BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Nematoda terdiri dari beberapa spesies, yang banyak ditemukan didaerah tropis dan tersebar diseluruh dunia. Seluruh spesies cacing ini berbentuk silindrik (gilig), memanjang dan bilateral simetris.cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat,siklus hidup,dan hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship). Cacing ini bersifat uniseksual sehingga ada jenis jantan dan betina. Cacing yang menginfeksi manusia diantaranya adalah N.americanus dan A.duodenale sedangkan yang menginfeksi hewan (anjing/kucing) baik liar maupun domestik adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan creeping eruption, sedangkan A.caninum dan A.braziliense tidak dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan menyebabkan creeping eruption pada manusia. Akibat utama yang ditimbulkan bila menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia mikrositik hipokromik, karena Nematoda dapat menyebabkan pendarahan di usus. Perbedaan morfologi antar spesies dapat dilihat dari bentuk rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk bursa kopulatriks cacing jantan. tambang tersebar luas di daerah tropis, pencegahan tergantung pada sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi, dan memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis merupakan cacing Nematoda usus yang hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah. Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur cacing tambang. Manusia dapat terinfeksi melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan autoinfeksi. Cara pencegahan dan penyebaran cacing ini sama seperti cacing tambang. Obat yang efektif untuk strongyloidiasis adalah thiabendazol. Akibat utama yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacing-cacing yang
hidup sebagai parasit. Nematoda terdiri dari beberapa spesies, yang banyak ditemukan
didaerah tropis dan tersebar diseluruh dunia. Seluruh spesies cacing ini berbentuk silindrik
(gilig), memanjang dan bilateral simetris.cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat,siklus
hidup,dan hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship). Cacing ini bersifat
uniseksual sehingga ada jenis jantan dan betina. Cacing yang menginfeksi manusia
diantaranya adalah N.americanus dan A.duodenale sedangkan yang menginfeksi hewan
(anjing/kucing) baik liar maupun domestik adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini
dilaporkan dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan
creeping eruption, sedangkan A.caninum dan A.braziliense tidak dapat menjadi dewasa
dalam usus halus manusia dan menyebabkan creeping eruption pada manusia. Akibat utama
yang ditimbulkan bila menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia mikrositik
hipokromik, karena Nematoda dapat menyebabkan pendarahan di usus. Perbedaan morfologi
antar spesies dapat dilihat dari bentuk rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk bursa
kopulatriks cacing jantan. tambang tersebar luas di daerah tropis, pencegahan tergantung
pada sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi, dan memakai alas kaki. Strongyloides
stercoralis merupakan cacing Nematoda usus yang hidup parasit pada manusia, namun dalam
siklus hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah. Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan
telur cacing tambang.
Manusia dapat terinfeksi melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan
autoinfeksi. Cara pencegahan dan penyebaran cacing ini sama seperti cacing tambang. Obat
yang efektif untuk strongyloidiasis adalah thiabendazol. Akibat utama yang ditimbulkan
adalah peradangan pada usus, disentri terus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan
atas. Diagnosis dengan menemukan larva dalam tinja atau dalam sputum penderita. Pada
cacing Nematoda usus ada beberapa spesies yang menginfeksi manusia maupun hewan.
Nematoda usus terbesar adalah A.lumbricoides yang bersama-sama dengan T.trichiura, serta
cacing tambang sering menginfeksi manusia karena telur cacing tersebut semuanya
mengalami pemasakan di tanah dan cara penularannya lewat tanah yang terkontaminasi
sehingga cacing tersebut termasuk dalam golongan soil-transmitted helminths.
A.lumbricoides, T.trichiura dan E.vermicularis mempunyai stadium infektif yaitu telur yang
mengandung larva. Siklus hidup A.lumbricoides lebih rumit karena melewati siklus paru-
paru, sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak. Gejala klinis penyakit cacing ini bila
infeksi ringan tidak jelas, biasanya hanya tidak enak pada perut kadang-kadang mual. Infeksi
askariasis yang berat dapat menyebabkan kurang gizi dan sering terjadi sumbatan pada usus.
Trikhuriasis berat biasanya dapat terjadi anemia, sedangkan pada enterobiasis gejala yang
khas adalah gatal-gatal di sekitar anus pada waktu malam hari saat cacing betina keluar dari
usus untuk meletakkan telunya di daerah perianal. Diagnosis askariasis dan trikhuriasis
dengan menemukan telur dalam tinja penderita, sedangkan untuk enterobiasis dapat
ditegakkan dengan anal swab karena telur E. vermicularis tidak dikeluarkan bersama tinja
penderita.
Infeksi cacing usus ini tersebar luas di seluruh dunia baik daerah tropis maupun sub
tropis. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada orang dewasa karena kebiasaan main
tanah dan kurang/belum dapat menjaga kebersihan sendiri. Semua infeksi cacing usus dapat
dicegah dengan meningkatkan kebersihan lingkungan, pembuangan tinja atau sanitasi yang
baik, mengerti cara-cara hidup sehat, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman dan
mencuci bersih sayuran/buah yang akan di makan mentah. Obat cacing, seperti piperasin,
mebendazole, tiabendazol, dan lain-lain dapat diberikan dengan hasil yang cukup
memuaskan.
Penyakit filarial cukup populer di negeri ini. Cacing filaria merambat di sekeliling
jaringan subkutan dan sekujur pembuluh limfe. Di antara spesies antropofilik yang paling
ganas ialah Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Onchocerca volvulus, dan
Loa loa. Dari nematoda itu, menurut Prof.Dr.Herdiman Pohan, Sp.PD, KPTI dari Guru besar
FKUI/RSCM, Brugia dan Wuchereria merupakan spesies terbanyak yang ditemukan di
Indonesia, sementara Onchocerca dan Loa loa tidak terdapat. Selain itu, Mansonella ozzardi,
Mansonella perstans, serta Mansonella streptocerca, tidak terlalu populer di Indonesia dan
penyakit yang ditimbulkan tidak terlalu parah.
Satu konsep mutakhir yang menjadi target pengobata ialah terdapatnya endosimbion
yang terjadi di dalam tubuh filaria. Para pakar Tropical Medicine menemukan terdapat
individu semacam rickettsia yang hidup intraseluler pada setiap stadium Wuchereria,
Mansonella, dan Onchocerca yang dinamakan Wolbachia. Konon, individu ini berhubungan
endosimbiosis sangat erat dengan filaria sehingga dapat dijadikan target kemoterapi
antifilarial.
W. bancrofti merupakan spesies yang sangat terkenal di dunia, meski hanya sedikit
sekali mahasiswa kedokteran di dunia yang mempelajari secara intensif mata kuliah
Parasitologi atau Tropical Medicine. Sekitar 115 juta manusia terinfeksi parasit ini di daerah
subtropis dan tropis, meliputi Asia, Pasifik, Afrika, Amerika Selatan, serta Kepulauan
Karibia. Spesies dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi)
ditemukan di Kepulauan Pasifik dengan vektor Aedes sp., sementara sebagian besar lainnya
memiliki periodisitas nokturnal dengan vektor Culex fatigans dan Culex cuenquifasciatus di
Indonesia. Vektor Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan vektor
Aedes dapat ditemukan di daerah-daerah rural.
Brugia malayi lazim ditemui di China, India, Korea, Jepang, Filipina, Malaysia, dan
tentu saja Indonesia. Sementara Brugia timori merupakan satwa khas Indonesia yang hanya
bisa ditemui di kepulauan Timor. Mirip dengan W.bancrofti, Brugia malayi memiliki juga
memiliki dua bentuk periodisitas. Bedanya, biasanya B.malayi dengan periodisitas nokturnal
ditemukan di daerah pertanian dengan vektor Anopheles atau Mansonia. Sedangkan spesies
dengan periodisitas subperiodik ditemuakn di hutan-hutan dengan vektor Mansonia dan
Coquilettidia (jarang).
Prinsip patologis penyakit filariasis bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui
cacing filaria dewasa (bukan mikrofilaria). Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui
saluran limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada
tempat-tempat yang dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang
terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya.
Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta
makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang
menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di
sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang
pembuluh limfe tersebut. Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis dengan edema
pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi.
Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa yang
merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang
mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon inflamasi ini juga
diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe
secara total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika
cacing sudah mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar
limfe. Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe
bukanlah membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi
drainase limfe di daerah tersebut.
B. Tujuan
Tujuan makalah ini disusun adalah antara lain :
o Untuk mengetahui klasifikasi Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui morfologi Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui siklus hidup Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui apa saja patologi dan gejala klinis penyakit yang disebabkan oleh
Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui epidemiologi penyakit yang disebabkan oleh Nematoda Usus dan
Jaringan
BAB II
PEMBAHASAN
Terdapat dua jenis nematoda yang terdapat pada jaringan tubuh manusia, terdiri dari :
A. Nematoda Usus (Nematoda Intestinum)
1. Ascaris lumbricoides
Klasifikasi Ascaris lumbricoides
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Ascoridida
Super family : Ascoridciidea
Genus : Ascaris
Species : Ascaris lumbricoides
Hospes dan distribusi
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Di manusia, larva
Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan mengadakan kopulasi serta akhirnya
bertelur. Penyakit yang disebabkannnya disebut Askariasis. Askariasis adalah penyakit
parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides, yang merupakan
penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.
Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi
askariasis sekitar 70-80%.
Morfologi
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm.
Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung
ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang
disebut cincin atau gelang kopulasi. Stadium dewasa cacing ini hidup di rongga usus
muda.
Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur
hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45
mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron.
Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia.
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk
infektif dalam waktu 3 minggu.
Siklus hidup
Usus manusia Cacing Telur Cacing Keluar bersama feses
Tersebar Menempel pada makanan Termakan Menetas Larva
Menembus Usus Aliran Darah Jantung Paru-Paru Kerongkongan
Tertelan Usus Manusia Cacing Dewasa.
Telur Ascaris yang berisi embrio diagnosis askariasis dilakukan dengan
menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung,
atau mulut.
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala yangh timbul pada penderita dapat disebabkan cacing dewasa dan larva,
biasanya terjadi pada saat berada diparu-paru. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa
biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gtangguan usus ringan
seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Efek yang serius terjadi bila
cacing-cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada
keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke
bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu
tindakan operatif.
Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya
antara 60-90%. Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup
Ascaris lumbricoides ini.
Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang memiliki
kelembapan tinggi dan pada suhu 25° - 30° C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi
bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu.
2. Enterobius vermicucularis
Klasifikasi Enterobius vermicucularis
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Oxyurida
Super family : Oxyuroidea
Genus : Enterobius
Species : Enterobius vermicularis
Hospes dan Nama Penyakit
Hospesnya manusia. Nama penyakitnya adalah oksiuriasis atau entrobiasis.
Morfologi
Cacing dewasa berkuran kecil, berwarna putih. Ynag betina jauh lebih besar dari
cacing jantan. Ukuran cacing betina sampai 13 mm, sedangkan yang jantan sampai
sepanjang 5 mm. Di daerah anterior di sekitar leher, kutikulum cacing melebar yang
disebut sayap leher. Esofagus cacing ini juga khas bentuknya oleh karena memiliki
bentuk bulbus esofagus ganda, terdapat 3 buah bibir dan ekor yang melengkung pada
jantan, sedangan betinanya meruncing. Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak
11000 butir setiap harinyaselama 2 sampai 3 minggu; sesudah itu cacing betina mati.
Telur bentuk asimetrik ini tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus sinar, dan
berisi larva yang hidup.
Siklus Hidup
Telur tertelan melalui jalan napas menetas di duodenum larva
rabditiform Cacing dewasa di jejunum bagian atas ileum.
Patologi
Cacing dewasa jarang menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti. Akibatnya
migrasinya ke daerah perianal dan perianeal menimbulkan gatal-gatal yang bila digaruk
dapat menimbulkan infeksi sekunder. Gatal-gatal ini juga dapat menyebabkan gangguan
tidur penderita. Kadang-kadang cacingbetina mengadakan migrasi ke daerah vagina dan
tuba falopii sehingga menyebabkan radang ringan di daerah tersebut. Meskipuncacing
seringkalai dijumpai dalam apendiks, akan tetapi jarang menimbulkan apendissitis. Bila
tidak ada reinfeksi, enterobiasis dapat sembuh dengan sendirinya oleh karena 2-3 minggu
sesudah bertelur, cacing betina akan mati.
Epidemiologi
Cacing kremi tersebar luas di seluruh dunia baik di daerah tropik maupun
subtropik. Di daerah yang bersuhu rendah enterobiasis lebih banyak dijumpai oleh karena
di daerah dingin orang jarang mandi dan tidak sering mengganti pakaian dalam
(Soedarto, 1991).
3. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
Klasifikasi Necator americanus
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super family : Rhabditoidea
Genus : Necator
Species : Necator americanus
Klasifikasi Ancylostoma duodenale
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Rhabditida
Super family : Rhabditoidea
Genus : Ancylostoma
Species : Ancylostoma duodenale
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif kedua cacing ini, adalah manusia. Cacing ini tidak mempunyai
Hospes perantara.Tempat hidupnya ada di dalam usus halus terutama jejunum dan
duodenum.Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut Nekatoriasis dan
Ankilostomiasis.
Morfologi
Cacing betina N.americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira sekitar 9000
butir, sedangkan A.deudenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang
kurang lebih 1 cm, cacing jantan 0,8 cm. Bentuk badan N.americanus biasanya
menyerupai huruf S, sedangkan A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua
jenis cacing ini besar. N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada
A.duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik.
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari,
kelurlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform tumbuh
menjadi larva filoariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup dalam 7-8 minggu
di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur
dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform
panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600
mikron.
Siklus Hidup
Telur Larva rabditiform Larva filariform menembus kulit kapiler
darah jantung kanan paru bronkus trakea laring usus halus.
Patologi
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis.
a. Stadium Larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit
yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
b. Stadium dewasa
Gejala tergantung pada :
a). Spesies dan jumlah cacing
b). keadaan gizi menderita (Fe dan protein)
Tiap cacing N.americanus menyebabkan banyak kehilangan darah 0,005-
0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34 cc. Biasanya terjadi Adenmia
hipokrom mikrosita. Di samping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin
yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian tetapi
daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.
Epidemiologi
Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia terutama di pedesaan
khususnya di perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung
behubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%. Kebiasaan defeksi dan
pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik
untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimal untuk
N.americanus 28°-32° C, sedangkan untuk A.duodenale 23°-25° C. Untuk menghindari
infeksi salah satu antara lain, dengan memakai alas kaki (sepatu, sandal).