Top Banner
MAKALAH HADITS DAN KEHUJJAHANNYA Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Al-Qur’an Hadits Dosen Pengampu : Achmad Dahlan, Lc., M.A. Disusun Oleh : Ulfah Kholiliana Nefiyanti 14530049 JURUSAN ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR HADITS
35

MAKALAH NEW Copy

Feb 25, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MAKALAH NEW Copy

MAKALAH

HADITS DAN KEHUJJAHANNYA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Al-Qur’an Hadits

Dosen Pengampu : Achmad Dahlan, Lc., M.A.

Disusun Oleh :

Ulfah Kholiliana Nefiyanti

14530049

JURUSAN ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR HADITS

Page 2: MAKALAH NEW Copy

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2014 / 2015

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah

SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga kami

dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa pula

sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari masa yang

penuh kejahiliyyahan menuju masa yang penuh dengan

keilmuan.

Makalah kami yang berjudul Hadist dan Kehujjahannya

ini, kami tulis dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata

kuliah Al-Qur’an/Hadist yang diampu oleh Achmad Dahlan,

Lc., M.A. dan sebagai wujud keperdulian kami untuk

masyarakat serta bukti pengamalan ilmu yang kami dapat.

Kami sangat berterima kasih kepada Beliau, karena

dengan Tugas yang diberikan ini, membuat kami semakin

terpacu untuk belajar lebih mendalam, terutama materi

yang berkaitan dengan makalah ini.

Page 3: MAKALAH NEW Copy

Kami sangat menyadari bahwa dalam makalah ini

masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu,

kami mengharapkan kritik dan saran yang positif agar

kedepannya kami dapat menyusun makalah dengan lebih

baik lagi.

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Yogyakarta, 10 Desember

2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................... i

DAFTAR ISI....................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................ 1

A. Latar Belakang.......................... 1

B. Rumusan Masalah......................... 2

Page 4: MAKALAH NEW Copy

C. Tujuan Penulisan........................ 2

BAB II PEMBAHASAN................................ 3

A. Definisi Hadist......................... 3

B. Bagian-Bagian Dalam Hadist.............. 6

C. Terminologi Terkait Hadist.............. 8

D. Kehujjahan Hadist dan Hubungannya dengan Al-

Qur’an..................................... 14

BAB III PENUTUP.................................. 24

A. Kesimpulan.............................. 24

B. Saran................................... 24

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Page 5: MAKALAH NEW Copy

A. Latar Belakang

Secara bahasa, hadits berarti baru, dekat, dan

kabar. Sedangkan menurut istilah, hadits berarti

segala perkataan (aqwal), perbuatan (af’al) dan

ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad S.A.W.. Akan tetapi

para ulama Ushul Fiqh, membatasi pengertian hadits

hanya pada perkataan Nabi Muhammad S.A.W. yang

berkaitan dengan hukum, sedangkan apabila mencakup

pula perbuatan dan ketetapan yang berkaitan dengan

hukum, maka disebut dengan ”sunnah”.

Beranjak dari pengertian-pengertian di atas,

menarik dibicarakan lebih dalam mengenai hal yang

berkaitan dengan hadits dan kehujjahan (kedudukan)

hadits sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-

Qur’an.

Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi,

yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an merupakan

sumber hukum utama dalam Islam. Akan tetapi

kenyataannya ada beberapa perkara yang sedikit sekali

Al-Qur’an menjelaskannya atau secara global saja,

atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-

Qur’an. Salah satu contohnya adalah tentang tata cara

shalat yang tidak mungkin dipraktekan tanpa bantuan

dari hadits Nabi. Karena Al-Qur’an sendiri tidak

Page 6: MAKALAH NEW Copy

menyebutkan tata cara shalat itu dan Al-Qur’an hanya

menegaskan wajibnya shalat lima waktu saja.

Oleh karena itu, untuk memperjelas dan merinci

kemujmalan Al-Qur’an tersebut, maka diperlukan

hadits. Imam Abu Hanifah pernah berkata: ”Tanpa hadits

tak seorangpun dari kita yang dapat memahami Al-Qur’an”.

Mempelajari Hadits Nabi Muhammad S.A.W. juga

mempunyai keistimewaan tersendiri sebagaimana sabda

beliau “Allah membuat bercahaya wajah seseorang yang

mendengar dari kami sebuah hadits kemudian menghafalnya dan

menyampaikannya…” (Abu Daud dan At-Tarmidzi).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hadits?

2. Bagaimana bagian-bagian dalam hadits?

3. Bagaimana terminologi terkait hadits?

4. Bagaimana kehujjahan hadits dan hubungannya dengan

Al-Qur’an?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahaui pengertian hadist

2. Mengetahui bagian-bagian dalam hadist

3. Mengetahui terminlogi terkait hadist

4. Mengetahui kehujjahan hadist dan hubungannya

dengan Al-Qur’

Page 7: MAKALAH NEW Copy

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hadist

1. Pengertian Hadits

Kata hadits berasal dari bahasa Arab, al-hadist

yang berarti hasil pembicaraan atau berita Nabi

Muhammad S.A.W.. Dalam bahasa Arab dapat dipakai

sebagai kata sifat, yang bermakna al-jadid (yang

Page 8: MAKALAH NEW Copy

baru), lawan dari al-qadim (yang lama). Sedangkan

secara istilah kata hadits bermakna komunikasi,

cerita, dan perbincangan baik berkaitan dengan

masalah keagamaan maupun keduniawian, bersifat

historis maupun kekinian.1

Definisi hadits secara terminologi disampaikan

oleh para ulama secara berbeda-beda yang dapat

dirangkum sebagai berikut :

a. Menurut ahli hadits (Muhadditsun)

Hadits yaitu segala riwayat yang berasal dari

Rasulullah S.A.W. baik berupa perkataan, perbuatn,

ketetapan (taqrir), sifat fisik, dan tingkah laku

Rasulullah S.A.W., baik sebelum diangkat menjadi

Rasul maupun sesudahnya.2

b. Ulama Ushul Fiqh/Ahli Hukum (Ushuliyyun)

Hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan

kepada Nabi Muhammad S.A.W., selain Al-Quran Al-

Karim, baik berupa perkataan, perbuatan maupun

taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan hukum

syara’ atau dapat dijadikan sebagai dalil hukum

syari’ah.3

1 Muhammad Mustafa ‘Azami, Metodologi Kritik Hadis terj. A. Yamin (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 17.

2 Muhammad Mustafa ‘Azami, Metodologi Kritik Hadis terj. A. Yamin (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 19.

3 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist (Jakarta: Bukan Bintang, 1987), hlm. 20.

Page 9: MAKALAH NEW Copy

c. Ulama Fiqh (Fuqaha’)

Hadist adalah segala perbuatan yang

ditetapkan oleh Rasulullah S.A.W., namun

pelaksanaannya tidak sampai kepada tingkat wajib,

dapat ditinggalkan namun dipandang lebih baik dan

lebih utama (afdhal) untuk diamalkan.

d. Ulama Lain

Hadits adalah segala sesuatu yang berasal

dari sahabat Nabi Muhammad S.A.W. dan tabi’in.

Pendapat ini didasarkan pada adanya istilah hadits

marfu’ (hadist yang disandarkan kepada Nabi

S.A.W.), hadist mauquf (hadist yang disandarkan

hanya sampai kepada sahabat Nabi S.A.W.), dan

hadits maqtu’ (hadist yang disandarkan hanya sampai

kepada tabi’in).

2. Sunnah, Khabar dan Atsar

Ada istilah lain yang digunakan untuk

mengungkapkan makna yang sama dengan arti hadits,

yaitu sunnah, atsar, dan khabar. Kebanyakan para

ahli menggunakan istilah tersebut sebagai sinonim.

Meskipun demikian, ada sebagian ahli menggunakan

dalam makna yang berbeda. Mereka menggunakan kata

sunnah dan khabar semakna dengan istilah hadits dan

Page 10: MAKALAH NEW Copy

kata atsar untuk menunjukkan perkataan atau

keputusan para sahabat.

a. Pengertian Sunnah

Menurut bahasa sunnah merupakan jalan, arah,

peraturan, mode atau cara tentang tindakan atau

sikap hidup.4 Dalam kitab Mukhtar As-Sihah,

disebutkan bahwa sunnah secara etimologis berarti

tata cara dan tingkah laku atau perilaku hidup,

baik yang terpuji maupun tercela. Menurut

istilah, para ulama juga berbeda-beda dalam

memberikan definisi terhadap sunnah:

a) Menurut Ulama Hadits (Muhadditsun)

Sunnah adalah segala apa yang menjadi

peninggalan Nabi Muhammad S.A.W. berupa

perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat (watak

budi atau fisik), atau tingkah laku Nabi

Muhammad S.A.W., baik sebelum masa kenabian

maupun sesudahnya. Dalam hal ini, menurut

mayoritas ulama, sunnah merupakan sinonim dari

hadits.

b) Menurut Ulama Ahli Hukum (Usul Fiqh)

Sunnah adalah segala perkataan yang

disandarkan kepada Nabi Muhammad S.A.W. selain4 Muhammad Mustafa ‘Azami, Metodologi Kritik Hadis terj. A.

Yamin (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 20.

Page 11: MAKALAH NEW Copy

Al-Qur’an, perbuatan, atau ketetapan beliau

yang dapat dijadikan sebagai dalil hukum

syara’.5

c) Menurut Ahli Fiqh (Fuqaha’)

Segala sesuatu yang ditetapkan Nabi S.A.W.

yang belum sampai pada tingkatan fardlu atau

wajib.

b. Pengertian Khabar

Khabar menurut bahasa adalah berita yang

disampaikan dari seseorang kepada orang lain.

Sedangakan menurut istilah khabar yaitu segala

sesuatu yang disandarkan kepada Nabi S.A.W. dan

selain beliau, sehingga mencakup hadits marfu’,

mauquf, dan maqtu’. Khabar lebih cenderung

sinonim dengan hadits, bahkan lebih luas dari

hadits.

c. Pengertian Atsar

Atsar menurut bahasa adalah bekas/sisa

sesuatu. Para fuqaha’ memakai istilah atsar untuk

perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabi’in

dan lain-lain. Sedangkan menurut istilah, atsar

adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada5 Imam Muhsin dkk., Al-Hadist (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN

Sunan Kalijaga, 2005), hlm. 11.

Page 12: MAKALAH NEW Copy

selain Nabi Muhammad S.A.W. yang secara khusus

dinamakan hadits mauquf.

B. Bagian-Bagian Dalam Hadist

1. Rawi

Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa

berarti ma irtafa’a minal al-ardhi (tanah yang meninggi).

Sedang menurut istialah adalah:

د م�ن ال�كلام ه ال�سن ل�ي� هى ا� ت� ن� م�ا ي��“Suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”

Atau redaksi lain ialah:

ه ي� �ن ها م�عا وم ب�$ ق� ت� ى ن�( ي-�ث+ ال�ت� اظ1 ال�حد ل�ف ا5“Lafazh-lafazh hadis yang di dalamnya mengandung

makna-makna tertentu”.

Ada juga redaksi yang lebih silmpel lagi, yang

menyebutkan bahwa matan adalah ujung sanad (gayah

as-sanad). Dari semua pengertian di atas,

menunjukan, bahwa yang dimaksud dengan matan, ialah

materi atau lafazh hadis itu sendiri.

2. Sanad

Kata Sanad merunurt bahasa adalah “sandaran”,

atau sesuatu yang ita jadikan sandaran. Dikatakan

Page 13: MAKALAH NEW Copy

demikian, karena hadist bersandar kepadanya.

Menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan

pengertian. Al-Badru bin Jama’ah dan Al-Thiby

mengatakan bahwa Sanad adalah:

ن ق� ال�مت� ي:� ار ع�ن ط�ر ن$ خ� الا�“Berita tentang jalan matan”.

Yang lain menyebutkan:

ن ال ال�موص�له� ل�لمت� س�لسله� ال�رج�$

“Silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadist),

yang menyampaikan kepada matan hadist”

Ada juga yang menyebutan:

ول لوا ال�مت�ن ع�ن م�صدره الا5 ف� ن ن� ي-� س�لسله� ال�رواه� ال�د

“Silsialah para perawi yang menukilkan hadist dari

sumbernya yang pertama”.

3. Matan

Kata rawi secara bahasa berarti periwayatan.

Sedangkan menurut istilah ulumul hadist, rawi

adalah orang yang meriwayatkan atau memberikan

hadist (naqil al-hadist).

Page 14: MAKALAH NEW Copy

Dalam penelitian hadits, terdapat cabang ilmu

yang khusus membahas tentang kondisi perawi hadits,

baik ditinjau dari sisi positif  maupun sisi

negatif perawi hadits tersebut. Ilmu tersebut

dikenal dengan istilah “Ilmu Jarh dan Ta’dil”.

Sebagian ahli mengatakan bahwa ilmu Jarh dan Ta’dil

tersebut sebenarnya berasal dari ilmu Rijal Al-

Hadits.

Seorang rawi merupakan salah satu faktor

penting keabsahan sebuah hadits, karena jika sebuah

hadits berasal dari rawi yang tidak terpercaya,

bisa jadi itu bukanlah sebua hadits murni atau

asli, melainkan sebuah perkara yang dibuat-buat.

C. Terminologi Terkait Hadist

1. Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadist

a. Sanad adalah sejarah perjalanan matan atau

jalan yang menyampaikan kepada matan.

b. Matan ialah perkataan yang bersanad.

c. Rowi ialah orang yang meriwayatkan hadits

atau khobar.

d. Al-Mukhorrij ialah ahli hadits yang

mengeluarkan hadits-hadits yang berbeda sanadnya

dengan hadits-hadits dari kitab seorang ahli

hadits, tetapi tidak memenuhi standar sanadnya

penyusun kitab itu, seperti Abu Nu’aim mentakhrij

Page 15: MAKALAH NEW Copy

hadits-hadits dalam Shohih Bukhari dan Ahmad bin

Hamdan mentakhrij hadits-hadits dalam Shohih

Muslim. Hadits-hadits yang ditakhrij para

mukhorrij itu dikumpulkan dalam kitab yang

disebut Mustakhraj.

e. Al-Mudain ialah orang yang mengkodifikasi

(menyusun buku) hadits.

f. At-Thoriq ialah jalan datangnya hadits dari

seorang imam yang mendengarkan atau mengeluarkan

hadits.

g. Al-Muhaddits ialah orang yang ahli dalam

masalah hadits, mengetahui sanad-sanad, ilat-ilat

para perowi secara lengkap, mana yang rengking

atas dan bawah, memahami Kutubut Tis’ah, Mu’jam al

Baihaqi, dan Mu’jam at Thabrany, dan hafal sekurang-

kurangnya 1000 hadits dengan sanadnya. Di antara

imam-imamnya antara lain yaitu ‘Atho bin Robah.

h. Al-Hakim ialah seorang ahli hadits, mengetahui

setiap rowi dengan sejarah hidupnya, guru-

gurunya, dan sifat-sifatnya yang baik maupun yang

tercela. Sekurang-kurangnya dia hafal 300 ribu

hadits dengan sanadnya. Di antara imam-imamnya

adalah sebagai berikut:

- Ibnu Dinar, wafat 162 H.

- Laits bin Sa’ad, wafat 175 H.

- Imam Malik, wafat 179 H.

Page 16: MAKALAH NEW Copy

- Imam Syafi’I, wafat 204 H.

i. Al-Hafidz ialah ahli hadits yang lebih khusus

dari Al-Muhaddits. Sekurang-kurangnya hafal 100

ribu hadits beserta sanadnya. Di antara Imam-

imamnya adalah:

- Imam Al-Iraqi

- Imam Syarifuddin

- Ibnu Hajar Al-Asqolani

- Ibnu Daqiq Al-‘Id

j. Al-Hujjah ialah gelar bagi orang yang sanggup

menghafal 300 ribu hadits beserta sanadnya

seperti Al-Hakim, namun dari segi penguasaannya

terhadap ilmu hadits lebih umum dibandingkan

dengan Al-Hakim. Di antara imamnya:

- Hisyam bin Urwah, wafat 146 H.

- Abu Hudzaid Muhammad bin Walid, wafat 149 H.

- Muhammad Abdullah bin Amr, wafat 242 H.

k. Amirul mu’minin gelar khalifah bagi para

Muhadditsin. Disebut ‘Amirul Mu’minin karena mereka

perintis dalam menyebarkan sunnah Rasulullah

S.A.W di jamannya. Diantara para muhadditsin yang

mendapat gelar ini antara lain yaitu Syu’bah,

Sufyan At-Tsaury, Ishaq Ibn Rohawaih, Ahmad Ibn

Hanbal, Al-Bukhari, Ad-Darquthny, dan Muslim.

l. Musnid ialah orang yang meriwayatkan hadits

beserta sanadnya.

Page 17: MAKALAH NEW Copy

m. Musnad ialah kitab yang terkumpul di dalamnya

hadits-hadits yang diriwayatkan setiap sahabat.

Seperti Musnad Imam Ahmad.

n. Riwayat ialah perjalanan hadits atau khobar

dari Nabi S.A.W.

2. Cabang-Cabang Ilmu Hadist

a. Ilmu Rijal Al-Hadist

Ilmu untuk mengetahui para perawi hadist dalam

kapasitas mereka sebagai perawi hadist ilmu ini

sangat penting kedudukannya dalam bidang ilmu

hadist, karena pada saat ini ada dua yaitu matan

dan sanad. Ilmu Rijal Al-Hadist memberikan

pengertian kepada persoalan khusus persoalan

seputar sanad.

b. Ilmu Al-Jarah wa Ta’dil

Ilmu yang membahas kecacatan rawi, seperti

keadilan dan kedhabitannya. Sehingga dapat

ditentukan siapa di antara perawi itu yang dapat

diterima atau ditolak hadsit yang

diriwayatkannya. Ilmu Al-Jarah wa Ta’dil ini

dikelompokan oleh sebagian ulama kedalam ilmu

hadist yang pokok pembahasannya berpangkal kepada

sanad dan matan.

c. Ilmu Tarikh Ruwat

Page 18: MAKALAH NEW Copy

Ilmu untuk mengetahui para pwrawi hadist yang

berkaitan dengan usaha periwayatan mereka

terhadap hadist. Ilmu ini mengkhususkan

pembahasannya secara mendalam pada aspek

kesejarahan dari orang-orang yang terlibat dalam

periwayatan.

d. Ilmu Ilalil Hadist

Ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi

yang mencacatkan keshahihan hadist, seperti

mengatakan muttasil terhadap hadist munqati’,

menyebat hadist marfu’ kepada hadsit mauquf.

e. Ilmu Nasikh wa Mansukh

Ilmu yang membahas hadist-hadist yang berlawanan

yang tidak dapat dipertemukan dengan cara

menentukan sebagiannya sebagai nasikh dan

sebagian lainnya sebagai mansukh, bahwa yang

datang terdahulu disebut mansukh dan yang datang

dinamakan nasikh.

f. Ilmu Asbabi Wurudil Hadist

Ilmu yang menerangkan sebab Nabi menuturkan

sabdanya dan masa-masanya nabi menuturkan itu.

Ulama yang mula-mula meyusun kitab ini adalah Abu

Hafash Umar Ibnu Muhammad Ibnu Rajak Al-Ukbary

dari murid Ahmad.

g. Ilmu Ghraib Al-Hadist

Page 19: MAKALAH NEW Copy

Ilmu untuk mengetahui dan menerangkan makna yang

terdapat pada lafadz-lafadz hadist yang jauh dan

sulit dipahami, karena lafadz-lafadz tersebut

jarang digunakan. Sesudah berlalu masa sahabat,

yakni abad pertama dan para tabi’in pada tahun

150 H., mulailah bahasa Arab yang tinggi tidak

diketahui lagi umum. Satu-satu orang saja lago

yang mengetahuinya. Oleh karena itu, berusahalah

para ahli mengumpul kata-kata yang dipandang

tidak dapat dipahamkan oleh umum dan kata-kata

yang kurang terpakai dalam pergaulan sehari-hari

dalam sesuatu kitab dan mengsarahkannya.

h. Ilmu At-Tashif

Ilmu pengetahuan yang berusaha menanamkan tentang

hadist-hadist yang sudah diubah titik/syakalnya

atau bentuknya.

i. Ilmu Muktalif Al-Hadist

yang membahas hadist-hadist yang menurut lainnya

bertentangan atau berlawanan, kemudian ia

menghilangkan pertentangan tersebut atau

mengkompromikan antara keduanya, sebagaimana juga

ia membahas tentang hadist-hadist yang sulit

difahami isi atau kandungannya dengan cara

menghilangkan kemuskilan atau kesulitannya serta

menjelaskan hakikatnya.

j. Ilmu Talfiqiel Hadist

Page 20: MAKALAH NEW Copy

Ilmu yang membahaskan tentang cara mengumpulkan

antara hadist-hadist yang berlawanan lahirnya.

Dikumpulkan itu adakalanya dengan mentahkhisiskan

yang ‘Am atau mentaqyidkan yang mutlak atau

dengan memandang banyak kali terjadi. Ilmu ini

dinamai juga dengan ilmu Mukhtaliful Hadist, di antara

para ulama besar yang telah berusaha menuyusun

ilmu ini ialah Al-Imamusy Syafi’i, Ibnu Qutaibah,

dan Ibnul Jauzy kitabnya bernama At-Tahqiq sudah

disarahkan oleh Ustad Ahmad Muhammad Syakir.

D. Kehujjahan Hadist dan Hubungannya dengan Al-Qur’an

1. Kehujjahan Hadits

Kehujjahan hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan

hadits yang wajib dijadikan hujjah atau dasar hukum

(al-dalil al-syar’i) selain Al-Qur’an yang dibuktikan

dengan dalil-dalil syari’ah.

Para ulama sepakat bahwa hadits menempati

kedudukan kedua setelah Al-Qur’an. Meskipun di

dalam Al-Qur’an tidak pernah diterangkan bahwa

dasar hukum kedua adalah hadits. Hanya saja, konsep

yang menunjukkan kewenangan Nabi S.A.W dalam

melahirkan sumber hukum kedua (hadits) secara

langsung dari Al-Qur’an dengan menyinggung tentang

kepatuhan terhadap Rasulullah S.A.W., bahkan

Page 21: MAKALAH NEW Copy

merupakan suatu kewajiban mengikuti segala perilaku

Nabi S.A.W..6

Sehubungan dengan hal tersebut, berikut ini

merupakan dalil-dalil serta kesepakatan ulama dalam

membuktikan hadits sebagai sumber hukum kedua

setelah Al-Qur’an :

a. Dalil Al-Qur’an

- Dalam Al-Qur’an, Allah telah menerangkan

kewajiban mempercayai dan menerima segala yang

disampaikan oleh Rasul kepada umatnya untuk

dijadikan pedoman hidup. Di antara ayat-ayat yang

dimaksud tersebut yaitu:

“Allah sekali-sekali tidak akan membiarkan orang-orang yang

beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia

menyisihkan yang buruk (munafiq) dari yang baik (mukmin). Dan

Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal

gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di

antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan

rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka

bagimu pahala yang besar”. (Q.S. Ali Imran: 179)

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada

Allah dan Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan kepada

Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi

siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Rasul-

6 Muhammad Mustafa ‘Azami, Metodologi Kritik Hadis terj. A.Yamin (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 25.

Page 22: MAKALAH NEW Copy

rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu

telah sesat sejauh-jauhnya” (Q.S. An-Nisa’: 136).

- Dalam Al-Qur’an, Allah telah menjelaskan

kedudukan Nabi Muhammad S.A.W. Di antara ayat-

ayat yang dimaksud tersebut yaitu:

Sebagai pensyarah (penafsir) Al-Qur’an

Allah S.W.T. berfirman:

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Zikru, agar kamu

menerangkan pada umat manusia apa yang telah

diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”

(Q.S. An-Nahl: 44).

Sebagai pembuat hukum (legislator)

Allah S.W.T. berfirman:

“Nabi SAW menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan

mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan

membuang dari beban yang melilit mereka” (Q.S. Al-

A’raf: 157).

Sebagai teladan kaum muslimin

Allah S.W.T. berfirman:

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri

tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang

mendambakan rahmat Allah S.W.T. dan kedatangan hari

Page 23: MAKALAH NEW Copy

kiamat dan dia selalu menyebut Allah” (Q.S. Al-Ahzab:

21)

Wajib dipatuhi oleh seluruh kaum muslimin

Allah S.W.T. berfirman:

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan untuk

ditaati dengan segala seijin Allah” (Q.S. An-Nisa: 64)

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia

telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari

ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi

pemelihara bagi mereka” (Q.S. An-Nisa: 80).

b. Dalil Hadits

Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:

"Ingat! Bahwa saya diberi Al-Qur’an dan yang seperti Al-

Qur’an (Hadits)" (H.R. Abu Daud).

“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan

tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu

kitab Allah dan sunnahku” (H.R. Al-Hakim dan

Malik).

“Wajib bagi sekalian berpegang teguh kepada sunnahku

dan sunnah khulafa ar-sasyidin (khalifah yang mendapat

petunjuk), berpagang tegulah kamu sekalian denganya”

(H.R. Abu Daud dan Ibn Majah).

Page 24: MAKALAH NEW Copy

c. Kesepakatan (Ijma’) shahabat

Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai,

menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang

terkandung di dalam hadits ternyata sejak

Rasulullah S.A.W. masih hidup (langsung dari

Nabi), sepeninggal beliau, semenjak masa Khulafa’

Al-Rasyidin hingga masa-masa selanjutnya tidak ada

yang mengingkarinya. Banyak di antara mereka yang

tidak hanya memahami dan mengamalkan isi

kandungannya, akan tetapi bahkan mereka

menghafal, memelihara, dan menyebarluaskan kepada

generasi-generasi selanjutnya.

Banyak peristiwa menunjukkan adanya

kesepakatan menggunakan hadits sebagai sumber

hukum Islam, antara lain dapat diperhatikan

peristiwa berikut:

Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia

pernah berkata:

“Saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu

yang diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah

S.A.W., sesungguhnya saya takut tersesat bila

meninggalkan perintahnya”.

Saat Umar bin Khatab berada di depan Hajar

Aswad ia berkata

Page 25: MAKALAH NEW Copy

“Saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya

saya tidak melihat Rasulullah S.A.W.

menciummu, saya tidak akan menciummu”.

Ali bin Abu Thalib berkata “Kami melihat

Rasulullah S.A.W. berdiri, lalu kami berdiri,

dan beliau duduk, kami pun duduk”.

d. Ijma Ulama

Imam Abu Hanifah berkata:

“Apabila Hadits itu shahih, maka itulah

madzhabku”.

“Apabila aku mengemukakan suatu pendapat yang

bertentangan dengan kitab Allah dan khabar dari

Rasulullah S.A.W., maka tinggalkanlah

pendapatku”.

Imam Malik berkata :

“Sesungguhnya aku adalah manusia yang terkadang

salah dan terkadang benar, maka lihatlah

pendapatku, apabila sesuai dengan Al-Qur’an dan

hadits maka ambillah. Setiap yang tidak sesuai

dengan Al-Qur’an dan hadits, tinggalkanlah”.

Page 26: MAKALAH NEW Copy

“Tidak seorangpun yang hidup setelah Nabi

S.A.W. kecuali sabdanya yang dibuat pegangan

dan semua pendapat ditinggalkan kecuali sabda

Nabi .SA.W.”.

e. Petunjuk Akal/ Ra’yu (logika)

Agama Islam yang diikuti oleh umat sekarang

ini adalah agama yang dibawa oleh utusan Allah

S.W.T. yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad

S.A.W.. Jika kita percaya kepada beliau sebagai

utusan Allah S.W.T., kitapun tentunya wajib

menaati segala peraturan yang dibawanya. Sebab

beliau hanya sekedar menyampaikan apa yang

diterima dari Allah S.W.T., baik isi maupun

formulasinya dan kadang kala atas inisiatif

sendiri dengan bimbingan ilham dari Tuhan.

Namun, tidak jarang beliau membawakan hasil

ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang

tidak ditunjuk oleh wahyu dan juga tidak

dibimbing oleh ilham, tetapi selalu dalam

petunjuk dan bimbingan-Nya, sehingga hasil

ijtihad beliau tetap berlaku sampai ada nash

yang menasakhnya.

1. Hubungan dan Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur’an

Page 27: MAKALAH NEW Copy

Al-Qur’an dan hadist sebagai pedoman hidup,

sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara yang

satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Al-

Qur’an sebagai sumber ajaran utama yang memuat

ajaran-ajaran yang bersifat umum. Oleh karena itu,

kehadiran hadist berfungsi sebagai sumber ajaran

kedua setelah Al-Qur’an untuk menjelaskan (bayan)

keumuman isi Al-Qur’an tersebut.

Sesuai firman Allah SWT:

“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami

turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat

manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya

mereka memikirkan” (QS. An-Nahl:44)

Allah S.W.T. menurunkan Al-Qur’an agar dapat

dipahami oleh manusia, maka Rasulullah S.A.W.

diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-

cara melaksanakan ajaranya melalui hadist-

hadistnya.

Fungsi hadits sebagai penjelas (bayan) Al-

Qur’an dalam pandangan ulama berbeda-beda,

diantaranya:

a. Imam Malik bin Annas, menyebutkan ada lima

macam fungsi hadist terhadap Al-Qur’an, yaitu:

- Bayan At-Taqrir

- Bayan At-Tafsir

- Bayan At-Tafshil

Page 28: MAKALAH NEW Copy

- Bayan Al-Ba’ts

- Bayan At-Tasyri’

b. Imam Syafi’i menyebutkan ada lima fungsi

yaitu:

- Bayan At-Tafshil

- Bayan At-Takhshish

- Bayan At-Ta’yin

- Bayan At-Tasyri’

- Bayan An-Nasakh

Berikut ini merupakan fungsi hadits yang

disepakati oleh para ulama:

1. Bayan At-Ta’kid

Bayan Al-Ta’qid disebut juga Bayan Al-Taqrir

dan Bayan Al-Itsbat. Yang dimaksud dengan bayan

ini adalah menetapkan, memperkokoh/memperkuat,

dan mengungkapkan kembali isi/keterangan yang

terkandung dalam Al-Qur’an. Contoh hadits yang

diriwayatkan Muslim:

طروا )رواه م�سلم( ف� ا5 ت�موه ف� ��ن ا را5 ذ صوم�وا وا� ت�موه ف� ��ن ا را5 ذ ا� ف�Dari Ibnu Umar ra. berkata, Rasulullah S.A.W.

telah bersabda: “Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka

berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah”

(H.R. Muslim)

Page 29: MAKALAH NEW Copy

Hadist ini Menguatkan ayat dalam Surah Al-

Baqarah ayat 185:

“Maka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan,

hendaklah ia berpuasa...” (Q.S. Al-Baqarah:185)

2. Bayan At-Tafsir

Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah hadist

berfungsi untuk menjelaskan secara pemerinci

(tafsil) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih

bersifat global (mujmal), memberikan

batasan/persyaratan (taqyid) ayat-ayat Al-Qur’an

yang bersifat mutlak dan mengkhususkan (takhsish)

ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum (shalat,

puasa, zakat, jual beli, nikah, qishahs, hudud,

dsb.)

a. Menjelaskan secara rinci terhadap ayat Al-

Qur’an:

Rasulullah S.A.W. bersabda:

ارى وم�سلم( ح ص�لى )رواه ال�ب$ ت�مون� ى ا5 ��ن ص�لوا ك�ما را5

“Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat” (H.R.

Bukhari). Hadist ini member rincian terhadap

ayat: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah

beserta orang-orang yang ruku'” Q.S. (Al-Baqarah: 43).

Page 30: MAKALAH NEW Copy

b. Memberi batasan (taqyid) terhadap ayat Al-

Qur’an:

Rasulullah S.A.W. bersabda: “Rasulullah S.A.W.

didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau

memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan”. Hadist

ini memberi batasan terhadap ayat:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,

potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa

yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan

Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-

Maidah: 38).

c. Mengkhususkan (takhshish) keumuman ayat Al-

Qur’an:

Nabi S.A.W. bersabda: “Tidaklah orang Muslim mewarisi

dari orang kafir, begitu juga kafir tidak mewarisi dari orang

muslim” (H.R. Bukhari). Hadist ini mengkhususkan

keumuman ayat: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang

(pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagiaan

seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak

perempuan ...” (Q.S. An-Nisa’: 11).

3. Bayan At-Tasyri’

Bayan At-Tasyri’ adalah hadits berfungsi

menetapkan dan membentuk hukum yang tidak

Page 31: MAKALAH NEW Copy

terdapat di dalam Al-Qur’an. Contoh hadits yang

diriwayatkan Imam Muslim:

“Bahwasannya Rasulullah S.A.W. telah mewajibkan zakat fitrah

kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sukat (sha’)

kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau

hamba, laki-laki atau perempuan Muslim” (H.R. Muslim)

Fungsi hadits yang tidak disepakati mayoritas

ulama:

1. Bayan An-Nasakh

Bayan An-Nasakh adalah mengubah/menghapus

suatu hukum/ketentuan yang terdahulu meskipun

jelas kemudian diganti dengan ketentuan yang

datang setelahnya.

Kata nasakh secara bahasa berarti ibhtal

(membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil

(memindahkan), dan taghyir (mengubah). Menurut

ulama Mutaqaddimin, bahwa terjadinya nasakh ini

karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu

hukum (ketentuan) meskipun jelas, karena telah

berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa

diamalkan lagi dan syari’ (pembuat syari’at)

menurunkan ayat tersebut tidak diberlakukan untuk

selama-lamanya (temporal).

Page 32: MAKALAH NEW Copy

Jadi ketentuan yang datang kemudian tersebut

menghapus ketentuan yang datang terdahulu, karena

yang terakhir dipandang lebih luas dan lebih

cocok dengan nuansanya. Ketidakberlakuan suatu

hukum (nasakh wa al-mansukh) harus memenuhi syarat-

syaratnya yang ditentukan, terutama

syarat/ketentuan adanya naskh dan mansukh.

Contoh:

“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”. Hadits ini menasakh

firman Allah S.W.T. dalam Q.S. Al-Baqarah ayat

180:

“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu

kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang

banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara

ma’ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”

Sementara yang menolak naskh ini adalah Imam

Syafi’i dan sebagian besar pengikutnya, meskipun

naskh tersebut dengan hadits mutawatir, lalu

Mahdzab Zhahiriyyah dan Khawarij yang juga

menolaknya.

BAB III

PENUTUP

Page 33: MAKALAH NEW Copy

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa

hadist merupakan salah satu pengangan umat Islam

setelah Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan sumber hukum

utama dalam Islam. Akan tetapi, kenyataannya ada

beberapa perkara yang sedikit sekali Al-Qur’an

menjelaskannya atau secara global saja, atau bahkan

tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-Qur’an. Al-

Qur’an yang masih global itu perlu adanya suatu

penjelas yang dapat memericinkannya agar dapat

diterima oleh umat Islam secara benar dan tepat.

Oleh karena itu, untuk memperjelas dan merinci

kemujmalan Al-Qur’an tersebut, maka diperlukan

hadits. Imam Abu Hanifah pernah berkata: ”Tanpa hadits

tak seorangpun dari kita yang dapat memahami Al-Qur’an”.

Mempelajari hadits Nabi Muhammad S.A.W. juga

mempunyai keistimewaan tersendiri sebagaimana sabda

beliau “Allah membuat bercahaya wajah seseorang yang

mendengar dari kami sebuah hadits kemudian menghafalnya dan

menyampaikannya…” (Abu Daud dan At-Tarmidzi).

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari

kesempurnaan karena keterbatasan ilmu yang penulis

Page 34: MAKALAH NEW Copy

miliki. Penulis menerima bimbingan, saran serta

kritik dari semua pihak yang membaca makalah ini yang

bersifat membangun dan konstruktif demi perbaikan

makalah ini agar lebih sempurna di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1987. Sejarah dan Pengantar Ilmu

Hadis. Jakarta: Bukan Bintang.

'Azami, Muhammad Mustafa. 1996. Metodologi Kritik Hadis.

Bandung: Pustaka Hidayah.

Imam Muhsin, dkk. 2005. Al-Hadist. Yogyakarta: Pokja

Akademik UIN Sunan Kalijaga.

Zuhdi, Masjfuk. 1993. Pengantar Ilmu Hadis. Surabaya: Bina

Ilmu.

Niamules. 2014. Pengertian Rawi dan Proses Tranformasi Hadist

diakses dari http://rusunawablog.wordpress.com

pada tanggal 11-12-2014 pukul 09:53 WIB.

Page 35: MAKALAH NEW Copy