TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian dan Tujuan Mitigasi Bencana Pesisir dan Laut Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya, yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah mitigasi (BAKORNAS PBP, 2002). Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster). Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan rencana atau strategi mitigasi yang tepat dan akurat perlu dilakukan kajian resiko (risk assessment) (BAKORNAS PBP, 2002). Mitigasi berarti menganbil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari satu bahaya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian dan Tujuan Mitigasi Bencana Pesisir dan Laut
Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan
sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan
utamanya, yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang
mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum
terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau
dikenal dengan istilah mitigasi (BAKORNAS PBP, 2002).
Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis
bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster)
maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster).
Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat
kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta
benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk
mendefenisikan rencana atau strategi mitigasi yang tepat dan akurat perlu
dilakukan kajian resiko (risk assessment) (BAKORNAS PBP, 2002).
Mitigasi berarti menganbil tindakan-tindakan untuk mengurangi
pengaruh-pengaruh dari satu bahaya sebelum bahaya lain itu terjadi, istilah ini
berlaku untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan
perlindungan yang mungkin diawali dari yang fisik, seperti membangun
bangunan-bangunan yang kuat, sampai dengan prosedural, seperti teknik-
teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana
penggunaan lahan (Program Pelatihan Bencana).
Untuk mengatasi masalah bencana perlu dilakukan upaya mitigasi
yang komprehensif yaitu kombinasi upaya struktur (pembuatan prasarana dan
sarana pengendali) dan non struktur yang pelaksanaannya harus melibatkan
instansi terkait. Seberapa besarpun upaya tersebut tidak akan dapat
membebaskan terhadap masalah bencana alam secara mutlak. Oleh karena itu
kunci keberhasilan sebenarnya adalah keharmonisan antara
manusia/masyarakat dengan alam lingkungannya (Pratikto, 2005).
Sedangkan, menurut Mitigasi Bencana Edisi Kedua, mitigasi
berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh
dari satu bahaya sebelum bencana itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk
cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan perlindungan
yang mungkin diawali, dari yang fisik, seperti membangun bangunan-
bangunan yang lebih kuat, sampai dengan prosedural, seperti teknik-teknik
yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana
penggunaan lahan.
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai
berikut :
1. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi
penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy
costs) dan kerusakan sumber daya alam.
2. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam
menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat
dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).
(Anonim, 2010).
2. Pengertian dan Penyebab Tsunami
Secara harfiah, tsunami berasal dari Bahasa Jepang. “Tsu” berarti
pelabuhan dan “nami” adalah gelombang. Secara umum tsunami diartikan
sebagai pasang laut yang besar di pelabuhan. Jadi, dapat dideskripsikan
tsunami sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan
oleh gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Gangguan impulsif
itu bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik, atau longsoran (land-
slide) (Diposaptono dan Budiman, 2005).
Hal diatas disetujui oleh Ingmanson dan Wallace (1973) bahwa tsunami
merupakan gelombang laut yang mempunyai periode panjang yang
ditimbulkan oleh suatu gangguan di laut. Panjang gelombang tsunami dapat
mencapai 240 km di laut terbuka seperti samudera pasifik dengan panjang
gelombang rata-rata 4600 m dengan kecepatan gelombang mencapai 760
km/jam Gelombang tsunami yang ditimbulkan oleh gaya impulsif ini bersifat
transien, yakni gelombangnya bersifat sesaat. Gelombang ini berbeda dengan
gelombang laut lainya yang bersifat kontinyu seperti gelombang laut yang
ditimbulkan oleh gaya gesek angin atau gelombang pasang surut yang
ditimbulkan oleh gaya tarik benda angkasa. Periode gelombang angin hanya
beberapa detik (kurang dari 20 detik). Sementara itu periode gelombang
tsunami berkisar antara 10-60 menit (Barber, 1969 in Diposaptono dan
Budiman, 2005).
Perbedaan gelombang tsunami dengan gelombang yang
dibangkitkan oleh angin adalah terletak pada gerakan airnya. Gelombang
yang dibangkitkan oleh angin hanya menggerakan air laut bagian atas. 8
Namun pada gelombang tsunami menggerakan seluruh kolom air dari
permukaan sampai dasar (Diposaptono dan Budiman, 2005).
Ciri lainnya dari tsunami adalah panjang gelombangnya yang
besar, bisa mencapai puluhan kilometer. Kecepatan rambatnya di laut dalam
(deep sea) berkisar dari 400 sampai 1000 km/jam. Kecepatan penjalaran
tsunami tersebut
sangat tergantung dari kedalaman laut dan penjalarannya dapat mencapai
ribuan
kil bometer dari pusatnya. Selama penjalaran dari tengah laut (pusat
terbentuknya
tsunami) menuju pantai, kecepatan semakin berkurang karena gesekan dengan
9
dasar laut yang semakin dangkal. Akibatnya, tinggi gelombang di pantai
menjadi
semakin besar karena adanya penumpukkan massa air akibat adanya
penurunan
kecepatan. Ketika mencapai pantai, gelombang naik (run-up) ke daratan
dengan
kecepatan yang berkurang menjadi sekitar 25-100 km/jam (Diposaptono dan
Budiman, 2005).
2.3. 2 Faktor-faktor penyebab terjadinya tsunami
Terjadinya tsunami di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Dari
berbagai tsunami yang pernah terjadi di Indonesia, 90 % disebabkan oleh
gempagempa tektonik, 9% disebabkan oleh gunung berapi, dan 1% oleh tanah
longsor
(Diposaptono dan Budiman, 2005).
A. Tsunami akibat gempa tektonik
Gempa tektonik merupakan gerakan-gerakan retakan yang akan
menyebabkan pergerakan vertikal massa batuan bukan pergerakan horizontal
massa batuan. Jika proses tersebut terjadi di dasar laut maka akan
menyebabkan
perubahan muka laut yaitu terbentuknya puncak dan lembah gelombang yang
berukuran 150 km antara puncak gelombang yang satu dengan puncak
gelombang
berikutnya ke segala arah. (Diposaptono dan Budiman, 2005). Berbagai
pergerakan massa batuan yang disebabkan oleh gempa tektonik ini dapat
dilihat
pada (Gambar 3).
Proses terjadinya gempa tektonik dimulai dengan adanya pergerakan dua
lempeng yang saling berbatasan saling bergerak reatif terhadap sesamanya.
Aktivitas tektonik yang disebabkan adanya pergerakan dua lempeng tersebut
menimbulkan energi elastis yang dapat terakumulasi dari waktu ke waktu 10
sehingga menyebabkan pembentukan pegunungan, lembah, gunung api dan
tsunami yang terletak pada batas-batas lempeng. Batas lempeng yang
terbentuk
terdiri dari 3 jenis yaitu, konvergen, divergen, dan singgungan.
Gambar 3. Jenis-jenis patahan : (a) sesar turun (normal fault), (b) sesar naik
(reverse
fault), (c) sesar horizontal (strike slip) (Diposaptono dan Budiman, 2005)
Zona konvergen ditandai dengan gerakan dua lempeng yang berbatasan
itu ke bawah lempeng benua. Zona ini terdiri dari dua jenis; tumbukan dan
subduksi. Pada zona tumbukan, kedua lempeng bergerak saling mendekati
karena
mempunyai berat jenis sama sehingga lempeng melipat ke atas. Sedangkan
pada
zona subduksi, kedua lempeng yang bertumbukkan mempunyai berat jenis
yang
berbeda.
Apabila gempa dengan patahan naik maupun turun (lebih dari beberapa
meter secara mendadak dan vertikal) terjadi di laut dengan kedalaman
mencapai
ribuan meter. Secara empiris, jika gempanya berkekuatan lebih dari 6,5 SM,
dan
pusat gempa berada pada kedalaman kurang 60 km dari dasar laut, maka
tsunami
akan terjadi (Diposaptono dan Budiman, 2005). 11
Gambar 4. Lempeng-lempeng tektonik Indonesia (Gunawan, 2007)
Berdasarkan catatan, gempa tektonik memang menyumbang kontribusi
terbesar terjadinya tsunami baik di dalam maupun luar negeri. Di Indonesia
sepanjang tahun 1600 sampai 2005 telah terjadi 107 kali tsunami. Dari jumlah
itu, sebanyak 98 kali tsunami disebabkan gempa bumi, sembilan kali karena
letusan gunung berapi, dan satu kali oleh tanah longsor di dasar laut (Gambar
5).
Gambar 5. Sejarah gempa tsunami tahun 1973-2007 (USGS, 2008) 12
Memang tidak semua gempa bisa menghasilkan tsunami. Berdasarkan
hasil penelitian, tsunami bisa terwujud jika kekuatan gempa minimal 6,5 SM.
Syarat lain, pusat gempanya berada kurang dari 60 km dari permukaan laut
(gempa dangkal).
Selain itu gempa tersebut harus menghasilkan deformasi dasar laut
secara vertikal cukup besar, lebih dari 2 meter. Jadi, jika ada gempa tektonik
yang
terjadi pada kedalaman lebih dari 60 km, tidak akan menghasilkan tsunami
walaupun kekuatan gempanya diatas 6,5 SM.
.
B. Tsunami akibat tanah longsor
Penyebab kedua terjadinya tsunami adalah adanya longsor besar yang
disebabkan oleh gempa, kegiatan gunung berapi, atau longsor di dasar laut.
Tanah
longsor tersebut runtuhnya bebatuan dalam jumlah yang banyak kemudian
menimbulkan gelombang dengan puncak gelombang bisa mencapai 535 meter
di
atas garis pantai.
II-6
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan
kondisi masyarakatyang terkena bencana, dengan memfungsikan
kembali prasarana dan sarana padakeadaan semula. Pada tahap ini
yang perlu diperhatikan adalah bahwa
rehabilitasid a n r e k o n s t r u k s i y a n g a k a n
d i l a k s a n a k a n h a r u s m e m e n u h i k a i d a h -
k a i d a h k e b e n c a n a a n s e r t a t i d a k h a n y a m e l a k u k a n
r e h a b i l i t a s i f i s i k s a j a , t e t a p i j u g a p e r l u d i p e r h a t i k a n j u g a
r e h a b i l i t a s i p s i k i s y a n g t e r j a d i s e p e r t i k e t a k u t a n , t r a u m a
a t a u depresi.D a r i u r a i a n d i a t a s , t e r l i h a t b a h w a t i t i k l e m a h
d a l a m S i k l u s M a n a j e m e n B e n c a n a adalah
Mitigasi bencana adalah “serangkaian upaya untuk mengurangi resiko
bencana,
baikm e l a l u i p e m b a n g u n a n f i s i k m a u p u n p e n y a d a r a n d a n
p e n i n g k a t a n k e m a m p u a n menghadapi ancaman bencana” (UU
24/2007). Konsep mitigasi bencana
merupakans u a t u u s a h a u n t u k m e n g u b a h p a r a d i g m a
p e n a n g g u l a n g a n b e n c a n a y a n g sebelumnya lebih banyak
menekankan diri pada tindakan pasca terjadinya bencana.K e g i a t a n -
k e g i a t a n p a d a t a h a p p r a b e n c a n a e r a t k a i t a n n y a d e n g a n
i s t i l a h m i t i g a s i b e n c a n a y a n g m e r u p a k a n u p a y a u n t u k m e
m i n i m a l k a n d a m p a k y a n g d i t i m b u l k a n o l e h b e n c a n a . M i t i g
a s i b e n c a n a m e n c a k u p b a i k p e r e n c a n a a n d a n p e l a k s a n a a n t
indakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari
suatu bencana
yangd i l a k u k a n s e b e l u m b e n c a n a i t u t e r j a d i , t e r m a s u k
k e s i a p a n d a n t i n d a k a n - t i n d a k a n pengurangan resiko jangka
panjang.Usaha untuk menyebarkan paradigma ini mulai banyak
dilakukan sejak awal tahun1 9 0 0 -
a n . B e r b a g a i k e g i a t a n d a n p e n e l i t i a n m e n y a n g k u t
h a l t e r s e b u t b a n y a k d i l a k u k a n o l e h P B B m a u p u n n e g a r a
- n e g a r a l a i n . S a l a h s a t u s i k l u s p e n g e l o l a a n bencana yang
cukup komprehensif diperkenalkan oleh Carter (1991), terdiri atas
:Kejadian bencana (impact)
II-7
Adapun di dalam siklus keseluruhan penanggulangan bencana di
Indonesia, makakegiatan mitigasi bencana merupakan salah satu
kegiatan pada tahap pra
bencana.D a l a m t a h a p p r a b e n c a n a , k e g i a t a n - k e g i a t a n
p e n y e l e n g g a r a n p e n a n g g u l a n g a n bencana dilakukan baik
dalam situasi tidak terjadi bencana maupun dalam
situasit e r d a p a t p o t e n s i b e n c a n a . B e r b a g a i k e g i a t a n
p a d a t a h a p p r a b e n c a n a k e t i k a t e r d a p a t s i t u a s i
t i d a k t e r j a d i b e n c a n a d i l a k u k a n m e l a l u i
: p e r e n c a n a a n penanggulangan bencana, pengurangan resi
ko bencana, pencegahan, pemaduand a l a m p e r e n c a n a a n p
e m b a n g u n a n , p e r s y a r a t a n a n a l i s i s r e s i k o b e n
c a n a , p e l a k s a n a a n d a n p e n e g a k a n r e n c a n a t a t a r u a n g , p e
n d i d i k a n d a n p e l a t i h a n , d a n persyaratan standar teknis penang
gulangan bencana. Adapun kegiatan-kegiatank e t i k a t e r d a p a t
s i t u a s i p o t e n s i t e r j a d i b e n c a n a m e l i p u t i k e g i a t a n
k e s i g a p a n , peringatan dini, dan mitigasi bencana.Kegiatan mitigasi
dilakukan untuk mengurangi resiko bencana bagi masyarakat
yangb e r a d a p a d a k a w a s a n r a w a n b e n c a n a .
M i t i g a s i b e n c a n a d i l a k u k a n d e n g a n p e l a k s a n a
a n p e n a t a a n r u a n g ; p e n g a t u r a n p e m b a n g u n a n ,
p e m b a n g u n a n i n f r a s t r u k t u r ; d a n p e n y e l e n g g a r a a n p e n d i
d i k a n , p e n y u l u h a n , d a n p e l a t i h a n b a i k secara konvensional
maupun
modern.S e c a r a u m u m , p r a k t i k m i t i g a s i b e n c a n a
d i k e l o m p o k k a n m e n j a d i d u a j e n i s ; y a k n i m i t i g a s i s t r u k t
u r a l d a n m i t i g a s i n o n s t r u k t u r a l . M i t i g a s i s t r u k t u r
a l b e r h u b u n g a n dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi
fisik yang dapat mengurangi resikoatas terjadinya bencana. Sementara
mitigasi non struktural lebih kepada
penyadaranu n t u k m e n j a g a l i n g k u n g a n ( s e p e r t i p e r e n c a n a a n
g u n a l a h a n d a n p e m b e r l a k u k a n peraturan) dan peningkatan
kemampuan mengahadapi
bencana.U p a y a m i t i g a s i s t r u k t u r a l d a p a t d i l a k u k a
d e n g a n m e m p e r k u a t b a n g u n a n d a n infrastruktur yang
berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode
bangunan,d e s a i n r e k a y a s a , d a n k o n s t r u k s i u n t u k
m e n a h a n s e r t a m e m p e r k o k o h s t r u k t u r ataupun
membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding
pantai,dan lain-lain
(Perbandingan mitigasi bencana gempa bumi di benua Eropa, Asia, dan