Top Banner
PROSIDING ISBN: 978 602 9969 84 9 36 MAKALAH PENDAMPING BIDANG PENDIDIKAN-1 ===================================================== PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN PERMAINAN PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X DI SMK HARAPAN KARTASURA SURAKARTA (SEMESTER GENAP 2013/2014) Agoes Hendriyanto 1) Nimas Permata Putri 2) 1) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Pacitan. Email: [email protected] 2) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Pacitan. Email: [email protected] Abstrak Penelitian dengan judul Pengembangan Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter Dengan Permainan Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas X dI SMK Harapan Kartasura Surakarta (Semester Genap 2013/2014). Penelitian deskriptif kualitatif dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Harapan Kartasura Surakarta. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Analisis kualitatif deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Tujuan penelitian sebagai berikut: 1) Menemukan pengembangan pembelajaran berbasis pendidikan karakter dengan permainan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, dan 2) menemukan pengembangan pembelajaran berbasis pendidikan karakter dengan permainan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat meningkatkan prestasi siswa. Pembelajaran dengan permainan memiliki sifat yang dominan antara lain: terdapat aktivitas interaksi antarsiswa; dapat memberikan umpan balik langsung, memungkinkan penerapan konsep atau peran ke dalam situasi nyata di masyarakat; memiliki sifat luwes karena dapat digunakan untuk berbagai tujuan pembelajaran dengan hanya metode dan tema; mampu meningkatkan kemampuan komunikatif siswa; mampu mengatasi keterbatasan siswa yang sulit belajar; dan penyajiannya mudah dibuat serta diperbanyak. Pembelajaran berbasis pendidikan karakter dengan permainan, siswa diajak mengenal materi pembelajaran melalui permainan-permainan yang menarik dan menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan minat belajar siswa. Pembelajaran yang berbasis permainan aspek karakter sangatlah terlihat terutama sikap kedisiplinan, kejujuran, ketangkasan, tanggung jawab, kreatifitas, toleransi, percaya pada diri sendiri, dan tidak pantang menyerah. Beberapa pengembangan pembelajaran berbasis pendidikan karakter dengan menggunakan metode permainan di SMK Hrapan Kartasura Surakarta antara lain: 1) Permainan Whisper Race, 2) Bermain Peran, 3) Permainan kuis, 4) Permainan kalimat beruntun, 5) Permainan teka-teki silang, 6) Permaianan puzzle dan 7) Permainan puzzle bergambar. Kata Kunci: Pembelajaran, Permainan, Karakter PENDAHULUAN Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun karakter bangsa. Hal ini sesuai dengan amanat UU No 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pada pasal 3, menyebutkan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Depdiknas, 2003).
91

makalah pendamping bidang pendidikan-1

Mar 13, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

36

MAKALAH PENDAMPING BIDANG PENDIDIKAN-1

=====================================================

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN

KARAKTER DENGAN PERMAINAN PADA MATA PELAJARAN

BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X DI SMK HARAPAN

KARTASURA SURAKARTA (SEMESTER GENAP 2013/2014)

Agoes Hendriyanto 1)

Nimas Permata Putri 2)

1) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Pacitan.

Email: [email protected] 2) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Pacitan.

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian dengan judul Pengembangan Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter

Dengan Permainan Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas X dI SMK Harapan

Kartasura Surakarta (Semester Genap 2013/2014). Penelitian deskriptif kualitatif

dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Harapan Kartasura Surakarta. Penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Analisis kualitatif

deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian.

Tujuan penelitian sebagai berikut: 1) Menemukan pengembangan pembelajaran

berbasis pendidikan karakter dengan permainan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, dan 2)

menemukan pengembangan pembelajaran berbasis pendidikan karakter dengan permainan

pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat meningkatkan prestasi siswa.

Pembelajaran dengan permainan memiliki sifat yang dominan antara lain: terdapat

aktivitas interaksi antarsiswa; dapat memberikan umpan balik langsung, memungkinkan

penerapan konsep atau peran ke dalam situasi nyata di masyarakat; memiliki sifat luwes

karena dapat digunakan untuk berbagai tujuan pembelajaran dengan hanya metode dan tema;

mampu meningkatkan kemampuan komunikatif siswa; mampu mengatasi keterbatasan siswa

yang sulit belajar; dan penyajiannya mudah dibuat serta diperbanyak. Pembelajaran berbasis

pendidikan karakter dengan permainan, siswa diajak mengenal materi pembelajaran melalui

permainan-permainan yang menarik dan menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan minat

belajar siswa. Pembelajaran yang berbasis permainan aspek karakter sangatlah terlihat

terutama sikap kedisiplinan, kejujuran, ketangkasan, tanggung jawab, kreatifitas, toleransi,

percaya pada diri sendiri, dan tidak pantang menyerah.

Beberapa pengembangan pembelajaran berbasis pendidikan karakter dengan

menggunakan metode permainan di SMK Hrapan Kartasura Surakarta antara lain: 1)

Permainan Whisper Race, 2) Bermain Peran, 3) Permainan kuis, 4) Permainan kalimat

beruntun, 5) Permainan teka-teki silang, 6) Permaianan puzzle dan 7) Permainan puzzle

bergambar.

Kata Kunci: Pembelajaran, Permainan, Karakter

PENDAHULUAN

Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun karakter

bangsa. Hal ini sesuai dengan amanat UU No 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan

Nasional (SISDIKNAS) pada pasal 3, menyebutkan pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Depdiknas, 2003).

Page 2: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

37

Berdasarkan peristiwa tanggal 26 September 2012, Deni Januar (17) siswa kelas

XII SMA Yayasan Karya 66 Jakarta Timur, wafat karena terkena sabetan clurit oleh siswa

SMK Kartika. Satu bulan berselang kasus RN alias Tompel anak SMK Swasta di Jakarta

ditahan Polres Metro Jakarta Timur setelah menyiram air keras di dalam bus kota PPD 213

jurusan Kampung Melayu-Grogol Detikcom, Senin (7/10/2013). Faktor utama anak SMK

melakukan perilaku kekerasan diantaranya; 1) umumnya dari keluarga yang ekonominya

minim, rendahnya pendidikan orang tua, 2) kurang harmonisnya keluarga, dan 3)

lingkungan rumah yang kurang kondusif. Kondisi ini tentu berpengaruh terhadap

karakter, emosi, dan sikap berbahasa mereka. Bahasa yang kurang santun telah akrab sejak

mereka masih kecil perlahan tapi pasti membentuk karakter negatif mereka. Siswa SMK

yang identik dari keluarga yang status ekonominya belum mapan, sehingga pembelajaran

di SMK harus benar-benar memberikan sebuah pengalaman yang berharga bagi peserta

didik. Pengalaman yang membekas di hati peserta didik akan timbul jika out put yang

didengar dan dilihat peserta didik dalam keadaan anak didik senang dan bahagia.

Berdasarkan kondisi yang demikian diharapkan metode pembelajaran Permainan

dalam Mata Pelajaran Bahasa di SMK menarik, menyenangkan, kreatif, dan inovatif.

Dengan demikian akan memberikan suatu situasi yang menyenangkan bagi peserta didik

walaupun di rumah banyak persoalan hidup ke sekolah akan hilang persoalan tersebut

dikarenakan pembelajaran di sekolah memberikan pengalaman yang menyenangkan di

hati peserta didik. Pada saat pembelajaran permaianan yang terlihat suasananya kelas

yang menyenangkan maka guru akan memberikan muatan sikap secara maksimal tetapi

tidak boleh dipaksakan, dan keterampilan yang didasarkan pada teori yang berdasarkan

KD yang telah disusun sebelum pembelajaran.

Apalagi untuk pelaksanaan kurikulum 2013 guru Bahasa Indonesia harus berada di

garis terdepan dalam mengimplementasikan dalam pembelajaran. Secara garis besar

pembelajaran bahasa Indonesia di SMK sangat berkaiatan dengan ejaan, kata, dan kalimat

yang diolah menjadi ebuah teks yang dikerjakan oleh siswa.

Keberhasilan pembelajaran dapat dicapai bila elemen guru, pemerintah, dan wali

murid saling bersinergi dalam mengupayakan keberhasilan pembelajaran dengan

meningkatkan minat belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran yang disesuaikan

dengan situasi dan kondisi. Minat belajar atau dorongan untuk belajar didapat dari suasana

pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Desain pembelajaran yang kondusif dan

menyenangkan akan memberikan kebebasan mengekspresikan ide dan motivasi belajar

mandiri.

METODE PENELITIAN

Penelitian deskriptif kualitatif dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Harapan Kartasura Surakarta. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif deskriptif. Analisis kualitatif deskriptif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

(Moleong, 2006: 6). Sumber data utama penelitian deskriptif kualitatif berupa dokumen

pribadi, dokumen lembaga pendidikan, catatan lapangan, wawancara, dan responden

(Sugiyono, 2011). Data dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran mata pelajaran

Bahasa Indonesia, sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah semua hal yang

terlibat dalam pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Page 3: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

38

PEMBAHASAN

Pengembangan Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter

Menurut Tarmansyah, dkk. (2012:15) pendidikan karakter yang diintegrasikan di

dalam semua mata pelajaran hrus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) kebijakan

sekolah dan dukungan administrasi sekolah terhadap pendidikan karakter yang meliputi:

visi dan misi pendidikan karakter, sosialisasi, dokumen pendidikan karakter; b) kondisi

lingkungan sekolah meliputi: sarana dan prasarana yang mendukung, lingkungan yang

bersih, kantin kejujuran, ruang keagamaan; c) pengetahuan dan sikap guru yang meliputi:

konsep pendidikan karakter, cara membuat perencanaan pembelajaran, perangkat

pembelajaran, kurikulum, silabus, RPP, bahan ajar, penilaian, pelaksanaan pendidikan

karakter; dan d) peningkatan kompetensi guru, dan e) dukungan masyarakat. berdasarkan

hal tersebut dalam pelaksanaannya harus direncanakan oleh guru, lembaga sekolah dan

wali murid. hal ini sangatlah diperlukan dalam mewujudkan dari tujuan yang telah

disepakati bersama. Faktor tersebut di atas harus dipenuhi jika menginginkan karakter

anak didik luar biasa. Jika salah satu faktor dari ke lima faktor yang telah disebutkan di

atas tidak terpenuhi maka out put karakter yang diharapkan tidak akan pernah dicapai

secara maksimal.

Sikap atau afektif memiliki pengaruh yang besar dalam keberhasilan kegiatan

pembelajaran bahasa Indonesia. Sikap yang positif akan menunjang ketercapaian tujuan

pembelajaran bahasa Indonesia yang diharapkan oleh guru. Sebaliknya, sikap negatif akan

memengaruhi kualitas dan tujuan pembelajaran yang diharapkan dalam kegiatan

pembelajaran, khususnya pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

sedikit berbeda dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Di SMK siswa dihadapkan

dengan dunia kerja atau praktik kerja industri (PRAKERIN) pembelajarannya praktik

industrinya lebih banyak dari pada akademiknya. Dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia lebih banyak ke nonsastra, karena siswa diajak untuk praktik dalam surat

menyurat, laporan keuangan dan bernegosiasi dalam dunia kerja (Rumiati, Martha, G.

Artawan, 2013).

Merujuk pemaparan di atas model pembelajaran di SMK khususnya untuk pelajaran

Bahasa Indonesia diarahkan untuk praktik menulis yang berguna di dunia kerja. Sehingga

teori secara detail ataupun sastra tidak diajarkan di SMK. Namun pembelajarannya lebih

diarahkan pada kemampuan efektif dan psikomotorik siswa. Walaupun demikian teori

harus tetap diajarkan, khususnya untuk tercapainya keterampilan menulis dan berbicara

yaitu mengenai teori dasar. teori tersebut akan membantu dalam peningkatan aspek efektif

dan kognitif. Lulusan SMK diharapkan mempunyai keterampilan dan sikap yang baik

sehingga akan mempunyai motivasi berprestasi jika nantinya terjun di masyarakat.

Oleh karena itu pembelajarannya harus memberikan pengalaman belajar yaitu

kegiatan-kegiatan belajar yang dilakukan siswa di dalam proses belajar mengajar dalam

rangka mencapai kompetensi atau indikator-indikator. Dalam proses pembelajaran dikenal

beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa

bingung untuk membedakannya, yaitu pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik

pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut

pandang terhadap proses pembelajaran, yang mengacu pada pandangan tentang terjadinya

suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,

menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu

(Akhmad Sudrajat, 2008 :1).

Selanjutnya Sadiman (1996) menjelaskan bahwa “Permainan adalah setiap kontes

antara para pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan

Page 4: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

39

tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan

bahwa permainan merupakan kegiatan atau perbuatan yang dilakukan untuk memperoleh

kesenangan (bermain) dan untuk melatih keterampilan berbahasa dengan mengikuti

aturan- aturan tertentu

Pelajaran Bahasa Indonesia dikenal siswa sebagai pelajaran yang membosankan

karena sifatnya hanya mengulang. Mengapa mereka beranggapan seperti itu? Hal ini

dikarenakan mereka telah mendapatkan materi Bahasa Indonesia mulai dari jenjang SD,

SMP, SMA bahkan perguruan tinggi. Oleh Karena itu banyak guru Bahasa Indonesia

mengeluh ketika mengajar di kelas karena banyak siswa yang ramai sendiri ketika

pembelajaran di kelas. Siswa keluar masuk kelas dengan alasan izin ke kamar mandi.

Bahkan ada siswa yang tidur di kelas atau berani membolos tidak mengikuti pelajaran

Bahasa Indonesia.

Kondisi tersebut memprihatinkan sehingga menjadikan terlaksananya penelitian

ini. Mencari metode yang sekiranya bisa menyegarkan siswa dan membuat mereka lebih

tertarik , senang mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia. Menyadarkan siswa bahwa

pembelajaran Bahasa Indonesia itu perlu diikuti karena akan membawa manfaat untuk

hidup di masyarakat dan dunia kerja yang mereka geluti nantinya. Dengan demikian siswa

tidak akan meninggalkan kelas di saat pembelajaran berlangsung.

Banyak metode belajar-mengajar yang telah dikenal guru. Akan tetapi, bagaimana

menggunakan suatu metode dengan pendekatan keterampilan agar dapat menunjang siswa

belajar aktif masih menjadi problem. Hal ini akan menggambarkan titik tolak dalam

peninjauan diagram yang menggambarkan hubungan antara beberapa metode yang

dianggap cukup penting dalam pengaturan cara belajar.

Permainan Whisper Race

Menurut Isnaeni, Suhartono, Kartika Chrysti Suryandari (2013) dalam melakukan

permainan whisper race ini siswa yang telah terbagi dalam satu tim harus berdiri berbaris.

Menurut Djuanda (2006:96), "Permainan ini dilakukan dengan cara, setiap siswa harus

membisikkan suatu kata (untuk kelas rendah) atau kalimat atau cerita (untuk kelas tinggi)

kepada pemain berikutnya". Permainan ini melatih keterampilan

menyimak/mendengarkan. Metode permainan ini dilaksanakan dalam KD menyimak pada

pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK Harapan Kartasura. Siswa yang berdiri di baris

paling belakang diberi daftar kosakata. Siswa yang berdiri di urutan paling belakang

kemudian diberi waktu untuk membaca kata-kata yang ada didaftarnya, untuk kemudian

berbisik kepada teman di depannya sesuai kosakata dalam daftar. Kegiatan berbisik ini

berlangsung secara berurutan hingga sampai pada siswa terakhir dalam tim, yaitu siswa

yang berdiri di urutan paling depan. Selanjutnya siswa yang terakhir dibisiki tersebut harus

melingkari kata/kalimat dalam daftar yang diberikan oleh guru tadi sesuai dengan apa

yang didengarnya.

Daftar kata/kalimat yang telah dilingkari siswa kemudian dibandingkan antara

kelompok satu dengan kelompok yang lain. Bagi kelompok yang paling tepat melingkari

daftar kata tersebut akan diberikan reward sehingga siswa jadi lebih termotivasi.

Kemampuan ini digunakan untuk menyimak baik media gambar, media visual yang akan

disampaian kepada orang lain tanpa mengurangi dan menambahkan tulisan atau

percakapan yang tidak ada dalam sumber yang dilihat dan didengar. dengan

meningkatkan kemampuan menyimak ini siswa dituntut sifat kejujurannya dan

kemampuan alat dengarnya sehingga berita yang didapatkan dari sumber yang ke

berapapun akan sama isinya.

Page 5: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

40

Bermain Peran Atau Role Playing

Metode bermain peran atau role playing merupakan metode permainan merupakan

salah satu bentuk pembelajaran inovatif yang dapat digunakan untuk peningkatan nilai

karakter siswa. Menurut Hamzah B Uno (2009: 26), prosedur bermain peran terdiri dari

sembilan langkah yaitu: a).pemanasan (warming up), b) memilih partisipan, c)

menyiapkan pengamat (observer), d) menata panggung, e) memainkan peran, f) diskusi

dan evaluasi, g) memainkan peran ulang, h) diskusi dan evaluasi kedua, i) berbagi

pengalaman dan kesimpulan.

Bermain peran merupakan salah satu dari metode permainan yang dapat digunakan

dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK untuk penngkatan nilai karakter. Adapun

indikator karakter yang dapat dinilai dengan menggunakan metode bermain peran (role

player) menurut Kiromim Baroroh (2011), indikator disiplin, kerja keras, kreatif, dan

kemampuan komunikasi mahasiswa terjadi suatu peningkatan. Menurut pendapat

Dwiyanto Joko Pranowo (2013) menunjukkan bahwa bermain peran adalah salah satu

bentuk permainan pendidikan yang digunakan untuk menjelaskan perasaan, sikap,

tingkah-laku dan nilai, dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandangan dan

cara berfikir orang lain. Berdasarkan paparan di atas bermain peran akan mengajak

kepada peserta didik untuk berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah

sosial atau psikologis. Diharapkan pembelajaran menggunakan metode permainan dengan

bermain peran akan membawa peserta didik untuk belajar memecahkan masalah pribadi,

dengan bantuan kelompok sosial yang anggotanya adalah teman-temannya sendiri.

Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksploitasi masalah-masalah

hubungan antarmanusia dengan cara memperagakannya. Hasilnya didiskusikan di dalam

kelas. Melalui proses belajar seperti ini diharapkan peserta didik mampu menghayati

tokoh yang diperankannya sehingga peserta didik akan belajar: (1) mengeksplorasi

perasaannya; (2) memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya; (3)

mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi; dan

(4) mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara.

Keberhasilan dalam penghayatan peran menentukan berkembangnya pemahaman,

penghargaan dan identifikasi diri terhadap nilai (Komara, 2012).

Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi kemampuan

kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian. Shaftel dalam

(Mulyasa, 2004: 141) mengemukakan tahapanan bermain peran meliputi: (1)

menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun

tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) tahap pemeranan; (6) diskusi dan

evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I; (7) pemeranan ulang; (8) diskusi dan evaluasi

tahap II; dan (9) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

Berdasarkan latar belakang di atas peningkatan nilai karakter khususnya pelajar

SMK sangat diperlukan dalam rangka menciptakan tenaga kerja yang berkarakter.

Seharusnya dalam bertindak mereka harus berpikir secara medalam sehingga tindakan

yang dilakukan tidak merugikan diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara. sebelum

kita membahas terlalu jauh maka terlebih dahulu mengetahui arti secara etimologis

Karakter. Kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu

charassein yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999: 5). Kata “to engrave” bisa

diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily,

1987: 214).

Berdasarkan arti kata disebutkan di atas karakter adalah mengukir, melukis,

memahatkan, bahkan menggoreskan sesuatu yang bersifat abstrak kepada diri seseorang.

Sifat baik yang sifatnya abstrak yang diukirkan, dilukiskan, dipahatkan, serta digoreskan

Page 6: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

41

kepada seseorang harus dilakukan oleh seorang yang benar-benar profesional. Kalau

bukan seorang guru profesional dikawatirkan hasil dari karyanya malah akan merusak

sesuatu yang sudah baik malah menjadi tidak baik. Dengan demikian peran guru dan

dosen sangat dominan sekali dalam rangka membentuk karakter anak, walaupun anak

sudah ada sifat atau karakter yang merupakan sifat pembawaan sejak dilahirkan oleh

seorang ibu. Selain guru peran orang tua sangat luar biasa sekali dalam memberikan

penguatan nilai-nilai karakter yang telah diterima anak dari guru di sekolah. Untuk itu

diperlukan suatu sinergi dan koordinasi yang sifatnya saling melengkapi dan mengevaluasi

diri sehingga akan menghasilkan sikap dan karakter yang mulia.

Selain pendapat di atas dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan

dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang

dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul

khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas,

2008: 682). Berdasarkan teori di atas sangatlah jelas bahwa adanya tawuran siswa,

banyaknya demo karyawan sebagai akibat dari rendahnya karakter lulusan SMK. Lulusan

SMK diharapkan akan menjadi tenaga kerja yang kreatif, inovatif, religius, karakternya

kuat yang mampu menjawab tantangan dengan lebih mengedepankan kewajibannya baru

menuntut haknya. Oleh karena itu dalam kurikulum 2013 peran Bahasa Indonesia

sangatlah penting hal ini disebabkan setiap mata pelajaran, bidang ilmu selalu berkaitan

dengan kompetensi bahasa yang dimiliki oleh peserta didik. dalam semua aspek kegiatan

pasti memerlukan kemampuan menulis, dan untuk bernegosiasi, berkomunikasi

memerlukan bahasa lisan yang santun. Dengan demikian sangatlah memerlukan bahasa

Indonesia dalam setiap aktivitas peserta didik.

Permainan Kuis

Salah satu upaya untuk membangkitkan siswa belajar aktif pada mata pelajaran

Bahasa Indonesia yaitu dengan penggunaan metode pembelajaran permainan kuis.

Menurut Silberman (1996), metode kuis merupakan suatu metode yang bermaksud

melempar jawaban dari kelompok satu ke kelompok lain. Akan tetapi, dalam penelitian ini

dilakukan modifikasi dalam penerapan metode pembelajaran permainan kuis, karena

permainan yang dikembangkan hendaknya permainan yang terkait langsung dengan

konteks keseharian siswa.

Metode pembelajaran permainan kuis ini diterapkan dalam KD Menulis dengan

Memanfaatkan Kategori Kata/ Kelas Kata. Cara permainannya hampir sama dengan kuis

Family 100 yang dipandu oleh Tukul Arwana di Indosiar. Diawali dengan siswa dibagi

kedalam kelompok besar. Semua anggota kelompok bersama-sama mempelajari materi

pertemuan sebelumnya yaitu kategori kata melalui catatan. Mereka mendiskusikan materi

tersebut. Setelah mereka selesai berdiskusi, maka diadakan suatu pertandingan akademis,

terdapat 3 ronde. Ronde pertama, siswadari masing-masing regu secara bergantian

menyebutkan kategori kata yang diminta oleh guru. Ronde kedua, siswa dari masing-

masing regu berebutan untuk menyebutkan kategori kata dari contoh kata yang disebutkan

guru. Ronde ketiga, setiap kelompok diberikan kategori kata dan contohnya oleh guru

untuk di padankan dalam kategori-kategori kata. Dengan adanya pertandingan akademis

ini maka terciptalah penanaman pendidikan karakter melalui kompetisi antarkelompok,

masing-masing siswa aktif senantiasa berusaha belajar dengan motivasi yang tinggi agar

dapat memperoleh nilai yang tinggi secara sehat dalam pertandingan. Hal tersebut dapat

meningkatkan kemampuan tanggung jawab peserta didik terhadap apa yang mereka

dipelajari melalui cara yang menyenangkan dan tidak menakutkan. Disamping itu, jika

dipahami secara filosofis, pendidikan pada hakikatnya adalah “kehidupan”. Oleh karena

Page 7: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

42

itu, kegiatan pembelajaran harus dapat membekali siswa dengan kecakapan dan kesiapan

hidup yang sesuai dengan lingkungan kehidupan dan kebutuhan siswa.

Permainan Teka-Teki Silang

Metode permainan berbasis permainan berikutnya dalam KD Menulis adalah teka-

teki silang. Menebak padanan kata sesuai dengan jumlah kotak yang disediakan.

Permainan ini berguna untuk olah pikir siswa dalam memahami sebuah istilah, dengan

melacak kata demi kata yang sesuai dengan ungkapan dalam perintah teka-teki silang.

Permainan Kata Beruntun

Selain metode pembelajaran permainan kuis, dalam penelitian ini juga

mengembangkan metode pembelajaran permainan kata beruntun menjadi permainan

kalimat beruntun dalam KD (Kompetensi Dasar) Menggunakan Kalimat yang Tepat, Baik

dan Sopan. Sebelum melakukan permainan perlu dijelaskan dulu kepada siswa seputar

permainan yang akan dipraktikkan. Cara permainan kalimat beruntun ini hampir sama

dengan program Kata Beruntun yang ditayangkan ANTV, hanya saja dimodifikasi

menjadi kalimat beruntun. Siswa diminta untuk mencari dan menuliskan pada selembar

kertas satu kata yang bisa dibentuk menjadi frasa. Siswa diberi waktu sekitar lima menit

untuk menemukan kata yang dimaksud. Setelah siswa menemukan kata yang dapat

dibentuk frasa, mereka lalu diminta menggeser lembar kerja kepada teman di sebelahnya.

Begitu seterusnya sampai kata yang ditulis menjadi sebuah klausa kemudian kalimat oleh

siswa yang berbeda-beda.

Metode pembelajaran permainan kalimat beruntun ini menjadikan siswa berupaya

mendapatkan kata yang bisa dijadikan mulai dari frasa, klausa hingga kalimat dan

menyempurnakan pekerjaan teman yang lain. Dengan adanya permainan kalimat beruntun

ini maka terciptalah penanaman pendidikan karakter melalui pembentukan kata hingga

menjadi kalimat secara bertahap dan “bergotong-royong”. Lulusan SMK setelah lulus

akan mendapatkan suasana dalam dunia kerja nantinya yang berorientasi pada persaingan,

serta kecepatan dalam pengambilan keputusan menjadi sebuah tuntutan yang tidak bisa

dielakkan, siswa harus dilatih guru untuk aktif dikelas, berpikir kritis dan kreatif serta

memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah baik mandiri maupun bekerja secara

tim.

Permainan Puzzle

Metode pembelajaran permainan puzzle merupakan metode merangkai bagian-

bagian yang terpisah menjadi satu kesatuan. Metode ini diterapkan pada KD Membuat

Berbagai Teks Tertulis dalam Konteks Bermasyarakat pada kelas X semester genap

2013/2014 pada SMK Harapan Kartasura, Surakarta. Menulis adalah salah satu aspek

dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang paling kompleks untuk dipelajari. Pada

tingkat SMK kelas X, materi untuk aspek menulis adalah menulis dengan

mendeskripsikan fenomena disekitar siswa. Kegiatan tersebut menuntut siswa untuk aktif

dalam pembelajaran agar siswa mampu mengembangkan kreatifitas dan ide dalam

menulis. Untuk mencapai hal itu, guru harus lebih inovatif dalam menyampaikan

pembelajaran agar tercapai tujuan dari pembelajaran tersebut. Salah satu cara adalah

dengan menggunakan permainan puzzle sebagai media pembelajaran. Tahap pembelajaran

dengan metode puzzle ini adalah guru membagi menjadi kelompok besar beranggotakan

10 siswa. Kemudian masing-masing kelompok diberikan tema besar. Setelah mendapatkan

tema, masing-masing kelompok diminta untuk membuat 10 karya yang berbeda antara

anggota kelompok dengan tema tersebut untuk sebuah edisi dalam Majalah Dinding

Page 8: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

43

sekolah. Pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan media puzzle dapat

menciptakan pembelajaran yang santai, menarik dan nyaman yang dapat meningkatkan

keaktifan dan kekreatifitasan siswa.

Permainan Puzzle Bergambar

Metode permainan puzzle dalam KD yang sama akan tetapi dengan cara yang sedikit

berbeda juga dilakukan. Metode yang diberi nama puzzle bergambar, adalah menyusun

cerita bergambar yang didalamnya terdapat beberapa gambar sesuai dengan jumlah

anggota kelompok yang harus dideskripsikan menjadi beberapa karya atau tulisan yang

berbeda-beda agar sesuai dengan cerita yang akan disampaikan. Permaianan ini berguna

untuk membantu dalam mengeinterpreasikan sebuah gambar sesuai dengan jalan cerita

yang disampaikan.

SIMPULAN

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa dalam kondisi apa pun sebenarnya seorang

anak akan merasa nyaman apabila dipenuhi kebutuhannya. Kebutuhan akan rasa nyaman

berada dalam suatu komunitas pembelajaran di kelas. Perasaan nyaman dalam

pembelajaran khususnya yang berbasis pendidikan karakter sehingga anak akan

meluapkan segala permasalahan yang dihadapi di rumah kepada bapak ibu guru. Faktor

guru merupakan hal utama dalam pembelajaran ini. Sehingga dibutuhkan seorang guru

yang luar biasa yang memberikan contoh keteladanan kepada peserta didik.

Kelebihan permainan bahasa ialah: 1) Permainan bahasa sebagai metode

pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, 2)

Aktifitas yang dilakukan siswa bukan hanya fisik tetapi juga mental, 3) .Dapat

membangkitkan motivasi siswa dalam belajar, 4) Dapat memupuk rasa solidaritas dan

kerjasama, 5) Dengan permainan materi lebih mengesankan sehingga sukar dilupakan.

Kekurangan permainan bahasa ialah: 1) Bila jumlah siswa terlalu banyak akan

sulit melibat seluruh siswa dalam permainan, 2) Tidak semua materi dapat dilaksanakan

melalui permainan, 3) Permainan banyak mengandung unsur spekulasi sehingga sulit

untuk dijadikan ukuran yang terpercaya.

Melalui metode tersebut diharapkan kualitas proses dan hasil belajar siswa menjadi

lebih berkualitas dan optimal serta tertanamnya karakter yang kuat. Beberapa

pengembangan pembelajaran berbasis pendidikan karakter dengan menggunakan metode

permainan di SMK Hrapan Kartasura Surakarta antara lain: 1) Permainan Whisper Race,

2) Bermain Peran, 3) Permainan kuis, 4) Permainan kalimat beruntun, 5) Permainan teka-

teki silang, 6) Permaianan puzzle dan 7) Permainan puzzle bergambar.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudrajat. 2008. “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik,Taktik, dan

Model Pembelajaran” (dalam http ://akhmadsudrajat. wordpress. Com /2008 /09

/12/pengertianpendekatan- strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-

pembelajaran/), diunduh pada 18 Septembert 2013 pukul 21.55 WIB.

Djuanda, Dadan.2006. Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Komunikatif dan

Menyenangkan. Jakarta : Depdiknas Depdiknas. 2003. UU No 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta

--------------. 2006. Kurikulum SMK Tahun 2006. Jakarta

--------------. 2013. Kurikulum 2013. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta

Dhany Irawan. 2013. Dinas Pendidikan Dki Jakarta: Kasus Tompel Bukan Kenakalan

Remaja. Detiknews. 07/10/2013 13:44 WIB.

Page 9: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

44

Dwiyanto Joko Pranowo. 2013. Implementasi Pendidikan Karakter Kepedulian dan Kerja

Sama pada Mata Kuliah Keterampilan Berbicara. Jurnal Pendidikan Karakter,

Tahun III, Nomor 2, Juni 2013. FBS Universitas Negeri Yogyakarta.

Echols, John M. dan Hassan Shadily. (1987). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:

Gramedia. Cet. XV.

Isnaeni, Suhartono, Kartika Chrysti Suryandari. 2013. Metode Permainan Whisper Race

Dalam Peningkatan Keterampilan Menyimak Bahasa Inggris.

Jurnal.Fkip.Uns.Ac.Id /Index.Php/Pgsdkebumen rticle Viewfile .

Diunduh tanggal 10 -12-2013.

Kevin Ryan & Karen E. Bohlin. (1999). Building Character in Schools: Practical Ways to

Bring Moral Instruction to Life. San Francisco: Jossey Bass.

Kiromim Baroroh. 2011. Upaya Meningkatkan Nilai-Nilai Karakter Peserta Didik Melalui

Penerapan Metode Role Playing. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 8 Nomor

2, November 2011. Yogyakarta: Pendidikan Ekonomi UNY.

Komara, Endang. 2012. Model Bermain Peran dalam Pembelajaran Partisipatif.

Diunduh dari http://khoirulanwari.-wordpress.com/ about/model-bermain-

peran-dalam-pembelajaranpartisipatif/ pada tgl. 19 Oktober 2013.

N.M. Rumiati, N. Martha, G. Artawan. 2013. Upaya Meningkatkan Sikap Siswa Dalam

Pembelajaran Sastra Indonesia Di Kelas XII Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Negeri 1 Denpasar Di Kota Denpasar. e-Journal Program Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

(Volume 2 Tahun 2013).

Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, Endang. 2004. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran

KBK. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Bahasa Indonesia.

Jakarta: Pusat Bahasa. Cet. I.

Sadiman. (1996). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya.

Jakarta: Karya Grafindo Persada.

Silberman, M.. 1996. Active Learning : 101 Strategies To Teach Any Subject. Toronto :

Allyn Bacon.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Page 10: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

45

KARAKTER SISWA DALAM PELAKSANAAN KURIKULUM 2013

DI LEMBAGA PENDIDIKAN DASAR

Agoes Hendriyanto Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

STKIP PGRI Pacitan

Email: rafid.musyffa@gmail

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter siswa dalam pelaksanaan

Kurikulum 2013 di Lembaga Pendidikan dasar. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Pelaksana

kurikulum 2013 untuk tingkat Dasar di Pacitan. Metode penelitian yang digunakan adalah

deskriptif kualitatif berbentuk studi kasus. Sumber data penelitian ini, yakni informan,

peristiwa pembelajaran, dan dokumen terkait Teknik cuplikan yang digunakan adalah

purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, pengamatan, dan

analisis dokumen. Teknik yang digunakan untuk memeriksa kesahihan data, yakni triangulasi

data dan triangulasi metodologis. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik interaktif

dengan langkah-langkah, meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan

simpulan/verifikasi

Dengan kurikulum 2013 sekolah yang melaksanakan terjadi peningkatan karakter

anak.baik untuk jenjang SD.

Kata kunci: Karakter, Kurikulum 2013

PENDAHULUAN

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan

agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem Pendidikan Nasional

yang mengarah kepada peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha

Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Amanat konstitusi di atas dengan tegas memberikan perhatian yang besar akan

pentingnya pendidikan karakter dan nilai-nilai budaya bangsa yang akan membentuk

peserta didik menjadi manusia berbudaya yang berhati nurani luhur karena keteladanan,

bimbingan, arahan, dan dorongan dari pendidik yang benar-benar menjalankan profesinya

dengan menggunakan hati. Selain yang tersebut di atas pendidikan diharapkan membantu

membumikan nilai-nilai agama dan mewujudkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-

hari. Selain itu juga pendidikan harus senantiasa berdasarkan nilai-nilai sosial budaya

masyarakat. mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera melalui ilmu

pengetahuan dan teknologi yang diajarkan kepada seluruh peserta didik di lembaga

pendidikan formal dan informal

Dilihat dari kacamata pendidikan, peningkatan tersebut haruslah diterjemahkan

secara operasional dan diimplementasikan melalui proses pembelajaran yang memadai.

Pembelajaran yang memadai bukan hanya mengembangkan salah satu kecerdasan, akan

tetapi seluruh kecerdasan manusia. Dengan demikian pembelajaran harus direncanakan

dan diwujudkan dalam rangka meningkatkan ketiga kecerdasan yaitu; pengetahuan, sikap,

dan hasil karya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu strategi dan teknik pembelajaran yang

dapat digunakan untuk mengembangkan ketiga kecerdasan. Peran dari lembaga sekolah,

guru, murid dan wali siswa sangat diperlukan dalam rangka pembelajaran yang dapat

digunakan untuk meningkatkan ketiga kecerdasan

Secara empiris, pelaksanaan pembelajaran masih diarahkan kepada pencerdasan

yang bersifat kognitif, hal ini bisa kita lihat di sekolah-sekolah umum. Pada tataran ini

pun, kecerdasan intelektual yang bersifat kognitif masih terbatas kepada pengembangan

kemampuan menghafal atau transfer pengetahuan dan keterampilan menyelesaikan soal-

Page 11: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

46

soal ujian. Pengembangan kognitif yang lainnya masih diabaikan, misalnya,

pengembangan kognitif untuk meningkatkan daya kritis.

Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif yang

bersifat memadukan antar Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator dari

beberapa matapelajaran dengan berdasarkan pada satu tema yang sama. menurut Trianto

(2011, 147) pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang menggunakan

tema-tema tertentu. sehingga tema tadi merupakan gabungan dari berbagai mata pelajaran

sehingga dalam satu minggu pelajaran olehraga bisa terjadi 2 sampai 3 kali karena

pembelajarannya berdasarkan tema yang tercakup dalam semua mata pelajaran.

Menurut Lickona (2004) pendidikan karakter mencakup tiga unsur pokok, yaitu

mengetahui kebaikan (Knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan

melakukan kebaikan (doing the good). berdasarkan pendapat di atas sangatlah jelas bahwa

di dalam pembelajaran khususnya di lembaga pendidikan harus mencakup aspek sikap,

pengetahuan, dan keterampilan sehingga sangatlah tepat jika dalam kurikulum 2013

menggunakan pendekatan tematik integratif. Pendidikan karakter bisa berarti sebagai

upaya sadar dan terencana dalam mengetahui kebenaran, kebaikan, mencintainya dan

melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. ditegaskan oleh Lickona bahwa pendidikan

karakter merupakan usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan

dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter siswa dalam pelaksanaan

Kurikulum 2013 di Lembaga Pendidikan dasar. Penelitian ini dilakukan di Sekolah

Pelaksana kurikulum 2013 untuk tingkat Dasar di Pacitan. Metode penelitian yang

digunakan adalah deskriptif kualitatif berbentuk studi kasus. Sumber data penelitian ini,

yakni informan, peristiwa pembelajaran, dan dokumen terkait Teknik cuplikan yang

digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan teknik

wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen. Teknik yang digunakan untuk memeriksa

kesahihan data, yakni triangulasi data dan triangulasi metodologis. Data yang terkumpul

dianalisis dengan teknik interaktif dengan langkah-langkah, meliputi reduksi data,

penyajian data, dan penarikan simpulan/verifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar

selama satu semester. Beban belajar di SD Tahun I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34

sedangkan untuk Tahun IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar

SD adalah 40 .

Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih

kepada aspek intelektual dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang

lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor. Integrasi konten IPA dan IPS adalah

berdasarkan makna mata pelajaran sebagai organisasi konten dan bukan sebagai sumber

dari konten. Konten IPA dan IPS diintegrasikan ke dalam mata pelajaran PPKn, Bahasa

Indonesia dan Matematika yang harus ada berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan

berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran. Pengintegrasian tersebut dilakukan

dalam 2 (dua) hal, yaitu integrasi sikap, kemampuan/keterampilan dan pengetahuan dalam

proses pembelajaran serta pengintegrasian berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema

memberikan makna kepada konsep dasar tersebut sehingga peserta didik tidak

Page 12: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

47

mempelajari konsep dasar tanpa terkait dengan kehidupan nyata. Dengan demikian,

pembelajaran memberikan makna nyata kepada peserta didik.

Tabel 1. Hasil Implementasi Kurikulum 2013 tingkat SD

No Keterangan Implementasi 2 kelas

Kelas 1 dan 2

Implementasi 2 kelas

Kelas 1 ( 2 kelas) dan 2 (2 kelas)

1 Pelatihan 1) Tahun Pelajaran 2013/2014

Ikut pelatihan 1 kepala sekolah

Evaluasi dan Penilaian autentik

masih perlu pelatihan lagi

2) Tahun Pelajaran 2014/2015

Untuk guru kelas 2 dan 5 akan

ada pelatihan tanggal 22-26 juni

2014

1) Tahun Pelajaran 2013/2014

4 guru kelas

Kepala Sekolah

Evaluasi dan Penilaian autentik

masih perlu pelatihan lagi

2) Tahun Pelajaran 2014/2015

Untuk guru kelas 2 dan 5 akan

ada pelatihan tanggal 22-26

juni 2014

2 Guru 1) Guru Kelas 1 dan IV

Sudah bersertifikasi

2) Guru agama sudah dilatih oleh

Departemen Agama

3) Usia 50 tahun

4) Guru dituntut untuk berlari agak

cepat sehingga memerlukan

guru yang memiliki

kemampuan fisik dan

profesional yang tinggi

5) Dituntut Kreatif dan Inovatif

karena keberhasilan

pembelajara tergantung pada

guru

1) Guru Kelas 1 dan IV

Sudah bersertifikasi

2) Guru agama sudah dilatih oleh

Departemen Agama

3) Usia 50 tahun

4) Guru dipaksa untuk berlari

agak cepat sehingga

memerlukan kemampuan fisik

dan profesional yang tinggi

5) Dituntut Kreatif dan Inovatif

karena keberhasilan

pembelajara tergantung pada

guru

3 Buku 1) Untuk kelas 1 temanya 8

2) Untuk kelas 4 temanya 9

3) Buku dari 1 penerbit pusat

4) Isi buku dan bahasa masih

kurang baik

5) Sedangkan gambar cukup baik,

serta kegiatan mudah

dilaksanakan

6) Datangnya buku lebih awal

untuk semester genap pada

bulan nopember 2013 sudah

sampai di sekolah

1) Untuk kelas 1 temanya 8

2) Untuk kelas 4 temanya 9 Buku

dari 1 penerbit pusat

3) Isi buku dan bahasa masih

kurang baik

4) Sedangkan gambar cukup baik,

serta kegiatan mudah

dilaksanakan

5) Datangnya buku lebih awal

untuk semester genap pada

bulan nopember 2013 sudah

sampai di sekolah

4 Waktu 1) Pelaksanaanya 5 jam tiap

harinya, satu minggu 30 jam

tetapi masih menyesuaikan

dengan masuk dan pulangnya

murid kelas lain yang masih

menggunakan kurikulum KTSP

2) Tidak ada program les

tambahan

1) Pelaksanaanya 5 jam tiap

harinya, satu minggu 30 jam

tetapi masih menyesuaikan

dengan masuk dan pulangnya

murid kelas lain yang masih

menggunakan kurikulum

KTSP

2) Ada les tambahan untuk

meningkatkan kemampuan

kognitif

Page 13: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

48

No Keterangan Implementasi 2 kelas

Kelas 1 dan 2

Implementasi 2 kelas

Kelas 1 ( 2 kelas) dan 2 (2 kelas)

5 Pembelajara

nnya

1) Menyenangkan, untuk

matapelajaran olahraga bisa

dalam satu minggu 3 kali

temanya olahraga.

2) Untuk guru olahraganya adalah

guru kelas tapi untuk guru

olahraganya satu kali dalam

setiap minggu

3) Anak kelihatan lebih santai tapi

serius karena harus

mengumpulkan tugas pada

akhir pembelajaran

1) Menyenangkan, untuk

matapelajaran olahraga bisa

dalam satu minggu 3 kali

temanya olahraga

2) Anak kelihatan lebih santai tapi

serius karena harus

mengumpulkan tugas pada akhir

pembelajaran

6 Pendana

an

1) Kesulitan untuk memenuhi

sarana pembelajaran disebabkan

dana BOS Yang sangat Kecil

2) Jika ada prakarya dikerjakan di

rumah (sifat kejujuran perlu

ditanamkan)

1) Tidak mengalami kesulitan

dalam mencukupu sarana dan

prasarana pembelajaran karena

muridnya yang besar dan dana

BOSnya lebih besar.

2) Iuran dari murid jikaa da

pekerjaan prakarya

7 Karakter Peningkatan 65 % jika

dibandingkan dengan KTSP

a. Kemandirian

b. Tanggung jawab

c. Kedisiplinan

d. Religius

e. Mudah bergaul

f. Kreatif

g. Inovatif

h. Cinta tanah air

i. Menghormati guru

j. Berani

k. kejujuran

Peningkatan 75 % jika

dibandingkan dengan KTSP

a. Kemandirian

b. Tanggung jawab

c. Kedisiplinan

d. Religius

e. Mudah bergaul

f. Kreatif

g. Inovatif

h. Cinta tanah air

i. Menghormati guru

j. Berani

k. kejujuran

8 Evaluasi Mengalami kesulitan karena:

a. pelatihan masih belum bisa

memberikan gambaran

evaluasi secara jelas

b. kesulitan dalam pemberian

skor karena sistem penilaian

menggunakan skor 1 sampai 4

c. buku rapor hanya

dipergunakan selama 1 tahun

untuk tahun berikutnya masih

menggunakan format yang

sama atau lainnnya

d. Nomor induk sisiwa masih

menggunakan nomor induk

siswa kelas 3

e. Guru belum paham terhapap

penilaian autentik dan

portofolio

Mengalami kesulitan karena:

a. pelatihan masih belum bisa

memberikan gambaran evaluasi

secara jelas

b. kesulitan dalam pemberian skor

karena sistem penilaian

menggunakan skor 1 sampai 4

c. buku rapor hanya dipergunakan

selama 1 tahun untuk tahun

berikutnya masih menggunakan

format yang sama atau lainnnya

d. Nomor induk sisiwa masih

menggunakan nomor induk

siswa kelas 3

e. Guru belum paham terhapap

penilaian autentik dan

portofolio

Page 14: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

49

Pelaksanaan Kurikulum di lembaga Pendidikan Dasar pada saat masih

menggunakan kurikulum KTSP terdapat 10 mata pelajaran yang diajarkan. Adapun mata

pelajaran yang diajarkan meliputi: Pendidikan Agama, Pendidikan kewarganegaraan,

Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya, Keterampilan dan Pendidikan

Jasmani Olahraga dan Kesehatan, serta muatan lokal dan pengembangan diri. Tetapi pada

mulai tahun 2013/2014 untuk kelas IV menggunakan kurikulum 2013 jumlah mata

pelajarannya menjadi tujuh yang meliputi: pendidikan agama, pendidikan Pancasila dan

kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, matematika, seni budaya dan prakarya, pendidikan

jasmani, olahraga dan kesehatan, serta Pramuka. Lembaga pendidikan dasar yang ditunjuk

untuk pelaksanaan Kurikulum 2013 terdapat dua kelompok siswa kelompok pertama kelas

2, 3, 5, dan 6 masih menggunakan KTSP, sedangkan kelas 1 dan 4 menggunakan

kurikulum 2013. Hal ini sangat menghambat pelaksanaan di lapangan dalam hal mengatur

jam pulang sekolah.

Selain jumlah pelajaran yang semakin berkurang terjadi beberapa perubahan drastis

ada dalam kurikulum 2013, di antaranya waktu belajar ditambah, tetapi jumlah mata

pelajaran dikurangi. Di tingkat SD, dari 10 mata pelajaran (mapel) menjadi 6 mapel yaitu:

Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Agama, Matematika, Sosial Budaya, dan

Olahraga. IP dan IPS ditiadakan, diintegrasikan ke mapel lain. ”Obyek kurikulum baru

ini adalah fenomena alam, fenomena sosial dan budaya”. Untuk Kelas 1-2 SD jumlah jam

pelajaran sebelumnya adalah SD 26 jam/minggu menjadi 32 jam/minggu tetapi dalam

pelaksanaan di lapangan kelas 1 pulang jam 11.

Materi Pelajaran IPA diintegrasikan dalam Mapel Bahasa Indonesia. Mungkin

maksud dari pemerintah dengan poin ini adalah; (1) Menggabungkan Sains dengan bahasa

Indonesia sangat membingungkan fokus materi yang akan diajarkan pada anak. Materi

Pelajaran (Mapel) IPA punya indikator sendiri sedangkan Bahasa Indonesia juga punya

indikatornya sendiri. Sangat sulit untuk diintegrasikan walaupun sebenarnya dengan

pembelajaran Saintific dan tematif yang terintegratif dapat dengan pelajaran IPA atau IPS

dapat dimasukkan. Tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain guru dan

modul pembelajarannya harus terintegratif. j

Jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia untuk (kelas 1 ) 8 jam/minggu, sedangkan

(kelas 4) 10 jam/minggu. Permasalahannya jika IPA atau IPS diajarkan ke dalam Bahasa

Indonesia, perlu dipertanyakan pengukurannya. Perlu diperjelas apakah pelajaran tersebut

berdasar pada kaidah bahasa atau sains. Dengan menghapus pelajaran IPA dan IPS pada

jenjang Sekolah Dasar apakah akan berdampak pada anak-didik kelak. Hal ini sangat

bertolak belakang dalam perkembangan dunia global saat ini yang sangat memerlukan

adanya IPA dan IPS. Seharusnya kita mempersiapkan anak-didik pada bidang sains sejak

dini.

Sebagai bahan catatan penulis adalah; (1) Justru pelajaran Bahasa, bisa masuk ke

Sains atau IPS. Tetapi kalau dibalik Bahasa Indonesia memakai konsep sains atau ilmu

pengetahuan sosial akan membingungkan. Misalnya teks yang perlu dianalisis dalam

sebuah bahasa berisi “artikel tentang tatanan kehidupan sosial” (IPS) atau “artikel

penemuan ilmiah” (IPA). (2) Bahasa dapat diterapkan pada semua mata pelajaran. Sebab

kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis dapat dikembangkan pada

semua mata pelajaran dengan tematik integratif.

Salah satu ciri kurikulum 2013, khususnya untuk SD, adalah bersifat tematik

integratif (terpadu). Pembelajaran tematik Terpadu merupakan suatu pendekatan dalam

pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalamintra mata

pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, peserta didik

akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan secara utuh sehingga pembelajaran

Page 15: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

50

menjadi bermakna bagi peserta didik. Adapun tema untuk semester genap tahun pelajaran

2013/2014 untuk kelas 1 meliputi: 1) Pengalamanku; 2) Lingkungan bersih, sehat, dan

asri; 3) Benda, Hewan, dan Taman di Sekitarku; dan 4) Peristiwa alam. Untuk kelas 4

temanya sebagai berikut: 1) pahlawanku; 2) Indah Negeriku; 3) Cita-citaku; 4) Tempat

tinggalku; dan 5) makananku Sehat dan Bergizi. Pembelajaran di kelas 1 anak-anak sangat

antusias dalam kelas, hal ini disebabkan banyaknya tugas ketrampilan yang harus

dikerjakan. Guru hanya berfungsi sebagai fasilitator. Untuk kelas 1 yang menjadi kendala

adalah bagaimana untuk mengajar kemampuan matematika anak yang masih memerlukan

penjelasan yang lebih banyak. Kalau tidak dijelaskan anak akan kesulitan dalam

menjumlahkan, mengurangkan.

Dengan demikian sangat diperlukan suatu inovasi yang ketiga aspek pembelajaran

bisa berjalan dengan seimbang tanpa ada yang dikorbankan. Ada sebuah kebijakan dari

sekolah yaitu dengan memeberikan les yang sifatnya pengetahuan khususnya kemampuan

matematika setelah anak pulang dari sekolah, biasanya jam 3 sore hari. Sekolah yang

melakukan kebijakan ini akan mencoba untuk mengurangi salah satu kelemahan

kurikulum 2013 dalam kemampuan kognitifnya.

Pembelajaran di sekolah dasar yang menggunakan Tematik Terpadu atau integratif

yang melibatkan beberapa mata pelajaran di sekolah dasar untuk memberikan pengalaman

yang bermakna kepada peserta didik. Bermakna mengandung pengertian peserta didik

akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan

menghubungkan dengan konsep lain yang telah guru rancang sebelumya. Pembelajaran

yang mengabungkan beberapa tema dalam beberapa mata pelajaran yang dapat

memberikan pengalaman berharga bagi peserta didik. Dengan demikian memerlukan guru

yang profesional, sarana dan prasarana pembelajaran yang mendukung pembelajaran

tematik. Walaupun agak mahal tetapi hasilnya lebih baik jika dibandingkan dengan

pendekatan ceramah, bagi sekolah yang jumlah siswanya dalam satu sekolahan sekitar

300 sisiwa dana bosnya cukup besar dan dapat digunakan untuk mememnuhi sarana dan

prasarana pembelajaran khususunya dalam menyediakan media pembelajaran yang

inovativ. Hal ini akan bertolak belakang jika dibandingkan dengan sekolah dasar yang

jumlah muridnya sekitar 60-80 siswa yang berpengaruh terhadap penerimaan dana BOS.

Salah satu yang dapat digunakan untuk menanggulangi kekurangan dana yaitu membuat

suatu permohonan kepada Dinas Pendidikan untuk memberikan guru yang profesional di

bidang pendidikan dasar. Sehingga gurutersebut mampu untuk memenfaatkan sarana yang

ada dengan lebih maksimal.

Dengan pembelajaran tematik ini memudahkan memusatkan perhatian peserta

didik pada suatu tema yang jelas dan menarik. Selain hal tersebut dapat digunakan

mengembangkan kompetensi dasar beberapa mata pelajaran dengan tema yang sama

dengan maksud agar tidak tumpang tindih dan pembelajarannya lebih bermakna.

Perencanaaan guru akan lebih efektif karena dalam tema yang sama dapat digunakan

untuk beberapa mata pelajaran sehingga guru akan lebih bersemangat dan bergairah dalam

mengembangkan pembelajarannya lebih berkesan dan bermakna.

Metode Tematik Integratif. Kurikulum 2013 SD/MI menggunakan pendekatan

pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI. Pada kurikulum KTSP

pembelajaran tematik hanya diterapkan pada kelas I sampai dengan kelas III, sedangkan

kelas IV sampai dengan kelas VI masih menggunakan pendekatan mata pelajaran. Inti dari

Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif.

Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa

depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa

depan. Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih

Page 16: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

51

baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan

(mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima

materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan

penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan

budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap,

ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan

lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai

persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Puguh Pramono, S.Pd Kepala Sekolah

Ploso 1, Kepala sekolah SD Sirnoboyo 1 Ibu Lina Dahliawati, S.Pd, 8 ibu guru wali kelas

1 dan 4 terdapat peningkatan nilai karakter sisiwa sebesar 65 % jika dibandingkan dengan

KTSP. Adapun peningkatan tersebut sebagai akibat dari Pendekatan Tematik integratif

yang membuat suasana pembelajaran menyenangkan dimana anak akan merasa nyaman

untuk belajar di sekolah tanpa adanya pembebanan teori atau kognitif yang terdapat dalam

pelajaran. Terjadi peningkatan sifat: 1) Kemandirian; 2) Tanggung jawab; 3)

Kedisiplinan; 4) Religius; 5) Mudah bergaul; 6) Kreatif; 7) Inovatif; 8) Cinta tanah air; 9)

Menghormati guru; 10) Berani; 11) kebersihan; 12) kerja keras; 13) mandiri; 14) patuh

pada aturan; 15) menghargai karya orang lain; 16) Santun; 17) Peduli sosial; 18)

Nasionalisme; dan 19) Nilai kejujuran.

Aspek sikap dan karakter terdapat dalam (KI) 2 yang harus terintegrasi dalam

setiap pembelajaran dengan (KI) 1 yaitu religiusitas; (K3) 3 Pengetahuan; dan (K4) 4 aspek

keterampilan. Dengan demikian pembelajaran di Sekolah Dasar harus mencakup ke

empat aspek tersebut di atas. Untuk mewujudkan KD dan KI di atas seorang guru harus:

mengikuti pelatihan; melaksanakan perencanaan, melaksanakan diskusi dengan teman

sejawat; mengikuti seminar baik nasional maupun international; membuat buku acuan

pengajaran; membuat pedoman penilaian; dan selalu merefleksi pembelajaran yang lalu

untuk mendapatkan hasil out put yang diharapkan yaitu generasi emas yang berilmu,

berkarakter, berwawasan masa depan, kreatif, inovatif dan mempunyai nilai religius.

Nilai karakter yang dapat ditingkatkan dalam pelaksanaan kurikulum 2013 salah

satunya dalam hubungannya dengan Tuhan yaitu Religiusitas yang mengandung

pengertian bahwa Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu

berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau ajaran agamanya. Nilai karakter dalam

hubungannya dengan diri sendiri: 1) Jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada

upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,

tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain; 2) Bertanggung jawab,

merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya

sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan

(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa; 3) Bergaya hidup sehat,

merupakan segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan

hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan;

4) Disiplin, merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan; 5). Kerja keras, merupakan perilaku yang menunjukkan

upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas

(belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya; 6) Percaya diri, merupakan sikap yakin akan

kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan

harapannya; 7) Berpikir kritis, kreatif, dan inovatif mengandung pengertian berpikir dan

melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru

dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki; 8) Mandiri, merupakan sikap dan perilaku

yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas; 9) Rasa

Page 17: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

52

ingin tahu, merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama: 1) Patuh pada aturan-aturan

sosial merupakan perwujudan dari sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan

berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum; 2) Menghargai karya dan prestasi

orang lain merupakan sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan

orang lain; 3) Santun merupakan sifat yang halus dan baik dari sudut pandang, tata bahasa

maupun tata perilaku ke semua orang.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2013. Dokumen Sosialisasi Kurikulum

2013. Jakarta: Kemendikbud.

Lickona, T. 2004. Character Matter. New York: A Touchstone Book.

Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nur.Syam. 2013. Guru Dan Implementasi Kurikulum 2013. m.antaranews.com. Diunduh

tanggal 1-Januari 2014

Trianto. 2011. Desain Pegembangan Pembelajaran Tematik. Jakarta: Kencana

Premada

Page 18: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

53

VALIDITAS SOAL-SOAL DALAM BUKU PAKET

BAHASA INGGRIS SMK KELAS X “ENGLISH FOR SMK 1”

TAHUN AKADEMIK 2013-2014

Agung Budi Kurniawan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Pacitan

Jl. Cut Nyak Dien 4A Ploso, Pacitan

e-mail: [email protected]

Abstrak

Suatu buku dapat dinyatakan layak atau tidak dapat diukur dari beberapa macam tolak ukur.

Salah satunya adalah tingkat validitas soal-soal yang ada dalam buku tersebut khususnya

untuk buku pelajaran. Hal tersebut yang diaplikasikan dalam penelitian ini. Penelitian ini

bertujuan untuk mengkritisi semua soal-soal yang dikategorikan dalam aktivitas-aktivitas

dalam buku paket bahasa Inggris SMK kelas X tahun akdemik 2013-2014 dalam hal validitas.

Peneliti merasa bahwa buku paket atau buku lain yang diterbitkan pemerintah selama ini

masih terlihat sebagai sesuatu yang wajib tanpa perlu dipertanyakan kualitasnya. Semua soal-

soal bahasa Inggris dalam buku tersebut dianalisa oleh peneliti secara descriptive quantitative

dengan menggunakan teori Brwon (2004) dan teori-teori lain sebagai pendukungnya. Dalam

analisa, peneliti melakukan penilaian secara subjective, sehingga tidak melibatkan responden

atau pihak luar. Peneliti adalah pelaku tunggal. Hasil penelitian dari 263 aktivitas di buku

dikategorikan dengan teori Brown (2004) menunjukkan bahwa; 1). Content-Related

Evident/Validitas Isi mencakup 230 aktivitas atau 87,45%, 2). Criterion-Related

Evidence/Validitas Kriteria mencakup 216 aktivitas atau 82,13%, 3). Construct-Related

Evident/Validitas Konstruksi mencakup 175 aktivitas atau 66,54%, 4). Consequential

Validity/Validitas Konsekwensi mencakup 152 aktivitas atau 57,80%, 5). Face

Validity/Validitas Penampilan mencakup 177 aktivitas atau 67,30%.

Kata Kunci: Buku Paket, Bahasa Inggris

PENDAHULUAN

Soal-soal dalam satu buku bahasa Inggris merupakan salah satu komponen yang

sangat penting dalam menentukan kualitas implementasi buku tersebut. Soal-soal tersebut

merupakan satu tolak ukur terhadap pembelajar atau siswa dalam menguasai materi-materi

dalam buku tersebut. Soal-soal tersebut idealnya harus dipastikan kualitasnya sebelum

ditentukan untuk digunakan.

Ada berbagai macam aspek yang dapat dipakai untuk mengukur kelayakan soal-soal

dalam buku bahasa Inggris. Salah satu aspek tersebut adalah tingkat validitas. Tingkat

validitas soal-soal dalam buku tentunya berbanding lurus dengan kualitas yang terkandung

di dalamnya. Semakin valid soal-soal tersebut pastinya semakin menjanjikan suatu hasil

yang maksimal yang dapat dicapai. Yang perlu ditekankan adalah kosep valid itu sendiri.

Dalam penelitian ini, peneliti menekankan bahwa tingkat validitas soal-soal bukan berarti

soal-soal tersebut haruslah sangat sulit sehingga siswa sampai benar-benar kesulitan atau

bahkan tidak dapat mengerjakannya. Hal tersebut akan diuraikan lebih lanjut terutama

dalam pemaparan teori pada bagian selanjutnya.

Ada berbagai macam cara atau metode yang bisa dipakai dalam menganalisa tingkat

validitas soal-soal bahasa Inggris dalam satu buku. Secara garis besar peneliti

membaginya dalam dua kategori utama. Pertama adalah analisa dengan

mengaplikasikannya langsung di lapangan. Cara pertama secara garis besar dengan

melibatkan sejumlah responden untuk mengerjakan soal-soal tersebut bahkan dapat

dilakukan secara bertahap-tahap yang kemudian dianalisa proses dan hasilnya. Cara kedua

adalah dengan menganalisa secara subjektif oleh peneliti itu sendiri dengan menggunakan

Page 19: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

54

satu atau beberapa teori dari ahli, dan hal ini tidak menggunakan responden. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan cara kedua dengan menggunakan teori Brown (2004).

Dengan menggunakan teori Brown (2004), peneliti menganalisa tingkat validitas dan

memberikan kritikan terhadap buku paket bahasa Inggris SMK kelas X yang berjudul

“English For SMK 1” tahun akademik 13-2014. Peneliti merasa bahwa keberadaan

buku paket perlu untuk dikritisi. Selama ini para guru kebanyakan menerima dan

menggunakannya saja. Memang di jaman sekarang, para guru sangat mudah dan

diperbolehkan untuk menggunakan buku-buku dari sumber lain jika merasa ada yang

kurang dengan buku paket dari pemerintah. Namun di sisi lain, ada sebagian sekolah juga

yang sepenuhnya hanya menggunakan buku paket terutama sekolah-sekolah swasta

dengan kemampuan ekonomi yang lemah. Selama ini kritik pada buku paket lebih banyak

terdengar dari segi administrasi semisal penganggaran dan penggunaan uang pemerintah

untuk pengadaannya. Masih jarang yang mengalisa dan mengkritisi buku paket dari segi

akademik dan keilmuan. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisa dan mengkritisi dari

segi keilmuan yaitu tingkat validitas dengan menggunakan teori Brown (2004) yang

tentunya juga disertai teori-teori dari ahli lainnya sebagai pendukung.

Peneliti mengidentifikasi kualitas soal-soal buku paket bahasa Inggris dari pemerintah

sebagai satu permasalahan. Para guru bahasa Inggris biasanya hanya dapat menerima saja

karena memang bukan pada posisi sebagai penyusun materi. Sekalipun para guru bahasa

Inggris bisa menggunakan sumber lain sebagai pendukung pembelajaran, buku paket dari

pemerintah pada kondisi ideal seharusnya tetaplah menjadi sumber utama dan barometer

materi pembelajaran. Berangkat dari fenomena itulah, peneliti merasa hal yang logis untuk

mempertanyakan dan mengkritisi kualitas soal-soal dalam buku paket bahasa Inggris SMK

kelas X yang berjudul “English For SMK 1” tahun akademik 13-2014.

Peneliti merumuskan satu rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu”Sejauh mana

tingkat validitas buku paket bahasa Inggris SMK kelas X yang berjudul “English For SMK

1” tahun akademik 13- 1 ”.

Dalam melakukan analisa dan diskusi pada penelitian ini, peneliti menggunakan

beberapa teori yang terbagi menjadi dua kategori. Pertama adalah teori Bworn (2004:22)

yang menyatakan bahwa”bagaimana validitas sebuah tes dibentuk? Tidak ada kepastian

tentang tolak ukurnya, tetapi beberapa bukti dapat dinyatakan dalam beberapa kategori”.

Kategori-kategori tersebut meliputi;

Pertama, Content-Related Evidence/Validitas Isi. Mousavi (2002), dan Hughes

( 3) dalam Brown ( : 3) menyatakan”cara lain mengetahui validitas isi adalah

dengan mempertimbangkan antara tes langsung dan tidak langsung. Tes langsung

melibatkan siswa dalam praktek yang sebenarnya. Tes tidak langsung adalah tidak

melibatkan siswa dalam praktiknya”. Validitas isi artinya materi tes harus terkait dengan

materi pengajaran. Materi tes harus sama dengan dan tidak boleh berbeda dengan materi

yang telah diajarkan oleh guru.

Kedua, Criterion-Related Evidence/Validitas Kriteria. Brown (2004:24) menjelaskan

bahwa validitas criteria masuk dalam 2 kategori yaitu concurrent validity dan predictive

validity, yang mana concurrent validity berarti hasil tes harus didukung data lainnya,

sedang predictive validity artinya hasil tes harus bisa dipakai memperkirakan penempatan

orang selanjutnya. Validitas kriteria artinya bahwa bentuk satu tes harus punya satu

kriteria yang khusus dan konsisten. Semisal tes tentang grammar, berarti semua item harus

tentang grammar, tidak boleh tersisipi dengan orientasi jenis tes lain.

Ketiga, Construct-Related Evidence/Validitas konstruksi. Brown (2004:25)

menjelaskan bahwa sebuah test harus dibuat dengan teori, hypothesis, atau model yang

Page 20: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

55

menjelaskan semua fenomena yang terkait dengan tes tersebut. Hal ini berarti bahwa suatu

tes dibuat harus berdasarkan satu teori yang jelas tanpa satu kerancuan.

Keempat, Consequential-Related Evidence/Validitas Konsekwensi. Brown (2004:26)

menjelaskan validitas konsekwensi meliputi akibat terhadap persiapan tes selanjutnya,

akibat dari segi social dan lainnya. Sebuah tes harus memperhatikan akibat yang

dihasilkan, jangan sampai siswa menjadi jera ikut tes selanjutnya karena tes yang

diberikan sangat sulit dan menekan.

Kelima, Face Validity/Validitas Penampilan. Mousavi (2002:244) meyatakan bahwa

sebuah tes harus terlihat semenarik mungkin. Hal ini berarti bahwa sebuah tes harus dapat

memilik penampilan fisik yang menarik misal tidak menggunakan kertas buram, susunan

kalimat tidak membingungkan, atau ada instrument atau game di dalamnya, dan hal-hal

lain yang membuat siswa tertarik pada pandangan pertama melihat soal.

Tori-teori lain dari sejumlah ahli yang mendukung teori Brown di atas antara lain; 1)

Clark (1975) dalam Shohamy dan Stansfiled (1990:81) menyatakan bahwa direct tes

speaking akan menjadi lebih valid jika diikuti oleh tes secara praktiknya. 2) Klater dan

Vossen (1990:93-94) yang menyatakan bahwa validitas kriteria berarti orientasi tes.

Seorang pembuat tes harus menentukan kriteria tes sebelum membuatnya. 3) Groot

(1990:12) menjelaskan bahwa dalam validitas konstruksi, sebuah tes tidak boleh bertolak

belakang dengan teori materi pada tes tersebut. 4) Messick (1994,1996) dalam Alderson

dan Bannerjee (2001:216) memberikan gambaran bahwa cakupan validitas konsekwensi

meliputi interprestasi nilai dan penggunaanya.

METODE PENELITIAN

Berikut ini adalah penjelasan tentang metode penelitian yang diaplikasikan dalam

penelitian ini.

Jenis Penelitian

Desain penelitian ini adalah descriptive quantitative. Sugiyono (2008:35)

menyatakan”rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan

dengan pernyataan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel

atau lebih (variable yang berdiri sendiri)”. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

desain descriptive quantitative sederhana dengan menghitung data berdasarkan

kategorinya. Dalam hasil akhirnya deskripsi secara kualitatif juga dilakukan untuk

merepresentasikan hasil yang telah diperoleh dalam bentuk angka sebelumnya, tapi hanya

berlaku sebagai alat bantu terakhir saja.

Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu dan tempat penelitian pada penelitian ini bersifat fleksibel karena penelitian

memiliki kegiatan utama menganalisa buku yang berarti bukan penelitian lapangan. Waktu

penelitian dilakukan selama 2 minggu yaitu pada minggu ketiga dan keempat pada bulan

April 2014 yang dimulai dari pengambilan data dari sumbernya hingga analisis data dan

penarikan kesimpulan. Tempat penelitian adalah di kota Pacitan.

Subjet Penelitian

Subject penelitian ini adalah buku paket bahasa Inggris SMK kelas X yang

berjudul”English For SMK 1” tahun akademik 13-2014. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan semua soal-soal bahasa Inggris dalam buku tersebut sebagai populasi. Tidak

ada pengambilan sample dalam penelitian in karena semua data dianalisa oleh peneliti.

Page 21: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

56

Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah semua soal-soal bahasa Inggris dalam buku paket

bahasa Inggris SMK kelas X yang berjudul”English For SMK 1” tahun akademik 13-

2014. Instrumen yang dipakai oleh peneliti adalah alat-alat tulis sederhana meliputi

bolpoin, pensil, buku-buku, penggaris, penghapus, tipeks, dan lain-lain. Dalam

pengumpulan data, peneliti berkoordinasi dengan seorang guru bahasa Inggris di SMK

Pringkuku Pacitan. SMK Pringkuku Pacitan merupakan salah satu SMK Negeri di

kabupaten Pacitan. Setelah peneliti mendapat informasi tentang buku paket bahasa Inggris

yang dipakai di SMK yang merupakan buku paket pemerintah yang dikeluarkan oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, peneliti mencari buku yang sama untuk dimiliki

sebagai data penelitian.

Teknik Analisa Data

Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh peneliti dalam menganalisa data

penelitian, meliputi; 1) Langkah pertama, peneliti mengumpulkan semua soal-soal bahasa

Inggris yang ada dalam buku paket bahasa Inggris tersebut sebagai data populasi

penelitian. 2) Langkah kedua, peneliti menganalisa semua data dengan memberikan

kategori pada setiap data dengan 5 kategori kriteria validitas berdasarkan teori Brwon

(2004) yang meliputi, Content-Related Evidence/Validitas Isi, Criterion-Related

Evidence/Validitas Kriteria, Construct-Related Evidence/Validitas konstruksi,

Consequential-Related Evidence/Validitas Konsekwensi, Face Validity/Validitas

Penampilan. Jadi dalam hal ini, tiap data dianalisa berdasarkan 5 kriteria validitas tersebut.

3) Langkah ketiga, peneliti, mengisi chek list untuk memberikan kategori pada data yang

dianalisa dalam bentuk tabel. Untuk efektivitas, peneliti menyingkat tiap kategori validitas

sebagai berikut; a) V1: Content-Related Evident/Validitas Isi, b) V2: Criterion-Related

Evidence/Validitas Kriteria, c) V3: Construct-Related Evident/Validitas Konstruksi, d)

V4: Consequential Validity/Validitas Konsekwensi, e) V5: Face Validity/Validitas

Penampilan. 4) Langkah keempat, peneliti memberikan deskripsi secara qualitative dari

data quantitative yang telah diperoleh dari hasil penelitian dalam bentuk akhir presentase.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil analisa penelitian menunjukkan ada 8 unit dalam buku. Setiap unit terdiri dari

beberapa aktivitas. Semua aktivitas dalam satu unit dibagi dalam beberapa sesi sejalan

dengan materinya. Ada beberapa aktivitas yang tidak dapat dianalisa karena tidak memuat

soal bahasa Inggris. Hasil penelitian dimuat dalam bentuk tabel. Berikut ini salah satu

contoh tabel temuan dan anlisa hasil penelitian;

UNIT 6

Learning Outcomes: 1) Traffic signs, 2) Itinerary, 3) Menu Language testing items: Section One: Traffic Signs

No Activities Instruction Validity

V1 V2 V3 V4 V5

1 Activity 1 Your teacher will dictate the meanings of some

signs and symbols. Write them down below each

picture

√ √ √ √ √

2 Activity 2 Study the signs on activity 1 and make a short

dialogue based on the model of an example

below. Then, practice it with your partner

√ √ √ √ √

3 Activity 3 Make another short dialogue about the previous

signs and symbols with the following model

√ √ × √ √

Page 22: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

57

4 Activity 4 Match the symbols with the meanings. Write

them down on the provided spaces below

√ √ × Q ×

5 Activity 5 Read this passage. Rewrite the bold printed

phrases next to the pictures of traffic signs

√ × × Q √

6 Activity 6 Understand this passage from its context. Draw

the right traffic sign in the blank boxes. Then

write the meaning of the traffic signs below

× × × × √

7 Activity 7 Write the meaning of the traffic signs you draw

above

√ √ × × ×

Section Two: Itinerary

No Activities Instruction Validity

V1 V2 V3 V4 V5

1 Activity 8 Answer these questions √ √ √ √ √

2 Activity 9 Study this train schedule and answer the questions

below

√ √ √ √ √

3 Activity 10 Answer this questions below based on the

following train schedule.

Note: Activity 10 cannot be analyzed because it

does not contain language testing.

- - - - -

4 Activity 11 Practice in pairs. Play roles as a ticket seller and

somebody who wants to go by train

√ √ √ Q √

5 Activity 12 Study the following schedule carefully to answer

the questions.

√ √ √ √ √

Section Three: Menu

No Activities Instruction Validity

V1 V2 V3 V4 V5

1 Activity 13 Answer these questions √ √ √ √ √

2 Activity 14 Study this menu and answer the questions √ √ √ √ √

3 Activity 15 Use the menu above to have conversations with

your partner

√ √ √ √ √

4 Activity 16 Answer the questions based on the following

menu

√ √ √ √ √

5 Activity 17 Search a restaurant menu on the internet. After

getting it, make at least five questions you have

learned in the previous activities about the menu

together with their answers. Exchange your to

your partner and try to correct it if there’s a

mistake. Ask your teacher if you find

difficulties

× × × × ×

6 Activity 18 Study the follwoing explanation.

Note: Activity 18 cannot be analyzed because it

does not contain language testing. It presents the

concept of degree of comparison

- - - - -

7 Activity 19 Study this chart to make sentences of

comparison

√ √ √ √ √

8 Activity 20 Write the comparative and superlative forms of

these words

√ √ × Q √

9 Activity 21 Complete the sentences with the correct forms

of the words from activity 20

√ √ √ √ √

10 Activity 22 Look at the example and make similar sentences √ √ √ √ √

11 Activity 23 Complete these sentences with superlative

forms

√ √ × × ×

12 Activity 24 Choose the right positive, comparative, or

superlative forms to complete these paragraphs.

Number one has been done for you

√ √ √ √ √

Page 23: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

58

Secara keseluruhan, jumlah semua aktivitas yang ditemukan dan dianalisa dalam buku

adalah 263 aktivitas. Seusai dengan paparan contoh tabel dan teori-teori serta pada teknik

analisa, peneliti menghitung setiap kategori validitas secara terpisah, dengan pembahasan

data sebagai berikut: Pertama, V1: Content-Related Evident/Validitas Isi. Jumlah total

aktivitas yang memenuhi Validitas Isi adalah 230 atau 87,45%. Hal tersebut dapat

dikategorikan bahwa buku tersebut memiliki kualitas excellent atau terbaik dalam hal

validitas isi.

Kedua, V2: Criterion-Related Evidence/Validitas Kriteria. Jumlah total aktivitas yang

memenuhi Validitas Kriteria adalah 216 atau 82,13%. Hal tersebut dapat dikategorikan

bahwa buku tesebut memiliki kualitas bagus dalam hal validitas kriteria.

Ketiga, V3: Construct-Related Evident/Validitas Konstruksi. Jumlah total aktivitas

yang memenuhi Validitas Konstruksi adalah 175 atau 66,54%. Hal tersebut dapat

dikategorikan bahwa buku tersebut memiliki kualitas cukup dalam Validitas Konstruksi.

Keempat, V4: Consequential Validity/Validitas Konsekwensi. Jumlah total aktivitas

yang memnuhi Validitas Konsekwensi adalah 152 atau 57,80%. Hal tersebut dapat

dikategorikan bahwa buku tersebut memiliki kualitas kurang dalam Validitas

Konsekwensi.

Kelima, V5: Face Validity/Validitas Penampilan. Jumlah total aktivitas yang

memenuhi Valditas Penampilan adalah 177 atau 67,30%. Hal tersebut dapat dikategorikan

bahwa buku tersebut memiliki kualitas cukup dalam validitas Penampilan.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Peneliti menyimpulkan beberapa aspek dari penelitian ini: 1) Materi-materi dalam

buku sudah tepat sesuai dengan level siswa SMK kelas X, 2) Satu kekurangan dengan

buku tersebut adalah aplikasi metodologi pengajaran. Aktivitas-aktivitas dalam buku

terlihat konstan dan monoton. Buku tersebut terasa hanya memberikan perintah-perintah

dan latihan-latihan saja. Buku tersebut seharusnya juga mengaplikasikan beragam

metodologi pengajaran. 3) Satu kekurangan lain dalam buku tersebut adalah dalam hal

Validitas Konsekwensi. Hal tersebut terkait dengan kesimpulan sebelumnya, yaitu

kurangnya aplikasi metodologi pengajaran. Kemungkinan paling nyata adalah berakibat

siswa yang lama-lama akan bosan dalam mempelajari buku tersebut. 4) Secara

keseluruhan, materi-materi dalam buku tersebut masih relevan untuk dipakai sebagai

bahan ajar bagi guru bahasa Inggris. 5) Aspek terbaik dalam buku tersebut adalah materi.

6) Para guru bahasa Inggris harus menggunakan beragam metodologi pembelajaran untuk

menggunakan buku tersebut untuk mengatasi kelemahan buku tersebut.

Saran Peneliti memberikan beberapa saran dari hasil dan diskusi penelitian: 1) Para guru

bahasa Inggris sebaiknya menggunakan buku-buku atau sumber materi tambahan yang

digunakan dalam pengajaran untuk mendukung buku wajib dari pemerintah. Buku-buku

atau materi-materi tambahan tersebut digunakan untuk menutupi kekurangan yang ada

dalam buku paket dari pemerintah, sehingga bisa saling melengkapi. 2) Pemerintah

sebaiknya meningkatkan kualitas buku-buku pelajaran yang diterbitkan. 3) Para guru

bahasa Inggris sebaiknya juga dapat mengembangkan keterampilan dalam

mengaplikasikan berbagai macam metodologi pengajaran dan pembelajaran sehingga

dapat memaksimalkan penggunaan buku-buku atau materi-materi pembelajaran. 4)

Pembaca sebaiknya dapat mengkritisi buku apa saja yang diterima khususnya dalam hal

karya ilmiah tanpa merendahkannya, tapi untuk mendapatkan kemajuan intelektual

Page 24: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

59

DAFTAR PUSTAKA

Alderson, J., Charles, and Banerjee. Jayanti. 2001. Language Testing and Assessment

(part 1). Cambridge: Cambridge University Press.

Brown, H., Douglas. 2004. Language Assessment Principles and Classroom Practices.

New York: Pearson Education.

Clark, J.L.D. (1975). Theoretical and technical considerations in oral proficiency testing.

In R.L. Jones and B. Spolsky (eds). Testing Language Proficiency. Arlington, VA:

Center of Applied Linguistics. 10-28.

Groot, Peter, J. M. 1990. Language Testing in Research and Education: The Need for

Standards. Standardization in Language Testing. 7: 9-23.

Hughes, Arthur. 2003. Testing for Language Teachers. Second Edition. Cambridge:

Cambridge University Press.

Messick, S . 1994. The interplay of evidence and consequences in the validation of

performance assessments. Educational Researcher. 23(2):13-23.

Messick, S . 1996 . Validity and washback in language testing. Language Testing.

13(3):41-5.

Mousavi, Seyyed Abbas. 2002. An Encyclopedic of Language Testing. Third Edition.

Taiwan: Tung Hua Book Company.

Shohamy, Elana, and Stansfield. W. Charles. 1990. The Hebrew Speaking Test: An

Example of International in Cooperation in Test Development and Validation.

Standardization in Language Testing. 7: 79-90.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Page 25: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

60

PENINGKATAN PEMAHAMAN DAN PERILAKU BERKARAKTER

MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA MELALUI

MATA KULIAH KEPRIBADIAN

Joko Sutrisno Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Pacitan

Jl. Cut Nyak Dien 4A Ploso Pacitan, e-mail: [email protected]

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Mata Kuliah Kepribadian mampu

meningkatkan pemahaman dan perilaku berkarakter Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Matematika STKIP PGRI Pacitan.

Penelitian ini termasuk jenis Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research).

Subyek dari penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika yang

menempuh Mata Kuliah Kepribadian pada semester genap tahun akademik 2012/2013.

Penelitian tindakan kelas ini mengambil desain yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc

Taggart yang merupakan pengembangan dari konsep Kurt Lewin. Teknik pengumpulan

datanya adalah tes, observasi, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan merupakan

analisis data secara kualitatif yang didukung oleh analisis data secara kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mata Kuliah Kepribadian sangat efektif dalam

meningkatkan pemahaman dan perilaku berkarakter Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Matematika STKIP PGRI Pacitan. Pemahaman mahasiswa akan nilai karakter, metode

menanamkan dan mengukurnya telah mencapai di atas 50%. Demikian halnya dengan

perilaku berkarakter mahasiswa, tiap nilai karakter telah membudaya pada lebih dari 50%

mahasiswa.

Keywords: Karakter, Kepribadian, Perilaku

PENDAHULUAN

Permasalahan budaya dan karakter di Indonesia kini menjadi sorotan tajam dari

berbagai kalangan di masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan,

tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di

media elektronik. Selain di media massa, para pemuka masyarakat, para ahli, dan para

pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan

karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun

internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan

seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn

politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media

massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan

seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum

yang lebih kuat.

Pendidikan dipandang oleh banyak kalangan sebagai salah satu alternatif terbaik

untuk mengatasi atau mengurangi masalah budaya dan karakter bangsa. Pendidikan

dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif, karena melalui pendidikan diharapkan

dapat membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat

preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa

dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai

masalah budaya dan karakter bangsa. Sekalipun tidak dipungkiri bahwa hasil dari

pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya

tahan dan dampak yang kuat di masyarakat.

Page 26: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

61

Pemerintah menyikapi berbagai persoalan tersebut dengan memberikan perhatian

yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Hal ini untuk menjawab

dan mengimplementasikan pendapat yang dikemukakan para pemuka masyarakat, ahli

pendidikan, para pemerhati pendidikan dan anggota masyarakat lainnya di berbagai media

massa, seminar, dan sarasehan yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada

awal tahun 2010, yang menyatakan bahwa adanya kebutuhan masyarakat yang kuat akan

pendidikan budaya dan karakter bangsa. Apalagi jika dikaji, bahwa kebutuhan itu, secara

imperatif, adalah sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan

Pendidikan Nasional.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Sementara

itu Kemendiknas (2010: 3) mendefinisikan karakter sebagai watak, tabiat, akhlak, atau

kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues)

yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan

bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani

bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.

Lebih lanjut Kemendiknas (2010: 9-10) menyebutkan bahwa nilai pendidikan

karakter dan budaya bangsa tersebut meliputi: 1) Religius; 2) Jujur; 3) Toleransi; 4)

Disiplin; 5) Kerja keras; 6) Kreatif; 7) Mandiri; 8) Demokratis; 9) Rasa ingin tahu; 10)

Semangat kebangsaan; 11) Cinta tanah air; 12) Menghargai prestasi; 13)

Bersahabat/Komunikasi; 14) Cinta damai; 15) Gemar membaca; 16) Peduli lingkungan;

17) Peduli sosial; dan 18) Tanggung-jawab.

Menanamkan karakter pada anak-anak merupakan tanggungjawab bersama antara

keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiganya memegang peranan penting untuk

pengembangan totalitas kepribadian atau karakter individu. Guru sebagai seorang pendidik

memiliki tugas untuk menanamkan karakter di sekolah. Bahkan tidak berlebihan juga

apabila Guru menjadi ujung tombak dalam penanaman karakter pada peserta didik.

Mengingat sejak tahun 2010, pemerintah melalui Kemendikbud menginstruksikan pada

para Guru untuk memasukkan nilai-nilai karakter pada setiap pembelajaran. Orientasinya

adalah penyemaian karakter secara integratif pada seluruh mata pelajaran, sehingga lebih

terpadu.

Sebelum memberikan pembelajaran karakter, seorang guru atau calon guru,

termasuk halnya dengan guru atau calon guru matematika, wajib memahami serta

menunjukkan perilaku yang berkarakter. Sehingga kelak apabila sudah menjadi guru,

benar-benar mampu memberikan teladan bagi para anak didiknya.

Mata Kuliah Kepribadian merupakan salah satu mata kuliah pembentuk kepribadian

dan budi pekerti mahasiswa. Sehingga menjadi suatu kewajiban apabila mata kuliah ini

diorientasikan untuk meningkatkan pemahaman dan menumbuhkan perilaku yang

berkarakter para mahasiswa. Oleh karena itu, penelitian tindakan ini menjadi sangat

penting untuk dilakukan.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) apakah Mata Kuliah Kepribadian dapat meningkatkan pemahaman karakter

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Pacitan?

2) apakah Mata Kuliah Kepribadian dapat meningkatkan perilaku yang berkarakter

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Pacitan?

Page 27: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

62

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Berdasarkan sifat masalah dan tujuannya, penelitian akan dirancang dengan

menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK yang akan dilaksanakan merupakan

upaya ilmiah sistematis untuk mengembangkan praktik pembelajaran pada Mata Kuliah

Kepribadian, dengan melakukan berbagai tindakan praktis dan terprogram.

Penelitian tindakan kelas ini mengambil desain yang dikembangkan oleh Kemmis

dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari konsep Kurt Lewin. Model Kurt

Lewin yang terdiri atas empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan

refleksi, kemudian dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart di mana pelaksanaan

tindakan dan pengamatan dilakukan secara bersamaan. Tindakan dan pengamatan tidak

dapat dipisahkan pelaksanaannya satu sama lain karena proses pengamatan dilakukan pada

saat tindakan diberikan. Dengan pertimbangan tersebut, peneliti memilih desain PTK dari

Kemmis dan Mc Taggart sebagai desain penelitian.

Kegiatan penelitian ini direncanakan menggunakan lebih dari satu siklus PTK,

sampai penelitian mendapatkan hasil refleksi yang optimal khususnya pada peningkatan

aktivitas dan prestasi belajar Mata Kuliah Kepribadian Mahasiswa Program Studi

Pendidikan Matematika STKIP PGRI Pacitan.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika STKIP

PGRI Pacitan, selama empat bulan, yakni mulai bulan Maret hingga Juni 2013.

Target/Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika,

Kelas B Semester 6 tahun akademik 2012-2013, yang berjumlah 46 orang mahasiswa.

Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

Data utama yang dibutuhkan pada penelitian data tentang pemahaman karakter dan

perilaku berkarakter mahasiswa selama mengikuti proses pembelajaran pada Mata Kuliah

Kepribadian. Data tentang pemahaman karakter mahasiswa diambil dengan menggunakan

pre test dan post test pemahaman karakter mahasiswa. Sementara data mengenai perilaku

berkarakter mahasiswa, diambil melalui pengamatan langsung dengan bantuan instrumen

yang berupa check list perilaku berkarakter para mahasiswa.

Prosedur Penelitian

Secara umum langkah kegiatan pelaksanaan PTK pada kegiatan penelitian Siklus I

adalah sebagai berikut.

a. Perencanaan

Pada tahap ini, rencana yang akan dibuat adalah sebagai berikut.

1) Merumuskan masalah-masalah yang dihadapi mahasiswa Program Studi

Pendidikan Matematika;

2) Menyusun silabus dan rancangan pembelajaran (RPP) Mata Kuliah Kepribadian;

3) Mengembangkan bahan ajar Mata Kuliah Kepribadian;

4) Menyusun lembar pre test untuk mengukur pemahaman karakter mahasiswa;

5) Menyusun check list untuk mendapatkan data mengenai perilaku berkarakter

mahasiswa selama mengikuti Mata Kuliah Kepribadian.

Page 28: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

63

b. Tindakan

Melaksanakan pembelajaran pada Mata Kuliah Kepribadian untuk

meningkatkan pemahaman dan perilaku berkarakter mahasiswa Program Studi

Pendidikan Matematika, sesuai dengan rencana yang telah disusun.

c. Observasi

Pengamatan dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui bagaimana perilaku

berkarakter mahasiswa dan berbagai kendala dalam menumbuhkan perilaku

berkarakter, baik yang dihadapi mahasiswa maupun dosen selama tindakan

pembelajaran.

d. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk menganalisis hasil tindakan agar dapat memperbaiki

tindakan berikutnya. Kegiatan refleksi ini dilakukan oleh peneliti. Siklus dalam setiap

tindakan ini diakhiri atau dihentikan dengan indikator sebagai berikut.

1) Hasil tes telah menunjukkan bahwa minimal 50% mahasiswa memiliki

pemahaman yang baik tentang karakter bangsa;

2) Hasil observasi telah menunjukkan bahwa minimal 50% mahasiswa telah

menunjukkan bahwa masing-masing nilai karakter telah membudaya.

Apabila kedua indikator tersebut belum terpenuhi, maka dilakukan siklus berikutnya

dengan berdasar pada hasil refleksi pada siklus sebelumnya sampai terpenuhinya kedua

indikator tersebut.

Teknik Analisis Data

Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan teknik interaktif berdasar

hasil tes dan hasil observasi proses pembelajaran, dengan langkah berikut:

1) Melakukan reduksi, yaitu mengecek dan mencatat kembali data-data yang telah

terkumpul;

2) Melakukan interpretasi, yaitu menafsirkan yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan;

3) Melakukan inferensi, yaitu menyimpulkan apakah dalam pembelajaran ini terjadi

peningkatan pemahaman karakter mahasiswa atau tidak (berdasar hasil tes);

4) Tahap tindak lanjut, yaitu merumuskan langkah-langkah perbaikan untuk siklus

berikutnya atau dalam pelaksanaan di lapangan setelah siklus berakhir berdasar

inferensi yang telah ditetapkan;

5) Pengambilan kesimpulan, diambil berdasarkan analisis hasil-hasil observasi yang

disesuaikan dengan tujuan penelitian ini. Kemudian dituangkan dalam bentuk

interpretasi dalam bentuk pernyataan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, di mana pada masing-masing siklus

dilaksanakan dalam empat pertemuan. Berikut adalah jadwal pelaksanaan penelitian pada

tiap pertemuan masing-masing siklus.

Tabel 1. Jadwal Pengajaran pada Tiap Siklus

Siklus Pertemuan

ke- Hari/tanggal

Jumlah

Mahasiswa

I I Selasa, 5 Maret 2013 46

II Selasa, 12 Maret 2013 45

III Selasa, 19 Maret 2013 46

IV Selasa, 26 Maret 2013 44

Page 29: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

64

Siklus Pertemuan

ke- Hari/tanggal

Jumlah

Mahasiswa

II I Selasa, 2 April 2013 46

II Selasa, 9 April 2013 46

III Selasa, 16 April 2013 45

IV Selasa, 23 April 2013 46

Hasil test menunjukkan bahwa pemahaman mahasiswa tentang nilai-nilai karakter

dan budaya bangsa mengalami peningkatan yang signifikan. Pada siklus I, pemahaman

mahasiswa pada masing-masing indikator belum ada yang mencapai 50%. Berbagai

kendala dan permasalahan yang muncul pada siklus I dijadikan pijakan dalam menyusun

perencanaan pembelajaran pada siklus II. Akibatnya, pada siklus II terjadi peningkatan

pemahaman yang signifikan. Pemahaman mahasiswa pada seluruh indikator di atas 50%.

Berikut adalah deskripsi pemahaman mahasiswa tentang nilai-nilai karakter dan budaya

bangsa pada akhir siklus I dan siklus II.

Tabel 2. Pemahaman mahasiswa pada masing-masing siklus

No Uraian

Pemahaman Konsep

Siklus I Persentase

Siklus I Siklus II

Persentase

Siklus II

1 Pemahaman akan nilai-nilai

karakter dan budaya bangsa 15 43% 29 83%

2 Pemahaman prinsip dan

pendekatan pengembangan

nilai-nilai karakter dan

budaya bangsa

11 31% 26 74%

3 Pemahaman akan metode

penilaian karakter dan

budaya bangsa

9 26% 24 69%

Setelah dilaksanakan serangkaian pembelajaran pada masing-masing siklus, di akhir

pertemuan dilakukan observasi untuk melihat perilaku karakter pada mahasiswa. Posisi

nilai yang dimiliki peserta didik adalah posisi seorang peserta didik di akhir siklus, bukan

hasil tambah atau akumulasi berbagai kesempatan/tindakan penilaian selama satu siklus

tersebut. Berikut adalah hasil tabulasi perilaku karakter dari mahasiswa pada tiap siklus.

Tabel 3. Tindakan berkarakter mahasiswa pada akhir tiap siklus

No Nilai karakter Siklus I Siklus II

BT MT MB BD BT MT MB BD

1. Religius 51% 26% 20% 3% 3% 6% 11% 80%

2. Jujur 43% 31% 20% 6% 0% 9% 14% 77%

3. Toleransi 31% 37% 26% 6% 6% 14% 26% 54%

4. Disiplin 54% 26% 17% 3% 9% 11% 23% 57%

5. Kerja keras 40% 31% 26% 3% 3% 11% 20% 66%

6. Kreatif 54% 23% 23% 0% 11% 17% 20% 51%

7. Mandiri 51% 26% 17% 6% 9% 9% 20% 63%

8. Demokratis 43% 31% 20% 6% 6% 17% 26% 51%

9. Rasa ingin tahu 31% 37% 29% 3% 6% 11% 23% 60%

Page 30: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

65

No Nilai karakter Siklus I Siklus II

BT MT MB BD BT MT MB BD

10. Semangat

kebangsaan 51% 26% 20% 3% 3% 17% 23% 57%

11. Cinta tanah air 43% 31% 20% 6% 6% 11% 20% 63%

12. Menghargai

prestasi 66% 23% 11% 0% 11% 14% 17% 57%

13. Bersahabat/

komunikatif 51% 26% 20% 3% 6% 9% 11% 74%

14. Cinta damai 43% 31% 17% 9% 0% 20% 17% 63%

15. Gemam membaca 71% 20% 9% 0% 11% 17% 20% 51%

16. Peduli lingkungan 51% 26% 20% 3% 6% 11% 23% 60%

17. Peduli sosial 43% 31% 23% 3% 3% 9% 29% 60%

18. Tanggung jawab 40% 37% 20% 3% 6% 17% 26% 51%

Keterangan:

BT: belum terlihat; MT: mulai terlihat; MB: mulai berkembang; BD: membudaya

Berdasarkan tabel 3 di atas, jelas bahwa dari 18 nilai karakter mahasiswa mengalami

peingkatan yang signifikan. Pada siklus I, sebagian besar belum menampakkan nilai

karakter. Namun pada siklus II, membudayanya nilai karakter pada diri mahasiswa, terjadi

lebih dari 50% mahasiswa. Sehingga penelitian tindakan ini berhenti hanya pada siklus II.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mata Kuliah Kepribadian sangat efektif dalam meningkatkan pemahaman karakter

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Pacitan;

2) Mata Kuliah Kepribadian sangat efektif dalam meningkatkan perilaku yang

berkarakter Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Pacitan.

Berpijak dari kesimpulan di atas, dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:

1) Mahasiswa calon guru harus belajar tentang karakter dan bagaimana menerapkan

karakter dalam pembelajaran serta mampu memberikan teladan perilaku yang

mencerminkan karakter bangsa Indonesia;

2) Dosen atau guru perlu melakukan variasi dalam membumikan dan menumbuhkan

karakter pada anak didiknya, agar lebih efektif;

3) Perlunya dukungan kebijakan yang lebih operasional dan teknis, khususnya dalam

melakukan evaluasi penanaman karakter bagi para peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., Suhardjono dan Supardi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi

Aksara.

Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Jihad dan Haris. 2009. Evaluasi pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Kemendikbud. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologu Pembelajaran Berdasarkan

Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta:

Kemendikbud.

Page 31: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

66

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan

Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Press.

Lickona, Thomas. 2012. Mendidik Untuk Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kualitatif, kuantitatif dan R

& D). Bandung: Alfabeta.

Tilaar, HAR. 2002. Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Page 32: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

67

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR

ISBD MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

STKIP PGRI PACITAN

Joko Sutrisno

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Pacitan

Jl. Cut Nyak Dien 4A Ploso Pacitan, e-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan model pembelajaran

jigsaw mampu meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya

Dasar, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Pacitan.

Penelitian ini termasuk jenis Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research).

Subyek dari penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi pendidikan Bahasa Inggris yang

menempuh Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar pada semester gasal tahun akademik

2012/2013. Obyek dari penelitian ini adalah pembelajaran menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw. Penelitian tindakan kelas ini mengambil desain yang dikembangkan

oleh Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari konsep Kurt Lewin.

Teknik pengumpulan datanya adalah tes, observasi, dan dokumentasi. Analisis data yang

digunakan merupakan analisis data secara kualitatif yang didukung oleh analisis data secara

kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar Mata Kuliah Ilmu

Sosial Budaya Dasar, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI

Pacitan. Aktivitas belajar mahasiswa tersebut meliputi partisipasi dalam berdiskusi,

mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan mempertahankan argumen. Bahkan,

prestasi belajar siswa pada akhir siklus ketiga menunjukkan bahwa 83% mahasiswa mampu

memperoleh nilai di atas 75.

Keywords: Jigsaw, Aktivitas belajar, Prestasi Belajar, Ilmu Sosial Budaya Dasar

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut adanya

peningkatan kualitas sumber daya manusia. Usaha untuk meningkatkan kualitas sumber

daya manusia dilakukan melalui proses pembelajaran dalam lembaga pendidikan. Saat ini

masih banyak masalah yang terjadi dalam pendidikan Indonesia, salah satunya masih

rendahnya mutu pendidikan dan kurangnya kesadaran mahasiswa dalam belajar. Hal ini

dapat terlihat dari nilai Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar pada Program Studi Pendidikan

Bahasa Inggris STKIP PGRI Pacitan tahun akademik 2011-2012. Berdasarkan

pengalaman peneliti, sebagian besar mahasiswa memiliki prestasi rendah. Jumlah

mahasiswa yang memperoleh nilai A 8%, nilai B 28%, nilai C 45%, nilai D 15%, dan nilai

E 4%. Kenyataan ini menunjukkan bahwa prestasi belajar mahasiswa Pendidikan Bahasa

Inggris pada Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar masih rendah.

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai

akhir yang disajikan secara khas oleh dosen. Setiap model pembelajaran mempunyai

karakteristik tertentu dengan keunggulan dan keterbatasan masing-masing. Namun saat

ini, umumnya dosen menggunakan pembelajaran yang bersifat langsung atau disebut

sebagai model pembelajaran langsung. Model pembelajaran ini memiliki ciri antara lain:

(a) pembelajaran terpusat pada dosen dan (b) urutan pembelajarannya: penjelasan atau

eksplanasi, contoh-contoh, latihan, dan balikan.

Page 33: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

68

Pada pembelajaran langsung, dosen akan membagi informasi dan perhatian kepada

seluruh mahasiswa dalam kelas tersebut. Keadaan demikian tidak memungkinkan dosen

untuk memperhatikan karakteristik masing-masing mahasiswa secara baik. Dengan

demikian, pembelajaran langsung menganggap bahwa karakteristik mahasiswa adalah

homogen.

Pembelajaran yang terpusat pada dosen mengakibatkan mahasiswa kurang aktif,

oleh karena itu perlu diubah sedemikian rupa sehingga menjadi lebih terpusat pada

mahasiswa. Demikian pula adanya anggapan bahwa seluruh mahasiswa di kelas

mempunyai karakteristik sama atau homogen membawa konsekuensi pada pemberian

perlakuan belajar yang serba sama kepada mahasiswa. Hal tersebut mengurangi

kesempatan mahasiswa untuk berkembang sesuai perbedaan atau karakteristik yang

dimilikinya.

Untuk meningkatkan keaktifan mahasiswa perlu diupayakan pembelajaran yang

sesuai. Salah satu model pembelajaran yang bisa diterapkan adalah model pembelajaran

kooperatif , yaitu model pembelajaran kelompok yang menghendaki adanya kerjasama

antara anggota kelompok dalam mempelajari materi yang diberikan dosen. Pada model

pembelajaran kooperatif, mahasiswa tidak hanya bertanggung jawab kepada dirinya

sendiri tetapi mereka juga harus bertanggung jawab kepada kelompoknya.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang pada hakekatnya

melibatkan tugas yang memungkinkan mahasiswa saling membantu dan mendukung

dalam menyelesaikan tugas. Mahasiswa mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah

informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Salah satu tipe pembelajaran

kooperatif tersebut adalah model pembelajaran Jigsaw.

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, mahasiswa dibagi dalam

kelompok-kelompok kecil yang heterogen dalam hal kemampuan akademis, jenis kelamin,

sosial-ekonomi. Materi dibagi dalam sub-sub pokok bahasan. Masing-masing anggota

kelompok dalam Jigsaw mempelajari materi yang berbeda dan bertanggung jawab untuk

mempelajari bagiannya masing-masing. Anggota-anggota kelompok dari kelompok

berbeda dengan materi yang sama bisa bertemu untuk belajar bersama, saling bertukar

pikiran, dan saling membantu untuk mempelajari materi yang sama. Kemudian mahasiswa

kembali ke kelompoknya untuk menjelaskan materi yang telah mereka pelajari kepada

anggota kelompok mereka. Dengan demikian mahasiswa hanya belajar pada bagiannya

sendiri dan mendengarkan secara teliti apa yang diterangkan oleh teman kelompoknya,

sehingga mereka termotivasi untuk belajar. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar Mata Kuliah Ilmu Sosial

Budaya Dasar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Pacitan.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3) apakah penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Pacitan?

4) apakah penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar

Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa

Inggris STKIP PGRI Pacitan?

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Berdasarkan sifat masalah dan tujuannya, penelitian akan dirancang dengan

menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK yang akan dilaksanakan merupakan

upaya ilmiah sistematis untuk mengembangkan praktik pembelajaran pada Mata Kuliah

Ilmu Sosial Budaya Dasar, dengan melakukan berbagai tindakan praktis dan terprogram.

Page 34: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

69

Penelitian tindakan kelas ini mengambil desain yang dikembangkan oleh Kemmis

dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari konsep Kurt Lewin. Model Kurt

Lewin yang terdiri atas empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan

refleksi, kemudian dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart di mana pelaksanaan

tindakan dan pengamatan dilakukan secara bersamaan. Tindakan dan pengamatan tidak

dapat dipisahkan pelaksanaannya satu sama lain karena proses pengamatan dilakukan pada

saat tindakan diberikan. Dengan pertimbangan tersebut, peneliti memilih desain PTK dari

Kemmis dan Mc Taggart sebagai desain penelitian.

Kegiatan penelitian ini direncanakan menggunakan lebih dari satu siklus PTK,

sampai penelitian mendapatkan hasil refleksi yang optimal khususnya pada peningkatan

aktivitas dan prestasi belajar Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar Mahasiswa Program

Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Pacitan.

Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada Program Studi Pendidikan Bahasa

Inggris STKIP PGRI Pacitan dalam waktu empat bulan, yaitu Oktober 2012 hingga bulan

Januari 2013.

Target/Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris,

Kelas A Semester 3 tahun akademik 2012-2013, yang berjumlah 35 orang.

Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

Data utama yang dibutuhkan pada penelitian data tentang aktivitas mahasiswa

selama mengikuti proses pembelajaran dan data tentang prestasi belajar mahasiswa pada

Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Data tentang aktivitas mahasiswa selama

mengikuti proses pembelajaran diambil dengan teknik pengumpulan data dokumentasi.

Sementara data mengenai prestasi belajar mahasiswa pada Mata Kuliah Ilmu Sosial

Budaya Dasar diambil dan diukur melalui metode tes, dengan menggunakan instrumen

berupa tes pemahaman konsep ilmu sosial budaya dasar.

Prosedur Penelitian

Secara umum langkah kegiatan pelaksanaan PTK pada kegiatan penelitian Siklus I

adalah sebagai berikut.

a. Perencanaan

Pada tahap ini, rencana yang akan dibuat adalah sebagai berikut.

1) Merumuskan masalah-masalah yang dihadapi mahasiswa Program Studi

Pendidikan Bahasa Inggris;

2) Menyusun silabus dan rancangan pembelajaran (RPP) Mata Kuliah Ilmu Sosial

Budaya Dasar;

3) Mengembangkan bahan ajar Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar;

4) Menyusun lembar tes prestasi belajar Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.

b. Tindakan

Melaksanakan pembelajaran pada Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar untuk

meningkatkan prestasi belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris,

sesuai dengan rencana yang telah disusun.

c. Observasi

Page 35: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

70

Pengamatan dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui bagaimana aktivitas

belajar mahasiswa dan berbagai kendala penerapan model pembelajaran jigsaw, baik

yang dihadapi mahasiswa maupun dosen selama tindakan pembelajaran.

d. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk menganalisis hasil tindakan agar dapat memperbaiki

tindakan berikutnya. Kegiatan refleksi ini dilakukan oleh peneliti. Siklus dalam setiap

tindakan ini diakhiri atau dihentikan dengan indikator sebagai berikut.

1) Hasil observasi telah menunjukkan bahwa minimal 50% mahasiswa telah aktif

melaksanakan setiap aspek aktivitas belajar sesuai dengan rencana yang telah

disusun;

2) Hasil tes telah menunjukkan bahwa minimal 75% mahasiswa memiliki prestasi

baik, yakni mendapatkan nilai di atas 75.

Apabila kedua indikator tersebut belum terpenuhi, maka dilakukan siklus berikutnya

dengan berdasar pada hasil refleksi pada siklus sebelumnya sampai terpenuhinya kedua

indikator tersebut.

Teknik Analisis Data

Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan teknik interaktif berdasar

hasil tes dan hasil observasi proses pembelajaran, dengan langkah berikut:

1) Melakukan reduksi, yaitu mengecek dan mencatat kembali data-data yang telah

terkumpul;

2) Melakukan interpretasi, yaitu menafsirkan yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan;

3) Melakukan inferensi, yaitu menyimpulkan apakah dalam pembelajaran ini terjadi

peningkatan prestasi belajar atau tidak (berdasar hasil tes);

4) Tahap tindak lanjut, yaitu merumuskan langkah-langkah perbaikan untuk siklus

berikutnya atau dalam pelaksanaan di lapangan setelah siklus berakhir berdasar

inferensi yang telah ditetapkan;

5) Pengambilan kesimpulan, diambil berdasarkan analisis hasil-hasil observasi yang

disesuaikan dengan tujuan penelitian ini. Kemudian dituangkan dalam bentuk

interpretasi dalam bentuk pernyataan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus, di mana pada masing-masing siklus

dilaksanakan dalam tiga pertemuan. Berikut adalah jadwal pelaksanaan penelitian pada

tiap pertemuan masing-masing siklus.

Tabel 4. Jadwal Pengajaran pada Tiap Siklus

Siklus Pertemuan

ke- Hari/tanggal

Jumlah

Mahasiswa

I I Selasa, 9 Oktober 2012 35

II Selasa, 16 Oktober 2012 35

III Selasa, 23 Oktober 2012 34

II I Selasa, 30 Oktober 2012 33

II Selasa, 6 November 2012 35

III Selasa, 13 November 2012 35

III I Selasa, 20 November 2012 35

II Selasa, 27 November 2012 34

III Selasa, 4 Desember 2012 35

Page 36: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

71

Hasil observasi tiap pertemuan pada masing-masing siklus, diketahui bahwa terjadi

peningkatan aktivitas belajar mahasiswa. Peningkatan terjadi pada setiap indikator yang di

tetapkan, yakni partisipasi mahasiswa dalam berdiskusi, mengajukan pertanyaan,

menjawab pertanyaan, dan mempertahankan argumen. Berikut adalah deskripsi aktivitas

mahasiswa berdasarkan hasil observasi.

Gambar 1. Grafik partisipasi mahasiswa

dalam berdiskusi

Gambar 2. Grafik partisipasi mahasiswa

dalam mengajukan pertanyaan

Gambar 3. Grafik partisipasi mahasiswa

dalam menjawab pertanyaan

Gambar 4. Grafik partisipasi mahasiswa

dalam mempertahankan argumen

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada keempat indikator yang ada, terjadi

peningkatan aktivitas siswa. Hasil refleksi dan perbaikan terus menerus yang dilakukan

terhadap pelaksanaan model pembelajaran jigsaw pada tiap siklus, mampu memberikan

peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas belajar mahasiswa. Bahkan aktivitasnya

melampaui dari target yang telah ditetapkan sebelumnya. Berikut adalah persentase rata-

rata aktivitas mahasiswa pada tiap siklus.

Tabel 5. Rata-rata aktivitas mahasiswa pada Tiap Siklus

Aspek yang diamati Rata-rata Aktivitas

Siklus I % Siklus II % Siklus III %

Aktivitas mahasiswa dalam

berdiskusi 9,33 27% 16,67 48% 28,67 82%

Aktivitas mahasiswa dalam

mengajukan pertanyaan 8,33 24% 16,67 48% 28,33 81%

Page 37: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

72

Aspek yang diamati Rata-rata Aktivitas

Siklus I % Siklus II % Siklus III %

Aktivitas mahasiswa dalam

menjawab pertanyaan 9,00 26% 18,00 51% 29,33 84%

Aktivitas mahasiswa dalam

mempertahankan argumen 3,33 10% 9,33 27% 17,33 50%

Hasil penelitian yang diperoleh dari tes, diketahui bahwa pada tiap siklus terjadi

peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap materi bahasan pada Mata Kuliah Ilmu

Sosial Budaya Dasar. Bahkan peningkatannya pun melampaui target yang telah ditetapkan

semula. Berikut adalah perbandingan sebaran nilai dari ketiga siklus yang ada.

Tabel 6. Perbandingan Hasil Belajar Tiap Siklus

Siklus I Siklus II Siklus III

Mean 65,43 71,77 81,26

Median 65,00 73,00 84,00

Modus 74,00 77,00 85,00

Variansi 88,72 45,71 35,73

Standar Deviasi 9,42 6,76 5,98

Ketuntasan 0 43% 83%

Tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar mahasiswa

yang signifikan. Setelah dilakukan refleksi dan perbaikan pada tiap siklus, dihasilkan

prestasi belajar mahasiswa yang sangat memuaskan, yakni 83% mahasiswa yang

memperoleh nilai di atas 75. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan model

pembelajaran mampu meningkatkan prestasi belajar mahasiswa Pendidikan Bahasa

Inggris pada Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.

Simpulan dan Saran

Berpijak pada hasil dari penelitian di atas, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1) penggunaan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Pacitan;

2) penggunaan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar Mata

Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa

Inggris STKIP PGRI Pacitan.

Berpijak dari kesimpulan di atas, dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:

1) untuk mencapai hasil belajar yang memuaskan, mahasiswa hendak lebih aktif dan

sungguh-sungguh dalam belajar;

2) dosen atau guru perlu memberikan inovasi dengan menerapkan berbagai model

pembelajaran baru untuk meingkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa;

3) dosen atau guru yang ingin menerapkan model pembelajaran jigsaw hendaknya

mempersiapkan dengan baik perangkat pembelajaran yang diperlukan, relevansi

dengan bahan ajar, serta memperhatikan alokasi waktu yang tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., Suhardjono dan Supardi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi

Aksara.

Page 38: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

73

Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Ibrahim, M., F. Rachamadiarti, M. Nur dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif.

Surabaya: University Press.

Jihad dan Haris. 2009. Evaluasi pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan

Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Press.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin, R. E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Lita.

Bandung: Nusa Media.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kualitatif, kuantitatif dan R

& D). Bandung: Alfabeta.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.

Usman, U. dan L. Setiawati. 2001. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Page 39: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

74

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM MENGHADAPI

PERGESERAN NORMA SEKS DI KALANGAN PELAJAR

M. Fashihullisan STKIP PGRI Pacitan

Abstrak

Pembelajaran di sekolah merupakan pembelajaran yang dilakukan agar siswa dapat

menghadapi kehidupan nyata pada masa sekarang maupun di waktu yang akan datang.

Kehidupan nyata di masa sekarang maupun yang akan datang adalah kondisi pergeseran

norma berkaitan dengan seks pra nikah di kalangan pelajar. Pergeseran itu banyak terungkap

dari berbagai macam hasil penelitian dari waktu-ke waktu di beberapa tempat dan kota.

Pembelajaran kontekstual ini tertumpu pada pengemanbangan kurikulum yaitu

didasarkan pada unsur-unsur kurikulum meliputi: materi, metode, media, alokasi waktu dan

evaluasi. Pengembangan materi diarahkan pada semua mata pelajaran harus mengangkat tema

sehingga terkait dengan fenomena pergeseran norma seks bebas di kalangan pelajar. Metode

yang digunakan juga harus berkaitan dengan metode pemanfaatan teknologi informasi dengan

melibatkan juga orang tua. Media yang dipergunakan adalah media berbasis teknologi

informasi sehingga tidak membosankan. Alokasi waktu pembelajaran harus dikembangkan di

luar kelas juga sehingga dapat menekan pemakaian waktu untuk hal-hal negatif. Evaluasi juga

dikembangkan tidak berbasis evaluasi akhir tetapi lebih mengarah pada evaluasi berbasis

proses.

Beberapa uraian mengenai pembelajaran kontekstual dalam menghadapi pergeseran

norma seks pra nikah di kalangan remaja dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Pembelajaran

kontekstual akan meletakkan guru, orang tua dan siswa dalam satu tahap yang sama bahwa

sekarang telah terjadi pergeseran norma seks pra nikah di kalangan remaja, 2) Pembelajaran

kontekstual akan menempatkan kurikulum yang terdiri dari materi, metode, media, alokasi

waktu dan evaluasi sebagai suatu perencanaan dan pengembangan untuk mempersiapkan diri

menghadapi kenyataan terjadinya pergeseran norma seks pra nikah di sekitar mereka sehingga

dapat menghindari hal tersebut 3) Pembelajaran kontekstual akan memindahkan fenomena

pergeseran norma seks pra nikah dari ruang yang sulit dikenali ke ruang edukasi sehingga apa

yang terjadi pada siswa dalam kecenderungan aktivitas seks pra nikah dapat dengan cepat

dikenali dan dicegah oleh guru dan kemudian orang tua.

Keywords: siswa, seks, kontekstual

LATAR BELAKANG

Pembelajaran di sekolah merupakan suatu usaha untuk mempersiapkan diri

generasi penerus dalam menghadapi kenyataan dan tantangan hidup yang sedang dihadapi

dan akan dihadapi. Pendekatan keilmuan, nalar dan analitik diharapkan membantu setiap

pelajar dalam menyelesaikan masalah-masalah yang sedang dihadapi maupun akan

dihadapi. Oleh karena itulah menjadi penting pembelajaran di sekolah menghadirkan

realitas kehidupan sehingga sekolah memberikan kontribusi yang berharga bagi setiap

pelajar dalam menghadi kehidupannya.

Tantangan hidup yang sedang dihadapi dan akan dihadapi oleh para pelajar adalah

terjadinya pergeseran nilai di lingkungan mereka. Pergeseran nilai ini yang oleh banyak

kalangan dikatakan sebagai weseternisasi, dimana norma-norma lokal telah tergerus oleh

norma-norma dari Barat atau mungkin juga digantikan oleh norma-norma Barat tersebut

karena dianggap lebih maju (Sztompka, 2004). Salah satu bentuk pergeseran norma

tersebut adalah norma mengenai seks yang didalamnya adalah hubungan seks pra nikah

yang dalam norma Barat dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan dapat diterima.

Dugaan telah terjadi pergeseran norma mengenai seks tersebut nampak dengan

jelas dalam banyak hasil penelitian di berbagai kota di Indonesia. Hasil Survei Kesehatan

Page 40: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

75

Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, BPS 2004) menunjukkan bahwa remaja setuju

melakukan hubungan seks jika akan menikah (16,2%), saling mencintai (12,0%) dan suka

sama suka (12,3%).Harian Pikiran Rakyat edisi Kamis, 29 Juli 2004 menuliskan,

sedikitnya 38.288 remaja di Kabupaten Bandung pernah berhubungan intim di luar nikah

atau melakukan hubungan seks bebas. Survei yang dilakukan BKKBN didapatkan hasil 40%

remaja berusia 15-24 tahun telah mempraktikkan seks pranikah (tahun 2002 terhadap 2.880

remaja). Serupa dengan beberapa hasil penelitian tersebut, hasil penelitian yang baru saja

dilakukan di Kota Pacitan mengenai persepsi keperawanan di kalangan mahasiswa.

Persepsi mengenai keperawanan menunjukkan hasil yang cukup rendah yang juga berarti

memperlihatkan persepsi yang tidak terlalu menghargai keperawanan. Hal yang cukup

mengejutkan adalah jawaban dari hampir 40% dari responden yang sependapat bahwa

tidak masalah seorang perempuan tidak lagi perawan asalkan saat menikah jujur

disampaikan pada suaminya. Jawanan ini sungguh benar-benar mengejutkan karena

memperlihatkan bahwa pandangan acuh akan keperawanan di kalangan mahasiswa.

Wawancara lanjutan dilakukan pada beberapa responden semakin mengejutkan

dalam penelitian tersebut. Seorang responden perempuan ketika ditanyai apakah pernah

melakukan aktivitas berciuman ketika berpacaran justru bertanya balik dengan bertanya

pada peneliti “apakah salah bila seorang yang berpacaran itu berciuman? ”. Kemudian

ketika peneliti menanyakan mengenai apakah banyak remaja perempuan yang telah

menonton film porno, maka responden tersebut dengan enteng menyebut bahwa apabila

saat sekarang ada remaja perempuan yang mengaku belum pernah menonton film porno

maka dia merupakan anak yang munafik. Responden tersebut juga menyatakan bahwa

mulai mengenal aktivitas seksual seperti ciuman dan menonton film porno telah

dilakukannya dengan teman-temannya sejak berada di tahun-tahun awal di bangku sekolah

menengah atas.

Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan dengan kuat bahwa saat sekarang

kegiatan seks pra nikah banyak dipandang bukan sebagai penyimpangan sosial lagi. Hal

ini tentu saja berbeda dengan di masa lalu ketika seks pra nikah dianggap sebagai suatu

penyimpangan sosial, sehingga pelakunya harus malu atau bahkan mendapatkan sangsi

sosial karena melanggar norma. Saat sekarang hampir semua remaja telah melakukan

aktivitas yang mengarah pada seks pran nikah atau bahkan kegiatan seks pra nikah

sehingga perilaku tersebut tidak lagi dianggap sebagai penyimpangan sosial tetapi

merupakan norma baru yang akan mapan.

Pertanyaan besar yang harus dijawab oleh sekolah maupun oleh para guru adalah

apakah akan membiarkan hal tersebut terjadi sehingga seks pra nikah akan benar-benar

menjadi norma baru? Tentu saja semua sekolah dan juga semua guru tidak akan rela

membiarkan hal tersebut terjadi. Apabila hal itu terjadi maka akan sangat sulit untuk

menanggulangi lagi perilaku seks bebas di kalangan remaja karena telah menjadi norma

yang mapan dan para remaja tidak akan merasakan beban untuk melakukannya bahkan

suatu saat akan merasa bangga melakukannya. Dimanakan kemampuan sekolah untuk

melakukan rekayasa sosial tersebut ? Efektifkah ikhtiar yang mungkin dilakukan oleh

sekolah dibandingkan serangan faktor-faktor globalisasi yang lebih masif di kalangan

pelajar dari sekedar apa yang ada di sekolah?

PEMBAHASAN

Kurikulum Sekolah

Sekolah dalam melakukan kegiatan belajar dipandu oleh kurikulum yang dirancang

dan diterapkan oleh guru dengan fasilitasi sekolah. Kurikulum dimasa lalu merupakan

Page 41: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

76

suatu paket yang diberikan oleh pemerintah untuk diterapkan dalam kegiatan belajar

sekolah. Guru tidak diberikan ruang untuk merancang dan mengembangkan kurikulum

karena guru tidak lebih hanya sebagai penyampai pesan kurikulum dalam kegiatan belajar

di sekolah.

Pola tersebut menjadikan kurikulum tidak lebih hanya sebagai paket pengetahuan

yang harus ditransfer guru kepada para siswa secara seragam bahkan dalam lingkung

nasional. Oleh karena itulah sering ditemukan kurikulum bukan merupakan jawaban atas

kebutuhan para siswa dalam waktu tertentu atau daerah tertentu. Kurikulum menjadi

tumpul untuk menghadirkan problematika nyata di sekitar kehidupan siswa karena

problematika yang diangkat kurikulum terkadang bukan merupakan bagian dari kehidupan

para siswa tersebut. Kurikulum yang ditinjau dalam periode masa tertentu juga seringkali

tergerus oleh pergeseran yang terjadi dengan sangat cepat sehingga kurikulum menjadi

tertinggal di belakang perubahan.

Sebagai contoh pada masa lalu pernah dirasakan ketika dalam buku ajar yang

merupakan bagian paket kurikulum yang mengajarkan pada anak kelas satu SD bahwa:

“Bapak Budi pergi ke sawah, Ibu Budi memasak di dapur”. Guru akan sangat sulit untuk

menjelaskan pada siswanya yang hidup di perkotaan dimana Bapak para muridnya di

sekolah tidak pernah ke sawah karena bekerja di kantor, dan juga yang memasak di dapur

adalah pembantu rumah tangga. Oleh karena itulah justru kurikulum semacam ini

bukannya menyelesaikan masalah justru semakin menambah masalah bagi guru maupun

bagi siswa.

Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan

cakrawala yang berbeda dalam perencanaan, pengembangan dan penerapan kurikulum.

Kurikulum dengan unsur; materi, media, metode, alokasi waktu dan evaluasi tersebut

diserahkan pada guru dalam kerangka pengendalian standar kompetensi dan kompetensi

dasar yang diberikan oleh pemerintah. Kelima unsur dalam kurikulum tersebut bebas

untuk dikembangkan dan ditentukan oleh guru, karena guru merupakan wujud kehidupan

nyata seseorang yang paling memahami unsur-unsur dalam kurikulum yang meliputi:

a. Materi apa yang harus disampaikan pada para siswa sebagai jawaban atas sesuatu yang

dibutuhkan para siswa.

b. Media yang efektif membantu penyampaian materi pada para siswa.

c. Metode apa yang paling mudah diterapkan oleh guru dan menyenangkan bagi para

siswa.

d. Kebutuhan waktu yang diperlukan oleh para siswa untuk menuntaskan pembelajaran

pada materi tertentu.

e. Metode evaluasi apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan belajar

telah tuntas dan berjalan sebagaimana yang direncanakan.

Penerapan KTSP tersebut kemudian disempurnakan dengan penerapan kurikulum

2013 yang berbasis tematik sehingga seringkali disebut kurikulum tematik. Kurikulum ini

lebih menekankan pada tema-tema nyata sehingga siswa merasakan bahwa kegiatan

belajar merupakan sesuatu yang ada dalam kehidupan nyata untuk dikaji dan dianalisis

dalam kegiatan belajar. Kurikulum tematik juga diharapkan memberikan ruang yang luas

pada para siswa sebagai subyek kegiatan belajar di sekolah.

Penerapan KTSP yang kemudian disusul kurikulum 2013 memberikan ruang bagi

guru untuk mengembangkan materi, media, metode, alokasi waktu dan evaluasi dalam

menghadapi perubahan norma seks pra nikah di kalangan remaja. Guru dapat

mengembangkan dan memilih materi-materi yang relevan untuk menangkal pergeseran

norma berkaitan seks pra nikah di kalangan remaja. Metode dan media yang dipakai juga

dapat disesuaikan dengan karakter para siswa yang merupakan masa remaja. Alokasi

Page 42: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

77

waktu juga dapat disesuaikan sehingga para siswa dapat benar-benar efektif belajar

mengenai pergeseran norma seks pra nikah. Evaluasi merunpakan hal yang tidak kalah

penting dalam menanggulangi fenomena ini karena guru dapat mengembangkan evaluasi

yang lebih luas misalnya dengan berorientasi proses bahkan berorientasi yang lebih luas.

Kebutuhan Pembelajaran Kontekstual

Ruang yang sangat luas bagi para guru tersebut pada kenyataan kurang berjalan

secara efektif terutama ketika berhadapan dengan fenomena pergeseran norma seks pra

nikah di kalangan remaja. Guru banyak yang sudah mengetahui tetapi kurang mampu

melakukan gerakan prefentif. Guru juga hanya terkesan asal lalu dan bahkan banyak

ditemukan juga guru pura-pura tidak tahu apa yang terjadi pada siswanya.

Akar dasar permasalahan ini adalah banyak guru yang hidup dan menjalankan

hidup terpisah dari kehidupan siswa bahkan masyarakat. Guru disibukkan dengan rutinitas

kehidupan di sekolah dengan segala perangkat administrasi kurikulum sehingga kurang

memiliki kesempatan untuk memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

Masyarakat termasuk orang tua siswa yang ada didalamnya seringkali secara bulat telah

mempercayakan apa yang terjadi pada para siswa di usia remaja ini pada sekolah dan guru

sehingga tidak pernah merasa perlu lagi berinteraksi dan berkomunikasi dengan guru

maupun sekolah.

Guru dan sekolah pada satu sisi, serta orang tua dan masyarakat pada sisi lain,

ternyata siswa dalam usia remaja tersebut berjalan pada sisi yang lain lagi. Mereka yang

semestinya berjalan dalam satu jalur dengan peran berbeda-beda ternyata berada di

persimpangan yang satu dengan yang lain sama-sama tidak mengenal. Siswa yang pada

masa remaja tersebut telah jauh meninggalkan guru dan orang tua akibat akses pada

perkembangan teknologi informasi. Para siswa yang juga berada pada masa remaja

tersebut telah memasuki dunia yang guru dan orang tua juga belum pernah mengalami

bahkan untuk sekedar menerka pun belum pernah. Apa yang dialami oleh guru dan orang

tua ketika mereka remaja sangat berbeda dengan siswa atau anak mereka ketika pada masa

remaja sekarang.

Sebagai contoh, saat sekarang teknologi bahkan mampu menghadirkan film-film

dewasa dalam ruang yang sangat pribadi dan tertutup para sisiwa yang masih remaja ini.

Film porno dapat di downlod dari internet dan kemudian dilihat secara pribadi oleh

seorang siswa tanpa melibatkan pihak lain dan jasa orang lain. Mereka juga dapat dengan

mudah menghapus file film porno tersebut setelah selesai meliahatnya. Dapat dibayangkan

betapa mengerikannya kondisi semacam ini.

Kondisi semacam inilah yang kemudian secara berlahan dan pasti secara bersama-

sama merubah persepsi para pelajar dan pada tahap selanjutnya merubah pula perilaku

mereka untuk bersinggungan bahkan melakukan kegiatan seks pra nikah. Sebagaimana

fakta yang baru saja muncul ke permukaan yaitu ketika pelajar di salah satu SMP negeri di

Jakarat yang ternyata melakukan kegiatan seksual secara bersama-sama dan kemudian

merekamnya. Berita ini sungguh mengagetkan jajaran guru di sekolah itu dan juga para

orang tua. Kekagetan pada para guru dan orang tua itu memperlihatkan bahwa kesadaran

mereka telah tertinggal beberapa langkah dengan apa yang terjadi pada para remaja.

Berpijak dari kondisi seperti itulah maka pembelajaran kontekstual diharapkan

akan menempatkan guru, orang tua dan siswa yang dalam usia remaja berada dalam satu

pemahaman yang sama. Guru dan orang tua harus meletakkan diri pada sebuah kesadaran

bahwa apapun kondisi anak-anak mereka dan siswa mereka pada kenyataannya mereka

telah masuk dalam sebuah pergeseran besar norma yang melingkupi kehidupan seks pra

nikah. Tidak seoarangpun guru dan orang tua yang masih menyampaikan bahwa siswa dan

Page 43: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

78

anak mereka tidak dalam kondisi yang memungkinkan dengan aktivitas yang mengarah

seks pra nikah karena hal tersebut pada saat sekarang sudah merupakan keniscayaan

adanya.

Pemahaman akan kondisi nyata yang melingkupi remaja tersebut maka kemudian

dijadikan pijakan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulumnya. Semua guru

secara bahu-membahu dengan pijakan mata pelajaran yang diampu harus memasukkan

kondisi nyata yang ada di kalangan remaja tersebut pada sebuah bangunan utuh

kurikulum. Oleh karena itulah sudah tidak zamannya lagi seorang guru yang mengatakan

bahwa seks pra nikah di kalangan siswa dalam usia remaja merupaka kenakalan remaja

dan penyimpangan sosial sehingga harus ditangani secara intensif oleh guru bimbingan

konseling dan guru agama.

Semua guru apapun mata pelajarnya dengan kurikulum tematik dapat menerapkan

kondisi nyata tersebut dalam wujud pembelajaran kontekstual dari sisi materi, media,

metode, alokasi waktu dan evaluasinya. Berikut adalah salah satu contoh pengembangan

kurikulum untuk pembelajaran kontekstual yang telah mempertimbangkan pergeseran

norma seks pra nikah di kalangan remaja:

a. Materi

Materi pergeseran norma dibahas dalam semua tema yang memungkinkan berkaitan

dengan hal ini misalnya pada mata pelajaran agama berkaitan dengan keimanan pada

Tuhan, pada mata pelajaran Biologi berkaitan dengan resiko-resiko fisik dan

kesehatan, pada mata pelajaran ekonomi berkaitan dengan beban ekonomi yang harus

ditanggung ketika terjadi resiko seks pra nikah pada remaja.

b. Metode

Guru sudah mulai mengembangkan metode belajar yang melibatkan orang tua

misalnya tentang pemanfaatan media internet yang sehat, metode berbasis

pengembangan kreativitas remaja dengan arah positif dalam pemanfaatan teknologi

informasi melalui proyek pembuatan film dan beberapa metode lainnya.

c. Media

Guru tidak lagi terpancang dengan media-media tekstual semacam buku, tetapi sudah

mulai mengarahkan para siswa untuk memanfaatkan media nyata di sekitar kehidupan

mereka misalnya pengamatan perilaku seks remaja yang ada dilingkungannya dan

resiko-resiko yang dihadapi.

d. Alokasi Waktu

Alokasi waktu dalam pembelajaran kontekstual tidak hanya terpancang pada alokasi

waktu di kelas tetapi bagaimana mengalokasikan waktu dalam sebuah kegiatan belajar

yang menarik meskipun di luar sekolah misalnya dengan menyibukkan mereka dalam

proyek-proyek yang mengembangkan kreativitas dengan alokasi waktu di luar kelas.

e. Evaluasi

Pembelajaran kontekstual lebih mengarahkan pada evaluasi yang berorientasi proses

sehingga guru juga secara aktif memahami dan mendalami proses-proses yang terjadi

pada siswanya.

Dampak Pembelajaran Kontekstual tentang Seks Pra Nikah

Pembelajaran konteskstual mengenai seks pra nikah pada kalangan siswa

diharapkan berdampak positif pada pemahaman mereka untuk tidak melakuan aktivitas

seks pra nikah. Pergeseran mengenai norma seks pra nikah yang ada di sekitar mereka

tidak akan bekerja dengan efektif pada siswa yang telah melakukan pembelajaran

kontekstual tersebut karena mereka telah dibekali oleh semua pengetahuan, sikap dan

keterampilan dalam pembelajaran di sekolah. Para siswa tersebut ibarat tentara yang sudah

Page 44: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

79

dibekali semua persenjataan termasuk juga sikap dan keterampilan dalam menghadapi

peperangan.

Dapak lain yang tidak kalah penting adalah perilaku seks pra nikah pada kalangan

remaja bukan merupakan sesuatu yang tidak di permukaan. Pembelajaran kontekstual akan

menempatkan pergeseran norma tersebut dalam ruang edukatif sehingga guru dan orang

tua akan dengan mudah mengenali sikap dan perilaku para siswa tersebut mengenai

pergeseran norma seks pra nikah. Oleh karena itulah akan mudah dikenali apabila terdapat

indikasi-indikasi yang mengarah pada sikap dan perilaku siswa pada aktivitas seks pra

nikah sehingga guru dan orang tua segera dapat melakuan langkah-langkah preventif

pencegahan.

Kesimpuan

Uraian mengenai pembelajaran kontekstual dalam menghadapi pergeseran norma

dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pembelajaran kontekstual akan meletakkan guru, orang tua dan siswa dalam satu tahap

yang sama bahwa sekarang telah terjadi pergeseran norma seks pra nikah di kalangan

remaja.

2. Pembelajaran kontekstual akan menempatkan kurikulum yang terdiri dari materi,

metode, media, alokasi waktu dan evaluasi sebagai suatu perencanaan dan

pengembangan untuk mempersiapkan diri menghadapi kenyataan terjadinya

pergeseran norma seks pra nikah di sekitar mereka sehingga dapat menghindari hal

tersebut.

3. Pembelajaran kontekstual akan memindahkan fenomena pergeseran norma seks pra

nikah dari ruang yang sulit dikenali ke ruang edukasi sehingga apa yang terjadi pada

siswa dalam kecenderungan aktivitas seks pra nikah dapat dengan cepat dikenali dan

dicegah oleh guru dan kemudian orang tua.

DAFTAR PUSTAKA

Masland, RP. 1997. Apa yang Ingin Diketahui Remaja tentang Seks. Alih Bahasa: Windy,

MT. Jakarta: Bumi Aksara.

Mitra Citra Remaja-PKBI Jabar. 1999. Perkembangan Seksualitas Remaja.

Schram, Wilbur. 1984. Media Besar Media Kecil Alat dan Teknologi untuk Pendidikan.

IKIP Semarang Press.

Suwarsono dan So, Alvin Y. Perubahan Sosial dan Pembangunan Indonesia. LP3ES.

Jakarta.

Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada Media. Indonesia.

Page 45: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

80

KESALAHAN BELAJAR MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN

SOAL PROGRAM LINEAR

Sofyan Mahfudy Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Pacitan

Jl. Cut Nyak Dien No.4A Ploso Pacitan email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesalahan yang dilakukan mahasiswa

dalam menyelesaikan soal program linear dan untuk mengetahui penyebab kesalahannya.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang

digunakan adalah metode tes tertulis dan metode wawancara. Analisis data dilakukan

dengan reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), penarikan

kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/ verification). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa: Pada langkah pemodelan soal cerita, kesalahan mahasiswa dalam

menyelesaikan soal program linear terjadi pada: (a) penggunaan tanda pertidaksamaan

pada model matematis dan (b) kesalahan dalam memanipulasi informasi dalam soal

menjadi bentuk matematis. Penyebab kesalahan tersebut adalah lemahnya pemahaman

mahasiswa terhadap bahasa soal terutama bahasa matematis. Pada langkah penyelesaian

dengan metode garis selidik, kesalahan mahasiswa dalam menyelesaikan soal program

linear terjadi pada: (a) proses menggambar garis dari persamaan kendala, (b) penentuan

daerah layak, dan (c) penggunaan garis selidik untuk menentukan titik optimum.

Penyebab kesalahan tersebut adalah: (a) lemahnya penguasaan materi prasyarat tentang

garis, (b) kurang terampilnya penggunaan metode pencarian titik layak yang mewakili

daerah penyelesaian, dan (c) lemahnya pemahaman terhadap konsep dan tujuan garis

selidik. Pada langkah penyelesaian dengan metode simplek, kesalahan mahasiswa dalam

menyelesaikan soal program linear terjadi pada: (a) penentuan bentuk kanonik siap

simplek dan (b) penentuan tablo baru. Penyebab kesalahan tersebut adalah: (a)

pemahaman yang lemah terhadap konsep variabel pengetat dan variabel semu, (b)

ketrampilan yang kurang dalam penentuan operasi baris elementer yang digunakan untuk

mengisi tablo baru, dan (c) ketrampilan yang kurang dalam komputasi bilangan.

Keywords: kesalahan belajar, soal program linear

PENDAHULUAN

Penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi salah satunya adalah untuk menghasilkan

mahasiswa yang mempunyai kemampuan dalam bidang tertentu dan mampu menggunakannya

dalam memecahkan masalah sehari-hari (Undang-Undang Nomor 20 tentang Sisdiknas, 2003).

Sejalan dengan itu, mata kuliah program linear sebagai mata kuliah wajib bagi mahasiswa program

studi pendidikan matematika juga memberikan kemampuan kepada mahasiswa dalam

menyelesaikan masalah sehari-hari terutama yang berkaitan dengan masalah optimisasi.

Optimisasi ini bertujuan untuk mendapatakan solusi penyelesaian yang paling menguntungkan

(optimal) dan tetap memenuhi hal-hal yang dipersyaratkan atau yang lebih dikenal dengan kendala

(Susanta, 1990).

Pada umumnya mata kuliah program linear yang diberikan kepada mahasiswa program

studi pendidikan matematika difokuskan pada materi metode garis selidik dan metode simplek

yang sederhana. Dengan materi tersebut diharapkan mahasiswa memiliki dasar berpikir yang benar

dalam memecahkan masalah-masalah optimisasi sederhana dalam kehidupan sehari-hari dan juga

pemahaman yang benar untuk bekal sebagai calon pendidik nantinya. Oleh karenanya, penguasaan

materi program linear menjadi sangat penting bagi mahasiswa program studi pendidikan

matematika.

Dalam kegiatan perkuliahan mata kuliah program linear, tidak bisa dipungkiri masih

terdapat mahasiswa yang mengalami kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal program linear.

Pada penyelesaian soal program linear bentuk soal cerita misalnya, mahasiswa mengalami

Page 46: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

81

kesalahan pada aspek bahasa atau menterjemahkan maksud soal dan kesalahan pada aspek strategi

atau penyelesaian masalah (Nur Kholid, 2011). Identifikasi awal yang dilakukan peneliti di kelas

juga menunjukkan bahwa banyak mahasiswa yang masih lemah dalam memodelkan soal cerita ke

dalam bentuk matematis. Padahal penguasaan pembuatan model matematika dalam pemecahan

masalah sangat penting karena sebenarnya “models, or idealized representations, are an integral

part of everyday life” (Hillier dan Lieberman dalam Budiyono, 2008). Ini menunjukkan bahwa

pemodelan matematika dari suatu masalah nyata merupakan bagian yang senantiasa lekat dalam

kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut Hiller dan Lieberman dalam Budiyono (2008) menyebutkan “a

mathematical model forms a bridge to the use of high powered mathematical techniques and

computers to analyze the problem”. Ini lebih penting karena ternyata bentuk dari model

matematika adalah sebagai jembatan atau perantara dalam menggunakan matematika dan

komputer untuk menganalisa suatu masalah. Kesalahan yang mungkin juga terjadi adalah pada

proses penyelesaian soal program linear yang sudah berupa model matematika dengan metode

garis selidik dan metode simpleks.

Kesalahan tersebut di atas jika dibiarkan berlanjut akan berpengaruh terhadap kualitas

kompetensi lulusan. Pada akhirnya akan menjadi masalah serius apabila pola kesalahan ini

berlanjut sampai lulusan tersebut menjadi seorang pendidik atau guru yang menyampaikan materi

yang sama pada anak didiknya nanti. Oleh karenanya diperlukan suatu upaya untuk mengetahui

kesalahan belajar mahasiswa dalam mata kuliah program linear melalui suatu tindakan penelitian.

Berangkat dari deskripsi singkat di atas, maka penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk

mendeskripsikan kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam menyelesaikan soal program linear

dan untuk mengetahui penyebab kesalahan mahasiswa tersebut. Hasil penelitian ini nantinya

diharapkan menjadi wahana alternatif dalam memahami kesalahan yang dilakukan mahasiswa

dalam menyelesaikan soal program linear untuk kemudian dilakukan langkah lanjutan sehingga

kesalahan tersebut dapat diminimalisir. Diagram 1 berikut diharapkan dapat mewakili ide dari

penelitian ini yang mana penelitian ini hanya terfokus kepada (a) langkah pemodelan pada soal

cerita, (b) langkah penyelesaian pada metode garis selidik, dan (c) langkah penyelesaian dengan

metode simplek.

Diagram 1. Alur Ide Penelitian

Tidak

Ya

Tidak

Ya Tidak

Ya

Masalah Optimisasi

Bentuk Masalah Nyata (Soal Cerita) Bentuk Matematis

Memodelkan Sala

Letak Kesalahan?

Metode

Garis Selidik Simplek

SalaLetak Kesalahan? Solus Sala

Letak Kesalahan?

Page 47: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

82

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang berupaya untuk

mendeskripsikan kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam menyelesaikan soal

program linear. Disebut sebagai penelitian deskriptif karena peneliti melakukan analisis

hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara

sistematik (Syaifuddin Azwar, 2007: 6). Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkup program studi pendidikan matematika STKIP PGRI

Pacitan dengan kurun waktu pelaksanaan selama 5 bulan yaitu mulai tanggal 1 Januari 2014

sampai dengan tanggal 30 Mei 2014.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester VIII jurusan pendidikan matematika

STKIP PGRI Pacitan yang telah menempuh mata kuliah program linear. Dari 3 rombongan belajar

sebanyak 117 mahasiswa, dipilih 5 mahasiswa sebagai subjek penelitian. Kelima mahasiswa

tersebut dipilih berdasarkan identifikasi awal peneliti yang menunjukkan bahwa kelima mahasiswa

tersebut mengalami indikasi kesalahan paling banyak dan bervariasi jenis kesalahannya dalam

menyelesaikan soal materi program linear. Jadi kelima subjek tersebut dimungkinkan dapat

memberikan informasi kesalahan dalam menyelesaikan soal program linear. Subjek dalam

penelitian ini tidak mewakili rombongan belajar yang ada, tetapi hanya mewakili subjek itu

sendiri.

Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan oleh peneliti melalui teknik tes tertulis dan

teknik wawancara. Instrumen utama pengumpul data kesalahan belajar mahasiswa adalah

peneliti sendiri dan didukung dengan instrumen bantu yang berupa instrumen tes tertulis

dan pedoman wawancara tak terstrukutur. Wawancara digunakan untuk menggali

informasi lebih dalam tentang penyebab kesalahan belajar mahasiswa dan selanjutnya data

yang diperoleh akan dibandingkan dengan data hasil tes tertulis. Jika data dari kedua

metode tersebut memiliki kesamaan, maka disimpulkan data tersebut valid dan akan

dilakukan analisis untuk menghasilkan suatu kesimpulan.

Instrumen tes tertulis terdiri dari 4 butir soal yang rinciannya adalah 2 buah soal

berbentuk soal cerita dan 2 buah yang lainnya adalah soal yang sudah berbentuk model

matematis. Butir instrumen tersebut telah dinyatakan valid oleh validator dan sudah

dilakukan uji coba terhadap butir tersebut untuk mengetahui sejauh mana butir soal

mengukur apa yang seharusnya diukur sehinga dapat menghasilkan data yang diperlukan

dalam penelitian ini. Instrumen tes tertulis secara lengkap dapat dilihat pada tabel 1

(rincian instrumen tes uraian). Sedangkan instrumen pedoman wawancara tidak

dipaparkan dalam makalah ini.

Tabel 1. Rincian Instrumen Tes Uraian

No Bunyi Soal

1 Seorang peternak ayam pedaging mempunyai 2 jenis vitamin yang dapat diberikan

kepada ayam-ayamnya, yaitu V1 dan V2. Masing-masing vitamin V1 dan V2 ini

mengandung 3 unsur yaitu unsur A, unsur B, dan unsur C. Tiap satu sachet vitamin V1

mengandung 3 mg unsur A, 7 mg unsur B, dan 3 mg unsur C. Sedangkan untuk tiap satu

sachet vitamin V2 mengandung 3 mg unsur A, 2 mg unsur B, dan 8 mg unsur C. Agar

siap dipanen dalam waktu yang tepat, seekor ayam harus memakan unsur A minimal 21

mg, unsur B minimal 24 mg, dan unsur C sebanyak 36 mg. Bila harga satu sachet

vitamin V1 adalah Rp. 1.500,00 dan vitamin V2 adalah Rp. 2.000,00, maka tentukan

banyak sachet vitamin V1 dan V2 yang harus dibeli agar biaya pembelian seminimal

mungkin (diasumsikan faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ayam diabaikan).

Modelkan masalah di atas dan selesaikan dengan garis selidik (metode garis selidik).

Page 48: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

83

No Bunyi Soal

2 Sebuah perusahaan sepatu akan memproduksi dua jenis sepatu yaitu sepatu jenis

olahraga dan sepatu jenis kantor. Setiap pasang sepatu olahraga memerlukan

bahan sebanyak 3600 cm2 kulit sintesis dan menghabiskan waktu penyelesaian

selama 3 jam. Setiap pasang sepatu kantor memerlukan bahan sebanyak 2500

cm2

kulit sintesis dan menghabiskan waktu penyelesaian selama 4 jam. Bahan

kulit sintesis yang tersedia pada perusahaan sebanyak 375m2

dan waktu yang

tersedia untuk membuat kedua jenis sepatu tersebut adalah 3000 jam. Sementara

gudang penyimpanan sepatu jadi (sepatu sudah dalam box/dus) jika ditempati

sepatu jenis olahraga mampu memuat tepat 600 pasang dan jika ditempati sepatu

jenis kantor mampu memuat tepat 500 pasang. Perusahaan telah mempunyai

kesepakatan dengan salah satu retail peralatan olahraga yang berupa

kesanggupan untuk memenuhi pesanan retail tersebut yaitu 170 pasang sepatu

jenis olahraga. Keuntungan untuk satu pasang sepatu olah raga adalah Rp.

40.000,00 dan keuntungan untuk satu pasang sepatu kantor Rp. 50.000,00. Buat

model matematika dari permasalahan tersebut sehingga keuntungan perusahaan

maksimum.

3 Dengan metode simplek, tentukanlah tak negatif dan nilai programnya yang

meminimumkan fungsi sasaran f = dengan kendala sebagai berikut: dan

4 Dengan metode simplek, tentukanlah tak negatif dan nilai programnya yang

memaksimumkan fungsi sasaran f = dengan kendala sebagai berikut:

; ; dan

Teknik Analisis Data

Proses analisis data dalam penelitian kualitatif dimulai sejak sebelum peneliti

memasuki lapangan (Surya Dharma, 2008: 11). Aktivitas dalam analisis data meliputi

reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), serta penarikan kesimpulan,

dan verifikasi (conclusion drawing/ verification). Reduksi data adalah proses analisis

untuk memilih, memusatkan perhatian, menyederhanakan, mengabstraksikan serta

mentransformasikan data yang muncul dari catatan-catatan lapangan (Patilima dalam

Surya Dharma, 2008: 13). Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah

penyajian (display) data. Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi

terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami.

Langkah berikutnya dalam proses analisis data kualitatif adalah menarik kesimpulan

berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Kesimpulan awal yang dikemukan

masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti kuat yang

mendukung tahap pengumpulan data berikutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang dipaparkan dan dibahas berikut berasal dari data yang valid dan telah

melalui tahapan analisis data. Berikut ini adalah paparan hasil dan pembahasan dari

kesalahan pada masing-masing fokus penelitian.

Langkah Pemodelan pada Soal Cerita

Pada soal nomor 1 dan nomor 2, mahasiswa mengalami kesalahan dalam

memodelkan soal cerita menjadi bentuk matematis. Dengan kata lain mahasiswa salah

dalam mengubah bahasa informal (bahasa sehari-hari) ke formal matematis (formula

matematikanya). Ini dikarenakan mahasiswa kurang memahami bahasa soal, terutama

Page 49: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

84

bahasa yang bersifat matematis seperti kata-kata “minimal” dan “maksimal”. kibatnya,

dalam merumuskan bentuk matematis mahasiswa terbalik dalam penggunaan tanda

pertidaksamaan yaitu ≤ dan ≥. Dari hasil wawancara juga mendukung hal tersebut. Selain

itu mahasiswa kesulitan dalam memahami soal yang memerlukan manipulasi dalam

pemodelannya seperti soal nomor 2.

Pada soal nomor 1, mahasiswa merumuskan bentuk matematisnya dalam bentuk

fungsi kendala sebagai berikut: x ≥ , y ≥ , 3x + 3y ≤ 1, 7x + 2y ≤ , dan 3x + 8y ≤ 36,

dengan pemisalan x adalah banyak sachet vitamin V1 dan y adalah banyak sachet vitamin

V2. Ini menunjukkan mahasiswa belum paham terhadap makna kata “minimal”. Tentunya

kesalahan ini akan berpengaruh terhadap hasil selanjutnya. Sementara pada soal nomor 2,

mahasiswa merumuskan bentuk matematisnya dalam bentuk fungsi kendala sebagai

berikut: x ≥ 17 , y ≥ , 36x + 25y ≤ 375 , 3x + 4y ≤ 3 , dan 6x + 5y ≤ 3 , dengan

pemisalan x adalah banyak pasang sepatu jenis olahraga dan y adalah banyak banyak

pasang sepatu jenis kantor. Bentuk 6x + 5y ≤ 3 diperoleh mahasiswa dari informasi

dalam soal yang terkait dengan volume gudang dan volume box pembungkus masing-

masing sepatu. Ini menunjukkan bahwa mahasiswa masih kesulitan dalam memanipulasi

informasi dalam soal yang membutuhkan manipulasi untuk mendapatkan model

matematisnya. Pada proses wawancara, mahasiswa juga mengungkapkan kesulitan yang

sama pada pemodelan yang berkaitan dengan volume tersebut. Selanjutnya mahasiswa

mengungkapkan memperoleh model 6x + 5y ≤ 3 hanya dari perkiraan-perkiraan saja

(bersifat intuitif), tidak melalui proses manipulasi dan penghitungan yang benar.

Langkah Penyelesaian dengan Metode Garis Selidik

Pada soal program linear yang memuat 2 variabel, atau 3 variabel dengan terdapat

bentuk persamaan di dalamnya, maka soal tersebut dapat diselesaikan dengan metode

garis selidik. Pada instrumen dalam penelitian ini terwakili oleh butir soal nomor 1.

Mahasiswa yang berhasil memodelkan soal cerita ke dalam bentuk matematis selanjutnya

mereka melakukan langkah-langkah untuk menyelesaikan dengan metode garis selidik.

Kesalahan yang ditemukan pada proses ini adalah mahasiswa salah dalam menggambar

garis dari persamaan fungsi kendala. Kesalahan ini adalah kesalahan yang sangat

mendasar dan merupakan akibat dari kurangnya pemahaman terhadap materi prasyarat.

Kesalahan selanjutnya setelah mahasiswa dapat menentukan model matematis

adalah mahasiswa salah dalam menentukan daerah penyelesaian. Ini dikarenakan mereka

kesulitan di dalam melakukan upaya untuk menentukan daerah manakah yang memenuhi

kendala tersebut. Kesalahan mahasiswa yang lain adalah mahasiswa salah dalam strategi

penyelesaian. Pada metode garis selidik, penyelesaian mahasiswa masih terpola pada

langkah mensubstitusikan titik-titik perpotongan garis dari persamaan fungsi kendala ke

dalam fungsi sasaran. Solusi atau penyelesaian yang diperoleh memang benar, tetapi

langkah tersebut salah secara konsep penyelesaian dengan metode garis selidik. Dari

dokumentasi penyelesaian terlihat bahwa mahasiswa sebenarnya telah menggambar garis

selidik. Akan tetapi kesalahan yang terjadi adalah mahasiswa hanya menggambar satu

garis selidik saja dan sebagian menggambar dua garis selidik, tetapi tidak melakukan

penyimpulan terhadapnya. Akibatnya langkah dalam mencari titik optimum adalah dengan

mensubstitusikan titik-titik perpotongan garis dari persamaan fungsi kendala ke dalam

fungsi sasaran seperti dijelaskan di awal. Kesalahan ini disebabkan oleh pemahaman yang

kurang terhadap konsep dan tujuan dari garis selidik. Hal ini didukung dari hasil

wawancara yang menunjukkan mahasiswa masih belum paham terhadap konsep dan

tujuan dan garis selidik.

Page 50: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

85

Langkah Penyelesaian dengan Metode Simplek

Soal program linear yang memuat kendala dengan lebih dari dua variabel tentu

tidak bisa diselesaikan dengan metode grafik. Langkah penyelesaian yang digunakan

adalah dengan metode simplek. Pada instrumen dalam penelitian ini terwakili oleh butir

soal nomor 3 dan nomor 4.

Pada metode simplek, kesalahan yang dilakukan mahasiswa adalah dalam

menentukan bentuk kanonik yang siap simplek. Data dari dari hasil tes tertulis dan

wawancara menunjukkan kesamaan. Pada soal nomor 3, mahasiswa merumuskan bentuk

kanonik siap simplek dalam bentuk: (a) 3x + 4y + a ≥ 1 dan x – 2y – b + c ≥ – 13; (b) x +

4y – a = 12 dan x – 2y – b + c = – 1. Dari hasil dokumentasi tes tertulis dan hasil

wawancara diperoleh bahwa mahasiswa kesulitan dalam memahami variabel pengetat dan

variabel semu. Kesalahan yang lain adalah masih adanya suku tetap pada bentuk kanonik

yang bernilai negatif. Padahal syarat bentuk kanonik siap simplek adalah tidak ada suku

tetap yang bernilai negatif. Berdasar data wawancara, mahasiswa mengaku lupa terhadap

persyaratan tersebut.

Kesalahan pada langkah metode simplek yang lain adalah mahasiswa salah dalam

mengisi tablo baru yang lebih optimum. Kesalahan ini disebabkan antara lain adalah

kesulitan dalam menentukan operasi baris elementer dan kesulitan dalam melakukan

komputasi terhadap elemen-elemen baris pada tablo dengan operasi baris elementer yang

ditentukan. Data wawancara juga sejalan dengan data yang ada pada dokumentasi

penyelesaian tes tertulis. Mahasiswa juga mengaku lebih sulit menentukan tablo baru yang

lebih optimum apabila elemen-elemen pada tablo simplek bernilai bukan suatu bilangan

bulat (pecahan).

KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka

kesimpulan penelitian dikategorikan menjadi tiga, yaitu: Pertama, Pada langkah

pemodelan soal cerita, kesalahan mahasiswa dalam menyelesaikan soal program linear

dalam bentuk soal cerita terjadi pada: (a) penggunaan tanda pertidaksamaan pada model

matematis (kendala utama) dan (b) manipulasi informasi dalam soal menjadi bentuk

matematis. Penyebab kesalahan tersebut adalah lemahnya pemahaman mahasiswa

terhadap bahasa soal terutama bahasa matematis.

Kedua, Pada langkah penyelesaian dengan metode garis selidik, kesalahan

mahasiswa dalam menyelesaikan soal program linear terjadi pada: (a) proses mengambar

garis dari persamaan fungsi kendala, (b) penentuan daerah penyelesaian (daerah layak

yang memenuhi semua kendala), dan (c) penggunaan garis selidik untuk menentukan titik

optimum. Penyebab kesalahan tersebut adalah: (a) lemahnya penguasaan materi prasyarat

tentang persamaan garis, (b) kurang terampilnya penggunaan metode pencarian titik layak

yang mewakili daerah penyelesaian, dan (c) lemahnya pemahaman terhadap konsep dan

tujuan garis selidik. Temuan lain pada langkah penyelesaian dengan metode garis selidik

adalah mahasiswa masih terpola pada cara mensubstitusikan titik-titik potong garis dari

persamaan kendala-kendala yang ada kemudian mensubstitusikannya pada fungsi sasaran.

Langkah ini pada soal tertentu bisa benar, tetapi tidak bisa untuk mendeteksi jika soal

memiliki solusi atau penyelesaian yang tak berhingga banyaknya.

Ketiga, Pada langkah penyelesaian dengan metode simplek, kesalahan mahasiswa

dalam menyelesaikan soal program linear terjadi pada: (a) penentuan bentuk kanonik siap

simplek dan (b) penentuan tablo baru sebagai tablo yang lebih optimum dari tablo yang

sebelumnya. Penyebab kesalahan tersebut adalah: (a) pemahaman yang lemah terhadap

Page 51: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

86

konsep variabel pengetat dan variabel semu, (b) ketrampilan yang kurang dalam

penentuan operasi baris elementer yang digunakan untuk mengisi tablo baru, dan (c)

ketrampilan yang kurang dalam komputasi bilangan.

Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut di atas dan dengan mengingat

pentingnya pembelajaran program linear di program pendidikan matematika untuk

membekali mahasiswa calon guru, maka saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Dalam pembelajaran dosen menyampaikan soal yang terkait dengan kehidupan sehari-

hari (contextual) agar mahasiswa terbiasa dengan masalah nyata senantiasa memotivasi

mahasiswa untuk menyelesaikan setiap tugas yang dihadapi. 2) Setiap selesai satu topik

bahasan, hendaknya dosen melakukan pemetaan kesalahan belajar mahasiswa dan

melakukan tindak lanjut seperti drilling soal, pemberian tugas terstruktur, dan kegiatan

asistensi (pendampingan). 3) Perlu ada penelitian lebih lanjut yang memetakan kesalahan

berdasar tipe gaya belajar atau gaya berpikir.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyono. 2008. Kesalahan Mengerjakan Soal Cerita dalam Pembelajaran Matematika.

Jurnal Paedagogia.11(1), 1 – 8

Muhammad Nur Kholid. 2011. Analisa Kesalahan Mahasiswa dalam Menyelesaikan Soal

Cerita pada Mata Kuliah Program Linear. Prosiding Seminar Nasional Matematika

Program yang diselenggarakan oleh FKIP Jurusan Pendidikan Matematika,

Universitas Muhammadiyah Surakarta tanggal 24 juli 2011. Surakarta: Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Surya Dharma. 2008. Pengolahan dan Analisis Data Penelitian. Jakarta: Ditjen PMPTK,

Depdiknas.

Susanta. 1990. Program Linear. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada.

Syaifuddin Azwar. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.

Page 52: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

87

KETERKAITAN KECERDASAN SOSIAL EMOSIONAL

DENGAN KENAKALAN REMAJA

Dema Yulianto 1)

Hanggara Budi Utomo 2)

1) Dosen FKIP UNP Kediri

Jl. KH. Ahmad Dahlan 76 Kediri, email: dema [email protected]

2) Dosen FKIP UNP Kediri

Jl. KH. Ahmad Dahlan 76 Kediri, email: [email protected]

Abstrak Kenakalan remaja dilatar belakangi oleh faktor internal dan faktor eksternal, diantaranya

adalah konsep diri. Konsep diri merupakan hal penting dalam membentuk tingkah laku,

termasuk tingkah siswa. Pendidik semakin menyadari dampak konsep diri terhadap tingkah

laku anak dalam kelas dan terhadap prestasinya. Selain faktor konsep diri, faktor internal

penyebab kenakalan remaja diduga terkait kondisi sosial dan ketegangan emosi dalam diri

remaja akibat perubahan-perubahan fisik dan psikologis masa perkembangan remaja.

Ketegangan emosi yang tinggi, dorongan emosi yang sangat kuat dan emosi yang tidak

terkendali membuat remaja lebih mudah meledakkan emosi dan bertindak tidak rasional,

sehingga tidak jarang keadaan emosi yang demikian membuat remaja berperilaku yang

termasuk dalam kenakalan remaja. Menghadapi kehidupan sosial emosional yang penuh

gejolak dan ketegangan emosi yang meninggi, remaja membutuhkan kecerdasan sosial

emosional agar tidak terjerumus pada tindakan yang tidak rasional. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui dan menganalisis : hubungan antara kecerdasan sosial emosional

dengan kenakalan remaja pada siswa MTsN Puncu Kabupaten Kediri. Dalam penelitian ini

sampel yang digunakan adalah siswa kelas VII, VIII, dan IX sejumlah empat kelas. Pemilihan

sample menggunakan cluster random sampling. Pemilihan kelas IX didapatkan dengan cara

mengundi dengan menggunakan gulungan kertas yang telah ditulis mewakili setiap kelas yang

ada pada MTsN tersebut. Pelaksanaan uji coba dalam penelitian ini menggunakan dua kelas,

sedangkan untuk penelitian menggunakan empat kelas lainnya. Variabel yang terdapat dalam

penelitian ini terdiri variabel tergantung : kenakalan remaja, dan sedangkan variabel bebas

kecerdasan sosial emosional. Hasil penelitian menunujukkan bahwa : kecerdasan social

emosional berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kenakalan remaja.

Kata kunci: kecerdasan sosial emosional, kenakalan remaja

PENDAHULUAN

Permasalahan kenakalan remaja dewasa ini semakin marak dilakukan remaja,

walaupun permasalahan tersebut sudah ada sejak dahulu tetapi sampai sekarang kenakalan

tetap masih ada, bahkan semakin merebak. Kenakalan remaja tidak hanya terjadi di

perkotaan, tetapi saat ini kenakalan remaja juga terjadi di daerah pedesaan, dan tidak

mengenal kelas sosial. Kenakalan remaja dilakukan oleh remaja tahap awal sampai remaja

tahap akhir, tidak hanya siswa SMA bahkan siswa SMP atau MTs telah berperilaku yang

termasuk ke dalam kenakalan remaja. Melihat kenyataan tersebut maka perlu pencegahan

dan penanganan secara dini, sehingga remaja yang terlibat dalam kenakalan remaja dapat

segera ditangani dan mencegah remaja yang lain terlibat dalam kenakalan remaja.

Selama tahun 2007 Komisi Nasional Perlindungan Anak melakukan survei terhadap

4.500 remaja di 12 kota besar, survei menghasilkan data yang cukup memprihatinkan,

dimana 97 persen remaja pernah menonton film porno, 93,7 persen remaja pernah ciuman,

petting, oral seks dan 62,7 persen remaja SMP sudah tidak perawan. Sebuah penelitian yang

dipublikasi oleh Suara Merdeka tahun 2009 menyatakan para remaja saat ini telah

mengakses materi pornografi melalui layanan internet, hasil penelitian memperlihatkan lebih

Page 53: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

88

dari 80 persen anak berusia 9-12 tahun di Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi

telah mengakses materi pornografi, dan lebih parahnya lagi 97 persen dari remaja berusia

19-24 tahun juga telah mengakses materi pornografi. Hasil penelitian menunjukan, hampir

semua remaja dalam survei pernah mengakses materi pornografi. Fenomena yang telah

dipaparkan di atas menjelaskan kenakalan yang dilakukan oleh remaja, dimana sebagian dari

mereka adalah remaja yang sedang menempuh pendidikan SMP, artinya banyak anak SMP

saat ini telah melakukan kenakalan remaja. Selain yang telah dipaparkan di atas berbagai

bentuk kenakalan yang dilakukan oleh pelajar SMP, berbagai bentuk kenakalan yang

dilakukan oleh siswa sekolah diantaranya tidak memakai seragam sekolah sesuai dengan

yang telah ditetapkan, membolos saat pelajaran sekolah, pacaran di lingkungan sekolah

dengan perilaku yang melanggar peraturan sekolah, dengan sengaja terlambat datang ke

sekolah, menyontek saat ujian dan perkelahian antar siswa.

Kenakalan remaja dilatar belakangi oleh beberapa faktor, menurut Kartono (1992)

kenakalan remaja disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal, diantaranya adalah

konsep diri. Konsep diri merupakan hal penting dalam membentuk tingkah laku, termasuk

tingkah siswa. Pendidik semakin menyadari dampak konsep diri terhadap tingkah laku anak

dalam kelas dan terhadap prestasinya.Menurut Susana (2006) individu yang memiliki

konsep diri yang positif, akan membentuk penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri.

Penghargaan terhadap diri yang merupakan evaluasi terhadap diri sendiri akan menentukan

sejauhmana seseorang yakin akan kemampuan dan keberhasilan dirinya, sehingga segala

perilakunya akan selalu tertuju pada keberhasilan. Seorang siswa yang memiliki konsep diri

yang positif akan berusaha dan berjuang untuk selalu mewujudkan konsep dirinya.

Sebaliknya, siswa yang memiliki konsep diri negatif akan memiliki evaluasi yang negatif

terhadap dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa konsep diri turut berperan penting dalam

pembentukan tingkah laku siswa.

Selain faktor konsep diri, faktor internal penyebab kenakalan remaja diduga terkait

kondisi ketegangan emosi dalam diri remaja akibat perubahan-perubahan fisik dan

psikologis masa perkembangan remaja. Ketegangan emosi yang tinggi, dorongan emosi

yang sangat kuat dan emosi yang tidak terkendali membuat remaja lebih mudah meledakkan

emosi dan bertindak tidak rasional, sehingga tidak jarang keadaan emosi yang demikian

membuat remaja berperilaku yang termasuk dalam kenakalan remaja. Menghadapi

kehidupan emosi yang penuh gejolak dan ketegangan emosi yang meninggi, remaja

membutuhkan kecerdasan sosial emosional agar tidak terjerumus pada tindakan yang tidak

rasional. Arbadiati (2007) mengatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan sosial

emosional memiliki kemampuan dalam merasakan emosi, mengelola dan memanfaatkan

emosi secara tepat sehingga memberikan kemudahan dalam menjalani kehidupan sebagai

makhluk sosial. Masalah yang dihadapi seseorang, termasuk yang dihadapi seorang remaja,

biasanya disertai oleh emosi-emosi negatif. Remaja yang secara emosional cerdas akan

cepat mendapatkan insight mengenai emosi yang dialaminya dan dengan segera dapat

mengelola emosi yang muncul. Keberhasilan mengelola emosi ini akan membuat remaja

yang bersangkutan menjadi lebih fokus dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Dengan uraian latar belakang di atas maka penulis mengambil judul dalam penelitian

ini yaitu Keterkaitan Kecerdasan Sosial Emosional dengan Kenakalan Remaja. Adapun

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan sosial

emosional dengan kenakalan remaja. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan,

psikologi sosial dan psikologi klinis terutama yang berhubungan dengan kenakalan remaja

dan kecerdasan sosial emosional.

Page 54: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

89

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan jenis

penelitian deskriptif dan korelasional.

Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian di perkirakan selama 6 bulan dan tempat penelitian di MTsN Puncu

Kabupaten Kediri .

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa MTsN Puncu Kabupaten Kediri yang berjumlah

823 siswa. Pemilihan populasi pada siswa MTsN karena diyakini siswa tersebut berada pada

rentang perkembangan remaja antara 13-16 tahun sehingga memenuhi syarat sebagai subjek

penelitian. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah siswa kelas VII, VIII, dan IX

sejumlah empat kelas. Pemilihan sample menggunakan cluster random sampling. Pemilihan

kelas IX didapatkan dengan cara mengundi dengan menggunakan gulungan kertas yang

telah ditulis mewakili setiap kelas yang ada pada MTsN tersebut. Pelaksanaan uji coba

dalam penelitian ini menggunakan dua kelas, sedangkan untuk penelitian menggunakan

empat kelas lainnya. Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri variabel tergantung :

kenakalan remaja, dan sedangkan variabel bebas : kecerdasan sosial emosional.

Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

Skala dalam penelitian ini akan diuji dengan validitas isi yang meliputi validitas. Uji

validitas selanjutnya adalah prosedur seleksi item berdasarkan data empiris dengan

melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter item. Teknik untuk mengetahui

reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan koefisien Reliabilitas Alpha. Untuk

mempermudah perhitungan penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 16.00 for

windows. Reliabilitas suatu skala dapat dikatakan baik jika koefisien reliabilitas lebih dari

0,80 (Sekaran dalam Priyatno, 2008). Untuk mempermudah perhitungan, maka digunakan

program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Daya beda aitem

dianggap memuaskan apabila nilai r≥ , 5. Untuk mempermudah perhitungan penelitian ini

menggunakan bantuan program SPSS 16.00 for windows.

Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena

dengan melalui proses analisis, data penelitian dapat diberi makna yang berguna dalam

memecahkan masalah penelitian. Teknik analisa data pada penelitian ini adalah Analisis

deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan Kecerdasan sosial emosional dengan

kenakalan remaja. Selain itu juga menggunakan teknik analisis korelasi product moment.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hubungan Kecerdasan Sosial Emosional dengan Kenakalan Remaja

Hasil perhitungan koefisien korelasi antara kecerdasan sosial emosional dengan

kenakalan remaja sebesar -0,074 dan nilai t test -0,886 memiliki probabilitas sebesar

0,377, ini berarti terdapat hubungan antara kecerdasan sosial emosional dan kenakalan

remaja dengan arah hubungan yang negatif, sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan

kecerdasan sosial emosional akan diikuti dengan penurunan kenakalan remaja. Dengan

demikian semakin tinggi kecerdasan sosial emosional siswa maka akan semakin rendah

Page 55: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

90

tingkat kenakalan remaja dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan sosial emosional

siswa maka akan semakin tinggi kenakalan remaja.

Apabila dilihat dari sumbangan efektif atau peranan kecerdasan sosial emosional

dalam mempengaruhi kenakalan remaja yang ditunjukkan dalam penelitian ini sebesar

0,55% (0,074² x 100). Kecerdasan sosial emosional merupakan kemampuan lebih yang

dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan,

mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan

kecerdasan sosial emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi

yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Hal yang terpenting dalam

kecerdasan sosial emosional adalah koordinasi suasana hati dan merupakan inti dari

hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana

hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat

emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial

serta lingkungannya. Kecerdasan sosial emosional lebih untuk memotivasi diri, ketahanan

dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta

mengatur keadaan jiwa. Dengan demikian, kenakalan remaja yang merupakan

implementasi dari suasana emosi dalam dirinya dalam dikendalikan manakala setiap siswa

mempunyai kecerdasan sosial emosional yang tinggi dalam melakukan sebuah tindakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan temuan penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa Kecerdasan social emosional secara parsial terbukti mempunyai

pengaruh yang tidak signifikan terhadap kenakalan remaja. Hasil perhitungan koefisien

korelasi antara kecerdasan sosial emosional dengan kenakalan remaja sebesar -0,074 dan

nilai t test -0,886 memiliki probabilitas sebesar 0,377, ini berarti terdapat hubungan antara

kecerdasan sosial emosional dan kenakalan remaja dengan arah hubungan yang negatif,

sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan kecerdasan sosial emosional akan diikuti

dengan penurunan kenakalan remaja. Dengan demikian semakin tinggi kecerdasan sosial

emosional siswa maka akan semakin rendah tingkat kenakalan remaja dan sebaliknya

semakin rendah kecerdasan sosial emosional siswa maka akan semakin tinggi kenakalan

remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Astiningrum, N & Johana, E.P. 2008. Hubungan antara Minat terhadap Komik Jepang

(Manga) dengan Kemampuan Rekognisi Emosi Melalui Ekspresi Wajah. Jurnal

Psikologi. Vol. 34, No. 2. hal. 42-67.

Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_______. 2008. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Catur budi Siswantik, Hubungan Antara Konsep Diri dan Anomie Dengan Pergaulan

Bebas Pada Mahasiswa Kos, Skripsi, tidak diterbitkan, Solo: Fakultas Psikologi,

UMS,2000.

Daud, K.Z.M & Asniar, K. 2005. Pengaruh Kebiasaan Menonton Televisi terhadap

Pengendalian Emosi Anak. Jurnal Intelektual, September volume 3 No2. hal. 23-48.

Eisenberg, N, Richard, A.F, Ivanna, K.G & Mark, R. 2000. Dispositionality Emotionality

and Regulation: Their Role in Predicting Quality of Social Functioning. Journal of

Personality and Social Psychology. Vol. 78, No I, hal. 26-51.

Elizabeth B Hurlock, 1999, Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan), Penerbit Erlangga Jakarta .

Gunarsa, S.D. 1980. Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Page 56: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

91

Hurlock, E.B. 1980 a . Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

__________. 1978 b . Perkembangan Anak. Terjemaha oleh Meitasari Tjandra &

Muchlishah Zarkasih. Jakarta: Erlangga.

Jalaluddin Rahmad, 2003, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rodaskarya Bandung.

Kaplan, H.I dkk. Sinopsis Psikiatri. 1997. Jakarta: Binarupa Aksara

Kartono, K. 1991. Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah. Jakarta: Rajawali

Press.

Monks, F.J,K & Haditono, S..R. 1999. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Mulyono, B.Y. 2001. Pendekatan Anlisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya.

Yogyakarta: Kanisius.

Nugroho, Bhuono Agung. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan

SPSS. Yogyakarta: Andi.

Putnam, K.M & Kenneth R.S. 2005. Emotion Dysregulation and The Development of

Borderline Personality Disorder. Cambridge University Press United States of

America. 19 Maret 2009.

http://www.addiction.umd.edu/classlinks/Psyc434/Putnam%202005.pdf

Santrock, J.W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Alih Bahasa Shinto B. Adelar.

Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S.W. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental I. Yogyakarta: Kanisius.

Strongman, K.T. 2003. The Psychology of Emotion. West Sussex, England: John Willey &

Sons Ltd.

Sudarsono.1995. Kenakalan Remaja Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Supratiknya, A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.

W.J.S. Purwodarminto, 1983, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Offset.

Page 57: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

92

PERJUANGAN SOSOK LESBIAN DALAM

NOVEL GARIS TEPI SEORANG LESBIAN

KARYA HERLINATIENS

Kasnadi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

STKIP PGRI Ponorogo,

Jalan Ukel 39 Ponorogo

Abstrak

Sebagai sosok lesbian, Paria dipandang sebelah mata oleh kaum heteroseks. Ia seakan menjadi

manusia asing yang lahir di masyarakatnya. Bagi masyarakat umum identitas lesbian menjadi

persoalan tersendiri. Oleh karena itu, ia berjuang untuk menunjukkan eksistensinya. Paria

memperjuangkan aspek kemanusiaan, yakni aspek yang berkaitan dengan orientasi

seksualitasnya. Pola perjuangan Paria dalam menunjukkan eksistensinya sebagai seorang

lesbian dengan cara sembunyi-sembunyi di samping dengan cara terbuka. Dalam

memperjuangkan eksistensinya sebagai sosok lesbian, Paria, mengalami konflik baik dengan

keluarga, kaum agamis, kaum akademis, maupun dengan masyarakat luas. Untuk

menanggulangi konflik tersebut Paria mengadakan pencerahan dengan cermah, diskusi, dan

menulis buku. Dengan upaya itu, Paria berharap masyarakat semakin mengerti tentang

keberadaan lesbian. Tujuan perjuangan Paria adalah menuntut keadilan dan menegakkan

kebenaran.

Kata Kunci: lesbian, perjuangan

PENDAHULUAN

Lesbian adalah perempuan yang keinginan seksualitasnya diarahkan kepada

perempuan (Tyson, 1999:324). Keberadaan itu mengakibatkan kaum lesbian dianggap

tidak normal dan menyimpang dari konsep masyarakat umum. Lesbian menjadi kaum

yang terpinggirkan. Akibat keterpinggirkannya itu, mereka membentuk sebuah komunitas

tersendiri.

Komunitas lesbian yang terbentuk dalam “kontinun lesbian” melahirkan pemikiran

bersama untuk melakukan tindakan (action). Tindakan kaum lesbian berupa perjuangan

dalam mempertahankan eksistensi kelesbianannya. Perjuangan itu dilakukan karena

adanya budaya patriarki yang secara terus-menerus mengopresi kaum lesbian. Untuk

membebaskan tekanan itu, kaum lesbian melakukan perjuangan dalam bentuk pergerakan.

Dalam dunia sastra realitas semacam itu memicu lahirnya ”studi queer”. Menurut

Rivkin & Ryan (1998:675), lahirnya teori queer bermula dengan adanya kesadaran bahwa

kaum gay dan lesbian merasa terpinggirkan dan dijadikan objek kekerasan masyarakat

umum. Oleh karena itu, komunitas gay dan lesbian ingin memberontak dominasi patriarki

yang semakin kuat. Pemberontakan itu diwujudkan dalam berbagai sikap dan perjuangan.

Perjuangan tokoh Paria (tokoh lesbian dalam novel Garis Tepi Seorang Lesbian

karya Herlinatiens) dalam uraian ini meliputi (1) aspek yang diperjuangkan, (2) pola

perjuangan, (3) konflik dan solusi perjuangan, dan (4) tujuan perjuangan.

PEMBAHASAN

Aspek yang Diperjuangkan Tokoh Paria

Aspek yang diperjuangkan tokoh Paria adalah aspek kemanusian. Ia

memperjuangkan eksistensinya, sebagai seorang lesbian, dari penindasan sistem patriarki.

Paria menuntut masyarakat adanya kewajaran dan kesetaraan dalam menyikapi persoalan

identitasnya.

Page 58: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

93

Persoalan identitas adalah persoalan sudut pandang. Kaum heteroseks melihat

kaum homoseks sebagai kaum yang aneh, sementara kaum homoseks melihat kaum

heteroseks sebagai kaum yang aneh juga. Tokoh Paria dalam GTSL merasa risih

berhadapan dengan kaum heteroseks, sedangkan masyarakat juga risih melihat Paria.

Perbedaan sudut pandang ini terlihat pada kutipan data ini. “Heteroseks seringkali

menimbulkan rasa jijik di benakku. Mungkin itu juga yang terjadi dengan kamu dan

masyarakat kita, homoseks membuat kalian muntah darah” (GTSL, hlm.21).

Kegelisahan itu, seperti yang diungkapkan Linda Christanty, salah satu perempuan

pengarang Indonesia awal tahun 2000-an, “dalam masyarakat yang masih

mendiskriminasikan orang berdasarkan identitas, hidup sebagai homoseksual memang

lebih sulit (Laksmini, 2004:206). Sebab, banyak orang memandang kaum homoseks

adalah kaum yang membawa petaka. Oleh karenanya, orang menjadi fobia jika

berhadapan dengan lesbian, seperti pengakuan seorang lesbian bernama Lisa di bawah ini.

Diskriminasi atau sikap homofobia juga dirasakan Risa ketika bergabung dalam

sebuah organisasi di Jakarta. Teman-teman perempuannya menolak untuk tidur

sekamar dengan dirinya. Walaupun tidak diucapkan, sikap tubuh mereka pun

menunjukkan bahwa mereka tidak nyaman atau menolak keberadaan Risa sebagai

lesbian (Sulistiyowati, 2007:99).

Menurut Irshad Manji, seorang feminis lesbian abad 21 ini, dalam kehidupan

bermasyarakat identitas bisa menjebak, tapi integritas akan membebaskan (2012:49).

Dalam menciptakan suasana yang aman dan damai ia menganjurkan membuang identitas

dan mengakomodasi integritas. Keberagaman identitas justru menjadi pijakan untuk

meraih kebersamaan dalam kerukunan, bukan keterpecahan.

Sikap dan tindakan Paria senada dengan pernyataan Kennedy. Kennedy mengakui

dalam menembus penghalang berbasis rasial, “sedikit orang yang bersedia menghadapi

tantangan dari kawan-kawannya, kecaman dari rekan-rekannya dan kemarahan dari

masyarakat. Keberanian moral adalah komoditas yang lebih langka daripada keberanian di

medan perang ataupun kejeniusan. Selain itu, ia pun merupakan kualitas yang esensial dan

penting bagi mereka yang hendak mengubah dunia yang paling sulit diubah” (Manji,

2012:26).

Apa yang dilakukan dan dipilih para tokoh Paria sesuai pandangan Ferguson.

Menurut Ferguson, “konsep feminis radikal hubungan seksual yang ideal adalah antara

patner setara, yang sama-sama memberikan persetujuan, yang terlibat secara emosi dan

tidak ikut ambil bagian dalam peran yang terpolarisasikan” (Tong, 1998:94).

Perjuangan Paria atas penindasan kaum heteroseksual terhadap kaum homoseksual

terlihat pada kutipan data di bawah ini. Paria menginginkan masyarakat untuk mau

berpikir dengan nalar yang bening. Paria ingin masyarakat mau melihat bahwa lesbian itu

memang ada. Ia ingin diterima keberadaannya, karena adanya bukan permintaan tetapi

ciptaan Yang Mahakuasa.

Aku perempuan di garis tepi yang ingin menebalkan atmosfer berpikir yang lebih

madani. Meski sulit, aku masih terus mencoba menepi untuk mencoba memberikan

kesempatan bagi orang lain berpikir, bahwa kami ada. Dan kami ada karena kami

memang diciptakan untuk ada. Bahwa kami ada bukan untuk ditindas dengan segala

keburukan dan ketidakadilan (GTSL, hlm.88).

Berdasarkan data di atas, Paria merasakan harga dirinya sudah diinjak-injak. Ia

memperjuangakan rasa kemanusiaannya. Seperti unggkapan Herlinatiens dalam

wawancara dengan penulis, ia mengungkapkan ingin diterima masyarakat bukan karena

jenis kelaminnya –perempuan-, tetapi karena sebagai manusia seutuhnya. Menurut

Herlinatiens perempuan, termasuk lesbian, adalah manusia yang harus dihormati dan

Page 59: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

94

dihargai. Rasa kemanusiaan akan lebih penting daripada jenis kelamin, gender, orientasi

seks, warna kulit, kedudukan, status sosial dalam msyarakat.

Kemanusiaan tidak mementingkan identitas tetapi humanitas. Kemanusiaan yang

diperjuangkan Paria seperti pemikiran kemanusiaan yang dipaparkan oleh Pramoedya

dalam tetralogi Bumi Manusia. Persoalan kemanusiaan itu bersumber dari anggapan

bahwa manusia menghayati kehidupannya sebagai manusia yang hakiki dengan

melepaskan diri dari segala belenggu, misalnya, penolakan atas warisan budaya yang

kolot, perlawanan atas ketidakadilan kekuasaan kolonial, atau semangat membangun

kebebasan dan kesejahteraan manusia dalam lingkup kesatuan bangsa (Hun, 2011:233).

Penerimaan yang tidak sepadan dengan harapan Paria, membuat Paria semakin

tegar memperjuangkan kelesbianannya. Ia tidak gampang dipandang sebelah mata. Ia

tidak mau begitu saja diremehkan. Ia memproklamasikan dirinya sebagai sosok yang tidak

mau dikalahkan. Dia sudah bertekat bulat demi menghirup udara kebebasan. Kelompok

lesbian radikal mencanangkan sebuah konsep bahwa lesbian tidak membutuhkan laki-laki.

Perjuangan membutuhkan ketegasan. Perjuangan membutuhkan prinsip. Paria adalah

pejuang yang gigih dalam mewujudkan prinsipnya, seperti yang terlukis pada data ini.

“Aku menjadi manusia yang tegak dalam keangkuhan. Yang tak terpatahkan. Yang tak

terkalahkan. Yang tak mengenal kekalahan” (GTSL, hlm.73).

Paria juga berjuang untuk bisa diterima di dalam keluarga. Keluarga baginya

merupakan penghalang yang harus mampu dihindari. Pemikiran untuk keluarga harus

dicarikan jalan terbaik agar tidak terjadi percekcokan yang menakutkan. Paria memutar

otak demi keharmonisan di dalam keluarga. Kerahasiaan pilihan hidup Paria harus terjaga

dengan rapi. Ia akan mencari alasan yang dapat diterima keluarga. Permintaan keluarga

tentang pernikahan dengan seorang laki-laki harus ditolak dengan cara yang halus.

Aku menjadi semakin kemrungsung. Aku menjadi terus berpikir bagaimana

menghadapi keluargaku nantinya. Apakah akan kuberi lagi janji-janji palsu tentang

sebuah pernikahan yang akan aku persembahkan kepada mereka? Sementara

sedikitpun tak pernah terlintas dalam pikiranku untuk menikah dengan seorang laki-

laki. Aku seorang perempuan yang di mata orang tidak memiliki nama belakang,

tapi sebenarnya telah menjadi nyonya Ashmora Paria Ashvagosha. Jadi mau apa?

(GTSL, hlm.130).

Paria tetap menolak prinsip orang tuanya. Ia berpikir dan berupaya keras agar masyarakat

memahami konsep masyarakat multikulturalisme. Berdasarkan prinsip multikulturalisme,

kaum feminis lesbian terus bergerak dan melangkah untuk menunjukkan jati diri mereka.

Perjuangan mereka semakin dinamis dan berani. Adanya reaksi dari keluarga dan

masyarakat justru memberi makna positif dari perjuangan mereka. Paling tidak masyarakat

akan menganggap kaum feminis lesbian memang ada dan hidup bersama mereka.

Prinsip multikulturalisme menghendaki segala bentuk diskriminasi tidak boleh

terjadi di masyarakat. Kaum feminis lesbian yang mempunyai sudut pandang berbeda

dalam menyikapi kehidupan, utamanya persoalan seksualitas tidak perlu dicemaskan. Jika

berangkat dari konsep multikulturalisme pengucilan dan penyingkiran kaum feminis

lesbian tidak perlu terjadi. Mereka adalah sosok-sosok yang juga perlu dihargai dan

dihormati. Hak-hak individu dan komunitas untuk berbeda harus dihormati. Konsep

kebudayaan multikulturalisme akan menentang bentuk-bentuk homoginitas.

Multikulturalisme beranggapan bahwa masyarakat merupakan wujud dari perkumpulan

perbedaan (Suparlan dalam Ahdiati, 2007:73).

Dalam GTSL, perjuangan Paria semakin jelas dan tegas dengan sikap yang

dipilihnya. Paria semakin berani memperjuangkan cinta yang kontra di mata masyarakat.

Ketegasan dan keberanian itu dapat disimak pada kutipan data di bawah ini.

Page 60: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

95

Sikapku berubah menjadi lebih kasar padanya. Semakin hari aku semakin muak dan

kebingungan. Takut tak bisa menghentikan segala yang telah hampir terlaksana ini.

Aku terlalu takut tidak bisa mencapai sebuah pemaknaan kesetiaanku pada sebuah

cinta yang kontroversial ini. Cinta seorang lesbian! (GTSL, hlm.272).

Ketegasan sikap Paria semakin jelas menunjukkan perlawanan terhadap sistem

patriarki yang terus menindas. Herlinatiens ingin mengangkat tokoh Paria sebagai sosok

pencari identitas yang tangguh. Herlinatiens sangat bernafsu untuk mengungkap persoalan

lesbian sebagai wacana umum. Kaum lesbian yang selama ini dipandang sebagai kaum

inferior oleh budaya patriarki akan diangkat sebagai wacana yang perlu didiskusikan.

Keinginan Herlinatiens ini sesuai dengan salah satu yang harus dilakukan kritikus lesbian

yakni mengedepankan aspek-aspek homoseksualitas dalam sastra arus utama yang

sebelumnya sengaja tidak dihiraukan (Barry, 2010:175).

Dalam menjalani hidup ia mempunyai prinsip kuat. Keyakinan yang dipilihnya

diperjuangkan dengan kekuatan penuh. Ia adalah sosok yang pantang menyerah dalam

memperjuangkan keyakinannya.

Aku adalah perempuan, yang tidak akan menjadi gamang karena ombak

menghempas laju langkahku. Aku adalah perempuan yang lahir dari kebisaan, yang

tumbuh dalam cambuk alam, yang hinggap di bias-bias ketiak perjalanan sebuah

waktu yang panjang. Aku adalah perempuan yang tidak menjadi silau oleh keadaan,

ya. Itu saja (GTSL, hlm.123).

Pengakuan dirinya adalah sosok lesbian sudah tidak ditutupi lagi. Ia

menyuarakan isi hatinya secara terbuka. Ia tidak segan-segan mengakui kelesbianannya.

Menurutnya, lesbian bukan manusia yang lemah, yang harus selalu ditolong dan

didampingi laki-laki. ” ku adalah lesbian memang. Tapi tetap manusia bukan? Perilaku

yang orang lain bilang milik binatang. ku menjadi semakin pusing” (GTSL, hlm.129).

Perjuangan Paria, sebagai sosok lesbian, tak ubahnya gerakan agresi penegasan diri

dan agresi instrumental (Fromm, 2001:289). Penegasan diri menurut Fromm merupakan

perjuangan untuk menunjukkan identitas diri seseorang atau kelompok, sedangkan agresi

instrumental adalah perjuangan seseorang atau kelompok dalam menginginkan tujuan

yang hendak dicapainya.

Pola Perjuangan Tokoh Lesbian

Pola perjuangan yang dilakukan tokoh Paria ada dua cara. Cara pertama dilakukan

Paria dengan sembunyi-sembunyi, sedangkan cara kedua dilakukan Paria dengan cara

terbuka. Cara sembunyi itu dilakukan atas pemikiran Paria bahwa masyarakat belum siap

menerima kehadirannya, sehingga ia tidak berani membuka diri baik di lingkungan

keluarga maupun di masyarakat luas.

Apa yang dilakukan Paria sesuai dengan pernyataan Sedgwick. Dalam bukunya

Epistemologi of the Closet, Sedgwick menyatakan dengan istilah “keluar dari lemari baju”

(Barry, 2010:170). Artinya, para lesbian belum berani secara terbuka (coming out) untuk

menyatakan kelesbianannya.

Apa yang dilakukan tokoh Paria adalah wujud perjuangan dalam upaya

mempertahankan kelesbianannya. Perjuangan Paria seperti temuan Ahdiati dalam buku

Gerakan Feminis Lesbian (2007), yakni, pada awal 50-an, di Amerika, gerakan feminis

lesbian cenderung dilakukan individu dengan cara tersembunyi (Ahdiati, 2007:42).

Sebagai seorang lesbian, Paria, secara terus menerus mengalami penetrasi dari

pihak keluarga. Maka dari itu, keterbukaan Paria akhirnya juga disampaikan kepada

keluarganya. Keterusterangan itu menjadikan hubungan dengan keluarga tidak harmonis,

seperti pengakuan Paria dalam kutipan ini. ”Ibuku semakin jauh dariku. ku bahkan

Page 61: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

96

dengan tidak segan mengatakan padanya bahwa aku seorang yang mencintai perempuan

(GTSL, hlm.80).

Paria terus-menerus melancarkan keinginan dan harapannya. Dia mempunyai

obsesi untuk menunjukkan kelesbiannannya di mata masyarakat secara terbuka.

Gita, kau tahu tentang aku Obsesi-obsesiku? Kegilaan-kegilaanku, bagaimana aku

ingin membuat masyarakat kita sedikit saja nrimo keadaan ini. Realita kehidupan

ini. Bahwa kami ada, meski berbeda dari mereka memahami kebermaknaan hidup

kaum kami, tapi nyatanya masih sulit. Aku bingung saja sekarang ini, tapi pantang

buatku untuk mundur (GTSL, hlm.29).

Perjuangan tokoh Paria, selaras dengan perjuangan kaum feminis lesbian di

Amerika. Di Amerika, perkembangan feminis lesbian sebagai kaum tertindas secara terus

menerus mencari identitas dan jati diri mereka. Mereka membuat gerakan-gerakan untuk

mengangkat eksistensinya di mata masyarakat. Pada tahun 1955 sekelompok lesbian di

San Francisco mendirikan sebuah kelompok sosial yang diberi nama ”The Daughters of

Bilitis” yang dipimpin Del Martin ( hdiati, 7: ). Pendirian ”DOB” itu mengilhami

berdirinya ”Women’s Liberation Movement” sebagai gerakan perempuan gelombang

kedua. Dengan ”Women’s Liberation Movement” kaum lesbian semakin berani

menampakan diri sebagai entitas yang pantas untuk diakui masyarakat. Mereka semakin

berani menunjukkan kaumnya sebagai kaum yang pantas untuk dihargai.

Konflik yang Dihadapi Tokoh Paria dan Pemecahannya

Paria adalah sosok yang terlibat dengan problem feminitas yang terfokus pada

upaya menunjukkan eksistensi kelesbianannya dengan segala problem yang

melingkupinya. Keberadaan lesbian, menjadi sebuah dilema hidup di masyarakat. Dalam

patron masyarakat kita, manusia terlahir hanya sebagai seorang laki-laki atau seorang

perempuan. Oleh karena itu, menjadi persoalan tersendiri jika ada sosok lain yang

menyimpang dari patron tersebut.

Perjuangan Paria dalam mempertahankan eksistensi kelesbianannya menghapi

berbagai konflik. Konflik itu terlihat ketika tokoh Paria secara terbuka menunjukkan

kelesbianannya kepada keluarga, secara spontan kelurganya menentang. Penentangan itu

tampak pada kutipan data berikut:

”Ibuku spontan marah-marah. Dan Pakdhe “Wah ketiwasan, bagaimana sampeyan

ini Dik.” Simbah dengan sangat marah segera masuk ke dalam kamarnya, dan

mengunci pintunya dari dalam, membuat orang lain bingung dan resah” (GTSL,

hlm.83).

Di samping mendapatkan hambatan dari kalangan keluarga, perjuangan Paria juga

mendapatkan tantangan dari masyarakat. Sekelompok masyarakat yang menamakan

dirinya kelompok aliran keras membuat opresi terhadap Paria dengan cara membakar

buku-buku Paria. Proses pembakaran itu tampak pada data ini. ”Sebuah toko buku dibakar

oleh kelompok aliran keras. Alasanya membuatku sedih. Ya, toko buku tersebut menjual

buku-buku yang pernah aku tulis” (GTSL, hlm.112). Buku-buku Paria yang dibakar itu

adalah buku-buku yang berisi tentang lesbian. Apalagi, mereka tahu bahwa Paria adalah

seorang lesbian. Agama yang dianut kelompok itu menganggap bahwa sosok lesbian

adalah haram. Mereka pantas dienyahkan dari bumi ini.

Perempuan pengarang, seperti Herlinatiens, mengangkat tokoh Paria sebagai

seorang lesbian ingin menunjukkan persolan lesbian itu kepada masyarakat. Ia

menunjukkan kepada masyarakat bahwa kaum lesbian juga manusia yang dilahirkan

Tuhan sebagai makhluk ciptaannya. Mereka menginginkan masyarakat memahami mereka

Page 62: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

97

bukan sebaliknya mereka hanya disuruh memahami masyarakat. Perempuan pengarang

terinspirasi oleh salah satu konsep teori lesbian, yakni pentingnya identitas. Sementera ini,

kaum lesbian tidak atau kurang berani menunjukkan identitas dirinya di mata masyarakat

luas. Mereka menunjukkan identitas yang sesungguhnya secara terselubung dengan teman

dan komunitas mereka. Dengan hadirnya GTSL, pengarang ingin melakukan perombakan

tata nilai dan budaya yang memandang sebelah mata terhadap kaum lesbian. Perjuangan

tokoh Paria yang dijadikan suara Herlinatiens semakin terbuka meski masih bersifat

individual atau kelompok kecil. Perjuangan itu berawal dari kegelisahan seorang individu

atas keanehan yang terdapat dalam dirinya.Untuk mengangkat jati diri secara pribadi

menjadi panggilan jiwa sebagai tugas untuk mengentaskan kaumnya dari penderitaan

budaya.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Paria menghadapai berbagai macam

konflik tatkala menyampaikan kelesbianannya. Konflik-konflik itu dapat diatasi dengan

pencerahan melalui ceramah, diskusi, seminar, penerbitan buku-buku. Upaya keras

melalui pencerahan itu dilakukan tokoh Paria secara gigih dan berkelanjutan. Berbagai

upaya itu tidak dapat menanggulangi kuatnya desakan dan tekanan masyarakat ia memilih

hijrah ke negara Barat. Ia memilih meninggalkan keluarga dan tanah kelahirannya untuk

hidup yang lebih aman dan damai. Kenyamanan itu karena di negara Barat mereka

mendapatkan legalitas dukungan dari negara. Sesuai dengan pernyataan Presiden Amerika

Serikat yang mendukung kelompok LGBT, sebagai kelompok minoritas yang harus

dilindungi hukum. Presiden Barack Obama menyatakan bahwa pernikahan sesama sejenis

merupakan perwujudan nilai-nilai dasar Amerika, sehingga pada tahun 2011 ia mencabut

aturan don’t ask, don’t tell di dalam kemiliteran (Kompas, 24/6/2012).

Tujuan Perjuangan Tokoh Paria

Dalam memperjuangkan eksistensinya sebagai kaum lesbian Paria mempunyai

tujuan. Tujuan yang ingin dicapai adalah menuntut keadilan dan menegakkan kebenaran.

Ia menuntut keadilan atas hak asasi sebagai manusia yang pantas untuk dihargai dan

dihormati. Ia menegakkan kebenaran yang hakiki, kebenaran atas hukum yang berasal dari

Tuhan Yang Mahaesa. Ia meuntut keadilan dan menegakkan kebenaran atas nilai-nilai

kemanusiaan yang dibenarkan dari sudut pandang heteroseksual.

Ucapan-ucapan Paria dalam dialog dengan Rafael pada data di bawah ini

menunjukkan tuntutan atas perlakuan masyarakat kepadanya terkait dengan pelanggaran

hak asasi.

Hak asasiku terlanggar. Rafael, ini ideologi fundamentalis yang mengoyak hakku

sebagai manusia. Ideologi yang radikal, anti menerima perbedaan. Sekali lagi

bajingan! Dancuk benar! Aku memang perempuan yang mencintai perempuan. Tapi

sungguh tidak adil bagiku untuk diasingkan (GTSL, hlm.45).

Ungkapan Paria yang sarkais menandakan akan kejengkelan terhadap masyarakat

dalam melihat dirinya. Ia tersinggung atas tekanan dari kelompok fundamentalis. Mereka

menganggap diri Paria lebih rendah daripada mereka. Berkaitan dengan persoalan hak

asasi, Paria mempunyai pandangan hidup sendiri. Filosofi hidupnya seperti ungkapan

filosofis dari seorang feminis lesbian, Irshad Manji, yang mengagungkan integritas. Ia

mendambakan adanya keutuhan meskipun berasal dari ranah yang berbeda. Ia

menyatakan “wujud integritas adalah mencintai keunikanmu, mencintai yang telah

menciptakannya, Sang Penciptamu. Mencintai penciptamu adalah mencintai ciptaan-Nya

yang beragam, yang keutuhannya belum sepenuhnya terwujud. Mencintai ciptaan-Nya

adalah mencintai mereka yang teraniaya dengan membela mereka tanpa menganiaya yang

lain sebagai balasan (Manji, 2012:64).

Page 63: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

98

Menurut (Hun, 2011:133) perjuangan dapat melalui pemberontakan yang

terealisasi dalam perlawanan terhadap tata nilai yang sudah ada, reaksi terhadap

tantangan, atau kesadaran untuk menentang ketidakadilan. Perlawanan ini berupa

pemikiran dan gerakan kaum lesbian, seperti yang dilakukan tokoh Paria, dalam

menentang tata nilai patriarki dan heteroseksual. Di samping itu, kaum lesbian juga

menggalang kesadaran kaumnya untuk melawan ketidakadilan yang menimpa kaumnya.

Tokoh Paria menuntut adanya hak hidup sesuai ketentuan dari sang Pencipta. Paria

meyakini bahwa hidup di dunia ini adalah kehendak Tuhan. Dalam memperjuangkan hak

asasinya, ia selalu bersandar pada Tuhan, seperti kutipan berikut: ”Rafael pola pikirku

masih sama, segala yang mengada di dunia ini tidak akan pernah ada manakala Tuhan

tidak menciptakan. Titik” (GTSL, 3:6 ). “Ternyata hanya Tuhan yang mampu

memberikan dukungan kepercayaan dan keamanan juga kenyamanan secara penuh

kepadaku. (GTSL, 3:6 ). “Menjadi lesbian bisa jadi bukan murni kemauanku. Tapi

pilihan. Ketika aku tak pernah bisa mencintai seorang laki-laki. Dan aku pikir, Tuhan

memang menciptakan aku untuk menjadi seorang yang hebat. Sebagai seorang perempuan

yang mencintai perempuan. Lesbian” (GTSL, 2003:87).

KESIMPULAN

Paria, sebagai sosok lesbian, memandang bahwa lesbian adalah wujud pembebasan

perempuan (women’s liberations). Pembebasan itu sebagai wujud pemberontakan terhadap

konstruksi sistem patriarki. Dalam lesbian terkandung nilai-nilai yang membebaskan

perempuan, karena tidak adanya dominasi laki-laki. Perempuan benar-benar bebas

berekspresi dan tidak harus menuruti kemauan laki-laki. Dalam mewujudkan kebebasan

itu Paria membutuhkan perjuangan.

Aspek yang diperjuangkan Paria adalah eksistensi kemanusiaan. Ia

memperjuangkan eksistensi kelesbianannya secara sembunyi dan terbuka. Dalam

perjuangannya itu, ia mendapatkan hambatan dari keluarga dan masyarakat umum. Ia

memecahkan hambatannya dengan ceramah, diskusi, dan menulis. Ia berjuang ingin

menuntut keadilan dan menegakkan kebenaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ahdiati, Triana. 2007. Gerakan Feminis Lesbian: Studi Kasus Politik Amerika 1990-an.

Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Barry, Peter. 2010. Beginning Theory. Yogyakarta: Jalasutra.

Fromm, Erich. 2001. Akar Kekerasan: Analisis Sosio Psikologis atas Watak Manusia.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Herlinatiens. 2003. Garis Tepi Seorang Lesbian. Yogyakarta: Galang Press.

Hun, Koh Young. 2011. Pramoedya Menggugat: Melacak Jejak Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Kompas. 1 . “Obama, Hak sasi Manusia, dan Politik LGBT di S”. Kompas, 24 Juni

2012.

Laksmini, Gita Widya. . ”Seks, Sastra, dan Perempuan” Jurnal PROSA. Jakarta: PT

Metafor Intermedia Indonesia.

Manji, Irshad. 2012. Allah, Liberty, and Love. Jakarta: Renebook.

Sulistiyowati, Endah. 2007. Hegemoni Hetero-Normativitas: Membongkar Seksualitas

Perempuan yang Terbungkam. Jakarta: Kartini Network.

Tong, Putnam Rosemarie. 1998. Feminist Thought. Yogyakarta: Jalasutra.

Page 64: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

99

Rivkin, Julie and Michael Ryan.1998. “Introduction: Contingencies of Gender” dalam

Rivkin, Julie and Michael Ryan (Ed). 1998. Literary Theory: An Anthology.

Massachussets: Blackwell.

Tyson, Lois. 1999. Critical Theory Today: A User-Friendly Guide. New York & London:

Garland Publishing, Inc.

Page 65: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

100

JEJAK KOLONIALISME DALAM CERPEN

“SULASTRI DAN EMPAT LELAKI”

KARYA M. SHOIM ANWAR

Nining Dwiastutik Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

STKIP PGRI Ponorogo

Jalan Ukel 39 Ponorogo

Abstrak

Sastra merupakan dokumen sosial budaya suatu bangsa. Cerpen ”Sulastri dan Empat Lelaki”

karya M. Shoim Anwar salah satu contoh dokumen tersebut. Dalam cerpen tersebut Shoim

Anwar, sebagai pengarang, mencoba merekam carut-marut kehidupan Sulastri akibat dampak

kolonialisme. Jejak kolonialisme dalam cerpen tersebut terlihat pada penderitaan keluarga

sulastri akibat kemiskinan. Kemiskinan yang diderita keluarga Sulastri karena kemalasan

suaminya, yakni Markam dan juga kebodohannya. Markam tidak mau bekerja, ia justru suka

bertapa dan memuja benda-benda pusaka. Kebodohan yang dialami Sualstri dan Markam,

menyebabkan keluarganya terjepai pada ruang kemiskinan, sehingga Sulastri terjebak pada

persoalan perbudakan. Kemiskinan, pemalas, suka jalan pintas, percaya pada mistis, apatis,

dan kebodohan adalah jejak kolonialisme yang terpotret dalam cerpen ”Sulastri dan Empat

Lelaki” karya M. Shoim anwar. Jejak kolonialisme tersebut masih terasa dalam kehidupan

kita sampai saat ini.

Kata Kunci: jejak kolonialisme

PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan cermin masyarakat, sehingga karya sastra tadik lahir dari

kekosongan sosial (social vacum). Dalam teori mimesisnya Plato menyatakan bahwa

karya sastra merupakan tiruan alam. Oleh karenanya, apa yang terpotret di dalam karya

sastra merupakan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Di dalam kehidupan masyarakat

tentu terdapat budaya masyarakat itu sendiri.

Dalam memahami karya sastra suatu bangsa pada periode tertentu merupakan

usaha memahami budaya bangsa yang bersangkutan. Indonesia, sebagai bangsa yang

pernah dijajah ratusan tahun oleh Belanda meninggalkan jejak kolonialisme yang

mengakar menjadi budaya tersendiri. Budaya tersebut berdampak pada seluruh aspek

kehidupan bangsa Indonesia. Dampak itu masih terlihat dalam kehidupan masyarakat

Indonesia sampai saat ini.

Tiga ratus lima puluh tahun lamanya Indonesia dikuasai Belanda. Kejadian-

kejadian traumatik karena sikap dan ulah penjajah terekam di dalam karya sastra

Indonesia. Produk-produk peninggalan kolonial dapat ditemukan di dalam teks sastra

Indonesia. Menurut Sariban (2012), karya-karya tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia,

Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca) Pramoedya Ananta Toer memotret

peninggalan kolonialisme. Representasi kolonial dalam karya sastra Indonesia dapat

dijadikan pelajaran berarti untuk memeroleh gambaran ideologi kolonial yang diterapkan

di Indonesia (Gandhi:1988). Setelah penjajahan berakhir, bukan berarti bahwa elemen-

elemen pembentuk budaya kolonial sepenuhnya berakkhir. Menurut Swastika (2005)

studi poskolonial berusaha untuk memberikan gambaran realitas yang ada dewasa ini di

dalam negara yang dahulunya pernah dijajah, dengan jalan melacak jejak-jejak

kolonialime. Oleh karena itu, di dalam tulisan ini dipaparkan jejak-jejak kolonialisme

dalam cerpen M. Shoim nwar yang berjudul ”Sulastri dan Empat lelaki”.

Page 66: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

101

Jejak Kolonialisme

Mencermati Cerpen M. Shoim nwar yang berjudul ”Sulastri dan Empat Lelaki”

seakan membuka memori sewaktu bangsa Indonesia dijajah Belanda. Apa yang

disuguhkan pengarang dalam cerpennya --”Sulastri dan Empat Lelaki”-- mengingtkan luka

yang mematri di dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada zaman kolonialisme. Luka

tersebut masih amat terasa bagai ”luka memanjang” sampai zaman modern ini. Sikap dan

prilaku kolonial tersebut terpotret baik secara tersurat maupun secara tersirat di dalam

cerpen itu, sehingga dampaknya masih terasa sampai saat ini. Sebagai misal, persoalan

kemiskinan menjadi persoalan pelik dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini.

Kemiskinan yang dialami tokoh utama dalam cerpen ”Sulastri dan Empat Lelaki”, yakni

Sulastri, adalah bukti nyata peninggalan ideologi kolonialisme. Kemiskinan itu, mendera

keluarga Sulastri menjadi sosok terpuruk dalam kehidupannya. Kemiskinan itu mendepak

Sulastri sampai ke luar negeri, seperti tampak pada kutipan di bawah ini.

Di bibir Laut Merah, Sulastri teringat ketika tercenung di tepi Bengawan Solo.

Dari Desa Tegal Rejo dia menatap ke seberang sungai ke arah Desa Titik.

Tampak ada kuburan yang dirimbuni pepohonan besar. Di sana ada seorang

lelaki bertapa menginginkan kehadiran benda-benda pusaka, membiarkan istri

dan anak-anaknya jatuh bangun mempertahankan nyawa. Lelaki itu bernama

Markam, suami Sulastri.

Mengapa Sulastri pergi ke luar negeri? Kepergian Sulastri mengais rezeki ke tanah

Arab tidak lain dan tidak bukan adalah karena kemiskinan yang menggerogotinya.

Kemiskinan yang mencabik-cabik keluarga Sulastri disebabkan oleh sosok suami yang

malas. Sifat pemalas itu adalah salah satu dampak kolonialisme yang sampai sekarang

masih dirasakan oleh bangsa Indonesia.

Kemalasan Markam, suami Sulastri, menyebabkan kehancuran dan keterpurukan

keluarga Sulastri secara ekonomi. Perilaku Markam sebagai warisan kolonialisme yang

sudah membudaya dalam kehidupannya terlihat pada deskripsi di bawah ini.

Markam hanya menjulingkan bola matanya, masuk ke dapur beberapa saat,

mencari-cari sesuatu, kemudian pergi kembali menyeberangi bengawan. Di sini,

seorang suami mengabdikan hidupnya untuk kuburan dan benda-benda pusaka

yang tak kunjung tiba.

Dia menuju ke aliran Bengawan Solo yang curam. Dari sana dia

menghanyutkan diri hingga ke Tegal Rejo. Pertapaan pun dimulai hingga kini.

Penderitaan yang secara terus-menerus mencambuk-cambuk jatidiri Sulastri

menjadikannya ia mengalami halusinasi yang hebat. Kesadarannya tergusur, hilang, sirna,

dan akhirnya secara tidak sadarkan diri Sulastri terseret masuk dalam ruang

ketidaksadaran. Pikiran Sulastri melayang, jiwa Sulastri menggelayut memuntahkan

kengerian yang akan menerkam dirinya.

Sulastri terjingkat. Sesosok tubuh tiba-tiba merekah. Tubuh yang sering diingat

sebagai sang penerkam sekonyong-konyong muncul dari dalam laut. Sulastri

menjerit menyebut namanya. “Firauuun...!

Di hadapannya, tubuh Sulastri bergetar. Sendi-sendinya seperti hendak rontok.

Perempuan itu menoleh ke sana ke mari dengan tergesa, mencari-cari orang

yang dikenal sebagai penolong.

Sementara Firaun melejit makin garang. Sulastri meloncat dari atas tanggul.

Sulastri terhenyak.

Ketidaksadaran Sulastri teraduk-aduk, sehingga tidak saja melahirkan kengerian-

kengerian yang ada dihadapnya, namun juga harapan-harapan yang ditunggunya. Sulastri

menjadi objek ketidaksadarannya sendiri. Sulastri menjadi korban kestabilan jiwanya

Page 67: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

102

sendiri. Dalam situasi limbung seperti itu, kengerian dan keteduhan menjadi bercampur

yang sulit untuk dipisahkan. Oleh karena itu, sewaktu bayangan Firun mengejarnya

datanglah harapan yang oleh pengarang disimbolkan sosok Musa, seprti kutipan di bawah

ini.

Di depannya muncul seorang lelaki setengah tua, rambut putih sebahu, tubuh

tinggi besar, berjenggot panjang. Lelaki itu mengenakan kain putih menutup

perut hingga lutut. Ada selempang menyilang di bahu kanannya. Wajah tampak

teduh. Tangan kananya membawa tongkat dari kayu kering. Mulut Sulastri

bergetar menyebut nama lelaki di hadapannya, “Ya, Musa...”

Firaun sebagi simbol penderitaan halusinasi Sulastri, sedangkan Musa merupakan

simbol harapannya. Kedua sosok itu hadir dalam diri Sulastri sebagai sosok yang saling

bertumpang tindih berebut untuk menunjukkan eksistensinya. Firaun sebagai simbol

kejahatan sedangkan Musa sebagai simbol kebaikan, yang selalu menancapkan

permusuhan. Oleh karenanya, saat ketidaksadaran Sulastri didominasi oleh sosok Firaun

datanglah Musa sebagai penolong. Bukankah sosok Firaun dan Musa adalah musuhnya?

Kegetiran dan kengerian Sulastri mengenang ketragisan nasibnya sewaktu masih

bersama Markam, suaminya, dan anak-anaknya di Indonesia. Sulastri menjadi sosok yang

menderita akibat ulah suaminya yang tidak mau berupaya demi kehidupan keluarganya.

Suaminya hanya mengandalkan nasib lewat aktivitas mistis yang setiap hari hanya

mengasingkan diri untuk mengadu nasib dengan jalan pintas bertapa di kuburan untuk

menerima wangsit. Ia menunggu dan selalu menunggu kehadiran benda-benda mistis yang

diyakininya dapat mendatangkan rezeki demi anak dan istrnya.

Keyakinan terhadap hal-hal mistis itulah yang menyebabkan bangsa indonesia

menjadi sosok pemalas. Oleh karenanya, pantaslah jika Markam juga menjadi pelaku

pencari dan pemuja benda-benda mistis macam-macam benda pusaka seperti keris,

tumbak, delima merah, kul buntet, kitab istambul, dan sebagainya. Ia sangat meyakini

benda-benda ajaib itu mampu mengubah nasibnya.

Perjumpaan bangsa Indonesia dengan bangsa Barat, utamanya bangsa Belanda,

terjadi sejak abad XVII. Jangka waktu yang cukup lama itu, ideiologi Belanda merasuk

dalam kehidupan bangsa Indonesia. Secara pelan dan pasti, ideologi kolonial menjadi

budaya bangsa Indonesia. Budaya yang sudah menjadi keyakinan yang beratus-ratus

tahun mematri di dalam diri Sulastri, akhirnya ia menyimpulkan negerinya merupakan

negeri yang miskin. Sulastri, sebagai sosok yang terjajah secara spontan sudah

menempatkan posisinya sebagai bangsa yang rendah. Ia tidak mempunyai daya tawar

apalagi menantang bangsa penjajah. pa yang dirasakan Sulastri dalam cerpen ”Sulastri

dan Empat Lelaki” masih dapat kita rasakan sampai saat ini. Secara otomatis, ketika kita

berhadapan dengan bangsa Eropa, dalam diri kita sudah mengakui bahwa posisi kita dalam

posisi yang lebih rendah dan minder, sehingga merasa lebih bodoh, lebih miskin, lebih tak

berharga, dan sebagainya. Pendek kata, ketika kita berhadapan dengan orang Barat, kita

memposisikan pada posisi yang penuh dengan sifat negatif. Pengakuan tentang

kemiskinan negerinya itu terlihat pada kutipan dialog antara Sulastri dengan Musa di

bawah ini.

“Negeri kami miskin, Ya Musa.”

“Kekayaan negerimu melimpah ruah. Kau lihat, di sini kering dan tandus.”

“Kami tidak punya pekerjaan Ya Musa.”

“ pa bukan kalian yang malas hingga suka jalan pintas?”

Dialog kontradiktif antara pandangan Sulastri dengan Musa yang mempersoalkan

kemiskinan tidak lain dan tidak bukan adalah karena sudut pandang yang berbeda. Sebagai

dampak kolonialisme Sulastri menganggap kemiskinan karena alam yang telah ditakdirka-

Page 68: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

103

Nya, akan tetapi Musa berpandangan lain. Kemiskinan yang menimpa Sulastri menurut

Musa karena kemalasannya. Manakah yang benar? Mengapa Sulastri berbpandangan

seperti itu? Pemikiran dan keyakinan Sulastri tidak bisa begitu saja disalahkan, karena

memang ia dikonstruk oleh kolonial menjadi sosok yang bodoh. Kolonialisme itulah yang

membangun sosok Sulastri menjadi sosok yang tidak dapat berpikir secara logis. Memang,

keyakinan terhadap mistik, pemalas, dan suka jalan pintas adalah dampak kolonialisme

yang sudah mematri dalam jiwa bangsa Indonesia. Hal ini telah direkam Mochtar Lubis

dalam buku berjudul Manusia Indonesia: Sebuah Pertanggungjawaban. Ia menyatakan

bahwa ciri bangsa Indonesia diantaranya berpola pikir mistis, pemalas, dan akhirnya suka

mengambil jalan pintas (1988).

Jejak kolonialisme yang lain yang dapat dilihat dalam cerpen ”Sulastri dan Empat

Lelaki” adalah kebodohan. Para penjajah berupaya keras agar bangsa terjajah tidak

memunyai peluang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Kolonial mnginginkan

agar koloni terjajah stagnan dalam ketidaktahuannya. Dengan kebodohan kolonial lebih

mudah mempermainkannya sebagi objek yang gampang diperintah, diatur, diperlakukan

semena-mena. Ilustrasi di bawah ini menunjukkan adanya kebodohan Sulastri sebagai

objek yang dapat diperalat untuk menyukseskan kepentingan penguasa.

Dari seribu real per orang, konon polisi akan mendapat tujuh real per orang,

sisanya untuk untuk para perantara. Polisi akan mengirim orang-orang tangkapan

ini ke kedutaan dengan surat deportasi. Kedutaanlah yang berkewajiban

menerbangkan mereka ke tanah air. Celakanya, ketika uang sudah diserahkan tapi

penangkapan tak kunjung tiba. Lebih celaka lagi, para perantara ternyata berasal

dari negeri Sulastri sendiri.

Dampak kolonialisme yang mengerikan tidak saja terdeskripsi pada watak dan

perilaku bangsa lain terhadap bangsa Indonesia, tetapi juga terlukis pada sesama bangsa

Indonessia. Watak dan perilaku bangsa kita pun sudah mencerminkan ideologi

kolonialisme itu. Para pepimpin yang berkuasa pada saat ini sudah tidak segan-segan

menjadikan yang lemah dan bodoh menjadi sasaran yang empuk. Mereka yang miskin

semakin dimiskinkan. Mereka yang tertindas semakin ditindas. Mereka yang kalah

semakin dikalahkan. Kaum marjinal, sebagai kaum yang bodoh dan lemah sering

dijadikan alat demi kepentingan penguasa. Penggusuran terhadap kaum marjinal selalu

dijadikan kedok oleh penguasa demi pembangunan Nasional. Jurang perbedaan antara dua

kutub tersebut semakin menganga.

Secara tragis, Sulastri begitu saja dilempar bagaikan rongsokan yang tak berharga

setelah para penguasa itu memeroleh harapan yang diinginkannya. Sulastri bak pepatah

“habis manis sepah dibuang”, habis terisap “madunya” ditinggal begitu saja, seperti

kutipan ini. “Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkan saat

pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”

“Kami menderita, Ya Musa.”

“Para pemimpin negerimu serakah.

“Kami tak kebagian, Ya Musa.”

“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan,

serta para cukongnya.”

Data di atas mengingatkan potret negeri kita semasa orba, yang menggambarkan

kebobrokan negeri kita. Kolusi, korupsi, dan nepotisme menjadi tujuannya. Para

pemimpin dan penguasa sudah terjangkiti sifat kolonialisme yang feodal. Mereka

memimpin negeri tidak demi rakyatnya, akan tetapi demi menumpuk kekayannya.

Keserakahan para penguasa sudah bukan barang yang rahasia, tetapi sudah menjadi

tontonan biasa. Pembodohan, penindasan, penjarahan semakin meraja lela.

Page 69: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

104

Mental korup yang menjangkiti para penguasa adalah dampak kolonialisme yang

bisa dirasakan sampai saat ini. Korupsi di negeri ini sudah menjadi budaya. Berkaitan

dengan persoalan korupsi ini, seorang budayawan Radhar Pancadahana samapi

mengungkapkan rumaor bahwa yang pantas untuk diekspor dari neri kita adalah kelihaian

koruptornya. Meski, sudah banyak kasus korupsi yang ditangani oleh KPK, sudah banyak

koruptor yang masuk penjara, namun persoalan korupsi belum enyah dari bumi tercinta.

Mengapa demikian? Kata Sang Penyair, Taufiq Ismail, dalam larik puisinya, /Di Cina

koruptor dipotong lehernya//di Arab koruptor dipotong tangannya//di Indonesia koruptor

dipotong tahannya/. Inilah realitas ironis yang terjadi negeri tercinta yakni, Indonesia.

Ketidakberhargaan sosok Sulastri karena kebodohannya. Kebodohan Sulastri

menyebabkan menjadi sosok inferior. Menurut Spivak (2008) mental bangsa terjajah

selalu menjadi inferior dan selalu merasa menjadi subordinat. Secara tidak langsung

keinferioran itu menyebabkan Sulastri menjadi seorang budak. Di dalam diri kolonial

sudah mematri dan beranggapan bahwa dirinya adalah Sang Penguasa. Mereka boleh

berbuat sewenang-wenang, mereka boleh berbuat apa saja atas yang dikuasainya. Penjajah

merasa bahwa dirinya berhak atas segalanya terhadap terjajah. Ideologi bangsa penjajah

adalah bangsa yang terbaik, bangsa yang berpengetahuan, bangsa yang beradab, dan

bangsa yang berpendidikan.

Dengan tidak disadari oleh Sulastri, sesungguhnya ia sudah dianggap sebagi budak

yang pantas untuk dipermainkan. Meski Sulastri tak menyadari kebudakannya, para

majikan sudah menjadikan diri Sulastri sebagai seorang budak yang harus patuh dan

tunduk kepadanya.

“Tak usah takut hai, Budak!” kata Firaun.

“ ku bukan budak...!”

“Ooo....siapa yang telah membayar untuk membebaskanmu? Semua adalah

milikku. Semua adalah aku!”

“Hai, jangan berlari! Kau datang ke sini untuk menghambakan diri. Kau adalah

budak milik tuanmu. Tunduklah ke hadapanku!”

Data di atas menunjukkan dampak kolonialisme yang merasuk pada diri Firaun

menjadi seorang majikan. Sosok Firaun merupakan simbol bangsa penjajah. Ia berada di

atas segalanya. Ia berhak memerintah apa saja kepada Sulastri (sebagai simbol bangsa

terjajah). Sikap dan perilaku Firaun itu, selaras dengan kajian kolonialisme yang

diungkapkan oleh Edwar Said (2010) bahwa bangsa terjajah (bangsa Timur) mengontruksi

pikiran penjajah (bangsa Barat) bangsa yang kejam dan menguasai seluruh kehidupan

bangsa terjajah. Dan sebaliknya, bangsa penjajah mengonstrusi pikiran bangsa terjajah

sebagi bangsa yang lemah dan pantas untuk dikuasai.

KESIMPULAN

Cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” karya M. Shoim nwar memotret jejak

kolonialisme. Jejak kolonialisme tersebut terlihat pada kehidupan para tokohnya,

khususnya tokoh Sulastri dan Markam. Jejak kolonialisme terlihat pada penderitaan

kemiskinan keluarga Sulastri. Di samping itu, jejak kolonialisme tecermin pada perilaku

tokoh Markam yang menunjukkan kepercayaan dan keyakinan pada hal-hal yang bersifat

irasional atau mistik, menjadi sosok-sosok pemalas, dan juga suka mengambil jalan pintas.

Jejak kolonialisme juga terlihat pada kebodohan Sulastri, dan akhirnya menjadi

sosok inferior yang dikuasai oleh para penguasa. Penguasa yang dholim disimbolkan

adanya sosok Firaun yang keras dan kejam. Mereka menajdi sosok superior sementara

Sulastri menajadi sosok inferior. Superior berhak berbuat semena-mena atas inferior,

sedangkan inferior menerima kesemena-menaannya.

Page 70: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

105

DAFTAR PUSTAKA

Gandhi, Leela. 1988. Teori Postkolonial Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat.

(Terjemahan Yuwan Wahyutri dan Nur Hamidah) Jakarta: Yayasan Obor.

Lubis, Mochtar. 1988. Manusia Indonesia: Sebuah Pertanggungjawaban. Jakarta: Yayasa

Obor.

Morton, Stephen. 2008. Gayatri Spivak: Etika, Subalter, dan Krtitik Penalaran

Postkolonial (Terjemahan Wiwin Indiarti). Yogyakarta: Pararaton.

Said, Edwar W. 2010. Orientalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sariban. 1 . “Representasi Kolonialisme dalam Tetralogi Pramoedya nanta Toer”.

Disertasi.

Swastika, lia. 5. “ dakah Jejak Postkolonial dalam Novel Populer”. Media

Perempuan Multikultural Srintil. Edisi 8

Page 71: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

106

PENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI

PENDEKATAN CTL DENGAN TUTOR SEBAYA PADA

KOMPETENSI DASAR PELUANG

Mujiono SMK Negeri Pringkuku

Desa Ngadirejan Kecamatan Pringkuku Kabupaten Pacitan

Abstrak

Dalam pembelajaran matematika Secara rasional dalam Contextual teaching and learning

(CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa

mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta.

Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan

bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus

dikonstruksi oleh siswa. Berdasarkan kegiatan pada siklus 1 dan siklus 2 maka pembelajaran

matematika dengan menggunakan pendekatan CTL dengan pemanfaatan dengan tutor sebaya

tardapat peningkatan yang cukup signifikan hal ini ditandai dengan peningkatan pada masing-

masing siklus. Untuk siklus 1 bahwa siswa yang tuntas adalah 12 siswa 46,15 % sedangkan

siswa yang belum tuntas 14 atau 53,85 %. Jadi pada kegiatan siklus ini masih belum berhasil.

Sedangkan pada siklus 2 bahwa siswa yang tuntas adalah 21 siswa 80,77 % sedangkan siswa

yang belum tuntas 5 siswa atau 19,25 %.

Kata Kunci : Peningkatan, Prestasi,CTL

PENDAHULUAN

Dalam pembelajaran matematika banyak guru yang mengeluhkan rendahnya

kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Secara umum hal ini terlihat

dari banyaknya kesalahan yang dilakukan siswa dalam memahami konsep matematika

sehingga berakibat pada kesalahan dalam mengerjakan soal dan akhirnya berpengaruh

pada rendahnya prestasi belajar siswa (skor) baik dalam nilai ulangan harian, maupun

terhadap pemahaman materi yang disampaikan terutama pada materi Peluang.

Karena pada dasarnya terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan

siswa dalam belajar, baik dari dalam diri siswa itu sendiri dalam belajar, maupun faktor

dari luar. Ruseffendi (1991: 9) mengemukakan bahwa sepuluh faktor yang mempengaruhi

keberhasilan seseorang dalam belajar antara lain sebagai berikut: (1) kecerdasan, (2)

kesiapan belajar, (3) bakat, (4) kemauan belajar, (5) minat, (6) cara penyajian materi

pembelajaran, (7) pribadi dan sikap pengajar, (8) suasana pengajaran, (9) kompetensi

pengajar, dan (10) kondisi masyarakat luas.

Belajar pada prinsipnya adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari

interaksi antara siswa dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik secara sengaja

dirancang atau tanpa sengaja dirancang. Kegiatan belajar tersebut dapat dihayati (dialami)

oleh orang yang sedang belajar. Selain itu kegiatan belajar juga dapat di amati oleh orang

lain. Belajar yang di hayati oleh seorang pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha

pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru).

Pembelajaran matematika pada siswa masih banyak kendala kesepuluh poin tersebut

menjelaskan bahwa cara penyajian materi merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus menjadi penentu keberhasilan belajar siswa.

Apakah materi yang disajikan membuat siswa tertarik, termotivasi, kemudian timbul

perasaan pada diri siswa untuk menyenangi materi, dan adanya kebutuhan terhadap materi

tersebut. Atau cara penyajian materi hanya akan membuat siswa jenuh terhadap

matematika? Ataukan justru siswa lebih senang/ lebih paham jika yang menjelaskan adalah

Page 72: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

107

teman mereka sendiri dalam satu kelas yang kemudian dalam tipe pembelajaran dikenal

dengan “Tutor Sebaya”? Sejalan dengan pemikiran Syah (1995) bahwa kekurangan atau

ketiadaan motivasi akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan

proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika akan

mengaktifkan siswa serta menyadarkan siswa bahwa matematika tidak selalu

membosankan. Guru hanya sebagai fasilitator untuk membentuk dan mengembangkan

pengetahuan itu sendiri, bukan untuk memindahkan pengetahuan. Melalui pembelajaran

CTL siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan motivasi dalam

belajar matematika. Yang pada akhirnya akan mencapai hasil maksimal dalam proses

belajar dan meningkatnya prestasi belajar siswa di bidang matematika.

Pendekatan pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang berusaha

meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dalam

pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Dalam belajar tentang pendekatan

belajar tersebut, orang dapat melihat pengorganisasian siswa, posisi guru-siswa dalam

pengolahan pesan, dan pemerolehan kemampuan dalam pembelajaran. Pendekatan

pembelajaran dengan pengorganisasian siswa dapat dilakukan dengan pembelajaran secara

individual, pembelajaran secara kelompok, dan pembelajaran secara klasikal.

Faktor internal yang dialamai oleh siswa meliputi hal-hal seperti; sikap terhadap

belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, kemampuan mengolah bahan belajar,

kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar, kemampuan menggali hasil belajar yang

tersimpan, kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, rasa percaya diri siswa,

intelegensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar dan cita-cita siswa. Faktor-faktor

internal ini akan menjadi masalah sejauh siswa tidak dapat menghasilkan tindak belajar

yang menghasilkan hasil belajar yang baik. (Dimyati & Mudjiono, 2002).

Penerapan CTL dalam pembelajaran, kembangkan pemikiran bahwa anak akan

belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan

mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin

kegiatan inkuiri untuk semua topik. Kembangkan sifat keingintahuan siswa dengan cara

bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan

model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan.

Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa (Sumber

materi Bintek KTSP-2008).Menurut Johnson (2004) dalam Drs. Sugiyanto (2009:15)

menyatakan bahwa ada 3 pilar dalam system CTL, yaitu: 1) CTL mencerminkan prinsip

kesaling-bergantungan 2). CTL mencerminkan prinsip diferensiasi 3).CTL mencerminkan

prinsip pengorganisasian diri.

Tutor sebaya adalah seorang siswa pandai yang membantu belajar siswa lainnya

dalam tingkat kelas yang sama. Sisi lain yang menjadikan matematika dianggap siswa

pelajaran yang sulit adalah bahasa yang digunakan oleh guru. Dalam hal tertentu siswa

lebih paham dengan bahasa teman sebayanya daripada bahasa guru. CTL adalah

merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai

anggota masyarakat (Depdiknas: 2002).

Belajar pada prinsipnya adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari

interaksi antara siswa dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik secara sengaja

dirancang atau tanpa sengaja dirancang (Suliana, 2005). Kegiatan belajar tersebut dapat

dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar. Selain itu kegiatan belajar juga dapat di

amati oleh orang lain. Belajar yang di hayati oleh seorang pebelajar (siswa) ada

Page 73: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

108

hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada

satu sisi, belajar yang di alami oleh pebelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang

siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental

tersebut juga didorong oleh tindakan pendidikan atau pembelajaran.

Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajar.

Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan

perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring,

selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri

sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan

belajar siswa merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran. Proses belajar

siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar sebagai

dampak pengajaran. (Dimyati & Mudjiono, 2002). Rumusan dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada

materi Peluang di kelas XI Furnitur SMK Negeri Pringkuku yang diajarkan dengan

menggunakan metode CTL. 2) Apakah terdapat peningkatan prestasi belajar siswa pada

materi Peluang di kelas XI Furnitur SMK Negeri Pringkuku yang diajarkan dengan

menggunakan metode CTL.

METODE PENELITIAN

Setting penelitian ini adalah SMK Negeri Pringkuku dan karakteristik

Pembelajaran atematika dalam penelitian ini pada siswa kelas XI Furnitur tahun pelajaran

2012/2013 dengan jumlah siswa 26 siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II

bulan April sampai dengan Mei 2013 dan waktunya disesuaikan dengan jadwal mengajar

pada kelas dalam waktu pembelajaran. Pada kegiatan penelitian ini berlangsung dalam 2

siklus dengan 2 kali pertemuan tiap minggu dengan 4 jam tatap muka. Setiap siklus terdiri

dari 2 tindakan dan setiap tindakan dialokasikan 4 jam pelajaran. Jadi lama tindakan 2

minggu atau 4 kali pertemuan. Faktor Yang Diteliti, antara lain a) Faktor Siswa : melihat

hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran Statistika dengan system tutor sebaya.

Selain itu juga diamati respon siswa seperti ketekunan, keseriusan, kerjasama dalam

kelompok (antara tutor dan yang diberi tutorial), kerjasama antar kelompok, kemampuan

bertanya dan menjawab pertanyaan dan penghargaan kepada kelompok lain. b). Faktor

Guru : melihat cara guru merancang pembelajaran statistika dengan system tutor sebaya

termasuk perangkat pembelajaran, perangkat evaluasi dan pelaksanaan tindakan.

Prosedur penelitian terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus dalam penelitian ini dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, Perencanaan. Terdiri dari; 1) Menyusun

perangkat pembelajaran berupa skenario pembelajaran dan rencana pembelajaran serta

menentukan materi pokok yang diajarkan; 2) Memilih siswa yang dijadikan tutor sebaya

dengan cara memilih 5 orang siswa yang berprestasi akademik, mempunyai kemampuan

pengetahuan, pemahaman dan analisa yang baik serta kemampuan merespon

permasalahan, memberikan bimbingan dan adaptasi dalam satu kelompok. Dalam setiap

kelompok terdapat satu siswa sebagai seorang tutor; 3) Menyiapkan alat evaluasi sesuai

dengan kompetensi dasar yang termuat dalam scenario pembelajaran. Pada minggu ke-

empat bulan April 2013

Kedua, Pelaksanaan. Pelaksanaan tindakan yaitu: siklus I, pada mingggu kedua

bulan Mei 2013 dan Siklus II, pada minggu ketiga bulan Mei 2013 Sesuai dengan jadwal

mengajar di SMK Negeri Pringkuku. 1) Observasi; Dilaksanakan bersamaan dengan

pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. 2)

Refleksi; Data yang diperoleh dari tahap observasi dan evaluasi dianalisis dan

Page 74: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

109

menyimpulkan kelemahan dan kelebihan system tutor sebaya pada siklus I untuk

melakukan perbaikan pada siklus II.

Data tentang hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan system tutor

sebaya diperoleh dengan mengamati respon siswa. Data tentang cara guru merancang

pembelajaran dengan system tutor sebaya termasuk perangkat pembelajaran, perangkat

evaluasi dan pelaksanaan tindakan. Dalam penelitian tindakan kelas, peningkatan prestasi

belajar siswa sebagai hasil tindakan merupakan aspek paling diharapkan berkaitan erat

dengan analisis tentang prestasi belajar siswa seperti : analisis daya serap, ketuntasan

belajar dan nilai rata-rata. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut:

- Daya serap individu

% daya serap individu =

- Ketuntasan belajar secara individu

Peserta dikatakan tuntas belajar secara individu bila memperoleh persentase daya serap

individu ≥ 73%.

- Daya serap secara klasikal

% daya serap secara klasikal =

- Ketuntasan belajar secara klasikal

% ketuntasan belanja =

Peserta dikatakan tuntas belajar secara klasikal bila memperoleh persentase daya serap

secara klasikal ≥ 85% (Depdikbud, 1996: 5)

- Rata-rata hasil belajar

Nilai rata-rata =

Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daya serap

individual, ketuntasan klasikal dan nilai rata-rata. Penerapan system tutor sebaya dinilai

berhasil dalam pembelajaran Peluang bila setiap tindakan menghasilkan daya serap

individual (ketuntasan individual) minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Siklus I

Pertama, Perencanaan. Pada siklus pertama ini peneliti merencanakan bahwa

dalam pembahasan pada kompetensi dasar Peluang peneliti menggunakan pembelajaran

seperti biasa dalam arti secara umum sudah menganggap bahwa pada siswa kelas XI

Furnitur SMK Negeri Pringkuku tersebut sudah pernah mengadakan pembelajaran

mengenai Peluang. Kegiatan pembelajaran pada siklus ini peneliti laksanakan pada

minggu kedua bulan Mei 2013 yang pelaksanaannya sebagai berikut : Peneliti

mempelajari masalah yang ada dan merancang pembelajaran untuk dilaksanakan dalam

penggunaan metode CTL dengan tutor sebaya.

Kedua, Pelaksanaan. Pada pelaksanaan pembelajaran kurang lebih 10 menit,

peneliti melakukan apersepsi. Setelah melakukan apersepesi kemudian dilakukan

pengecekan terhadap bahan materi yang akan disampaikan, penerapan pembelajaran

dengan CTL, kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan

cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan

ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.

Pembelajaran tutor sebaya ini adalah memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk

mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional, mengembangkan

sikap sosial dan semangat gotong royong dalam kehidupan, mendinamiskan kegiatan

Page 75: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

110

kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota merasa diri sebagai bagian kelompok yang

bertanggung jawab, mengembangkan kemampuan kepemimpinan keterampilan pada tiap

anggota kelompok.

Ketiga, Observasi. Dari pembelajaran yang dengan baik ditunjukkan dengan angka

persentase 70%. Sedangkan yang tidak dapat dikerjakan dapat ditunjukkan dengan angka

persentase 30%. Ada diantara siswa yang mengerjakan di sekolah dengan cara mencontek

jawaban yang tidak aktif, dan berdasarkan hasil pemantauan peneliti dan guru pendamping

yang berfungsi sebagai kolaborator, alasan yang dikemukakan dari siswa yang tidak aktif

Sedangkan dari 5 buah soal yang disajikan umumnya dapat dijawab dengan benar.

Selanjutnya pada kegiatan pembelajaran peneliti menyampaian materi pembelajaran yang

didampingi oleh kolabolator.

Berdasarkan hasil pengamatan data yang diperoleh menunjukkan bahwa kegiatan

pembelajaran yang dilakukan belum berhasil sebab siswa yang memperoleh skor 70 ke

atas masih kurang dari 75%. Atau jika ditentukan bahwa siswa yang tuntas adalah 12

siswa 46,15 % sedangkan siswa yang belum tuntas 14 atau 53,85 %. Jadi pada kegiatan

siklus ini masih belum berhasil.

Keempat, Refleksi. Dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan siklus I belum

mencapai hasil secara maksimal, sebab siswa belum terbiasa dengan metode yang

digunakan peneliti. Siswa masih merasa kesulitan akan tugas yang ia kerjakan sehingga

siswa belum aktif dalam merespon metode baru yang diberikan. Perlu adanya tindakan

lebih lanjut sehingga mencapai tujuan. Dari hasil pemantauan proses pelaksanaan

tindakan, mencatat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk digunakan pada

pelaksanaan tindakan siklus berikutnya. Tindakan yang perlu dilakukan antara lain: 1)

Peneliti melihat atau merevisi kembali persiapan yang dilaksanakan, 2) Peneliti menyusun

kembali siswa yang dijadikan tutor sebaya dengan dasar permasalahan yang ada, 3)

peneliti memberi petunjuk cara menyelesaikan soal bagi siswa yang mengalami kesulitan.

Siklus II

Pertama, Perencanaan. Pada siklus kegiatan siklus kedua ini peneliti merencanakan

bahwa dalam pembahasan pada kompetensi dasar Peluang peneliti menggunakan

pembelajaran seperti biasa dalam arti secara umum sudah menganggap bahwa pada siswa

kelas XI Furnitur SMK Negeri Pringkuku tersebut sudah pernah mengadakan

pembelajaran mengenai Peluang. Kegiatan pembelajaran pada siklus II, pada prinsipya

hampir pada kegiatan pada siklus sebelumnya. Adapun kegiatan pada siklus di laksanakan

pada minggu ketiga bulan Mei 2013 yang pelaksanaannya sebagai berikut : Peneliti

mempelajari masalah yang ada dan merancang pembelajaran untuk di laksanakan dalam

penggunaan metode CTL dengan tutor sebaya.

Kedua, Pelaksanaan. Pada kegiatan siklus II pembelajaran dengan materi Peluang

dengan memperbaiki pelaksanaan pembelajaran pada siklus sebelumnya. Sebagai awal

pelaksanaan kurang lebih 10 menit, peneliti melakukan apersepsi. Setelah melakukan

apersepesi kemudian dilakukan pengecekan terhadap bahan materi yang akan

disampaikan, penerapan pembelajaran dengan CTL, kembangkan pemikiran bahwa anak

akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan

mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin

kegiatan inkuiri untuk semua topik tentang materi Peluang.

Pembelajaran tutor sebaya ini adalah memberikan kesempatan kepada setiap siswa

untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional dalam

memahami sifat-sifat Peluang dan persamaan Peluang, mengembangkan sikap sosial dan

semangat gotong royong dalam kehidupan, mendinamiskan kegiatan kelompok dalam

Page 76: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

111

belajar sehingga tiap anggota merasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung

jawab, mengembangkan kemampuan kepemimpinan keterampilan pada tiap anggota

kelompok yang dinatu oleh seorang tutor sebaya.

Ketiga, Observasi. Dari pembelajaran yang dengan baik ditunjukkan dengan angka

persentase 70%. Sedangkan yang tidak dapat dikerjakan dapat ditunjukkan dengan angka

persentase 30%. Ada diantara siswa yang mengerjakan di sekolah dengan cara mencontek

jawaban yang tidak aktif, dan berdasarkan hasil pemantauan peneliti dan guru pendamping

yang berfungsi sebagai kolaborator, alasan yang dikemukakan dari siswa yang tidak aktif

Sedangkan dari 5 buah soal yang disajikan umumnya dapat dijawab dengan benar.

Selanjutnya pada kegiatan pembelajaran peneliti menyampaian materi pembelajaran yang

didampingi oleh kolabolator. Berdasarkan hasil pengamatan data yang diperoleh

menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan belum berhasil sebab siswa

yang memperoleh skor 70 ke atas sudah lebih 70%. Atau jika ditentukan bahwa siswa

yang tuntas adalah 21 siswa 80,77 % sedangkan siswa yang belum tuntas 5 siswa atau

19,25 %. Jadi pada kegiatan siklus ini dikatakan berhasil. Dengan demikian pembelajaran

yang menggunakan pendekatan CTL dengan tutor sebaya dapat dikemukakan ada

peningkatan yang cukup signifikan dengan ditandai adanya peningkatan pada masing-

masing siklus.

Keempat, Refleksi. Dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan siklus II sudah

mencapai hasil secara maksimal, sebab siswa sudah terbiasa dengan metode yang

digunakan peneliti terutama dengan penerapan CTL dengan tutor sebaya dengan

memberikan gambaran selama kegiatan pada siklus II ini memberikan kontribusi yang

positif dalam pembelajaran sehingga siswa cenderung lebih aktif dan memiliki kampuan

dalam pembelajaran matematika yang diajarkan, dan sekaligus dengan tutor sebaya

pembelajaran lebih efektif.

Pembahasan

Berdasarkan kegiatan pada siklus 1 dan siklus 2 maka pembelajaran matematika

dengan menggunakan pendekatan CTL dengan pemanfaatan dengan tutor sebaya tardapat

peningkatan yang cukup signifikan hal ini ditandai dengan peningkatan pada masing-

masing siklus. Untuk siklus 1 bahwa siswa yang tuntas adalah 12 siswa 46,15 % sedangkan

siswa yang belum tuntas 14 atau 53,85 %. Jadi pada kegiatan siklus ini masih belum

berhasil. Sedangkan pada siklus 2 bahwa siswa yang tuntas adalah 21 siswa 80,77 %

sedangkan siswa yang belum tuntas 5 siswa atau 19,25 %. Dari uraian diatas maka dapat

digambarkan dengan menggunakan grafik sebagai berikut.

SIMPULAN DAN SARANesimpulan

0

20

40

60

80

100

Siklus 1 Siklus 2

Dal

am %

Masing-masing siklus

Kegiatan pembelajaran pada tiap siklus

Rata-rata

Tuntas

Tidak tuntas

Page 77: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

112

Berdasarkan uraian pada analisis data dan pembahasan maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa: 1) Terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan

soal-soal pada materi Peluang di kelas XI Furnitur SMK Negeri Pringkuku yang diajarkan

dengan menggunakan metode CTL. 2) Terdapat peningkatan prestasi belajar siswa pada

materi Peluang di kelas XI Furnitur SMK Negeri Pringkuku yang diajarkan dengan

menggunakan metode CTL.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka sebagai tindak lanjut dan

penyempurnaannya dikemukakan saran sebagai berikut: Pertama, Bagi Guru; Dalam

menyajikan mata pelajaran matematika tentang materi Peluang dapat menggunakan

metode pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memahami benar dalam berbagai segi,

yaitu aspek kognitif dan afektif. Hal ini didasarkan bahwa untuk pelajaran matematika

siswa dituntut berfikir secara kritis dan analisis dalam memahami materi. Jika dengan

menerapkan metode ceramah saja maka akan terjadi kebosanan siswa terhadap materi

yang diajarkan dan lagi pemahaman siswa terhadap materi sangatlah rendah.

Kedua, Bagi siswa. Agar pembelajaran yang dilakukan disekolah cenderung lebih

berorientasi/mengedepankan pola berfikir yang aktif dan kreatif agar pelaksanaan

pembelajaran dikelas akan cepat memberikan kontribusi yang baik.

Ketiga, Penelitian selanjutnya. Guna mendapatkan jawaban yang lebih detail

disarankan diadakan penelitian lanjutan dengan rancangan pembelajaran yang lebih

komprehensif, terutama dalam pengambilan data dengan menggunakan teori yang lebih

kompleks. Dengan demikian penelitian tersebut dapat lebih mantap tentang strategi

pembelajaran dengan menggunakan metode CTL dengan mengembangkan tutor sebaya.

DAFTAR PUSTAKA

Carin, Arthur. 1993. Teaching Modern Science. USA: MacMilan Publishing Company.

Hakim, Lukman. 1995. Metodologi Penelitian. Malang: IKIP Malang.

Harsiati, Titik. 1999. Penelitian Tindakan Kelas dalam Pengajaran Akuntansi Biaya.

Malang IKIP Malang.

Mariana, IM. 1999. Suatu Tinjauan tentang Hakekat pendekatan “Science Technology and

Society” dalam Pembelajaran Sains. Buletin Pelangi Pendidikan, vol 2 No. 1.

Bandung.

Moleong, Lexy. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Poedjiadi, Anna. 1994. Konsep STS dan Pengembangannya Berdasarkan Kurikulum

Sekolah. Makalah disampaikan pada Semlok STS tanggal 11 – 12 Juli 1994.

Bandung: PPPG IPA.

Soedarsono, 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Bagian Ketiga;

Pemantauan dan Evaluasi. Yogyakarta: UP3SD – UKMPSD Depdikbud.

Page 78: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

113

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA

JONGKOK MELALUI METODE LATIHAN AWALAN 9 LANGKAH

PADA SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 2 KEBONAGUNG

SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Bambang Santoso SMP 2 Kebonagung Pacitan

Email: [email protected]

Abstrak

Upaya pencapaian jarak lompatan sejauh-jauhnya pada seorang siswa harus memiliki

beberapa persyaratan tertentu seperti misalnya kondisi fisik dan penguasaan teknik dalam

lompat jauh yang baik. Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah:

bagaimanakah metode latihan awalan 9 langkah dapat menigkatkan hasil belajar lompat jauh

gaya jongkok? Tujuan dari penelitian ini adalah (A) Untuk mengetahui bagamana metode

latihan awalan 9 langkah dapat meningkatkan kemampuan dan hasil belajar lompat jauh gaya

jongkok

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak dua siklus. Setiap

siklus terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

Subyek penelitian ini adalah Siswa Kelas VII A SMP N 2 Kebonagung Semester Genap Tahun

Pelajaran 2010/2011. Dari hasil analisa didapat bahwa prestasi belajar siswa mengalami

peningkatakan dari siklus I sampai II yaitu, siklus I (75%), siklus II (100%). Simpulan dari

penelitian ini adalah metode Latihan Awalan 9 langkah dapat meningkatkan hasil belajar

lompat jauh gaya jongkok Kelas VII A SMP N 2 Kebonagung dan metode ini dapat digunakan

sebagai salah satu alternative pada pembelajaran lompat jauh.

Kata kunci: Penjas orkes, Lompat Jauh Gaya Jongkok, Metode Latihan Awalan 9 Langkah

PENDAHULUAN

Lompat jauh yang diajarkan di sekolah menengah pertama merupakan latihan bagi

siswa untuk melakukan gerakan melompat dan mencapai jarak lompatan sejauh-jauhnya

yang dimulai dengan gerakan lari sebagai awalan dalam melompat kemudian menolak

pada papan tumpuan kemudian gerakan melayang di udara dan akhirya mendarat pada

titik terjauh ke dalam bak pasir sebagai media pendaratannya. Pencapaian jarak lompatan

sejauh-jauhnya dapat diraih dengan persyaratan tertentu seperti misalnya kondisi fisik dan

penguasaan teknik dalam lompat jauh yang baik.

Banyaknya alternatif pilihan teknik awalan lompat jauh sering menjadikan

kenyataan mudahnya mengambil salah satu teknik awalan dengan tidak

mempertimbangkan karakteristik peserta didik yang dihadapi. Akibatnya prestasi lompat

jauh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi riil ini terjadi ketika berlangsung

proses pembelajaran lompat jauh di kelas VII A SMP Negeri 2 Kebonagung. Teknik

awalan yang diberikan saat pembelajaran berlangsung mengambil jarak maksimal sesuai

dengan standart perlombaan (30-40 meter).

Hasil dari kegiatan pembelajaran menunjukkan bahwa dari tes awal yang

dilaksanakan hanya 52% siswa yang nilainya di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

yang ditentukan yakni 75. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa menguasai

materi Lompat Jauh tergolong rendah.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis sekaligus guru penjas pada kelas

VII A terdorong untuk memperbaiki hasil belajar lompat jauh gaya jongkok dengan

megadakan pembenahan proses pembelajaran melalui penelitian tindakan. Adapun

penelitian tindakan untuk kelas VII adalah “ Meningkatkan Hasil belajar Lompat jauh

Page 79: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

114

Gaya Jongkok Melalui Metode Latihan Awalan 9 langkah Pada Siswa Kelas VII A SMP

Negeri Kebonagung Semester II Tahun Pelajaran 1 11”.

Rumusan Masalah

Bagaimanakah metode Latihan Awalan 9 langkah dapat meningkatkan hasil belajar

Lompat Jauh Gaya Jongkok Siswa Kelas VII A SMP N 2 Kebonagung?

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester Genap tahun pelajaran

2010/2011

2. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kebonagung kabupaten

Pacitan.

Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VII

A SMP Negeri 2 Kebonagung tahun pelajaran 2010/2011, yang terdiri dari 32 siswa

dengan komposisi laki-laki 18 orang dan perempuan 14 orang.

Personalia Peneletian

1. Pengamat Penelitian

Nama:Hanung Prabowo, S.Pd

Kualifikasi: Guru Penjas Orkes

2. Peneliti

Nama: Bambang Santoso, M.Pd

Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan berdasarkan hasil refleksi awal pembelajaran

lompat jauh gaya jongkok. Menurut hasil wawancara dengan siswa, angket yang disebar,

dan analisis hasil ulangan harian diperoleh informasi bahwa hasil belajar siswa kelas VII

A materi lompat jauh gaya jongkok masih rendah. Aktivitas siswa dalam pembelajaran

lompat jauh gaya jongkok belum optimal dan metode latihan yang digunakan dalam

belajar lompat jauh belum sesuai dengan karakteristik siswa. Berdasarkan permasalahan

tersebut maka perlu adanya penelitian tindakan dalam upaya meningkatkan layanan

pembelajaran sekaligus meningkatkan hasil belajar.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, catatan

lapangan, dokumentasi, dan foto. Secara garis besar, instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini dipaparkan sebagai brikut:

1. Lembar observasi digunakan untuk menjaring data berkaitan dengan proses

pembelajaran baik aktivitas guru, maupun siswa.

2. Catatan Lapangan digunakan untuk memperoleh rekaman kegiatan guru dan siswa

selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

3. Lembar Penilaian digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa/ penguasaan

kompetensi siswa.

Page 80: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

115

4. Angket siswa digunakan untuk menjaring data terkait dengan tanggapan siswa

terhadap proses pembelajaran.

Prosedur Pengunpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai

berikut.

1. Observasi yang dilakukan bersamaan dengan implementasi tindakan. Fokus observasi

adalah hal-hal yang terkait dengan aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

2. Tes berupa unjuk kerja kemampuan siswa melakukan lompat jauh gaya jongkok. Tes

ini dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa.

Jenis Data dan Analisisnya

Data yang diperoleh dari instrumen tersebut meliputi data proses dan hasil belajar.

Selanjutnya, data itu dianalisis. Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa

deskriptif kuantatif, yaitu suatu metode penelitian yang menggambarkan kenyataan atau

fakta sesuai dengan data yang diperoleh.

Analisa ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

1. Untuk menilai tes praktik

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa yang selanjutnya

dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes

praktik. Dirumuskan:

N

XX

Keterangan:

X = Nilai rata-rata

X = Jumlah semua nilai siswa

N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara

klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum KTSP

(Depdikbud, 1994) yaitu siswa telah tuntas belajar bila di kelas tersebut mendapat

90% yang telah mencapai daya serap dari materi yang disajikan.

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai

berikut:

%100

siswa

belajartuntasyangSiswaP

3. Untuk lembar observasi

a. Lembar observasi pengolahan metode penampilan dan eksperimen

Untuk menghitung lembar observasi pengolahan metode penampilan

dan eksperimen digunakan rumus sebagai berikut:

2

21 PPX

Dimana:

P1 = pengamatan 1

P2 = pengamatan 2

b. Lembar observasi aktifitas guru dan siswa

Page 81: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

116

Untuk menghitung lembar observasi aktivitas guru dan siswa digunakan

rumus sebagai berikut:

1 2Jumlah hasil pengamatan% 100% dengan

Jumlah pengamat 2

P PXX

X

Dimana:

% = persentase angket

X = rata-rata

X = jumlah rata-rata

1P = pengamat 1

2P = pengamat 2

4. Untuk menghitung persentase angket digunakan rumus sebagai berikut:

n

ZP

Dimana:

P = Persentase

Z = Alternatif jawaban (A, B, C, D)

n = Jumlah responden

5. Aspek yang diamati

Mengadakan analisis terhadap data hasil pengamatan yang

menggunakan rating scale, hal ini dimaksudkan apakah penelitian bisa dihentikan

atau dilanjutkan pada siklus berikutnya.

a. Ranah Psikomotor

Skala penilaian yang digunakan sesuai dengan instrument yang telah

direncanakan, yaitu antara 1-3 (1= kurang tepat, 2 = cukup dan 3 = tepat) untuk aspek

penilaian. Hal ini berarti bahwa:

- Skor minimal yang diperoleh siswa adalah: 1 x 4 =4

- Skor maksimalyan diperoleh siswa adalah: 3 x4 = 12

- Medium skor adalah 82

)124(

b. Ranah Afektif

Skala penilaian yang digunakan sesuai dengan instrumen yang telah

direncakanakan yaitu antara 1-4 (1 kurang baik, 2 cukup baik, 3 = baik, 4 = sangat

baik) untuk 3 aspek penilaian. Hal ini berarti bahwa:

- Skor minimal yang diperoleh siswa adalah: 1 x 3 = 3

- Skor maksimal yang diperoleh siswa adalah: 4 x 3 = 12

- Medium skor adalah 5,72

)123(

- Dibuat rentang skor dan dikonversi menjadi nilai rapor sebagai pedoman penilaian.

Tabel 3.2 Pedoman Penilaian Ranah Psikomotor

No Rentang skor Nilai Rapor Predikal

1 11-12 A Baik sekali

2 9-10 B Baik

3 7-8 C Cukup

4 5-6 K Kurang

5 3-4 KC Kurang sekali

Page 82: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

117

Mutu pernbelajaran dikatakan baik apabila siswa yang mendapat nilai diatas C

mencapai 90 % atau lebih dari keseluruhan siswa

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil

Siklus Pertama

Perencanaan

1) Menentukan metode pembelajaran.

2) Menyusun format observasi dan instrument penilaian.

3) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Pelaksanaan Tindakan.

1) Guru melakukan apersepsi.

2) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

3) Guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan belajar lompat jauh gaya jongkok dengan

awalan 9 langkah .

4) Guru mendemonstrasikan langkah-langkah kegiatan belajar lompat jauh gaya jongkok

dengan awalan 9 langkah (teknik awalan, tumpuan, saat di udara dan mendarat).

5) Jumlah siswa dibagi menjadi 6 kelompok (3 kelompok pa dan 3 kelompok pi).

6) Siswa dalam kelompok masing-masing berdiskusi tentang teknik lompat jauh dengan

awalan 9 langkah, dilanjutkan unjuk kerja lompat jauh gaya jongkok tiap-tiap siswa di

kelompok masing-masing.

7) Perwakilan masing-masing kelompok mendemonstrasikan lompat jauh gaya jongkok

hasil kerja kelompok (teknik awalan, tumpuan, saat di udara dan mendarat).

8) Dari hasil kerja kelompok, guru memberikan penguatan informasi.

9) Siswa unjuk kerja secara individu.

10) Setelah selesai guru menyimpulkan hasil lompat jauh siswa dengan memberikan

evaluasi.

Observasi

Hasil pengamatan kolaborator dengan menggunakan instrument observasi dan

catatan lapangan. Berdasarkan tabel dan grafik di atas, tertihat bahwa siswa mulai terdapat

peningkatan dengan memperoleh rata-rata 72 dengan nilai tertinggi 83 dan nilai terendah

adalah 50. Siswa yang tuntas belajar 27 orang atau sekitar 84% dari nilai KKM yang

ditetapkan yaitu 75. Hal ini memberi gambaran bahwa hasil belajar siswa pada materi

teknik lompat jauh gaya jongkok terdapat peningkatan jika dibanding dengan hasil pra

siklus.

Refleksi

Hasil diskusi dengan kolaborator diperoleh masukan sebagai berikut:

1) Guru agar memberi penekanan khusus terhadap motivasi siswa untuk mampu secara

optimal melakukan tugas gerak yang diberikan.

2) Guru agar menggunakan bahasa penekanan secara jelas dalam menyampaikan

informasi tentang hal-hal yang belum diketahui oleh siswa.

Page 83: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

118

Siklus Kedua

Perencanaan

1) Menentukan metode pembelajaran.

2) Menyiapkan format observasi dan instrument penilaian.

3) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Pelaksanaan Tindakan

1) Guru melakukan apersepsi.

2) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

3) Guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan belajar lompat jauh gaya jongkok dengan

awalan 9 langkah .

4) Guru mendemonstrasikan langkah-langkah kegiatan belajar lompat jauh gaya jongkok

dengan awalan 9 langkah (teknik awalan, tumpuan, saat di udara dan mendarat).

5) Jumlah siswa dibagi menjadi 6 kelompok (3 kelompok pa dan 3 kelompok pi).

6) Siswa dalam kelompok masing-masing berdiskusi tentang teknik lompat jauh dengan

awalan 9 langkah, selanjut unjuk kerja lompat jauh gaya jongkok tiap-tiap siswa di

kelompok masing-masing.

7) Perwakilan masing-masing kelompok mendemonstrasikan lompat jauh gaya jongkok

hasil kerja kelompok (teknik awalan, tumpuan, saat di udara dan mendarat).

8) Dari hasil kerja kelompok, guru memberikan penguatan informasi.

9) Siswa unjuk kerja secara individu.

10) Setelah selesai guru menyimpulkan hasil lompat jauh siswa dengan memberikan

evaluasi.

Observasi

Hasil pengamatan kolaborator dengan menggunakan instrument observasi dan catatan

lapangan. Berdasarkan tabel dan grafik di atas, terlihat bahwa siswa mulai terdapat

peningkatan yang cukup signifikan dengan memperoleh rata-rata 85 dengan nilai tertinggi

92 dan nilai terendah adalah 75. Siswa yang hasil belajamya sama atau diatas KKM 32

orang atau sekitar 100% dari nilai KKM yang ditetapkan yaitu 75. Hal ini memberi

gambaran bahwa hasil belajar siswa materi lompat jauh gaya jongkok dengan metode

pembelajaran 9 langkah terdapat peningkatan jika dibanding dengan hasil siklus I.

Refleksi

Setelah dilakukan perubahan pada siklus kedua, factor-faktor penghambat pencapaian

prestasi hasil belajar siswa yang terdapat pada siklus pertama dapat teratasi. Hal tersebut

ditunjukkan dengan peningkatan prosentase ketuntasan belajar siswa yang mengalami

peningkatan seperti terlihat pada table data hasil belajar siswa.

Pembahasan

Pembelajaran lompat jauh gaya jongkok dengan menerapkan metode awalan 9

langkah menunjukkan adanya aktivitas belajar yang lebih menyenangkan dan

memudahkan sehingga kegiatan belajar terasa lebih dinamis. Aktivitas gerak siswa tinggi

dan peluang untuk mendapatkan kesempatan gerak semakin banyak. Dengan metode ini

terlihat minat/ perhatian siswa untuk mengikuti akivitas gerak semakin meningkat

sebagaimana terlihat pada tabel aktivitas belajar siswa siklus pertama dan siklus kedua.

Pada siklus pertama saat pembelajaran berlangsung siswa yang memiliki perhatian

dengan kategori baik terdapat 6 siswa (19%), siswa yang memiliki perhatian dengan

Page 84: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

119

kategori sedang 17 siswa (53%), yang memiliki perhatian dengan kategori kurang 12

siswa (38%).

Pada siklus Kedua saat pembelajaran berlangsung siswa yang memiliki perhatian

dengan kategori baik terdapat 14 siswa (44%), siswa yang memiliki perhatian dengan

kategori sedang 14 siswa (44%), yang memiliki perhatian dengan kategori kurang 7 siswa

(22%).

Pada siklus pertama Prosentase siswa yang tuntas belajar 100 % (27 siswa)

sedangkan Prosentase siswa yang belum tuntas belajar 16 % (5 siswa). Pada siklus kedua

Prosentase siswa yang tuntas belajar 100 % (32 siswa) sedangkan Prosentase siswa yang

belum tuntas belajar 0 %.

Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode awalan 9

langkah dapat meningkatkan hasil belajar lompat jauh gaya jongkok pada siswa kelas VII

A SMP N 2 Kebonagung. Dengan demikian metode ini bisa menjadi rujukan untuk

kegiatan pembelajaran lompat jauh gaya jongkok setingkat SMP.

Peningkatan hasil belajar antara siklus pertama dengan siklus kedua disebabkan oleh

beberapa hal sebagai berikut:

1. Terjadinya pengulangan kegiatan pembelajaran, sehingga memudahkan siswa untuk

melakukan perbaikan-perbaikan pada kekurangan pembelajaran sebelumnya.

2. Kegiatan pembelajaran pada siklus kedua dilaksanakan lebih sempurna dibandingkan

siklus pertama karena siswa telah memiliki bekal pada pembelajaran sebelumya.

3. Pembelajaran dengan metode awalan 9 langkah untuk lompat jauh gaya jongkok lebih

efektif dan efisien digunakan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan maka

disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode awalan 9 langkah terbukti dapat

meningkatkan hasil belajar lompat jauh gaya jongkok pada siswa Kelas VII A SMP

Negeri 2 Kebonagung.

Saran

Berdasarkan temuan hasil penelitian tindakan kelas tentang pembelajaran dengan

metode awalan 9 langkah pada lompat jauh gaya jongkok disarankan sebagai berikut:

1. Metode awalan 9 langkah dapat diterapkan lebih lanjut pada pembelajaran lompat

jauh.

2. Agar hasil belajar lebih baik maka perlu kesiapan dari guru dan siswa terkait dengan

kegiatan pembelajaran lompat jauh.

3. Tidak optimalnya hasil pembelajaran perlu diupayakan penyelesainnya dengan

langkah penelitian tindakan kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Aip Syarifiidin. 2002. Atletik. Jakarta: Depdikbud

Bambang Widjanarko dan Ismaryati. 2004. Pendidikan Atktik. Jakarta: Depdikbud

Bernhard, Gunther. 2003. Atletik. Semarang: Dahara Prize

Carr, Gerry. 2000. Atletik untuk Sekolah. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hadhmyah Noor. 2005. Kepelatinan Dasar. Jakarta: Depdikbud

Soegito, dkk. 2004. Materi Pokok Pendidikan Atletik. Jakarta: Depdikbud

Suharsimi Arikunto. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta.

Page 85: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

120

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJARSENAM IRAMA

MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS

VIIIC SMP NEGERI 2 KEBONAGUNG SEMESTER I TAHUN

PELAJARAN 2010/2011

Bambang Santoso SMP 2 Kebonagung Pacitan

Email: [email protected]

Abstrak

Metode pembelajaran yang sering digunakan guru di kelas selama ini adalah metode

konvensional. Dalam pembelajaran penjasorkes, guru minim penggunaan media sehingga

siswa cepat bosan dan kurang bisa memahami dengan cepat materi penjelasan yang

disampaikan guru. Degan kata lain, tanpa penggunaan media pembelajaran dengan strategi

pengajaran yang sesuai. Proses belajar mengajar menjadi kurang efektif dan hasilnya kurang

optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan Media Gambar dapat

meningkatkan hasil belajar senam irama kelas VIII C SMP Negeri 2 Kebonagung Semester

Ganjil Tahun Pelajaran 2010/2011.

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII C SMP Negeri 2 Kebonagung, semester

ganjil tahun pelajaran 2010/2011. Dalam penelitian ini siswa diamati ketika sedang mengikuti

kegiatan belajar mengajar pelajaran senam irama baik yang diberi tindakan kelas dengan

menggunakan media gambar maupun tanpa penggunaan media gambar. Pada setiap akhir

kedua tindakan tersebut, siswa diberi tes tentang materi yang baru saja diberikan. Efektifitas

penggunaan media gambar diukur berdasarkan perbedaan nilai yang didapat siswa antara

sebelum dan sesudah diberi tindakan. Dari hasil pengujian hipotesis, didapatkan bahwa

hipotesis yang diajukan terbukti, yakni: penggunaan media gambar dapat meningkatkan

efektifitas pembelajaran senam irama kelas VIII C di SMP Negeri 2 Kebonagung.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-

pihak yang berkepentingan, terutama kepada pihak Sekolah dan Guru agar hasil penelitian ini

dijadikan dasar pertimbangan untuk menumbuhkan dan mengembangkan efektifitas

pembelajaran dengan metode penggunaan media gambar. Selain itu, diharapkan hasil

penelitian ini bisa dijadikan sebagai dasar penetian lebih lanjut guna memperoleh hasil yang

lebih reliable dan akurat untuk fokus penelitian yang sama.

Kata Kunci: Media Gambar, Pembelajaran, Senam Irama

PENDAHULUAN

Sekolah Menegah Pertama (SMP) merupakan lembaga pendidikan tingkat menegah

yang berkewajiban menyiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan ke tingkat

pendidikan yang lebih tinggi. Di lembaga pendidikan tingkat menegah, siswa dibekali

berbagai disiplin ilmu sesuai dengan perkembangan tingkat kemampuannya, untuk

menyiapkan mereka menjadi orang yang menguasai sains dan teknologi untuk terjun di

kehidupan masyarakat. Hal ini selaras dengan tujuan nasional yang tertuang dalam UU

No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diantaranya adalah

mencerdaskan kehidupan bangsa yang diselenggarakan secara terpadu dan diarahkan pada

peningkatan kualitas serta pemerataan pendidikan.

Berdasarkan berbagai keterangan dan pengamatan, maka penulis dengan guru

bidang studi olahraga SMP Negeri 2 Kebonagung diperoleh keterangan bahwa

khususnya siswa kelas VIII C cukup tertarik dengan mata pelajaran olahraga terutama

pada pokok bahasan senam irama. Hanya saja, penyampaian guru untuk pelajaran ini

cukup minim penggunaan media dirasa masih kurang, sehingga siswa cepat bosan dan

kurang bisa memahami dengan cepat materi pembelajaran tentang senam irama yang

Page 86: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

121

disampaikan guru. Dalam keadaan demikian, siswa menjadi kurang memperhatikan dan

kurang termotivasi untuk terlibat aktif dalam menjawab dan melakukan gerakan dari

senam irama yang diberikan guru. Pada pihak guru, ia terkesan kesulitan ketika

menjelaskan cara melakukan gerak senam irama. Dengan demikian maka perlu adanya

alat bantu atau media pembelajaran, seperti halnya media gambar, maupun audio visual

lainnya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang bisa dirumuskan dalam

penelitian ini adalah: “ pakah penggunaan Media Gambar dapat meningkatkan hasil

belajar Senam Irama pada siswa kelas VIII C SMP Negeri 2 Kebonagung Tahun Pelajaran

1 11?”

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Rancangan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian

tindakan (action research), yang merupakan proses daur ulang, mulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan, refleksi dan mungkin diikuti dengan

perencanaan ulang.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan media gambar dalam proses

pembelajaran sebagai tindakan penelitian yang kemudian direfleksikan untuk menyusun

rencana pengajaran dan melakukan perbaikan terhadap rencana pembelajaran (revised

plan) berdasarkan prosedur dan langkah-langkah penelitian tindakan guna mencari

pemecahan masalah dan menjawab tujuan penelitian ini.

Tahap penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart

(1988) berupa siklus yang meliputi kegiatan (1) Perencanaan, (2) pelaksanaan dan (3)

Observasi dan (4) Refleksi, yang membentuk alur sampai selesainya seluruh kegiatan

penelitian, sehingga diperoleh data yang dapat disimpulkan sebagai jawaban dari

permasalahan penelitian ini.

Indikator pertama yang menunjukkan keberhasilan proses pembelajaran bisa dilihat

dari hasil pengamatan langsung tentang suksesnya seorang guru dalam melakukan proses

belajar mengajar. Sementara indikator kedua adalah suksesnya siswa dalam mengikuti

pembelajaran dilihat dari hasil belajarnya melalui respon yang diberikan dalam tes dengan

skor rata-rata 70%.

Teknik Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara

tersruktur terhadap tentang respon siswa terhadap penerapan model pengajaran dengan

alat bantu media gambar dalam pembelajaran Olahraga untuk Pokok k bahasan senam

iramae .

Data tentang prestasi siswa juga dikumpulkan melalui tes sebelum siswa

mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan media gambar dan sesudah siswa

mendapatkan pembelajaran dengan penggunaan media gambar untuk pelajaran yang sama,

yakni Pokok bahasan senam iramae

Teknik Analisa Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif yang

dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

a. Menelaah data

Data yang telah terkumpul dianalisis, disintesa, dimaknai, diterangkan, dan

disimpulkan, yang pada pripsipnya dilakukan sejak awal data diperoleh. Data yang

Page 87: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

122

terkumpul dikategorisasikan berdasarkan tema, topik atau pola-pola yang ditemukan

berdasarkan data tersebut. Hal ini dilakukan untuk memudahkan interpretasidan

justifikasi yang teralokasi pada data secara spesifik.

b. Reduksi Data

Data yang terkumpul dan dikategorikan, dituangkan dalam dalam draft laporan rinci,

dirangkum, direduksi, dipilih hal-hal pokok, sehingga terfokuskan pada hal-hal yang

terpenting. Hasil yang diperoleh adalah berupa kecenderungan-kecenderungan dan

pola-pola yang muncul dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan alat

bantu medis gambar.

c. Validasi

Hasil klasifikasi data yang telah direduksi, disimpulkan dan dimungkinkan untuk

“dicek ulang” dengan membandingkan atau mempertentangkan dengan data lain yang

terkumpul dari berbagai teknik pengumpulan data yang digunakan dan dari sumber data

yang berbeda sebagai triangulasi data. Tujuan triangulasi data ini utnuk mendapatkan

keabsahan data melalui cross-sectional, sehingga dimungkinkan muncul kategori baru

atau data yang masih mengambang untuk segera dilacak kembali kepada sumber

datanya.

Instrumen Penelitian

Untuk menjaring data di lapangan instrumen penelitian yang dipakai adalah sebagai

berikut:

1. Panduan wawancara, merupakan bentuk percakapan dialogis untuk memperoleh data

penelitian sehubungan dengan proses belajar mengajar.

2. Lembar observasi, yang berbentuk check list dan berisi skala penilaian sebagai

pedoman dalam mengobservasi kegiatan proses belajar mengajar melalui observasi

partisipan;

3. Tes, berupa soal-soal tes kepada siswa yang diberikan sebelum dan sesudah

mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan media gambar.

Tempat dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang penulis pilih adalah di Sekolah Menegah Pertama (SMP ) 2

Kebonagung Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan. Ada beberapa alasan

penulis menunjuk lokasi tersebut bahwa di SMP Negeri 2 Kebonagung Kabupaten

Pacitan belum pernah diadakan penelitian yang sejenis.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang penulis tentukan adalah Bulan Agustus sampai dengan

bulan September 2010 tahun pelajaran 2010/2011.

3. Subyek Penelitian

Subyek yang merupakan populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII

C SMP 2 Kebonagung Kabupaten Pacitan pada tahun ajaran 2010/2011. dalam hal ini

jumlah siswa sebanyak 30 orang siswa, teknik pengambilan sampel yang dipakai

dalam penelitian ini adalah total sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang

diambil sama dengan jumlah populasi.

Page 88: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

123

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Siklus I

1) Hasil Belajar Siswa sebelum Tindakan (Pra Siklus)

Data prestasi belajar sebelum tindakan diperoleh dari hasil tes tentang materi

pengukuran senam irama yang dilakukan guru sebelum tindakan.

Tabel 1. Data Kriteria Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan

Skor interval Klasifikasi Frekuensi Persentase (%)

85-100 Sangat Tinggi - 0

70-84 Tinggi 5 15

55-69 Cukup Tinggi 12 38

40-54 Rendah 15 47

0-39 Sangat Rendah - 0

32 100,00

.

Berdasarkan Tabel dan grafik di atas, secara umum prestasi belajar siswa dapat

dikatakan rendah dan cukup, meski ada beberapa siswa yang tergolong memiliki hasil

belajar tinggi. Sebanyak 5 siswa (15%) memiliki nilai dalam kategori tinggi dan 0

orang siswa (0%) tergolong siswa yang memiliki skor sangat tinggi, 12 anak (38%)

memiliki nilai cukup, nilai rendah 15 orang siswa (47%). Dengan demikian, secara

umum kemampuan siswa kelas VIII C SMPN 2 Kebonagung Kecamatan Kebonagung

Kabupaten Pacitan bisa dikatakan kurang karena hanya 5 anak (15%) dari jumlah total

siswa yang memiliki skor tes 70. Untuk itu tindakan yang dilakukan peneliti adalah

melakukan tindakan perbaikan pada siklus I.

2) Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

Data prestasi belajar setelah dilakukan tindakan pada Siklus I dan diperoleh

hasil tes tentang materi senam irama dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 2. Data Kriteria Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

Skor interval Klasifikasi Frekuensi Persentase (%)

85-100 Sangat Tinggi - 0

70-84 Tinggi 7 20

55-69 Cukup Tinggi 14 45

40-54 Rendah 11 35

0-39 Sangat Rendah - 0

32 100,00

.

Berdasarkan Tabel dan grafik di atas, secara umum prestasi belajar siswa dapat

dikatakan rendah dan cukup, meski ada beberapa siswa yang tergolong memiliki hasil

belajar tinggi. Sebanyak 14 siswa (45%) memiliki nilai dalam kategori cukup dan 0

orang siswa (0%) tergolong siswa yang memiliki skor sangat tinggi, 7 anak (20%)

memiliki nilai tinggi, nilai rendah 11 orang siswa (35%). Dengan demikian, secara

umum kemampuan siswa kelas VIII C SMPN 2 Kebonagung Kecamatan Kebonagung

Kabupaten Pacitan bisa dikatakan kurang karena hanya 7 anak (20%) dari jumlah total

siswa yang memiliki skor tes 70, tetapi sudah terjadi peningkatan. Untuk itu tindakan

yang dilakukan peneliti adalah melakukan tindakan perbaikan pada siklus II.

Page 89: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

124

3) Hasil Belajar Siswa pada Siklus II

Untuk mengetahui prestasi belajar siswa sesudah tindakan dilakukan, maka

dilaksanakan tes pada akhir pertemuan yaitu pada akhir tindakan siklus II. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif tindakan kelas yang diberikan (dalam hal

ini pembelajaran dengan menggunakan media gambar) untuk menghasilkan hasil

belajar yang tinggi. Untuk mengetahui bisa dilihat dari dua hasil post-test tentang

pokok bahasan yang sama dengan tindakan pertama (sebelum diberikan pembelajaran

dengan menggunakan media gambar). Adapun hasil prestasi belajar siswa pada siklus II

serta kriteria penilaiannya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 3. Data Hasil Belajar Siswa pada Siklus II

Skor Interval Klasifikasi Frekuensi Persentase (%)

85-100 Sangat Tinggi 8 25

70-84 Tinggi 18 60

55-69 Cukup Tinggi 2 5

40-54 Rendah 3 10

0-39 Sangat Rendah - -

32 100,00

Berdasarkan Tabel di atas, secara umum prestasi belajar siswa dapat dikatakan

rendah dan cukup, meski ada beberapa siswa yang tergolong memiliki hasil belajar

tinggi. Sebanyak 8 siswa (25%) memiliki nilai dalam kategori Sangat Tinggi dan 18

orang siswa (60%) tergolong siswa yang memiliki skor Tinggi Cukup tinggi 2 orang

siswa (5%) nilai Rendah sebanyak 10 orang anak (10%). Dengan demikian, secara

umum kemampuan siswa kelas VIII C SMPN 2 Kebonagung Kecamatan Kebonagung

Kabupaten Pacitan bisa dikatakan berhasil karena memiliki skor tes 70.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian selama dua siklus yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan dan hasil belajar siswa pada materi senam irama, terlihat pada

pelaksanaan siklus pertama dan kedua telah menunjukkan hal-hal berikut yaitu proses

pembelajaran Penjas orkes dengan menggunakan media gambar dari berbagai segi

interaksi siswa dan guru pada awal pembelajaran, guru membuka pelajaran Penjas orkes

dengan menggunakan media gambar sebagai titik tolak pembelajaran. Kemudian guru

mengarahkan dan menjelaskan bagaimana siswa belajar dengan baik. Lalu pada saat

proses pembelajaran berlangsung, guru melaksanakan KBM secara interaktif,

membimbing siswa, dan memotivasi siswa untuk aktif berperan dalam kegiatan

pembelajaran. Pada akhir pembelajaran guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran yang

telah dilaksanakan. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi

peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran Penjas orkes. Hal ini dapat dilihat dari

peningkatan rata-rata nilai hasil belajar siswa dari prasiklus, siklus I, dan siklus II yang

tersaji dalam grafik berikut ini.

Grafik 1. Peningkatan Rata-rata Nilai Siswa Tiap Siklus

Page 90: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

125

Peningkatan rata-rata nilai siswa juga ditunjang oleh peningkatan nilai terendah dan

nilai tertinggi siswa tiap siklus seperti yang tersaji dalam grafik berikut ini.

Grafik 2. Peningkatan Nilai Tertinggi dan Terendah Siswa Tiap Siklus

Dari grafik di atas diperoleh gambaran bahwa nilai terendah pada prasiklus adalah 49

kemudian 52 dan terus meningkat sampai pada siklus II menjadi 78. Selanjutnya nilai

tertinggi dari angka 72 menjadi tetap 79 dan pada siklus II menjadi 90. Hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran senam irama memakai media gambar cocok digunakan

untuk siswa kelas VII C SMP N 2 Kebonagung.

Selain peningkatan rata-rata, penerapan media gambar pada pembelajaran penjas

orkes materi senam irama, dapat meningkatkan ketuntasan belajar. Hal tersebut seperti

tergambar pada grafik berikut ini.

Grafik 3. Peningkatan Nilai Ketuntasan Siswa Tiap Siklus

Dari grafik di atas diperoleh gambaran bahwa pada prasiklus hanya 53% atau 17

siswa, sedang pada siklus I terjadi peningkatan menjadi 66% atau 22 siswa dan pada

siklus II menjadi 100% atau 32 siswa yang nilainya sama atau lebih dari KKM yang telah

ditetapkan yakni 75.

Data aktivitas guru menunjukkan bahwa pada siklus I secara umum sudah baik,

namun ada beberapa komponen penilaian dari observer yang masih kurang yaitu

kemampuan memtotivasi siswa yang kurang optimal sehingga semangat siswa pada siklus

I secara umum kurang. Kekurangan-kekurangan ini kemudian diperbaiki di siklus II dan

aktivitas pada siklus II secara umum baik. Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa perbaikan

pembelajaran dikatakan tuntas.

Page 91: makalah pendamping bidang pendidikan-1

PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9

126

KESIMPULAN

1. Proses belajar mengajar olahraga melalui metode penggunaan media gambar dapat

memperoleh hasil penguasaan konsep yang sangat baik. Hal ini dapat ditunjukkan oleh

perubahan ke arah perbaikan kemampuan kognitif siswa sesudah tindakan kelas yang

dilakukan guru dengan peningkatan skor post-test dan ketrampilan proses mengukur

senam iramae.

2. Retensi konsep yang telah dipelajari siswa mempunyai kestabilan bahkan mampu

meningkatkan penguasaan yang lebih baik. Hal ini disebabkan siswa telah

mengaplikasikan apa yang telah dipahami melalui penjelasan oleh guru, sehingga

diperoleh gambaran pengajaran yang efektif.

3. Penerapan media gambar dapat meningkatkan kemampuan hasil belajar senam irama

pada siswa Kelas VIII C SMP Negeri II Kebonagung Semester I Tahun Pelajaran

2010/2011. Hal ini terlihat dari peningkatan nilai rata-rata kelas dari prasiklus 62, dan

64 pada siklus I serta meningkat menjadi 81pada siklus II.

4. Proses peningkatan kemampuan dan hasil belajar belajar pada materi senam irama

sebelum dan sesudah diterapkan media gambar mengalami peningkatan yang cukup

signifikan. Hal ini tergambar dari kenaikan nilai terendah pada prasiklus 49 kemudian

tetap rnenjadi 52 pada siklus I, serta 78 pada siklus II.

5. Besar persentase peningkatan hasil belajar belajar pada materi senam lantai dengan

penerapan media gamabr cukup memuaskan hal ini dapat terlibat dari peningkatan

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dari 53% pada prasiklus menjadi 66% pada siklus

I serta menjadi 100% pada siklus II.

DAFTAR PUSTAKA

Adrew and Tahn. 1992. Reflektif Teaching in the Primary school: A handbook for The

Classroom. Casel, London.

Brown, W, James, et al. 1983. AV Instruktion Technology, Media, and Methods.

(Terjemahan ). Hal 264-289.

Dwiyogo, Wasis D. 2003. Penelitian Kualitatif Penelitian Tindakan.

Ibrahim, 1981. Media Instruksional. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. IKIP Malang.

Jumrodi, A dan Mbulu, J. 1990. Mengejar Olahraga di sekolah Dasar. Buku Penunjang

Perkuliahan. Proyek Operasi dan Perawatan fasilitas. Ikip MALANG.

Lataheru, John D., 1988 Media Pembelajaran dalam Proses belajar Mengajar Masa kini.

Jakarta. Depdikbud (Dirjen Dikti P2LPTK).

Miarso, Yusufhadi dan Nasution, Zulkarnain, 1989. Media dalam Pembelajaran,

Penelitian Selama 80 Tahun. Jakarta. Pustekom. Dikbud dan CV Rajawali.

Terjemahan dari Wilkinson, gane C., 1980. Media in Instruction 60 Years of

Research. Washington DC.

Moesono, Djoko dan Amin, Siti M. 1997. Olahraga 5: Mari Berhitung. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta PT. Citra Media Persada.

Rohani, Ahmad (1997). Media Instrukional Edulatif, Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit

Rineka Cipta.