BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, menurut Dr. Bambang Setyohadi, Sp.P.D.K.R (Devisi Reumatologi Departemen Penyakit Dalam RSCM), osteoporosis mendapatkan kepopulerannya sejak tahun 2001 dan kemudian menjadi banyak yang memberikan perhatian terhadap salah satu penyakit degenerative ini. Bila Anda mengalami patah tulang hanya karena terpeleset atau terantuk, tubuh yang makin pendek atau makin bungkuk, atau sering mengalami nyeri tulang diseluruh tubuh, perlu diwaspadai. Hal itu merupakan pertanda osteoporosis atau rapuh tulang. Osteoporosis tidak mudah didiagnosis, karena gejalanya tidak khas. Penderita sering kali tidak menyadari, tahu-tahu patah tulang karena hal sepele, misalnya mengangkat koper. Osteoporosis umumnya terjadi pada wanita, terutama setelah menopause, akibat penurunan kadar hormone esterogen secara drastis. Esterogen berperan pada proses remodeling tulang dengan menghambat resorpsi tulang yang berlebihan. Pada pria, osteoporosis terjadi pada usia yang lebih lanjut, sekitar 70 tahun, karena laki-laki 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, menurut Dr. Bambang Setyohadi, Sp.P.D.K.R (Devisi
Reumatologi Departemen Penyakit Dalam RSCM), osteoporosis mendapatkan
kepopulerannya sejak tahun 2001 dan kemudian menjadi banyak yang
memberikan perhatian terhadap salah satu penyakit degenerative ini.
Bila Anda mengalami patah tulang hanya karena terpeleset atau terantuk,
tubuh yang makin pendek atau makin bungkuk, atau sering mengalami nyeri
tulang diseluruh tubuh, perlu diwaspadai. Hal itu merupakan pertanda
osteoporosis atau rapuh tulang.
Osteoporosis tidak mudah didiagnosis, karena gejalanya tidak khas.
Penderita sering kali tidak menyadari, tahu-tahu patah tulang karena hal
sepele, misalnya mengangkat koper. Osteoporosis umumnya terjadi pada
wanita, terutama setelah menopause, akibat penurunan kadar hormone
esterogen secara drastis. Esterogen berperan pada proses remodeling tulang
dengan menghambat resorpsi tulang yang berlebihan.
Pada pria, osteoporosis terjadi pada usia yang lebih lanjut, sekitar 70
tahun, karena laki-laki tidak mengalami menopause. Hormone esterogen
didapat pria dari perubahan hormone testosterone dalam darah. (Zaviera,
2008).
Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik
ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak
pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Seringkali
berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas,
stress oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya. (Mansjoer,
2000).
Prevalensi keseluruhan OA pada tahun 2001 adalah 10,8%. 8,9% pada pria
dan 12,6% pada wanita. Prevalensi lebih tinggi pada perempuan di semua
1
kelompok umur. Pada usia 70-74 tahun, sekitar sepertiga dari pria dan 40%
wanita memiliki OA. Tingkat insiden pada 2000-2001 adalah 11,7%. Jumlah
meningkat dengan usia antara 50 dan 80 tahun. Data epidemiologi OA
menunjukan kondisi patologis yang mendasari dapat diamati pada sendi yang
memungkinkan klasifikasi sebagai OA sekunder sebanyak 41,7% pasien OA
panggul dan 33,4% pasien OA lutut. 82,1% pasien OA pinggul dan 87,4%
pasien OA lutut memiliki perubahan radiografi pada sendi mereka. Prevalensi
OA meningkat dengan usia dan lebih tinggi pada pasien wanita. OA lebih
sering diamati pada pasien OA lutut dibandingkan pada pasien OA panggul
sebanyak 34,9% berbanding 19,3%. (Kopec et al., 2007).
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi osteoporosis dan osteoartritis?
2. Bagaimana epidemiologi osteoporosis dan osteoartritis?
3. Bagaimana etiologi osteoporosis dan osteoartritis?
4. Bagaimana klasifikasi osteoporosis dan osteoartritis?
5. Bagaimana patofisiologi osteoporosis dan osteoartritis?
6. Bagaimana manifestasi osteoporosis dan osteoartritis?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostic osteoporosis dan osteoartritis?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang osteoporosis dan osteoartritis?
9. Bagaimana penatalaksanaan osteoporosis dan osteoartritis?
10. Bagaimana WOC osteoporosis dan osteoartritis?
11. Bagaimana asuhan keperawatan osteoporosis dan osteoartritis?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah, sebagai berikut:
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi osteoporosis dan osteoartritis
2. Mengetahui definisi osteoporosis dan osteoartritis
3. Mengetahui epidemiologi osteoporosis dan osteoartritis
4. Mengetahui etiologi osteoporosis dan osteoartritis
2
5. Mengetahui klasifikasi osteoporosis dan osteoartritis
6. Mengetahui patofisiologi osteoporosis dan osteoartritis
7. Mengetahui manifestasi klinis osteoporosis dan osteoartritis
8. Mengetahui pemeriksaan diagnostik osteoporosis dan osteoartritis
9. Mengetahui pemeriksaan penunjang osteoporosis dan osteoartritis
10. Mengetahui penatalaksanaan osteoporosis dan osteoartritis
11. Mengetahui WOC osteoporosis dan osteoartritis
12. Mengetahui asuhan keperawatan osteoporosis dan osteoartritis
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Osteoporosis
a. Definisi
Secara harfiah, kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti
berlubang. Istilah populernya adalah tulang keropos. WHO dan konsensus
ahli mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit yang ditandai dengan
rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan
tulang, yang menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan
risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak memberikan
keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur. (Zaviera, 2008).
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO
adalah penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik masa tulang yang
rendah dan perubahan mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat
meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya kerentangan tulang
terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi
penurunan masa tulang total. (Lukman, 2009).
Osteoporosis adalah kondisi dimana tulang menjadi tipis, rapuh,
keropos, dan mudah patah akibat berkurangnya massa tulang yang terjadi
dalam waktu yang lama. (Mis nadiarly, 2013).
4
b. Epidemiologi
1. Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita
sebanyak 36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur diatas 70 tahun
untuk wanita 53,6%, pria 38%.
2. Jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dari data
terakhir Depkes, yang mematok angka 19,7% dari seluruh penduduk
dengan alasan perokok di negeri ini urutan ke-2 dunia setelah China.
(Zaviera, 2008).
3. Hasil penelitian menyimpulkan pada usia 35 tahun, satu dari orang di
kawasan Asia berisiko menderita osteoporosis. Bahkan pada rentang
usia 25 tahun bisa sudah berisiko terkena penyakit tersebut.
4. Filiphina dan Indonesia menjadi Negara dengan catatan terburuk
dalam hal kondisi kepadatan tulang. Perempuan Indonesia pada usia
25-65 tahun berisiko tertinggi terkena osteoporosis dibandingkan
negara Asia lainnya. (Misnadiarly, 2013).
c. Etiologi
Berikut ini faktor-faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat
dikendalikan adalah sebagai berikut:
1) Jenis kelamin
Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih
besar dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon
estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35
tahun.
2) Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena
secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya
usia. Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa
tulang yang juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk
menyerap kalsium.
5
3) Ras
Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena
osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia,
Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis
dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang lebih
padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot
yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar. Ditambah
dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika.
4) Pigmentasi dan tempat tinggal
Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa,
mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah
dibandingkan dengan ras kulit putih yang tinggal di wilayah kutub
seperti Norwegia dan Swedia.
5) Riwayat keluarga
Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau
mempunyai massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung
berisiko tinggi terkena osteoporosis.
6) Sosok tubuh
Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena
osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus
lebih berisiko terkena osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.
7) Menopause
Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena
tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen
dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan mempertahankan massa
tulang. Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan
bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang
sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah.
Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa
dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti kanker,
6
mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya
risiko terkena osteoporosis.
Berikut ini faktor–faktor risiko osteoporosis yang dapat
dikendalikan. Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan
kebiasaan dan pola hidup adalah sebagai berikut:
a) Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya
tidak terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat
menurunnya kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan
melakukan olahraga teratur minimal tiga kali dalam seminggu (lebih
baik dengan beban untuk membentuk dan memperkuat tulang).
b) Kurang kalsium
Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh
kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil
kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang
didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak
mungkin diserap usus. (Suryati, 2006).
c) Merokok
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding
bukan perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai
kadar estrogen lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun
lebih cepat dibanding wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung
dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan
penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan tulang/osteoporosis
terjadi lebih cepat.
d) Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada
dinding lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat
tubuh kehilangan kalsium (yang ada dalam darah) yang dapat
7
menurunkan massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan
osteoporosis.
e) Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein
(caffein). Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar
dari tulang, sedangkan kafein meningkatkan pembuangan kalsium
lewat urin. Untuk menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya
konsumsi soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau
mengonsumsi kalsium ekstra (Tandra, 2009).
f) Stress
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu
kortisol yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol
yang tinggi akan meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran
darah dan akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos
sehingga meningkatkan terjadinya osteoporosis.
g) Bahan kimia
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan
makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan
bermotor, dan limbah industri seperti organoklorida yang dibuang
sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh
termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat
pengeroposan tulang. (Waluyo, 2009).
d. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, ada 2 golongan besar osteoporosis menurut
(Misnadiarly, 2013) yaitu:
a. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang bukan disebabkan oleh
suatu (proses alamiah). Osteoporosis yang berhubungan dengan
berkurangnya massa tulang dan/atau terhentinya produksi hormone
(khusus wanita) disamping bertambahnya usia. Osteoporosis terdiri
dari:
8
1. Osteoporosis primer tipe I
Sering disebut dengan istilah osteoporosis pasca menopause
(setelah menopause), yang terjadi pada wanita pasca menopause
(berusis 50-65 tahun), fraktur biasanya pada vertebra (ruas tulang
belakang), tulang iga, atau tulang radius.
2. Osteoporosis primer tipe II
Sering disebut dengan istilah osteoporosis senil, yang terjadi pada
usia lanjut, biasanya berusia 70 tahun, pria dan wanita punya
kemungkinan yang sama terserang, fraktur biasanya pada tulang
paha. Selain fraktur, gejala yang perlu diwaspadai adalah kifosis
dorsalis (kifosis: kelainan bentuk tulang punggung yang
melengkung/bongkok) bertambah. Makin pendek dan nyeri tulang
berkepanjangan.
b. Osteoporosis sekunder, bila disebabkan oleh berbagai kondisi
klinis/penyakit, seperti infeksi tulang, tumor tulang, pemakaian obat-
obat tertntu, dan immobilitas dalam waktu yang lama.
e. Patofisiologi
Menurut definisi, osteoporosis adalah penyakit yang dicirikan oleh
rendahnya massa tulang dan kemunduran struktural jaringan tulang, yang
menyebabkan kerapuhan tulang. Apabila tidak dicegah atau bila tidak
ditangani dengan baik, proses pengeroposan akan terus berlanjut sampai
tulang menjadi patah dan penderitanya mengalami kesakitan dalam
melakukan pergerakan anggota tubuhnya. Patah tulang ini umumnya akan
terjadi pada tulang belakang, tulang panggul, dan pergelangan tangan. Bila
patah terjadi pada tulang panggul, hampir selalu penanganannya melalui
operasi atau pembedahan. Apabila tulang tidak bergeser, biasanya
sambungan disangga dengan plat dan batang logam. Namun bila
sambungan tulang bergeser, penggantian dengan sendi tiruan dapat
dilakukan. Perggantian sendi tiruan memerlukan biaya pengobatan yang
sangat besar. Patah tulang panggul juga bisa membuat seseorang tidak
9
mampu berjalan tanpa bantuan dan bisa menyebabkan kecacatan
permanen. Patah pada tulang belakang dapat menyebabkan berkurangnya
tinggi tubuh, rasa sakit pada tulang belakang yang parah, dan perubahan
bentuk tubuh.
Dalam keadaan normal, tulang dalam keadaan seimbang antara proses
pembentukan dan penghancuran. Fungsi penghancuran (resorpsi) yang
dilaksanakan oleh osteoklas, dan fungsi pembentukan yang dijalankan
oleh osteoblas senantiasa berpasangan dengan baik. Fase yang satu akan
merangsang terjadinya fase yang lain. Dengan demikian tulang akan
beregenerasi. Keseimbangan kalsium, antara yang masuk dan keluar, juga
memiliki peranan yang penting, bahkan merupakan faktor penentu utama
untuk terjadinya osteoporosis adalah kadar kalsium yang masih terdapat
pada tulang. Seseorang memiliki densitas tulang yang tinggi (tulang yang
padat), mungkin tidak akan sampai menderita osteoporosis. Kehilangan
kalsium tidak akan mencapai tingkat dimana terjadi osteoporosis. Lebih
kurang 99% dari keseluruhan kalsium tubuh berada di dalam tulang dan
gigi. Apabila kadar kalsium darah turun di bawah normal, tubuh akan
mengambilnya dari tulang untuk mengisinya lagi. Dengan bertambahnya
usia, keseimbangan sistem mulai terganggu. Tulang kehilangan kalsium
lebih cepat dibanding kemampuannya untuk mengisi kembali. Secara
umum, osteoporosis terjadi saat fungsi penghancuran sel-sel tulang lebih
dominan dibanding fungsi pembentukan sel-sel tulang, karena pola
pembentukan dan resopsi tulang berbeda antar individu. Para ahli
memperkirakan ada banyak faktor yang berperan mempengaruhi
keseimbangan tersebut. Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang
berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang
lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan
hilangnya kalsium dari tulang.
10
Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang mencapai
kepadatan maksimal berjalan paling efisien sampai umur mencapai 30
tahun, dengan bertambahnya usia, semakin sedikit jaringan tulang yang
dibuat. Dengan usia yang lanjut, jaringan tulang yang hilang semakin
banyak. Penelitian memperlihatkan bahwa setalah mencapai usia 40 tahun,
akan kehilangan tulang sebesar 0,5% setiap tahunnya. Pada wanita dalam
masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi negatif dengan
tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause. Faktor hormonal
menjadi sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai
resiko lebih besar untuk menderita osteoporosis. Pada masa menopause,
terjadi penurunan kadar hormon estrogen. Estrogen memang merupakan
salah satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium tulang.
Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat
kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.
f. Manisfestasi Klinis
Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai
puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang
sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan
perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya
akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut: