Top Banner
EECCIS2008 Abstract Kebutuhan akan energi listrik terus meningkat, diperkirakan pertumbuhan akan mencapai 7,1% setiap tahun sampai tahun 2012 dengan rasio elektrifikasi 60%. Kondisi seperti ini pada satu sisi menggembirakan, namun sisi lain akan memberikan dampak yang memprihatinkan dari aspek lingkungan hidup, sebab 89,5% pembangkit tenaga listrik di Indonesia menggunakan energi fosil. Dampak penggunaan energi fosil salah satunya adalah mengahasilkan emisi gas buang yang cukup besar, sebagai misal setiap kWh energi listrik yang diproduksi oleh energi fosil menghasilkan polutan yang dibuang keudara 974 gr CO 2 , 962 mg SO 2 dan 700 mg Nox. Pada tahun 2012 diperkirakan produksi energi listrik di Indonesia mencapai 192,590 GWh, berarti 172,360GWh listrik yang diproduksi menggunakan energi fosil. Jumlah ini mengakibatkan terjadi pelepasan 168 juta ton CO 2 , 159,6 ribu ton SO 2 serta 120,7 ribu ton Nox ke udara. Bertolak dari dampak tersebut, perlu dilakukan kajian yang lebih komprihensif dan komparatif mengenai pembangkit yang di gunakan di Indonesia. Kajian ini dilakukan berdasarkan tinjaun dari berbagai informasi sebagai bahan rujukan, untuk kemudian menghasilkan rekomendasi mengenai pembangkit yang sesuai untuk digunakan di Indonesia. Adapun variabel yang akan dipakai sebagai indikator evaluasi adalah aspek ekonomis, teknis dan ekologis atau lingkungan. Dari variabel tersebut, maka pembangkit yang relevan untuk konteks Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi dan pembangkit listrik tenaga nuklir. Kata Kunci : energi, ekologi, ekomomi I. PENDAHULUAN Kehidupan masyarakat modern tergantung pada ketersediaan sumber energi terutama energi listrik. Kebutuhan terhadap listrik sama seperti kebutuhan pokok manusia lainnya. Pemanfaatan energi listrik telah mempengaruhi dan membentuk peradaban manusia didekade ini, sebab kualitas kehidupan manusia memiliki korelasi terhadap pemanfaatan energi listrik dalam kehidupan sehari-hari. Krisis energi akibat dari berkurangnya ketersediaan sumber energi primer dunia, yang ditandai dengan melambungnya harga minyak di pasaran dunia menjadi 130 dolar Amerika setiap barel telah memicu krisis ekonomi dan sosial di berbagai negara termasuk di Indonesia. Kebijakan pemerintah Indonesia untuk menaikan harga bahan bakan minyak (BBM) dengan alasan penyelamatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) memicu kenaikan harga hampir semua komoditi yang diperlukan masyarakat di Indonesia. Hal ini membuat angka kemiskinan meningkat dan kehidupan rakyat semakin terpuruk. Berbagai elemen masyarakat termasuk mahasiswa menyampaikan keberatan melalui demonstrasi menolak kebijakan ini terjadi dihampir semua penjuru tanah air. Pilihan sulit yang harus diambil oleh pemerintah dengan berbagai konsekuensi yang harus dipikul. Fakta ini menunjukan bahwa Alternatif Pembangkit Tenaga Listrik yang Ramah Lingkungan di Indonesia
8

Makalah mesin konversi energi

Oct 01, 2015

Download

Documents

Abank Faris

tugas mata kuliah MKE yang disuruh buat jurnal
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

EECCIS2008

Alternatif Pembangkit Tenaga Listrik yang Ramah Lingkungan di IndonesiaAbstract Kebutuhan akan energi listrik terus meningkat, diperkirakan pertumbuhan akan mencapai 7,1% setiap tahun sampai tahun 2012 dengan rasio elektrifikasi 60%. Kondisi seperti ini pada satu sisi menggembirakan, namun sisi lain akan memberikan dampak yang memprihatinkan dari aspek lingkungan hidup, sebab 89,5% pembangkit tenaga listrik di Indonesia menggunakan energi fosil. Dampak penggunaan energi fosil salah satunya adalah mengahasilkan emisi gas buang yang cukup besar, sebagai misal setiap kWh energi listrik yang diproduksi oleh energi fosil menghasilkan polutan yang dibuang keudara 974 gr CO2, 962 mg SO2 dan 700 mg Nox. Pada tahun 2012 diperkirakan produksi energi listrik di Indonesia mencapai 192,590 GWh, berarti 172,360GWh listrik yang diproduksi menggunakan energi fosil. Jumlah ini mengakibatkan terjadi pelepasan 168 juta ton CO2, 159,6 ribu ton SO2 serta 120,7 ribu ton Nox ke udara. Bertolak dari dampak tersebut, perlu dilakukan kajian yang lebih komprihensif dan komparatif mengenai pembangkit yang di gunakan di Indonesia. Kajian ini dilakukan berdasarkan tinjaun dari berbagai informasi sebagai bahan rujukan, untuk kemudian menghasilkan rekomendasi mengenai pembangkit yang sesuai untuk digunakan di Indonesia. Adapun variabel yang akan dipakai sebagai indikator evaluasi adalah aspek ekonomis, teknis dan ekologis atau lingkungan. Dari variabel tersebut, maka pembangkit yang relevan untuk konteks Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi dan pembangkit listrik tenaga nuklir.Kata Kunci : energi, ekologi, ekomomi I. PENDAHULUAN

Kehidupan masyarakat modern tergantung pada ketersediaan sumber energi terutama energi listrik. Kebutuhan terhadap listrik sama seperti kebutuhan pokok manusia lainnya. Pemanfaatan energi listrik telah mempengaruhi dan membentuk peradaban manusia didekade ini, sebab kualitas kehidupan manusia memiliki korelasi terhadap pemanfaatan energi listrik dalam kehidupan sehari-hari. Krisis energi akibat dari berkurangnya ketersediaan sumber energi primer dunia, yang ditandai dengan melambungnya harga minyak di pasaran dunia menjadi 130 dolar Amerika setiap barel telah memicu krisis ekonomi dan sosial di berbagai negara termasuk di Indonesia.Kebijakan pemerintah Indonesia untuk menaikan harga bahan bakan minyak (BBM) dengan alasan penyelamatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) memicu kenaikan harga hampir semua komoditi yang diperlukan masyarakat di Indonesia. Hal ini membuat angka kemiskinan meningkat dan kehidupan rakyat semakin terpuruk. Berbagai elemen masyarakat termasuk mahasiswa menyampaikan keberatan melalui demonstrasi menolak kebijakan ini terjadi dihampir semua penjuru tanah air. Pilihan sulit yang harus diambil oleh pemerintah dengan berbagai konsekuensi yang harus dipikul. Fakta ini menunjukan bahwa krisis energi dapat memicu krisis multidimensi di arah global maupun di negara masing-masing.

Penggunaan BBM secara berlebihan tidak saja memicu krisis ekonomi global maupun setiap negara, melainkan yang lebih memprihatinkan adalah memicu krisis lingkungan global. Krisis lingkungan global yang ditandai dengan fenomena pencemaran udara, tanah dan air. Krisis tersebut, akibat dari eksploitasi sumber daya energi sampai dengan pemanfaatannya untuk berbagai kebutuhan hidup manusia di berbagai sektor seperti tenaga listrik, transportasi, industri dan domestik.

Salah satu fenomena lingkungan hidup yang mengancam kehidupan umat manusia sejagat adalah pemanasan global atau global warming. Salah zat penyebab utama pemanasan global adalah penggunaan energi fosil yakni minyak bumi, gas dan batu bara. Pembakaran energi fosil menyebabkan bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Gas-gas rumah kaca yang ada diatmosfer seperti carbondioksida (CO2), dinitro oksida (N2O), metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6),perflorokarbon (PFCs) dan hidroflorokarbon (HFCs) konsentrasi gas rumah kaca yang berlebihan akan merangkap cahaya matahari sehingga suhu bumi semakin naik. Kenaikan suhu akan memicu ketidakseimbangan lingkungan yakni terjadi perubahan iklim[1]. Dampak dari perubahan iklim menyentuh semua sektor terutama sektor pertanian selin itu, berbagai bencana yang terjadi akahir-akhir ini acapkali dikaitkan dengan fenomena pemanasan global.

Sektor tenaga listrik memberikan kontribusi paling besar bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir yakni sebesar 40% dan sisanya sektor transportasi 27% , sektor industri 21%, sektor domestik 15% serta sektor lain lain 1% [2]. Data ini cukup valid karena sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia yakni 89,5% menggunakan bahan bakar fosil dengan rasio elektrifikasi baru mencapai 56%, bayangkan kalau rasio elektrifikasi terus meningkat sedangkan ketergantungan pembangkit listrik masih pada bahan bakar fosil. Sebagai ilustrasi setiap kWh energi listrik yang diproduksi oleh penggunaan energi fosil menghasilkan gas rumah kaca sebesar 974 gr CO2, 962 mg SO2 dan 700 mg Nox. [3]

II. METODOLOGI

Metode yang dipakai dalam kajian ini adalah menggunakan kajian pustaka yakni mengumpulkan berbagai informasi yang terkait dengan persolan energi khususnya energi listrik dikaitkan dengan faktor ligkungan hidup atau ekologi. Data-data yang diperoleh dari berbagai sumber seperti buku referensi, jurnal ilmiah, tulisan ilmiah populer, dan lain sebagainya akan dianalisa menggunakan pendekatan teknis, ekonomis dan ekologis atau lingkungan. Analisis hanya dibatasi untuk pembangkit listrik berskala besar.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Energi di Indonesia

Faktor alamiah Negara Indonesia sangat mendukung pengembangan sektor energi di Indonesia terutama di sektor kelistrikan. Secara geografis Indoneia kaya akan sumber daya energi. Sumber daya tersebut antara lain yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Keberadaan potensi energi tersebut tersebar merata di seluruh wilayah Nusantara. Potensi energi fosil minyak mumi 86,9 miliar barel sedangkan yang dicadangan hanya sebesar 9 miliar barel atau 10,36% sedangkan kemampuan untuk dimanfaatkan masih tergolong rendah yakni hanya 5.56% setiapa tahun (tabel 1).[3].

Hal yang perlu diperhatikan bahwa potensi tersebut tidak bertahan lama atau akan habis setelah diekploitasi tanpa upaya ekplorasi seperti minyak bumi akan habis 18 tahun kemudian, hal yang sama untuk gas 61 tahun dan batu bara 147 tahun. Kelangkaan ini sudah terasa saat ini yakni Indonesia sudah tidak memenuhi kuota sebagai negara pengeksport minyak yang ditentukan oleh organisasi negara-negara pengeksport minyak (OPEK). Fakta ini menunjukan bahwa ketergantungan terhadap bahan bakar fosil perlu segera dikurangi secara bertahap memandang keberadaannya yang terbatas, karena dapat habis kalau diekploitasi terus-menerus. Krisis BBM yang dialami Indonesia saat ini merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah untuk memprediksi kebutuhan BBM akibatnya saat ini Negara Indonesia yang dulunya pengesport saat ini menjadi pengimport. Konsekuensinya kenaikan harga minyak dunia mempengaruhi ketahanan perekonomian negara dan sektor tenaga listrik mengalami dampak ekonomis yang cukup memprihatinkan karena sebagian besar pembangkit listrik adalah menggunakan BBM.

Tabel 1 Potensi Energi Fosil Nasional

Krisis energi dan krisis lingkungan global merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan untuk mekasimalkan pemanfaatan potensi energi bukan fosil yang sifanya terbarukan. Potensi energi bukan fosil sangat banyak dan pemanfaatnya belum maksimal (tabel 2)[4]. Potesi terbesar adalah pada tenaga air yakni 846,00 JUTA BOE atau 75,67 GW dan baru dimanfaatkan sebesar 4.2 GW atau 5,55%. Hal yang sama untuk panas bumi, potensi panas bumi di indonesia merupakan terbesar di dunia yaki 40% dari cadangan panas bumi dunia, namun di Indonesia pemanfaatannya masih sangat rendah yakni 3.1%.

Pemanfaatan potensi energi non fosil yang masih sangat rendah disebabkan karena beberapa pertimbangan antara lain biaya investasi tinggi, harga energi terbarukan belum dapat bersaing dengan harga energi fosil, kemampuan sumber daya manusia relatif rendah, tntuk energi terbarukan yang belum komersial dan kemampuan jasa dan industri energi kurang mendukung [5].

Kelemahan tersebut dapat diatasi apabila pemerintah memiliki kebijakan untuk memberikan kemudahan dan insentif agar pemanfaatan energi terbarukan dapat dimaksimalkan. Namun demikian hal ini tidak terjadi karena dari kebijakan pemerintah mengenai komposisi penggunaan energi (energi mix) sampai tahun 2025 yakni minyak bumi 26,2%, batubara 32,7% gas bumi 30,6%, panas bumi 3,8% dan sisanya adalah energi alternatif/energi baru terbarukan 4,4% terdiri dari : PLTS 0,02%, PLT Angin 0,028%, Biomasa 0,766%, Biofuel 1,335%, nuklir 1,993% (gambar 1). Tabel 2. Potensi Energi Terbarukan Nasional

Berdasarkan RKAP PLN tahun 2007, energi mix produksi energi listrik diperoleh dari Batubara 44%, energi air 8,6%, bahan bakar minyak 23,7% , panas bumi 3,1% dan gas alam 20,05%.

Dengan demikian dari sisi pemerintah potensi energi terbarukan yang berlimpah masih belum menjadi target yang dapat diandalkan untuk mengatasi krisis energi dan krisis ekologi di Indonesia.

Prediksi Kebutuhan Listrik Nasional

Rasio elektrifikasi di Indonesia masih tergolong rendah yakni sebesar 56%, karena kelemahan dari negara untuk mengembangkan sistem kelistrikan secara nasional yang mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyat. Perkembangan pembangunan yang pesat dibidang industri dan konstruksi memicu permintaan akan pasokan tenaga listrik dan sampai sekarang PLN belum mampu memenuhi semua. Hal ini terlihat dari krisis listrik yang terjadi di berbagai daerah yang harus melakukan pemadaman bergilir. Pertumbuhan permintaan tenaga litrik cukup besar yakni sekitar 7% setiap tahun (tabel-3).[4].Tabel 3. Kebutuhan Energi Listrik di Indonesia

Kenyataan bahwa permintaan akan energi litrik yang terus berkembang, maka perlu diupayakan untuk pengembangan di sektor kelistrikan melalui pembngunan pembangkit-pembangkit baru, sekaligus memaksimalkan yang sudah ada serta melakukan efisiensi dalam pengoperasian. Dengan demikian masih terbuka peluang untuk memanfaatkan energi terbarukan sebagai pembangkit.

Penngkit Listrik dan Persoalan Lingkungan

Dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa potensi energi fosil terbatas dan berpotensi mengancam atau memicu krisis ekologi, sedangkan pengembangan energi terbarukan terbuka peluang karena potensinya memadai serta ramah terhadap lingkungan.

Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menemukan pembangkit listrik yang memilliki kapasitas tinggi, memiliki nilai ekonomis sekaligus tetap menjamin kelestarian lingkungan. Teknologi pembangkit yang dipakai untuk semua pembangkit tidak banyak berbeda, yang memberikan perbedaan adalah energi yang dipakai untuk pembangkitan.

Secara umum pembangkit tenaga listrik bekerja dengan prinsip elektromagnetik yakni perpotongan medan magnet akibat dari pergerakan kutub magnet (rotor) didalam kutub magnet tetap (stator) akan menghhasilkan arus tegangan. Proses ini terjadi di generator listrik yakni mesin listrik yang mengkonversi energi mekanik atau gerak menjadi energi litrik. Untuk membangkitkan energi listrik, generator digerakakan oleh berbagai energi pada umumnya tiga glongan yakni energi pertama energi fosil: minyak, batubara, dan gas alam, kedua energi terbarukan, seperti: hidro, matahari/solar, angin , dan panas bumi, terakhir Energi nuklir Kenyataan bahwa pada tahun 2004 konsumsi energi primer didominasi oleh energi fosil sebesar 93% terdidi dari: minyak bumi 53%, gas 19% dan batubara 21%, energi air sebesar 4%, dan geotermal sebesar 3%. Produksi listrik Indonesia pada tahun 2003 bersumber dari energi fosil sebesar 80% terdiri dari batubara : 52%, BBM 5%, gas 23%, hidro 9% dan panas bumi 9% dengan kapasitas listrik terpasang sekitar 25.681 MWe yang terdiri dari 22.231 MWe atau 86,6 % diproduksi oleh PLN dan 3.450 MWe atau 13,4 % diproduksi oleh perusahaan listrik swasta. Sedangkan sumber energi untuk pembangkit listrik. [6]. Dari data diperoleh bahwa polusi yang dihasilkan oleh pembangkit paling banyak bersumber pada pada pembangkit yang mengugunakan bahan bakar fosil yakni batu bara, minyak bumi atau solar dan gas alam (gambar 3) [6].

Gambar 1. Kontribusi peningkatan CO2 pembangkit listrikBerdasarkan data PLN pada tahun 2012 diperkirakan produksi energi listrik di Indonesia mencapai 192,590 GWh, berarti 172,360GWh listrik yang diproduksi menggunakan energi fosil. Jumlah ini mengakibatkan terjadi pelepasan 168 juta ton CO2, 159,6 ribu ton SO2 serta 120,7 ribu ton Nox. Kondisi ini menunjukan bahwa ketergantungan pembangkit listrik di Indonesia terhadap energi fosil cukup besar dan hal ini telah memicu krisis ekonomi di Indonesia sekaligus menyebabkan krisis ekologi. Krisis ekologi dimungkinkan karena setiap penggunaan BBM akan menghasilkan emisi gas buang yang cukup signifikan. Dengan demikian salah satu solusi untuk mengurangi penyebab krisis lingkungan hidup global adalah pembenahan di sektor kelistrikan melaui upaya pemanfaatan sumber energi listrik yang ramah lingkungan dan juga secara ekonomis memberikan keuntungan sehingga mudah dijangkau oleh kalangan ekonomi yang paling bawah..Alterantif yang dapat dirawarkan yang dapat dilaksanakan di Indonesia dalam konteks saat ini adalah pengembangan penggunaan energi panas bumi dan penggunaan energi nuklir. Energi terbarukan lainnya untuk jangka pendek belum dapat dimanfaatkan secara maksimal berdasarkan pertimbangan efisiensi atau ekonomi.

Kedua jenis energi ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan energi fosil dari aspek lingkungan dan ekonomis.

Panas Bumi Sebagai Alternative

Enegi panas bumi merupakan energi panas yang keluar dari perut bumi yang dapat dimanfaatkan untuk memutar turbin generator pembangkit. Penggunaan energi panas bumi di Indonesia sudah berlangsung lama, namun perkembangannya relatif lambat.

Potensi energi panas bumi di Indonesia relatif besar karena merupakan potensi terbesar di dunia, yakni 40% cadangan panas bumi di seluruh dunia terdapat di Indonesia. Penyebaran energi ini relatiif merata di seluruh Indonesia, karena negara Indonesia secara geografis berada di wilayah lintasan gunung berapi (ring of fire)Total potensi energi panas bumi di Indonesia mencapai 27.487 MW yang terdapat dihampir seluruh kawasan di Indonesia yakni pulau Sumatra, pulau Jawa, pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Pulau Kalimantan dan Papua (tabel-3). Hal yang menarik dari potensi energi panas bumi dari segi penyebaran geografis adalah 18.183 MW atau 66,15% terdapat diluar pulau Jawa. Namun demikian pemanfaatannya justru terkonsentrasi di pulau Jawa, padahal di luar pulau Jawa ketergantungan terhadap bahan bakar fosil sangat tinggi.Tabel 4. Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

Dari aspek lingkungan PLTPB memberikan dampak yang sangat positif bagi keseimbangan lingkungan, karena menghasilkan emisi gas buang CO2 yang sangat rendah (tabel 5) [4], yakni 10,48 kali lebih rendah dari batu bara, 9,85 kali lebih rendah dari minyak bumi dan 6,61 kali lebih rendah dari gas alam. Hal yang mencolok adalah pada emisi SO2 yaitu 315,4 kali lebih sedikit dibanding dengan batu bara dan 34,29 kali lebih sedikit dari minyak bumi. Dengan demikian penggunaan PLTPB sangat ramah terhadap lingkungan.Dari aspek ekonomi pengembangan PLTPB memiliki keunggulan (tabel 6)[7]. Sebab, tidak memerlukan bahan bakar sehingga dapat menghasilkan energi listrik dengan harga yang relatif murah dan kontinuitasnya terjamin karena tidak tergantung pada cuaca, sehingga memiliki faktor kapasitas yang tinggi yakni 95% waktu operasional.Tabel 5. Emisi gas dari berbagai pembangkit listrik

Biaya investasi awal cukup tinggi namun pemeliharaan rendah sehinggga untuk jangka panjang sangat mengutungkan. Walaupun demikian kelemahan dari PLTPB adalah lokasinya yang jauh dari pusat beban membuat biaya transmisi dan distribusi tenaga listrik cukup tinggi, namun untuk jangka panjang tetap menjanjikan secara ekonomis.Tabel 6 . Faktor Ekonomi PLTPB

Tenaga Nuklir Sebagai AlternatifPrinsip kerja PLTN adalah uap air untuk memutar turbin dihasilkan oleh panas dari proses pembelahan inti reaksi uranium didalam reaktor (gambar 2) [8].

Gambar 2. Skema prinsip kerja PLTNReaksi pembelahan inti uranium terjadi dalam reaktor. Didalam reaktor reaksi tersebut terjadi secara berantai pada saat inti dari uranium dalam hal ini U-235 atau U-233 terbelah bereaksi dengan neutron yang akan menghasilkan berbagai unsur lainnya dalm waktu yang sangat cepat, proses ini akan menimbulkan panas dan netron-netron baru. Panas yang berasal dari inti reaktor dialirkan ke sistem pendingin primer, untuk kemudian dilewatkan pada alat penukar panas dan selanjutnya panas dibuang ke lingkungan melalui sisten pendingin sekunder [9].

Pengoperasian PLTN sangat bersih karena tidak menghasilkan emisi gas buang sehingga tidak mencemari lingkungan dan dari segi ekonomi investasi cukup besar, namun untuk jangka panjang cukup memiliki prospek. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam enanganan PLTN adalah keamanan. Apabila terjadi kebocoran reaktor berakibat fatal karena, radio aktif akan dibawa oleh udara dan dapat menjangkau areal yang cukup luas dan itu,akan mengancam kehidupan di areal tersebut. Berbagai bencana kegagalan reaktor nuklir seperti salah satunya di Chernobyl Rusia masih meninggalkan trauma di kalangan masyarakat dunia termasuk di Indonesia. Selain itu, isu seperti radiasi yang ditimbukan, pengolahan limbah radioaktif, dampak sosial dan proliferasi, adalah isu-isu yang perlu mendapat perhatian dalam rangka pengembangan PLTN di Indonesia. Untuk itu upaya menyiapkan masyarakat secara psikologis, menggalang partispasi masyarakat unuk memberikan dukungan dan peningkatan kualitas serta kedisiplinan tenaga ahli yang menggeluti PLTN merupakan sebuah keniscahyaan bagi kehadiran PLTN di Indonesia.IV. SIMPULANBerdasarkan data dan analisa diatas dapat dirangkum beberapa hal antara lain :

1. Krisis energi global akibat ketergantungan terhadap energi fosil berdampak pada krisis energi di Indonesia yag telah memicu krisis sosial dan ekonomi di Indonesia

2. Sektor energi listrik merupakan kontributor terbesar yakni 40 % bagi peningatan onsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang menyebabkan pemanasan global.

3. Polusi yang dihasilkan oleh pembangkit paling banyak bersumber pada pada pembangkit yang mengugunakan bahan bakar fosil yakni yang menggunakan batu bara, minyak bumi dan gas alam4. Alterantif yang dapat dirawarkan untuk dilaksanakan di Indonesia dalam konteks saat ini untuk mengatasi krisis energi dan persoalan lingkungan hidup adalah pengembangan penggunaan energi panas bumi dan penggunaan energi nuklir. Keda energi tersebut terbukti ramah lingkungan dan ekonomis.

5. Pemanfaatan energi nuklir di sektor kelistrikan perlu mempertimbangkan aspek psikologis masyarakat yang masih trauma terhadap kecelakaan radisi penangana limbah nuklir serta polifersi.

DAFTAR PUSTAKA

[1.] Hemana, Joni, Pemanasan Global dan Dampaknya Terhadap lingkungan Hidup, Makalah pada seminar kimia lingkungan VII FMIPA Universitas Airlangga Surabaya 2008[2.] Slamet, Agus Global Warming Bagi Profesi Insinyur , CD Makalah Seminar Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Subabaya, 2008[3.] Depatemen ESDM Indonesia (2008), Handbook Statistik Ekonomi Energi di Indonesia 2006,http://www1.esdm.go.id/files/publikasi/buku/Handbook%20Statistik%20Ekonomi%20Energi%202006.pdf[4.] Rohi, Daniel, Mengkaji Kontroversi Penggunaan Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional, Prosiding Seminar Nasional Universitas Negeri Surakarta 2006[5.] Hermawan, Potensi dan Aspek teknis Pengembangan Energi Terbarukan, Prociding Seminar dan Lokakarya Nasional Energi dan Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang 2008 [6.] Lumbanraja M. Sahala, Kontroversi Pembangunan PLTN Pertama di Indonesia;Suatu Kajian Komparatif, Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Hidup dan Energi Universitas Diponegoro Semarang 2008 [7.] Reed, M.J and Renner, L.Jl : Environmental Compatibilility of Geothermal Energy, CRP Press, 1995, http://geothermal.inel.gov/publications/articles/reed/reed-renner.pdf

[8.] Sriyana, Studi unjuk Kerja PWR di Negra Penyedia Teknologi, Kasus Amerika dan Perancis, Prosisding Seminar dan Lokakarya Nasional Energi dan Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang 2008[9.] Kadir, Abdul, Energi : sumber daya,inovasi, tenaga listri da potensi ekonomi, UI-Press 1987