UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS AKHIR MATA KULIAH MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN Judul: UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DALAM PENANGANAN PATIENT SAFETY DI RUANG STROKE RUMAH SAKIT UMUM P” Dosen : Hanny Handayani, Skp, M.Kep Makalah ini disusun oleh: Christina Anugrahini NPM: 0806446044 Diah Arruum NPM: 0806446095 Ernawati NPM: 0806446233 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS AKHIR MATA KULIAH
MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN
Judul:
UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DALAM PENANGANAN
PATIENT SAFETY DI RUANG STROKE RUMAH SAKIT UMUM P”
Dosen : Hanny Handayani, Skp, M.Kep
Makalah ini disusun oleh:
Christina Anugrahini NPM: 0806446044
Diah Arruum NPM: 0806446095
Ernawati NPM: 0806446233
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
2008
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mutu pelayanan di rumah sakit pada saat ini masih belum memadai. “Mutu
merupakan gambaran total sifat dari suatu jasa pelayanan yang berhubungan dengan
kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan. Mutu dalam pelayanan di rumah
sakit berguna untuk mengurangi tingkat kecacatan atau kesalahan” (Wijono, 1999).
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan hal
itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak awal tahun 1900 Institusi rumah
sakit selalu meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses, dan outcome
dengan berbagai macam program regulasi yang berwenang misalnya antara lain penerapan
Standar Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis dan lain sebagainya. Namun harus
diakui, pada pelayanan yang berkualitas masih terjadi Kejadian Tidak Diduga (KTD) (Dep
Kes R.I 2006).
Keselamatan pasien adalah “suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assament risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan analisis accident, kemampuan
belajar dari accident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko” (Dep Kes R.I, 2006).
Rumah Sakit Umum P merupakan rumah sakit rujukan seluruh Kalimantan Barat
dengan tipe B. Rumah Sakit ini terdiri dari tiga instalasi yaitu, instalasi rawat jalan,
instalasi rawat inap, dan instalasi rawat khusus (ICU, ICCU, HD, OK, VK partus kamar
bersalin). Instalasi rawat inap membawahi 16 ruangan, dengan kapasitas tempat tidur
berjumlah 450. Jumlah perawat 364 orang.
Data yang didapat dari rumah sakit umum P bahwa mutu pelayanan dirumah sakit
tersebut sejak 2 tahun belakangan ini mulai mengalami kemunduran dalam hal
keselamatan pasien yang dikarenakan sekitar 40% ketidakpuasan pasien terhadap mutu
2
pelayanan di rumah sakit tersebut. Indikator terjadinya ketidakpuasan tersebut jika
dikaitkan dengan keselamatan pasien diantaranya didapatkan data kesalahan dalam
prosedur pemberian obat; 22,4 %, angka kejadian cidera 34,5 %, Selain itu data yang
ditemukan pada tahun 2007 rata-rata BOR di ruang Stroke: 65 %. Pada bulan Januari –
Juni 2008 menurun menjadi 58% (Rekam Medik RS P).
Di sisi lain terdapat RS yang telah menjadi pusat percontohan untuk penanganan
patient safety, yaitu RS.J. Rumah Sakit ini sudah mendapatkan akreditasi baik International
Sandart Organization (ISO) terakhir tanggal 20 sampai dengan 21 2008 dan maupun
melalui akreditasi yang diterima dari The Joint Commission International (JCI) Amerika
Serikat pada bulan Febuari 2008, akreditasi JCI merupakan penghargaan akreditasi rumah
sakit terkemuka di dunia yang bertaraf internasional. Penilaian terhadap RS.J dilakukan
dengan standar yang sama dengan rumah sakit bertaraf internasional lainnya.
Pada permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan dalam Penanganan Patient Safety di Ruang Stroke RS. P”
B. Tujuan:
1. Tujuan Umum:
mengetahui gambaran upaya peningkatan mutu pelayanan dalam penanganan
Patient Safety di ruang Stroke RS. P.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengidentifikasi indikator mutu pelayanan di ruang stroke RS. P.
b. Mengidentifikasi indikator keselamatan pasien (patient safety) di ruang
Stroke RS. P
C. Manfaat:
1. Bagi Akademik :
Makalah tentang upaya mutu pelayanan dalam penanganan patient safety
diharapkan dapat menambah informasi bagi akademik bahwa patient safety
masih banyak terjadi di rumah sakit dan perlu menjadi perhatian bagi
mahasiswa dalam penanganan patient safety.
3
2. Bagi Pelayanan Keperawatan:
Makalah ini diharapkan dapat memberi masukan dan menjadi perhatian bagi
petugas kesehatan bahwa menjamin keselamatan pasien merupakan hal yang
sangat penting, perlu adanya Standar Pelayanan terhadap Patient Safety.
Dengan meningkatnya mutu pelayanan di rumah sakit akan dapat meningkatkan
kepuasan bagi pasien.
3. Bagi Penulis:
Makalah ini diharapkan dapat menambah informasi bagi penulis sendiri dan
dapat menjadi tanggung jawab bersama sebagai mahasiswa keperawatan dalam
meningkatkan mutu pelayanan dengan patient safety baik di rumah sakit
pemerintah maupun swasta.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MUTU PELAYANAN
1. Mutu Pelayanan
1.1 Pengertian
Mutu merupakan “sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik oleh penyedia jasa atau
pelayanan” (Tomey, 2006). Aplikasi mutu sebagai suatu sifat dari penampilan produk
atau kinerja yang merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih
keunggulan yan g berkesinambungan, baik sebagai pemimpin pasar atau pun sebagai
strategi untuk terus tumbuh. Keunggulan suatu produk jasa atau pelayanan adalah
tergantung dari keunikan jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan keinginan
pelanggan (Supranto, 2001). Mutu adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan
insinyur, pasar atau ketetapan manajemen. Ia berdasarkan atas pengalaman nyata
pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya,
dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subyektif
sama sekali dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang
kompetitif” (Wijono, 1999)
Jadi mutu merupakan suatu produk yang diberikan kepada pelanggan untuk
memberikan kepuasan akan kebutuhan dalam pelayanan jasa yang diberikan kepada
pelanggan, dengan menjamin kualitas pelayanan yang berkesinambungan, efektif dan
efisien serta tanggap terhadap adanya indikator yang menyebabkan ketidakpuasan.
Manajemen Mutu menurut J.M Juran dan Wijono, 1999 bahwa mutu yang lebih
tinggi memungkinkan untuk mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pekerjaan
ulang, mengurangi kegagalan di lapangan, mengurangi ketidakpuasan pelanggan,
mengurangi keharusan memeriksa dan menguji, meningkatkan hasil kapasitas,
memberikan dampak utama pada biaya, dan biasanya mutu pebih tinggi biaya lebih
sedikit
5
1.2 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Lori Di Prete Brown, et. al dalam Wijono, 1999, menjelaskan bahwa kegiatan
menjaga mutu dapat menyangkut dalam beberapa dimensi:
- Kompetensi teknis, yang terkait dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan
petugas. Kompetensi teknis berhubungan dengan standar pelayanan yang telah
ditetapkan. Kompetensi teknis yang tidak sesuai standar dapat merugikan pasien.
- Akses terhadap pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial
dan ekonomi, budaya atau hambatan bahasa.
- Efektifitas, kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas pelayanan
kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada.
- Hubungan antar manusia, berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dan
pasien, manajer, petugas serta antar tim kesehatan. Hubungan antar manusia yang
baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga
rahasia, menghormati, responsif , dan memberikan perhatian.
- Efisiensi, pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh efisiensi sumber daya
pelayanan kesehatan. Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang
optimal daripada memaksimalkan pelayanan pasien dan masyarakat.
- Kelangsungan pelayanan, klien menerima pelayanan yang lengkap sesuai yang
dibutuhkan. Klien hendaknya mempunyai terhadap pelayanan rutin dan preventif.
kejadian cidera 34,5 %. Tingkat pendidikan perawat di ruang Stroke terdiri dari DIII
Keperawatan 5 (lima) orang, SPK 11 (sebelas) orang, belum pernah dilakukan pelatihan
bagi perawat khusus untuk patient safety di RS.P. Metode pemberian asuhan keperawatan
merupakan metode TIM yang terdiri dari TIM A dan TIM B.
Dalam pemberian Asuhan keperawatan kadang-kadang tidak sesuai standar
operasional prosedur yang sudah ditetapkan. Sarana fasilitas di ruang stroke RS. P kurang
29
memadai seperti halnya penghalang tempat tidur pasien sangat terbatas (dari 38 tempat
tidur hanya ada 5 penghalang yang terpasang), belum ada restrain.
Di sisi lain terdapat RS yang telah menjadi pusat percontohan untuk penanganan
patient safety, yaitu RS.J. Rumah Sakit ini sudah mendapatkan akreditasi baik International
Sandart Organization (ISO) terakhir tanggal 20 sampai dengan 21 2008 dan maupun
melalui akreditasi yang diterima dari The Joint Commission International (JCI) Amerika
Serikat pada bulan Febuari 2008, akreditasi JCI merupakan penghargaan akreditasi rumah
sakit terkemuka di dunia yang bertaraf internasional. Penilaian terhadap RS.J dilakukan
dengan standar yang sama dengan rumah sakit bertaraf internasional lainnya.
30
BAB IV
ANALISA HASIL KAJIAN MUTU PELAYANAN DALAM PENANGANAN
PATIENT SAFETY
A. PENANGANAN PATIENT SAFETY DI RS.P
Pelayanan di rumah sakit menjadi perhatian terus dari masyarakat. Kebutuhan akan
pelayanan yang prima terus menjadi tuntutan dari masyarakat. Keamanan pasien
merupakan ujung tombak untuk melihat peningkatan kualitas pelayanan, untuk itu pihak
rumah sakit perlu mengetahui permasalahan-permasalahan yang menyebabkan penurunan
pada kualits pelayanan dalam penanganan patient safety.
.Dari gambaran kasus di RS. P maka dapat dianalisa permasalahan dengan
menggunakan analisa SWOT. Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan
kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan
kondisi sebagai sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut
kontribusinya masing-masing.
S = Strength, adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program pada saat ini.
W = Weakness,.adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program pada saat ini.
O = Opportunity, adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang di luar organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi di masa depan.
T = Threat, adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi di masa depan.
STRENGTH WEAKNESS OPPORTUNITY THREATENED1. Memiliki visi, misi
keperawatan di ruang Stroke
2. SDM terdiri dari : DIII (6 orang), SPK (11 orang)
1. Kualitas tenaga belum memenuhi kualifikasi
2. Metode TIM belum
1. Terbukanya kesemptan melanjutkan pendidikan pada program yang lebih baik
1. Persaingan antar rumah sakit yang semakin kuat
2. Adanya tuntutan
31
3. Rumah Sakit Pemerintah Tipe B
dijalankan secara optimal
3. Belum ada kualifikasi pendidikan S1 keperawatan dan S1 K3 (Kecelakaan Keamanan Kerja).
4. Belum ada pelatihan patient safety
5. Belum terdapat standard penanganan pada patient safety
2. Adanya program pelatihan/kursus yang telah dimulai pada Nopember 2008
3. Membuat program standar penanganan patient safety
4. Sosialisasi penanganan patient safety ke seluruh karyawan
masyarkat yang lebih tinggi untuk mendapatkan mutu pelayanan yang optimal
Dengan menggunakan pendekatan indikator mutu pelayanan dalam penanganan
patient safety perlu diketahui indikator, kriteria, dan standar dari mutu pelayanan.
Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat
keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama
dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit.
Indikator patient safety bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami
pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan
medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien.
a. Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur. Petunjuk indikator atau tolok ukur
status kesehatan yang ditemukan pada data di RS.P yaitu 40,4% ketidakpuasan
pasien akan pelayanan keperawatan, kesalahan dalam prosedur pemberian obat,
22,4 %, angka kejadian cidera 34,5 %, selain itu data yang ditemukan pada tahun
32
2007 rata-rata BOR di ruang stroke 65 %. Pada bulan Januari-Juni 2008 menurun
menjadi 58%.
Indikator proses
Dalam manajemen pelayanan, metode pemberian asuhan keperawatan belum sesuai
dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan. Terjadinya dekubitus
dikarenakan mobilisasi yang tidak dilakukan secara bertahap, dalam pemberian obat-
obatan belum sesuai dengan prinsip enam benar, cidera pada pasien stroke dikarenakan
kurangnya penghalang tempat tidur. Hal ini terjadi dikarenakan metode dalam proses
pemberian asuhan keperawatan masih fungsional, selain itu kurangnya promosi kesehatan
yang dikarenakan tingkat pendidikan perawat yang masih rendah sedangkan komunikasi
merupakan tindakan yang penting dalam penanganan patient safety.
Indikator outcomes
Pada indikator proses diatas dapat dihasilkan data pada tahun 2007 rata-rata BOR di
ruang stroke 65 %. Pada bulan Januari - Juni 2008 menurun menjadi 58%. Angka cidera
dan kesalahan dalam pemebrian obat dapat mengakibatkan lamanya hari rawat pasien.
Average Length of Stay (Av.LOS) mempunyai arti rata-rata lamanya seorang pasien
dirawat. Indikator ini secara umum bisa memberi gambaran efisiensi pelayanan di rumah
sakit.
Angka LOS ini dapat juga memberikan indikasi mutu pelayanan suatu rumah sakit
Lama hari rawat (LOS) semakin meningkat dimana lamanya stroke yang dirawat biasanya
rata-rata 2 minggu menjadi 1 bulan. 40% ketidakpuasan pasien dalam pelayanan yang
diberikan.
b. Kriteria. Kriteria pada kesalahan pemberian obat, cidera pada pasien.
c. Standar. Standar pada masalah diatas adalah tidak terjadinya angka kejadian tidak
terjadi kesalahan pemberian obat, dan tidak terjadi cidera pada pasien.
33
B. PENANGANAN PATIENT SAFETY DI RS J
Rumah Sakit J merupakan rumah sakit swasta yang berstandarkan Internasional
dengan Akreditasi International Sertification Organisation (ISO) dan Joint Commission
International (JCI). Rumah Sakit J mempunyai kapasitas dan SDM yang memadai. Pada
Unit Stroke RS J Jakarta mempunyai kapasitas 15 tempat tidur, dengan 24 perawat yang
rata-rata berkualifikasi DIII Keperawatan, dengan ditambah beberapa ahli Neurologi yaitu
RN (Register Nurse).
Data yang didapat dari Rumah Sakit J bahwa pada 1 Juni 2005 RS J mulai
membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) dibentuk PERSI. Menteri
Kesehatan bersama PERSI & KKP-RS telah mencanangkan Gerakan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit pada Seminar Nasional PERSI tanggal 21 Agustus 2005, di JCC (Joint
Identifikasi Pasien secara Tepat: Tujuan dari sasaran ini adalah untuk mendapatkan
identitifikasi yang setepatnya dari individu yang menerima
42
perawatan tersebut.
A: Menggunakan paling sedikit dua (2) cara untuk menilai pasien ketika memberikan obat,
darah atau produk dari darah; mengambil contoh darah dan spesimen-spesimen lain untuk
pengujian secara klinis. Nomor ruangan pasien tidak diperbolehkan untuk digunakan
sebagai pengenalan pasien, pengenal yang digunakan untuk semua , pemeriksaan
prosedur, pengantaran obat, pengambilan
sampel dan spesimen, yaitu:
a) Nomor catatan medis pasien harus diperiksa
b) Tanggal lahirnya pasien harus diperiksa – ini harus dilakukan secara lisan atau
mengenai pasien yang tidak sadar, harus ditunjukkan pada gelang nama pasien.
B: Semua pasien yang diprosedur/dioperasi, akan diharuskan unutk memiliki 2 Gelang
Nama pada salah satu diantara pergelangan tangan atau pergelangan kaki.
TARGET 2; SYARAT 2
Meningkatkan komunikasi yang efektif: Komunikasi yg tidak efektif adalah hal yang
paling sering disebutkan sebagai penyebab dalam kasus-kasus Sentinel. Komunikasi harus
tepat pada waktunya, akurat, komplit, tidak rancu dan dimengerti oleh sang penerima.
Penelitian juga menunjukan bahwa penundaan dalam menanggapi hasil yang penting dapat
mempengaruhi secara negatif hasil akhir pasien.
• Menerapkan sebuah proses/prosedur untuk perintah yang disampaikan melalui telepon
(lisan), atau penyampaian hasil uji klinis penting, yang harus diverifikasi dengan
“mengulang” selengkapnya perintah atau pun hasil uji klinis yang diterima, yang harus
dilakukan oleh orang yang menerima informasi tersebut.
• RS J harus mengembangkan dan mensosialisasikan sebuah sistem dimana semua perintah
maupun hasil uji yang diterima harus diverifikasi atau ‘dibacakan ulang’ kepada pihak
yang memberi perintah atau hasil uji klinis tersebut. Termasuk pula proses dokumentasi
dam penanda-tanganan sebagai bentuk konfirmasi atas perintah/hasil uji yang diterima.
TARGET 3; SYARAT 3
Meningkatkan Keamanan Penggunaan Obat yang, membutuhkan perhatian: manajamen
obatobatan yang tepat merupakan faktor penting dalam menjamin keselamatan pasien:
43
• Memindahkan semua konsentrat elektrolit (termasuk potasium klorida, potasium fosfat,
sodium korida > 0.9%, dan tidak terbatas hanya itu semua) dari semua ruang perawatan
pasien.
• Di RS J, potasium banyak disimpan di berbagai area klinik. Penelitian di seluruh dunia
telah menunjukkan bahwa tindakan ini menempatkan pasien dalam bahaya.
Dengan adanya departemen obat-obatan yang buka 24 jam pada semua RS J pemindahan
obat-obatan tersebut tidak akan mempengaruhi jalannya penanganan pasien.
TARGET 4; SYARAT 4, 5 & 6
Mengurangi Salah lokasi, Salah Pasien dan Salah Tindakan Operasi: Tujuan dari target ini
adalah untuk SELALU mengenali Tepat lokasi, Tepat pasien dan Tepat tindakan.
Syarat 4
• Melakukan “time out” tepat sebelum memulai sebuah operasi, untuk memastikan pasien,
prosedur dan bagian tubuh yang akan dioperasi adalah tepat.
• Pada setiap RS J pengecekan langkah- langkah pada setiap operasi atau tindakan sudah
digunakan. Tetapi konsep “time out” akan menjadi hal baru bagi banyak staf medis di
organisasi ini. “Time out” ini harus berupa pengecekan aktif (secara lisan), dilakukan di
tempat dimana tindakan itu akan dilakukan dan melibatkan semua anggota tim dari
operasi/ prosedur, termasuk pula dari pasien, bila memungkinkan.
• RS J menerapkan proses ini dalam rangka memperoleh akreditasi dari JCI. Bukan,
merupakan hal mudah untuk dijalankan, dan tentunya akan dibutuhkan revisi dokumen
implementasi proses dan pendidikan untuk para staf, serta tak lupa, dukungan dari semua
staf.
• Diharapkan, dengan berjalannya waktu, proses “time out” akan menjadi tindakan rutin di
RS J.
Syarat 5
• Membuat suatu proses atau checklist untuk memeriksa semua dokumen dan peralatan
yang diperlukan untuk operasi siap digunakan dan berfungsi dengan baik sebelum
operasi dimulai.
44
• Di setiap RS J, penggunaan checklist sebelum operasi atau tindakan telah dilakukan.
Untuk memenuhi kualifikasi di atas, bisa saja dibutuhkan revisi untuk memasukkan
aspek-aspek penting dalam checklist.
Syarat 6
• Berikan tanda pada bagian yang tepat dimana operasi akan dilakukan. Gunakan tanda
yang dapat dipahami dengan jelas dan libatkan pasien dalam melakukan hal ini.
• Ini adalah konsep baru di RS J. Pemberian tanda diharuskan untuk semua prosedur yang
meliputi:
- Perbedaan kanan dan kiri
- Struktur Multipel (contoh: jari-jari tangan & kaki)
- Tingkat-tingkat (contoh: tulang belakang)
• Pemberiaan tanda tidak diperlukan bila ada luka/lesi yang jelas dimana, luka/lesi tersebut
menjadi bagian yang akan ditindak.
• Prosedur dental dikecualikan dari proses iniwalaupun dental x-ray harus diberi
penandaan.
• Tanda harus jelas dan dimengerti oleh semua. Proses pemberian tanda harus terjadi
sebelum memindahkan pasien ke lokasi dimana tindakan operasi akan dilakukan.
• Proses pemberian tanda adalah tanggung jawab dari dokter bedah atau asistennya.
TARGET 5; SYARAT 7
Mengurangi Risiko Infeksi: Penelitian telah membuktikan bahwa melakukan petunjuk cuci
tangan akan mengurangi transmisi infeksi dari staf ke pasien. Hal ini akan mengurangi
insiden kesehatan yang berhubungan dengan infeksi.
• Mengikuti sesuai dengan petunjuk cuci tangan yang telah dipublikasikan dan diterima
secara umum.
• Di RS J memiliki komitmen sepenuhnya untuk menyajikan praktek terbaik dalam
Pedoman Infection Control. Untuk mendukung kegiatan mencuci tangan di wastafel dan
penenempatan sabun cuci tangan, telah dan akan terus ditinjau ulang di seluruh
rumah sakit.
45
• Edukasi dan auditing adalah bagian yang penting dalam menjaga tingkat kesadaran.
Pedoman Infection Control akan terus ditinjau-ulang dan diperbaharui sesuai kebutuhan,
dan pedoman manual akan tersedia di seluruh area klinik untuk mencapai hasil terbaik.
TARGET 6; SYARAT 8
Mengurangi risiko pasien cidera karena jatuh: Jatuh menjadi salah satu bagian besar dari
penyebab cideranya pasien yang sedang dirawat di rumah sakit.
• Di RS J akan menerapkan sistem dan proses yang menghasilkan pengkajian yang akurat
dan berulang secara berkala pada setiap risiko jatuhnya pasien. Hal ini juga berhubungan
dengan pengkajian ulang pola pemberian obat untuk pasien, dimana nomor dan tipe obat
dapat menjadi penyebab langsung meningkatnya risiko pasien jatuh. Di RS J juga akan
menerapkan tindakan-tindakan preventif untuk mengurangi dan/ menghilangkan segala
risiko yang telah teridentifikasi.
• Mengedukasi pasien, keluarga dan staf menjadi bagian yang penting dalam upaya
menjaga tingkat kesadaran dan mengurangi risiko pasien. Pedoman IPSG sedang
berlangsung di RS J. Terimakasih kepada setiap dan semua orang yang sedang dan akan
terus mendukung , serta terlibat di dalam semua proses perubahan dan penerapan.
Keselamatan pasien dan hasil yang lebih baik adalah goal kita yang
Management resiko Rumah Sakit
Paradigma baru Enterprise Risk Management (ERM) yang mendasari manajemen resiko
Rumah sakit yaitu suatu kerangka kerja dan kerangka berfikir manajemen finansial,
manajemen operasional dan manajemen strategis, yang fokus pada identifikasi,
pengelolaan dan pemanfaatan berbagai resiko di Ruamah Sakit. Sehingga Rumah Sakit
memperoleh keuntungan kompetitif. Resiko adalah modal (capital, Risiko memang secara
klasik berpotensi negatif, tetapi sebenarnya memiliki karakteristik “profitable”.
(Roberta Caroll, editor: Risk Management Hanbook for Health Care Organization, 4th
edition, Jossey Bass, 2004)
46
Tujuan sistem keselamatan pasien RS
1. Menciptakan budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas RS terhadap RS dan masyarakat.
3. Menurunya KTD di RS
4. Melakasanakan program – program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD (Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, DepKes RI, 2006)
Pengorganisasian Sistem Keselamatan Pasien RS
Terkait dengan manajemen mutu dan manajemen risiko RS, Asuhan pasien atau patient
care, patient safety ada ditangan “Padat Profesi” di berbagai unit “point of care” dengan
ujung tombak: Dokter dan Perawat. Pelayanan keselamatan pasien dapat menjadi
“unggulan”. (Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, DepKes RI,
2006)
Jadi, berdasarkan pembahasan diatas maka untuk peningkatan mutu pelayanan
terhadap patient safety perlu dibuat suatu standar patient safety, menghindari terjadinya
kesalahan-kesalahan dalam memberikan tindakan keperawatan, penanganan pasien cidera,
dan kesalahan dalam pemberian obat. Serta dapat mendeteksi segera akan terjadinya
kesalahan-kesalahan yang mengakibatkan terjadinya mal praktek.
Di rumah Sakit P merencanakan penanganan patient safety mulai tahun 2009 s/d
2010 dan jika target keselamatan pasien berhasil maka kegiatan ini akan berjalan secara
berkesinambungan. Adapun rencana kegiatan pengembangan layanan patient safety :
melakukan kajian yang diperlukan meliputi kualifikasi tenaga yang diperlukan (Sarjana
Keperawatan, dan D3 Keperawatan), membentuk tim dalam pembuatan proposal ini,
Mengusulkan kepada pemerintah daerah untuk peningkatan Sumber Daya Manusia melalui
program pendidikan berkelanjutan 1 orang Sarjana Keperawatan (tugas belajar), 2 orang
pendidikan berkelanjutan bagi tenaga SPK kependidikan D3 Keperawatan (tugas belajar),
Pengembangan SDM melalui pelatihan keperawatan patient safety untuk mendapatkan
sertifikasi untuk 25 orang perawat dua kali periode, Merumuskan Standar Asuhan
Keperawatan patient safety diantaranya penyusunan Standar Asuhan Keperawatan (SAK),
47
penyusunan Standard Operating Prosedure (SOP), sosialisasi serta revisi dan penggunaan
SAK dan SOP.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Upaya peningkatan mutu pelayanan berdasarkan dimensi mutu berupa kompetensi
tekhnis dimana perawat memiliki kemampuan, ketrampilan, dan penampilan perawat.
Kompetensi tehnis yang tidak sesuai stándar akan merugikan pasien. Dapat disimpulkan
bahwa upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan di RS.P masih belum maksimal
dalam penanganan pasien safety khususnya dalam pemberian obat-obatan dan penanganan
pasien cidera. Disisi lain RS.J sudah menerapkan penanganan pasien safety dengan standar
international.
Dalam hal ini hendaknya perawat memberi pelayanan secara efektif dan efisien,
menjalin hubungan antar manusia, dan memberi kenyamanan dalam memberikan
perawatan kepada pasien.
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesment risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sehingga peningkatan asuhan keperawatan
yang meliputi aspek bio, psiko, sosio, spiritual dapat terwujud dengan adanya penanganan
pada pasien safety.
B. SARAN
Rumah Sakit diharapkan dapat menetapkan suatu unit kerja keselamatan pasien
rumah sakit dengan fungsi unit kerja mengelola program keselamatan pasien dan pusat
informasi keselamatan pasien. Dalam hal ini RS menetapkan program dan kerangka
48
acuannya, menetapkan alur dan tatalaksana pencatatan dan pelaporan KTD, melakukan
analisis tentang masalah cidera dan kesalahan dalam pemebrian obat.
Selain itu RS dapat menyelenggarakan pelatihan KPRS yang merata untuk seluruh
karyawan sehingga dapat mengatasi cara penanganan patient safety dalam unit kerja.
49
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan R.I(2006). Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit. utamakan keselamatan pasien. Bakit Husada
Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. (konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta.
Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997) Professional nursing practice concept, and prespective. California: Addison Wesley Logman, Inc.
Muninjaya, Gde, A.A.(1999). Manajemen kesehatan. Jakarta. EGC
Nursalam, (2002). Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktik keperawatan profesional. Salemba Medik. Jakarta.
PERSI – KARS, KKP-RS. (2006). Membangun budaya keselamatan pasien rumah sakit. Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember 2006
Potter, P.A and Perry , A.G. (1997). Fundamental of nursing concept; proses and Practice. St. Louis: Mosby. Jilid 2
Supranto.(2001). Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikkan pangsa pasar. Jakarta: Rieneka Cipta
Sitorus, R. (2006). Metode praktik keperawatan pofessional di rumah sakit. penataan struktur & proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat. EGC. Jakarta.
Tomey. A.M. dan Alligoog, M.R.(2006). Nursing theorist and their work. 6th ed. St. Louis: Mosby.
Wijono, D. (1999). Manajemen mutu pelayanan kesehatan . teori, strategi dan aplikasi. Volum e1 dan 2. Airlangga University Press. Surabaya.
Yahya, A. A.(2007). Kecurangan dalam jaminan asuransi kesehatan . Fraud dan Patient Safety. Jakarta.Seminaar PAMJAKI. Hotel Bumi Karsa . 13 Desember 2007.www.pamjaki.org/new/download.php?file=fraud21.pdf
ClinicalNews, http://www.google.co.id/search?hl=id&sa=X&oi=spell&resnum=0&ct=result&cd=1&q=Menangani+Pasien+Safety+di+RS+Siloam&spell=1, Tanggal 25 November 2008, Pukul 16.30 Wib
Semakin majunya ilmu dan tehnologi khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan pasien dengan stroke. Semakin komplek pula permasalahan kesehatan masyarakat. Sehingga dituntut dalam layanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas.
Peningkatan pasien safety merupakan phenomena yang harus dapat diantisipasi dengan peningkatan ilmu pengetahuan khususnya pasien safety. Layanan pasien safety membutuhkan suatu mekanisme tim yang melibatkan segenap komponen tenaga kesehatan ketercukupan tenaga dan kualitas yang sesuai dengan standar ketenagaan yang diperlukan dalam layanan pasien safety, merupakan salah satu syarat untuk layanan berkualitas. Disamping itu layanan pasien safety juga membutuhkan sarana dan prasarana yang lengkap dan menunjang kegiatan pasien safety.
Dari hasil kajian atau analisa pada RS.Y ditemukan beberapa data meliputi, jumlah dan kualifikasi tenaga yang terlibat dalam tim tidak memadai, bahkan tenaga yang seharusnya ada di rumah sakit tidak dimilki seperti: tenaga sarjana K3, dan perawat juga sebagian besar belum mengikuti atau memiliki sertifikat pelatihan atau pendidikan pasien safety (K3). Mekanisme kerja keperawatan yang belum maksimal menerapkan metode TIM, lemahnya control serta belum adanya standar perawatan pasien safety.
Dengan perkembangan iptek dan terbukanya iklim globalisasi serta semakin sadarnya masyarakat akan kesehatan menuntut akan perkembangan pelayanan.
A. Tujuan
Adapun tujuan dari proposal ini adalah pengembangan layanan pasien safety pada
RS.Y
1. Melaksanakan standar keperawatan dalam layanan pasien safety pada RS.Y
dalam rangka mencegah terjadinya pasien safety.
2. Tersedianya tenaga kesehatan professional baik jumlah maupun kualifikasi
enaga (D3, sarjana keperawatan, sarjana K3).
3. Dipenuhinya sarana dan prasarana (alat restrein, tempat tidur dengan
pengamanan).
B. Waktu Pelaksanaan
Perencanaan : Nopember – Desember 2007
Pelaksanaan : Nopember – Desember 2008 - 2010 (tiga tahun)
51
C. Sasaran Pengembangan
1. Sumber daya manusia ketenagaan
2. Manajemen pelayanan pasien safety dalam hal ini pelayanan stroke
3. Sarana dan prasarana (peralatan).
D. Kepanitiaan
Dalam rangka pelaksanaan program dibentuk kepanitiaan yang dialaminya terdapat
unsur direksi, kepala bidang keperawatan, medis, diklat.
E. Pendanaan
Dana pengembangan bersumber dari anggaran pembangunan daerah dan HWS
tahun anggaran 2008 – 2010.
F. Program pengembangan
1. Pengembangan SDM yang meliputi upaya peningkatan sumber daya manusia
yang sudah ada.
2. Pengembangan standar layanan keperawatan pasien safety.
3. Sarana dan prasarana pasien safety.
F. Program antisipasi terhadap pengembangan layanan pasien safety.
Perencanaan pemecahan masalah yang meliputi pengembangan tenaga atau sumber
daya yang ada di RS berupa:
1. Pendidikan berkelanjutan bagi tenaga keperawatan untuk mengambil S1
keperawatan dan S1 K3 (program tugas belajar).
2. Pendidikan internal pasien safety di RS. Y secara berkesinambungan di semua