BLOK : OROMAKSILOFASIAL 1 MODUL : III SKENARIO 3 TUTOR : DRG.NETTY N KAWULUSAN, M.KES PIPI MIRING OLEH : KELOMPOK VII Jennifer A Ratna Juwita Andi Fatima Faradiba Albaar Yadi aditya Kurnia Muh.Arfan Fitriani A Marasabessy Khusnul Ilma Darmayana St.Hardianti Nadya Alifa S Wanty Fajriani Soelistia Ramadhani A.Muh.Arif A.Ika Anggraini FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BLOK : OROMAKSILOFASIAL 1
MODUL : III SKENARIO 3
TUTOR : DRG.NETTY N KAWULUSAN, M.KES
PIPI MIRING
OLEH :
KELOMPOK VII
Jennifer A Ratna Juwita
Andi Fatima Faradiba Albaar
Yadi aditya Kurnia
Muh.Arfan Fitriani A Marasabessy
Khusnul Ilma Darmayana
St.Hardianti Nadya Alifa S
Wanty Fajriani Soelistia Ramadhani
A.Muh.Arif A.Ika Anggraini
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah melimpahkan taufik dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyusun dan
menyajikan makalah ini.
Permasalahan yang kami akan kemukakan adalah mengenai Pipi Miring,
dimana akan dibahas mengenai nervus fasialis, kelumpuhan terhadap nervus fasialis
dimana salah satunya adalah paralisis nervus fasialis, penyebab serta penanganannya.
Kami menyadari dengan sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik untuk penyempurnaan
makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan kita dengan rahmat-Nya
dan makalah ini kami sampaikan dengan harapan dapat memenuhi apa yang
diharapkan.
Makassar, 22 Mei 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………....2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………..……………….….
LATAR BELAKANG…………............................................................................
TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM……………………………………………
TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS………………………………………….
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………..................................................
NERVUS FASIALIS …………………………………………………………….
o Definisi Nervus Fasialis………………………………………………………..
o Anatomi Nervus Fasialis……………………………………………………….
o Perjalanan Nervus Fasialis …………………………………………………….
o Kelumpuhan yang Dapat Terjadi pada Nervus Fasialis…………………….…
o Cara Menegakkan Diagnosis………………..……………………………...….
o Diagnosis pada Kasus……………………………………………..……………
PARALISIS NERVUS FASIALIS ………………………………………………..
o Defenisi Paralisis Nervus Fasialis………………………………………..……
o Mekanisme Terjadinya Paralisis Nervus Fasialis …………………………….
o Etiologi Paralisis Nervus Fasialis………………………………….…………...
o Tanda dan Gejala Paralisis Nervus Fasialis……………………….……………
o Tindakan dan Perawatan Pasien yang Mengalami Paralisis Nervus
Fasialis………………………………………………………………………….
o Prognosis…………………………………………………………………….….
BELL’S PALSY………………………………………………………………..
Dampak yang Ditimbulkan Apabila Tidak Ditangani Lebih Lanjut…………..
BAB III PENUTUP...................................................................................................
Pemeriksaan motorik N.VII perifer : 1. m. frontalis Mengangkat alis ke atas
2. m. sourcilier Mengerutkan alis 3. m. piramidalis Angkat & kerutkan hidung ke atas 4. m. orbikularis okuli Pejam mata sekuatnya5. m. zigomatikus Tertawa lebar sehingga tampak gigi 6. m. levator komunis Memoncongkan mulut ke depan sampai terlihat gigi 7. m. businator Menggembungkan kedua2 pipi 8. m. orbikularis oris bersiul 9. m. triangularis Tarik kedua sudut bibir ke bawah 10. m. mentalis Memoncongkan mulut yg tertutup rapat ke depan
2.6. Diagnosis
Dari tanda dan gejala yang dialami oleh pasien, yakni setelah anestesi pada
gigi 48 pasien mengeluh pipi miring disertai salah satu kelopak mata tidak bisa
ditutup, disimpulkan bahwa diagnosis pada kasus adalah paralisis nervus fasialis.
Paralisis Nervus Fasialis
2.7. Defenisi Paralisis Nervus Fasialis
Paralisis nervus fasialis yaitu suatu kelumpuhan pada nervus fasialis yang
disebabkan adanya kerusakan pada akson, sel Schwan dan selubung myelin yang
dapat bersifat temporer (sementara) dan permanen.Bersifat temporer ketika nervus
fasialis terkena ketika melakukan anestesi lokal, sedangkan bersifat permanen ketika
nervus fasialis terpotong secara tidak sengaja.
2.8. Mekanisme Paralisis Nervus Fasialis
Ketika anestesi lokal diberikan, serabut motorik teranestesi oleh deposisi
anestesi lokal disekitarnya.Contohnya ketika anestetikum mengenai lobus yang dalam
dari glandula parotis, dimana saraf terminal dari enrvus fasialis memanjang.Juga pada
kasus terblokirnya serabut motoris pada quadratus labii inferior dan otot triangularis
sehingga terjadi paralisis bibir bawah.
2.9. Etiologi Paralisis Nervus Fasialis
Dalam bidang kedokteran gigi, etiologi paralisis nervus fasialis sebagai
berikut :
Masuknya anestetikum pada glandula parotis yang terletak di bagian posterior
ramus mandibular, berbatasan dengan m.pterygoideus medialis dan
m.masseter. Mengarahkan jarum terlalu ke posterior atau secara tidak sengaja
membelokkan dalam arah posterior selama blok nervus alveolaris inferior,
atau memasukkan jarum berlebihan pada blok Vazirani-Akinosi dapat
menyebabkan jarum masuk ke kelenjar parotis. Jika didepositkan anestetikum
dapat terjadi paralisis dimana memblokir daerah serviko fasial atau kortiko
temporal dari nervus fasialis
Infiltrasi anestetikum yang berlebihan pada anestesi blok infraorbital yang
menyebabkan paralisis otot ekstra-okular
Kesalahan penyuntikan yang menyebabkan terblokirnya serabut motoris pada
quadratus labii inferior dan otot triangularis, menyebabkan paralisis bibir
bawah
Adanya sumber infeksi di daerah mulut (radang parotis)
Trauma pada waktu operasi sendi temporomandibular. Misalnya trauma pada
bagian kondilus mandibula akan menyebabkan gangguan pada pleksus saraf
fasialis pada bagian atas
Trauma sewaktu pembuangan tumor glandula parotis (terpotongnya nervus
fasialis) dimana terjadi gangguan pada pleksus saraf fasialis bagian bawah
Fraktur pada ramus mandibula yang dapat mengakibatkan putusnya saraf
fasialis
Lesi Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN). Lesi
UMN meliputi tumor dan lesi vaskuler. Lesi LMN, dimana penyebab pada
pons meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia. Pada fossa posterior
meliputi neuroma akustik, meningioma, meningitis kronik. Pada pars petrosa
os temporalis dapat terjadi Bell’s Palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt dan
otitis media
Gangguan pembuluh darah misalnya thrombosis arteri karotis, arteri
maksilaris dan arteri serebri media
Kongenital. Umumnya bersifat irreversible dan terdapat bersamaan dengan
anomaly pada telinga dan tulang pendengaran
Infeksi. Sebagai akibat dari infeksi pada intracranial atau infeksi telinga
tengah dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Infeksi intracranial
yang menyebabkan kelumpuhan ini antara lain Sindrom Ramsey-Hunt, herpes
opticus dan infeksi telinga tengah yaitu otitis media akut dan otitis media
supuratif kronis yang telah merusak kanal faloppi. Lesi telinga tengah dapat
mengakibatkan hilangnya rasa kecap unilateral, namun sangat jarang terjadi
Tanda dan Gejala paralisis Nervus fasialis
Secara umum, pasien tidak akan mampu menutup sebelah matanya, refleks
menutup mata untuk protektif tidak ada. Kornea mempertahankan persarafannya,
sehingga ketika mata mengalami iritasi, refleks kornea tidak ada sehingga air mata
akan mengalir untuk melindungi kornea mata. Wajah pasien juga terlihat
miring.Lipatan nasolabial hilang, sudut mulut turun dan bibir tertarik ke sisi yang
sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan dimana air ludah
akan keluar dari sudut mulut yang turun.
Tindakan dan Perawatan
Tindakan yang dilakukan pada pasien yaitu :
Tenangkan pasien. Jelaskan bahwa keadaan tersebut hanya bersifat sementara
dan akan berlalu dalam beberapa jam tanpa efek/gejala yang tersisa. Jelaskan
bahwa itu disebabkan oleh aksi anestetikum terhadap nervus fasialis yang
merupakan saraf motoris otot ekspresi wajah
Tutup mata pasien yang terkena dengan penutup mata hingga tonus otot
kembali. Instruksikan pasien untuk secara periodik menutup kelopak mata
bawah untuk melindungi kornea
Jika pasien menggunakan kontak lensa, kontak lensa harus dikeluarkan dan
disimpan hingga pergerakan otot kembali normal
Catat kejadian tersebut pada kartu status pasien
Meskipun tidak ada kontraindikasi untuk melakukan anestesi ulang pada
pasien, akan lebih baik bila prosedur tidak dilanjutkan
Lakukan fisioterapi berupa massage otot wajah. Massage dilakukan perlahan
kea rah atas pada otot yang terkena selama 5-10 menit. Pasien dilatih untuk
melakukan sendiri di rumah 2-3 kali sehari.
Pemberian obat-obatan kortison atau prednison yang merupakan golongan
kortikosteroid yang mempunyai efek anti inflamasi. Aktivitas anti inflamasi
ini berhubungan dengan konsentrasi hormon steroid pada daerah inflamasi,
dimana steroid akan menurunkan reaksi inflamasi dengan menghambat
peningkatan permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh inflamasi akut
Operasi, yaitu dekompresi nervus fasialis, nerve graft dan operasi plastik.
Operasi dilakukan apabila :
o Tidak ada penyembuhan setelah beberapa lama (1-2 tahun)
o Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total
o Tidak ada penyembuhan setelah pemberian obat-obatan
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik karena hanya bersifat temporer dan dapat
kembali seperti sedia kala dalam beberapa jam. Prognosis buruk apabila paralisis
bersifat permanen sehingga perlu dilakukan operasi saraf yang umumnya hanya akan
berakhir dengan kelumpuhan.
BELL’S PALSY
Defenisi
Bell’s Palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini berupa paresis atau paralisis fasial
perifer yang terjadi tiba-tiba, bersifat unilateral tanpa penyebab yang jelas. Sindroma
paralisis fasial idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh
Sir Charles Bell, meskipun masih banyak kontroversi mengenai etiologi dan
penatalaksanaannya, Bell’s Palsy merupakan penyebab paralisis fasial yang paling
sering di dunia.
Patofisiologi
Patofisiologi pasti gangguan ini tidak diketahui; hal ini masih diperdebatkan.Sebuah
teori yang paling sering dipakai adalah inflamasi yang terjadi pada nervus fasialis.
Selama proses ini, diameter nervus bertambah dan menjadi terdesak oleh tulang
temporal. Nervus fasialis berjalan melalui bagian tulang temporal yang disebut
kanalis fasialis.Bagian pertama kanalis fasialis (segmen labirintus) merupakan yang
paling sempit. Lubang kecil (diameter sekitar 0,66 mm) pada segmen ini disebut
foramen meatal.Nervus fasialis ditinjau dari perjalanannya yang melalui kanalis
fasialis yang sempit. Maka secara logis dapat terjadi berbagai proses inflamasi,
demielinisasi, iskemia atau penekanan yang kemudian dapat merusak kondisi neuron
pada jalur anatomis ini.
Frekuensi
Di Amerika Serikat, insiden Bell’s Palsy adalah sekitar 23 kasus per 100.000 orang.
Kondisi ini memperngaruhi sekitar 1 orang pada 65 kehidupan. Di dunis, insiden
penyakit kurang lebih sama dengan Amerika Serikat.
Akibat yang Ditimbulkan
Bell’s Palsy dapat menyebabkan gangguan estetik, fungsional dan psikologis pasien
yang mengalami disfungsi nervus residual selama fase penyembuhan atau pada
pasien dengan penyembuhan yang tidak sempurna.
Paralisis parsial
Sinkinesis motorik ( gerakan involunter yang menyertai gerakan volunter)
Sinkinesis otonom (lakrimasi involunter setelah gerakan otot volunter)
Faktor yang Mempengaruhi
Ras. Insiden Bell’s Palsy tampak cukup tinggi pada orang-orang keturunan
Jepang
Jenis kelamin. Tidak ada perbedaan distribusi jenis kelamin pada pasien
dengan Bell’s Palsy
Usia. Usia mempengaruhi probabilitas kontraksi Bell’s Palsy. Insiden paling
tinggi pada orang dengan usia antara 15-45 tahun. Bell’s Palsy lebih jarang
pada orang-orang yang berusia dibawah 15 tahun dan yang berusia diatas 60
tahun.
Gejala Klinis
Riwayat. Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa
bahwa mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir semua
keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi wajah.
Nyeri postauricular. Hampir 50% pasien menderita nyeri di region mastoid.
Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis, tetapi paresis
muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.
Aliran air mata. 2/3 pasien mengeluh mengenai aliran air mata mereka. Ini
disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam mengalirkan air
mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga saccus lacrimalis
dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.
Perubahan rasa. Hanya 1/3 pasien mengeluh tentang gangguan rasa, 4/5
pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini terjadi akibat hanya setengah
bagian lidah yang terlibat.
Mata kering
Hyperacusis. Kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada hidung akibat