Laring dan Faring pada Proses PernapasanErwin Ramandei
102012310 / [email protected]
Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061
Fax. 021-5631731
PendahuluanPernapasan adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan dua proses yang berbeda tetapi saling berhubungan:
pernapasan seluler dan pernapasan mekanik. Pernapasan seluler
adalah proses di mana sel memperoleh energi melalui pemecahan
molekul organik. Pernapasan mekanik adalah proses melalui mana
kebutuhan oksigen diserap dari atmosfir ke dalam sistem vaskular
darah dan proses melalui mana karbon dioksida dikeluarkan ke
atmosfir. Pernapasan mekanik terjadi di dalam sistem
pernapasan.
Sistem pernapasan memiliki dua komponen fungsional: sistem
konduksi untuk mengangkut gas-gas ekspirasi dan inspirasi antara
atmosfir dan sistem sirkulasi, sebagai permukaan untuk pertukaran
pasif gas antara atmosfir dan darah. Sistem konduksi pada dasarnya
dimulai sebagai saluran tunggal, yang membentuk jalan napas yang
diameternya semakin kecil. Percabangan terminal dari sistem
konduksi membuka ke dalam kantung berujung buntu yang disebut
alveoli, yang merupakan tempat terjadinya pertukaran gas. Alveoli
yang merupakan jaringan paru, adalah struktur berdinding tipis
dilapisi oleh jaringan kapiler yang amat banyak, kapiler pulmoner.
Susunan ini memberikan bidang temu berlimpah dengan ketebalan
minimal untuk pertukaran gas-gas dan atmosfir darah. Proses difusi
gas yang berlanjut terus menerus membutuhkan gradien adanya tekanan
gas yang sesuai melalui dinding alveolar. Hal ini dicapai dengan
perfusi cepat dan berkelanjutan dari kapiler pulmonar oleh darah
vena dari sebelah kanan jantung dan pertukaran gas alveolar yang
teratur melalui proses bernapas.[1]
Sementara itu, dalam hal-hal normal tersebut dapat terjadi
beberapa gangguan, yang akan dibahas lebih lanjut dalam tinjauan
pustaka berikut setelah memahami tentang proses fisiologis,
khususnya pernapasan, dalam tubuh manusia.
Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Pernapasan Manusia. Sumber:
http://gurungeblog.files..com/2008/11/sistem-pernafasan.gifStruktur
Sistem Pernapasan
Struktur Makro [2, 3]Hidung; berbentuk piramid. Ke arah inferior
hidung memiliki dua pintu masuk berbentuk bulat panjang, yakni
nostril atau nares yang terpisah oleh septum nasi. Permukaan
infero-lateral hidung berakhir sebagai alae nasi yang bulat. Rangka
tulang terdiri dari os nasale, processus frontalis maxillaries,
bagian nasal ossis frontalis. Rangka tulang rawan terdiri dari
cartilago septi nasi, cartilago nasi lateralis, dan cartilago ala
nasi major dan minor. Otot hidung terdiri dari M. nasalis dan M.
depressor septi nasi yang merupakan bagian dari otot wajah.
Persarafan utama otot-otot hidung oleh N. facialis (N. VII).Rongga
Hidung; terdiri atas 3 regio, yaitu vestibulum, penghidu, dan
pernapasan. Vestibulum dilapisi oleh kulit yang mengandung bulu
hidung, berguna untuk menahan partikel yang terkandung daam udara
yang dihisap. Ke arah atas dan dorsal vestibulum dilapisi oleh
limen nasi yang sesuai dengan tepi atas cartilago ala nasi major.
Di mulai sepanjang limen nasi ini kulit yang melapisi vestibulum
dilanjutkan dengan mukosa hidung. Regio penghidu berada di sebelah
cranial; dimulai dari atap rongga hidung daerah ini meluas sampai
setinggi concha nasalis superior dan bagian septum nasi yang ada di
hadapan concha tersebut. Regio pernapasan adalah bagian rongga
hidung selebihnya. Pembuluh darah yang memperdarahi rongga hidung
adalah:1. Aa. ethmoidales anterior dan posterior, cabang A.
Opthalmica, yang mendarahi pangkal hidung, sinus-sinus/cellulae
ethmoidales dan frontalis;
2. A. sphenopalatina, cabang A. maxillaris interna, mendarahi
mukosa dinding-dinding lateral dan medial hidung;
3. A. palatina major, csbang palatina descendens A. maxillaris
interna yang melewati foramen palatinum majus dan canalis incisivus
serta beranastomosis dengan A. sphenopalatina;
4. A. labialis superior, cabang A. facialis, yang memperdarahi
septum nasi daerah vestibulum, beranastomosis dengan A.
sphenopalatina.
Vena-vena rongga hidung membentuk plexus cavernosus yang
terutama berada pada submukosa bagian caudal septum nasi, concha
nasalis medius, dan concha nasalis inferior. Persarafan utamanya
oleh cabang-cabang N. trigeminus (N. V), otonom secretomotorik dan
vasomotorik serta N. olfactorius (N. I).
Gambar 2. Hidung dan Rongga Hidung. Sumber: Ensiklopedia
BritannicaPharynx (Tekak); seperti pipa yang panjangnya 12-14 cm
membentang dari basis cranii sampai setinggi vertebra cervical 6
atau tepi bawah cartilago cricoidea. Di sebelah caudal dilanjutkan
dengan oesophagus (kerongkongan). Di sebelah cranial dibatasi oleh
bagian posterior corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis
occipitalis. Di sebelah dorsal dan lateral pharynx terdapat
jaringan longgar yang menempati spatium peripharyngeale. Di sebelah
dorsal, jaringan penyambung longgar tersebut memisahkan pharynx
dari fascia alaris (lembar depan fascia prevertebralis). Di sebelah
ventral, pharynx terbuka ke dalam rongga hidung, mulut dan larynx;
dengan demikian dinding anteriornya tidak sempurna. Spatium
parapharyngeale, atau yang biasa disebut pharyngeale laterale,
mempunyai batas-batas sebagai berikut: Ventrolateral: ramus
mandibulae dan M. pterygoideus medialis/internus;
Posterolateral; glandula parotis dan pembungkusnya;
Medial: dinding lateral pharynx;
Caudal: sampai setinggi os. Hyoideum, dibatasi oleh glandula
submandibularis dan pembungkusnya serta M. Stylohyoideus.
Dorsal; fascia bersama yang membungkus A. carotis interna, V.
jugularis interna, dan N. vagus yang dikenal sebagai saluran
pembungkus buluh dan saraf (carotid steath).
Gambar 3. Pharynx (Faring). Sumber:
http://arispurnomo.com/wp-content/uploads/2010/11/faring.gifKe
sebelah dorsal spatium parapharyngeale ini berhubungan dengan
spatium retropharyngeale. Batas sebelah dorsal spatium pharyngeale
ini adalah fascia alaris. Pharynx dibagi menjadi 3 bagian, yakni:
Nasopharynx (Epipharynx); berada di sebelah dorsal hidung dan
sebelah cranial palatum molle. Rongga nasopharynx tidak pernah
tertutup, berbeda dari oropharynx dan laringopharynx.Ke arah
ventral berhubungan dengan rongga hidung melalui choanae (apertura
nasalis posterior), yang masing-masing terpisah oleh septum nasi.
Nasopharynx dan ororpharynx berhubungan melalui isthmus pharyngeum
yang dibatasi oleh tepi palatum molle dan dinding posterior
pharynx. Sewaktu proses menelan dan berbicara, isthmus pharyngeum
ini tertutup oleh elevasi palatum molle dan pembentukan lipatan
Passavant (fold of Passavant) yang terbentuk oleh kontraksi M.
sphincter palatopharyngeal yang berfungsi sebagai sphincter, M.
salpingopharyngeus, dan M. constrictor pharyngis superior di
dinding dorsal pharynx. Oropharynx (Mesopharynx); terbentang mulai
dari palatum molle sampai tepi atas epiglotis atau setinggi corpus
vertebrata cervical 2 dan 3 bagian atas. Di sebelah ventral
berhubungan dengan cavum oris melalui isthmus oropharyngeum
(isthmus faucium) berhadapan dengan aspek pharyngeal lidah. Pada
kedua dinding lateral ororpharynx terdapat masa jaringan limfoid
yang disebut tonsilla palatina, tepatnya di sebelah dorsal gigi
bawah molar ketiga dan diproyeksikan pada sebuah daerah bulat telur
di atas bagian bawah M. masseter, sedikit di sebelah anterosuperior
terhadap angulus mandibulae. Tonsilla palatina bervariasi ukurannya
dan seringkali meradang, menimbulkan inflamasi dan hipertrofi;
karena itu sukar menentukan bentuk normalnya. Laryngopharynx
(Hypopharynx); membentang dari tepi cranial epiglotis sampai tepi
inferior cartilago cricoidea atau mulai setinggi bagian bawah
corpus vertebra cervical 3 sampai bagian atas vertebra cervical 6.
Ke arah caudal laryngopharynx dilanjutkan sebagai oesophagus. Di
dinding anteriornya yang tidak sempurna, terdapat pintu masuk ke
larynx (aditus laryngis) dan di bawahnya terdapat permukaan
posterior cartilago arytanoidea dan cartilago cricoidea. Pada
masing-masing sisi ventro-caudo-lateral aditus laryngis ini
terdapat fossa/recessus piriformis yang dibatasi di sebelah medial
oleh plica aryepiglotica dan di sebelah lateral oleh cartilago
thyrohyoidea dan membrana thyrohyoidea.Perdarahan berasal dari A.
pharyngea ascendens, A. palatina ascendens, dan ramus tonsilaris
cabang A. facialis, A. palatina major dan A. canalis pterigoidei
cabang A. maxilaris interna dan rami dorsales linguae cabang A.
lingualis. Pembuluh-pembuluh balik membentuk sebuah plexus yang ke
atas berhubungan dengan plexus pterygoideus dan ke arah bawah
bermuara ke dalam V. jugularis interna dan V. facialis. Sementara
persarafannya berasal dari plexus pharyngeus. Plexus ini dibentuk
oleh rami pharyngei N. glossopharyngeus (N. IX), N. vagus (N. X),
dan serabut-serabut simpatik post-ganglioner dari ganglion
cervicale superius; plexus tersebut berada pada jaringan penyambung
di sebelah luar M. constrictor pharyngis medius.Larynx (Pangkal
Tenggorok); merupakan saluran udara yang bersifat sphincter dan
juga organ pembentuk suara, membentang antara lidah sampai trachea
atau pada laki-laki dewasa setinggi vertebra cervical 3 sampai 6,
tetapi sedikit tinggi pada anak dan perempuan dewasa. Larynx berada
di antara pembuluh-pembuluh besar leher dan di sebelah ventral
tertutup oleh kulit, fascia, dan otot-otot depressor lidah. Ke arah
atas, larynx terbuka ke dalam laryngopharynx; dinding posterior
larynx menjadi dinding anterior laryngopharynx. Ke arah bawah
larynx dilanjutkan sebagai trachea. Tulang-tulang rawannya terdiri
atas cartilago tyrohyoidea, cartilago cricoidea, dan cartilago
epiglotis yang masing-masing sebuah, serta cartilago arytaenoidea,
cartilago cuneiforme, dan cartilago corniculatum yang masing-masing
sepotong. Pada laring, terdapat dua pasang lipatan lateral membagi
rongga laring tersebut yaitu pasangan bagian atas yang disebut
lipatan ventrikular (pita suara palsu), tidak berfungsi pada
produksi suara, dan lipatan vocalis yang merupakan pita suara
sejati. Pita suara sejati melekat pada tulang rawan thyroid dan
kartilago cricoid, serta aritenoid. Pembuka diantara pita ini
adalah glotis. Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik
membuka) oleh otot laring, dan glotis membentuk triangular. Saat
menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup) dan glotis
membentuk celah sempit. Dengan demikian, kontraksi otot rangka
mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat ketegangan pita suara
yang diperlukan untuk produksi suara.
Perdarahan utama larynx berasal dari cabang-cabang A. thyreoidea
superior dan A. thyreoidea inferior. Nadi-nadi ini disertai oleh
venanya. V. thyreoidea superior bermuara ke dalam V. jugularis
interna dan V. thyreoidea inferior bermuara ke dalam. V.
brachiocephalica sinistra. Sementara persarafan utama berasal dari
cabang-cabang internus dan eksternus N. laryngeus superior, N.
recurrens, dan saraf simpatis. Mungkin seluruh ramus internus N.
laryngeus superior merupakan saraf sensorik otonom.
Gambar 4. Larynx. Sumber:
http://arispurnomo.com/wp-content/uploads/2010/11/laring.jpg
Trachea (Tenggorok); merupakan sebuah pipa udara yang terbentuk
dari tulang rawan dan selaput fibro-muskular, panjangnya sekitar
10-11 cm, sebagai lanjutan dari larynx, membentang mulai setinggi
cervical 6 sampai tepi atas vertebra thoracal 5. Ujung caudal
trachea terbagi menjadi bronchus principalis (primer, utama) dan
dexter dan sinister. Trachea terletak hampir di bidang sagital,
tetapi biasanya bifurkasi trakea sedikit terdesak ke arah kanan
oleh arcus aortae. Selama inspirasi dalam, mungkin inspirasi ini
turun sampai setinggi vertebra thoracal 6. Bentuk trakeas sedikit
kurang silindrik, karena datar di sebelah posterior. Trakea dapat
tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk
C. Ujung posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan
otot sehingga memungkinkan ekspansi esofagus.Seperti yang telah
disebutkan, pada vetebra toraks kelima, trakea akan bercabang
menjadi dua bronkus utama, bronkus primer kanan dan bronkus primer
kiri. Bronkus primer kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan
lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta
membelokan trakea bawah kekanan. Objek asing yang masuk kemungkinan
akan masuk ke bronkus kanan. Setiap bronkus primer nantinya akan
bercabang menjadi bronkus sekunder dan tertier dengan diameter
semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng
kartilago mengganti cincin kartilago. Suatu bronkus disebut
ekstrapulmonar, sampai memasuki paru-paru. Setelah itu baru disebut
intra pulmonar. Nantinya, percabangan bronki akan menjadi struktur
dasar paru-paru yaitu bronki, bronkiolus, bronkiolus terminal,
bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli.
Gambar 5. Trakea dan Sekitarnya. Sumber:
makalahkesehatan.co.ccTerutama trachea didarahi oleh A.
tyreohyoidea inferior, sementara ujung thoracalnya didarahi oleh
cabang Aa. Bronchiales yang naik untuk beranastomosis dengan A.
thyreohyoidea inferior tersebut. Semua pembuluh darah ini juga
memperdarahi oesophagus. Vena-vena yang membawa darah dari trachea
berakhir di plexus venosus thyrohyoidea inferior. Persarafan
utamanya berasal dari cabang-cabang tracheal N. vagi, Nn.
Recurrens, dan truncus symphaticus serta disebarkan menuju
otot-otot dan mukosa trachea. Ujung-ujung saraf simpatis
membangkitkan bronchodilatasi, sementara parasimpatis menyebabkan
bronchokonstriksi.Thorax (Dada); merupakan superior batang badan,
antara perut dan dada. Mempunyai bentuk kerucut yang terpancung
horizontal. Di dalam thoraks ini terkandung rongga thorax. Rongga
thorax memiliki akses masuk ke dalam pintu atas dan pintu bawah
thorax. Pintu atas thorax (apertura thoracis superior) yang sempit
terbuka dan berkesinambungan dengan leher; pintu bawah thorax
(apertura thoracis inferior) yang relatif luas, tertutup oleh
diafragma. Terdapat otot-otot dinding thorax murni yang mengubah
volume thorax sewaktu bernafas, yaitu Mm. intercostales, M.
subcostalis, M. tranversus thoracis, M. serratus posterior
superior, dan M. serratus posterior inferior, Mm. levatores
costarum, dan diapraghma. Selain itu, terdapat otot tipis yang
mengisi sela iga, yakni Mm. intercostales. Otot-otot intercostalis
ini dipersarafi oleh Nn. intercostales yang sesuai. Secara
berkelompok, masing-masing lapis otot intercostalis ini
menggerakkan iga-iga untuk membantu pernapasan. Aa. intercostales
yang mendarahi dinding thorax berasal dari tiga sumber, yakni:
aorta thoracales yang berada pada mediastinum posterius;
sepasang A. intercostalis suprema, cabang truncus
costo-cervicales A. subclavia;
sepasang A. thoracica interna, cabang A. subclavia.
Pulmo (Paru); merupakan bagian terakhir dari sistim pernapasan,
yang merupakan organ repiratorik. Paru-paru adalah sebuah organ
berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, terletak dalam
rongga toraks. Paru-paru kanan memiliki tiga lobus sedangkan
paru-paru kiri memiliki dua lobus. Setiap paru memiliki sebuah apex
yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah permukaan
diafragmatik yang terletak diatas diafragma, sebuah permukaan
mediastinal yang terpisah dari paru lain oleh mediastinum, dan
permukaan costal yang terletak diatas kerangka iga. Permukaan
mediastinalnya sendiri memiliki hillus yang merupakan tempat keluar
masuknya pembuluh darah bronki, pulmonar, dan bronkial dari paru.
Paru-paru diselimuti oleh selaput yang disebut pleura. Pleura
terbagi menjadi pleura parietal dan pleura viseral. Pleura parietal
adalah bagian pleura yang melapisi rongga toraks (kerangka iga,
diafragma, dan mediastinum) sedangkan pleura viseral adalah bagian
yang melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal di
bagian bawah paru.
Gambar 6. Bronkus dan Paru. Sumber:
www.arisclinic.com/wp-content/uploads/2011/04/Anatomi-paru2.jpgBagian
sistem pernapasan yang beruhubungan dengan pleura memiliki dua
bangun khusus yaitu rongga pleura dan resesus pleura. Rongga pleura
adalah ruang potensial antara pleura parietal dengan pleura viseral
yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi
oleh sel-sel pleural sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa
melakukan friksi. Tekanan cairan agak negatif dibandingkan tekanan
atmosfer. Rongga pleura kiri lebih kecil dari rongga pleura kanan,
karena sebagian besar jantung menempati sisi sebelah kiri garis
tengah. Bangun kedua adalah resesus pleura. Resesus ini adalah area
rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru. Area ini muncul saat
pleura parietal bersilangan dari satu permukaan ke permukaan lain.
Saat bernapas, paru-paru bergerak keluar masuk area ini. Resesus
pleura sendiri dibagi dua yaitu resesus pleura costomedial yang
terletak di tepi anterior kedua sisi pleura, tempat pleura parietal
berbelok dari kerangka iga ke permukaan lateral mediastinum, dan
resesus pleura costodiaphragmatic, yang terletak di tepi posterior
kedua sisi pleura diantara diafragma dan permukaan kostal internal
thorax. Persarafan utamanya lewat plexus pulmonalis anterior dan
posterior yang dibentuk oleh cabang-cabang truncus symphaticus
segmen T 1-3 atau 4 dengan parasimpatik N. vagus.
Struktur Mikro [1, 4]Bagian-bagian sistem pernapasan telah
dibahas pada struktur makro, dan selanjutnya bagian-bagian tersebut
akan dibahas secara mikroskopis. Sistem pernapasan atau
respiratorius dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian konduksi yang
berfungsi untuk menyalurkan udara dan meneruskan ke bagian kedua,
yakni bagian respirasi yang berfungsi untuk melakukan pertukaran
gas. 1. Bagian Konduksi
a. Hidung; merupakan organ berongga yang terdiri dari tulang,
tulang rawan hialin, otot bercorak dan jaringan ikat. Pada kulit
luarnya terdapat epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk,
rambut-rambut halus, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Rongga
hidungnya (cavum nasi) dipisahkan oleh septum nasi. Lubang
hidungnya terbagi menjadi dua, lubang hidung depan (nares nasi
anterior) dan lubang hidung belakang (nares nasi posterior). Cavum
nasi dibagi menjadi dua, yaitu vestibulum nasi, yang merupakan
daerah lebar di belakang nares anterior, dan fossa nasalis, yang
merupakan daerah di belakang vestibulum nasi. Vestibulum nasi
tersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan
berubah menjadi epitel bertingkat toraks bersilia bersel globet
sebelum masuk fossa nasalis. Terdapat kelenjar sebasea, kelenjar
keringat, dan vibrisae, yaitu rambut-rambut kasar, yang berfungsi
menyaring udara pernafasan.Pada dinding lateral, ada tiga tonjolan
tulang yang disebut concha, yaitu concha nasalis superior yang
dilapisi epitel khusus, concha nasalis media, dan concha nasalis
inferior yang keduanya dilapisi epitel bertingkat toraks bersilia
bersel goblet. Di bawah epitel yang melapisi concha nasalis
inferior banyak terdapat plexus venosus yang disebut swell bodies,
berfungsi untuk menghangatkan udara yang melalui hidung.Selain itu,
juga terdapat epitel olfaktorius yang merupakan epitel bertingkat
toraks. Terdiri atas tiga jenis sel, yakni sel olfaktorius, yaitu
berfungsi sebagai sel saraf yang terletak di antara sel basal dan
sel penyokong serta bergabung dgn akson di lamina propia membentuk
nervus olfaktorius (N. II); sel penyokong bervili, yaitu yang
sitoplasmanya mempunya granula kuning kecoklatan; dan sel basal
yang merupakan sel cadangan pembentuk sel penyokong dan mungkin
akan menjadi sel olfaktorius.
Tunika mukosa fossa nasalis akan berlanjut ke sinus paranasalis.
Sinus paranasalis adalah rongga dalam tengkorak yang berhubungan
dengan cavum nasi, di antaranya adalah sinus maxillaris, sinus
frontalis, sinus sphenoidales, dan sinus ethmoidales. Sinus-sinus
ini dilapisi oleh epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet.
Kelenjar-kelenjarnya memproduksi mukosa yang akan dialirkan ke
cavum nasi oleh gerakan silia-silia. Bila terjadi peradangan, dapat
menyebabkan sinusitis.b. Pharynx (faring); merupakan ruangan di
belakang cavum nasi yang menghubungakan traktus digestivus dan
traktus respiratorius. Dinding lateral pharynx terdiri dari otot
skelet. Yang termasuk bagian dari pharynx adalah nasopharynx,
oropharynx dan laringopharynx.
Nasopharynx; mengandung epitel bertorak bersilia bersel goblet.
Terletak di bawah membrana basalis dan terdapat kelenjar campur
pada lamina propia. Pada bagian posterior terdapat jaringan limfoid
yang membentuk tonsila pharyngeal yang pada anak-anak sering
membersar dan meradang (adenoitis). Terdapat muara yang
menghubungkan rongga hidung dan telinga bagian tengah (osteum
pharyngeum tuba auditiva) dan di sekelilingnya banyak kelompok
jaringan limfoid yang disebut tonsila tuba.Oropharynx; mengandung
epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Terletak di belakang
rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Oropharynx akan
dilajutkan ke bagian atas menjadi epitel mulut dan ke bawah, ke
arah epitel oesophagus.Di sini terdapat tonsila palatina yang
sering meradang (tonsilitis).Laryngopharynx; mengandung epitel
bervariasi, yang sebagain besarnya merupakan epitel berlapis gepeng
tanpa lapisan tanduk. Terletak di belakang larynx.c. Larynx
(laring); menghubungkan prharynx dan trakea. Bentuknya tidak
beraturan/irreguler. Mengandung epitel bertingkat torak bersilia
bersel goblet kecuali ujung plica vocalis berlapis gepeng. Larynx
berfungsi untuk fonasi (menyuarakan), dan mencegah benda asing
memasuki jalan nafas dengan adanya refleks batuk. Dinding larings
terdiri atas tulang rawan hialin, tulang rawan elastis, jaringan
ikat, otot skelet, kelenjar campur.Rangka larynx mempunya 9 tulang
rawan, yakni 4 tulang rawan hialin (1 tulang rawan tiroid, 2 tulang
rawan krikoid, 2 tulang rawan aritenoid); tulang rawan elastis (1
tulang rawan epiglotis, 2 tulang rawan kuneiformis, dan 2 tulang
rawan kornikulata); serta ujung tulang rawan aritenoid yang
merupakan tulang rawan elastis. Tulang-tulang rawan akan diikat
oleh ligamentum dan berarticulatio dengan otot intrinsik (M.
intrinsik laring) yang berfungsi untuk mengubah bentuk pita suara
sehingga timbul fonasi, sementara M. ekstrinsik laring berfungsi
untuk proses menelan. Ada juga M. vokalis yang berfungsi mengatur
ketengangan pita suara sehingga udara yang melalui pita suara dapat
menimbulkan suara dengan nada yang berbeda-beda.Salah satu tulang
rawan dalam larynx yang berfungsi khusus adalah epiglotis.
Epiglotis merupakan bagian anterior yang paling sering berkontak
dengan akar lidah pada proses menelan.d. Trachea (trakea); terdiri
dari rangka berbentuk C yang merupakan tulang rawan hialin.
Jumlahnya berkisar dari 16-20 buah. Cincin-cincin tulang rawan
dihubungkan oleh jaringan penyambung padat fibroelastis dan
retikulin yang disebut ligamentum anulare untuk mencegah agar lumen
trakea jangan meregang berlebihan. Sedangkan otot polos berperan
untuk mendekatkan kedua tulang rawan. Bagian trakea yang mengandung
tulang rawan disebut pars kartilagenia, sementara yang mengandung
otot disebut pars membranasea.Lapisan-lapisan yang terdapat pada
trakea adalah mukosa trakea yang mengandung epitel bertingkat torak
bersilia bersel goblet dan terdapat kelenjar campur; tunika
submukosa, terdiri dari jaringan ikat jarang, lemak, dan kelenjar
campur (glandula trakealis) yang banyak terletak di bagian
posterior; serta tunika adventisia, di mana terdapat jaringan
fibroelastis yang berhubungan dengan perikondrium sebelah luar pars
kartilagenia.e. Bronkus Ekstrapulmonal dan Intrapulmonal; bronkus
ekstrapulmonal sama dengan trakea hanya saja diameternya lebih
kecil. Sementara bronkus intrapulmonar memiliki mukosa yang
membentuk lipatan longitudinal. Epitelnya bertingkat toraks
bersilia bersel goblet dan membrana basalisnya jelas. Lamina
propianya mengandung jaringan ikat jarang, serat elastis, muskulus
polos piral, noduli limfatici, dan kelenjar campur. Bentuk tulang
rawannya tidak beraturan dan susunan muskulusnya seperti spiral.f.
Bronkiolus Terminalis; berdiameter 0.3 mm, mengandung epitel
selapis torak bersilia bersel goblet dan epitel selapis torak
rendah. Di antara deretan sel ini ada sel clara yang bergranula
kasar dan bermikrovili, fungsinya diduga ikut berperan terhadap
pembentukan cairan bronkiolar yang mengandung protein,
glikoprotein, kolesterol, mengeluarkan sejumlah kecil surfaktan
yang terdapat di dalam sekret bronkiolar. Lamina propianya
mengandung otot polos dan serat elastin yang tipis, namun tidak
mempunyai kelenjar dan saraf. Lapisan luarnyamengandung serat
kolagen, serat elastin, pembuluh darah dan nodulus limfatisi, serta
saraf.2. Bagian Respirasi
a. Bronkiolus Respiratorius; merupakan bagian antara konduksi
dan respirasi. Panjangnya 1-4 mm, dan diameter 0.5 mm. Mengandung
epitel torak rendah atau selapis kubis bersilia tanpa sel goblet.
Di antara sel kubis terdapat sel clara. Lamina propianya mengandung
serat kolagen, serat elastin, dan otot polos yang terputus-putus.b.
Duktus Alveolaris; berdinding tipis, sebagian besar terdiri dari
alveoli dan dikelilingi sakus alveolaris. Di mulut alveolus
terdapat epitel selapis gepeng (sel alveolar tipe 1). Mengandung
jaringan ikat serat elastin, serat kolagen, otot polos yang makin
mengecil hingga hanya terlihat sebagai titik-titik kecil. Duktus
ini terbuka ke atrium, yakni ruang yang menghubungkan beberapa
sakus alveolaris.c. Sakus Alveolaris; merupakan kantong yang
dibentuk oleh beberapa alveoli. Terdapat serat elastin dan serat
retikulin yang melingkari muara sakus alveoli, serta sudah tidak
mempunyai otot polos.d. Alveolus/Alveoli; merupakan kantong kecil
yang terdiri dari selapis sel seperti sarang tawon. Alveoli
berfungsi untuk pertukaran gas (O2 dan CO2) antara udara dan darah.
Di sekitar alveoli terdapat serat elastin yang melebar pada saat
inspirasi dan menciut pada saat ekspirasi; serta serat kolagen yang
mencegah regangan berlebihan sehingga kapiler dan septum
interalveolaris tidak rusak. Alveoli berjumlah sekitar 300-500 juta
dan mengandung epitel selapis gepeng. Pada dinding-dindingnya
terdapat lubang kecil berbentuk bulat/lonjong disebut poros/stigma
alveolaris yang berfungsi untuk menghubungkan alveoli yang
berdekatan dan mencegah atelektasis. Diameternya sekitar 10-15
m.Mekanisme Pernafasan [5]Inspirasi, Ekspirasi, dan Volume ParuParu
dan dinding dada merupakan struktur yang elastis. Pada keadaan
normal, hanya ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan
dinding dada (intrapleura). Paru dapat dengan mudah bergeser
sepenjang dinding dada, namun sukar dipisahkan dari dinding dada
seperti halnya dua lempeng kaca basah yang dapat digeser namun
tidak dapat dipisahkan. Tekanan di dalam ruang antara paru dan
dinding dada (tekanan intrapleura) bersifat sub-atmosferik. Pada
saat lahir, jaringan paru mengembang sehingga teregang, dan pada
ekspirasi tenang, kecenderungan daya recoil paru untuk menjauhi
dinding dada diimbangi oleh daya recoil dinding dada ke arah yang
berlawanan. Jika dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan bila
paru kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai
bentuk gentong (barrel shaped).
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan
meningkatkan volume intratoraks. Tekanan intrapleura di bagian
basis paru akan turun dari nilai normal sekitar -2,5 mmHg (relatif
terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg.
Jaringan paru akan semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara
menjadi sedikit lebih negatif, dan udara mengalir ke dalam paru.
Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada
kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan
kembali antara daya recoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan
di saluran udara menjadi sedikit lebih positif, dan udara mengalir
meninggalkan paru. Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan
proses pasif yang ridak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan
volume intratoraks. Namun pada awal ekspirasi, sedikit kontraksi
otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini berfungsi sebagai
peredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi.
Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30 mmHg
sehingga pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila
ventilasi meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga
ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi yang menurunkan
volume intratoraks.
Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap kali inspirasi
(atau jumlah udara yang keluar dari paru setiap kali ekspirasi)
disebut volume tidal. Jumlah udara yang masih dapat masuk ke paru
pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa disebut volume
cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume/IRV). Jumlah udara
yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui
kontraksi otot ekspirasi, setelah ekspirasi biasa disebut volume
cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), dan udara yang
masih tertinggal di dalam paru setelah respirasi maksimal disebut
volume residu (residual volume/RV). Nilai normal berbagai volume
paru dan istilah yang digunakan untuk kombinasi berbagai volume
paru tersebut diperlihatkan pada gambar. Ruang di saluran napas
yang berisi udara yang tidak ikut serta dalam proses pertukaran gas
dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan
(respiratory dead space).
Gambar 7. Skema Volume Paru. Sumber:
ttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08UjiFaalParu084.pdf/08UjiFaalParu084002.png
Pengukuran kapasitas vital, yaitu jumlah udara terbesar yang
dapat dikeluarkan dari paru setelah inspirasi maksimal, seringkali
digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru. Nilai tersebut
bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot
pernapasan serta beberapa aspek fungsi pernapasan lain. Fraksi
volume kapasitas vital yang dikeluarkan pada satu detik pertama
melalui ekspirasi paksa (volume ekspirasi paksa 1 detik, FEV1/timed
vital capacity) dapat memberikan informasi tambahan; nilai
kapasitas vital normal yang menurun dapat diperoleh dengan nilai
FEV1 menurun pada pengidap penyakit seperti asma, yang mengalami
peningkatan tahanan saluran udara akibat konstriksi bronkus. Pada
keadaan normal, jumlah udara yang diinspirasikan selama satu menit
(ventilasi paru, volume respirasi semenit) sekitar 6 L (500
mL/napas x 12 napas/menit). Ventilasi volunter maksimal (maximal
voluntary ventilation, MVV), atau yang dahulu disebut sebagai
kapasitas pernapasan maksimum (maximal breathing capacity, adalah
volume gas terbesar yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan selama 1
menit secara volunter. Pada keadaan normal, MVV berkisar antara
125-170 L/menit.Transpor Oksigen dan Karbon DioksidaSistem
pengangkutan O2 di tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem
kardiovaskular. Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantung
pada jumlah O2 yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas di
paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan kapasitas
darah yang mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat
konstriksi jalain vaskular di jaringan serta curah jantung. Jumlah
O2 yang larut dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut,
jumlah hemoglobin dalam darah, dan afinitas hemoglobin terhadap
O2.
Dinamika reaksi hemoglobin dengan O2 menjadikannya sebagai
pembawa O2 yang sangat tepat. Hemoglobin adalah protein yang
dibentuk dari empat subunit, masing-masing mengandung gugus hem
(heme) yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Pada orang
dewasa normal, sebagian besar molekul hemoglobin mengandung dua
rantai dan dua rantai . Hem adalah suatu kompleks yang dibentuk
dari satu porifirin dan satu atom besi fero. Masing-masing dari
keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel.
Atom besi tetap berada dalam bentuk fero sehingga pengikatan O2
merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi
pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim ditulis sebagai Hb + O2 HbO2
. Karena setiap molekul hemoglobin mengandungempat unit Hb, molekul
ini dapat dinyatakan sebagai Hb4, dan pada kenyataannya bereaksi
dengan empat molekul O2 membentuk Hb4O8.
Hb4 + O2 Hb4O2Hb4O2 + O2
Hb4O4Hb4O4+ O2
Hb4O6Hb4O6 + O2
Hb4O8
Reaksi ini berlangsung cepat dan membutuhkan waktu kurang dari
0,01 detik. Deoksigenasi (reduksi) Hb4O8 juga berlangsung sangat
cepat.
Struktur kuartener hemoglobin menentukan afinitasnya terhadap
O2. Pada deoksihemoglobin, unit globin terikat erat dalam
konfigurasi tense (T, tegang) yang menutunkan afinitas molekul
terhadap O2. Saat O2 pertama kali terikat, ikatan yang menahan unit
globin terlepas sehingga terbentuk konfigurasi realsed (R, rileks)
yang memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya
adalah peningkatan afinitas terhadap O2 sebesar 500 kali lipat. Di
jaringan, reaksi-reaksi ini berbalik sehingga terjadi pelepasan O2.
Perlaihan dari suatu keadaan ke keadaan lainnya diperkirakan
berlangsung sekitar 108 kali selama kehidupan sebuah sel darah
merah.
Selain adanya transpor oksigen, dalam tubuh kita juga terjadi
transpor karbon dioksida (CO2). Hal ini berkaitan dengan proses
pendaparan (buffering) dalam tubuh kita. Kelarutan CO2 dalam darah
kira-kira 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2; karena itu,
pada tekanan parsial yang sama didapatkan jauh lebih banyak CO2
dibandingkan O2 dalam larutan sederhana. CO2 yang cepat terdifusi
ke dalam sel darah merah terhidrasi dengan cepat menjadi H2CO3
karena adanya karbonat anhidrase. H2CO3 akan berdisosiasi menjadi
H+ dan HCO3- , dan H+ akan mengalami pendaparan, terutama oleh
hemoglobin, sementara HCO3- memasuki plasma. Sejumlah CO2 dalam sel
darah merah akan bereaksi dengan gugus amino hemoglobin dan protein
lain (R), membentuk senyawa karbamino. Karena hemoglobin
terdeoksigenasi mengikat lebih banyak H+ daripada yang diikat oleh
oksihemoglobin dan lebih mudah membentuk senyawa karbamino,
pengikatan O2 pada hemoglobin akan menurunkan afinitasnya terhadap
CO2 (efek Haldane). Akibatnya, darah vena mengangkut lebih banyak
CO2 daripada darah arteri, dan penyerapan CO2 di jaringan dan
pelepasan O2 di paru berlangsung lebih mudah. Sekitar 11% dari CO2
yang ditambahkan ke dalam darah pembuluh kapiler sistemik akan
diangkut ke paru dalam bentuk karbamino-CO2.
Dalam plasma, CO2 bereaksi dengan protein plasma membentuk
sejumlah kecil senyawa karbamino, dan sejumlah kecil CO2 mengalami
hidrasi; namun karena hidrasinya berlangsung lambat karena tidak
terdapat karbonat anhidrase.
Saat darah melewati kapiler, terjadi peningkatan kandungan HCO3-
di dalam sel darah merah yang jauh lebih besar dibandingkan di
dalam plasma sehingga sekitar 70% HCO3- yang dibentuk di sel darah
merah akan memasuki plasma. Kelebihan HCO3- yang meninggalkan sel
darah merahakan ditukar dengan Cl- . Proses ini diperantarai oleh
Band 3, suatu protein membran utama. Pertukaran ini disebut
pergeseran klorida (chloride shift). Oleh sebab itu, terdapat
perbedaan bermakna kandungan Cl- di dalam sel darah merah vena,
yang jauh lebih banyak dibandingkan darah arteri. Pergeseran
klorida berlangsung cepat dan selesai seluruhnya dalam waktu 1
detik.
Dalam PlasmaDalam Sel Darah Merah
1. Terlarut1. Terlarut
2. Membentuk senyawa karbamino dengan protein plasma2. Membentuk
karbamino-Hb
3. Hidrasi, H+ mengalami pendaparan, 70% HCO3- di dalam plasma3.
Hidrasi, H+ mengalami pendaparan, 70% HCO3- memasuki plasma
4. Pergeseran Cl- ke dalam sel
Tabel 1. Nasib CO2 Dalam Darah. Sumber: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Ganong.Perhatikan bahwa pada tiap penambahan molekul CO2
ke dalam sel darah merah, terjadi peningkatan satu partikel aktif
osmotik baik HCO3- maupun Cl- dalam sel darah merah. Akibatnya, sel
darah merah akan mengambil sejumlah air dan ukurannya meningkat.
Oleh sebab itu, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa sejumlah kecil
cairan dalam darah arteri akan mengalir balik melalui sistem limfe
dan bukan melalui vena, nilai hematokrit darah arteri pada keadaan
normal. Di dalam paru, Cl- keluar dari sel darah merah sehingga sel
mengerut.
Kesimpulan
Hipotesis diterima, yakni bahwa orang yang bersangkutan
kesulitan bernapas disebabkan oleh karena kekurangan oksigen
(kelebihan karbon dioksida dalam darah) sehingga menimbulkan gejala
sesak nafas (dispnea) berupa rasa tidak nyaman, nyeri atau sensasi
berat, selama proses pernapasan. Selain itu ada kemungkinan dispnea
yang bersangkutan juga disebabkan oleh keadaan pikiran atau
biasanya disebut dengan dispnea emosional seperti yang sudah
dibahas.Daftar Pustaka
1. Wheater Paul, Burkitt George, Daniels Victor, Young Barbara.
Histologi fungsional. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.
h. 220-1.2. Gunardi Santoso. Anatomi sistem pernafasan. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2009. h 2-94.3. Sherwood Lauralle. Fisiologi
manusia dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001.4. SH Mariano. Atlas histologi manusia.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. h. 174-87.
5. Ganong William. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. h. 672-93.6. Sardy LI . Fisika
tubuh manusia. Jakarta : Sagung Seto; 2006. h. 171.7. Admin. Sesak
nafas. Mei 2011. Diunduh dari
http://www.klikdokter.com/healthnewstopics/read/2010/11/01/15031148/sesak-nafas,
22 Mei 2011.
8. Guyton AC. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 381-2.Blok 7 Sistem
Respirasi | 21