-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini masalah lingkungan terasa semakin memburuk. Akibat
dan dampak dari
berbagai aktivitas manusia banyak mengakibatkan degradasi
lingkungan karena tidak
diimbangi dengan langkah-langkah penyelamatan lingkungan. Dampak
buruk ini
rupanya memancing gerakan sosial berupa penyelamatan lingkungan
semakin marak.
Dampak negatif terhadap lingkungan yang dimaksud berupa sampah.
Masalah sampah
merupakan masalah yang dihadapi manusia dari jaman dahulu hingga
sekarang.
Sampah menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi dua yakni sampah
organik dan
sampah non-organik. Sampah organik adalah sampah yang dapat
diuraikan
dekomposer, sehingga jika didiamkan saja akan menimbulkan bau
yang tidak sedap,
contohnya adalah sampah dapur dan sampah kebun.
Dekomposisi bahan organik menghasilkan berbagai jenis gas, dan
pencemaran air
karena perlakuan yang tidak tepat. Sedangkan sampah anorganik
adalah sampah yang
tidak dapat diuraikan oleh mikroba saprofit, sehingga sering
mengakibatkan
pencemaran pada lingkungan pada waktu yang lama. Sampah sering
di buang begitu
saja, sehingga akan muncul TPA (Tempat Pembuangan Akhir)
dimana-mana.
Timbunan sampah akan menimbulkan banyak permasalahan, sampah
berdampak
menimbulkan wabah penyakit dan bau tidak sedap yang dapat
mengganggu kesehatan
lingkungan. Padahal jika diolah dengan baik sampah dapat
memberikan keuntungan
tersendiri. Pengelolaan sampah harus benar-benar direncanakan
dan dikelola dengan
baik. Salah satu cara pengolahan sampah organik yang cukup
efektif adalah cara
pengomposan.
1
-
1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak diambil dari penulisan analisis ilmiah ini
adalah :
1. Memberikan pengertian mengenai mikroorganisme.
2. Mengetahui peranan mikroorganisme seperti dalam pengolahan
sampah organik
dengan cara pengomposan.
3. Mengetahui bagaimana proses dekomposisi oleh mikroorganisme
terjadi.
4. Mengetahui mengapa proses dekomposisi terjadi.
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi
tersebut.
1.3 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, digunakan teori kajian pustaka yang
berasal dari
bukubuku yang menunjang pembahasan di dalamnya. Selain itu juga
berasal dari
referensi-referensi di internet yang tentunya memberikan
informasi-informasi tambahan
yang terbaru. Sumbersumber tersebut kemudian dikumpulkan dan
menjadi analisis
untuk pembahasan masalah.
2
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sekilas Tentang Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran
sangat kecil
(biasanya kurang dari 1 mm) sehingga untuk mengamatinya
diperlukan alat bantuan.
(Kusnadi, dkk, 2003). Mikroorganisme biasanya dianggap mencakup
semua prokariota,
protista dan alga renik. Fungi (jamur), terutama yang berukuran
kecil dan tidak
membentuk hifa, dapat pula dianggap sebagai bagiannya meskipun
banyak yang tidak
menyepakatinya. Kebanyakan orang beranggapan bahwa yang dapat
dianggap
mikroorganisme adalah semua organisme sangat kecil yang dapat
dibiakkan dalam
cawan petri atau inkubator di dalam laboratorium dan mampu
memperbanyak diri
secara mitosis.
Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk
melangsungkan
aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami
pertumbuhan, menghasilkan
energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme
memiliki fleksibilitas
metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus
mempunyai kemampuan
menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang
tinggi dengan
lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula.
Akan tetapi karena
ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan
enzim-enzim yang
telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan
tidak akan disimpan
dalam bentuk persediaan. Enzim-enzim tertentu yang diperlukan
untuk pengolahan
bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah
ada.
Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tembat yang besar,
mudah ditumbuhkan
dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relative cepat
(Darkuni, 2001). Oleh
3
-
karena aktivitasnya tersebut, maka setiap mikroorganisme
memiliki peranan dalam
kehidupan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan.
2.2 Peranan Mikroorganisme
Sekilas, makna praktis dari mikroorganisme disadari tertutama
karena kerugian
yang ditimbulkannya pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.
Misalnya dalam
bidang mikrobiologi kedokteran dan fitopatologi banyak ditemukan
mikroorganisme
yang pathogen yang menyebabkan penyakit dengan sifat-sifat
kehidupannya yang khas.
Walaupun di bidang lain mikroorganisme tampil merugikan, tetapi
perannya yang
menguntungkan jauh lebih menonjol.
Beberapa peranan merugikan yang dimliki mikroorganisme antara
lain seperti
penyebab penyakit baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan,
penyebab kebusukan
makanan, penyebab keracunan makanan serta menimbulkan
pencemaran.
Adapun peranan menguntungkan dari mikroorganisme antara lain
seperti dalam
bidang pertanian, mikroorganisme dapat digunakan untuk
peningkatan kesuburan tanah
melalui fiksasi N2, siklus nutrien, dan peternakan hewan. Selain
itu, mikroorganisme ini
juga dapat digunakan sebagai agen pembusuk alami, yang akan
mendekomposisi
sampah-sampah organik menjadi materi inorganik sehingga dapat
mengurangi kuantitas
sampah, menyuburkan tanah dan dapat menjadi sumber nutrisi bagi
tumbuhan. Peran
lain mikroba dalam bidang pertanian antara lain dalam teknologi
kompos bioaktif dan
dalam hal penyediaan dan penyerapan unsur hara bagi
tanaman(biofertilizer). Kompos
bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba
lignoslulotik unggul
yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia
hayati pengendali
penyakit tanaman. Teknologi kompos bioaktif ini menggunakan
mikroba
biodekomposer yang mampu mempercepat proses pengomposan dari
beberapa bulan
menjadi beberapa minggu saja. Mikroba akan tetap hidup dan aktif
di dalam kompos,
4
-
dan ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan
berperan untuk
mengendalikan organisme.
Masih banyak peranan menguntungkan mikroorganisme dalam berbagai
bidang
antara lain sebagai berikut :
1. Bidang industri makanan
Mikroorganisme sebagai bahan utama prosesnya, misalnya pembuatan
bir dan
minuman anggur dengan menggunakan ragi, pembuatan roti dan
produk air susu
dengan bantuana bakteri asam laktat, dan pembuatan cuka dengan
bantuan bakteri cuka.
o Produksi bahan kimia farmasi
Produk yang paling terkenal adalah antibiotika, obat-obatan
steroid, insulin, dan
interferon yang dihasilkan melalui bakteri hasil rekayasa
genetika.
o Produksi bahan kimia bernilai komersial
Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah pelarut dan enzim
serta berbagai
senyawa yang digunakan untuk bahan pemula (starting) untuk
industri sintesis
senyawa lain.
o Produksi makanan tambahan
Produksi massa ragi, bakteri dan alga dari media murah
mengandung garam
nitrogen anorganik , cepat saji, dan menyediakan sumber protein
dan senyawa lain
yang sering digunakan sebagai makanan tambahan untuk manusia dan
hewan.
o Produksi minuman alkohol
5
-
Pembuatan beer dan wine dan poduksi minuman alkohol lain yang
merupakan
proses bioteknologi berskala besar paling tua.
o Produksi vaksin
Sel mikroorganisme maupun bagiannya atau produknya dihasilkan
dalam jumlah
besar dan digunakan untuk produksi vaksin.
o Produksi mikroorganisme untuk digunakan sebagai insektisida
(biosida)
Pengendalian hama tanaman dengan menggunakan mikroorganisme yang
berperan
sebagai insektisida. Khususnya untuk spesies tertentu, misalnya
Bacillus (B.
Larvae, B. Popilliae, dan B. Thurungiensis). Spesies tersebut
menghasilkan protein
kristalin yang mematikan larva lepidoptera (ngengat, kupu-kupu,
kutu loncat),
misalnya ulat kubis, ngengat gipsy, dan sarang ulat.
o Penggunaanya dalam industri perminyakan dan pertambangan
Sejumlah prosedur mikrobiologi digunakan untuk meningkatkan
perolehan kembali
logam dari bijih berkadar rendah dan untuk perbaikan perolehan
minyak dari
sumur-sumur bor.
2. Bidang kesehatan
Salah satu manfaat mikroorganisme dalam bidang kesehatan adalah
dalam
menghasilkan antibiotika. Bahan antibiotik dibuat dengan bantuan
fungi, aktinomiset,
dan bakteri lain. Antibiotik ini merupakan obat yang paling
manjur untuk memerangi
infeksi oleh bakteri. Beberapa mikroba menghasilkan metabolit
sekunder, yang sangat
bermanfaat sebagai obat untuk mengendalikan berbagai penyakit
infeksi. Sejak dulu
dikenal jamur Penicillium yang pertama kali ditemukan oleh
Alexander fleming (1928),
dapat menghasilkan antibiotika penisilin. Sekarang banyak
diproduksi berbagai
6
-
antibiotik dari berbagai jenis mikroba yang sangat berperan
penting dalam mengobati
berbagai penyakit. Selain untuk antibiotik, dalam bidang
kesehatan mikrorganisme juga
dapat digunakan sebagai agen pembusuk di dalam saluran
pencernaan alami, yang turut
membantu mencerna makanan di dalam saluran pencernaan.
3. Bidang lingkungan dan energi
Mikroorganisme ini banyak dimanfaatkan untuk bahan bakar hayati
(metanol dan
etanol), bioremediasi, dan pertambangan. Selain itu,
mikroorganisme yang ada di
lingkungan berperan dalam perputaran/siklus materi dan energi
terutama dalam siklus
biogeokimia dan berperan sebagai pengurai (dekomposer).
Mikroorganisme tanah
berfungsi merubah senyawa kimia di dalam tanah, terutama
pengubahan senyawa
organik yang mengandung karbon, nitrogen, sulfu, dan fosfor
menjadi senyawa
anorganik dan bisa menjadi nutrien bagi tumbuhan. Mikroorganisme
pada lingkungan
alami juga dapat digunakan sebagai indikator baik buruknya
kualitas lingkungan, baik
perairan ataupun terestrial.
4. Bidang bioteknologi
Kemajuan bioteknologi, tak terlepas dari peran mikroba.Karena
materi genetika
mikroba sederhana, sehingga mudah dimanipulasi untuk disisipkan
ke gen yang lain.
Disamping itu karena materi genetik mikroba dapat berperan
sebagai vektor (plasmid)
yang dapat memindahkan suatu gen dari kromosom oganisme ke gen
organisme lainnya
(Anonim b, 2007). Misalnya terapi gen pada penderita gangguan
liver. Terapi ini dapat
dilakukan secara ex-vivo maupun in-vivo.
Pemanfaatan mikroorganisme sebagai bahan stimulan bagi
pemanfaatan unsur hara
tanaman saat ini telah berkembang dengan pesat. Produk
mikroorganisme yang telah
beredar di pasaran sudah banyak dijumpai di toko-toko pertanian
dengan berbagai
merek. Peran mikroorganisme dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman yaitu
7
-
mikroorganisme berfungsi sebagai pengurai dari bahan-bahan
organik yang berada
dalam tanah sehingga berubah menjadi zat hara (Nitrogen,
Phosfat, Kalium, dan unsur
hara makro dan mikro lainya) yang dapat dengan mudah diserap
oleh tanaman. Unsur
hara yang dihasilkannya sangat tergantung pada bahan organik
yang terdapat dalam
tanah tersebut. Selain itu, beberapa mikroorganisme dalam
melakukan proses
penguraian dapat menghasilkan hormon tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan langsung
oleh tanaman sebagai zat pengatur tumbuhan.
Pada prinsipnya, mikroorganisme tertentu hanya dapat
berkembangbiak dengan
baik dalam media tertentu dan kondisi tertentu pula. Jadi, jenis
mikroorganisme
tergantung dimana dia tumbuh dan berkembang, sedangkan jenis
lainnya yang mungkin
ikut berkembang dalam media tersebut akan "tersaingi" sehingga
tidak berkembang
atau mati. Dengan demikian, mikroorganisme dapat dibuat secara
sederhana melalui
proses fermentasi biasa. Hanya saja, tanpa penyelidikan
laboratorium, tidak diketahui
persis jenis mikroorganisme apa yang berkembang dalam media
tertentu. Oleh karena
itu, mengembangkan mirkoorganisme secara sederhana hanya dapat
dilakukan sesuai
dengan yang dicontohkan oleh orang lain yang berpengalaman akan
hal tersebut.
Bahan-bahan organik yang baik untuk dijadikan media
pengembangan
mikroorganisme secara sederhana diantaranya adalah sayuran,
limbah buah-buahan,
bonggol pisang, dan banyak lagi. Hasil fermentasi dari
bahan-bahan tersebut akan
menghasilkan mikroorganisme yang dapat langsung kita gunakan
sebagai stimulator
penguraian bahan organik dalam media tanam atau dalam pembuatan
kompos
(pengomposan) atau humus.
8
-
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Studi Kasus
Sampah merupakan bahan padat sisa proses industri atau sebagai
hasil sampingan
kegiatan rumah tangga. Sampah telah banyak menimbulkan masalah,
utamanya di
negara berkembang. Masalah yang lazim muncul akibat keberadaan
sampah misalnya
dampak pencemaran lingkungan, seperti timbulnya bau yang kurang
sedap, sanitasi air
yang berbahaya dan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan.
Disamping itu dari
sudut pandang estetika, tidak baik (kumuh). Namun apabila
dikelola dengan baik dan
benar maka sampah dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya alam
yang berguna.
Menurut Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta, bahwa
timbunan sampah
yang dapat terangkut ke Tempat Pembuangan Sampah (TPA) rata-rata
per hari tercatat
220.930 Ton yang terdiri dari :
1) Sampah domestik : 188.394 kg;
2) Sampah pasar 26.207 kg ;
3) Sampah industri / perdagangan : 5.757 kg.
Timbunan sampah domestik yang terangkut tersebut 83 % dari
keseluruhan sampah
dihasilkan penduduk.Rata-rata sampah yang dihasilkan oleh
penduduk mencapai 0,4 kg
per orang per hari, dari jumlah penduduk kota Surakarta, maka
jumlah sampah yang
dihasilkan mencapai 231.994 kg per hari. Sampah pasar yang
dihasilkan 0,4 kg /
meter2 / hari, sampah industri / perdagangan mencapai 0,03 kg /
meter 2/ hari dan
sampah jalan 50 kg / km.2/ hari. Di daerah Kota Surakarta,
terdapat tempat
penampungan sampah sementara (TPS) sebanyak 71 tempat, yang
tersebar pada 5
Kecamatan. Setiap kecamatan 12-14 TPS, sampah diangkut oleh 30
truk, yang
beroperasi dari pagi sampai sore. Setiap harinya kurang labih
150 rit, atau kurang lebih
215 ton (Irma dkk, 1998). Sampah di tempat tersebut umumnya
berupa sampah
anorganik dan organik.
9
-
Pada umumnya sampah dari TPS dikumpulkan di Tempat Pembuangan
Akhir
(TPA). Selanjutnya sampah ditimbun tanah, dan sebagian sampah
oleh masyarakat
disekitar lokasi TPA ada yang dimanfaatkan untuk pakan ternak
(Aminah dkk, 1999).
Tetapi hal tersebut di atas belum menyelesaikan masalah sampah,
oleh karena itu perlu
adanya pemikiran mengenai penyelesaiannya. Pada hakekatnya
sampah organik dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk organik yang bernilai
ekonomis. Proses
pembuatan pupuk organik secara konservatif membutuhkan waktu 8 -
12 minggu,
sedang apabila menggunakan sistem baru (penambahan inokulan)
hanya memerlukan
waktu 4 sampai 8 minggu dan hasilnya lebih baik ( Sumardi,
1997). Menurut Anonim
(1998), perbedaan dari kedua proses pembuatan pupuk organik
tersebut ternyata terletak
pada metode dan adanya bahan inokulan (EM-4, kotoran hewan,
cacing dan starbio-
plus). Cara ini biasanya memerlukan waktu relatif lebih singkat
sehingga lebih efisien.
Pembuatan pupuk organik (kompos) dengan cara baru, telah diuji
cobakan pada tanaman
hortikultura, dan hasilnya lebih baik dibanding dengan
menggunakan pupuk organik
hasil pemrosesan secara konservatif (Sumardi , 1997). Penanganan
sampah menjadi
pupuk organik memberikan banyak keuntungan, misalnya dapat
memberdayakan
ekonomi masyarakat,sebagai alternatif pengadaan lapangan kerja,
bahannya melimpah
dan mudah diperoleh, serta peluang pasarnya sangat baik.
Dengan adanya cara yang baru, yaitu pemberian inokulan ( EM-4,
Kotoran ayam
dan cacing) pada pengolahan pembuatan pupuk organik dapat
mempercepat dan
meningkatkan kualitas pupuk organik. Dengan adanya beberapa
keuntungan tersebut
maka dapat digunakansebagai salah satu alternatif pemecahan
masalah lingkungan, juga
dapat digunakan sebagai bahan penyubur tanah. Pupuk organik
sendiri bukanlah pupuk
utama tetapi apabila diberikan pada tanah dapat memperbaiki
tekstur tanah, karena
pupuk organik dapat meningkatkan aktivitas biologis dalam tanah,
yang menyebabkan
cacing tanah dapat hidup subur dan menyebabkan tanah lebih
gembur sehingga tanaman
dapat tumbuh dengan baik. Struktur tanah dapat diperbaiki dengan
meningkatnya
porositas tanah, sehingga tanah menjadi gembur.
10
-
3.2 Pengertian Dekomposisi / Penguraian
Berjuta-juta ton senyawa organik dihasilkan oleh tanaman dari
proses fotosintesis,
dan kemudian didegradasi oleh mikroorganisme. Hasil degradasi
kemudian disimpan
dalam tanah dalam bentuk humus. Proses degradasi berjalan lambat
baik secara aerobik
maupun non aerobik dengan memerlukan persyaratan lingkungan
tertentu, dan secara
keseluruhan proses tersebut dinamakan dekomposisi. Bisa
dikatakan dekomposisi atau
pembusukan adalah proses ketika makhluk-makhluk pembusuk seperti
jamur dan
mikroorganisme mengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan mendaur
ulang material-
material serta nutrisi-nutrisi yang berguna.
Teknik baru dalam penanganan sampah dengan menggunakan inokulan
berkaitan
dengan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi proses penguraian
(dekomposisi)
bahan - bahan sampah, yaitu pengaturan aerasi, suhu, kelembaban,
jenis jasad pengurai
(dekomposer), jenis sampahnya, kondisi sampah (utuh atau
dipotong terlebih dahulu dan
ukuran potongan) serta adanya bahan - bahan tambahan seperti abu
dan kapur. Untuk
jenis jasad pengurai dan metode pembuatan pupuk organik perlu
dikaji lebih lanjut,
mengingat kedua hal tersebut cukup relevan dengan kualitas pupuk
organik, yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada peranan pupuk organic (Yanti dkk,
1995).
3.3 Pengomposan
Sampah dapat dijumpai dalam bentuk sampah anorganik dan organik.
Sampah
anorganik merupakan sampah yang sulit diuraikan oleh
mikroorganisme seperti kaleng,
plastik, besi dan kaca. Sampah ini masih dapat didaur ulang
menjadi barang yang
bermanfaat lagi sehingga masyarakat masih memulungnya. Sampah
organik merupakan
sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik tersusun oleh
unsur-unsur karbon,
hidrogen dan oksigen. Bahan-bahan ini mudah didegradasi oleh
mikrobia misalnya
daun, kayu, kertas, dan sisa makanan.
Sampah merupakan permasalahan serius. Penanganan sampah yang
tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan masalah bagi masyarakat, terutama
yang bermukim di
sekitar penimbunan dan pembuangan sampah akhir, karena secara
langsung dan tidak
11
-
langsung (setelah mengalami dekomposisi) sampah dapat mencemari
air, tanah maupun
udara. Selain itu timbulnya gas metan akan memperbesar
kemungkinan terjadinya
kebakaran. Oleh karena itu perlu adanya pengolahan sampah yang
tepat terutama
sampah organik. Salah satu pemanfaatan sampah-sampah organik
adalah dengan cara
pengomposan., baik secara aerobik maupun secara non aerobik.
Kedua cara tersebut
akan berjalan saling menunjang dengan menghasilkan pupuk organik
yang disebut
kompos.
Proses pengomposan (composting) adalah proses dekomposisi yang
dilakukan oleh
mikroorganisme terhadap buangan organik yang biodegradable.
Pengomposan dapat
dipercepat dengan mengatur faktor-faktor yang mempengaruhinya
sehingga berada
dalam kondisi yang optimum.
Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan -
bahan hijauan dan
bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat
proses pembusukan,
misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa
ditambahkan pupuk buatan
pabrik, seperti urea (Wied, 2004). Kompos merupakan salah satu
bahan organik yang
mengalami degradasi atau penguraian oleh mikroorganisme sehingga
berubah bentuk
dan sudah tidak dikenal bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman
dan tidak berbau
(Indriana dkk, 2000). Manfaat dari pengelolaan sampah organik
ini sangat banyak,
diantaranya memperbaiki sifat-sifat tanah baik sifat fisik,
khemis, maupun biologis,
mempercepat dan mempermudah penyerapan unsur-unsur kimia oleh
tanaman.
Berdasarkan studi kasus di atas, penanganan sampah perkotaan
dengan
pengomposan atau menjadikannya pupuk organik (kompos)
menggunakan cara baru
sangat menguntungkan, pemberian inokulan ( EM-4, Kotoran ayam
dan cacing) pada
pengolahan pembuatan pupuk organik dapat mempercepat dan
meningkatkan kualitas
pupuk organik. Hasil uji organoleptik dan analisis deskriptif
kwalitatif menyimpulkan
bahwa pembuatan pupuk organik dengan menggunakan inokulan EM-4
menghasilkan
pupuk organik yang baik dan efisien bila dibanding dengan
menggunakan inokulan
cacing dan kotoran ayam. Metode pengomposan yang paling baik dan
efisien dengan
permukaan diberi tabung aerasi. Kualitas pengomposan yang
terbaik adalah dengan
12
-
menggunakan inokulan EM-4, dengan permukaan diberi tabung
aerasi, dibanding
dengan menggunakan cacing dan kotoran ayam.
EM-4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme bermanfaat dan
hidup secara
alami serta digunakan sebagai inokulan sehingga terdapat
keragaman mikroorganisme
tanah. Hal ini dapat meningkatkan kualitas tanah, kesehatan
tanah, pertumbuhan serta
kualitas tanaman (Higa, 1983). EM-4 sangat efektif untuk
menginokulasi sampah
seperti sampah organik, untuk mempercepat penguraian sampah
organik.
Mikroorganisme yang terdapat dalam EM-4 adalah bakteri asam
laktat, ragi,
Actinomycetes (aktinomisetes), dan bakteri fotosintesis, mampu
bersimbiosis satu
dengan yang lain sehingga efektif dalam menguraikan sampah.
3.4 Manfaat dan Tujuan Pengomposan
Pengomposan mempunyai beberapa tujuan dan manfaat antara lain
:
1. Membantu menghilangkan beban permasalahan sampah perkotaan
(sampah pasar)
2. Mengurangi pencemaran lingkungan
3. Kompos matang bisa menyuburkan tanah
4. Untuk masyarakat tertentu bisa dijadikan sumber alternatif
penghasilan keluarga
5. Mengurangi beban TPA
Manfaat
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan bau yang
tidak sedap
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
13
-
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas serap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan
jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk
suspensi,
Nisbah C/N sebesar 10 20, tergantung dari bahan baku dan
derajat
humifikasinya,
Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
Tidak berbau
3.5 Proses Pengomposan
a. Proses Dasar Pengomposan
Proses dekomposisi senyawa organik oleh mikroorganisme merupakan
proses
berantai. Senyawa organik yang bersifat heterogen bercampur
dengan kumpulan
jasad renik yang berasal dari udara, tanah, air, dan sumber
lainnya dalam proses
pengomposan proses yang terjadi adalah proses-proses
mikrobiologis.
Proses dekomposisi senyawa organik berlangsung pada temperature
di atas
37C, serta perubahan pH yang berbeda, maka kandungan mikrobe di
dalamnya
akan terdiri dari bakteri, aktinomycetes, protozoa, nematode,
virus, dan sebagainya.
14
-
Pada umumnya baik pengurai atau pun microbe penghuni kompos,
jasad-jasad renik
di dalamnya banyak yang bersifat termofilik, yakni kadang-kadang
masih dapat
hidup pada suhu sampai 85C.
Bila sampah disebarkan di atas permukaan tanah, maka selain
proses
dekomposisi akan berjalan lambat, maka kelompok mikroorganisme
yang aktif di
dalamnya hanya kelompok mikrobe psikrofil dan mikrobe mesofilik
saja. Berbeda
kalau sampah tersebut dimasukkan ke dalam lubang, maka
kelompok
mikroorganisme yang aktif dalam proses pengomposan termasuk
mikrobe
termofilik, dan mikrobe mesofilik, sehingga dengan cepat terjadi
perubahan pH
dan temperature. Indikator jelas pada proses dekomposisi senyawa
organic berjalan
lancer ditandai dengan adanya perubahan pH dan temperature.
b. Proses Selanjutnya Pengomposan
Proses pengomposan terjadi melalui 4 fase, yakni fase mesofilik,
fase termofilik,
fase pendinginan, dan fase masak. Hubungan diantara keempat
proses atau fase
biokimia yang terjadi adalah:
Proses Permulaan
Proses ini media mempunyai pH dan temperature sesuai dengan
bahan dan
lingkungan yang ada, yakni pH 6 dan temperature antara 18 - 22
C.
Sejalan dengan aktivitas mikroorganisme (khususnya bakteri
indigenous/asli) di
dalam bahan, maka temperatut mulai naik, dan akhirnya dihasilkan
asam organic.
Hal ini akan mengakibatkan nilai pH menurun atau menjadi
asam.
Aktivitas Bakteri Termofilik
Pada kenaikan temperature di atas 40C, aktivitas bakteri
mesofilik terhenti, dan
kemudian diganti oleh kelompok bakteri termofilik. Bersamaan
dengan pergantian
ini, maka amoniak dan gas nitrogen akan dihasilkan, sehingga pH
akan berubah
basah lagi.
Aktivitas Mikrobe Termofilik (Aktinomisetes dan Bakteri)
Kelompok jamur termofilik yang terdapat dalam sampah akan mati
akibat kenaikan
temperature di atas 60C, dan selanjutnya diganti oleh kelompok
aktinomisetes dan
15
-
bakteri termofilik sampai batas temperature sampai 85C.
Fase Pendinginan
Kalau temperature maksimum telah tercapai, serta hamper seluruh
kehidupan di
dalamnya mengalami kematian, maka temperature akan turun kembali
hingga
akhirnya berkisar seperti temperature awal. Pada fase ini hasil
kompos siap untuk
digunakan
3.6 Populasi Mikroba dalam Kompos
Proses pengomposan atau membuat kompos adalah proses
mikrobiologis. Selama
proses berlangsung, sejumlah jasad hidup yang dinamakan mikroba,
seperti bakteri dan
jamur berperan aktif. Beberapa mikroba yang berperan aktif dalam
proses pengomposan
adalah mikroorganisme dan mikrofauna. Mikroba dalam kompos
bakteri, aktinomisetes,
jamur, microalgae, dan virus. Sedangkan mikrofaunanya terdiri
dari protozoa, nematode,
cacing, dan serangga.
3.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Kelembaban / kadar air
Kadar air yang diperbolehkan tumpukan limbah padat yang sedang
dalam proses
pengkomposan adalah 50-60% sedangkan nilai optimalnya adalah 55%
(Wahyono
dkk, 2003). Sedangkan menurut Murbandono (1993) kadar air yang
dibutuhkan
untuk proses pengomposan awal adalah 40-60%.
2. Konsentrasi oksigen
Kadar oksigen yang ideal adalah 10 18% sedangkan kisaran yang
dapat diterima
adalah 5 20% (Wahyono dkk, 2003). Konsentrasi oksigen yang
diperlukan pada
saat proses pengomposan berlangsung adalah minimum 50% dan harus
mencapai
seluruh bagian material yang dikomposkan (Tchobanoglous et al,
1993).
3. Temperatur
16
-
Temperatur ideal yang diperlukan pada saat awal proses
pengomposan adalah 55-
60C dan temperatur yang masih diperbolehkan untuk proses
pengomposan adalah
40-70C (Hadiwijaya, 1999).
4. Perbandingan C/N
Perbandingan C/N yang optimum untuk proses pengomposan adalah
berkisar antara
25-50. Perbandingan ini masih optimum untuk sistem aerobik. Pada
rasio yang lebih
rendah akan terbentuk amonia dan aktivitas biologi akan
terhalang. Sedangkan pada
rasio yang lebih tinggi nitrogen menjadi faktor yang terbatas
sehingga pengomposan
menjadi lebih lambat (Tchobanoglous et al, 1993).
5. Derajat Keasaman (pH)
Untuk mencapai dekomposisi secara aerobik yang optimal pada
proses
pengomposan maka pH yang dibutuhkan adalah 7-7,5 (Tchobanoglous
et al, 1993).
Rentang maksimum pH untuk kebanyakan bakteri adalah 6-7,5
sedangkan untuk
jamur 5-8. Berdasarkan uraian tersebut maka kondisi optimum pH
adalah 7 atau
mulai dari 5 sampai 8 (Wahyono dkk, 2003) Kompos yang telah
matang
mempunyai cirri-ciri: suhu tumpukan 30 C, rasio C/N 10-20,
berbau tanah,
berwarna coklat tua sampai kehitaman dan berstruktur remah dan
berkonsentrasi
gembur.
17
-
BAB IV
KESIMPULAN
Seiring dengan dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah dan
sudah menjadi
permasalahan di seluruh dunia sejak lama. Sampah mengakibatkan
degradasi lingkungan
tanpa diimbangi dengan usaha penyelamatan lingkungan. Maka salah
satu usaha
penyelamatan lingkungan adalah dengan menangani sampah organik
dan anorganik. Salah
satu cara mengelola sampah organik adalah dengan cara
pengomposan. Proses
pengomposan (composting) adalah proses dekomposisi yang
dilakukan oleh
mikroorganisme terhadap buangan organik yang biodegradable.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengomposan antara lain kelembaban / kadar air,
konsentrasi oksigen,
temperature, perbandingan C/N, & derajat keasaman (pH).
Bisa dikatakan dekomposisi atau pembusukan adalah proses ketika
makhluk-makhluk
pembusuk seperti jamur dan mikroorganisme mengurai tumbuhan dan
hewan yang mati
dan mendaur ulang material-material serta nutrisi-nutrisi yang
berguna.
Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan -
bahan hijauan dan
bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat
proses pembusukan,
misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa
ditambahkan pupuk buatan pabrik,
seperti urea.
Beberapa mikroba yang berperan aktif dalam proses pengomposan
adalah
mikroorganisme dan mikrofauna. Mikroba dalam kompos bakteri,
aktinomisetes, jamur,
microalgae, dan virus. Sedangkan mikrofaunanya terdiri dari
protozoa, nematode, cacing,
dan serangga. Mikroorganisme sendiri merupakan jasad hidup yang
mempunyai ukuran
sangat kecil (biasanya kurang dari 1 mm) sehingga untuk
mengamatinya diperlukan alat
bantuan.
18
-
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2009. Mikroorganisme Cair Sederhana.
(http://sukatani-banguntani.blogspot.com/2009/11/mikro-organisme-cair-
sederhana.html), diakses tanggal 25 Februari 2010.
Anonim2. 2009. Pembuatan Kompos Organik.
(http://tugala.blogspot.com/2009/09/pembuatan-kompos-organik.html),
diakses
tanggal 25 Februari 2010.
Anonim3. 2007. Mikrobiologi Umum. Universitas Atma Jaya Yogya,
Yogyakarta.
Anonim4. 2008. Dekomposisi.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Dekomposisi), diakses tanggal 25
Februari 2010.
Asngad, Aminah. 2005. Model Pengembangan
(http://eprints.ums.ac.id/499/1/2._2._AMINAH_ASNGAD.pdf),
diakses tanggal 25
Februari 2010.
Dwidjoseputro, D. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit
Djambatan, Jakarta.
Iqbal. 2008. Peran Mikroorganisme.
(http://iqbalali.com/2008/02/18/peran-mikroorganisme-dlm-kehidupan/),
diakses
tanggal 25 Februari 2010.
Setyowati, Erva. 2008. Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari
Sampah Organik dengan
Penambahan Limbah Tomat dan Em-4.
(http://etd.eprints.ums.ac.id/2141/1/A420040080.pdf), diakses
tanggal 25 Februari
2010.
19
-
Suharmi, Theresia Tri. dkk. 2005. Mikrobiologi Lingkungan.
Penerbit Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.
Sutedjo, Mulyani. dkk. 1991. Mikrobiologi Tanah. Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta.
20
-
LAMPIRAN
21