PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT LAPORAN ANALISIS KASUS PADA TN. S DENGAN MENINGITIS DI UNIT GAWAT DARURAT NONBEDAH RS WAHIDIN SUDIROHUSODO Disusun oleh: Kelompok II Waode Nuraisyah Andi Ririn Latif Ummi Pratiwi R Dewi Murni Dalwiani Musdalifah I. Nirwana Dewi Kurniasih Hesty S. Aprianti A.B
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
LAPORAN ANALISIS KASUS PADA TN. S DENGAN MENINGITIS
DI UNIT GAWAT DARURAT NONBEDAHRS WAHIDIN SUDIROHUSODO
Disusun oleh:
Kelompok II
Waode Nuraisyah
Andi Ririn Latif
Ummi Pratiwi R
Dewi Murni
Dalwiani
Musdalifah I.
Nirwana
Dewi Kurniasih
Hesty S.
Aprianti A.B
PROGRAM PROFESI PSIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A.Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medulla
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu
dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza
dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
B. Etiologi
1. Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara
umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
· Haemophillus influenzae
· Nesseria meningitides (meningococcal)
· Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)
· Streptococcus, grup A
· Staphylococcus aureus
· Escherichia coli
· Klebsiella
· Proteus
· Pseudomonas
2. Virus
Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini biasanya
bersifat “self-limitting”, dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan
penyembuhan bersifat sempurna
3. Jamur
4. Protozoa (Donna D., 1999)
C. Klasifikasi Meningitis
1. Meningitis purulenta
adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa
pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering
didapatkan pada anak daripada orang dewasa. Meningitis purulenta pada umumnya sebagai
akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya
pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan
lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan
didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain.Penyebab
meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus influenza,
stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella.
2. Meningitis serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa.
Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya
dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung
penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada
permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam
rongga archnoid.
D. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia,
yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Saluran vena yang
melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan
dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi
radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat
eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar
otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral
dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis.
Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan
dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat
terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus.
E. Manifestasi Klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a) Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena
adanya spasme otot-otot leher.
b) Tanda kernig positif: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka
gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremitas yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen
dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda
vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala,
muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi
purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
F. Komplikasi
Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi pada
meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi cerebral fokal,
hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus
pada organ tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis,
myocarditis, orchitis, epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC dapat
terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada
saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya disebabkan karena
komplikasi dari nervous system.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Analisis CSS dari pungsi lumbal :
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa
jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus
biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
5. Elektrolit darah : Abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi
atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel;
hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
H. Penatalaksanaan
Terapi antibiotik diberikan secepatnya setelah didapatkan hasil kultur. Pada orang
dewasa, Benzyl penicillin G dengan dosis 1-2 juta unit diberikan secara intravena setiap 2
jam. Pada anak dengan berat badan 10-20 kg. Diberikan 8 juta unit/hari,anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg diberikan 4 juta unit/hari.
Ampicillin dapat ditambahkan dengan dosis 300-400 mg/KgBB/hari untuk dewasa dan
100-200 mg/KgBB/ untuk anak-anak. Untuk pasien yang alergi terhadap penicillin, dapat
dibrikan sampai 5 hari bebas panas.
Terapi suportive seperti memelihara status hidrasi danoksigenasi harus diperhatikan
untuk keberhasilan terapi. Untuk DIC, beberapa penulis merekomendasikan pemberian
heparin 5000-10.000 unit diberikan dengan pemberian cepat secara intravena dan
dipertahankan pada dosis yang cukup untuk memperpanjang clotting time danpartial
thromboplastin time menjadi 2 atau 3 kali harga normal. Untuk mengontrol kejang diberikan
anticonvulsan. Pada udem cerebri dapat diberikan osmotik diuretik atau corticosteroid, tetapi
hanya bila didapatkan tanda awal dari impending herniasi.
J. Pencegahan
1. Imunisasi
Vaksin meningococcus sangat penting untuk epidemis controlling di Negara ketiga dimana
selalu terdapat infeksi meningococcus group A, dengan epidemi setiap beberapa tahun.
Imunitas yang didapat tidak bertahan selamanya, dan akan berkurang dalam 3-5 tahun setelah
vaksinasi.
Committee (1991) dan Committee on Infectious Disease of the American Academy of
Pediatrics (1991), penggunaan vaksin tersebut adalah sabagai berikut:
a) Seluruh bayi di imunisasi Hib conjugate vaksin (Hb-OC atau PRP-OMP), dimulai pada
usia 2 bulan. Pemberian dari vaksin dimulai sat 6 minggu. Pemberian imunisasi dapat
bersamaan dgn jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksin diberikan
secara intramuskular pada tempat yang berbeda dengan menggunakan syringe yang
berbeda.
b) Bila menggunakan Hb-OC, pada infant usia 2-6 bulan diberikan 3 dosis dengan selang
paling sedikit 2 bulan. Infant usia 7-11 bulan diberikan 2 dosis dengan selang paling sedikit
2 bulan sebelum mencapai usia 15 bulan. Booster diberikan saat usia 15 bulan paling
sedikit 2 bulan setelah dosis terakhir. Bila menggunakan PRP-OMP, pada infant usia 2-6
bulan diberikan 2 dosis degan selang 2 bulan, dan booster diberikan saat berusia 12 bulan.
Anak usia 7-11 bulan diberikan 2 dosis dengan selang 2 bulan, sedangkan anak usia 12-14
bulan diberikan single dose, pada kedua kelompok tersebut booster diberikan saat usia 15
bulan, paling sedikit 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada kelompok usia dewasa diberikan
single dose secara subcutan. Vaksinasi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit
sebesar 90%, tetapi tidak cukup potent untuk mengurangi kasus carrier.
2. Kemoprofilaksis
Resiko untuk terkena meningitis menjadi tinggi segera setelah kontak dengan penderita,
dimana kebanyakan kasus timbul pada minggu pertama setelah kontak, paling lambat dalam 2
bulan. Pada kasus dengan penderita, secepatnya harus diberikan chemoprophylaxis. Kontak
didefinisikan sebagai keluarga, perawat yang kontak dengan sekret oral dari pasien dan petugas
kesehatan yang melakukan tindakan resusitas mouth to mouth secara langsung.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan
kesadaran
Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan
mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis
biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan
peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala
awal yang sering. Sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan
sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam,
bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan
tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di
RS, pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman
kemeningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan
atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi
jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma
kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk
produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberculosia.
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat
kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi
pemakaian antibiotic).
Pengkajian psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk
menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang ditimbulkan kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara
umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung
Conginetal (abses otak).
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan
dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor). Takikardi, distritmia
(pada fase akut) seperti distrimia sinus (pada meningitis)
Inspeksi : Posisi ditengah, bentuk mesocephal, rambut hitam dan lurus, tidak mudah dicabutPalpasi : Massa Tekan (-), nyeri tekan sulit dinilai
- MataInspeksi : udema palpebra (-), konjungtiva pucat, refleks kornea (+) kiri dan kanan, refleks cahaya (+) kiri dan kanan, pupil bulat anisokor 4 mm / 3 mm, Palpasi : Tidak ada massa tekan
- HidungInspeksi : Simetris, pernapasan cuping hidung (-), Tidak ada secretPalpasi : Massa tekan (-)
- Telinga Inspeksi : Simetris, otore (-), Fungsi pendengaran tidak dapat dikaji
Palpasi : massa tekan (-)- Mulut dan tenggorokan : Mukosa mulut kering, tidak ada secret, gigi geligi berjumlah 32
- LeherInspeksi : Warna sama dengan sekitar, distensi vena jugularsi (-)Palpasi : Kelenjar limfe tidak teraba, Massa tekan (-)Rangsangan Menings : Kaku kuduk (-)
Kernig signs (-/-)- Dada
Inspeksi : Dada simetris, retraksi (-), pergerakan dada simetris, ictus cordis tidak tampakPalpasi : Massa tekan (-), Nyeri tekan sulit dinilai, ictus cordis tidak terabaPerkusi : Jantung pekak , batas ICS II – ICS V kiri. Paru sonor kiri = kananAuskultasi : Ronchi (-), wheezing (-), BJ I/II murni reguler
- AbdomenInspeksi : Ikut gerak napas, warna sama dengan sekitar, asites (-)Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normalPalpasi : Massa tekan (-), nyeri tekan (-)Perkusi : Timpani
- Genitalia dan anusInspeksi : warna sama dengan daerah sekitar, tidak tampak massa di daerah
8. Diagnosa Keperawatan 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
DO : GCS6 E1 M4 V1
Bunyi nafas tambahan: snoring (+) P: 28 x/mnt
2) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOLDS :
Keluarga klien menyatakan klien tidak sadarkan diri sejak 3 jam yang lalu Keluarga klien menyatakan awalnya klien BAB dengan konsistensi cair dan
banyak kemudian kejang-kejang dan tidak sadarkan diri. DO : GCS6 E1 M4 V1
dekortikasi Pupil bulat, anisokor, kanan 4 mm, kiri 3 mm Hoffman Tromner + Babinski kaki kanan (+), kaki kiri (-) Chaddock kaki kanan (+), kaki kiri (-) CT Scan kepala : Tampak gambaran hipodens luas pada kedua hemisfer
3) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan diareFactor risiko:
Keluarga mengatakan di rumah klien BAB 3 kali, dengan konsistensi cair dan
berbau
Ketika masuk rumah sakit klien BAB dengan frekuensi 2 kali, konsistensi encer,
berbau
4) Risiko infeksi Faktor risiko:
HB 10 gr/dl
WBC 13.103/µl Diseminata hematogen dari patogen
9. Intervensi Keperawatan dan EvaluasiNo Diagnosa Tujuan Implementasi Rasional Evaluasi1.
2
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
Perubahan
Mendemonstrasikan pola napas efektif dengan kriteria evaluasi:
- Pola napas normal
- RR 16-24- Irama napas
reguler- Bebas sianosis
Gangguan perfusi
1. Memantau frekuensi dan irama pernapasan.Hasil: RR : 28 kali /menitIrama napasreguler
2. Mengauskultasi suara napas, memperhatikan hipoventilasi dan suara tambahan (krekels, ronchi dan mengi)Hasil : Suara napas vesikulerSnoring (+), Wheezing (-), ronchi (-)
3. mengekstensikan kepala klien
4. Memberikan oksigen 3 liter /menit via nasal kanul
5. Kolaborasi:Memasang oroparingeal
1. Memantau status neurologis
1. Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau lokasi keterlibatan otak
2. Mengidentifikasi masalah paru seperti atelektasis, kongesti atau obstruksi jalan napas
3. Membebaskan jalan napas
4. Memaksimalkan oksigen pada daerah arteri dan membantu pencegahan hipoksia
5. mencegah lidah jatuh ke belakang yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas
A : masalah bersihan jalan napas teratasiP : lanjutkan intervensi
1. Memantau frekuensi dan irama pernapasan.
2. Mengauskultasi suara napas, memperhatikan hipoventilasi dan suara tambahan (krekels, ronchi dan mengi)
3. mengekstensikan kepala klien
4. Memberikan oksigen 3 liter /menit via nasal kanul
kolaborasi5. Memasang
oroparingeal
S : -
perfusi serebral berhubungan dengan penghentian darah oleh SOL
jaringan dapat diatasi dengan kriteria : Tingkat kesadaran
dan fungsi kognitif baik
motorik atau sensorik membaik
tanda-tanda vital stabil
tidak ada peningkatan TIK
Hasil :GCS6( E1M4V1)E : tidak ada kontak mataM : dekortikasiV : tidak ada respon verbal
2. Memantau TTV: Hasil : TD : 100/palpasi
N : 104 kali/menitS : 38,2oCP : 28 kali/menit
3. Mengobservasi keadaan pupil, catat ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, dan reaksinya terhadap cahaya, gerakan bola mataHasil:pupil bulat anisokor OD:4 mm OS:3 mmGBM (-)Refleks cahaya (+)
kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
2. Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan tekanan darah diastole merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan tingkat kesadaran.
3. Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (N.III) dan berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya
pupil bulat anisokor OD:4 mm OS:3 mm GBM (-) Refleks cahaya (+) Hoffman Tromner (+) Babinski kaki kanan
(+), kaki kiri (-) Chaddock kaki kanan
(+), kaki kiri (-)
A : perubahan perfusi serebral belum teratasi
P : melanjutkan intervensi :1. Memantau status
neurologist2. Memantau TTV3. Mengobservasi
keadaan pupil, catat ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, dan reaksinya
4. Mengkaji refleks patologisHasil: Hoffman Tromner (+) Babinski kaki kanan
(+), kaki kiri (-) Chaddock kaki kanan
(+), kaki kiri (-)
5. Mengobservasi adanya kejangHasil: tidak terjadi kejang
6. Kolaborasi- Memberikan oksigen 3
l/menit- Memberikan dexametazon 1
ampul/8 jam/iv- Memberikan injeksi
mencerminkan fungsi yang terkoordinasi dari saraf cranial optikus dan okulomtorius.
4. Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap pasien. Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur piramida pada otak
5. Kejang dapat terjadi sebagai akibat dari iritasi serebral, hipoksia atau peningkatan TIK
6. Menurunkan hipoksemia
Menurunkan inflamasi, mencegah udem serebri
terhadap cahaya, gerakan bola mata
4. Mengobservasi adanya kejang
5. Kolaborasi - Memberikan
oksigen 3 l/menit- Memberikan
dexametazon 1 ampul/8 jam/iv
- Memberikan injeksi piracetam 3 gr/8 jam/iv
- Memberikan neurosanbe 1 Ampl/24 jam/IM
3 Risiko kekurangan volume cairan
Tidak terjadi kekurangan volume cairan, dengan kriteria evaluasi:
TTV dalam batas normal
Turgor kulit baik
Mukosa lembab
Penurunan frekuensi defekasi
piracetam 3 gr/8 jam/iv- Memberikan neurosanbe 1
Ampl/24 jam/IM
1. Mengobservasi frekuensi dan karakteristik defekasiHasil : BAB dengan frekuensi 2 kali, konsistensi cair, ampas (+), berbau
Setelah dievaluasi selama 8 jam, diagnosa yang telah teratasi adalah
bersihan jalan napas tidak efektif. Hal ini terjadi karena telah dilakukan tindakan
untuk membebaskan jalan napas yaitu pemasangan oropharinngeal airway dan
pemberian oksigen 3 liter/menit dan pernapasan 24 kali /menit.
Diagnosa perubahan perfusi belum teratasi dibuktikan dengan GCS 6
(E1M4V1). Diagnosa risiko kekurangan volume cairan masih menjadi risiko
karena klien masih BAB dengan konsistensi cair, ampas (+) dan berbau.
Sedangkan diagnosa risiko infeksi, setelah dilakukan beberapa pengkajian dan
observasi, didapatkan beberapa tanda-tanda infeksi yaitu demam (+), leukositosis
(WBC = 13.103/ul).
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.
Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1999.
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.