persamaan (2) di awalbab ini. Kemudian, dengan
memeasukkan T dan Tr kedalam fungsi konsumsi, kita dapatkan.
Y = a + bY – bTo – btY + bTr + I + Go
Lalu, dengan memperhitungkan induced investment di samping invesasi otonom,
sebagaimana yang baru saja kita lakukan di atas, diperdapat:
Y = a + bY – bTo – btY + bTr + Io + Iy + Go
Jika pembaca bersedia meluangkan waktu sedikit saja, maka dari persamaan yang terakhir
itu dapat diperoleh prsamaan pendapatan nasional:
a – bTo + bTr + Io + G
Y =
1 – b + bt - i
Konsekuensi diketemukannya persamaan pendapatan nasional yang terakhir itu adalah,
tentu saja, berubahnya nilai-nilai angka pengganda (multiplier). Demikianlah, dengan telah
dimasukkannya semua variabel tersebut di atas.
1) kT0 = -b
1 – b + bt – i
yakni, jika pajak tidak langsung bertambah satu kali lipat, maka pendapatan
nasional akan berkurang sebesar kTo kali lipat.
2) Investasi otonom dan pengeluaran pemerintah mempunyai angka pengganda yang
sama, yaitu sebesar:
kI0 = kG0 = 1
1 – b + bt – i
3) kTr = b
1– b + bt – i
4) Pengganda anggaran berimbang (balanced-budget multiplier), sekali lagi, juga
tidak lagi sama dengan 1 ( satu), melainkan:
Kbb = kGo – kTo
1 b
=
1 – b + bt + i 1 – b + btt – i
1 - b
=
1 – b + bt – i
Mengakhiri pembicaraan mengenai perekonomian tiga sektor ini, dapat di catat apa yang
terjadi dengan MPC dan MPS. Dari persamaan (15a) telah kita ketahui bahwa MPS = 1 – b
t + bt. Sebelum itu telah pula kita ketahui, bahwa MPC =nb – bt.
Akibatnya:
MPC + MPS = (b – bt) + 1 – b t bt
= 1-1
≠ 1
Padahal, , MPC + MPS harus = 1. Mengapa hal aneh ini dapat terjadi?
Hal itu terjadi karena unsur pajak telah dimasukkan, baik kedalam fungsi konsumsi
maupun kedalam fungsi tabungan. Akibatnya, “dalil”
MPC +MPS = 1
Itu kini tidak berfungsi lagi, harap dicatat bahwa “dalil” tersebut berlaku karena, dalam
perekonomian dua vektor, Y = C + S
Kini, dengan dimasukkanya unsur pajak, yang ada adalah:
Y = C + S + T
Sesuai dengan persaaan (1). Akibatnya, kini, “dalil” yag berlaku adalah:
MPC + MPS + MPT = 1
Dimana, MPT (marginal propensity to tax) itu adalah: ΔTΔY
= t sebagaimana
yang telah di ketahui.
Berdasarkan semua keterangan di atas, kini dapatlah kita rumuskan “dalil” yang baru itu:
MPC + MPS + MPT = (b – bt) + (1- b – t + bt) + t (19)
= 1
Untuk lebih memperjelas, baiklah kita ambil contoh dengan mempergunakan angka.
Misalkanlah, diketahui:
fungsi konsumsi C = 500 + 0,8Yd, dan (20)
fungsi pajak T = 50 + 0,1Y (21)
dalam dedu persamaan itu, konsumsi fungsi dan pendapatan siap pakai (disposable
income) Yd. Oleh karena perekonomian yang sedang dibicarakan adalah perekonomian
tiga sektor (terbukti dengan adanya fungsi pajak), maka fungsi konsumsi itu dapat kita
ubah menjadi C = 500 + 0,8 (Y – T ), di mana (Y – T ) adalah disposable incom atau Yd.
Selanjutnya, jika fungsi pajak T dimasukkan selengkapnya, fungsi konsumsi itu dapat
dituliskan sebagai:
C = 500 + 0,8 (Y - T – Ty)
Atau C = 500 + 0,8 (Y – 50 – 0,1Y)
Atau C = 500 + 0,8y – 40 – 0,08Y
Atau C = 460 + 0,72Y (22)
Fungsi tabungan dapat kita peroleh dengan cara yang sama, yakni:
S = -500 + (1 – 0,8)Yd,
Yakni S = -500 + 0,2Yd (23)
Dengan adanya fungsi pajak, maka fungsi tabunga itu menjadi
S = -500 + 0,2(Y – To – Ty)
Atau S = -500 + 0,2(Y -50 – 0,1Y)
Atau S = -500 + 0,2Y – 10 – 0,02Y
Atau S= -510 + 0,18Y (24)
Kini, dengan mudah dapat kita ketahui bahwa:
MPC = O,72 (dari persamaan (22))
MPS = 0,18 (dari persamaan (24))
Jika keduanya kita jumlahkan, maka:
MPC + MPS = 1
Memang harus demikian, sebab memang kita mengikuti persamaan (19), yakni:
MPC + MPS + MPT = 0,72 + 0,18 + 0,1
= 1
Semu hal di atas terjadi dalam keadaan di mana baik fungsi konsumsi, fungsi tabungan,
maupun fungsi pajak dinyatakan sebagai fungsi dari pendapatan nasional (lihat persamaan
21,22,dan24. Dalam ketiga persamaan itu dapat di lihat bahwa C = f(Y), S=f(Y), dan
T=f(Y). Tidak demikian halnya jika baik fungsi konsumsi maupun fungsi tabungan
dinyatakan fungsi dari disposable income. Untuk itu, periksalah persamaan 20 dan 23.
Kedua persamaan itu dapat dituliskan sebagai.
C= f(Yd) dan S=f(Yd).
Dalam pernyatan seperti ini, pajak sudah termasuk kedalam kedua persamaan itu,
sehingga, oleh karenanya:
MPC + MPS = 1
Yakni 0,8 + 0,2 = 1
(tidak perlu emasukkan unsur MPT) seperti yang selama ini kita kenal.
B. HUBUNGAN DAGANG DENGAN LUAR NEGERI
Persoalan terakhir yang masih harus kita selesaikan adalah mengenai hubungan dagang
dengan luar negeri. Dalam teori keseimbangan perekonomian, persoalan ini mencangkup
dua kegiatan, yaitu ekspor (X) dan impor (M) barang maupun jasa.
Ekspor sesuatu negara ke Negara lain, banyak sekali dipengaruhi oleh hal-hal seperti
permintaan dunia, hubungan politik antar negara, dan sebagainya. Semua hal itu hampir
tidak ada hubunganya dengan pembicaraan kita mengenai pendapatan nasional
keseimbangan. Dengan kata lain, ekspor sesuatu negara tidak tergantung kepada
pendapatan nasional negara itu. Dan memang, bukan pendapatan nasional yang
menentukan besar/kecilnya ekspor, melainkan, sebaliknya, ekspor itulah yang menentukan
besarnya pendapatan nasional.
Oleh karena itu, dalam pembicaraan selanjutnya, ekspor ini akan dianggap sebagai perubah
eksogen (exogenuous variable) sebagaimana Go dalam pembicaraan kita di atas jadi:
Y = f (Xo) (18)
Di mana, Xo adalah ekspor.
Adapun impor, inilah halnya. Kemampuan suatu bangsa untuk mengimpor sangat
tergantung pada pendapatan nasionalnya. Artinya, semakin besar pendapatan nasional,
semakin besar pula kemampuan bangsa tersebut mengimpor suatu barang dan jasa. Jadi:
M = f(Y) (19)
Tetapi harus di ingat, bahwa hubungan antara impor, M, dengan pendapatan nasional, Y, itu
tidaklah hubungan proposional. Artinya, tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa jika
pendapatan nasional bertambah dua kali lipat, misalnya, maka imporpun akan menjadi dua
kali lipat.
Hubungan antara impor, M, dan pendapatan nasional, Y, itu ditentukan oleh hasrat
mengimpor marginal (marginal propensity to import atau MPM) yang besarnya adalah:
MPM =dMdY
YO
A
M
M = M0 + mY
yakni, MPM menunjukkan bagian dari tambahan pendapatan nasional yang dipakai untuk
menambah impor barang dan jasa.
Jika kemudian MPM itu di beri notasi m, maka bentuk hubungan antara pendapatan
nasional dengan impor ituadalah:
M= Mo + mY (20)
Di mana Mo menunjukan besarnya imporotonom, yakni nilai impor yang tidak di
pengaruhi oleh pendapatan nasional. (Ingat a adalah fungsi konsumsi, yang menunjukan
besarnya konsumsi otonom).
Secara grafis, kurfa impor dapat di gambarkan sebagai yang diperlihatkan dalam gambar
9.3berikut. dalam gambar 9.3tersebut, impor diletak kan dalam sumbu tegak, sedangkan di
sumbu datar di ukur pendapatan nasional. Kurfa impor adalah garis M =M0+My.Jarak AO
menunjukan besaran impor otonomsedangkan koefisen kemiringan kurva tersebut adalah
sebesar m.
GAMBAR 9.3
Fungsi impor
Impor tergantung dalam pendapatan nasional, dan hubungan antara keduanya
bersifat pendapatan nasiaonal. (Ingat a dalam fungsi konsumsi, yang menunjukan besarnya
asumsi otonom).positif (searah). OA adalah impor atonom , yakni tidak di pengaruhi oleh
pendapatan nasional. Impor atonom adalah impor yang sedimikian pentingnya , sehingga
tetep harus diimpor sekalipun misalnya pendapatan nasional sama dengan nol.
Di gambar 9.3 tersebut, dapat dipahami bahwa jika impor atonom , M0, berubah , maka
seluruh kurva itu akan bergeser pula, dengan pergeseran sejajar. Kurva itu akan bergeser
ke kiri-atas, jika atonom bertambah besar, vice versa selanjutnya jika m berubah, maka
kemiringan kurva itupun berubah. Jika m atau hasrat mengimpor marginal (MPM) itu
bertambah besar, maka kurva itu semakin curam, vice versa .
Impor atonom akan berubah, misalnya saja disebabkan oleh berubahnya kebijakan
pemerintah mengenai kouta impor, kebijakan mengenai pelarangan atau pengizinan impor
beberapa jenis komoditi tertentu, perubahan harga barang impor di luar negeri, dan
sebagainyan. Sedangkan perubahan MPM dapat di sebabkan oleh hal-hal seperti perubahan
cita rasa konsumen dalam negri terhadap dalam impor, perubahan nilai mata uang, dan
sebagainya.
Selanjutnya, dengan memperhatikan peranan ekspor dan impor ini, maka pendapatan
nasional keseimbangan pun mengalami perubahan pula. Sekali lagi kita akan menelaah
persoalan ini. Tetapi, agar tidak terlampau membosankan, baiklah dalam kesempatan ini di
asumsikan bahwa:
1) I = Io, yakni, investasi yang diadakan hanyalah investasi otonom saja;tadak ada
investasi terimbas.
2) T = To,yakni, pemerintah hanya memungut pajak tidak langsung saja,; pajak langsung
tidak terpungut.
3) pengeluaran pemerintah hanya dalam bentuk Go, yaknni, pemerintah tidak membiayai
pembayaran transfer
Sesudah memperhatikan hal ketiga tersebut, maka dapatlah kini diadaka anilisis terhadap
pendapatan keseimbangan itu. Dengan memperhatikan masuknya perubah ekspor dan
impor itu.Dengan memperhatikan masukny a perubahan ekspor dan impor itu, maka,
melalui pendapatan AS = AD,
Y = C + Io + Go (Xo – M) (21)
Oleh karena C = a + bY – bTo
Dan M = Mo + mY (20)
Maka persamaan (21) tersebut dapat dituliskan kembali sebagai
= a + bY – bTo + Io + Go + Xo – Mo – mY
Atau Y – bY + mY = a – bT + Io + Go + Xo -Mo
a – bTo + Io + Go + Xo – Mo
atau Y =
1 – b + m
Dengan diketemukanya persamaan tersebut, maka dapat lah kemudian dihitung besarnya
angka penganda untuk perekonomian terbuka (perekonomian empat sector) ini. Caranya
sama saja dengan yang sudah-sudah, yakni dengan melakukan deferensiasi.
1) Angka penganda pajak adalah
kT0 = -b
1 - b + m
2) Angka penganda inventasi adalah:
kI0 = 1
1 – b + m
Dan sebesar itu pula besarnya angka pengganda pengelaran pemerintah
3) Angka penganda ekspor adalah:
kX0 = 1
1 – b + m
Yakni, jika ekspor meningkat, maka pendapatan nasional Y juka akan meningkat dengan
peningkatan sebersar Rxo kali lipat, vice versa
4) angka pengada pengeluaran impor adalah
1
Kmo =
1 – b + m
Yakni, jika m0 meningkat, maka pendapatan nasioonal akan menurun
dengan penurunan Sebesar KM0 kali liipat, vice versa
Dari kenyataan-kenyataan tersebut diatas, dapatlah kemudian ditarik sebuah kesimpulan
sederhana, bahwa angka pengganda pada perekonomian terbuka (empat sector) lebih kecil
dibandingkan dengan pada perekonomian tertutup(dua maupun tiga sector) ledih kecil
dibandingkan dengsn pada perekonomian tertutup (dua maupun tiga sector)
Dengan memperhatikan besarnya masing-masing koefesien pengganda itu, dapat lah di
hitung desarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan masing-masing perubahan
(variable)terdapat pendapatan nasional. Dalam hubungan ini, para pembaca di harapka
untuk berhati-hati dalam menetapkan perubahan yang manakah akan dimasukan atau
dipakai di dalam pemasaran, sesuai luasnya perekonomian yang sedang di bicarakan.
Maksudnya, jika memang,misalnya, perekonomian tiga sector yang sedang di persoalkan,
maka jangsnlah merubah-rubah eskpor dan/impor diperhitungkan pula.
Dalam pada itu, sebagaina yang telah dilakukan di dalam bagian pertama bab ini (peragraf
A:campur tangan pemerintah), maka dalam perekonomian empat sector ini pun dapat pula
dibicarakan keseimbangan moneter. Di dalam perekonmian tiga sector, keseimbangan
moneter itu adalah
S + T = I + G (4)
Persamaan (4) ini menunjukan bahwa learage atau percobaan (baik S maupun T adalah
perubah-perubah kebocoran)sama dengan injection atau injeksi (baik Imaupun G adalah
perubah-perubah injeksi).
Sebagai mana telah disebutkan, persamaan (4) itu dapat pula di situliskan sebagai:
(I - S) + (G - T) = 0 (5)
Yang menunjukan bahwa, dalam kondisi keseimbangan moneter, resource gap (senjangan
sumber , yakni selisin antara investasi dengan tabungan, atau I-S )akan saling
mengimbangi dengan internal gap (senjangan inter, yakni selisih antar permintaan
pengeluaran pemerintah) kedua persamaan ini telah kita lihat uraiannya dengan cuup di
dalam paragraph A yang baru lalu.
Kini setelah kita mempelajari keseimbangan empat sector. Dengan masukanya ekspor dan
impor, keseimbangan moneter itu dapat pula kita bicarakan lebih lanjut. Dalam hubungan
ini, harap dicatat bahwa impor ,M , adalah perubahan kebocoran;sedang ekspor,X , adalah
perubahan injeksi. Mengingat hal ini, maka persamaan 4 di atas dapat dilanjutka menjadi:
S + T + M = I + G + X (22)
Persamaan (22) ini menunjukan bahwa jika dikehendaki agar perokonomian berada dalam
kondisi keseimbangan moneter (monetary equilibrium) maka, sekali lagi, kebocoran harus
sama dengan injeksi. Dalam hal ini, kebocoran yang terjsdi di rumah tanga konsumen (S),
ditambah dengan kebocoran di rumah tangga pemerintah (T), ditambah lagi dengan
kebocoran yang terjadi karne mengalirnya dana keluar negri sebagai akibat dilakukanya
impor (M), harus sama dengan injek di rumah tangga bisnis(I), di tambah injeksi dari
rumah tangga pemerintah (G), dan injeksi berupa pengaliranya dana dari luar negri karna
dilakukanya kegiatan ekspor(X).
Untuk dapat memahami persoalan ini, maka persoalan (22) itu dapat di tuliskan sebagai
berikut:
(I- S) + (G - T) + (X - M} = 0 (23)
Persamaan (23) ini menunjukan bahwa di dalam kondisi keseimbangan moneter, resource
gap (I-S), internal gap (G-T), dan trade gap (X-M) harus saling mengimbangi, sehingga
penjumlahan ketigaanya mendapatkan nilai 0. Dengan kata lain, untuk mencapai
keseimbangan moneter, tidaklah harus masing-masing dari nilai gap di atas bernilai nol.
Jika tidak harus resource gap =0, inter gap =0, dan trade gap juga=0. Yang penting
hanyalah penjumlahan ketiga gap tersebut meng hangsilkan bilangan nol.Dengan
demikian, mungkin saja terjadi bahwa baik di sector perdagangan luar negri terjadi ketidak
keseimbangan nammun, asal ketiganya saling mengimbangi, maka tercapailah kondisi
keseimbangan moneter.
Keterangan di atas menunjukan bahwa persamaan (23) itu bernilai>0 (atau sama saja
dengan tanda ‘’=’’ di persamaan 23 di ganti dengan tanda >), maka injeksi total lebih besar
dari pada kebocoran total. Dengan kata lain, kenyataan ini lebih dibaca sebagai; aggregate
demand lebih besar dari pada aggregate supply, yang pada giliranya akan mengakibatkan
terjadinya kenaikan tingkat harga umum, keadaan inilah yang di sebut inflasi.
Atau, dengan cara seperti yang telah dikeanl dalam paragrafA ini, keadaan ini menunjukan
bahwa arus pengeluaran oleh rumah tangga bisnis,pemerintah, dan luar negeri (yang tidak
lain adalah aggregate demand, atau penjualan perubah injeksi, yakni C+I+G+X) lebih
besar dari pada penyadotan yang dilakukan oleh rumah tangga tersebut (yakni aggre
supply, atau penjualan seluruh perubahan kebocoran, yakni C+S+T+M). Akibat keadaan
ini, yakni akibat pengeluaran total yang lebih besardari pada penyedotan total ini, maka
jumlah uang yang beredarpun lalu menjadi terlampau besar, dan ini tidak lain daripada
inflasi.Jika yang terjadi adalah hal yang sebaliknya, maka diflasilah yang terjadi. Deflasi,
didefinisikan sebagai gejala turunya tingkat harga umum, atau setara dangan itu, gejala
terlalu sedikitnya uang yang beredar. Demikianlah jika persamaan 23. Menghasilkan
bilangan <0, maka berarti itu injeksi total lebih kecil daripada kebocoran atau penyedotan
total. Akibatnya, tingkat hargapun turun, atau, jumlah uang yang beredar pun menjadi
terlalu sedikit dibandingkan bengan output. Dalam kondisi seperti ini, maka perekonomian
yang bersangkutan itu pun lalu berada dalam cengkraman deflasi.
C. Teori Permintaan Agregat dalam Perekonomian Terbuka
Menentukan suatu negara tergolong miskin/kaya/maju/mundur dilihat
dari pengeluaan agregat(besar). Pengeluaran =
Pembelian/Pembelanjaan.
Teori Klasik tentang pasar barang yang menyatakan bahwa output atau
income hanya ditentukan oleh faktor ril dan tidak bisa dipengaruhi oleh
pemerintah melalui rekayasa permintaan, seperti pengeluaran
pemerintah, pengeluaran konsumsi masyarakat, investasi, ataupun
supply uang. Keynes menyatakan bahwa output dapat dipengaruhi oleh
pengeluaran aggregate (aggregate sepending) dan pengeluaran
aggregate itu sendiri dapat dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah.
Output dan pengeluaran agregat dapat saling mempengaruhi secara
timbal balik. Semakin tinggi output atau income maka semakin tinggi
pula pengeluaran atau belanja agregat sehingga permintaan aggregate
akan semakin tinggi pula. Sebaliknya bila pengeluaran aggregate tinggi
(artinya aggregate demand juga tinggi) maka output juga tinggi sebagai
respon dari produsen yang menaikan output untuk memenuhi
permintaan aggregate. Output yang tinggi akan mengakibatkan income
juga tinggi.
Tingginya income tidak lain berarti tinginya pertumbuhan ekonomi,
sesuatu yang diharapkan oleh setiap orang termasuk pengambil
kebijakan (pemerintah) karena akan mendatangkan kemakmuran bagi
masyarakat. Pertanyaannya adalah bagaimana mekanisme aggregate
demand dalam menentukan output atau income tersebut?
Menurut teori Keynesian, yaitu hubungan antara Agregate Demand
(pengeluaran aggregate) dengan pendapatan atau output.Komponen
aggregate demand tersebut, adalah yaitu konsumsi (C), investasi (I),
pengeluaran pemerintah (G) dan perdagangan luar negeri (NX).
Keempat komponen ini merupakan faktor yang menentukan besarnya
output atau income. Dalam bentuk persamaan dapat ditulis sebagai
berikut:
AD = C + I + G + NX (5.1)
Dalam keadaan seimbang (equilibrium) maka AD harus sama dengan
income atau output:
AD = Y = C + I + G + NX
Bila salah satu komponen aggregate demand berubah maka akan
terjadi suatu ketidak seimbangan. Misalnya, pengeluaran agregat yang
direncanakan lebih besar dari output maka akan terjadi kekurangan
output atau produksi, sebaliknya bila rencana pengeluaran agregat
lebih kecil dari output maka akan terjadi kelebihan produksi sehingga
persediaan barang (inventory) akan menumpuk. Pada periode
berikutnya produsen akan melakukan penyesuaian dengan menambah
atau mengurangi output sesuai dengan permintaan agregat. Pada
akhirnya akan keseimbangan akan kembali terjadi. Pertumbuhan
ekonomi pada pokoknya adalah pergerakan titik keseimbangan dari
satu titik ke titik yang lain yang lebih tinggi. Dan sebelum titik
keseimbangan tercapai selalu terjadi proses ketidak seimbangan
menuju titik keseimbangan yang baru dan lebih tinggi atau lebih rendah
dari titik sebelumnya.
Dalam uraian ini kita mengasumsikan bahwa harga adalah konstan atau
tidak berubah.Ini juga berarti semua variable adalah diasumsikan ril dan
tidak ada inflasi.
D. Perekonomian Terbuka: Export-Impor/Kurs
Dalam menganalisa suatu perkenomian, dikenal dua model
perekonomian, yaitu perekonomian tertutup dan perekonomian
terbuka.
Perekonomian tertutup adalah model perekonomian yang pada
pelakunya, khususnya Produsen dan Konsumen, secara sederhana akan
melakukan kegiatan dalam penjualan dan pembelian di pasar yang
saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya
masing-masing. Dalam transaksi pasar tersebut, mereka akan terikat
dengan kontrak dagang atau kesepakatan jual beli, dan kemudian
ditetapkanlah harga jual atau harga beli dari kegiatan tersebut. Untuk
memfasilitasi kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi ini secara efektif
maka sistem perekonomian memerlukan Lembaga perbankan dan
lembaga keuangan lainnya seperti pasar modal, lembaga asuransi,
lembaga penjamin, pegadaian atau lembaga keuangan mikro yang
terdapat di daerah pedesaan. Lembaga Perbankan peranannya sangat
vital untuk mengumpulkan dana-dana yang ada di masyarakat, yang
selanjutnya mereka akan melakukan pengalokasian dana tersebut
melalui pemberian fasilitas perkreditan atau jasa perbankan lainnya.
Hal ini dikatakan ekonomi pasar tertutup, karena didalamnya belum
termasuk peran luar negeri dalam sistem ekonomi tersebut.
Pada sistem ekonomi yang terbuka, terdapat kemungkinan dari
produsen untuk melakukan kegiatan ekspor barang dan produk
dagangan dengan tujuan pasar-pasar di negara lain atau sebaliknya
melakukan kegiatan impor atas bahan mentah dan bahan penolong
serta mesin atau barang jadi dari luar negara. Dalam model terbuka ini
jasa perbankan dan lembaga keuangan dapat juga berasal dari luar
negeri dan kita dihadapkan pada sistem perekonomian yang semakin
menyatu (the borderless economy) yang disebut dengan the global
economy.6Dengan memasukkan sektor luar negeri ke dalam model
penghitungan pendapatan nasional, berarti kita menamijahkan dua
variabel dalam model perekonomian tiga sektor, yaitu variabel ekspor
(X) dan variabel impor (M). Dengan demikian untuk menghitung
pendapatan nasional keseimbangan pada perekonomian terbuka
dilakukan dengan jalan menyamakan antara sisi pendapatan dan sisi
pengeluaran.Dalam sistem perekonomian terbuka ini, pengeluaran
untuk impor dibedakan menjadi dua jenis, yaitu apakah impor itu
tergantung dari variabel lain, atau tidak (nilainya dianggap tetap).Untuk
impor yang nilainya tetap dapat dituliskan sebagai berikut :M = M0; di
mana M0 adalah besarnya imporSedangakn impor yang nilainya
tergantung dari besar kecilnya pendapatan dirumuskan sebagai berikut:
M= M0 + mY, di mana Y adalah pendapatn dan m adalah Marginal
Propensity to ImportMenurut Tedi Heriayanto 8, tolok ukur yang baik
untuk menilai kadar keterbukaan suatu perekonomian adalah rasio
ekspor dan impor terhadap total GNP. Jika rasio ekspor-impor terhadap
GNP melebihi 50% maka dikatakan perekonomian lebih terbuka.
Perdagangan internasional dapat terjadi karena beberapa alasan, yaitu :
Keanekaragaman kondisi produksi.Perdagangan diperlukan karena
adanya keanekaragaman kondisi produksi di setiap negara. Misalnya,
negara A karena beriklim tropis dapat berspesialisasi memproduksi
pisang, kopi; untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa dari negara
lain.
Penghematan biaya.Alasan kedua adalah timbulnya increasing returns
to scale (penurunan biaya pada skala produksi yang besar). Banyak
proses produksi menikmati skala ekonomis, artinya proses produksi
tersebut cenderung memiliki biaya produksi rata-rata yang lebih rendah
ketika volume produksi ditingkatkan. Cara apa yang lebih baik untuk
meningkatkan produksi selain menjualnya ke pasar global ?
Perbedaan selera. Sekalipun kondisi produksi di semua daerah serupa,
setiap negara mungkin akan melakukan perdagangan jika selera
mereka berbeda. Contohnya, negara A dan B menghasilkan daging sapi
dan daging ayam dalam jumlah yang hampir sama, tetapi karena
masyarakat negara A tidak menyukai daging sapi, sedang negara B
tidak menyukai daging ayam, dengan demikian ekspor yang saling
menguntungkan dapat terjadi di antara kedua negara tersebut, yaitu
bila negara A mengimpor daging ayam dan mengekspor daging sapi,
sebaliknya negara B mengimpor daging sapi dan mengekspor daging
ayam.
Prinsip keunggulan komparatif (comparative advantage). Prinsip ini
mengatakan bahwa setiap negara akan berspesialisasi dalam produksi
dan mengekpor barang dan jasa yang biayanya relatif lebih rendah
(artinya lebih efisien dibanding negara lain); sebaliknya setiap negara
akan mengimpor barang dan jasa yang biaya produksinya relatif lebih
tinggi (artinya kurang efisien dibanding negara lain).
E. Gangguan keseimbangan moneter
Keseimbangan moneter ini bisa terganggu:
1. Apabila hasil rumus (tiga pasangan variable strategis makro)
menunjukan positif, maka adanya tekanan inflator yang menuju
ke inflasi terbuka.
2. Apabila hasilnya negative menunjukkan tekanan deflator yang
dapat berkembang kea rah deflasi terbuka.
F. Multiplier
Devinisi multiplier
Ada sebuah prediksi pokok teori tentang pendapatan nasional yang
mengatakan bahwa: “sesuatu pertambahan dalam pengeluaran terlepas
dari sumbernya akan menyebabkan timbulnya pertambahan dalam
pendapatan nasional yang lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan
pertambahan semula dalam pengeluaran. Multiplier didefinisikan
sebagai berikut: Rasio perubahan dalam pendapatan nasional
dibandingkan dengan perubahan dalam pengeluaran yang
menyebabkan timbulnya hal tersebut.
Perubahan dalam pengeluaran tersebut mungkin timbul karena:
1. Pertambahan dalam investasi pihak swasta;
2. Pengeluaran negara, baru;
3. Pengeluaran tambahan rumah tangga-rumah tangga untuk
konsumsi yang disertai penurunan dalam tabungan.
G. Koefisien Multiplier (k)
Demikian juga apabila konsumsi dan pengeluaran pemerintah itu
naik.Dari rasio MPC dapat diperoleh koefisien multiplier (k). Rumus: k =
1 = 1 – untuk perekonomian tertutup 1 – MPC MPS.
Keterangan:
Pendapatan yang seimbang terletak pada Y dengan rencana konsumsi,
investasi, dan pengeluaran pemerintah setinggi C + I + G.
H. DEFLATIOANARY –DAN IFLATIONARY GAP
Sedemikian jauh pembicaraan pendapatan nasional, kita senantiasa menggunakan asumsi
bahwa perekonomian berada di dalam keadan keseimbangan. Artinya, yang telah di
bicarakan itu melulu mengenai syarat-syarat keseimbangan pendapatan nasional. Di dalam
kenyataanya, jarang sekalilah pendapatan nasional sebuah perekonomian mencapai
keadaan tersebut. Hal ini akan menjadi jelas, jika persoalan pendapatan nasional ini
dihubungkan dengan masalah full employment.
Keadaan full emlloyment adalah suatu keadaan yang merupakan tumpuan utama teori
ekonomi Jhon Maynerd Keynes. Menurut Keynes, full employment merupakan sasaran
politik atau kebijakan ekonomi. Dalam kenyataan sehari-hari, dapat kit lihat bahwa
masalah employment atau kesempatan kerja ini sering menjadi tema sentral politik
pelbagai Negara. Seseorang calon perdana mentri akan menjadi employment ini di masa
kampanye, dan pemimpin nasional yang lain bias jatuh karena gagal memberlakukan
politik employment yang mempuaskan rakyat banyak.
Keadaan full employment adalah suatu keadaan dimana di dalam perokonomian yang
bersangkutan sudah tiada lagi factor produksi yang menganggur (yakni tiada idlecapacity).
Semua factor produksi sudh di manfaatkan semaksimal mungkin. Dalam keadaan seperti
itu, tidak ada lagi, misalnya, orang yang bekerja hanya setengah hari saja, atau yang
bekerja dalam dua hari saja dalam seminggu. Demikian juga, tidak dapat pengnagguran
terpaksa. Dalam keadaan seperti ini, setiap pengangguran akan dapat memperoleh
pekerjaan tanpa kesulitan yang berarti
Hal yang sama juga didapati di dunia bisnis, mesin mesin yang di pergunakan di dalamnya
juga telah di pergunakan sampai dengan kapasitas normalnya. Jika ada mesin yang secara
normal bisa bekerja sepuluh jam sehari, umpamanya, maka dalam keadaan full
employment mesin tersebut benar-benar bekerja sepuluh jam sehari. Jika misalnya di
gudang pabrik itu masih ada mesin yang belum di gunakan, itu berarti masih ada
unemployment (pengangguran).
Secara teoritik dinyatakan bahwa:
N = f (Y)
Di mana N = employment
Y = pendapatan nasional
Dari persamaan ini dapatlah di ketahui bahwa pendapatan nasional memiliki hubungan
positif atau searahdengan employment. Jika pendapatan nasional naik, employment (atau
kemampuaan perekonomin yang bersangkutan dalam menyerap tenaga kerja) juga naik,
vise versa, mengikuti penjelasan ini, dapatlah di pahami pada suatu saat tertentu ada suatu
tingkat pendapatan nasional yang’’menjamin’’ dicapai fullemployment. Tingkat
pendapatan seperti ini disebut fullemployment income .
Jadi, jika seluruh pengertian di atas digabungkan, dapatlah disimpulkan bahwa full
employment income adalah tingkat pendapatan nasional yang menjamin bahwa di dalam
perekonomian yang bersangkutan tidak tidaak ada lagi factor produksi yang menganggur
atau bekerja di bawah kapasitas normalnya. Seperti telah diterangkan di depan, keadaan ini
merupakan keadaan yang sebaik-baiknya, sehingga di jadikan salah satu sasaran
kebijaksanaan perokonomian mikro di mana pun. Kenyataan memang demikian. Sebuah
perekonomian mungkin saja telah mencapai keseimbangan dalam neraca pendapatan
nasionalnya, tetapi tingkat pendapatan nasional yang di capainya itu bukan tingkat full
employment income.Dalam keadaan seperti ini, di mana pendapatan nasional
keseimbangan (equilibrium income) tidak sama dengan full employment income,jadilah apa
yang disebut deflationary gap dan inflationary gap.
Kedua gap dapat terjadi di dalam tingkat keseimbangan pendapatan nasional yang sama
saja. Artinya, gap ini bisa melanda perokonomian yang pendapatan nasionalnya hanya
terbentu dari dua sector (keseimbangan dua sector dimana Y = C +I), tiga sector ( di mana
Y =C + I +G),dan empat sector (di mana Y + C + I + G + X – M). Hanya yang perlu
diangkat sebelum kita melangkah lebih jauh, adalah bahwa keseimbangan pendapatan
nasional terjadi jika pemerintah agregat (aggregate demand atau AD) sama dengan
penawaran agregat (aggregate supply atau AS).
Deflationary Gap
Deflationary gap terjadi jika tingkat pendapatan nasional keseimbangan lebih kecildi
bandingkan tingkat pendapatan nasional full employment.keadaan ini dapat dilukiskan
seperti yang terlihat dalam Gambar 9.4 dalam gambar itu, sumbu tegak melukiskan
permintaan agregat (AD), sedang sumbu datar melukiskan penawaran agregat (AD).
Mengenai hal ini, keterangannya adalah berikut:
1. Jika yang kita bicarakan adalah perekonomian dua sektor, maka sumbu tegak itu
membuat variabel C dan I, sedangkan grafik Z berarti C+I; adapun sumbu datar memuat
pendapatan nasional Y yang besarnya sama dengan C+S.
2. Jika pembicaraan mengenai perekonomian tiga sektor, maka sumbu tegak itu
memuat variabel C, I atau G, dan grafik Z berarti C+I+G; sedangkan sumbu datar memuat
pendapatan nasional Y yang besarnya sama dengan C+S+T.
3. Jika pembicaraan mengenai perekonomian empat sektor, maka sumbu datar itu
memuat C, I, G dan X, sedangkan grafik Z harus dibaca sebagai C+I+G+X; adapun sumbu
datar menyatakan pendapatan nasional Y yang besarnya sama dengan C+S+T+M.
Cara melukis seperti itu adalah cara yang diringkas, agar uraian agar uraian tidak
0 YFYEAggregate Supply
450A
N ZB
Aggregate Dem
and
terlampau membosankan. Dalam prakteknya, tidaklah seharusnya kita menuliskan AD dan
AS begitu saja untuk kedua sumbu grafik itu, dan tidak selayaknya pula hanya memberi
nama Z untuk grafiknya.
GAMBAR 9.4 Senjangan Deflasioner.
Apabila pendapatannasional keseimbangan (OYE) lebih kecil dibandingkan dengan
pendapatan nasional (yang menjamin dicapainya) full employement (OYFE) maka
terjadilah senjangan deflasioner (deflationary gap), yang dalam gambar tampak sebesar
AB.
Dalam Gambar 9.4 itu terlihat bahwa di titik N terjadi keseimbangan antara penawaran
agregat (OYE) dan permintaan agregat (YEN). Tetapi full employement income adalah
sebesar OYFE. Ini menunjukan adanya deflationary gap (cela atau senjangan deflasioner)
antara permintaan dan penawaran agregat. Pada tingkat pendapatan nasional full
employement itu, permintaan agregat adalah sebesar YFEA sedangkan penawaran agregat
adalah sebesar YFEB. Dengan demikian, besarnya deflationary gap adalah AB.
Dalam perekonomian dua sektor, maka deflotionary gap itu menunjukan bahwa S>I
Sebesar AB. Untuk tiga sektor, maka AB itu menunjukan bahwa (S+T)>(I+G). Demikian
pun untuk perekonomian empat sektor, terjadinya deflationary gap menunjukan bahwa
(S+T+M)>(I+G+X) sebesar AB.
Dalam pada itu, keadaan deflationary gap bukanlah keadaan yang baik yang diidam-
idamkan oleh para pengambil keputusan di sesuatu negara. Bagaimana pun juga, keadaan
yang sebaik-baiknya adalah keseimbangan. Untuk "mengobati" keadaan yang tidak
diinginkan ini, maka grafik Z itu haruslah digeser ke atas sehingga berpotongan dengan
garis 450 di titik B. Ini dapat dilakukan dengan memperhatikan pertidaksamaan-
pertidaksamaan di atas bisa dengan memperkecil S, T atau M, ataupun memperbesar I, G
atau X. Seberapa banyak variabel-variabel tersebut diperkecil atau diperbesar, tergantung
pada besarnya koefisien pengganda untuk variabel yang bersangkutan.
Inflationary Gap
Pada dasarnya, uraian mengenai inflotionary gap ini sama dengan delfotionary gap di atas.
Dalam uraian di bawah ini nanti, cara melukiskan keadaan inflotionary gap ini juga akan
dilakukan sebagaimana di atas.
Inflotionary gap terjadi jika pendapatan nasional keseimbangan lebih besar daripada
tingkat full employement income. Jadi kebalikan dari deflationary gap. Keadaan dapat
dilihat dalam gambar 9.5 berikut ini. Dalam gambar 9.5 itu terlihat bahwa pendapatan
nasional mencapai keseimbangan pada tingkat OYE.. Ini ditandai terjadinya keseimbangan
di titik M, karena permintaan agregat (YEM) sama dengan penawaran agregat (OYE).
Tetapi tingkat tingkat full employement income tidak sebesar itu, melainkan sebesar OYFE,
lebih kecildaripada tingkat pendapatan nasional keseimbangan. Ini menunjukan adanya
inflotionary gap (celah atau senjangan inflasioner) antara permintaan dan penawaran
agregat. Pada tingkat full enmployement income itu, permintaan agregat adalah sebesar
YFEL, sedangkan penawaran agregat sebesar YFEK. Jadi ada selisih sebesar KL; selisih
inilah inflotionary gap.
Dalam perekonomian dua sektor yakni; jika grafik Z itu dibaca sebagai C+I, maka
inflotionary gap sebesar KL itu menunjukan bahwa S>I. Untuk perekonomian tiga sektor
(yakni jika grafik Z itu dibaca sebagai C+I+G, maka hal itu menunjukan (S+T)<(I+G)
dengan selisih sebesar KL. Demikian untuk empat sektor atau perekonomian terbuka
(yakni grafik Z itu dibaca sebagai C+I+G+X-M,
0
K
Aggregate SupplyYEYFE
450B
ZMAggregate D
emand
jarak KL itu menunjukan besarnya inflotionary gap sebesar selisih (S+T+M)<(I+G+X).
GAMBAR 9.5 Senjangan Inflasioner
Apabila pendapatan nasional keseimbangan (OYE) lebih besar dibandingkan pendapatan
nasional (yang menjamin dicapainya) full employement (OYFE) maka terjadilah senjangan
inflasioner (inflotionary gap), yang dalam gambar tampak sebesar KL.
Sebagaimana deflotionary gap, maka inflotionary gap ini pun bukanlah keadaan yang baik.
Namun, berbeda dengan kasus deflationary gap yang jelas bagaimana "mengobati"nya,
inflotionary gap ini lain. Grafik Z itu tidak bisa digeser keatas sehingga berpotongan
dengan garis 450 di titik M. Mengapa? Karena menggeser grafik Z itu ke atas berarti
menggeser titik YFE ke kanan, yakni; menaikkan full employement income yang-oleh
karena income = output-sama dengan menaikkan full employement out-put. Sudah
diketahui bahwa pada tingkat full employement semua faktor produksi telah dimanfaatkan
secara optimal. Para pekerja sudah bekerja sepenuhnya, demikian pun alat-alat produksi
lain. Penganggur pun tiada lagi. Jadi bagaimana outpu bisa dinaikkan?
Menghadapi persoalan inflationary gap ini, Samuelson menyatakan bahwa tingkat harga
umumakan senantiasa naik, karena permintaan agregat lebih besar daripada penawaran
agregat. Kenaikan harga ini akan berlangsung terus . Sampai kapan?
Samuelson menjelaskan:
.......as long as there is an inflotionary gap, i.e. Until we are lucky enough for invesment or
consumtion demand to fall off, or smart enough as a nation to adopt corretive policies that
will wipe out the inflotionary gap.
.......selama masih ada inflationary gap, yakni sampai kita cukup beruntung mendapat
turunnya permintaan investasi dan konsumsi, atau cukup cakap sebagai suatu bangsa untuk
menerapkan kebijakan-kebijakan yang bersifat mengoreksi, yang akan menghapus
inflotionary gap itu.
Dengan perkataan lain, harus ada keberanian pemerintah untuk menekan pengeluarannya
sendiri maupun pengeluaran masyarakat.
Yang dimaksud oleh Samuelson dengan "turunnya permintaan investasi dan konsumsi"
pada kutipan di atas adalah segala macam investasi dan konsumsi. Seperti yang telah kita
ketahui, dilihat dari pelakunya, baik investasi maupun konsumsi dilakukan oleh berbagai
pihak. Investasi sendiri terdiri dari investasi swasta, investasi pemerintah dan investasi luar
negeri. Demekian pun dengan konsumsi, yang dapat berupa konsumsi swasta, konsumsi
pemerintah dan konsumsi luar negeri. Walhasil, sekalipun kelihatannya Samuelson hanya
menyebutkan dua variabel yakni C dan I, tetapi implikasinya mencakup semua aspek
permintaan agregat: konsumsi C, investasi I, pengeluaran pemerintah G, dan permintaan
luar negeri X. Dengan demikian, pernyataan Samuelson ini dapat diterapkan baik intuk
perekonomian dua, tiga, maupun empat sektor.
BAB III
PENUTUP
A. Rangkuman
Dalam bab ini, kita telah membicarakan peranan yang dimainkan oleh pemerintah dalam
fungsinya sebagai pelaku kegiatan ekonomi. Peranan pemerintah itu terlihat dalam dua hal
yaitu: (i) pemungutan pajak, dan (ii) pengeluaran pemerintah.
Pengeluaran pemerintah itu ada dua macam, yaitu (1) pengeluaran pemerintah (goverment
expenditure atau G) itu sendiri, dan pembayaran transfer (transfer paymen atau Tr).
Perbedaannya adalah bahwa G dibayarkan sebagai balas jasa atas prestasi yang diterima
oleh pemerintah, sedangkan Tr, sebagaimana sifat pembayaran transfer yang telah kita
kenal, dibayarkan bukan sebagai balas jasa. G adalah perubah eksogen, sebab besarnya
tidak di tentukan oleh besarnya pendapatan nasional.
Dalam pada itu, pajak terdiri dari dua macam, yaitu pajak langsung dan pajak tidak
langsung. Pajak langsung dinyatakan sebagai bagian (persentase) tertentu dari pendapatan
nasional, sehingga oleh karena diberi notasi tY, dimana t menunjukan persentase tersebut,
atau hasrat marginal untuk memungut pajak (marginal propensity to tax). Sedangkan pajak
tidak langsung, sesuai dengan sifatnya, tidak ditetapkan sebagain bagian tertentu dari
pendapatan nasional. Dengan kata lain, pajak tidak langsung adalah perubahan eksogen,
oleh karena itu diberi notasi T0.
Masuknya semua perubah tersebut di dalam persamaan pendapatan nasional,
memungkinkan kita untuk menemukan angka-angka pengganda, yang besarnya tergantung
sekali kepada peranan pemerintah. Yang menarik adalah bahwa jika pemerintah hanya
menarik pajak tidak langsung saja, maka angka pengganda anggaran-berimbang akan sama
dengan (satu).
Selanjutnya, dibicarakan juga mengenai peranan investasi swasta. Kali ini, diperkenalkan
peranan investasi terimbas, yang besarnya sama dengan bagian tertentu dari pendapatan
nasional. Oleh karena itu diberi notasi iY, dimana i adalah hasrat marjinal untuk
menginvest (marginal propensity to invest). Dengan diperhitungkannya investasi terimbas
ini, maka persamaan pendapat-nasional-keseimbangan pun berubah pula, dan demikian
pula besarnya angka-angka pengganda.
Selanjutnya, dalam menganalisis keseimbangan dalam perekonomian terbuka,
diperkenalkan dua perubah lagi, yaitu ekspor dan impor barang maupun jasa. Jika ekspor
merupakan perubah eksogen, yakni tidak dipengaruhui oleh pendapatan nasional (bahkan
mempengaruhinya), maka impor adalah perubah endogen.
Dengan memperhatikan sifat kedua perubah tersebut, maka pendapatan nasional
keseimbangan dapat pula dihitung. Demikian pula efek pengganda kedua perubah tersebut.
Semua analisis di atas dapat dilakukan, baik dengan memakai pendekatan aggregate supply=aggregate demand, maupun memakai pendekatan injeksi=kebocoran
B. Saran
Dalam pembelajaran sebaiknya teori ini diterapkan secara maksimal, karena teori ini bisa membantu seorang guru untuk memahami murisnya dan juga dapat membantu guru memahami dirinya sendiri dengan lebih baik sehingga belajar menjadi efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Sukirno, Sodono: Makroekonomi Terori Pengantar, Edisi ketiga.PT.
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2004
Poli, Dra. Carla: Pengantar Ilmu Ekonomi, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2002
Rosyidi, Suherman: Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan kepada Teori Ekonomi
Mikro Dan Makro, Rajawali Pers, Jakarta , 2004
http://mamanroestaman.blogspot.com/2012/06/makalah-keseimbangan-perekonomian-
4.html
http://suherilbs.wordpress.com/2007/12/09/model-perekonomian-terbuka/