OBLIGASI SYARIAH A. PENDAHULUAN Obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “Obligatie” yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan “obligasi” yang berarti kontrak. Dalam Keputusan Presiden RI Nomor 775/KMK 001/1982 disebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan hutang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (Badan Pelaksana Pasar Modal). Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa obligasi adalah surat hutang yang dikelaurkan oleh emiten (bisa berupa badan hukum atau persuahaan, bisa juga dari pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasional maupun ekspansi dalam memajukan investasi yang mereka laksanakan. Secara umum jenis obligasi dapat dilihat dari penerbitnya, yakni obligasi korporasi dan obligasi negara. Obligasi Negara terdiri dari beberapa jenis yaitu pertama; obligasi rekap yakni obligasi yang diterbitkan dalam rangka porgram rekpitulisasi perbankan. Kedua; surat utang negara (SUN), yakni obligasi yang diterbitkan untuk membiayai defisit APBN, ketiga; obligasi ritel, yakni obligasi yang sama dengan surat utang negara (SUN), diterbitkan untuk membiayai defisit anggaran negara, tetapi nilai nominalnya dibuat secara kecil agar dapat dibeli secara ritel
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
OBLIGASI SYARIAH
A. PENDAHULUAN
Obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “Obligatie” yang dalam bahasa Indonesia
disebut dengan “obligasi” yang berarti kontrak. Dalam Keputusan Presiden RI Nomor 775/KMK
001/1982 disebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan hutang atas
pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya
tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat pembayarannya telah
ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (Badan Pelaksana Pasar Modal). Dari pengertian di atas
dapat diketahui bahwa obligasi adalah surat hutang yang dikelaurkan oleh emiten (bisa berupa
badan hukum atau persuahaan, bisa juga dari pemerintah) yang memerlukan dana untuk
kebutuhan operasional maupun ekspansi dalam memajukan investasi yang mereka laksanakan.
Secara umum jenis obligasi dapat dilihat dari penerbitnya, yakni obligasi korporasi dan
obligasi negara. Obligasi Negara terdiri dari beberapa jenis yaitu pertama; obligasi rekap yakni
obligasi yang diterbitkan dalam rangka porgram rekpitulisasi perbankan. Kedua; surat utang
negara (SUN), yakni obligasi yang diterbitkan untuk membiayai defisit APBN, ketiga; obligasi
ritel, yakni obligasi yang sama dengan surat utang negara (SUN), diterbitkan untuk membiayai
defisit anggaran negara, tetapi nilai nominalnya dibuat secara kecil agar dapat dibeli secara ritel
oleh para investor menengah ke bawah, keempat; obligasi sukuk, sama dengan surat utang
negara, tetapi sukuk ini dikeluarkan berdasarkan prinsip syariah. Sebagai suatu efek, obligasi
bersifat dapat diperdagangkan di Pasar Modal. Ada dua jenis pasar obligasi, yakni yang pertama;
pasar primer, yaitu pasar yang merupakan tempat diperdagangkannya obligasi saat mulai
diterbitkan. Salah satu persyaratan ketentuan Paasar Modal, obligasi harus dicatat di bursa efek
untuk ditawarkan kepada masyarakat. Dalam hal ini lazimnya dicatat di Bursa Efek Surabaya
(BES). Kedua; pasar sekunder merupakan tempat diperdagangkannya obligasis Setelah
diterbitkan dan tercatat di Bursa Efek Surabaya (BE), perdagangan akan dilakukan secara Over
the Counter (OTC). Artinya tidak ada tempat perdagangan secara fisik.
B. PEMBAHASAN
1. JENIS DAN PERINGKAT OBLIGASI
Heru Sudarsono membagi jenis dan peringkat obligasi yang dikenal di Pasar Modal
Indonesia, sebagai berikut :
1. Berdasarkan Penerbitan
a. Obligasi Pemerintah Pusat
b. Obligasi Pemerintah Daerah
c. Obligasi Badan Usaha Milik Negara
d. Obligasi Perusahaan Swasta
2. Berdasarkan Jaminan
a. Unsecured bonds / debentures atau obligasi tanpa jaminan
b. Indenture atau obligasi dengan jaminan
c. Mortgage bond atau obligasi yang dijamin dengan properti
e. Collateral trust atau obligasi yang dijamin dengan sekuritas
f. Equipment trust certificates atau obligasi yang dijamin aset tertentu
g. Collateralized mortgage atau obligasi yang dijamin pool of mortgages atau portofolio
mortgage-backed securities
3. Berdasarkan Jenis Kupon
a. Fixed rate, obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap sejak diterbitkan hingga jatuh
tempo
b. Floating rate, obligai yang tingkat bunganya mengikuti tingkat kupon yang berlaku di
pasar
c. Mixed rate, obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap untuk periode tertentu
4. Berdasarkan Peringkatnya
a. Investement grade bonds, minimal BB+
b. Non-investment-grade bonds, CC atau speculative bond dan D atau junk bond
5. Berdasarkan Kupon
a. Coupon bonds pada obligasi berkupon
b. Zero coupon bonds, untuk obligasi nirkupon
6. Berdasarkan Call Feature
a. Freely collable bond, obligasi yang dapat ditarik kembali oleh penerbitnya setiap waktu
sebelum masa jatu tempo
b. Non-collable bond, setelah obligasi diterbitkan dan terjual, tidak dapat dibeli/ditarik
kembali oleh penerbitnya sebelum obligasi tersebut jatuh tempo
c. Deffered collable bond, adalah kombinasi antara freely collable bond dan non-collable
bond
7. Berdasarkan Konversi
a. Convertible bond, obligasi yang dapat ditukarkan saham setelah jangka waktu tertentu
b. Non-convertible bond, obligasi yang tidak dapat dikonversi menjadi saham
8. Jenis Obligasi Lainnya
a. Income bond, obligasi yang membayarkan kupon jika emiten penerbitnya mendapatkan
laba
b. Guaranteed bon, obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan cabang tetapi tidak didukung
oleh perusahaan induk
c. Participating bond, obligasi yang memiliki hak menerima atas laba selain penghasilan
bunga secara periodik
d. Voting bond, obligasi yang mempunyai hak suara
e. Serial bond, obligasi yang pelunasannya berdasarkan nomor seri
f. Inflation Index bond, atau disebut juga treasury inflation protection securities (TIPS),
obligasi yang nilai nominalnya (principal) selalu disesuaikan dengan tingkat inflasi yang
berlaku.
2. PROSEDUR MELAKUKAN INVESTASI OBLIGASI
Keuntunga.n dalam berinvestasi dengan obligasi dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya
adalah pengetahuan tentang peluang para individu dalam melihat peluang dan mempeljari seluk
beluk sarana investasi itu sendiri. Dalam mencapai berbagai tujuan keuangan keluarga beragam
produk investasi tersedia, tinggal para investor untuk memilih produk alternative mana yang
akan dijadikan andalan investasi, apa reksadana, saham, emas, dan investasi di sektor properti di
pasar modal. Selain produk ini pasar modal juga menawarkan investasi melalui surat utang
jangka panjang atau obligasi. Jika pilihan para investor jatuh pada obligasi, maka ada beberapa
tahap yang perlu dilalui supaya tujuan investasi melalui obligasi memberikan hasil yang
maksimal dan sesuai dengan rencana. Tahapan tersebut seperti di bawah ini2 :
1. Membuka rekening
Tahap awal yang harus dilakukan dalam proses transaksi obligasi adalah memilih
perusahaan sekuritas yang memiliki divisi fixed income yang menangani pembelian dan
penjualan obligasi. Pilih perusahaan dengan pengalaman, tim yang solid baik trader / dealer
ataupun riset serta fee yang kompetitif. Dengan membuka rekening, investor bisa mendapatkan
informasi perkembangan dan perdagangan obligasi setiap saat, sehingga investor mendapatkan
pengetahuan pergerakan pasar obligasi secara akurat dan up to date.
2. Memahami produk obligasi
Pada tahap ini, investor dianjurkan untuk mempelajari seluk beluk informasi yang
dibutuhkan mengenai obligasi, baik mengenai investasinya sendiri, potensi resiko yang
terkandung, maupun potensi keuntungannya. Hal ini dapat diperoleh dengan mempelajarinya
secara mandiri, bertanya kepada bagian riset perusahaan sekuritas, dimana investor membuka
rekening atau melalui internet. Dengan mempelajari instrumen obligasi secara lengkap,
diharapkan investor mengenal investasi tersebut dengan baik, sehingga mempermudah
pengambilan keputusan investasi. Mempelajari instrumen, dimana investor ingin menempatkan
investasi, akan memberikan manfaat maksimal dalam mencapai rencana yang diinginkan.
3. Melakukan analisis
Analisis dilakukan, agar keputusan yang diambil sesuai dengan apa yang diinginkan,
yaitu kestabilan pendapatan. Aspek-aspek yang dibutuhkan seperti kupon, jangka waktu, nilai
penerbitan dan peringkat. Latar belakang serta profil penerbit juga menjadi pertimbangan sendiri.
Dengan informasi yang lengkap, diharapkan keputusanyang diambil tidak menimbulkan
kerugian yang cukup besasr. Dianjurkan untuk membandingkan antara obligasi sejenis.
4. Memberikan amanat beli
Setelah melalui analisis, investor memperoleh jenis obligasi yang ingin dibeli. Tahap
selanjutnya adalah memberikan amanat pembelian kepada trader atau broker obligasi yang telah
kita pilih. Pihak trader akan melakukan pembelian obligasi sesuai dengan jenis serta harga yang
diinginkan. Misalkan pembeli akan melakukan pembelian obligasi ASII (Astra Internasional)
tahun 2002 dengan harga 105 atau harga premium. Biasanya nilai pari atau nominal adalah
sebesar Rp 100.
5. Menyiapkan dana
Membeli obligasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Satuan pembelian obligasi
biasanya bernilai Rp 1 miliar, sehingga sulit bagi investor individu untuk dapat ikut berinvestasi
dalam obligasi. Namun ada juga yang menawarkan satuan bernilai Rp 50 juta atau Rp 100 juta.
Setelah amanat pembelian diajukan, sebaiknya dana tersebut sudah dialokasikan. Jangan sampai
dikenakan penalty, karena keterlambatan dalam pembayaran. Selain itu, penempatan dana tunai
yang serba mendadak mungkin bisa mengganggu kelancaran aliran arus kas keuangan investor
dan keluarga.
6. Menyelesaikan pembayaran obligasi
Pembayaran dana pembelian obligasi dilakukan melalui transfer ke rekening perusahaan
sekuritas tersebut. Setelah pembayaran selesai, maka investor sebagai pembeli tinggal menunggu
proses settlement atas transaksi tersebut. Obligasi yang telah dibeli akan tercantum di dalam
rekening perusahaan sekuritas yang tercatat di KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia).
Pemindahtanganan hak atas obligasi akan sangat mudah dilakukan secara elektronik, karena saat
ini fisik obligasi tidak lagi berupa sertifikat, namun sudah scriptless (tahap warkat). Administrasi
pembukuan akan dilakukan oleh bank kustodian perusahaan sekuritas. Untuk hal ini, tentunya
bank bersangkutan akan memungut biaya tertentu.
3. PRINSIP-PRINSIP OBLIGASI SYARIAH
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 32/DSNMUI/ IX/2002 menjelaskan, yang
dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil / margin / fee, serta membayar kembali dana obligas pada saat jatuh tempo. Menurut Heru
Sudarsono, obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap sebagaimana yang terdapat
dalam obligasi konvensional, tetapi lebih merupakan penyerta dana yang didasarkan pada prinsip
bagi hasil. Transaksinya bukan akad utang piutang melainkan penyertaan. Obligasi sejenis ini
lazim dinamakan muqaradhah bond, dimana muqaradhah merupakan nama lain dari
mudharabah. Dalam bentuknya yang sederhana obligasi syariah diterbitkan oleh sebuah
perusahaan atau emiten sebagai pengelola atau mudharib dan dibeli oleh investor atau shahib
maal. Dana yang terhimpun disalurkan untuk mengembangkan usaha lama atau pembangunan
suatu unit baru yang benarbenar berbeda dari usaha lama. Bentuk alokasi dana yang khusus
(specially dedicated) dalam syariah dikenal dengan istilah mudharabah muqayyadah. Atas
penyertaannya, investor berhak mendapatkan nisbah keuntungan tertentu yang dihitung secara
proporsional dan dibayarkan secara periodik.
Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu bahwa obligasi adalah surat hutang, dimana
pemegangnya berhak atas bunga tetap, prinsip obligasi syariah tidak mengenal adanya hutang,
tetapi mengenal adanya kewajiban yang hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset / produk
maupun jasa yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan. Obligasi syariah lebih
merupakan penyerta dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Transaksinya bukan akad
utang pituang, melainkan penyertaan. Obligasi sejenis ini lazim dinamakan muqaradhah bond,
dimana muqaradhah merupakan nama lain dari mudharabah. Dalam bentuknya yang sederhana
obligasi syariah diterbitkan oleh sebuah perusahaan (emiten) sebagai pengelola (mudharib) dan
dibeli oleh investor (shahib maal). Dalam harga penawaran, jatuh tempo pokok obligasi, saat
jatuh tempo, dan rating antara obligasi syariah dengan obligasi konvensional tidak ada
perbedaannya. Perbedaan terdapat pada pendapatan dan return. Perbedaan yang paling mendasar
antara obligasi syariah dan obligasi konvensional terletak pada penetapan bunga yang besarnya
sudah ditetapkan / ditentukan di awal transaksi dilakukan. Sedangkan pada obligasi syariah saat
dilakukan transaksi (jual beli) belum ditentukan besarnya bunga. Yang ditentukan adalah berapa
proporsi pembagian hasil apabila mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Perbedaan
obligasi konvensional dengan obligasi syariah dapat dilihat di bawah ini4 : Keterangan Obligasi
Syariah Obligasi Konvensional Harga penawaran 100% 100% Jatuh tempo 5 tahun Pokok
obligasi saat jatuh tempo 100% 100% Pendapatan Bagi hasil Bunga Return 15,5 – 16% indikatif
15,5 – 16% Rating AA+ AA+ Namun dalam obligasi syariah lebih kompetitif disbanding
obligasi konvensional sebab pertama: Kemungkinan perolehan dari bagi hasil pendapatan lebih
tinggi daripada obligasi konvensional. Kedua : Obligasi syariah aman karena untuk mendanai
proyek prospektif. Ketiga: Bila terjadi kerugian (di luar kontrol), investor tetap memperoleh
aktiva. Keempat: Terobosan paradigma, bukan lagi surat utang, tapi surat Investasi.
4. BENTUK-BENTUK OBLIGASI SYARIAH
Obligasi syariah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah,
ijarah, istisna, salam, dan murabahah. Tetapi diantara prinsip-prinsip instrumen obligasi ini yang
paling banyak dipergunakan adalah obligasi dengan insturmen prinsip mudharabah dan ijarah.
1. Obligasi Mudharabah
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang mengunakan akad
mudahrabah. Akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal/
investor) dengan pengelola (mudharib / emiten). Ikatan atau akad mudahrabah pada hakikatnya
adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa hubungan kerjasama antara pemilik usaha
dengan pemilik harta, dimana pemilik harta (shahibul maal) hanya menyediakan dana secara
penuh (100%) dalam suatu kegiatan usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha.
Sedangkan pemilik usaha (mudharib / emiten) memberikan jasa, yaitu mengelola harta secara
penuh dan mandiri (directionery) dalam bentuk aset pada kegiatan usaha tersebut.
Dalam Fatwa No. 33 / DSN-MUI / X / 2002 tentang obligasi syariah mudharabah,
dinyatakan antara lain bahwa:
a. Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah
yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatn kepada pemegang obligasi syariah merupakan bagi ahsil,
margin atau fee serta membayar dana obligasi pada saat obligasi jatuh tempo.
b. Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudarabah
dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No. 7 / DSN-MUI / IV / 2000 tentang
Pembiayaan Mudharabah.
c. Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai mudharib (pengelola modal), sedangkan
pemegang obligasi mudharabah bertindak sebagai shahibul maal (pemodal).
d. Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
e. Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad.
f. Apabila emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan
dana dan pemodal dapat meminta emiten membuat surat pengakuan utang.
g. Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindahtangankan selama disepakati dalam akad.
Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan struktur obligasi mudharabah, di
antaranya :
a. Obligasi syariah mudharabah merupakan bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk
investasi dalam jumlah besar dan jangka waktu yang relatif panjang.
b. Obligasi syariah mudharabah dapat digunakan untuk pendanaan umum (general
financing), seperti pendanaan modal kerja ataupun capital expenditure.
c. Mudharabah merupakan percampuran kerjasama antara modal dan jasa (kegiatan usaha),
sehingga membuat strukturnya memungkinkan untuktidak memerlukan jaminan
(collateral) atas aset yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan
dasar akad jual beli yang mensyaratkan jaminan atas aset yang didanai.
d. Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur murabahah dan ba‟i
bi‟thaman ajil menjadi mudharabah dan ijarah.
Adapun ketentuan atau mekanisme obligasi syariah mudharabah adalah :
a. Kontrak atau akad mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
b. Rasio atau presentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen
pendapatan (revenue sharing) atau keuntungan (profit sharing). Namun berdasarkan fatwa
No. 15/DSN-MUI/IX/2000 bahwa yang lebih maslahat adalah penggunaan revenue
sharing.
c. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara konstan, meningkat, ataupun menurun dengan
mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
d. Pendapatan bagi hasilmerupakan jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi
hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah.
Bagi hasil yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah
dengan pendapatan / keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam
laporan keuangan konsolidasi emiten.
e. Pembagian hasil pendapatan atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik (tahunan,
semesteran, kwartalan, maupun bulanan).
f. Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka
obligasi syariah memberikan indicative return tertentu. Produk obligasi mudharabah juga
dapat dikonversi menjadi saham setelah dalam jangka waktu tertentu dengan persetujuan
pemiliknya. Sehingga pemilik surat ini berubah menjadi musyarrik muaqqat (mitra
kerjasama kontemporer) bagi perusahaan. Dalam keuntungan investasinya menjadi
pemilik saham atau mitra kerjasama selamanya. Pada prinsipnya, obligasi mudharabah
yang dikonversi menjadi saham sama dengan obligasi mudharabah baik yang muthlaqah
maupun muqayyadah. Persamaan adalah samasama menggunakan prinsip musyarakah
dan al-ghunm bi alghurm dalam hal pembagian keuntungan, sehingga dalam hal ini
sesuai dengan kaidah-kaidah Islam dalam distribusi keuntungan investasi.
Adapun ketentuan-ketentuan yang berlaku berkaitan dengan konversi obligasi
mudharabah menjadi saham adalah:
a. Wajib menjaga kaidah-kaidah yang ditetapkan untuk pertambahan modal sesuai dengan
undang-undang negara tempat perusahaan yang mengeluarkan obligasi.
b. Wajib menjaga keseimbangan keuangan dengan sumbersumbernya, baik dari dalam
maupun dari luar.
c. Tanggal dan syarat-syarat konversi menjadi saham harus dijelaskan, serta jangka waktu
yang mana pemilik surat obligasi tersebut meminta untuk mengkonversikan ke dalam
saham.
d. Wajib menjelaskan kadar batas maksimal pengeluaran bagi saham yang baru jika ada.
e. Penjelasan tanggal pengembalian harga obligasi dalam kondisi tidak dikonversikan ke
dalam saham.
2. Obligasi Ijarah
Obligasi Ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah suatu
jenis akad untuk mengambilmanfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta
memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara
atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik
objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai
dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Ketentuan
akad ijarah sebagai berikut :
a. Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta
perdagangan) maupun berupa jasa.
b. Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah
pihak.
c. Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
d. Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau
sewa / upah.
e. Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh
objek tetap terjaga.
f. Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Investor dapat bertindak sebagai penyewa (musta‟jir). Sedangkan emiten dapat bertindak
sebagai wakil investor. Dan propery owner, dapat bertindak sebagai orang yang
menyewakan (mu‟jir). Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam hal ini; transaksi
pertama terjadi antara investor dengan emiten, dimana investor mewakilkan dirinya
kepada emiten dengan akad wakalah, untuk melakukan transaksi sewa menyewa dengan
property owner dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten (sebagai
wakil investor) dengan property owner (sebagai orang yang menyewakan) untuk
melakukan transaksi sewa menyewa (ijarah).
b. Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa
tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa menyewa tersebut, maka diterbitkanlah
surat berharga jangka panjang (obligasi syariah ijarah), dimana atas penerbitan obligasi
tersebut, emiten waib membayar pendapatn kepada investor berupa fee serta membayar
kembali danaobligasi pada saat jatuh tempo. Sebagai contoh transaksi obligasi ijarah
adalah pemegang obligasi memberi dana kepada Toko Matahari untuk menyewa sebuah
ruangan guna keperluan ekspansi. Yang mempunyai hak manfaat atas sewa ruangan
adalah pemegang obligasi, tetapi ia menyewakan / mengijarahkan kembali kepada Toko
Matahari. Jadi harus membayar kepada pemegang obligasi sejumlah dana obligasi yang
dikeluarkan ditambah return sewa yang telah disepakati. Obligasi ijarah lebih diminati
oleh investor, karena pendapatannya bersifat tetap. Terutama investor yang paradigmanya
masih konvensional konservatif dan lebih menyukai fixed income.
5. KENDALA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN OBLIGASI
SYARIAH
Kendala dalam pengembangan obligasi syariah diantaranya sebagai berikut :
1. Belum banyak masyarakat yang paham tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi sistem
yang digunakannya. Hal tersebut tidak lepas dari ruang sosialisasi obligasi syariah yang
dikondisikan hanya terbatas oleh para pemodal yang memiliki dana lebih dari cukup.
2. Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan
pragmatis. Hal ini yang menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan di
masa yang akan datang menjadikan investor lebih memilih obligasi konvensional
daripada obligasi syariah.
3. Di usia yang masih relatif muda dan sistem yang berbeda, obligasi syariah dikondisikan
untuk menghadapi masyarakat yang kurang percaya akan keberadaan sistem yang belum
ia kenal.
Sedangkan usaha yang perlu dilakukan untuk menjawab kendala-kendala obligasi syariah
adalah sebagai berikut :
1. Langkah-langkah sosialisasi dilakukan untuk membangun pemahaman masyarakat akan
keberadaan obligasi syariah di tengah-tentah masyarakat. Keterlibatan praktisi,
akademisi dan ulama sangat diperlukan dalam usaha-usaha obligasi syariah.
2. Usaha untuk menarik pasar emosional secara statistik relative lebih sedikit daripada
pasar rasional. Oleh karenanya obligasi syariah tidak bisa hanya sekedar menunggu
sampai adanya perubahan paradigma setidaknya obligasi syariah mampu menangkap
kondisi yang ada sebagai peluang yang bisa digunakan untuk meningkatkan
produktivitasnya.
3. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, usaha untuk meningkatkan
profesionalitas, kualitas, kapabilitas, dan efisiensi untuk selalu dilakukan oleh obligasi
syariah.
6. EMISI OBLIGASI SYARIAH
Syarat-syarat untuk menerbitkan obligasi syariah adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa
No.20/DSNMUI/ IV/2001.
Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang betentangan dengan syariah Islam
diantaranya adalah :
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi
konvensional.
c. Usaha yang memproduksi, mendistribusikan serta memperdagangkan makanan dan
minuman haram.
d. Usaha yang memproduksi, mendistribusikan dan atau menyediakan barang-barang atau
jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
2. Peringkat investasi grade
a. Memiliki fundamental usaha yang kuat.
b. Memiliki fundamental keuangan yang kuat.
c. Memiliki citra yang baik bagi publik.
3. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII).
C. PENUTUP
Demikianlah, beberapa hal mengenai obligasi syariah. Oleh karena terbatasnya waktu, dan
sulitnya memperoleh literatur yang membahas masalah obligasi secara luas dan mendalam, maka
makalah yang sederhana ini tidak luput dari kekurangan. Namun demikian, Penulis berharap
semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Heru Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonosia-FH UII, Yogyakarta, 2007.