MAKALAH DISPENSING DAN COMPOUNDINGPEMBUATAN SEDIAAN LIQUID,
PERMASALAHANNYA DAN DDS
Dosen : Rahmi Hutabarat, M.Si., Apt
Kelompok 7Johandri andri 14344102Wawan Gunawan 14344110Nuryanti
14344111Yugo Guntoro 14344122Waffi Hidayah 14344142
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKERFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
anugerahNya kami masih di beri kesempatan dalam menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul Pembuatan Sediaan Liquid,
permasalahannya dan DDS.Penulis mengucapkan rasa terima kasih
sebesar-besarnya kepada Ibu Rahmi Hutabarat Ssi.,Msi.,Apt selaku
dosen pembimbing dalam mata kuliah ini yang telah memberikan
kesempatan dalam penyusunan makalah ini sehingga bisa diselesaikan
dengan baik.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari pada itu kami memohon saran dan arahan yang
sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini, dimasa akan
datang dan kami berharap makalah ini bermanfaat bagi semua pihak
dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang farmasi.
Jakarta , April 2015
Tim Penyusun
DAFTAR ISIhalaman
KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB 1 PENDAHULUAN11.1 Latar
Belakang11.2 Rumusan Masalah21.3 Tujuan2BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA2.1
Definisi Compounding32.2 Tehnik Compounding32.3 Bentuk Sediaan
Liquid42.4 Tehnik compounding sediaan liquid202.5 Compounding
Process252.6 Masalah compunding dalam Sediaan Liquid26BAB 3
PEMBAHASAN35BAB 4 PENUTUP394.1 Simpulan394.2 Saran 39DAFTAR
PUSTAKA40ii
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPencampuran adalah salah satu operasi farmasi
yang paling umum. Sulit untuk menemukan produk farmasi dimana
pencampuran tidak dilakukan pada tahap pengolahan. Pencampuran
dapat didefinisikan sebagai proses di mana dua atau lebih komponen
dalam kondisi campuran terpisah atau kasar diperlakukan sedemikian
rupa sehingga setiap partikel dari salah satu bahan terletak
sedekat mungkin dengan partikel bahan atau komponen lain. Tujuan
pencampuran adalah memastikan bahwa ada keseragaman bentuk antara
bahan tercampur dan meningkatkan reaksi fisika atau kimia. Karena
pencampuran langsung dari bahan- bahan tidak selalu dapat
dilaksanakan, penggabungan agen lain diperlukan untuk memastikan
partikel berukuran halus. Berbagai macam sediaan obat antara lain
sediaan padat seperti serbuk, tablet, kapsul. Sediaan setengah
padat seperti salep, cream, pasta, suppositoria dan gel, serta
bentuk sediaan cair yaitu suspensi, larutan, dan emulsi. Dengan
adanya bentuk sediaan tersebut diharapkan dapat memberikan
kenyamanan dan keamanan bagi konsumen. Salah satu contoh sediaan
farmasi yang beredar di pasaran, apotek, Instalasi kesehatan,
maupun toko obat adalah sediaan cair (liquid).Sediaan liquid
merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat
aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang
homogen pada saat diaplikasikan. Sediaan cair atau sediaan liquid
lebih banyak diminati oleh kalangan anak-anak dan usia lansia,
sehingga satu keunggulan sediaan liquid dibandingkan dengan
sediaan-sediaan lain adalah dari segi rasa dan bentuk sediaan.
Sediaan liquid juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan
solid dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan
mengalir dari sediaan liquid ini. Selain itu, dosis yang diberikan
relatif lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi
dengan penggunaan sendok takar.
1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana teknik compounding untuk sediaan
liquid ?2. Apa masalah compounding untuk sediaan liquid ?3.
Bagaimana cara mengatasi masalah compounding sediaan liquid ?
1.3 Tujuan1. Untuk mengetahui dan memahami cara pembuatan dan
teknik compounding sediaan liquid.2. Untuk mengetahui masalah yang
terjadi pada proses compounding sediaan liquid.3. Supaya compounder
mampu mengatasi masalah yang terjadi pada proses pembuatan sediaan
liquid.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi CompoundingMenurut USP 2004 Compounding merupakan
proses melibatkan pembuatan (preparation), pencampuran (mixing),
pemasangan (asembling), pembungkusan (packaging), dan pemberian
label (labelling) dari obat atau alat sesuai dengan resep dokter
yang berlisensi atas inisiatif yang didasarkan atas hubungan
dokter/pasien/farmasis/compounder dalam praktek profesional.2.2
Teknik CompoundingPencampuran merupakan salah satu pekerjaan yang
sangat umum dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (Lachman,1989).
Pencampuran adalah proses yang menggabungkan bahan-bahan yang
berbeda untuk menghasilkan produk yang homogeny. Tujuan
dilakukannya pencampuran selain menghomogenkan bahan-bahan juga
untuk memperkecil ukuran partikel, melakukan reaksi kimia,
melarutkan komponen, membuat emulsi, dan lain-lain, sehingga tidak
jarang dalam teknologi farmasi digunakan beberapa alat pencampur /
mixer dengan jenis yang berbeda untuk mengolah bahan-bahan obat.
Tidak hanya bahan-bahan obat yang akan mempengaruhi produk suatu
obat, teknik pencampuran pun dapat mempengaruhi produk obat yang
dihasilkan.Menurut Bhatt dan Agrawal (2007), beberapa contoh
pencampuran skala besar dalam bidang farmasi :1. pencampuran
bubuk/sebuk dalam pembuatan granul dan tablet2. pencampuran kering
(dry mixing) dalam proses kompresi langsung sediaan tablet dan
kapsul3. pencampuran bubuk/serbuk dalam pembuatan sediaan kosmetik
seperti bedak4. pembuatan serbuk yang larut dalam larutan untuk
pengisian dalam kapsul lunak dan sirup5. pencampuran dua cairan
yang tidak saling larut, seperti sediaan emulsi.Mekanisme
pencampuran cairan secara esensial masuk dalam empat kategori,
yaitu : transpor bulk, aliran turbulen, aliran laminer, dan difusi
molekuler. Biasanya lebih dari satu dari proses proses ini yang
dilakukan pada proses pencampuran (Lachman, 1989).Faktor-faktor
yang harus dipertimbangkan dalam pencampuran yaitu :1. sifat fisik
dari bahan yang akan dicampur, seperti kerapatan, viskositas, dan
kemampuan bercampur2. segi ekonomi, menyangkut pemrosesan3. waktu,
waktu yang dibutuhkan untuk mencampur4. alat, kemudahan
mencampur,perawatan, dan pembersihannya.Berdasarkan pengaturan
penambahan suatu cairan atau larutan serbuk berupa bahan pengikat
dan reaksi mekanik maka proses pencampuran terdiri dari low shear
dan high shear. Shear adalah jumlah tekanan mekanik pada rotor
(Tousey, 2002).Pada proses pencampuran solid-liquid, digunakan
metode shear mixing. Alat yang digunakan adalah shear mixer. Mesin
ini dirancang untuk mengurangi ukuran partikel dan mencampur.
Metode pencampuran ini memiliki efisiensi yang lebih baik daripada
metode pencampuran lain. Kecepatan putaran mesin ini 3000-15000
rpm. High shear adalah suatu metode pengadukan, dimana cairan
dengan kekentalan rendah (biasanya air) ditambahkan ke dalam
campuran serbuk yang telah mengandung pengikat yang kemudian
dicampur dengan sisa bahan dalam formulasi (Tousey, 2002).
2.3 Bentuk Sediaan LiquidBentuk sediaan liquid merupakan sediaan
dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif yang
terlarut atau terdispersi stabil dalam medium, yang homogen pada
saat diaplikasikan. Bentuk sediaan liquid dalam konsistensi
cairnya, memiliki keunggulan terhadap bentuk sediaan solid dalam
hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari
sediaan liquid ini. Selain itu, dosis yang diberikan relative lebih
akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan
sendok takar. Namun, bentuk sediaan ini tidak sesuai untuk zat
aktif yang tidak stabil terhadap air. Dengan kemasan botol dan
penggunaan sendok takar untuk sediaan oral, maka tingkat
kepraktisan bentuk sediaan ini relative lebih rendah jika dibanding
bentuk sediaan solid.Untuk pemakaian topical, keunggulan bentuk
sediaan liquid, jika dibanding bentuk sediaan solid maupun
semisolid, terletak pada daya sebar dan bioadhesivitasnya, selama
viskositasnya optimum. Namun terkait daya lekat dan ketahanan pada
permukaan kulit, bentuk sediaan liquid relative lebih rendah jika
dibanding bentuk sediaan semisolid. Hal ini terutama berhubungan
dengan tingkat viskositas dari kedua bentuk sediaan tersebut. Ragam
bentuk sediaan liquid yang akan didiskusikan dalam makalah ini
adalah larutan, emulsi dan suspensi.I. Larutan Larutan merupakan
sediaan liquid yang mengandung satu atau lebih zat aktif (solute)
yang terlarut dalam medium/pelarut/solvent yang sesuai.
Medium/pelarut/solvent yang universal adalah air. Namun demikian,
ada berbagai jenis solvent lain yang digunakan, antara lain minyak
dan etanol. Kriteria yang berlaku untuk suatu sediaan larutan
adalah bahwa sediaan tersebut harus:a. Aman dalam penggunaannya
(tidak toksik, tidak iritatif, tidak alergenik)b. Homogenc. Zat
aktif harus terlarut sempurna dan stabil dalam medium Dengan
persyaratan yang mendasar dari larutan bahwa semua komponen solute
harus terlarut, maka kelarutan (solubility) suatu bahan dalam
medium memegang peranan penting. Yang dimaksud dengan kelarutan
(solubility) adalah ratio sejumlah solute yang larut dalam pelarut
yang sesuai.d. Tidak boleh ada partikel yang mengapung, melayang,
atau mengendap pada sistem larutane. Viskositas dan daya sebar
memungkinkan untuk penuangan maupun aplikasi dengan mudah.Dalam
larutan oral, dikenal istilah sirup dan elixir. Istilah sirup
terkait dengan penggunaan gula dengan kadar 60-80%, sedangkan
elixir terkait dengan keberadaan etanol (dengan proporsi
bervariasi) yang berfungsi sebagai cosolvent.Cosolvent merupakan
bahan yang dapat membentu kelarutan suatu solute dalam medium
utamanya. Contoh cosolvent selain etanol yang sering digunakan
adalah propylene glycol, isopropyl alcohol. Penggunaan cosolvent
selain mempertimbangkan kadar dan kapasitas cosolvensinya,juga
harus mempertimbangkan faktor keamanan pada pemakaian (tidak
toksik), halal/tidaknya solvent tersebut saat digunakan per oral
(telan).Sehubungan dengan pemakaian larutan oral, penggunaan sendok
takar memegang peranan penting, untuk memastikan kebenaran dosis
sediaan yang dikonsumsi oleh pasien. Sangat tidak dianjurkan untuk
menggunakan sendok makan atau sendok teh rumah tangga, mengingat
volume yang belum tentu sesuai dengan volume yang tertara sebagai
sendok makan (15 mL) atau sendok teh (5 mL) pada standar peresepan.
Di dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995) untuk merujuk takaran
sendok sudah digunakan istilah sendok besar (15 mL) dan sendok
kecil (5 mL). Larutan tidak hanya digunakan untuk keperluan per
oral saja, namun juga parenteral dan topical. Larutan parenteral
memerlukan tambahan kriteria khusus yaitu sterilitas dan bebas
pyrogen. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam desain
sediaan larutan, antara lain:1. Tujuan terapi dan jalur pemberian.
Dalam tujuan terapi ini perlu dipastikan:a. Apakah dibutuhkan
sediaan yang mampu memberikan onset cepatb. Apakah perlu secara per
oral atau parenteral.c. Zat aktif apa yang sekiranya memberikan
efikasi dan keamanan dalam terapi tersebut.2. Zat aktif dan
pemilihan mediuma. Kelarutan zat aktif terpilih dalam medium yang
sesuai. b. Stabilitas zat aktif dalam mediumc. Kadar zat aktif yang
akan diformulasikand. Kebutuhan peran viscocity enhancer atau
cosolvente. Kebutuhan peran additives, seperti misalnya:
gula/pemanis, flavoring agent, coloring agent,antioksidant3. Desain
kemasan.primer (yang bersentuhan dengan produk) ataupun sekunder
(yang mengemas kemasan primer)
Jenis LarutanBerdasarkan pemakaian:1. Larutan oralAdalah sediaan
cair yang mengandung satu atau lebih zat dengan/ tanpa aroma,
pemanis, pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air
yang pemakaiannya melalui oral. Contohnya : sirup, sirup simpleks,
eliksir.a. Potiones (Obat Minum)Sediaan cair yang dibuat untuk
pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa
bahan pengaroma, pemanis, atau pewarna yang larut dalam air atau
berbentuk emulsi atau suspensi.b. Elixir Sediaan yang mengandung
bahan obat dan bahan tambahan (pemanis, pengawet, pewangi) sehingga
memiliki bau dan rasa yang sedap dan sebagai pelarut digunakan
campuran air-etanol. Etanol berfungsi untuk mempertinggi kelarutan
obat. Elixir dapat pula ditambahkan glycerol, sorbitol, atau
propilenglikol.c. Sirup. Sirup simplex, mengandung 65 % gula dalam
larutan nipagin 0,25%b/v Sirup obat, mengandung satu atau lebih
jenis obat dengan atau tanpa zat tambahan, digunakan untuk
pengobatan. Sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi mengandung
zat pewangi atau penyedap lain. Penambahan sirup ini bertujuan
untuk menutup rasa atau bau obat yang tidak enak.d. NetralisasiObat
minum yang dibuat dengan mencampurkan bagian asam dan bagian basa
sampai reaksi selesai dan larutan bersifat netral. Mis; solutio
citratis magnesii.e. SaturatioObat minum yang dibuat dengan
mereaksikan asam dan basa tetapi gas yang terjadi ditahan dalam
wadah sehingga larutan jenuh dengan gas.f. Potio
EffervescentSaturatio yang CO2 nya lewat jenuh.g. Guttae (drop)
Obat tetes : sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi,
apabila tidak dinyatakan lain dimaksudkan untuk obat dalam.
Digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang
menghasilkan tetesan yang setara dengan tetesan yang dihasilkan
penetes baku yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia. Pediatric
drop : obat tetes yang diguanakan untuk anak-anak atau bayi.2.
Larutan topicalAdalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi
seringkali mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol yang
pemakaiannya untuk bagian luar tubuh. Contohnya : Collyrium Guttae,
Ophthalmicae, Gargarisma, Guttae Oris, Guttae Nasalis, Inhalation,
Injectiones , Lavement, Douche (Syamsuni, 2006).
a. CollyriumSediaan berupa larutan steril, jernih, bebas zarah
asing, isotonis digunakan untuk membersihkan mata, dapat
ditambahkan zat dapar dan zat pengawet. Pada etiket harus tertera :
Masa penggunaan setelah tutup dibuka dan obat cuci mata. Collyrium
yang tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan lama 2 jam
setelah botol dibuka tutupnya. Yang mengandung pengawet dapat
digunakan paling lama 7 hari setelah botol dibuka tutupnya.b.
Guttae ophthalmicaeLarutan steril bebas partikel asing merupakan
sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai
digunakan pada mata. Tetes mata juga tersedia dalam bentuk
suspensi, partikel halus dalam bentuk termikronisasi agar tidak
menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.c. Gargarisma
(Gargle)Gargarisma atau obat kumur mulut adalah sediaan berupa
larutan umumnya dalam keadaan pekat yang harus diencerkan dahulu
sebelum digunakan. Dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan
atau pengobatan infeksi tenggorokan.Penandaan : Petunjuk pengencern
sebelum digunakan dan hanya untuk kumur, tidak diteland. Litus
OrisOles bibir adalah sediaan cair agak kental dan pemakaiannya
secara disapukan dalam mulut. Cth: Lar 10 % borax dalam gliserin
.e. Guttae NasalesTetes hidung adalah obat yang digunakan untuk
hidung dengan cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung.f.
InhalationesSediaan yang dimaksudkan untuk disedot hidung atau
mulut atau disemprotkan dalam bentuk kabut ke dalam saluran
pernafasan. Tetesan butiran kabut harus seragam dan sangat halus
sehingga dapat mencapai bronkhioli. Inhalasi merupakan larutan
dalam air atau gas.g. Epithema/Obat KompresCairan yang dipakai
untuk mendatangkan rasa dingin pada tempat yang sakit dan panas
karena radang atau berdasarkan sifat perbedaan tekanan osmose,
digunakan untuk mengeringkan luka bernanah. Cth : Sol Rivanol,
campuran Borwater-revanol
Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut :1. SpiritusAdalah
larutan yang mengandung etanol atau hidroalcohol dari zat yang
mudah menguap, dari bahan-bahan yang berbau harum.2. TincturAdalah
larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan
tumbuhan atau senyawa kimia.(M.Anief, 2007)Tabel kelarutan menurut
FI ed III :Istilah kelarutanJumlah bagian pelarut yang diperlukan
untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut< 1
Mudah larut1- 10
Larut10-30
Agak sukar larut30-100
Sukar larut100-1000
Sangat sukar larut1000-10000
Praktis tidak larut>10000
II. EmulsiEmulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair
atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan
dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulgator adalah
suatu bahan yang dalam strukturnya memiliki bagian yang lypofilik
maupun lypofobik, yang mampu mengakomodasi droplet-droplet cairan
yang tidak saling campur, untuk dapat terdispersi dengan stabil.
Contoh dari emulgator adalah: Pulvis Gummi Arabicum (PGA), Tween,
dan Span.HLB (hydrophyl-lipophyl balance) merupakan suatu tingkat
keseimbangan bagian hidrofil dan bagian lipofil dari suatu
emulgator dalam membentuk emulsi yang stabil. Untuk mendesain suatu
emulsi, seorang formulator perlu memahami HLB dari emulgator atau
campuran emulgator yang akan digunakan, untuk menstabilkan emulsi
sesuai tipe emulsi yang dikehendaki. Lebih daripada itu, beberapa
fase minyak juga mengindikasikan kebutuhan HLB (required HLB) yang
harus dipunyai oleh emulgator untuk menstabilkan emulsi pada dua
jenis tipe emulsi. Kriteria emulsi yang baik adalah:a. Amanb.
Efektif dan efisien sesuai dengan tujuan terapic. Merupakan
disperse homogen antara minyak dengan aird. Stabil baik secara
fisik maupun kimia dalam penyimpanane. Memiliki viskositas yang
optimal, sehingga mampu menjaga stabilitas dalam penyimpanan, serta
dapat dituangkan dengan mudahf. Dikemas dalam kemasan yang
mendukung penggunaan dan stabilitas obat.Dalam emulsi dikenal
istilah fase dispers dan medium pendispersi. Ada dua jenis tipe
emulsi secara umum, yaitu:1. Tipe air/minyak (A/M).Tipe A/M berarti
air (fase terdispersi) terdispersi dalam minyak (medium).2. Tipe
minyak/air (M/A).Tipe M/A berarti minyak (fase terdispersi)
terdispersi dalam air (medium).Secara khusus dikenal pula tipe
air/minyak/air dan tipe minyak/air/minyak.Untuk membedakan tipe
emulsi tersebut dapat dilakukan dengan cara:1. Pemberian pewarna
yang larut pada salah satu fase, kemudian dilakukan pengamatan
secara mikroskopis terhadap kondisi emulsi yang telah terwarnai
salah satu fasenya. Contoh: penggunaan methylen blue yang larut
air, apabila diamati melalui mikroskop, yang terwarnai adalah
dropletnya, maka emulsi tersebut bertipe A/M, begitu juga
sebaliknya. Jika digunakan Sudan III yang larut minyak, apabila
diamati melalui mikroskop, yang terwarnai adalah dropletnya, maka
emulsi tersebut bertipe M/A, begitu juga sebaliknya. Catatan: untuk
pemastian hasil, emulsi perlu ditest dengan 2 jenis pewarna
tersebut.2. Pengenceran dengan menggunakan cairan salah satu fase.
Jika cairan untuk mengencerkan tersebut bercampur dengan emulsi,
maka dapat dipastikan bahwa cairan tersebut berperan sebagai medium
pendispersi.Catatan: untuk pemastian hasil, emulsi perlu ditest
dengan 2 jenis cairan tersebut.Beberapa Cara Pembuatan Emulsi :a.
Dengan Mortir dan StampelSering digunakan untuk membuat minyak
lemak dalam ukuran kecil.b. BotolMinyak dengan viskositas rendah
dapat dibuat dengan cara dikocok dalam botol pengocokan dilakukan
terputus putus untuk memberi kesempatan emulgator bekerja.c.
MixerPartikel fase dispersi dihaluskan dengan memasukkan kedalam
ruangan yang didalamnya terdapat pisau berputar dengan kecepatan
tinggi.d. HomogenizerDengan melewatkan partikel fase dispersi
melewati celah sempit, sehingga partikel mempunyai ukuran yang
sama.
Mekanisme Kerja Emulgator Surfaktan (Parrot, 1968):1. Membentuk
lapisan monomolekulerSurfaktan yang dapat menstabilkan emulsi
bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang diabsorbsi
molekul atau ion pada permukaan antara minyak/air. Menurut hukum
Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting mengurangi tegangan
permukaan. ini menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena
pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah
fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren
yang mencegah penggabungan tetesan yang mendekat.2. Membentuk
lapisan multimolekulerKoloid iofolik membentuk lapisan
multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak. sementara
koloid hidrofilik diabsorbsi pada pertemuan, mereka tidak
menyebabkan penurunan tegangan permukaan. keefektivitasnya
tergantung pada kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan
multimolekuler yang koheren.3. Pembentukan kristal
partikel-partikel padatMenunjukkan pembiasan ganda yang kuat dan
dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. sifat-sifat optis yang
sesuai dengan kristal mengarahkan kepada penandaan Kristal cair .
Jika lebih banyak dikenal melalui struktur spesialnya mesifase yang
khas, yang banyak dibentuk dalam ketergantungannya dari struktur
kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara penyiapan emulsi. Daerah
strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat karena pengaruh
terhadap distribusi fase emulsi.4. Emulsi yang digunakan dalam
farmasi adalah suatu sediaan yang terdiridari dua cairan tidak
bercampur, dimana yang satu terdispersi seluruhnya sebagai
globula-globula terhadap yang lain. Walaupun umumnya kita berpikir
bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi dapat digunakan untuk
pemakaian dalam dan luar serta dapat digunakan untuk sejumlah
kepentingan yang berbeda.
Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain,
tanah dan sejenisnya, surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara
yang berbeda, yakni roll up, emulsifikasi dan solubilisasi.a. Roll
upPada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan
antarmuka antara minyak dengan kain atau material lain yang terjadi
dalam larutan berair. b. EmulsifikasiPada mekanisme ini
surfaktanmenurunkan tegangan antarmuka minyak-larutan dan
menyebabkan proses emulsifikasi terjadi. c. SolubilisasiMelalui
interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa
secara simultan terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan
jernih. Kestabilan EmulsiBila dua larutan murni yang tidak saling
campur/ larut seperti minyak dan air, dicampurkan, lalu dikocok
kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem dispersi yang
disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa
berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan
dihentikan, maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan
kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan
teramati pada sistem dispersi terjadi dalam waktu yang sangat
singkat .Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:1. Gaya
tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals. Gaya
ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk
agregat dan mengendap.2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh
pertumpang-tindihan lapisan ganda elektrik yang bermuatan sama.
Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid.Ada beberpa faktor yang
mempengaruhi kestabilan emulsi yaitu sebagai berikut : Tegangan
antarmuka rendah Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
Tolakkan listrik double layer Relatifitas phase pendispersi kecil
Viskositas tinggi.
III. SuspensiSuspensi merupakan sediaan yang merupakan sistem
dispersi dari partikel zat aktif solid yang memiliki kelarutan yang
rendah pada medium. Yang diharapkan dari suatu sediaan suspensi
adalah bahwa sistem terdistribusi homogen saat digunakan. Untuk itu
yang menjadi Kriteria dalam sediaan suspensi adalah:a. Amanb.
Efektif dan efisienc. Partikel solid stabil secara kimia dalam
mediumd. Partikel solid terdistribusi merata, tidak boleh cepat
mengendap, kalaupun mengendap dapat diredispersikan kembali dengan
penggojogan ringane. Tidak membentuk cake (endapan massif yang
kompak pada dasar botol yang tidak dapat diredispersikan kembali)f.
Partikel solid tidak mengapung (floating).Suspensi didesain dalam
dunia kefarmasian untuk mengakomodasi penghantaran zat aktif solid
yang perlu dihantarkan dengan sediaan liquid, yang memiliki
kelarutan yang rendah terhadap medium. Dalam suspensi dikenal dua
sistem yaitu:1. Sistem flokulasiDalam sistem ini, saat tidak
dilakukan intervensi mekanik apa pun, partikel-partikel solid
saling bergabung perlahan membentuk flok dengan ikatan yang lemah.
Dengan terbentuknya flok ini, maka flok akan cepat mengendap dan
supernatant/medium akan tampak relatif jernih. Namun dengan adanya
kerenggangan dalam struktur flok ini, apabila sistem digojog, maka
partikel akan mudah terdispersi kembali.2. Sistem deflokulasi.Dalam
sistem ini, partikel-partikel solid tidak membentuk flok, dan
sebagai akibat gravitasi, mengendap perlahan pada dasar. Berhubung
partikel tersebut mengendap perlahan, maka terjadi suatu penataan
partikel di dasar botol yang cenderung membuat endapan menjadi
kompak dan keras (terbentuk cake) yang relative sulit untuk
didispersikan kembali dengan penggojogan ringan. Kedua sistem
tersebut bukan merupakan suatu pilihan. Formulator perlu
mengakomodasi kebaikan dari dua sistem tersebut untuk sediaan
suspensi yang berkualitas (lama mengendap, sekalipun mengendap
dapat diredispersikan kembali dengan mudah, sehingga dalam
pemakaian/penggunaan obat dapat memberikan sejumlah partikel yang
terdistribusi homogen dalam medium) dalam penyimpanan waktu yang
dikehendaki.Perbedaan sistem flokulasi dan deflokulasi
FlokulasiDeflokulasi
Partikel membentuk agregat bebasPartikel berada dalam suspensi
dalam wujud yang memisah
Laju pengendapan tinggi karena partikel mengendap sebagai
flokulasi yang merupakan komposisi partikel.Laju pengendapan lambat
karena partikel mengendap terpisah dan ukuran partikel minimal
Endapan terbentuk cepatEndapan yang terbentuk lambat
Partikel tidak mengikat kuat dan keras satu sama lain tidak
terbentuk lempeng. Endapan mudah untuk didispersikan kembali dalam
bentuk suspensi aslinya.Endapan biasanya menjadi samgat padat
karena berat dari lapisan atas dari bahan endapan yang mengalami
gaya tolak-menolak antara partikel dan cake yang keras terbentuk
dimana merupakan kesulitan jika mungkin didispersi kembali
Suspensi menjadi keruh karena pengendapan yang optimal dan
supernatannya jernih. Hal ini dapat dikurangi jika volume endapan
dibuat besar, idealnya volume endapan harus meliputi volume
suspensiSuspensi penampilan menarik karena tersuspensi untuk waktu
yang lama supernatannya juga keruh bahkan ketika pengendapan
terjadi.
Komposisi dari sediaan suspensi adalah:a. Zat aktif dengan
kelarutan yang rendah pada mediumb. Medium suspensi yang diharapkan
(dapat berupa air atau minyak)c. surface active agentd. Viscocity
enhancerViscocity enhancer dibutuhkan untuk membentuk struktur
pembawa (structured vehicle) yang mampu menahan laju pengendapan
partikel. Semakin kental sistem, maka laju pengendapan partikel
akan semakin rendah (salah satu intepretasi dari Hukum Stokes)
e. Agen pemflokulasiAgen pemflokulasi dibutuhkan untuk
menstimulasi partikel-partikel membentuk flok, sehingga resiko
terbentuknya cake dapat dihindari. Namun, perlu diperhatikan
penambahan agen pemflokulasi ini, diarahkan untuk flokulasi yang
terkendali (controlled flocculation)f. AdditivesDapat digunakan:
gula (yang juga dapat berfungsi sebagai viscocity enhancer) atau
pemanis,pewarna, antioksidant, pengawet (yang kesemuanya harus
larut pada medium).Suspensi juga dapat digunakan secara oral,
topical, maupun parenteral. Namun hal yang perlu diperhatikan
terutama dengan penggunaan parenteral adalah kadar solid, ukuran
partikel solid (micro or nano sized) dan bentuk partikel solid
(spheris), selain sterilitas dan kondisi pyrogen-free. Demikian
juga dengan penggunaan topical yang ditujukan pada mata (ophthalmic
suspension), perlu juga melihat ukuran dan bentuk partikel, sealing
sterilitas. Dalam ophthalmic suspension, kondisi pyrogen free tidak
dipersyaratkan, mengingat pemberian dilakukan secara topical.
(Syamsuni, 2006)Suspensi terdiri dari beberapa jenis yaitu :1.
Suspensi Oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang
sesuai dan ditujukkan untuk penggunaan oral.2. Suspensi Topikal
adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan pada kulit.3.
Suspensi Optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung
partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang
ditujukkan untuk penggunaan pada mata.4. Suspensi tetes telinga
adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukkan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.5. Suspensi
untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium
cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam
saluran spinal.6. Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan
padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk
larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril
setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
Stabilitas SuspensiSalah satu problem yang dihadapi dalam proses
pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel
serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara tersebut merupakan
salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa
faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah :1. Ukuran
PartikelUkuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang
partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu.
Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik
dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan
daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar
ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya.2. Kekentalan
/ ViskositasKekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan
aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan
alirannya makin turun (kecil). Hal ini dapat dibuktikan dengan
persamaan hukum stokes
= 2r2(1-2)g9vKeterangan : r = jari-jari bola (cm) 1= bobot jenis
bola 2= bobot jenis cairang = gaya gravitasiv = kecepatan bola
centimeter/detik
Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi := B (1-2)
tKeterangan : B = konstanta bolaT = waktu tempuh boal
jatuh(detik)
3. Jumlah Partikel / KonsentrasiApabila didalam suatu ruangan
berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan
susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan
antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan
terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar
konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan
partikel dalam waktu yang singkat.4. Sifat / Muatan PartikelDalam
suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian
ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang
menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena
sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak
dapat mempengruhi.Ukuran partikel dapat diperkecil dengan
menggunakan pertolongan mixer, homogeniser, colloid mill dan
mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan
penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut.
Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent
(bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang dalam air
(hidrokoloid).Bahan pensuspensi atau suspending agent terdiri dari
2 kelompok yaitu :1. Bahan pensuspensi dari alam.Bahan pensuspensi
dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom / hidrokoloid.
Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran
tersebut membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya
mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan
menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat
dipengaruhi oleh panas, PH, dan proses fermentasi bakteri. Contoh :
PGA, tragacanth, algin, bentonit, vegum. 2. Bahan pensuspensi
sintesis. a. Derivat SelulosaContohnya: Metil selulosa, karboksi
metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa.b. Golongan organk
polimerContohnya : Carbophol 934.
Metode pembuatan suspensi, dibagi menjadi dua cara yaitu :1.
Metode DispersiSerbuk yang terbagi halus, didispersi didalam cairan
pembawa. Umumnya sebagai cairan pembawa adalah air. Dalam formulasi
suspensi yang penting adalah partikel harus terdispersi betul di
dalam air.2. Metode PresipitasiDengan pelarut organik dilakukan
dengan zat yang tidak larut dalam air,dilarutkan dulu dalam pelarut
organik yang dapat dicampur dengan air, lalu ditambahkan air suling
dengan kondisi tertentu. Pelarut organik yang digunakan adalah
etanol, methanol, propilenglikol dan gliserin. Yang perlu
diperhatikan dengan metode ini adalah control ukuran partikel,
yaitu terjadinya bentuk polimorf atau hidrat dari kristal.
RHEOLOGIRheologi berasal dari bahasa Yunani yaitu rheo dan
logos. Rheo berarti mengalir, dan logos berarti ilmu. Sehingga
rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair dan
deformasi zat padat. Rheologi erat kaitannya dengan viskositas.
Viskositas merupakan suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan
untuk mengalir; semakin tinggi viskositas, semakin besar tahanannya
untuk mengalir. Viskositas dinyatakan dalam simbol .Dalam bidang
farmasi, prinsip-prinsip rheologi diaplikasikan dalam pembuatan
krim, suspensi, emulsi, losion, pasta, penyalut tablet, dan
lain-lain. Selain itu, prinsip rheologi digunakan juga untuk
karakterisasi produk sediaan farmasi (dosage form)sebagai
penjaminan kualitas yang sama untuk setiap batch. Rheologi juga
meliputi pencampuran aliran dari bahan, penuangan, pengeluaran dari
tube, atau pelewatan dari jarum suntik. Rheologi dari suatu zat
tertentu dapat mempengaruhi penerimaan obat bagi pasien, stabilitas
fisika obat, bahkan ketersediaan hayati dalam tubuh
(bioavailability). Sehingga viskositas telah terbukti dapat
mempengaruhi laju absorbsi obat dalam tubuh.Penggolongan bahan
menurut tipe aliran dan deformasi ada 2 yaitu Sistem Newtonian dan
Sistem Non-Newtonian.A. Sistem NewtonPada cairan Newton, hubungan
antara shearing rate dan shearing stress adalah linear, dengan
suatu tetapan yang dikenal dengan viskositas atau koefisien
viskositas. Tipe alir ini umumnya dimiliki oleh zat cair tunggal
serta larutan dengan struktur molekul sederhana dengan volume
molekul kecil. Tipe aliran yang mengikuti Sistem Newton,
viskositasnya tetap pada suhu dan tekanan tertentu dan tidak
tergantung pada kecepatan geser, sehingga viskositasnya cukup
ditentukan pada satu kecepatan geser.
B. Sistem Non Newton Pada cairan non-Newton, shearing rate dan
shearing stress tidak memiliki hubungan linear, viskositasnya
berubah-ubah tergantung dari besarnya tekanan yang diberikan. Tipe
aliran non-Newton terjadi pada dispersi heterogen antara cairan
dengan padatan seperti pada koloid, emulsi, dan suspense
cair,salep. Ada 3 jenis tipe aliran dalam sistem Non-Newton, yaitu
: PLASTIS, PSEUDOPLASTIS, dan DILATAN.
a. Aliran PlastisKurva aliran plastis tidak melalui titik (0,0)
tapi memotong sumbu shearing stress (atau akan memotong jika bagian
lurus dari kurva tersebut diekstrapolasikan ke sumbu) pada suatu
titik tertentu yang dikenal dengan sebagai harga yield. Cairan
plastis tidak akan mengalir sampai shearing stress dicapai sebesar
yield value tersebut. Pada harga stress di bawah harga yield value,
zat bertindak sebagi bahan elastis (meregang lalu kembali ke
keadaan semula, tidak mengalir).
Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-partikel yang
tersuspensi dalam suspensi pekat. Adanya yield value disebabkan
oleh adanya kontak antara partikel-partikel yang berdekatan
(disebabkan oleh adanya gaya van der Waals), yang harus dipecah
sebelum aliran dapat terjadi. Akibatnya, yield value merupakan
indikasi dari kekuatan flokulasi. Makin banyak suspensi yang
terflokulasi, makin tinggi yield value-nya. Kekuatan friksi antar
partikel juga berkontribusi dalam yield value. Ketika yield value
terlampaui (shear stress di atas yield value), sistem plastis akan
menyerupai sistem newton.b. Aliran PseudoplastisAliran
pseudoplastis ditunjukkan oleh beberapa bahan farmasi yaitu gom
alam dan sisntesis seperti dispersi cair dari tragacanth, natrium
alginat, metil selulosa, dan natrium karboksimetil selulosa. Aliran
pseudoplastis diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam larutan, hal
ini berkebalikan dengan sistem plastis, yang tersusun dari
partikel-partikel tersuspensi dalam emulsi. Kurva untuk aliran
pseudoplastis dimulai dari (0,0) , tidak ada yield value, dan bukan
suatu harga tunggal.
Viskositas aliran pseudoplastis berkurang dengan meningkatnya
rate of shear. Rheogram lengkung untuk bahan-bahan pseudoplastis
ini disebabkan adanya aksi shearing terhadap molekul-molekul
polimer (atau suatu bahan berantai panjang). Dengan meningkatnya
shearing stress, molekul-molekul yang secara normal tidak
beraturan, mulai menyusun sumbu yang panjang dalam arah aliran.
Pengarahan ini mengurangi tahanan dari dalam bahan tersebut dan
mengakibatkan rate of shear yang lebih besar pada tiap shearing
stress berikutnya.c. Aliran DilatanAliran dilatan terjadi pada
suspensi yang memiliki presentase zat padat terdispersi dengan
konsentrasi tinggi. Terjadi peningkatan daya hambat untuk mengalir
(viskositas) dengan meningkatnya rate of shear. Jika stress
dihilangkan, suatu sistem dilatan akan kembali ke keadaan fluiditas
aslinya.
Pada keadaaan istirahat, partikel-partikel tersebuat tersususn
rapat dengan volume antar partikel pada keadaan minimum. Tetapi
jumlah pembawa dalam suspensi ini cukup untuk mengisi volume ini
dan membentuk ikatan lalu memudahkan partikel-partikel bergerak
dari suatu tempat ke tempat lainnya pada rate of shear yang rendah.
Pada saat shear stress meningkat, bulk dari system itu mengembang
atau memuai (dilate). Hal itu menyebabkan volume antar partikel
menjadi meningkat dan jumlah pembawa yang ada tidak cukup memenuhi
ruang kosong tersebut. Oleh karena itu hambatan aliran meningkat
karena partikel-partikel tersebut tidak dibasahi atau dilumasi
dengan sempurna lagi oleh pembawa. Akhirnya suspense menjadi pasta
yang kaku.Fenomena Tiksotropi, Antitiksotropi, Dan Rheopeksi1.
TiksotropiTiksotropi adalah suatu sifat yang diinginkan dalam suatu
farmasetis cair yang idealnya harus mempunyai konsistensi tinggi
dalam wadah, namun dapat dituang dan tersebar mudah. Sebagai
contoh, suspensi tiksotropi yang diformulasi dengan baik tidak akan
mengendap dengan segera dalam wadahnya, akan menjadi cair bila
dikocok, dan akan tinggal cukup lama selama ia digunakan. Akhirnya,
suspensi tersebut akan memeperoleh kembali konsistensinya dengan
cepat sehingga partikel-partikel tetap berda dalam keadaan
tersuspensi. Dilihat dari kestabilan suspensi ada hubungan antara
derajat tiksotropi dengan laju sedimentasi. Makin tinggi tiksotropi
akan makin rendah laju pengendapannya.
2. Anti tiksotropiAnti-tiksotropi disebabkan oleh meningkatnya
frekwensi tumbukan dari partikel-partikel terdispersi, atau
molekul-molekul polimer dalam suspensi. Hal ini akan meningkatkan
ikatan antar partikel dengan bertambahnya waktu. Ini mengubah
keadaan asli yang terdiri dari sejumlah besar partikel
sendiri-sendiri dan gumpalan-gumpalan kecil menjadi suatu keadaan
keseimbangan yang terdiri dari sejumlah kecil gumpalan-gumpalan
yang relatif besar. Dalam keadaan diam, menjadi gumpalan-gumpalan
kecil dan partikel-partikel tersendiri
3. RheopeksiRheopeksi adalah suatu gejala dimana suatu sol
membentuk suatu gel lebih cepat jika diaduk perlahan-lahan. Dalam
suatu titik reopektis, gel tersebut merupakan bentuk keseimbangan
sedangkan dalam anti-tiksotropi keadaan keseimbangan adalah
sol.
2.4 Teknik Compounding Sediaan LiquidFormula Umum R/ zat
aktifPengentalAnti caplocking agentDapar PengawetAntioksidan
Pemanis Pewarna PewangiKomposisi umum sediaan larutan terdiri dari
: bahan obat (solut) dan bahan pelarut (solvent) serta bahan
pembantu.1. Bahan ObatPrinsip cara melarutkan zat : Zat-zat yang
mudah larut, dilarutkan dalam botol Zat-zat yanga agak sukar larut
dilarutkan dengan pemanasan.Masukan zat padat yang akan dilarutkan
dalam erlenmeyer, setelah itu dimasukan zat pelarutnya, dipanasi
diatas tangas air dengan digoyangkan sampai larut. Zat aktif yang
hendak dilarutkan dimasukan dalam erlenmeyer dahulu, mencegah
jangan sampai ada yang lengket pada leher erlenmeyer. Untuk zat
yang akan terbentuk hidrat maka air dimasukan dahulu dalam
erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat
larutnya Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes
besar dalam erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkan
digoyang- goyangkan untuk mempercepat larutnya zat tersebut.
Zat-zat yang mudah terurai dalam pemanasan dan dilarutkan secara
dingin. Zat tersebut contohnya: Hexaminum, Natrii bicarbonat,
Cholarii Hydras, Protagol, Luminal Natrium, Calsii Salisilat.
Zat-zat yang mudah menguap bila dipanasi, dilarukan dalam botol
tertutup dan dipanaskan serendah-rendahnya sambil digoyangkan. Zat
tersebut ialah: Camphora, Thymol, Acidum Benzoicum, Acidum
Salicylicum.Bahan obat dari sediaan liquid harus terlarut. Jika
bahan obat sukar untuk larut maka perlu penanganan khusus yaitu
cara menaikkan kelarutan :1. Penggantian bentuk yang tepat (like
dissolves like)2. Dilarutkan dalam pelarut campuran3. Dibuat bentuk
kompleks yang larut4. Pengaturan pH5. Penambahan solubilizing
agentCara mempercepat kelarutan:1. Memperkecil ukuran partikel2.
Pengadukan3. Pemanasan
2. Bahan PelarutMenurut FI ed III: kecuali dinyatakan lain, yang
disebut pelarut ialah air suling. Pelarut yang biasa digunakan
adalah: Air, untuk melarutkan bermacam-macam garam. Spiritus, untuk
melarutkan kamfer, iodine, mentol. Gliserin, untuk melarutkan
tannin, zat samak, boraks, fenol. Eter, untuk melarutkan kamfer,
fosfor, sublimat. Minyak, untuk melarutkan kamfer, mentol. Paraffin
liquidum, untuk melarutkan cera, cetasium, minyak- minyak, kamfer,
mentol, klorbutanol. Kloroform, untuk melarutkan minyak-minyak,
lemak.3. Bahan pembantu a. Anti caplockingUntuk mencegah
kristalisasi gula di cap botol maka umumnya digunakan alkohol
polyhydric seperti sorbitol, gliserol, atau propilenglikol.b.
PewangiFlavour digunakan untuk menutupi rasa tidak enak dan membuat
agar obat dapat diterima oleh pasien terutama anak-anak. c. Zat
pewarnaZat pewarna ditambahkan untuk menutupi penampilan yang tidak
menarik atau meningkatkan penerimaan pasien. Zat warna yang
ditambahkan harus sesuai dengan flavour sediaan tersebut. Zat warna
harus nontoksik, noniritan dan dapat tersatukan dengan zat aktif
serta zat tambahan lainnya. Pertimbangan dalam pemilihan warna :
kelarutan, stabilitas, ketercampuran, konsentrasi zat warna didalam
sediaan.
d. PengawetAlasan penggunaan bahan pengawet kombinasi untuk
meningkatkan kemampuan spectrum anti mikroba, efek yang sinergis
memungkinkan penggunaan pengawet dalam jumlah kecil sehingga kadar
toksisitasnya menurun pula dan mengurangi kemungkinana terjadinya
resistensi, harus nontoksik, tidak berbau dan stabil. Kriteria
untuk pengawet: Harus efektif melawan mikroorganisme spectrum luas
Harus stabil secara fisik, kimia, dan secara mikrobiologi selama
life-time produk Harus nontoksik, cukup larut, dapat tercampurkan
dengan komponen formula lain, pada konsentrasi yang digunakan
mempunya rasa dan bau yang dapat diterima pengguna.e.
PemanisPemanis yang digunakan dalam sediaan diantaranya: glukosa,
sukrosa, sorbitol, manitol, xytol, garam Na dan Ca dari sakarin,
aspartam, thaumatin.f. AntioksidanAntioksidan yang ideal bersifat:
nontoksik, noniritan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam
fase pembawa dan stabil. Contoh: asam askorbat, asam sitrat, Na
metabisulfit, Na sulfite.g. DaparZat yang range pH stabilitasnya
kecil, harus ditambahkan dengan dapar yang sesuai dengan
memperhatikan : ketercampuran dengan kandungan larutan inert, tidak
toksik, kapasitas dapar yang bersangkutan.Kriteria untuk buffer
adalah:1. mempunyai kapasitas yang cukup dalam rentang pH yang
diinginkan.2. aman untuk penggunaan jangka panjang.3. memiliki
sedikit/ tidak ada efek yang mengganggu stabilitas sediaan jadi.4.
dapat menerima flavouring dan warna dari produk.
Teknik compounding sediaan liquid secara umuma. Dengan cara
sederhanaMisal: Sirup simplex = melarutkan gula dalam air Solutio
Acidi Borici = melarutkan Acidum boricum dalam air.b. Dengan reaksi
kimiaMisal: Solutio Lugoli = melarutkan Iod dalam larutan pekat
kalium iodide Solutio Magnesii citras = melarutkan Magnesium
carbonat dalam larutan asam citrat.c. Dengan ekstraksi simplisia
nabatiMisal : rebusan ( infusa ) daun sirih merah
Cara Melarutkan Zat (Anief, 1997) :1. Zat-zat yang mudah larut,
dilarutkan dalam botol2. Zat-zat yang agak sukar larut dilarutkan
dengan pemanasan3. Untuk zat yang akan terbentuk hidrat maka air
dimasukkan dulu dalam erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa
hidrat yang lebih lambat.4. Untuk zat yang meleleh dalam air panas
dan merupakan tetes besar dalam dasar erlenmeyer atau botol maka
perlu dalam melarutkkan digoyang-goyangkan atau di gojok untuk
mempercepat larutnya zat tersebut.5. Zat-zat yang mudah terurai
pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan pemanasan dan
dilarutkan secara dingin.6. Zat-zat mudah menguap bila dipaanasi,
dilarutkan dalam botol tertutup dan dipanaskan serendah-rendahnya
sambil digoyang- goyangkan.7. Obat-obat keras harus dilarutkan
tersendiri, untuk meyakini apakah sudah larut semua, dapat
dilakukan ditabung reaksi lalu bilas.8. Perlu diperhatikan bahwa
pemanasan hanya diperlukan untuk mempercepat larutnya suatu zat,
tidak untuk menambah kelarutan, sebab bila keadaan menjadi dingin
maka akan terjadi endapan.Dalam meracik sediaan larutan, emulsi dan
suspensi, hendaknya disiapkan 2% - 3% jumlah berlebih dari jumlah
total. Yang perlu diperhatikan:1. Untuk wadah unit-tunggal, berat
dari tiap wadah yang terisi, periksa berat, tidak kurang dari 100%
dan tidak lebih dari110% dari volume pada label.2. Suspensi air
disiapkan dengan menghaluskan campuran serbuk menjadi pasta halus
dengan bahan pembasah yang tepat. Pasta ini diubah menjadi cairan
free-flowing dengan menambahkan pembawa secukupnya. Bagian pembawa
dipakai untuk mencuci mortir, atau bejana lain, untuk mentransfer
suspensi secara kuantitatif ke dalam botol yang sudah dikalibrasi.
Sediaan dapat dihomogenkan untuk menjamin kehomogenan sediaan
akhir.3. Kurangi ukuran partikel menjadi ukuran terkecil yang
layak4. Larutan tidak mengandung bahan-bahan tidak larut yang
tampak.5. Emulsi dan suspensi diberi label Kocok sebelum
dipakai
2.5 Compounding processMengingat langkah berikut untuk
meminimalkan kesalahan dan memaksimalkan tujuan penulis resep :a.
Pertimbangkan kecocokan resep yang akan diracik dengan
syarat-syarat keamanan dan tujuan pemakaian.b. Kerjakan perhitungan
yang penting untuk mendapatkan jumlah bahan-bahan yang
diperlukan.c. Identifikasi alat-alat yang diperlukand. Pakai
pakaian yang tepat dan cuci tangane. Bersihkan daerah peracikan dan
alat yang diperlukanf. Hanya satu resep yang harus diracik pada
satu waktu dalam suatu peracikan yang ditentukan.g. Kumpulkan semua
bahan-bahan untuk meracik reseph. Racik sediaan dengan mengikuti
catatan formulasi (formulation record), Proses meracik (lanjutan)i.
Nilai variasi berat, kecukupan pencampuran, kejernihan, bau, warna,
konsistensi, dan pH setempatnya.j. Tambahkan keterangan catatan
racikan dan jelaskan rupa sediaank. Beri label wadah resep dengan
memasukkan item berikut: a) nama sediaanb) nomor identifikasi
internal, c) initial compounder, d) penyimpanan yang diperlukan,
dan pernyataan yang diperlukan berdasarkan undang-undang.l.
Tandatangani dan beri tanggal resep yang menegaskan bahwa semua
prosedur telah dikerjakan untuk menjamin keseragaman, identitas,
kekuatan, kuantitas, dan kemurnian.m. Bersihkan semua peralatan dan
simpan dengan tepat.
2.6 Masalah Compounding Pada Sediaan LiquidA. Pengatasan
kontaminasi mikrobaDalam rangka mengoptimalkan metode untuk
mengendalikan kontaminasi mikroba obat-obatan, perlu untuk memahami
sumber- sumber dan rute dari mana kontaminasi mungkin berasal.
Kontaminasi mikroba dari bahan baku selalu akan ditransfer ke
produk, sedangkan kontaminasi lebih lanjut mungkin diperoleh dari
peralatan dan lingkungan, dari operator proses dan bahan
kemasan.Contoh sediaan liquid yang berpotensi besar terkontaminasi
mikroba adalah sediaan sirup. Sirup adalah sediaan yang komposisi
terbesar pada umumnya adalah air sebagai pelarut. Karena komposisi
terbesar dari sediaan ini adalah air maka, sirup rentan sekali
terkontaminasi oleh mikroba sebab air adalah media yang sesuai
untuk pertumbuhan mikroba.Untuk mengantisipasi tumbuhnya mikroba
pada sediaan selalu di lengkapi dengan zat pengawet atau zat anti
bakteri. Selain itu tetap menjaga stabilitas dari sediaan salah
satunya dengan cara memperkecil ukuran partikel sehingga zat mudah
terlarut. Zat aktif stabil pada pH tertentu. Oleh karena itu
diperlukan dapar untuk mempertahankan pH sediaan. Untuk kontaminasi
mikroba pada alat ataupun kemasan biasanya digunakan uji
sterilitas. (bloomefield,2007)
B. Pengatasan masalah oksidasiSelain kontaminasi mikroba masalah
yang sering terjadi pada compounding sediaan adalah terjadinya
oksidasi atau interaksi sediaan dengan oksigen bebas di udara.
Untuk mencegah terjadinya oksidasi antara produk dengan oksigen
bebas tersebut maka biasanya pada waktu pengemasan dibuat
sedemikian rupa, sehingga terdapat sedikit mungkin oksigen pada
wadah obat cairan. Cara lain untuk menghindari terjadinya oksdasi
adalah dengan penambahan bahan anti oksidan pada produk obat yang
dapat mengurangi oksigen bebas.
C. Pengatasan masalah pembuatan suspensi dan emulsi a. Masalah
pembuatan suspensiSalah satu masalah yang dihadapi dalam proses
pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel
serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara tersebut merupakan
salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.Beberapa
faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah: Ukuran
PartikelUkuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang
partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu.
Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik
dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan
daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar
ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya. Kekentalan /
ViskositasKekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan
aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan
alirannya makin turun (kecil). Jumlah Partikel / KonsentrasiApabila
di dalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka
partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena
sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan
menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu
makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan
terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat. Sifat /
Muatan PartikelDalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari
beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama.
Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan
tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan
tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami,
maka kita tidak dapat mempengaruhi. Ukuran partikel dapat
diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser,
colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam
cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai
suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah
berkembang dalam air (hidrokoloid).
b. Pengatasan masalah pembuatan emulsiEmulsi merupakan sistem
dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain
dalam bentuk tetesan kecil. Untuk menyatukan sistem dua fase
tersebut distabilkan dengan penambahan emulgator. Masalah yang
sering terjadi dalam pembuatan emulsi :1. Creaming yaitu
terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang satu mengandung
fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming
bersifat reversibel artinya bila dikocok perlahan-lahan akan
terdispersi kembali.2. Koalesen dan cracking (breaking) yaitu
pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir
minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa
diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena: Peristiwa kimia, seperti
penambahan alkohol, perubahan PH, penambahan CaO / CaCL2 Peristiwa
fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan dan
pengadukan.3. Inversi yaitu peristiwa berubahnya tipe emulsi W/O
menjadi O/W atau sebaliknya dan sifatnya irreversible
(Syamsuni,2006)
BAB 3PEMBAHASAN
Larutan merupakan sediaan cair yang mengandung bahan kimia
terlarut. Sediaan obat berbentuk larutan atau dalam farmasetika
disebut sediaan cair misalnya sirup, spirit, eliksir, air aromatik,
tingtur, infusa dll. Selain itu larutan sebagai obat luar misalnya
losio dan larutan otik. Sediaan obat berbentuk larutan, merupakan
campuran homogen dimana zat aktifnya terdistribusi secara merata
sehingga dosis dapat diberikan dengan tepat. Faktor utama pemilihan
penggunaan obat bentuk sediaan cair khususnya larutan yaitu lebih
mudah ditelan dibandingkan dengan bentuk sediaan padat seperti
tablet atau kapsul, sehingga lebih cocok untuk pemberian pada bayi,
anak-anak, dan usia lanjut yang susah menelan obat dalam bentuk
kapsul atau tablet. Sediaan tablet atau kapsul dihindari untuk anak
kurang dari 5 tahun. Disamping itu, larutan juga memberikan efek
yang lebih cepat karena obat cepat di absorbsi tanpa mengalami
proses disintegrasi dan pelarutan karena sudah berada dalam bentuk
larutan. Untuk pemakaian luar , larutan lebih mudah digunakan.
Namun ada beberapa obat yang tidak stabil atau mudah rusak bila
dibuat dalam larutan, sehingga harus selalu dibuat baru bila akan
digunakan.
Permasalahan & Penyelesaian Masalah Beberapa contoh resep
yang diambil dari Formularium Indonesia.1. R/ Solutio Acidi
BoriciPermasalahan : Menentukan kadar Acidi Borici dalam
larutanPenyelesaian Masalah : Dalam menentukan Acidi Borici dalam
larutan dengan melihat Formularium Nasional dimana tercantum
didalamnya Acidi Borici 3% yang akan dilakukan sesuai resep yang
diminta.Formula ( Fornas hal 10 ) : Acid boric 3Aqua dest ad
100
Cara Pembuatan :a. Tiap 1 bagian acid boric larut dalam 20
bagian air, maka untuk 3 gram acid boric dilarutkan dalam 60 bagian
air, jika dengan pengadukan belum larut sempurna maka dapat bantu
dengan pemanasanb. cukupkan dengan aqua hingga 10 ml
2. R/ Solutio Iodii Aquasa 100 mlPermasalahan : Bahan aktif
sukar larut dalam airPenyelesaian Masalah : Iodium ditambahkan
Kalii Iodida yang akan terbentuk senyawa rangkap.formula ( FB hal
530 ) : Iodium 1Kalium Iodida 2Aqua dest ad 500Cara Pembuatan :a.
penimbangan disesuaikan dengan jumlah yang diminta yaitu 100 mlb.
kalium iodida sebanyak 0,4 gram dilarutkan dalam 10 gram airc.
tambahkan 0, 2 gram iodium hingga larut dan cukupkan dengan aqua
dest hingga 100 ml
3. R/ Potio Alba Contra Tussim Permasalahan: Solutio Formula
Officinalis, Mengganti minyak menguap menjadi aqua aromatika,
Meracik SASA dalam sediaan cairPenyelesaian Masalah : Solutio
Formula Officinalis adalah resep yang dikerjakan dengan melihat
panduan yang dikeluarkan oleh pemerintah diantaranya: Formularium
Indonesia, Formularium Nasional, FMS, Farmakope Belanda edisi IV
dan Farmakope Indonesia edisi III. Pada resep terdapat Oleum
Menthae Piperitae yang diganti dengan Aqua Menthae Piperitae, sebab
dalam resep ini pelarut yang digunakan yaitu Aqua destillata.
Dimana minyak tidak dapat larut dengan Aqua Menthae PIP. Dalam
meracik SASA dalam sediaan cair akan mengalami pengendapan,
sehingga perlu adanya pengolesan pada botol yang akan digunakan
atau botol dilapisi Sirup Simplex. Hal ini dapat mengurangi
pengendapan, SASA dalam botol sehingga SASA dapat tepat campur
dengan larutan yang lain dalam sediaan obat cair tersebut.
Sistem Penghantaran Obat (Drug Delivery System)Adalah istilah
yang menggambarkan bagaimana suatu obat sapai ke tempat target
aksinya yang meliputi formulasi obat, interaksi yang mungkin
terjadi antara obat yang 1 dengan yang lainnya. Penghantaran dengan
lokasi tertarget adalah tujuan akhir dari semua program riset
penghantaran obat,dimana diperoleh hasil terapeutik obat yang
optimal dan efek yang tidak dikehendaki kecil. Hal ini diinginkan
untuk senyawa dengan toksisitas yang tinggi seperti senyawa
antikanker . Salah satu contoh Teknik pengembangan obat adalah
merubah bentuk ukuran partikel menjadi ukuran nano. Nano teknologi
adalah pemahaman dan pengaturan materi dengan dimensi 1 sampai 100
nanometer (nm). Nano teknologi mencakup teknologi rekayasa,
penginderaan, pengukuran, pembuatan model dan manipulasi materi
pada skala nanometer. Satu nanometer (nm) sama dengan sepermilyar
meter (10-9 m). Para ahli riset farmasi saat ini meneliti dalam
skala mikro dan nano untuk mengembangkan metode drug delivery
(penghantaran obat). Nano Teknologi merupakan terobosan untuk
mengoptimalisasi sistem penghantaran obat. Dengan pengolahan obat
ke skala nano, maka obat-obat yang sukar larut akan lebih
bioavailable dan lebih aman. Selain perbaikan kelarutan,
obat-obatan yang berbasis nanoteknologi memiliki kelebihan
dibandingkan obat-obatan lainnya. Sebagai contoh, obat-obatan
berbasis nano teknologi memberikan performa lebih baik dengan efek
samping yang lebih minimal. Reseptor tertentu pada permukaan sel
target akan lebih mudah mengenali obat sehingga obat akan lebih
tepat sasaran dan meminimalkan efek samping obat pada sel-sel lain
yang sehat. Beberapa teknik yang digunakan oleh industri farmasi
saat ini untuk memperkecil ukuran partikel dan mengatur partikel ke
ukuran yang diinginkan dalam kondisi terkontrol diantaranya adalah
Milling (basah dan kering), supercritical fluid technology, spray
drying, metode presipitasi dan rekristalisasi. Milling atau
penggilingan adalah teknik yang telah lama digunakan untuk
memperoleh partikel berukuran mikro atau nano. Teknik milling
dilakukan baik secara kering (dry milling) maupun tersuspensi dalam
cairan (wet milling). Milling tetap merupakan pilihan yang populer
karena lebih ekonomis, lebih cepat dan mudah untuk di-scale up. Dry
milling yang dapat menghasilkan partikel dibawah ukuran 50 mikron
biasa disebut mikronisasi. Mikronisasi diperoleh dari tumbukan
antar partikel atau tumbukan partikel dengan medianya. Banyak zat
obat-obatan yang dapat diproses menggunakan dry milling. Hal
penting yang harus diperhatikan ketika melakukan dry milling adalah
ukuran partikel yang ingin diperoleh, karakter fisik, jumlah dan
faktor keamanan dari materi yang akan ditumbuk. Metode wet milling
digunakan untuk memperoleh partikel padat yang berukuran dibawah 1
mikron sampai ke ukuran 50 150 nm. Metode ini dapat juga digunakan
untuk obat-obatan yang sukar larut dalam air dan dapat menghasilkan
obat-obatan dengan ukuran partikel 100 200 nm. Kisaran ukuran yang
demikian cocok digunakan untuk obat inhalasi dan injeksi. Super
Critical Fluid (SCF) Technology, merupakan pengembangan dari metode
presipitasi yang sudah lama dikenal dalam metode pengecilan
partikel. Kelebihan metode ini dibanding dengan metode penggilingan
(milling) dan rekristalisasi adalah dihasilkannya nano-particles
yang lebih murni dan memiliki efek terhadap lingkungan yang lebih
baik. Secara sederhana prinsip pembuatan nano-particles dengan
metode ini adalah bahwa kelarutan bahan-bahan obat sangat
tergantung dari besarnya tekanan dan suhu larutan. Tekanan
diperoleh dengan cara memberikan gas CO2 ke dalam sistem larutan
tersebut. Selanjutnya campuran obat dengan gas CO2 tersebut
kemudian disemprotkan untuk menghilangkan gas CO2-nya sehingga
diperoleh partikel dengan skala mikro atau nano.Selain dengan
menggunakan teknologi nano, sistem penghantaran obat dalam bentuk
cairan juga menggunakan teknologi mikronized sehingga obat yang
tidak dapat larut dalam air dengan penemuan ini tidak perlu dibuat
dalam bentuk suspensi suspensi, contohnya paracetamol sirup
(mikronized).
PENUTUP
4.1 Kesimpulan1. Teknik compounding secara umum dapat dilakukan
dengan cara : sederhana, reaksi kimia, dan ekstraksi simplisia
nabati.2. Yang menjadi masalah dalam compounding sediaan liquid
diantaranya : cara mengatasi kontaminasi mikroba, mengatasi
terjadinya oksidasi dalam sediaan obat.3. Untuk mengatasi masalah
dalam proses pembuatan emulsi dan suspensi maka sebaiknya dilakukan
pemilihan secara tepat emulgator atau suspending agent dengan
perbandingan yang tepat pula. 4. Faktor- faktor yang dapat
mempengaruhi kestabilan suspensi yaitu : ukuran partikel,
viskositas, jumlah partikel, sifat atau muatan partikel.5. Agar
obat dapat sampai ke reseptor dengan baik dan tidak merusak
jaringan sehat yang lain misalnya untuk obat-obat kanker, sediaan
injeksi dibuat dengan teknologi nano dengan mekanisme kerja long
acting. Begitu juga dengan obat lain untuk menambah kelarutan maka
obat tersebut diubah ukuran partikelnya menjadi bentuk mikro
sehingga tidak perlu dibuat suspensi yang tingkat kestabilannya
lebih rentan. Teknik yang digunakan oleh industri farmasi saat ini
untuk memperkecil ukuran partikel dan mengatur partikel ke ukuran
yang diinginkan dalam kondisi terkontrol diantaranya adalah Milling
(basah dan kering), supercritical fluid technology, spray drying,
metode presipitasi dan rekristalisasi.
4.2 SaranSemua proses yang akan dilakukan diharapkan supaya
peracik atau compounder melakukan tahap demi tahap secara teliti,
membaca resep dengan benar, menghitung dengan benar dan
memperhatikan dengan betul kemungkinan adanya kontamiasi sehingga
obat yang dibuat mempunyai mutu yang tinggi dan dapat memberikan
kesembuhan bagi pasien yang menggunakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 298
Bhatt, Bhawna and Agrawal, S.S . 2007. Pharmaceutical
Engineering Mixing. Delhi Institute of Pharmaceutical Science and
Research Sector 3. Pushp Vihar. New Delhi
Bharati, V. 2010. A Prolonged Release Parentral Drug Delivery
Sistem An Overview. ISSN 0976 - 044X. India.
Gupta, R.B., Kompella, V.B. (ed.), 2006, Nanoparticle Technology
for Drug Delivery, Taylor & Francis Group, New York, USA
Moh. Anief. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Parrot, Eugene L., (1968), Pharmaceutical Technology, Burgess
PublishingCompany: Iowa
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.
Tousey. 2002. The Granulation Process 101 Basic Technologies for
Tablet Making. Pharmaceutical Technology page 8-1.
33