1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memori merupakan elemen pokok dalam sebagian besar proses kognitif. Proses dari ingatan melalui pengkodean, penyimpanan, dan pengeluaran informasi. Sistem yang dibangun untuk ingatan agar sebuah informasi tetap diingat harus melalui ingatan sensori, ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang (Atkinson & Shiffrin, 1971 dalam Sarwono, 2010). Informasi yang baru didapat disimpan dalam memori jangka pendek dengan kemampuan jumlah dan waktu penyimpanan yang terbatas. Ingatan jangka pendek dapat bertahan selama beberapa menit sampai beberapa jam. Kapasitas memori jangka pendek terbatas, lima sampai sembilan unit informasi. Informasi bisa berupa angka, huruf atau kata (Sarwono, 2010). Informasi dapat hilang bila terjadi distraksi. Sebagian informasi akan terlupakan, sebagian lain akan ditransfer ke dalam memori jangka panjang yang lebih permanen (Solso, dkk, 2007). Informasi dari memori jangka panjang dapat kembali lagi ke memori jangka pendek untuk digunakan. Informasi dari memori jangka panjang sering tidak ditemukan kembali sehingga terjadi lupa (Wade & Travris, 2007).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memori merupakan elemen pokok dalam sebagian besar proses
kognitif. Proses dari ingatan melalui pengkodean, penyimpanan, dan
pengeluaran informasi. Sistem yang dibangun untuk ingatan agar sebuah
informasi tetap diingat harus melalui ingatan sensori, ingatan jangka
pendek dan ingatan jangka panjang (Atkinson & Shiffrin, 1971 dalam
Sarwono, 2010).
Informasi yang baru didapat disimpan dalam memori jangka
pendek dengan kemampuan jumlah dan waktu penyimpanan yang terbatas.
Ingatan jangka pendek dapat bertahan selama beberapa menit sampai
beberapa jam. Kapasitas memori jangka pendek terbatas, lima sampai
sembilan unit informasi. Informasi bisa berupa angka, huruf atau kata
(Sarwono, 2010). Informasi dapat hilang bila terjadi distraksi. Sebagian
informasi akan terlupakan, sebagian lain akan ditransfer ke dalam memori
jangka panjang yang lebih permanen (Solso, dkk, 2007). Informasi dari
memori jangka panjang dapat kembali lagi ke memori jangka pendek
untuk digunakan. Informasi dari memori jangka panjang sering tidak
ditemukan kembali sehingga terjadi lupa (Wade & Travris, 2007).
2
Aspek intelegensi, memori, dan bentuk-bentuk lain dari fungsi
mental menurun seiring bertambahnya usia. Orang lanjut usia memiliki
skor lebih rendah dalam tes-tes penalaran, kemampuan ruang, dan
pemecahan masalah yang kompleks jika dibandingkan dengan orang-orang
dewasa yang lebih muda (Wade & Travris, 2007). Kondisi yang dihadapi
orang lanjut usia merupakan gangguan memori ringan yang dapat
digolongkan sebagai sindrom predemensia dan dapat berkembang menjadi
demensia. World Alzheimer Reports mencatat demensia akan menjadi
krisis kesehatan terbesar di abad ini yang jumlah penderitanya terus
bertambah. Data WHO tahun 2010 menunjukkan, di tahun 2010 jumlah
penduduk dunia yang terkena demensia sebanyak 36 juta orang.
Jumlah penderitanya diprediksi akan melonjak dua kali lipat di tahun 2030
sebanyak 66 juta orang (Gustia, 2010). Angka kejadian demensia di Asia
Pasifik sekitar 4,3 juta pada tahun 2005 yang akan meningkat menjadi 19,7
juta per tahun pada 2050. Jumlah penyandang demensia di Indonesia
hampir satu juta orang pada tahun 2011 (Gitahafas, 2011).
Gangguan memori pada lansia jika tidak diatasi dengan baik akan
mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari dan kesehatan lansia secara
menyeluruh. Perlu adanya suatu pelayanan untuk mengatasi masalah
kesehatan pada lansia dan meningkatkan kualitas hidup lansia. Pelayanan
lansia meliputi pelayanan yang berbasiskan pada keluarga, masyarakat dan
lembaga. Unit Rehabilitasi Sosial merupakan pelayanan lansia berbasis
lembaga yang umum dikenal masyarakat.
3
Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap merawat 90 lansia
terdiri dari laki-laki 35 orang dan perempuan 55 orang dengan usia rata-
rata 72 tahun. Beberapa disebabkan karena tidak mempunyai keluarga dan
banyak yang sengaja dititipkan oleh anggota keluarganya. Hasil
wawancara langsung dengan 20 lansia di “Unit Rehabilitasi Sosial
Dewanata” Cilacap, penulis menemukan beberapa kasus yang
berhubungan dengan gejala demensia, 10 dari lansia tidak mampu
mengingat nama anak-anaknya, 15 dari lansia mengalami kesulitan untuk
menghitung mundur (dari angka 20 mundur 3 angka), 15 dari lansia tidak
dapat mengingat kembali tiga objek.
Hasil wawancara memberikan gambaran bahwa memori lansia
mengalami kemunduran secara progresif, sehingga mereka mengalami
kesulitan dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Namun, tidak semua
orang lanjut usia sama. Ada yang secara mental kemampuannya menurun,
tetapi ada juga yang tetap memiliki kemampuan mental yang tajam.
Perbedaan ini disebabkan karena adanya berbagai faktor yang
mempengaruhi memori individu salah satunya yaitu stres dan depresi
(Wade & Travris, 2007). Menurut Lubis (2009), lansia berada pada tahap
perkembangan emosi, lansia mempunyai banyak masalah seperti masalah
keuangan, masalah kesehatan, dan kesepian karena anak-anak tidak
mempunyai waktu untuk mengurus mereka akhirnya ditempatkan di unit
rehabilitasi sosial sehingga dapat memicu terjadinya stres bahkan depresi.
4
Orang lanjut usia yang mengalami gangguan memori sebenarnya
tidak menderita penyakit demensia. Lansia cenderung mengalami
kehilangan memori akibat depresi (Wade & Travris, 2007). Maka untuk
itu perlu adanya metode-metode yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan memori dengan cara meningkatkan stimulasi
otak, kegiatan seperti membaca, menonton televisi sebaiknya di jadikan
sebuah kebiasaan hal ini bertujuan agar otak tidak beristirahat secara terus
menerus. Brain gym dan olahraga (jogging) juga merupakan salah satu
cara menjaga daya ingat yang bisa di lakukan para lansia, terapi humor
juga diduga mampu mempertahankankan bahkan meningkatkan
kemampuan memori lansia sekaligus menurunkan level stres. Terapi
humor merupakan latihan ideal bagi lansia yang mempunyai keterbatasan
fisik dan mudah dijangkau oleh kalangan lansia (Rafdi, 2008).
Beberapa penelitian yang dilakukan para ahli menyatakan bahwa
penggunaan humor dapat meningkatkan memori jangka pendek lansia.
Penelitian yang dilakukan oleh Bains (2012) menunjukkan bahwa orang
tua (usia rata-rata 74 tahun) setelah menonton video 30 menit humoris,
kemampuan belajar dan kemampuan mengingat meningkat dengan hasil
masing-masing 38,7% dan 36,1%. Humor dan tertawa riang dapat
mengurangi stres dan mengurangi hormon stres termasuk kortisol dan
katekolamin. Kortisol, misalnya, dapat merusak sel-sel saraf dari
hippocampus, yang merupakan bagian dari otak yang bertanggung jawab
untuk mengubah informasi sementara menjadi informasi yang permanen
5
(Bains, 2012 dalam Reifsnyder, 2012). Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Simon (1988) menyatakan bahwa humor dapat digunakan
sebagai mekanisme koping dalam menghadapi kecemasan dan ketegangan
(Vergeer, 1992). Penelitian yang dilakukan oleh Martin dan Lefcourt
(1983) mengenai hubungan antara stres, mood, dan pandangan akan
humor, didapatkan hasil bahwa humor dapat menurunkan angka
kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup (Martin, 2001).
Humor merupakan sesuatu yang lucu dan dapat membuat individu
tertawa secara spontan, tidak dipaksakan dan merasa senang (Lubis, 2009).
Pemberian stimulasi humor dalam pelaksanaan terapi diperlukan karena
beberapa orang mengalami kesulitan untuk memulai tertawa tanpa adanya
alasan yang jelas. Humor yang di berikan sebagai satu-satunya stimulus
untuk menghasilkan tawa dalam bentuk terapi akan disebut sebagai terapi
humor, namun jika di kombinasikan dengan hal-hal lain dalam rangka
untuk menciptakan tawa (misalnya dengan yoga atau meditasi), akan
disebut sebagai terapi tawa (Dian, 2006).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menganggap penting untuk
meneliti pengaruh terapi humor terhadap memori jangka pendek lansia di
Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diketahui bahwa orang lanjut
usia memiliki skor lebih rendah dalam tes-tes penalaran, kemampuan
ruang, dan pemecahan masalah yang kompleks jika dibandingkan dengan
orang-orang dewasa yang lebih muda. Terapi humor akan memberikan
pengalaman emosional positif.
Dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut “ Adakah
pengaruh terapi humor terhadap memori jangka pendek lansia di Unit
Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap.
C. Tujuan Penelitan
1. Tujuan Umum:
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh terapi humor
terhadap memori jangka pendek lansia di Unit Rehabilitasi Sosial
Dewanata Cilacap.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui karakteristik responden yaitu usia dan jenis kelamin.
b. Mengetahui skor memori jangka pendek lansia sebelum
mendapatkan terapi humor.
c. Mengetahui skor memori jangka pendek lansia sesudah
mendapatkan terapi humor.
d. Mengetahui perbedaan memori jangka pendek lansia sebelum
dan sesudah mendapatkan terapi humor.
7
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk masyarakat umum
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang
pengaruh terapi humor terhadap peningkatan memori jangka pendek
lansia.
2. Untuk profesi keperawatan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian / informasi dalam
mengkaji, menganalisa dan memberikan intervensi untuk
memperlambat terjadinya demensia pada lansia.
3. Untuk responden
Lansia dapat mengetahui tingkat memori lansia sehingga dapat
menjadi dasar pengembangan kemampuan mengingat sehingga dapat
mandiri dalam aktivitas sehari-hari.
4. Untuk Unit Rehabilitasi Sosial
Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan ilmu pengetahuan
tentang gangguan memori pada lansia sehingga dapat menggunakan
intervensi yang tepat dalam melakukan pengelolaan sedini mungkin
agar gangguan memori tidak berkembang ke arah demensia.
5. Untuk peneliti
Dapat menambah wawasan, pengetahuan serta pemahaman tentang
pengaruh terapi humor terhadap peningkatan memori jangka pendek
lansia.
8
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini diajukan berdasarkan penelitian-penelitian yang
hampir serupa pernah dilakukan, yaitu:
1. Rafdi (2008) dengan judul pengaruh terapi humor terhadap
penurunan tekanan darah sistolik pada lansia dengan hipertensi ringan
di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar. Penelitian ini menggunakan
rancangan penelitian quasi ekperimental (pre test-post test) with
control group design. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 22
responden. Sampel dalam penelitian ini adalah 11 orang hipertensi
ringan dan 11 orang untuk kontrol. Pengambilan data tekanan darah
sistolik menggunakan spigmomanometer. Pengolahan data
menggunakan program komputer dan data dianalisis dengan
menggunakan uji Wilcoxon dan Man-Whitney. Hasil uji t tes
berpasangan menunjukkan terdapat penurunan tekanan darah sistolik
yang bermakna pada kelompok perlakuan (p= 0,002). Pada kelompok
kontrol tidak terjadi penurunan tekanan darah sistolik (p= 1). Uji
Mann-Whithney menunjukkan bahwa terapi humor memiliki
pengaruh yang bermakna terhadap penurunan tekanan darah sistolik
lansia dengan hipertensi ringan (p= 0,002).
9
Perbedaan penelitian ini adalah pada variabel terikat dan
tempat penelitiannya. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu
memori jangka pendek serta tempat yang akan dilakukan penelitian
adalah di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap. Persamaan
penelitian ini terdapat pada variabel bebas yaitu terapi humor.
2. Susanto, dkk (2009) dengan judul pengaruh olahraga ringan terhadap
memori jangka pendek wanita dewasa. Menggunakan rancangan
penelitian pre eksperimental (pre test-post test) one group design.
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 22 wanita dewasa usia 19-23
tahun. Sampel dalam penelitian ini adalah 22 wanita yang melakukan
olahraga (jogging) selama 30 menit selama 7 hari. Pengambilan data
memori jangka pendek menggunakan tes Nonsense Syllabels tipe A
dan B (tes terdiri dari 20 kata baru, diawali huruf konsonan dan
mengandung minimal 2 vokal). Pengolahan data menggunakan
program komputer dan data dianalisis dengan menggunakan uji t tes
berpasangan. Dari hasil uji “t” berpasangan diperoleh t hitung = -
3,703 dengan nilai p = 0,001. Dengan demikian peningkatan
persentase skor sesudah olahraga ringan perbedaannya sangat
signifikan (p < 0,01) dibandingkan persentase skor sebelum
melakukan olahraga ringan. Hal ini berarti sesudah melakukan
olahraga ringan, memori jangka pendek lebih meningkat
dibandingkan dengan sebelum melakukan olahraga ringan.
10
Perbedaan penelitian ini adalah pada variabel bebas dan
tempat penelitiannya. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu terapi
humor, serta tempat yang akan dilakukan penelitian adalah di Unit
Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap. Persamaan penelitian ini
terdapat pada variabel terikat yaitu memori jangka pendek dan
penelitian menggunakan pre eksperimental (pre test-post test) one
group design.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Memori
a. Definisi Memori
Memori merujuk pada kemampuan seseorang memiliki dan
mengambil suatu informasi. Sumadikarya (1999) menyatakan bahwa
memori merupakan kemampuan untuk mengingat peristiwa yang telah
lalu pada tingkat sadar maupun tidak sadar. Memori sebagai recall
eksplisit atau informasi implisit dikodekan dalam masa lalu atau jauh
(Brickman & Stern, 2009). Tulving dan Craik (2000) mendefinisikan
memori sebagai kemampuan untuk mengingat peristiwa masa lalu dan
membawa fakta belajar dan ide-ide kembali ke pikiran.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa memori
adalah kemampuan mengambil informasi yang telah lalu dan membawa
informasi tersebut kembali dalam pikiran.
b. Pemrosesan Informasi dalam Memori
Ada tiga proses pengolahan informasi yang dilakukan di dalam
memori (Wade & Travis, 2007), yaitu, encoding, merupakan proses
yang bertujuan untuk mengubah informasi menjadi bentuk yang dapat
diproses dan digunakan oleh otak. Pemrosesan kedua adalah
penyimpanan (storage) yang berfungsi untuk mempertahankan
12
informasi dan pemrosesan ketiga pemanggilan (Retrieval) merupakan
pemanggilan kembali informasi tersebut untuk digunakan.
Ada beberapa cara untuk mengingat kembali hal-hal yang sudah
diketahui sebelumnya (Sarwono, 2010), yaitu:
1). Rekoleksi, yaitu menimbulkan kembali dalam ingatan suatu
peristiwa, lengkap dengan segala detail dan hal-hal yang terjadi
disekitar tempat peristiwa itu dahulu terjadi.
2). Pembaruan ingatan, hampir sama dengan rekoleksi, tetapi ingatan
hanya timbul kalau ada hal yang merangsang ingatan itu.
3). Memanggil kembali ingatan (recall), yaitu mengingat kembali suatu
hal, sama sekali terlepas dari hal-hal lain dimasa lalu.
4). Rekognisi, yaitu mengingat kembali sesuatu hal setelah menjumpai
sebagian dari hal tersebut.
5). Mempelajari kembali, terjadi kalau mempelajari sesuatu yang dulu
pernah dipelajari.
c. Tahapan Memori
Model Atkinson dan Shiffrin, 1971 (dalam Wade & Travis, 2007),
memori memiliki tiga tahap, yaitu register sensorik, memori jangka
pendek, dan memori jangka panjang.
13
Skema 2.1. Model Tahapan Memori Atkinson dan Shiffrin
Semua informasi baru yang diterima indera harus menjalani
pemberhentian singkat di register sensorik, gerbang masuk ke dalam
memori. Register sensorik menahan informasi dengan tingkat akurasi
tinggi, hingga dipilih informasi yang perlu diperhatikan atau tidak.
Informasi selanjutnya dikirim ke memori jangka pendek. Informasi yang
tidak cepat dikirim ke memori jangka pendek akan menghilang selamanya
(Wade & Travis, 2007).
Dalam memori jangka pendek, informasi tidak berbentuk kesan
sensorik harafiah, melainkan diubah menjadi suatu bentuk penyandian,
seperti dalam bentuk kata atau frase. Materi ini kemudian dikirim ke
memori jangka panjang, atau jika tidak dikirim memori ini akan
menghilang untuk selamanya (Wade & Travis, 2007).
Register
sensorik
Visual,
auditori,
sentuhan
Memori jangka
pendek
Pengulangan,
coding,
pemanggilan
Memori
jangka
panjang
penyimpanan
permanen
Respon
Informasi dari
lingkungan
14
Apabila seseorang tidak melakukan pengulangan (rehearsal),
informasi yang terdapat di memori jangka pendek akan menghilang dengan
cepat. Tiga mekanisme yang menyebabkan manusia melupakan sesuatu
(Petersen & Peterseon, 1959 dalam Wade & Travis, 2007) yaitu:
1). Kemunduran (Decay)
Teori kemunduran (decay theory) merupakan salah satu
pandangan awam yang menyatakan bahwa sejalan dengan berlalunya
waktu, jejak ingatan akan mengalami penurunan.
2). Tergantinya memori lama dengan memori baru (Replacement)
Teori ini menekankan bahwa masuknya informasi baru dalam
memori dapat menyebabkan terhapusnya memori lama yang sudah
terlebih dulu dalam memori.
3). Interferensi
Teori interferensi menyatakan penyebab terjadinya kehilangan
ingatan adalah interferensi yang terjadi diantara objek-objek dari suatu
informasi yang memiliki kemiripan, baik pada proses penyimpanan
maupun pada proses pemanggilan kembali. Informasi tersebut
sebenarnya sudah masuk dalam memori namun sulit membedakan