TBC dalam Keluarga Togana Junisar Paniro
Sinaga102011184Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wacana
Pendahuluan Tuberculosis merupakan masalah kesehatan yang sudah
sangat tua yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, dunia
medis baru mengenal sosok kuman TB setelah Robert Koch berhasil
mengidentifikasinya pada abad ke-19, yaitu pada tanggal 24 Maret
1882 yang kemudian diperingati sebagai hari TB Dunia. Hingga saat
ini TB masih tetap merupakan masalah kesehatan dan justru semakin
berbahaya, sehingga disebut sebagai the re-emerging
disease.Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20, jumlah kasus baru
TB meningkat di seluruh dunia, 95% kasus terjadi di negara
berkembang.1 Di Indonesia, TB juga masih merupakan masalah yang
menonjol. Bahkan secara global, Indonesia menduduki peringkat ke-4
kasus terbanyak di dunia.
Skenario 5Bapak M (45 tahun) memiliki seorang istri (43 tahun)
dan 5 orang anak yang masing-masing A (P) 25 tahun. S (P) 23 tahun,
As (L) 20 tahun, Rs (L) 10 tahun, R (P) 5 tahun. Istri bapak M
mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan 3 bulan. Anak
perempuannya, R saat ini sedang batuk-batuk sudah 3 mnggu tidak
kunjung reda. Riwayat penurunan berat badan dan keringat malam juga
ada. Berat badan 12 kg, skar BCG +. Karena tidak tahu dan tidak
punya cukup uang, anak R hanya diberi jamu jamuan dan obat warung.
Keluarga bapak tinggal di sebidang rumah 4x11 meter pemukiman padat
penduduk.
DOKTER KELUARGAa. PengertianKebutuhan masyarakat akan pelayanan
kedokteran dan kesehatan yang bermutu dan terjangkau sudah sangat
didambakan. Sehingga merupakan tugas profesi untuk mewujudkannya
seoptimal mungkin agar masyarakat tetap dan semakin percaya pada
sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Definisi Dokter Keluarga (Evidence Based,Medicine,EBM) adalah
Dokter praktek umum yang menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran
Keluarga (komprehensif,continue,koordinatif,kolaboratif),
mengutamakan pencegahan, dengan sasaran keluarga beserta segala
aspeknya dan mengikuti perkembangan ilmu / teknologi kedokteran
mutakhir.
b. Tujuan Pelayanan Dokter KeluargaTujuan pelayanan dokter
keluarga mencakup bidang yang amat luas sekali. Jika disederhanakan
secara umum dapat dibedakan atas dua macam (Azwar, 1995) :
1.Tujuan UmumTujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama
dengan tujuan pelayanan kedokteran dan atau pelayanan kesehatan
pada umumnya, yakni terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota
keluarga.
2.Tujuan KhususSedangkan tujuan khusus pelayanan dokter keluarga
dapat dibedakan atas dua macam :a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga
akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif. Dibandingkan dengan
pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga memang
lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam menangani suatu masalah
kesehatan, perhatian tidak hanya ditujukan pada keluhan yang
disampaikan saja, tetapi pada pasien sebagai manusia seutuhnya, dan
bahkan sebagai bagian dari anggota keluarga dengan lingkungannya
masing-masing. Dengan diperhatikannya berbagai faktor yang seperti
ini, maka pengelolaan suatu masalah kesehatan akan dapat dilakukan
secara sempurna dan karena itu penyelesaian suatu masalah kesehatan
akan dapat pula diharapkan lebih memuaskan.
b.Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang
lebih efisien. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya,
pelayanan dokter keluarga juga lebih mengutamakan pelayanan
pencegahan penyakit serta diselenggarakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Dengan diutamakannya pelayanan
pencegahan penyakit, maka berarti angka jatuh sakit akan menurun,
yang apabila dapat dipertahankan, pada gilirannya akan berperan
besar dalam menurunkan biaya kesehatan. Hal yang sama juga
ditemukan pada pelayanan yang menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Karena salah satu keuntungan dari pelayanan yang
seperti ini ialah dapat dihindarkannya tindakan dan atau
pemeriksaan kedokteran yang berulang-ulang, yang besar peranannya
dalam mencegah penghamburan dana kesehatan yang jumlahnya telah
diketahui selalu bersifat terbatas.1
c. Manfaat Pelayanan Dokter KeluargaApabila pelayanan dokter
keluarga dapat diselenggarakan dengan baik, akan banyak manfaat
yang diperoleh. Manfaat yang dimaksud antara lain adalah (Cambridge
Research Institute, 1976) :
1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai
manusia seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang
disampaikan.2.Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan
penyakit dan dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan.3.Apabila
dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan
terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan
saat ini.4.Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang
terpadu sehingga penanganan suatu masalah kesehatan tidak
menimbulkan berbagai masalah lainnya.5.Jika seluruh anggota
keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala keterangan tentang
keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan ataupun keterangan
keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan
yang sedang dihadapi.6.Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor
yang mempengaruhi timbulnya penyakit, termasuk faktor sosial dan
psikologis.7.Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit
dengan tata cara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan
karena itu akan meringankan biaya kesehatan.8.Akan dapat dicegah
pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang memberatkan
biaya kesehatan.
d. Fungsi, Tugas dan Kompetensi Dokter KeluargaDokter keluarga
memiliki 5 fungsi yang dimiliki, yaitu (Azrul Azwar, dkk. 2004)
:
a.Care Provider(Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)Yang
mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu
dan sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga,
komunitas, lingkungannya, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang berkualitas tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal dalam
jangka waktu panjang dalam wujud hubungan profesional dokter-pasien
yang saling menghargai dan mempercayai.Juga sebagai pelayanan
komprehensif yang manusiawi namun tetap dapat dapat diaudit dan
dipertangungjawabkan
b.Comunicator(Penghubung atau Penyampai Pesan)Yang mampu
memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif
sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan
dan memelihara kesehatannya sendiriserta memicu perubahan cara
berpikir menuju sehat dan mandiri kepada pasien dan
komunitasnya
c.Decision Maker(Pembuat Keputusan)Yang melakukan pemeriksaan
pasien, pengobatan, dan pemanfaatan teknologi kedokteran
berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan mempertimbangkan
harapan pasien, nilai etika,cost effectivenessuntuk kepentingan
pasien sepenuhnyadan membuat keputusan klinis yang ilmiah dan
empatik
d.ManagerYang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan
organisasi di dalam maupun di luar sistem kesehatan agar dapat
memenuhi kebutuhan pasien dan komunitasnya berdasarkan data
kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang cakap memimpin klinik,
sehat, sejahtera, dan bijaksana
e.Community Leader(Pemimpin Masyarakat)Yang memperoleh
kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya, menyearahkan
kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan nasihat
kepada kelompok penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama
masyarakatdan menjadi panutan masyarakat.2
Selain 5 fungsi tersebut, ada pula tugas dokter keluarga, yaitu
:
a.Mendiagnosis dan memberikan pelayanan aktif saat sehat dan
sakitb.Melayani individu dan keluarganyac.Membina dan mengikut
sertakan keluarga dalam upaya penanganan penyakitd.Menangani
penyakit akut dan kronike.Merujuk ke dokter spesialis
RIWAYAT ALAMIAH PENYAKITa. EpidemiologiDalam hal
mempertimbangkan kepekaan seseorang terhadap tuberkulosis, resiko
mendapatkan infeksi dan yang lain adalah resiko timbulnya penyakit
klinik sesudah infeksi terjadi. Resiko mendapatkan infeksi dan
timbulnya penyakit klinik tergantung dari adanya infeksi di dalam
masyarakat, kepadatan penduduk, keadaan sosial dari populasi
tersebut dari tidak tepatnya perawatan medis. Sumber penularan
adalah penderita tuberkulosis BTA positif yang dapat menularkan
kepada orang yang berada di sekelilingnya, terutama kontak erat.
Resiko penularan setiap tahun (annual risk of tuberculosis
infection: ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi
antara 1-2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap
tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian
besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita
tuberculosis hanya 10% yang akan terinfeksi. Hal ini dipengaruhi
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau
HIV/AIDS.2WHO memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia, kurang
lebih sejumlah 2 bilyun orang terinfeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India
dan Amerika Latin. Data yang dilaporkan WHO Indonesia menempati
urutan nomor tiga setelah india dan cina yaitu dengan angka 1,7
juta orang Indonesia, menurut teori apabila tidak diobati, tiap
satu orang penderita tuberkulosis akan menularkan pada sekitar 10
sampai 15 orang dan cara penularannya dipengaruhi berbagai
factor.Pada orang dewasa dua pertiga kasus terjadi pada laki-laki,
tetapi ada sedikit dominasi tuberculosis pada wanita di masa
anak-anak. Pada anak, kebanyakan terinfeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis di rumahnya dari seseorang yang dekat padanya. Orang
dewasa yang terinfeksi virus HIV dengan tuberculosis dapat
menularkan Mycobacterium tuberculosis ke anak, beberapa darinya
berkembang penyakit tuberculosis, dan anak dengan infeksi HIV
bertambah resiko berkembang tuberculosis sesudah infeksi. Situasi
epidemiologi di IndonesiaBerdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI, tahun 1972 TB menempati
urutan ke 3 penyebab kematian menurut SKRT tahun 1980 TB menempati
urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB menempati urutan nomor
2 sesudah penyakit sistem sirkulasi.Hasil SKRT tahun 1995 TB
merupakan penyebab kematian nomor 3 dari seluruh kelompok usia dan
nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan
masyarakat Indonesia.Dari hasil survey prevalensi TB yang dilakukan
di 15 propinsi tahun 1979-1982 menunjukkan berbagai variasi
prevalensi tiap-tiap propinsi. Prevalensi tertinggi 0,74% di
propinsi NTT dan terendah di propinsi Bali 0,08%. Hasil dari survey
ini menunjukkan prevalensi TB rata-rata 0,29%. Sistem kesehatan
nasional menargetkan pengurangan prevalensi BTA (+) sampai angka
rata-rata 0,20% ditahun 2000.Menurut WHO di tahun 1999 diperkirakan
angka Insidensi TB di Indonesia sekitar 220 per 100.000 penduduk
pertahun. Secara simulasi epidemiologi, maka prevalensi pada awal
Pelita VI telah diestimasikan sebesar 24 per 10.000 penduduk.
Selanjutnya keadaan ini memberikan gambaran bahwa penderita TB
menular saat ini terhadap 450.000 orang dan setiap tahunnya
penderita baru akan bertambah sebesar 8 per 10.000 penduduk yaitu
150.000 penderita.Namun dari data-rekapitulasi hasil penemuam TB
kasus Baru Direktorat P2 ML Depkes RI jumlah kasus baru tahun
1996/1997 sebesar 14.647 kasus dan tahun 1997/1998 terjadi
peningkatan jumlah kasus Baru menjadi 23.682 kasus. Peningkatan
jumlah kasus terjadi hampir disemua propinsi kecuali Propinsi Irja
dan Timor-timur.Data yang didapatkan dari RSUP Persahabatan tahun
1998 dari penderita yang berobat jalan di poliklinik paru terdapat
76,21% kasus infeksi dan 62% diantaranya adalah kasus TB paru BTA
(+) dan BTA (-). Pada penderita yang dirawat 53,9% kasus infeksi
dan 40% diantaranya kasus TB paru.Pada bayi umur 1 tahun 32,1 %
kematian disebabkan penyakit sistem pernapasan, anak balita gol
umur 1-4 tahun. penyakit sistem pernapasan 38,8%, pada kelompok
umur 5 14 tahun TB 5,8%, kelompok umur 15 34 tahun TB 3,9%,
kelompok umur 35-44 tahun 12,4%, kelompok umur 45-54 tahun sebesar
11,5% pada kelompok umur 55 tahun keatas sebesar 8,7%.Manarik untuk
diketahui pada data tahun 1988/89 dari 585.225 penderita TB
penderita terbanyak dikalangan petani (47%), kemudian diikuti
pegawai dan buruh (28%), ibu rumah tangga (12%), pedagang (6%),
pelajar dan mahasiswa (1%) dan lain-lain (6%). Karena keterbatasan
dana, baru 26,4% Puskesmas di Indonesia yang melaksanakan peranan
dan pengobatan penderita secara pasif, dengan jangkauan penderita
diperkirakan 1,6% (33).2b. Cara PenularanPenularan TB dikenal
melalui udara, terutama pada udara tertutup seperti udara dalam
rumah yang pengap dan lembab, udara dalam pesawat terbang, gedung
pertemuan, dan kereta api berpendingin. Prosesnya tentu tidak
secara langsung, menghirup udara bercampur bakteri TB lalu
terinfeksi, lalu menderita TB, tidak demikian. Masih banyak
variabel yang berperan dalam timbulnya kejadian TB pada seseorang,
meski orang tersebut menghirup udara yang mengandung kuman. Sumber
penularan adalah penderita TB dengan BTA (+). Apabila penderita TB
batuk, berbicara atau bersin, maka bakteri TB akan berhamburan
bersama droplet nafas penderita yang bersangkutan, khususnya pada
penderita TB aktif dan luka terbuka pada parunya.
Daya penularan dari seseorang ke orang lain ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan serta patogenesitas kuman yang
bersangkutan, serta lamanya seseorang menghirup udara yang
mengandung kuman tersebut. Kuman TB sangat sensitif terhadap cahaya
ultra violet. Cahaya matahari sangat berperan dalam membunuh kuman
di lingkungan. Oleh sebab itu, ventilasi rumah sangat penting dalam
manajemen TB berbasis keluarga atau lingkungan.2
c. Periode Prepatogenesis FaktorAgent(Mycobacterium
tuberculosis)Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat
resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu
bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang
lama.PadaHost, daya infeksi dan kemampuan tinggal
sementaraMycobacterium Tuberculosissangat tinggi. Patogenesis
hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan
kondisiHost. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang
sering muncul setelah penggunaan kemoterapi modern, sehingga
menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya sumber
infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi.
Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung,
serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.EtiologiPenyakit
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan
olehMycrobacterium tuberculocis, yang masih keluarga
besarGenusMycrobacterium. Dari anggota keluargaMycrobacterium yang
diperkirakan lebih dari 30, hanya 3 yang dikenal bermasalah dengan
kesehatan masyarakat. Mereka adalah Mycrobacterium
tuberculocis,M.bovis yang terdapat pada susu sapi yang tidak
dimasak, danM.lepraeyang menyebabkan penyakit kusta. Mycrobacterium
tuberculocisberbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan
tebal 0,4-3 mikrometer, tahan terhadap pewarnaan yang asam sehingga
disebut dengan Bakteri Tahan Asam (BTA).Sebagianbesar kuman terdiri
dari asam lemak dan lipid yang membuat lebih tahan asam. Bisa hidup
bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai
jaringan kaya oksigen terutama pada bagian apical posterior
paru-paru.3
Berikut uraian mengenai cara penularan dari TB ini : Sumber
penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana
percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.
Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara
dan lamanya menghirup udara tersebut.4Risiko penularan Risiko
tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10
(sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB
dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi
positif.2Risiko menjadi sakit TB Hanya sekitar 10% yang terinfeksi
TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara
100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10%
diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar
50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk). Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas
sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) dan merupakan
faktor risiko paling kuat bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi
sakit TB (TB Aktif). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat,
maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB
di masyarakat akan meningkat pula.4
Faktor HostUmur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC.
Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian : Paling rendah pada awal
anak (bayi) dengan orang tua penderita Paling luas pada masa remaja
dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan
fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita Puncak sedang pada
usia lanjutDalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda,
walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria
dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung
dari resiko infeksi. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita
dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang
menurunkan resistensi.Penduduk dengan sosialekonomi rendah memiliki
laju lebih tinggi.Aspek keturunan dan distribusi secara familial
sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada
kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat
resesif dalam keluarga.Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan
peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan
kelalaian.Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan
fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum
juga berkepentingan besar.Imunitas spesifik dengan pengobatan
infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk
dievaluasi.
Kelompok resiko tinggi Penduduk Negara berkembang
Kemiskinan,kepadatan penduduk,malnutrisi Muda dan tua Alkoholik HIV
positif Diabetes Keganasan hematologis,steroid Kontak dengan orang
yang sputum positif 1d. Periode Patogenesis (Interaksi
Host-Agent)Interaksi terutama terjadi akibat masuknyaagentke dalam
saluran respirasi dan pencernaanhost. Infeksi berikut seluruhnya
bergantung pada pengaruh interaksi dariAgent,Hostdan
Lingkungan.1,2
Basil TB yang masuk ke dalam paru melalui bronkhus secara
langsung dan pada manusia yang pertama kali terinfeksi
disebutprimary infection dan umumnya tidak terlihat gejalanya.
Sebagian besar orang berhasil menahan serangan kuman tersebut
dengan cara melakukan isolasi dengan cara kuman TB dimakan oleh
makrofag, dan dikumpulkan pada kelenjar regional disekitar hilus
paru. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan
cara membelah diri di paru yang menyebabkan peradangan di dalam
paru. Oleh sebab itu, kemudian disebut sebagai kompleks primer.
Pada saat terjadi infeksi, kuman masuk hingga pembentukan kompleks
primer sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat diketahui dengan
reaksi positif pada tes tuberkulin.Biasanya hal tersebut terjadi
pada masa kanak-kanak dibawah umur 1 tahun. Apabila gagal
melakukancontainmentkuman, maka kuman TB masuk melalui aliran darah
dan berkembang, maka timbulah peristiwa klinik yang disebut TB
milier. Bahkan kuman bisa dibawa aliran darah ke selaput otak yang
disebut meningitis radang selaput otak yang sering
menimbulkansequelegejala sisa yang permanen.Secara umum tubuh
memiliki kemampuan perlawanan, kecuali pada penderita AIDS/HIV. Di
Amerika 95% anak-anak tubuhnya mampu melawan kuman TB. Di
negara-negara yang mempunyai status gizi buruk, angka tersebut jauh
lebih besar. Ada ukuranAnnual Risk of Tubercolosis
Infection(ARTI).Indonesia tercatat memiliki ARTI sebesar 1-2%,
sedangkan Eropa memiliki ARTI 0,1-0,3%. Pada ARTI sebesar 1%
berarti setiap tahun diantara 1000 orang penduduk akan ada 10 orang
yang tertular. Sebagian besar yang tertular belum tentu berkembang
menjadi TB klinis, hanya sekitar 10% menjadi TB klinis. Dengan ARTI
sebesar 1% maka diantara 100.000 penduduk, rata-rata 1000 orang
penderita TB baru setiap tahunnya, dimana 100 orang diantaranya
adalah BTA positif.Sebagian besar dari kuman TB yang beredar dan
masuk ke dalam paru orang-orang yang tertular mengalami fase atau
menjadidormantdan muncul bila kondisi tubuh mengalami penurunan
kekebalan, gizi buruk, atau menderita HIV/AIDS. TB secara teoritis
menyerang berbagai organ, namun terutama menyerang organ paru.
Sedangkan pada paru-paru tempat yang paling disukai atau tempat
yang sering terkena adalahbagian apical pasterior. Hal ini
disebabkan karena Mycrobacterium tubercolocisbersifat aerobik,
sedangkan pada daerah tersebut adalah bagian paru-paru yang banyak
memiliki oksigen.4
Lingkungan Lingkungan Fisik yang mempengaruhi penularanKesehatan
lingkungan tempat tinggal penduduk merupakan salah satu dari faktor
risiko terjadinya TBC, meliputi :
1. Kepadatan huniankamar tidurLuas lantai bangunan rumah sehat
harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai
bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya
agar tidak menyebabkanoverload.Hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota
keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain.Persyaratan kepadatan hunian untuk
seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per
orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan
fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10
m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum3
m2/orang.Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara
tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90cm.Kamar
tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk
suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara
yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya
2,75m.2. PencahayaanUntuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari,
diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika
peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat
dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB,
karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang
cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin
atau kurang lebih 60 luks, kecuali untuk kamar tidur diperlukan
cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman
hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap
jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak
berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari
pada yang melalui kaca berwama. Penularan kuman TB Paru relatif
tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk
dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan
antar penghuni akan sangat berkurang.3. VentilasiVentilasi
mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar.Hal ini berarti
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut
tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya
oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena
terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman
TB.Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di
situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang
terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah
untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam
kelembaban(humidity)yang optimum.Untuk sirkulasi yang baik
diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari
luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas
lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari
luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur
dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22 30C
dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.4. Kondisi
rumahKondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan
penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat
perkembang biakan kuman. Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan
akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai
media yang baik bagi berkembangbiaknya kumanMycrobacterium
tuberculosis. 5. Kelembaban udaraKelembaban udara dalam ruangan
untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum
berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30C. Kuman TB Paru akan
cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab.5Tingkat Pencegahan
1. UPAYA PROMOTIF dan PREVENTIF
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan perananAgent,Hostdan
Lingkungan dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan
antara lain :1. Pencegahan Primer1,2,6Dengan promosi kesehatan
sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya
mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.Promosi kesehatan
menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko ( masa
Pra-Kesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya
adalah:Penyuluhan penduduk untuk meningkatkan kesadaran terhadap
kesehatan lingkungan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian
dari promosi kesehatan adalah rangkaian kegiatan yang berlandaskan
prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana
individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup
sehat dengan cara memelihara, melindungi dan meningkatkan
kesehatannya. Penyuluhan TB perlu dilakukan karena masalah TB
banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku
masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan
TB dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan penting secara
langsung ataupun menggunakan media.Penyuluhan langsung bisa
dilakukanperorangan maupun kelompok.Dalam program penanggulangan
TB, penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya untuk
menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini
ditujukan kepada suspek, penderita dan keluarganya, supaya
penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai sembuh. Bagi
anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan
meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB.
Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan
untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah
persepsi masyarakat tentang TB-dari suatu penyakit yang tidak dapat
disembuhkan dan memalukan, menjadi suatu penyakit yang berbahaya,
tetapi dapat disembuhkan. Bila penyuluhan ini berhasil, akan
meningkatkan penemuan penderita secara pasif.Penyuluhan langsung
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan PMO, sedangkan
penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain
dilakukan oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai
sector, termasuk kalangan media massa.
a. Penyuluhan Langsung PeroranganCara penyuluhan langsung
perorangan lebih besar kemungkinan untuk berhasil dibanding dengan
cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan langsung
perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah
membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan (dokter,
perawat,dll) dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di
rumah, puskesmas, posyandu, dan lain-lain sesuaia kesepakatan yang
ada. Supaya komunikasi dengan penderita bisa berhasil, petugas
harus menggunakan bahasa yang sederhana yang dapat dimengerti oleh
penderita. Gunakan istilah-istilah setempat yang sering dipakai
masyarakat untuk penyakit TB dan gejala-gejalanya. Supaya
komunikasi berjalan lancar, petugas kesehatan harus melayani
penderita secara ramah dan bersahabat, penuh hormat dan simpati,
mendengar keluhan-keluhan mereka, serta tunjukkan perhatian
terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan demikian,
penderita mau bertanya tentang hal-hal yang masih belum
dimengerti.Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama
Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan
tentang penyakit apa yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan
berusaha memahami perasaan penderita tentang penyakit yang diderita
serta pengobatannya. Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha
mengatasi beberapa faktor manusia yang dapat menghambat terciptanya
komunikasi yang baik. Faktor yang menghambat tersebut, antara
lain:a. Ketidaktahuan penyebab TB dan cara penyembuhannyab. Rasa
takut berlebihan yang berakibat pada timbulnya penolakanc. Stigma
sosial yang mengakibatkan penderita merasa takut tidak diterima
oleh keluarganya.d. Menolak untuk mengajukan pertanyaan karena
tidak mau ketahuan bahwa pasien tidak tahu tentang TB.
b. Penyuluhan KelompokPenyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB
yang ditujukan kepada sekelompok orang (sekitar 15 orang), bias
terdiri dari penderita TB dan keluarganya. Penggunaan flip chart
(lembar balik) dan alat bantu penyuluhan lainnya sangat berguna
untuk memudahkan penderita dan keluarganya menangkap isi pesan yang
disampaikan oleh petugas. Dengan alat peraga (gambar atau symbol)
maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat dimengerti gunakan
alat Bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar yang singkat
dan jelas.
c. Penyuluhan MassaPenyakit menular termasuk TB bukan hanya
merupakan masalah bagi penderita, tetapi juga masalah bagi
masyarakat, oleh karena itu keberhasilan penanggulangan TB sangat
tergantung tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat.
Pesan-pesan penyuluhan TB melalui media massa (surat kabar, radio,
dan TV) akan menjangkau masyarakat umum. Bahan cetak
berupaleaflet,poster,billboardhanya menjangkau masyarakat terbatas,
terutama pengunjung sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu
memperhitungkan kesiapan unit pelayanan, misalnya tenaga sudah
dilatih, obat tersedia dan sarana laboratorium berfungsi. Hal ini
perlu dipertimbangkan agar tidak mengecewakan masyarakat yang
dating untuk mendapatkan pelayanan. Penyuluhan massa yang tidak
dibarengi kesiapan UPK akan menjadi bumerang(counter
productive)
Penyuluhan Penderita Tuberkulosis Petugas baik dalam masa
persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara berkala memberikan
penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka, ceramah dan
mass media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan
TB-paru. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya
pada waktu kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya
rumah sehat, sebagai upaya mengurangi penyebaran penyakit.
Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita
agar penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran
penyakit kepada orang lain. Beri penyuluhan kepada masyarakat
tentang cara-cara penularan dan cara-cara pemberantasan serta
manfaat penegakan diagnosa dini. Menganjurkan, perubahan sikap
hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi tercapainya
masyarakat yang sehat. Menganjurkan masyarakat untuk melapor
apabila diantara warganya ada yang mempunyai gejala-gejala penyakit
TB paru. Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh
karena penyakit TB paru bukan bagi penyakit yang memalukan, dapat
dicegah dan disembuhkan seperti halnya penyakit lain. Petugas harus
mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya
sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.
Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan. Oleh penderita,
dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang
dahak tidak disembarangan tempat. Oleh masyarakat dapat dilakukan
dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus harus diberikan
vaksinasi BCG. Vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan
perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian
pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan. Oleh
petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB
yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga
kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan
ludah (piring, hundry, tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan
sinar matahari yang cukup. Status sosial ekonomi rendah yang
merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan hunian, dengan
meningkatkan pendidikan kesehatan. Tersedia sarana-sarana
kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect gambas,
sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita,
kontak, suspect, perawatan. Memberantas penyakti TBC pada pemerah
air susu dan tukang potong sapi, dan pasteurisasi air susu
sapi.
2. Pencegahan SekunderDengan diagnosis dan pengobatan secara
dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3
komponen utama ;Agent,Hostdan Lingkungan.
Strategi penemuan (Case Finding TBC)Dibedakan menjadi dua
(fasyankes) ;21. Pencarian kasus aktif (active case sinding) - cara
telusur kebelakang (backward tracing) Tujuan : mencari sumber
penularan- cara telusur kedepan (forward tracing)Tujuan : mencari
kasus baru (data tentang orang yang pernah berhubungan dengan
penderita) Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap :
kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti
pada pasien dengan HIV (orang dengan HIV AIDS) kelompok yang rentan
tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan (para
narapidana), mereka yang hidup pada daerah kumuh, serta keluarga
atau kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA positif.
pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB harus
dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan
pengobatan TB atau pegobatan pencegahan. Kontak dengan pasien TB
resistan obat2. Pencarian kasus pasif (pasife case finding) Dengan
menunggu penderita datang berobat ke salah satu fasilitas
kesehatan.Di Indonesia penemuan penderita TB dilakukan secara
pasif. Penemuan pasif ini didukung dengan penyuluhan secar aktif
oleh petugas kesehatan maupun masyarakat. Cara ini dikenal sebagai
Passive Promotive Case Finding 2
Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala
dan tanda yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan praktis
menuju kesehatan paru (PAL = practical approach to lung health),
manajemen terpadu balita sakit (MTBS), manajemen terpadu dewasa
sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan penemuan kasus TB di
layanan kesehatan, mengurangi terjadinya misopportunity kasus TB
dan sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan.
Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang
memiliki gejala: Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak
selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih
dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula
pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis
kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka
setiap orang yang datang ke Fasyankes dengan gejala tersebut
diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan
salah satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini:21. Pasien TB
yang gagal pengobatan kategori 2 (kasus kronik)1. Pasien TB tidak
konversi pada pengobatan kategori 2.1. Pasien TB dengan riwayat
pengobatan TB di fasyankes Non DOTS.1. Pasien TB gagal pengobatan
kategori 1.1. Pasien TB tidak konversi setelah pemberian sisipan.1.
Pasien TB kambuh.1. Pasien TB yang kembali berobat setelai
lalai/default.1. Pasien TB dengan riwayat kontak erat pasien TB
MDR1. ODHA dengan gejala TB-HIV.
PROGRAM TBC DI PUSKESMASPengendalian Tuberkulosis (TB) di
Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun
terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB
ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru(BP-4).
Sejak tahun 1969 pengendalian dilakukan secara nasional
melaluiPuskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan
adalah paduanstandar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai
dua tahun. Asam Para AminoSalisilat (PAS) kemudian diganti dengan
Pirazinamid. Sejak 1977 mulai digunakanpaduan OAT jangka pendek
yang terdiri dari INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Ethambutol
selama 6 bulan.Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB
mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara
bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara
Nasional di seluruh Fasyankes terutamaPuskesmas yang di
integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.2Vaksin BCGBerdasarkan
data WHO, setiap tahun, sekitar 8 juta orang di seluruh dunia
mengalami active tuberculosis dan hampir 2 juta diantaranya
meninggal dunia.Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme yang
dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia) yang
diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang
menular. Vaksin BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang
mengandung kultur strain Mycobacterium bovis dan digunakan sebagai
agen imunisasi aktif terhadap TBC dan telah digunakan sejak tahun
1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi efikasinya
menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 80% di seluruh
dunia. Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya
active tuberculosis dan kematian. Efikasi dari vaksin tergantung
pada beberapa faktor termasuk diantaranya umur, cara/teknik
vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants, dan
anak-anak yang hasil uji tuberculinnya negatif dan yang berada
dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan
tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap
isoniazid atau rifampin. Selain itu, vaksin BCG juga harus
diberikan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di lingkungan dengan
pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG
(selain bayi sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien harus
terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG tidak diindikasikan
untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya positif atau telah
menderita active tuberculosis, karena pemberian vaksin BCG tidak
memiliki efek untuk pasien yang telah terinfeksi TBC.Vaksin BCG
merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa
suspensi. Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan
dalam pelarut khusus yang telah disediakan secara terpisah.
Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada ruang atau tempat
bersuhu 2 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG
biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak
secara subkutan) pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan
sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit menerima
injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:1.
Untuk infants diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,05ml
(0,05mg)2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1
dosis vaksin BCG sebanyak 0,1 ml (0,1mg)Perlindungan yang diberikan
oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 15 tahun. Sehingga
re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15
tahun.Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami
gangguan pada kulit seperti atopic dermatitis, serta baru saja
menerima vaksinasi lain (perlu ada interval waktu setidaknya 3
minggu). 4
Penatalaksanaan TB Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif
perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat kombinasi yang telah
ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang
lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya resistensi terhadap
obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter. Pemberian
INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup
efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB
klinis. Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap orang
dewasa yang menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen
alternatif seperti pemberian rifampin dan pyrazinamide jangka
pendek ternyata cukup efektif. Pemberian terapi preventif merupakan
prosedur rutin yang harus dilakukan terhadap penderita HIV/AIDS
usia dibawah 35 tahun. Apabila mau melakukan terapi preventif,
pertama kali harus diketahui terlebih dahulu bahwa yang
bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada orang-orang
dengan imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh karena
ada risiko terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada
pemberian isoniazid, maka isoniazid tidak diberikan secara rutin
pada penderita TB usia diatas 35 tahun kecuali ada hal-hal sebagai
berikut: infeksi baru terjadi (dibuktikan dengan baru terjadinya
konversi tes tuberkulin); adanya penularan dalam lingkungan rumah
tangga atau dalam satu institusi; abnormalitas foto thorax
konsisten dengan proses penyembuhan TB lama, diabetes, silikosis,
pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid atau pengobatan
lain yang menekan kekebalan tubuh, menderita penyakit yang menekan
sistem kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS. Mereka yang akan diberi
pengobatan preventif harus diberitahu kemungkinan terjadi reaksi
samping yang berat seperti terjadinya hepatitis, demam dan ruam
yang luas, jika hal ini terjadi dianjurkan untuk menghentikan
pengobatan dan hubungi dokter yang merawat. Sebagian besar
fasilitas kesehatan yang akan memberikan pengobatan TB akan
melakukan tes fungsi hati terlebih dahulu terhadap semua penderita,
terutama terhadap yang berusia 35 tahun atau lebih dan terhadap
pecandu alkohol sebelum memulai pengobatan. Terapi spesifik:
Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif dalam
pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk diberlakukan
di AS. Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan sistem DOPT,
sedangkan Indonesia sebagai negara anggota WHO telah mengadopsi dan
mengadaptasi sistem yang sama yang disebut DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse). Penderita TBC hendaknya diberikan OAT
kombinasi yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang teratur. Untuk
penderita yang belum resisten terhadap OAT diberikan regimen selama
6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), Rifampin (RIF) dan
pyrazinamide (PZA) selama 2 bulan kemudia diikuti dengan INH dan
PZA selama 4 bulan. Pengobatan inisial dengan 4 macam obat termasuk
etambutol (EMB) dan streptomisin diberikan jika infeksi TB terjadi
didaerah dengan peningkatan prevalensi resistensi terhadap INH.
Namun bila telah dilakukan tes sensititvitas maka harus diberikan
obat yang sesuai. Jika tidak ada konversi sputum setelah 2-3 bulan
pengobatan atau menjadi positif setelah beberapa kali negatif atau
respons klinis terhadap pengobatan tidak baik, maka perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat dan tes resistensi.
Kegagalan pengobatan umumnya karena tidak teraturnya minum obat dan
tidak perlu merubah regimen pengobatan. Perubahan Supervisi
dilakukan bila tidak ada perubahan respons klinis penderita.
Minimal 2 macam obat dimana bekteri tidak resisten harus ada dalam
regiemen pengobatan. Jangan sampai menambahkan satu jenis obat baru
pada kasus yang gagal. Jika INH atau rifampisin tidak dapat
dimasukkan kedalam regimen maka lamanya pengobatan minimal selama
18 bulan setelah biakan menjadi negatif. 551 Untuk penderita baru
TBC paru dengan BTA (+) di negara berkembang, WHO merekomendasikan
pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2 bulan yang teridiri
atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH dan RIF 3 kali
seminggu selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi secara
langsung, jika pada pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan
pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan INH
dan EMB selama 6 bulan. Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4
macam obat lebih mahal daripada pengobatan dengan jumlah obat yang
lebih sedikit dengan jangka waktu pengobatan 12- 18 bulan namun
pengobatan jangka pendek lebih efektif dengan komplians yang lebih
baik. Penderita TBC pada anak-anak diobati dengan regimen yang sama
dengan dewasa dengan sedikit modifikasi. Kasus resistensi pada anak
umumnya karena tertular dari penderita dewasa yang sudah resisten
terlebih dahulu.Anak dengan limfadenopati hilus hanya diberikan INH
dan RIF selama 6 bulan. Pengobatan anak-anak dengan TBC milier,
meningitis, TBC tulang/sendi minimal selama 9-12 bulan, beberapa
ahli menganjurkan pengobatan cukup selama 9 bulan. Etambutol tidak
direkomendasikan untuk diberikan pada anak sampai anak cukup besar
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta warna (biasanya usia >
5 tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan yang mengancam
jiwa harus diberikan pengobatan inisial dengan regimen dengan 4
macam obat. Streptomisin tidak boleh diberikan selama hamil. Semua
obat kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi efek samping yang
berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada kasus MDR.
Sediakan fasilitas perawatan penderita dan fasilitas pelayanan
diluar institusi untuk penderita yang mendapatkan pengobatan dengan
sistem (DOPT/DOTS) dan sediakan juga fasilitas pemeriksaan dan
pengobatan preventif untuk kontak. Obat yang digunakan untuk TBC
digolongkan atas dua kelompok, yaitu:b. Obat primer/Lini pertama:
Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih
dapat ditolerir, sebagian besar dapat dipisahkan dengan obat-obatan
ini.c. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat,
Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin.7 Ibu menyusui dan
bayinyaPada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak
berbedadengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk
ibumenyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus
mendapatpaduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat
merupakan caraterbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada
bayinya. Ibu danbayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat
terus disusui.Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada
bayi tersebutsesuai dengan berat badannya. Pasien TB pengguna
kontrasepsiRifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil
KB, suntikan KB,susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi tersebut.Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan
kontrasepsi non-hormonal,atau kontrasepsi yang mengandung estrogen
dosis tinggi (50 mcg). PuskesmasDalam pelaksanaan di Puskesmas,
dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP) yang terdiri dari
Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan dikelilingi oleh kurang
lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS). Pada keadaan geografis yang
sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) yang
dilengkapi tenaga dan fasilitaspemeriksaan sputum BTA.
PENGAWASAN MENELAN OBATSalah satu komponen DOTS adalah
pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung.
Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.a.
Persyaratan PMO Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui,
baik oleh petugaskesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani
dan dihormatioleh pasien. Seseorang yang tinggal dekat dengan
pasien. Bersedia membantu pasien dengan sukarela. Bersedia dilatih
dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasienb. Siapa
yang bisa jadi PMOSebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya
Bidan di Desa,Perawat,Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan
lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO
dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau
tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.c. Tugas seorang PMO
Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampaiselesai
pengobatan. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
teratur. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu
yang telah ditentukan. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga
pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang
PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari
unit pelayanan kesehatan.d. Informasi penting yang perlu dipahami
PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya: TB disebabkan
kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan TB dapat disembuhkan
dengan berobat teratur Cara penularan TB, gejala-gejala yang
mencurigakan dan cara pencegahannya Cara pemberian pengobatan
pasien (tahap intensif dan lanjutan) Pentingnya pengawasan supaya
pasien berobat secara teratur Kemungkinan terjadinya efek samping
obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke Fasyankes.3.
Pencegahan Tersier1,2,7Rehabilitasi merupakan suatu usaha
mengurangi komplikasi penyakit. Rehabilitasi merupakan tingkatan
terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa
trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis,
rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal
pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi
individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan
media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta
penegasan perlunya rehabilitasi.
Kesimpulan Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995,
diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat
TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Bahkan
secara global, Indonesia menduduki peringkat ke-4 kasus terbanyak
di dunia. Oleh karenanya pemerintah melakukan program pemberantasan
TB yang mengacu pada strategi DOTS yang diusulkan oleh WHO.
Dilakukan juga Pengawas Minum Obat (PMO) juga dilakukan agar
tercapainya kesembuhan bagi pasien sehingga tidak menularkan
penyakit ini kepada orang-orang disekitarnya, karena untuk
mengkonsumsi obat TB harus dilakukan secara teratur setiap hari
dalam jangka waktu yang cukup lama.
Daftar Pustaka1. Aditama TY, Subuh M, Mustikawati DE, Surya A,
Basri C, Kamso S. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis.
Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2011. h.1-4,
11-352. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta :
Binarupa Aksara; 1996. h.91-118.3. Nelson,WE, ed. Ilmu kesehatan
anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.Jakarta: EGC, 2000 :
hal.10284. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Edisi IV. Pusat
Penerbitan IPD FKUI. 2006.5. Departemen Kesehatan RI. Survei
Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2001.6.
Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Penerbit
Buku Kompas. 2005.7. Universitas Indonesia (FKUI). Kuliah
Tuberculosis. 2004. Diunduh dari http://ui.org/
fk/kuliah/respirasi/tuberculosis.htm. 26 Juni 2013.