Page 1
Tuberculosis ParuSilvia Ardila
102013194
Email: [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta
Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat seluruh dunia. Survei yang dilakukan National Network of Health (NNH)
pada tahun 2005 menunjukkan kasus kematian TA menempati urutan ketida setelah penyakit
kardiovaskular dan penyakit infeksi saluran pernapasan. Berdasarkan laporan Global
Tuberculosis Control Report 2008 prevalensi TB pada tahun 2006 sebesar 14,4 juta dan
diperkirakan 1,7 juta orang di dunia meninggal akibat TB.
TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan
keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui udara yaitu
droplet, bersin, dan batuk. Penyakit TB biasanya menyerang paru akan tetapi dapat menyerah
organ tubuh lain.
TB paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit TB paru
banyak menyerang kelompok usia produktif. Kebanyakan berasal dari kelompok sosial ekonomi
rendah dan tingkat pendidikan rendah. TB paru menyerang sepertiga dari 1,9 miliar penduduk di
dunia dewasa ini. Satu orang akan memiliki potensi menularkan 10 hingga 15 orang dalam
waktu setahun.
Saat ini, masih terdapat berbagai tantangan dalam penanggulangan TB di Indonesia.
Minimnya kesadaran masyarakat, ketersediaan informasi tentang penyakit TB, pelayanan TB
yang berkualitas dan mudah dijangkau masyarakat, dan masalah ekonomi menyebabkan masih
terdapat pasien yang putus dari pengobatan OAT. Untuk itu, makalah ini akan menjelaskan lebih
lanjut mengenai TB paru putus obat dan cara penyembuhan, serta pencegahannya.
Anamnesis1
Page 2
Diperlukan indeks kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan imunosupresi
atau dari daerah endemisnya.
Gejala lokal:
Batuk, sesak napas, hemoptisis, limfadenopati, ruam ( misalnya lupus vulgaris), kelainan rontgen
toraks, atau gangguan GI.
Efek sistemik:
Demam, keringat malam, anoreksia, atau penurunan berat badan.
Riwayat penyakit terdahulu
Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB?
Apakah pasien mengalami imunosupresi (kortikosteroid/HIV)?
Apakah pasien pernah mengalami pemeriksaan rontgen toraks dengan hasil abnormal?
Adakah riwayat vaksinasi BCG atau tes mantoux?
Adakah riwayat diagnosis TB?
Obat- obatan
Pernahkah pasien menjalani terapi TB? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa lama terapinya,
bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi, dan apakah dilakukan pengawasan terapi?
Riwayat keluarga dan social
Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan social?
Tanyakan konsumsi alcohol, penggunaan obat intravena, dan riwayat bepergian ke luar negeri?
Fisik
TB bisa menimbulkan tanda local pada dada, tanda sistemik, atau jika timbul TB milier,
banyak bagian tubuh yang mungkin terkena dan menimbulkan, misalnya, lesi kulit, lesi retina,
osteomielitis spinal (penyakit Pott), atau TB genitourinarius.
Adakah pireksia, anemia, atau ikterus?
Adakah limfadenopati?
Apakah pasien tampak kurus atau malnutrisi?
Adakah deviasi trakea?
Cari tanda paru apical: adakah fibrosis?
Adakah efusi pleura?
Adakah piuria (steril)?
Curiga TB pada setiap pasien demam kronis, penurunan berat badan, gejala pernapasan yang
tidak dapat dijelaskan, atau limfadenopati.1
Pemeriksaan Fisik2
Page 3
Pemeriksaan fisik juga penting untuk mengarahkan evaluasi selanjutnya. Sebelumnya,
kita juga harus melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV). Terdapat empat modus
dasarnya, yaitu:
Keadaan umum dan TTV dapat dilakukan secara selintas pandang dengan menilai
keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang
keadaan pasien (compos mentis, apatis, somnolen, sopor, atau koma). Hasil
pemeriksaan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara
signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi
biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tabuh dan frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit,
seperti hipertensi.
Inspeksi yang membutuhkan penggunaan mata pemeriksa secara kritis, dimulai
dengan pengamatan umum selama wawancara medik (anamnesis) dan merupakan
modus utama pemeriksaan fisik.
Biasanya pasien TB paru biasanya tampak kurus sehingga pada bentuk dada
terlihat adanya penurunan proporsi diameter antero-posterior banding proporsi
diameter lateral. Apabila ada penyulit TB paru seperti adanya efusi pleura yang
massif maka terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostals
space pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk
dada menjadi tidak simetris di mana didapatkan penyempitan intercostals space
pada sisi yang baik.
palpasi yaitu mode meraba dan merasakan, dimana palpasi ringan digunakan
untuk menilai kulit dan struktur permukaan, variasi dari suhu permukaan,
kelembaban, serta kekeringan. Palpasi dilakukan di organ-organ visera, seperti
pada abdomen.
Palpasi trakea. Adanya pergeseran trachea menunjukkan (meskipun tidak
spesifik) penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai efusi pleura
massif dan pneumotoraks akan mendorong posisi trakea ke arah berlawanan dari
sisi yang sakit.
Gerakan dinding toraks anterior. TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan
palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian
kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan biasanya terjadi pada pasien TB paru
dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Page 4
Vocal fremitus. Adanya penurunan vocal fremitus pada pasien TB paru biasanya
ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi pleura massif, sehingga
hantaran suara menurun karena transmisi getaran suara harus melewati cairan
yang berakumulasi di rongga pleura.
perkusi yaitu menggunakan suara untuk menentukan densitas dan isi struktur.
Perkusi dilakukan dengan mengetuk permukaan tubuh dan menimbulkan getaran,
mendengar, dan merasakan adanya perbedaan dalam penghantaran gelombang
suara.
Pada pasien TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Jika TB paru disertai efusi pleura
akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya
akumulasi cairan di rongga pleura.
auskultasi dilakukan dengan menggunakan stetoskop untuk menilai pergerakan
gas, cairan, atau organ di dalam kompartemen tubuh.
Tabel 1. Perbedaan Auskultasi Suara Paru Normal.3
Karakteristik Trakeal Bronkial Bronkovesikuler Vesikuler
Intensitas Sangat
keras
Keras Sedang Lembut
nada Sangat
tinggi
Tinggi Sedang Rendah
Perbandingan I:E* 1:1 1:3 1:1 3:1
Deskripsi Kasar Seperti melewati
pipa
Mendesau tapi seperti
melewati pipa
Mendesau
lembut
Lokasi normal Trakea di
luar toraks
Manubrium Di atas bronkus Perifer paru
*Perbandingan durasi inspirasi dibandingkan ekspirasi
Pada pemeriksaan fisik tuberkulosis paru, pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum
pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang puycat karena anemia, suhu demam
(subfebris), badan kurus, atau berat badan turun.1,2
Pada pemerikasaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama
pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Demikian juga bila
sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena
hantaran gerakan/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi,
Page 5
dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan
pneumonia biasa.2
Tempat kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai
adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas
bronkial. Akan didapatkan juga suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik.1,2
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum
atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas
yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah
paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti
terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda-tanda kor
pulmonal dengan gagal jantung seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right
atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang
menungkatm hepatomegali, asites, dan edema.1
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat
agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan
suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.1
Dalam penampilan klinis TB pari sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai
dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin uji tuberkulin yang
positif.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan
radiologis, pemeriksaan sputum, dan tes tuberkulin.2
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan
didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai
sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah
mulai turun ke arah normal lagi.2
Page 6
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1) Anemia ringan dengan gambaran
normokrom dan normositer; 2) Gamma globulin meningkat; kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.2
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahasi. Pemeriksaan ini
dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di
Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-
angka positif palsu dan negatif palsunya masih besar.2
Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni
Peroksidasi Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilai sensitivitas
dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa peneliti lain meragukan karena
mendapatkan angka-angka yang lebih rendah. Sungguhpun begitu PAP-TB ini masih dapat
dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB.
Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik terhadap
antigen M. tuberculose. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma M. tuberculin var bovis
BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB
dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif
palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan, dan masa 3 bulan
revaksinasi BCG.2
Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan uji PAP-TB
adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada
suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi spesifik
anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang intensitasnya
sesuai dengan jumlah antibodi.2
Pemeriksaan Radiologis
Pada tuberkulosis primer, hal-hal berikut dapat terlihat pada sinar-X dada.3
Daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus Gohn) dengan pembesaran kelenjar
hilus mediastinum. Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan gambaran
kalsifikasi.
Daerah konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris, atau lebih luas hingga
seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura
(pneumotoraks).
Page 7
Gambar 1. Konsolidasi kavitasi pada lobus atas kiri, tuberkulosis aktif.3
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis TB
sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi
terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat
dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat
sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif. Dalam hal ini dianjurkan
satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak +2 liter dan
diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat
mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila
masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing dan
bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat
dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit
mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin.2
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman
baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat prosis penyakit ini terbuka ke luar, sehingga
sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50%
pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka.2
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman
BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum.2
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan
modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun Gabbet.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah:
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus)
Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Page 8
Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultra violet walaupun
sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan, karena pewarnaan yang dipakai (auramin
rhodamin) dicurigai bersifat karsinogenik.2
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium
biakan, koloni kuman tuberkulosis mulai tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak
juga tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu Lowenstein
Jensen, Kudoh, atau Ogawa.
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara Bactec
(Bactec 400 Radio metric System), dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari. Di
samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman TB
dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M. tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan
biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan
identifikasi kuman.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA (positif),
tetapi pada biakan hasil negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli atau nonculturable bacilli
yang disebabkan keampukan panduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat
mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan
selain sputum dapat juga diambild ari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura,
cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin, dan tinja.2
Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB
terutama pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc
tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5TU (intermediate
strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5TU dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU (first
strength). Kadang-kadang bila dengan 5TU masih memberikan hasil negatif dapat diulangi
dengan 250TU (second strength). Bila dengan 250TU masih memberikan hasil negatif, berarti
tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5TU saja sudah cukup berarti.
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen lainnya.
Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman patogen
baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculose atau BCG) tubuh manusia akan
mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler pada permulaan dan
kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan menekankan
antibodi seluler.
Page 9
Bila pembentukan antibodi seluler cukup, misalnya pada penularan dengan kuman yang
sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan antibodi
humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjadi penyakit
sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dengan
antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen
tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antobodi humoral,
makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatasm hasil tes Mantoux dibagi dalam: 1) Indurasi 0-5 mm
(diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Disini peran antibodi humoral paling
menonjol; 2) Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran
antibodi selular paling menonjol.2
Biasanya hampir seluruh pasien TB memberikan reaksi Mantoux yang positif (99.8%).
Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu.
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:
Pasien baru 2-10 minggu terpajan TB
Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)
Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis
Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)
Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosurpresi lainnya
Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan
Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux +5mm, dinilai positif.7
Etiologi
Mycobacterium tuberculosis marupakan bakteri batang lengkung, gram positif lemah,
pleiomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan memiliki panjang sekitar 2-4 µm.
Bakteri ini merupakan aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi banyak komponen
karbon sederhana. Bakteri ini tumbuh paling baik pasa suhu 37-41ºC, menghasilkan niasin dan
tidak ada pigmentasi. Pada pewarnaan bakteri ini dapat menahan warnanya walaupun diberikan
asam atau alcohol (pada pemberian 95% etil alcohol mengandung 3% asam hidrokolat) dan oleh
sebab itu, disebut bakteri “tahan asam”. Pada dinding sel bekteri ini terdapat lipid yang dalam
beberapa hal bertanggung jawab pada sifat tahan asamnya. Penghilangan lipid dengan
Page 10
menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat asam bakteri ini, yang tergantung dari
integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu.4
Bakteri ini tumbuh lambat, waktu pembentukannya 12-24 jam. Isolasi dari specimen
klinik pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu, dan uji kerentanan
obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi dalam 1-3 minggu
pada medium cairan selektif dengan menggunakan nutrient radiolabel, dan kerentanan obat dapat
ditentukan dalam 3-5 hari tambahan.2,4,5
Epidemologi
Sumber infeksi yang paling sering adalah manusia yang mengekskresikan, terutama dari
traktus respiratorius, basil tuberkel dalam jumlah banyak. Kontak erat (misalnya dalam sebuah
keluarga) dan pajanan massif (misalnya pada pertugas kesehatan) membuat transmisi melalui
droplet paling mungkin terjadi.2,4
Organisasi kesehatan sedunia memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia (2 bilyun
orang) terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia Tenggara,
Cina, India, Afrika, dan Amerika Latin. Tuberculosis terutama menonjol di populasi yang
mengalami stress nutrisi jelek, penuh sesak, perawatan kesehatan tidak cukup, dan perpindahan
tempat. Sepuluh sampai 20 juta orang yang hidup di Amerika Serikat mengandung basil
tuberkel.4,6
Di Amerika Serikat telah terjadi penurunan besar dalam insiden penyakit ini. Pada tahun
1991dilaporkan adanya infeksi baru sebanyak 26.283, termasuk 1662 infeksi baru pada anak
dibawah umur 19 tahun. Angka ini menunjukan suatu peningkatan yang berjalan lama pada total
infeksi baru dan infeksi pada anak. Kebanyakan anak terinfeksi melalui anggota keluarganya
yang dekat dengannya., tetapi penularan ini bias juga didapatnya melalui lingkungan sekolah,
pusat perawatan anak, gereja, bus sekolah, dll.2
Data memperlihatkan bahwa penyakit ini paling terkonsentrasi di pusat-pusat kota
metropolitan, di sini presentase bermakna penduduk yang tinggal di lingkungan miskin yang
memudahkan penularan penyakit. Orang yang menderita HIV terutama rentan terhadap
tuberculosis dan manjadi sumber tambahan penyebaran infeksi.
Kemungkinan anak mendapat infeksi dari orang dewasa yang menderita penyakit akut
tergantung pada derajat infeksi sputum, lama dan frekuensi kontak, dan keadaan lain di sekitar
kontak.4
Insiden tuberculosis resisten obat telah bertambah secara dramatis. Di America Serikat,
sekitar 14% isolate Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap sekurang-kurangnya satu obat,
Page 11
sementara 3% resisten terhadap isoniazid maupun rimfapisin. Namun di beberapa Negara
frekuensi resisten obat berkisar dari 20%-50%.7
Working Diagnosis
Pembagian tuberkulosis
Tuberkulosis paru dibagi menjadi
1. Tuberkulosis anak (infeksi primer)
2. Tuberkulosis orang dewasa (re-infeksi)
Tuberculosis Primer
Tuberkulosis primer terjadi karena infeksi melalui jalan pernapasan (inhalasi)oleh
Mycobacterium tuberkulosis. Biasanya pada anak anak. Sedangkan sekunder pada infeksi ulang
setelah dewasa, bisa karena relaps, putus obat, dll.
Kelainan Rontgen pada akibat penyakit ini dapat berlokasi dimana saja dalam paru paru,
namun sarang dalam parenkim paru paru sering disertai oleh pembesaran kelenjar limferegionl
(komplek primer ). Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah pleuritis,karena perluasan
infiltral primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis
akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalam bronkus. Baik pleulitis maupun
atelektasis tuberkulosis pada anak anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer
tersembunyi dibelakang.6,7
Different Diagnosis
A. Ca Paru
Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali dalam jaringan
paru-paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan terutama asap rokok.
Kanker paru-paru biasanya berasal dari sel-sel di dalam paru-paru itu sendiri.Sesuai dengan
namanya, kanker ini menyerang organ pernapasan, yaitu paru-paru. Namun pada sedikit kasus,
ada juga kanker yang berasal dari organ lain yang menyebar dan menyerang ke paru-paru.
Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Amerika Serikat.Merokok dan
memakai produk tembakau adalah penyebab utamanya.Kanker ini paling banyak menyerang
orang berusia 55-65 tahun.Seorang perokok dan orang-orang yang sering menghirup polusi
seperti pekerja pabrik tekstil memiliki risiko besar terkena kanker paru-paru.Risiko kanker paru-
paru meningkat seiring dengan waktu dan jumlah rokok yang telah dihabiskan.
Page 12
Asal-usul sel penyebab kanker paru masih belum dapat dijelaskan. Selama ini berkembang
dua buah teori, Teori pleuripotential cell oleh Auerbach, yang menjelaskan penyimpangan yang
terjadi pada proses diferensiasi sel punca menjadi sel-sel lain. Teori sel kecil oleh Yesner, yang
menjelaskan neoplasma sel kecil yang mengalami transformasi dan berevolusi menjadi sel
kanker.4-8
Jenis Kanker Paru-Paru
Lebih dari 90% kanker paru berawal dari bronkus, hingga kanker ini disebut karsinoma
bronkogenik, yang terdiri dari:
Kanker Paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK / Non Small Cell Lung Cancer =
NSCLC) Jenis NSCLC ini terbagi lagi menjadi :
o Karsinoma epidermoid atau karsinoma sel skuamosa. Jenis ini adalah jenis
kanker paru paling umum. Hal ini berkembang dalam sel yang menggarisi saluran
udara. Jenis kanker ini seringkali disebabkan karena rokok.
o Adenokarsinoma: jenis ini berkembang dari sel-sel yang memproduksi lendir
(dahak) pada permukaan saluran udara (airways). Jenis ini adalah jenis sel kanker
terbanyak dan terutama pada perokok.
Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK / Small Cell Lung Cancer =
SCLC) Merupakan 20% dari seluruh kanker paru, yang bersifat lebih agresif tetapi sangat
responsif dengan pengobatan.Lainnya adalah merupakan jenis yang jarang ditemukan
misalnya karsinoid, karsinoma bronkoalveolar.
Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :
Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (SLCC). Tahap terbatas, yaitu kanker
yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada jaringan disekitarnya.
Kemudian Tahap ekstensif, yaitu kanker yang ditemukan pada jaringan dada di luar paru-
paru tempat asalnya, atau kanker ditemukan pada organ-organ tubuh yang jauh.
Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)
o Stadium 0, merupakan tahap ditemukannya sel-sel kanker hanya pada lapisan
terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.
o Stadium I, merupakan tahap kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan
belum menyebar ke kelenjar getah bening sekitarnya.
o Stadium II, merupakan tahap kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kelenjar
getah bening di dekatnya.
Page 13
o Stadium III, merupakan tahap kanker yang telah menyebar ke daerah di
sekitarnya, seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kelenjar getah
bening di sisi yang sama atau pun sisi berlawanan dari tumor tersebut.
o Stadium IV, merupakan tahap kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru-
paru yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel-sel kanker telah menyebar juga
ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kelenjar adrenalin, hati, dan tulang.
Gejala paling umum yang ditemui pada penderita kanker paru adalah Batuk yang terus menerus
atau menjadi hebat. Dahak berdarah, berubah warna dan makin banyak. Napas sesak dan
pendek-pendek. Sakit kepala, nyeri atau retak tulang dengan sebab yang tidak jelas. Kelelahan
kronis, kehilangan selara makan atau turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas. Suara
serak/parau, pembengkakan di wajah atau leher. Selain itu, gejala-gejala kanker paru-paru bisa
bervariasi, tergantung di mana dan seberapa jauh tumor ganas ini menyebar di organ
paru.Berikut adalah beberapa gejala yang harus dicermati dari kanker yang mematikan ini:
Sekitar 25 persen penderita kanker paru akan mengetahuinya saat mereka melakukan rontgen
secara rutin atau CT scan dan ditemukan lesi (kerusakan jaringan) yang disebut lesi koin. Pada
pasien ini biasanya tidak ditemui gejala yang cukup berarti. Kanker paru juga bisa menyebar ke
tulang dan memproduksi rasa nyeri yang menyiksa. Kanker yang sudah menyebar ke otak
bahkan bisa menyebabkan sejumlah gejala neurologis, semisal penglihatan kabur, sakit kepala,
gejala stroke seperti kelelahan, hilangnya sensasi di bagian tubuh tertentu.
Pembedahan
Pembedahan dengan membuang satu bagian dari paru - paru kadang melebihi dari tempat
ditemukannya tumor dan membuang semua kelenjar getah bening yang terkena kanker.
Tindakan pembedahan biasanya dilakukan untuk kanker yang belum menyebar hingga ke
jaringan lain di luar paru-paru. Pembedahan biasanya hanya merupakan salah satu pilihan
tindakan pengobatan pada NSCLC dan dibatasi pada satu bagian paru-paru hingga stadium III A.
Beberapa jenis pembedahan yang mungkin digunakan untuk mengobati NSCLC, antara lain:
Pneumonectomy : seluruh paru-paru (kiri atau kanan) diangkat pada operasi ini
Lobektomi : lobus paru-paru diangkat dalam operasi ini
Segmentectomy (reseksi baji): bagian dari suatu lobus diangkat dalam operasi ini
Tindakan pembedahan memiliki angka kegagalan (death rate) sekitar 4,4% yang tergantung
juga pada fungsi paru-paru pasien dan risiko lainnya. Kadang pada kasus kanker paru stadium
Page 14
lanjut dimana banyaknya cairan terkumpul pada rongga dada (pleural effusion), dokter perlu
membuat suatu lubang kecil pada dada untuk mengeluarkan cairan.
Efek samping pembedahan yang mungkin timbul sesudah operasi, antara lain bronchitis
kronis (terutama pada mantan perokok aktif).
Radioterapi atau radiasi dengan sinar-X3
Untuk pasien kanker lainnya, radiasi dilakukan untuk mengecilkan kankernya (dilakukan
sebelum operasi).Pada kasus kanker stadium lanjut, radiasi juga dapat digunakan untuk
meredakan gejala seperti nyeri, perdarahan, dan kesulitan menelan.Seringkali dilakukan terapi
Fotodinamik (PDT) untuk mengobati kanker paruparu yang dapat dioperasi.Dan berpotensi
untuk mengobati tumor yang tersembunyi dan tidak terlihat pada pemeriksaan X-ray dada. Efek
samping radiasi, termasuk diantaranya: problem kulit, mual, muntah, dan kelelahan. Radiasi
pada dada dapat juga menyebabkan kerusakan paru-paru dan kesulitan bernapas atau menelan.
Efek samping dari terapi radiasi pada kanker paru yang telah menyebar ke otak biasanya menjadi
serius setelah 1 atau 2 tahun pengobatan, yang mencakup: kehilangan memori, sakit kepala,
masalah dengan pemikiran, dan kurang gairah seksual.
Kemoterapi
Penderita SCLC terutama diobati dengan kemoterapi dan radiasi karena tindakan
pembedahan biasanya tidak berpengaruh besar terhadap survival (kelangsungan
hidup).Kemoterapi primer biasanya juga diberikan pada kasus NSCLC yang sudah bermetastasis
(menyebar). Penggunaan kombinasi antara obat-obatan dan kemoterapi tergantung pada jenis
tumor yang diderita pasien.
Meminum obat oral dengan efek samping tertentu yang bertujuan untuk memperpanjang harapan
hidup penderita.
B. Bronchitis kronik5,6
Bronkitis adalah suatu kondisi yang timbul bila dinding bagian dalam saluran pernapasan
utama paru yang terinfeksi dan meradang. Keadaan ini biasanya diikuti dengan infeksi
pernapasan seperti demam. Bronkitis terbagi menjadi dua yaitu bronkitis akut dan kronis. Gejala
utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak) yang mengeluarkan dahak
berwarna putih kekuningan atau hijau. Dan keaadaan ini berlangsung lebih dari 3 bulan. mukus
yang berwarna selain putih atau bening, menandakan adanya infeksi sekunder.
Gejala-gejala lainnya seperti :
- Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
- Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
Page 15
- Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
- Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu :
- Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan pasien kurang istirahat
- Daya tahan tubuh pasien yang menurun
- Anoreksia sehingga berat badan sukar naik
- Kesenangan anak untuk bermain terganggu
- Konsentrasi belajar anak menurun
Penyebabnya karena nfeksi virus, asap rokok, bahan-bahan yang mengeluarkan polusi,
penyakit gastrofaringeal refluk-suatu kondisi dimana asam lambung naik kembali ke saluran
makan (kerongkongan), terekspos dengan debu atau asap
Menegakkan diagnosis bronkitis hanya berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
Selain itu biasanya dilakukan pemeriksaan foto rontgen paru dan pemeriksaan dahak untuk
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Karena kebanyakan
kasus bronkitis disebabkan oleh infeksi virus sehingga kebanyakan berlangsung singkat dan
hanya memerlukan pengobatan untuk menurunkan gejala. Beberapa hal yang dapat anda lakukan
adalah banyak istirahat, minum banyak, konsumsi obat batuk yang ada di pasaran. Antibiotik
diberikan bila ada kecurigaan bronkitis disebabkan oleh infeksi bakteri. Selain itu diberikan juga
pada keadaan bronkitis kronik untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder.
C. Bonkiektasis
Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Pada bronkietasis ringan
atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak terdapa gejala. Kalau pun ada,
biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2 minggu. Pada bronkietasis
berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang banyak (200-300 ml) yang
bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya diikuti dengan demam, tidak ada
nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan. Sesak napas dan
sianosis timbul pada kelainan yang luas. Pada pemeriksaan fisik, yang terpenting adalah terdapat
ronki basah sedang sampai kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang
berulang. Kadang-kadang ditemukan ronki kering dan bising mengi.
Radang pada saluran pernapasan menyebabkan silia dari sel epitel bronchus tidak
berfungsi.Epitel kolumner mengalami degenerasi dan diganti menjadi epitel bertatah.Selanjutnya
elemen kartilago muscular mengalami nekrosis dan jaringan elastic yang terdapat di sekitarnya
Page 16
mengalami kerusakan sehingga berakibat dinding bronchus menjadi lemah, melebar tak teratur,
dan permanen.
Faktor intrinsic juga diduga mempunyai peranan, karena tidak semua klien yang
mengalami infeksi disertai obstruksi bronchus akan berakibat menjadi bronkhiektasis. Pelebaran
bronchus pada klien dengan bronkhiektasis dapat berupa tipe sakular dan tipe silindris.
Infeksi merusak dinding bronchial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan
menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki.Dinding bronchial menjadi
teregang secara permanen akibat batuk hebat.Infeksi meluas ke jaringan peribronkial, sehingga
dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru,
yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus.Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang
lobus atau segmen paru.Lobus yang paling bawah lebih sering terserang.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di
sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (atelektasis).Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi
inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi.
Pada waktunya, pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas
vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru
total.Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan
hipoksemia.4-7
Ciri-ciri gejala bronkiektasis, antara lain:
- Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyakterutama
pada pagi hari, setelah tiduran dan berbaring. Specimen sputum akan secara khas “membentuk
lapisan” menjadi tiga lapisan dari atas, yaitu: lapisan atas berbusa, lapisan tengah yang bening,
dan lapisan bawah berpartikel tebal.
- Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama
sekali ( Bronkiektasis ringan ).
- Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200 - 300 cc, disertai
demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan
kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk
darah.
- Ditemukan jari-jari tabuh (clubbing finger) pada 30-50 % kasus.
- Wheezing (bunyi napas mengi)
- Sianosis
- Pucat
Page 17
- Bau mulut
- Hemoptisis
- Infeksi paru berulang.
- Bronkiektasis tidak mudah didiagnosis karena gejala-gejalanya dapat tertukar dengan
bronchitis kronik. Tanda yang pasti adalah riwayat batuk produktif yang berkepanjangan, dengan
sputum yang secara konsisten negative terhadap tuberkel basil.
Intervensi medis bertujuan untuk memperbaiki drainase secret dan mengobati
infeksi.Objektif dari pengobatan adalah untuk mencegah dan mengontrol infeksi serta untuk
meningkatkan drainase bronchial untuk membersihkan bagian paru yang sakit atau paru-paru
dari sekresi berlebih.8,9
Infeksi dikendalikan dengan terapi antimikroba didasarkan pada hasil pemeriksaan
sensitivitas pada organism yang dikultur dari sputum.Pasien mungkin dimasukkan ke dalam
regimen antibiotic sepanjang satu tahun, dengan jenis antibiotic yang berbeda pada interval yang
bergantian.
Beberapa dokter meresepkan antibiotic sepanjang musim dingin atau ketika terjadi
infeksi saluran pernapasan atas.Pasien harus divaksinasi terhadap influenza dan pneumonia
pneumokokus.
Drainase postural dari tuba bronchial mendasari semua rencana pengobatan karena
drainase area bronkiektasis oleh pengaruh gravitasi mengurangi jumlah sekresi dan tingkat
infeksi. (kadang-kadang sputum mukopurulen harus dibuang dengan bronkoskopi). Daerah dada
yang sakit mungkin diperkusi atau “ditepuk-tepuk” untuk membantu meleepaskan
sekresi.Drainase postural pada awalnya dilakukan untuk periode singkat dan kemudian
ditingkatkan dengan pasti.
Bronkodilator dapat diberikan pada individu yang juga mengalami penyakit obstruksi
jalan napas. Pasien dengan bronkiektasis hamper selalu mempunyai kaitan dengan bronchitis.
Simpatomimetik, terutama β-adrenergik, dapat digunakan bronkodilatasi dan untuk
meningkatkan transport sekresi mukosiliaris.
untuk meningkatkan pengeluaran sputum, kandungan air dari sputum ditingkatkan
dengan tindakan aerosolized nebulizer dan dengan meningkatkan masukan cairan peroral. Face
tent baik untuk member kelembaban ekstra terhadap aerosol. Pasien harus tidak merokok,
karena merokok merusak drainase bronchial dengan melumpuhkan aksi siliaris, meningkatkan
sekresi bronchial, dan menyebabkan inflamasi membrane mukosa, mengakibatkan hyperplasia
kelenjar mukosa.
Page 18
Intervensi bedah meski tidak sering dilakukan, mungkin diperlukan bagi pasien yang
secara kontinu mengeluarkan sputum dalam jumlah yang sangat besar dan mengalami penyakit
pneumonia dan hemoptisis berulang meskipun kepatuhan pasien terhadap regimen
pengobatan.Namun demikian penyakit harus hanya mengenai satu atau dua daerah paru yang
dapat diangkat tanpa menyebabkan insufisiensi pernapasan.Tujuan tindakan pembedahan adalah
untuk menjaga jaringan paru normal dan menghindari komplikasi infeksius.
Semua jaringan yang sakit diangkat, sehingga fungsi paru pascaoperatif akan adekuat.
Mungkin ada baiknya untuk mengangkat suatu segmen lobus (reseksi segmental), lobus
(lobektomi), atau keseluruhan paru (pneumonektomi).Reseksi segmental adalah pengangkat
subdivisi anatomi dari lobus paru. Keuntungan utama dari tindakan ini adalah bahwa hanya
jaringan yang sakit saja yang diangkat dan jaringan paru yang sehat terpelihara.Bronkografi
membantu dalam menggambarkan segmen paru.
Pembedahan didahului dengan periode persiapan operasi yang cermat.Tujuannya adalah
untuk memungkinkan agar percabangan trakeobronkial kering (sekering mungkin) untuk
mencegah komplikasi (atelektasis, pneumonia, fistula bronkopleura, dan emfisema). Tujuan ini
dicapai dengan cara drainase postural atau tergantung letak abses, dengan suction langsung
melalui bronkoskop. Serangkaian terapi antibacterial mungkin diresepkan.
D. PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit
kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif
(cepat dan berat) ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau
gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas,
batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.
Faktor resiko utama dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini
merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan
sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang
menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat.
Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus
yang kental dan adanya peradangan.
Page 19
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang
di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi
recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. Ada
beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan jumlah
neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas,
dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat
dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.
Gejala-gejala umum PPOK yaitu:
Denyut jantung abnormal
Sesak napas
Henti nafas atau nafas tidak teratur dalam aktivitas sehari-hari.
Kulit, bibir atau kku menjadi biru.
Batuk menahun, atau disebut juga 'batuk perokok' (smoker cough)
Batuk berdahak (batuk produktif)
PPOK ringan seringkali tidak menimbulkan gejala atau keluhan apapun.PPOK disebabkan
oleh 2 jenis penyakit yaitu Bronkitis Kronik dan Emfisema. Kedua penyakit ini dapat terjadi
bersamaan atau hanya salah satu saja. Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa
gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai
kelainan jelas dan tanda inflasi paru.
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi (ngik-ngik)
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4
derajat:
1. Derajat I: COPD ringan
Page 20
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1
/ KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari
bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat II: COPD sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%),
disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai
mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
3. Derajat III: COPD berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP <
70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan
kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV: COPD sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi)
atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.
Penatalaksanaan Medis
1) Bronkodilator
Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau
Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)
golongan :Agonis - fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol.
Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid. Metilxantin: teofilin lepas lambat,
bila kombinasi steroid belum memuaskan.
Dianjurkan bronkodilator kombinasi dari pada meningkatkan dosis bronkodilator
monoterapi
2) Steroid
PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid
PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)
Eksaserbasi akut
3) Obat-obat tambahan lain
Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida
- Antioksidan : N-Asetil-sistein
- Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin
- Antitusif : tidak rutin
- Vaksinasi : influenza, pneumokokus
Page 21
Terapi non farmakologis
o Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi
psikososial
o Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD.
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau secara ketat.
Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi
kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon
dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen
di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif
kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50
mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya
memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi.
Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk
memberikan oksigen pada pasien PPOK.
3) Nutrisi
4) Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau gerakan mekanik
paru)
Patofisiologi
Penularan tuberkulosis terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar melalui
droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinat ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-
bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas
dan jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar jika ukuran partikel <5 µm. Kuman akan
dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini
akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama
gerakan silia dan sekretnya.1
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Di
sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang tuberkulosis primer atau sarang Gohn. Sarang primer ini dapat terjadi di
setiap bagian atau jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadi efusi pleura.
Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit,
Page 22
terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh
organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran
ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke).
Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus,
keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5mm dan ± 10% di antaranya dapat
terjdai reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
Berkomplikasi dan menyebar secara : a) per-kontinuitatum, yakni menyebar ke
sekitarnya, b) secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, c) secara
hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Manifestasi Klinik4-7
Biasanya manifestasi klinik yang dialami pasien adalah berupa:
- Demam subfebril yang menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan
bisa mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian
dapat timbul kembali dan seterusnya hilang timbul.
- Batuk/Batuk darah gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang.biasanya batuk ini di
derita setelah beberapa minggu atau bulan ketika perandangan bermula. Batuk bisa
mengeluarkan darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
- Sesak nafas biasanya ditemukan pada Tuberkulosis yang sudah lanjut yang paru-parunya
dipenuhi oleh infiltrate
- Nyeri dada biasanya jarang kecuali infiltrat sdah sampai pleura dan menimbulkan gesekan
sehingga menyebabkan pleuritis.
- Malaise gejala malaise yang sering ditemukan adalah anoreksia,kepala
pusink,meriang,nyeri otot,dan keringat pada malam hari.
Penatalaksanaan4,5,7,8
Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan
Page 23
tambahan. Obat anti tuberculosis yang dipakai, yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Etambutol, yang merupakan lini pertama/obat utama. Sedangkan untuk obat
tambahannya, yaitu Kanamisin, Amikasin, Kuinolon, dan lain sebagainya.
Tabel 1. Jenis dan dosis OAT
Page 24
Pengobatan TB yang efektif , merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan
menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk
mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan
obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis
obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan
yang tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi
Page 25
Tabel 2. Dosis OAT kombinasi dosis tetap
Untuk pasien TB paru putus obat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Berobat lebih dari 4 bulan
a. BTA (-)
Klinis dan radiologi tidak aktif atau tidak ada perbaikan maka pengobatan
OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut
untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga
kemungkinan penyakit paru yang lain. Bila terbukti TB maka pengobatan
dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama.
b. BTA (+)
Pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu yang lebih lama.
2. Berobat kurang dari 4 bulan
a. BTA (+)
Pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu yang lebih lama.
b. BTA (-)
Gambaran foto toraks positif TB, maka OAT harus diteruskan. Jika
memungkinkan seharusnya dilakukan uji resistensi terhadap OAT.
Tuberculosis Resisten Obat
Insiden tuberculosis resisten obat tampak semakin bertambah pada banyak daerah di dunia
termasuk Amerika Utara. Ada dua jenis resisten obat utama. Resistensi primer terjadi bila
Page 26
individu terinfeksi dengan M. tuberculosis yang sudah resisten terhadap obat tertentu. Resisten
sekunder terjadi bila organisme resisten obat muncul sebagai populasi dominant selama
pengobatan. Penyebab utma resisten obat sekunder adalah ketaatan yang buruk pada pengobatan
oleh penderita atau regimen pengobatan yang diresepkan oleh dokter tidak adekuat. Tidak taat
pada satu obat lebih mungkin menyebabkan resistensi sekunder daripada kegagalan minum
seluruh obat. Resistensi sekunder jarang pada anak karena populasi mikrobakterianya sedikit.
Karenanya kebanyakan resistensi obat pada anak adalah primer, dan gambaran resistensi obat
pada anak cenderung merefleksikan gambartan resitensi pada orang dewasa pada populasi sama.
Perama utama resistensi obat antituberkulosis sebelumnya atau pemajanan terhadap orang
dewasa lain dengan tuberculosis infeksius resisten obat.5,6,8
Pengobatan pada tuberculosis resisten obat berhasil hanya bila strain M. tuberculosis
penginfeksi sekurang – kurangnya rentan pada dua obat bakterisid yang diberikan. Bila anak
menderita kemungkinan tuberculosis resisten obat, setidaknya tiga dan biasnaya empat atau lima
obat pada mulanya harus diberikan sampai pola kerentanan ditentukan dan regimen lebih
spesifik dapat dirancang. Perencanaan pengobatan spesifik dapat dirancang. Perencanaan
pengobatan spesifik harus secara individu untuk setiap penderita sesusai dengan hasil uji
kerentanan pada isolate dari anak atau sumber kasus dewasa. Lama pengobatan 9 bulan dengan
RIF, PZA, dan EMB biasanya cukup untuk tuberculosis anak resisten INH. Bila ada resisten INH
dan RIF, lama terapi total sering harus diperpanjang sampai 12 – 18 bulan. Prognosis
tuberculosis anak resisten obat satu atau banyak biasanya baik jika resistensi obat dineali pada
terapi yang diamati seacara langsung, reaksi yang merugikan dari obat – obat yang tepat
diberikan pada terapi yang diamati secara langsung, reaksi yang merugikan dari obat – obat tidak
terjadi, dan anak serta keluarganya ada pada lingkungan yang mendukung. Pengobatan
tuberculosis resisten obat pada anak selalu harus dilakukan oleh klinisi dengan kepakaran
spesifik pada pengobatan tuberculosis.8
Promotif dan Preventif
Program-program kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk deteksi dini dan
pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini. Menurut hukum, semua orang dengan TB
tingkat 3 atau tingkat 5 harus dilaporkan ke departemen kesehatan. Penapisan kelompok berisiko
tinggi adalah tugas penting departemen kesehatan lokal. Tujuan deteksi dini seseorang dengan
infeksi TB adalah untuk mengidentifikasikan siapa saja yang memperoleh keuntungan dari terapi
pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis. Program
pencegahan ini memberikan keuntungan tidak saja untuk seseorang yang telah terinfeksi namun
juga untuk masyarakat pada umumnya. Karena itu, penduduk yang sangat berisiko terkena TB
Page 27
harus dapat diidentifikasi dan prioritas untuk menentukan program terapi obat harus menjelaskan
risiko versus manfaat terapi.11
1. Vaksinasi BCG
BCG ( Bacillus Calmette Guerin) adalah kuman hidup yang dilemahkan, yang
diberikan pada usia 2 bulan atau lebih. Dapat disuntikan dengan dosis 0,05 ml secara
intramuskular pada pangkal lengan atas sebelah kanan, atau pangkal paha atas. Reaksi
lokal setelah 6-8 minggu setelah imunisasi, akan membentuk sikatrik atau jaringan parut.
Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberculosis
yang virulen. Imunitas timbul 6-8 minggu setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi
tidaklah lengkap sehingga masih mungkin terjadi superinfeksi meskipun biasanya tidak
progresif dan menimbulkan komplikasi yang berat.9,10
2. Kemoprofilaksis
Sebagai kemoprofilaksis biasanya dipakai INH dengan dosis 10mg/kgBB/- hari
selama 1 tahun. Kemoprofilaksis primer diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi
pada anak dengan kontak tuberculosis dan uji tuberculin masih negative yang berarti
masih belum terkena infeksi atau masih dalam masa inkubasi. Kemoprofilaksis sekunder
diberikan untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi penyakit, misalnya pada anak
berumur kurang dari 5 tahun dengan uji tuberculin positif tanpa kelainan radiologis paru
dan pada anak dengan konversi uji tuberculin tanpa kelainan radiologis paru. Selain itu
juga diberikan pada anak dengan uji tuberculin positif tanpa kelainan radiologis paru atau
yang telah sembuh dari tuberculosis tetapi mendapat pengobatan dengan kortikisteroid
yang lama, menderita penyakit morbili dan pertusis, mendapat vaksin virus misalnya
vaksin morbili atau pada masa akhir balik (adolesen). Selanjutnya juga diberikan pada
konversi uji tuberculin dari negative menjadi positif dalam 12 bulan terakhir tanpa
kelainan klinis dan radiologis.12
Pada dewasa, beberapa peneliti pada IUAT (International Union Against
Tuberculosis) menyatakan bahwa profilaksis dengan INH diberikan selama 1 tahun,
dapat menurunkan insidens tuberkulosis sampai 55-83%, dan yang kepatuhan minum
obatnya cukup baik dapat mencapai penurunan 90%. Pada pasien yang tidak teratur
minum obat (intermittent), efekvitasnya masih cukup baik. Lama profilaksis yang
optimal belum diketahui, tetapi banyak peneliti menganjurkan waktu antara 6-12 bulan
terhadap tersangka dengan hasil uji tuberkulin yang diametemya lebih dari 5-10 mm.
Sedangkan yang mendapat profilaksis 12 bulan adalah pasien HIV positif dan pasien
dengan kelainan radiologis dada. Kontak tuberkulosis dan lain sebagainya cukup
Page 28
melakukan kemoprofilaksis selama 6 bulan saja. Pada negara-negara dengan populasi
tuberkulosis tinggi sebaiknya profilaksis diberikan terhadap semua pasien HIV positif
dan pasien yang mendapat terapi imunosupresi.5,7,9,10
Prognosis
Prognosis bonam jika dikenali sejak dini, diobati dengan baik, dan taat terhadap
pengobatan. Prognosis malam jika terjadi komplikasi karena keterlambatan penanganan, apalagi
jika komplikasi menjadi Ketika pengobatan dengan regimen tertentu telah selesai, ditambah
dengan DOT, angka kekambuhan berkisar dari 0% hingga 14%. Di negara dengan jumlah
penderita TB yang rendah, kekambuhan biasanya terjadi 12 bulan setelah penyelesaian obat dan
karena kekambuhan. Di negara dengan jumlah penderita TB yang tinggi, kebanyakan
kekambuhan setelah pengobatan yang baik adalah karena reinfeksi daripada kekambuhan.
Penanda prognosis buruk adalah keterlibatan jaringan ekstrapulmoner, penderita
immunocompromised, usia lanjut, dan riwayat pengobatan sebelumnya.4,6,8
Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri tahan asam
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri masuk ke tubuh manusia melalui inhalasi, sehingga
sebagian besar manifestasinya adalah di paru. Diagnosis TB paru meliputi pemeriksaan
mikroskopik sputum, pemeriksaan radiologis, dan uji tuberkulin. Penatalaksanaan farmakologis
TB sangat bergantung pada status pasien, apakah pasien merupakan kasus TB baru, pernah
memiliki riwayat pengobatan, dan sebagainya. Bakteri patogen penyebab TB paru ada yang
bermutasi sehingga melahirkan strain-strain yang resisten terhadapa pengobatan, yaitu MDR,
XDR, dan TDR. Penatalaksanaan TBC yang seksama dan tepat dapat meminimalkan
kemungkinan timbulnya resistensi terhadap obat. Jadi, berdasarkan kasus di atas, kita bisa
simpulkan bahwa pria tersebut mengalami TB paru putus obat.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005,h.155,191.
2. Houghton AR. Gray D. Chamberlain’s gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Jakarta:
EGC; 2012,h.103-7.
3. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006. h.32-9.
4. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC; 545-9.
5. WHO. Tb/hiv a clinical manual. Geneva: WHO; 24.
Page 29
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, etall. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
InternaPublishing; 2009. h.2196-9,2231-8,2256-7.
7. Starke JR. Nelson: ilmu kesehatan anak. Ed 15. Jakarta: EGC;2012.h. 1028-37.
8. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, etall. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius; 2008.h.473-6.
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed6. Jakarta:
EGC; 2006. h.852-61.
10. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid 2.
Jakarta: Percetakan Infomedika Jakarta; 2007.h. 573-83.