Latar Belakang Tuberkulosis merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Di Indonesia, penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Sistem respiratorius, atau yang lebih dikenal dengan sistem pernapasan, kaitannya sangat erat dengan kehidupan kita, karena tidak mungkin kita dapat hidup tanpa bernapas. Gangguan napas sering merupakan keluhan mengapa seseorang datang berobat ke dokter. Di sini akan dibahas tetang diagnossis dan tatalakasana penyakit tuberkulosis beserta diagnosis bandingnya. Tuberkulosis/TB sangat penting untuk kita mengerti. Maka itu penting bagi kita untuk mengenal lebih dalam tentang sistem respiratorius. Landasan Teori Anatomi Paru Paru-Paru 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Di Indonesia, penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3
dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sistem pernapasan atau sistem
respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Sistem respiratorius,
atau yang lebih dikenal dengan sistem pernapasan, kaitannya sangat erat dengan
kehidupan kita, karena tidak mungkin kita dapat hidup tanpa bernapas. Gangguan napas
sering merupakan keluhan mengapa seseorang datang berobat ke dokter. Di sini akan
dibahas tetang diagnossis dan tatalakasana penyakit tuberkulosis beserta diagnosis
bandingnya. Tuberkulosis/TB sangat penting untuk kita mengerti. Maka itu penting bagi
kita untuk mengenal lebih dalam tentang sistem respiratorius.
Landasan Teori
Anatomi Paru
Paru-Paru
1. Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, terletak
dalam rongga toraks.
a. Paru kanan memiliki tiga lobus; paru kiri memiliki dua lobus
b. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah
permukaan diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas diafragma, sebuah permukaan
mediastinal (medial) yang terpisah dari paru lain oleh mediastinum dan permukaan kostal
yang terletak di atas kerangka iga.
1
c. Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan keluarnya pembuluh
darah bronki, pulmonar dan bronkial dari paru.
2. Pleura adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.
a. Pleura parietal melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum).
b. Pleura viseral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal di bagian bawah
paru.
c. Rongga pleura (ruang intrapleural) adalah ruang potensial antara pleura parietal dan
viseral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel
pleural sehingga paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan
(tekanan intrapleural) agak negatif dibandingan dengan tekanan atmosfer.
d. Resesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru. Area ini
muncul saat pleura parietal bersilangan dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat
bernafas, paru-paru bergerak keluar masuk area ini.
1. Resesus pleura kostomediastinal terletak di tepi anterior kedua sisi pleura, tempat
pleura parietal berbelok dari kerangka iga ke permukaan lateral mediastinum.
2. Resesus pleura kostodiafragmatik terletak di tepi posterior kedua sisi pleura di antara
diafragma dan permukaan kostal internal toraks. 1
Fisiologi Paru
Mekanisme Pernafasan
Otot-Otot yang Berperan dalam Mekanisme Ventilasi Paru
2
Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara yaitu dengan gerakan
naik turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada dan dengan
depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar dan memperkecil diameter antero-
posterior rongga dada.
Pernafasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui
metode pertama yaitu gerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik
permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian ketika ekspirasi, diafragma
mengadakan relaksasi dan sifat elastis daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada dan
struktur abdomen akan menekan paru-paru dan mengeluarkan udara. Namun, selama
bernafas kuat, daya elastis tidak cukup kuat untuk menghasilkan ekspirasi cepat yang
diperlukan, sehingga diperlukan tenaga ekstra yang terutama diperoleh dari kontraksi
otot-otot abdomen, yang mendorong isi abdomen ke atas melawan dasar diafragma
sehingga mengkompresi paru.
Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan mengangkat rangka
iga. Pengembangan paru ini dapat terjadi karena pada istirahat, iga miring ke bawah,
dengan demikian sternum turun ke belakang ke arah kolumna vertebralis. Tetapi bila
rangka iga dielevasikan, tulang iga langsung maju sehingga sternum sekarang bergerak
ke depan menjauhi spinal, membentuk jarak anterposterior kira-kira 20% lebih besar
selama inspirasi maksimum dibandingkan selama ekspirasi. Oleh karena itu, otot-otot
yang mengelevasikan rangka dada dapat dilaksifikasikan sebagai otot-otot ekspirasi. Otot
paling penting mengangkat rangka iga ini adalah otot interkostalis eksterna, tetapi otot-
otot lain yang membantunya adalah (1)sternokleidomastoideus, mengangkat sternum
keatas, (2) serratus anterior, mengangkat sebagian besar iga; dan (3) skalenus,
mengangkat dua iga pertama. Otot-otot yang menarik rangka iga ke bawah selama
ekspirasi adalah (1) rektus abdominis, yang mempunyai efek tarikan ke bawah yang
sangat kuat terhadap iga-iga bagian bawah pada saat yang bersamaan ketika otot-otot ini
dan otot-otot abdomen lainnya menekan isis abdomen ke atas ke arah diafragma dan (2)
interkostalis internus. 3
3
Tekanan Pleura dan Perubahannya Selama Pernafasan
Tekanan pleura adalah tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan
pleura dinding dada. Tekanana pleura normal pada awal inspirasi adalah sekitar -5 cm air,
yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar tetap
terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal, pengembangan
rangka dada akan menarik paru ke arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan
menyebabkan tekanan menjadi leibh negatif, menjadi rata-rata sekitar -7,5 cm air, ketika
inspirasi terjadi volume paru meningkat sebanyak 0,5 liter dan pada saat ekspirasi yang
terjadi ialah kebalikannya. 3
Tekanan Alveolus
Tekanan alveolus adalah tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika glotis
terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau ke luar paru, maka tekanan
pada semua bagian jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan tekanan atmosfer
yang dianggap sebagai tekanan acuan 0 dalam jalan nafas yaitu tekanan 0 cm air. Untuk
menyebabkan udara mengalir ke dalam alveoli selama inspirasi, maka tekanan dalam
alveoli harus turun sampai nilainya sedikit di bawah tekanan atmosfer (di bawah 0). Pada
saat inspirasi normal, tekanan alveolus menurun sampai sekitar -1 cm air. Tekanan yang
sedikit negatif ini cukup untuk menarik 0,5 liter udara ke dalam paru dalam waktu 2 detik
sebagaimana yang diperlukan untuk inspirasi yang normal dan tenang. Selama ekspirasi,
terjadi tekanan yang berlawanan, tekanan alveolus meningkat sampai sekitar 1 cm air dan
tekanan ini akan mendorong 0,5 liter udara inspirasi keluar paru pada saat ekspirasi
selama 2 sampai 3 detik. 3
Tekanan Transpulmonal dan Komplians Paru
Terdapat perbedaan antara tekanan alveolus dan tekanan pleura. Perbedaan ini
disebut tekanan transpulmonal. Ini merupakan perbedaan antara tekanan alveoli dan
4
tekanan pada permukaan luar paru dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang
cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan yang disebut tekanan daya lenting
paru.
Luasnya pengembangan paru untuk setiap unit peningkatan tekanan
transpulmonal (jika terdapat cukup waktu untuk mencapai keseimbangan) disebut
komplians paru. Nilai komplians total dari kedua paru pada orang dewasa normal rata-
rata sekitar 200 ml udara per cm tekanan transpulmonal air. Artinya setiap kali tekanan
transpulmonal meningkat sebanyak 1 cm air, maka volume paru setelah 10 sampai 20
detik akan mengembang sekitar 200 ml. 3
Difusi Gas
Semua gas yang berhubungan dengan fisiologi pernafasan adalah molekul-
molekul sederhana yang dapat bergerak bebas di antara satu sama lain, suatu proses yang
disebut difusi. Untuk terjadinya difusi, harus ada sumber energi. Energi ini dihasilkan
oleh gerakan kinetik molekul itu sendiri. Kecuali pada suhu nol, semua molekul bergerak
terus-menerus pada setiap waktu. Untuk molekul-molekul bebas yang secara fisik tidak
berikatan dengan molekul lainnya, hal ini berarti terdapat gerakan linier dengan
kecapatan tinggi sampai molekul tersebut berbenturan dengan molekul lainnya.
Kemudian molekul itu melambung ke arah lain dan begitu selanjutnya sampai terjadi
benturan dengan molekul yang lain lagi. Dengan cara ini, molekul akan bergerak dengan
cepat dan secara acak satu sama lainnya. Difusi gas ini juga akan terjadi dari daerah yang
konsentrasi tinggi ke arah daerah yang mempunyai konsentrasi yang rendah. Alasannya
ialah lebih banyak molekul yang bergerak (dari daerah konsentrasi yang tinggi)
dibandingan molekul (dari daerah yang konsentrasi tinggi) ke arah yang berlawanan. 3
Transportasi Oksigen
5
Pengangkutan Oksigen dari Paru ke Jaringan Tubuh
Gas dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan cara difusi dan
pergerakan ini selalu disebabkan oleh perbedaan tekanan parsial dari tempat pertama ke
tempat berikutnya. Dengan demikian, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah
kapiler paru karena tekanan parsial oksigen (PO2) dalam alveoli lebih besar daripada PO2
dalam darah kapiler paru. Dalam jaringan tubuh lainnya, PO2 yang lebih tinggi dalam
darah kapiler paru daripada dalam jaringan menyebabkan oksigen berdifusi ke dalam sel-
sel di sekitarnya.
Sebaliknya bila oksigen dimetabolisme dalam sel untuk membentuk karbon
dioksida, tekanan karbon dioksida (PCO2) intrasel meningkat ke nilai yang tinggi,
sehingga menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam kapiler jaringan. Setelah
darah mengalir ke paru, karbon dioksida berdifusi keluar dari darah masuk ke dalam
alveoli karena PCO2 dalam darah kapiler paru lebih besar daripada dalam alveoli.
Sehingga, pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah bergantung pada difusi
keduanya dan aliran darah. 3
Difusi Oksigen dari Alveoli ke Darah Kapiler Paru
PO2 dari gas oksigen dalam alveolus rata-rata 104 mmHg, sedangkan PO2 darah
vena yang masuk ke kapiler paru pada ujung arterinya, rata-rata hanya 40 mmHg karena
sejumlah besar oksigen dikeluarkan dari darah ini setelah melalui jaringan perifer. Oleh
karena itu, perbedaan etkanan yang menyebabkan oksigen berdifsui ke dalam kapiler
paru adalah 64 mmHg. Sedangkan PO2 meningkat hampir sebanding dengan peningkatan
yang terjadi pada udara alveolus sewaktu darah melewati sepertiga panjang kapiler yang
menjadi hampir 104 mmHg. Perlu diingat juga bahwa selama kerja berat, tubuh manusia
membutuhkan 20 kali jumlah oksigen normal. 3
Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke Cairan Interstisial
6
Bila darah arteri sampai ke jaringan perifer, PO2 kapiler masih 95 mmHg. PO2
dalam cairan interstisial yang mengelilingi sel jaringan rata-rata hanya 40 mmHg.
Dengan demikian, terdapat perbedaan tekanan awal yang sangat besar yang
menyebabkan oksigen berdifusi secara cepat dari darah kapiler ke dalam jaringan, begitu
cepatnya sehingga PO2 kapiler turun hampir sama dengan dalam interstisium yaitu 40
mmHg. Oleh karena itu, PO2 darah yang meninggalkan kapiler jaringan dan memasuki
vena sistemik juga kira-kira 40 mmHg. Sebagai kesimpulan, PO2 jaringan ditentukan
oleh keseimbangan antara kecepatan pengangkutan oksigen dalam darah ke jaringan dan
kecepatan pemakaian oksigen oleh jaringan. 3
Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke Sel Jaringan
Oksigen selalu dipakai oleh sel Oleh karena itu, PO2 intrasel dalam jaringan
perifer tetap lebih rendah daripada PO2 dalam kapiler perifer. Juga, pada beberapa
keadaan, ada jarak fisik yang sangat besar antara kapiler dan sel. Oleh karena itu, PO2
intrasel normal berkisar dari 5 mmHg sampai 40 mmHg, dengan rata-rata 23 mmHg.
Karena pada keadaan normal hanya dibutuhkan tekanan oksigen sebesar 1 sampai 3
mmHg untuk mendukung sepenuhnya proses kimiawi dalam sel yang menggunakan
oksigen. 3
Transportasi Karbon Dioksida
Difusi Karbon Dioksida dari Sel Jaringan Perifer ke dalam
Kapiler Jaringan dan dari Kapiler Paru ke dalam Alveoli
Ketika oksigen dipakai oleh sel, sebenarnya seluruh oksigen ini menjadi karbon
dioksida, sehingga PCO2 intrasel meningkat karena PCO2 sel jaringan yang tinggi ini,
karbon dioksida berdifsui dari sel ke dalam kapiler jaringan dan kemudian dibawa oleh
darah ke paru. Di paru, karbon dioksida berdifusi dari kapiler paru ke dalam alveoli dan
7
kemudian akan dikeluarkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa karbon dioksida
berdifusi dalam arah yang berlawanan dengan arah difusi oksigen. Tetapi, kemampuan
karbon dioksida dalam berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingan dengan
kemampuan difusi oksigen.
Tekanan-tekanan CO2 ini kurang lebih sebagai berikut :
1. PCO2 intrasel kira-kira 46 mmHg; PCO2 interstisial kira-kira 45 mmHg. Dengan
demikian hanya ada perbedaan tekanan 1 mmHg.
2. PCO2 darah arteri yang masuk ke jaringan, 40 mmHg; PCO2 darah vena yang
meninggalkan jaringan, 45 mmHg.
3. PCO2 yang masuk kapiler paru pada ujung arteri, 45 mmHg; PCO2 udara alveolus, 40
mmHg. Dengan demikian perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk menyebabkan difusi
karbon dioksida dari kapiler paru ke dalam alveoli hanya 5 mmHg.
Semua proses difusi karbon dioksida sama dengan difusi oksigen, hanya arahnya saja
yang berbeda. 3
Anamnesa dan Pemeriksaan
Anamnesa
Kita bisa mulai menanyakan seperti ini :
1. Volume dan frekuensi batuk darah menentukan kegawatannya dan hal tersebut dapat
mengarahkan ke suatu penyebab spesifik. Misal : 20-600 ml dalam 24 jam, biasanya
karena kanker paru, pneumonia, TB atau emboli paru.
2. Sumber paling umum berupa nasofaring (mimisan). Darah menetes ke faring,
mengiritasi laring dan dibatukkan. Pasien sering dapat menjabarkan rangkaian ini, maka
kesan pasien atau sumber perdarahan umumnya besar. Misalnya, ketika darah berasal
dari salah satu paru, maka pasien akan menunjukkan bagian paru tersebut dan dapat
merasakan seolah-olah darah berasal dari paru kanan atau kiri. Pastikan pasien bias
membedakan dibatukkan dengan dimuntahkan.
8
3. Riwayat penyakit sebelumnya yang dapat mempengaruhi perdarahan saluran napas
juga dicari.
4. Gejala lainnya yang berhubungan/terkait dapat membantu diagnosis : demam dan
batuk produktif mengisyaratkan penyakit infeksi, timbul tiba-tiba karena sesak dan sakit
di dada mengindikasikan kemungkinan emboli paru atau infark miokard yang disertai
dengan gagal jantung kongestif, kehilangan berat badan yang signifikan mengisyaratkan
kanker paru atau infeksi kronik speerti tuberkulosis atau bronkiektasis.1
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda penting. Ketidakstabilan sirkulasi dengan tanda hipotensi dan
takikardia merupakan suatu tanda darurat. Sebabnya dapat berupa kehilangan darah yang
akut pada hemoptisis masif atau penyakit yang menyebabkan/menyertainya: emboli paru,
sepsis, infark miokard dengan edema paru.
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada pasien TB adalah pemeriksaan
pertama terhadap keadaan umum pasien yang mungkin ditemukan konjungtiva mata atau
kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (sub febris), badan kurus atau berat badan
menurun.
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun
terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.
Demikian juga bila sarang penyakit terletak didalam, akan sulit menemukan kelainan
fisik, karena hantaran atau getaran suara yang lebih dari 4 cm kedalam paru sulit dinilai
secara palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru
sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.
Tempat kelainan lesi pada TB paru yang paling di curigai adalah apex paru. Bila
dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara napas bronkial. Akan didapat juga suara napas tambahan berupa ronki
9
basah,kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi
memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi akan menimbulkan suara
amforik.
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot intercostal. Bagian paru yang sakit bisa jadi sirosis atau menciut dan
menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat akan menjadi
lebihhiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah
jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya
meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya cor
pulmonal dan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia dan sianosis.
TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan
suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.1,2
Pemeriksaan Penunjang
Dalam penampilan yang klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru
dicurigai dengan kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin
yang positif.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan :
Pemeriksaan radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan
biaya lebih dibandingkan dengan biaya pemeriksaan sputum, tetapi dalam
beberapa hal, dia dapat mempunyai beberapa keuntungan seperti pada TB anak
dan TB milier. Lokasi lesi TB umumnya berada diapex paru, tetapi dapat juga
10
mengenai lobus bawah atau di daerah hilus yang dapat menyerupai tumor paru.
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia
gambaran berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak
tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan
dengan batas yang tegas. Lesi ini di kenal sebagai tuberkuloma. Gambaran lain
yang sering menyertai TB paru adalah penebalan pleura, massa cairan dibagian
bawah paru ( efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dipakai adalah darah dan sputum. Pada
pemeriksaan darah, saat TBC baru mulai (aktif) maka leukosit sedikit meninggi,
sedangkan limfosit masih dibawah normal, dan LED sedikit meninggi. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, limfosit mulai meninggi
dan LED mulai kembali normal. Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai
adalah takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses TB masih aktif atau
tidak. Kriteria yang dipakai di Indonesia adalah 1/128. Pemeriksaan ini juga
kurang dapat perhatian karena nilai positif palsu dan negatife palsu masih besar.
Lain halnya dengan pemeriksaan darah, pemeriksaan sputum cukup penting
karena dengan pemeriksaan sputum, kita dapat melihat adanya kuman BTA jika
memang pasien menderita TB. Tetapi pemeriksaan sputum juga tidak mudah,
terutama pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif. Biasanya pasien di
suruh minum air 2 liter dan diajarkan refleks batuk. Atau bisa juga diberikan
mukolitik ekspektorant.
Kriteria sputum BTA positif adalah sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Untuk biakan di gunakan adalah LJ (Lowenstein
Jensen). Dapat juga di gunakan PCR.
Tes tuberkulin
11
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB terutama pada anak-anak. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah
seseorang individu pernah atau sedang mengalami infeksi Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis, vaksinasi BCG, dan mycobacteria patogen
lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi tipe lambat. Baik dengan penularan
kuman patogen baik yang virulen atau tidak tubuh manusia akan mengadakan
reaksi immunologi dengan dibentukknya antibodi selular pada permulaan dan
kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam peranannya
akan menekan antibodi selular. Bila pembentukkan antibodi selular sangat cukup
misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman
sangat besar atau keadaan dimana antibodi humoral sangat berkurang, maka akan
mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
Biasanya hampir seluruh pasien TB menunjukkan hasil mantoux yang positif.
Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian vaksin BCG
dan infeksi dengan mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui
daripada positif palsu.2
Diagnosis
Working Diagnosis
Berdasarkan skenario, working diagnosis nya adalah terduga pasien terkena tuberkulosis
paru. Tapi perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosis dan dibandingkan
dengan beberapa penyakit yang gejalanya menyerupai. Menurut WHO ada 2 kriteria
pasien tuberkulosis paru : pasien dengan sputum BTA positif dan pasien dengan sputum
BTA negatif. Pasien dengan sputum BTA negatif, tidak ditemukan BTA secara
mikroskopis dalam 2 x pemeriksaan, tetapi memiliki gambaran radiologis sesuai dengan
TB aktif atau pasien yang pada pemeriksaan mikroskopis tidak ditemukan BTA, tetapi
ketika dibiakkan akan menjadi positif BTA.2
Differential Diagnosis
12
Kanker Paru
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam
jaringan paru. Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002
dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang
terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat
kanker. Di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak. Angka kematian akibat
kanker paru di seluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk tiap tahunnya.
Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) life time risk 1:13 dan pada perempuan
1:20. Kanker paru dibagi menjadi small cell lung cancer dan non small cell lung cancer
(squamous cell carcinoma, adenocarcinoma, bronkoalveolar carcinoma, large cell
carcinoma). Penyebab utamanya belum diketahui , kemungkinan karena paparan atau
inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik. Gambaran klinisnya dibagi
bagi menjadi :
a) Lokal (tumor tumbuh setempat) : batuk baru atau batuk yang lebih hebat dari batu
kronis, hemoptisis, mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas, kadang
terdapat kavitas, atelektasis.
b) Invasi lokal : nyeri dada, dispnea karena efusi pleura, invasi ke perikardium, sindrom