MAKALAH MAWARIS BAB AUL DAN RADD A. PENDAHULUAN Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dari jiwa yang satu, yang darinya Dia menciptakan pasangannya serta terciptalah dari keduanya keturunan laki-laki dan perempuan. Salam sejahtera semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wasallam yang telah diutus untuk memberi rahmat bagi seluruh alam semesta. Juga semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan keridhaan kepada para sahabat dan para pengikutnya. Islam telah datang dengan membawa sinar kebenaran bagi manusia secara keseluruhan dan memadamkan api kebodohan yang ada di tengah-tengah mereka, sehingga mereka mendapatkan kemenangansetelah terperangkap di dalam kegelapan. Mereka pun bangkit setelah mengalami keterpurukan setelah mengalami sakit selama berabad-abad. Syari’at Islam telah mengatur seluruh tata cara hidup manusia, mulai dari masalah yang kecil hingga yang tinggi. Mulai dari bersuci hingga berjihad. Tidak diragukan lagi kebenaran agama ini, yang menempatkan akal di bawah wahyu. Makalah ini membahas mengenai Mawaris tepatnya tentang Al-aul, Ar-rad, dan acara pembagian sisa harta. Disini kami membaginya ke dalam dua bab, yaitu yang pertama Al-aul dan yang kedua Ar-rad. Tentunya makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kami sebagai penuntut ilmu. Kami berharap Allah ‘Azza wa Jalla memberikan manfaat atas makalah ini serta meridhai-Nya. Kami berdo’a semoga Allah mengampuni dan mengasihi orang tua kita. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. B. PEMBAHASAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH MAWARIS BAB AUL DAN RADDA. PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dari jiwa yang satu, yang darinya Dia menciptakan pasangannya serta terciptalah dari keduanya keturunan laki-laki dan perempuan. Salam sejahtera semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wasallam yang telah diutus untuk memberi rahmat bagi seluruh alam semesta. Juga semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan keridhaan kepada para sahabat dan para pengikutnya. Islam telah datang dengan membawa sinar kebenaran bagi manusia secara keseluruhan dan memadamkan api kebodohan yangada di tengah-tengah mereka, sehingga mereka mendapatkan kemenangansetelah terperangkap di dalam kegelapan. Mereka pun bangkit setelah mengalami keterpurukan setelah mengalami sakit selama berabad-abad.Syari’at Islam telah mengatur seluruh tata cara hidup manusia, mulai dari masalah yang kecil hingga yang tinggi. Mulai dari bersuci hingga berjihad. Tidak diragukan lagi kebenaran agama ini, yang menempatkan akal di bawah wahyu.Makalah ini membahas mengenai Mawaris tepatnya tentang Al-aul, Ar-rad, dan acara pembagian sisa harta. Disini kami membaginya kedalam dua bab, yaitu yang pertama Al-aul dan yang kedua Ar-rad. Tentunya makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kami sebagai penuntut ilmu.Kami berharap Allah ‘Azza wa Jalla memberikan manfaat atas makalah ini serta meridhai-Nya. Kami berdo’a semoga Allah mengampuni dan mengasihi orang tua kita. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
B. PEMBAHASAN
BAB IAL-AUL Aul menurut bahasa berarti menyimpang dan condong. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
ساء: عول�وا)ال�ن� ن��ى الات�� ل�ك� اد (3د�“Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An-Nisa’ : 3) Menurut istilah fuqaha, aul berarti kelebihan saham ashabul furud dari besarnya asal masalah, dan ada penyusutan dalam kadar penerimaan mereka.(1) Aul dan Rad terjadi jika susunan ahli waris tidak ada ahli waris asabah, melainkan semuanya zawil furud sehingga penyebut tidak sama besarnya dengan pembilang. Aul , penyebut lebih kecil dari pembilang. Rad , penyebut lebih besar dari pembilang. Baik aul dan rad penyebut harus menyamakan diri dengan pembilang, adakalanya naik dan adakalanya turun.(2) Masalah pembagian waris yang pertama kali mengenai aul terjadi pada jaman Kholifah Umar, yaitu ketika dia memutuskan waris untuk suami dan dua orang saudara perempuan. Ketika ahli waris terdiri dari seorang suami dan dua orang saudaraperempuan kandung, maka pembagiannya menurut ketentuan Al-Faraidh adalah sebagai berikut:Suami =1/2 =3/62 Saudara perempuan =2/3 =4/6Jumlah =7/6
Dari hasil pembagian waris tersebut terlihat bahwa jumlahnya = 7/6 (melebihi 1), maka solusinya tiap-tiap ahli waris perlu dikurangi bagiannya, agar harta waris yang ada mencukupi, yaitu dengan melakukan aul. Cara termudah untuk menyelesaikannya adalahbagian tiap-tiap ahli waris dibagi dengan 7/6, atau angka penyebut 6 dinaikkan menjadi 7. Dengan dilskukan aul, bagian suami yang awalnya ½ berubah menjadi3/7, dan bagian dua saudara perempuan yang awalnya 2/3 berubah menjadi 4/7. Sehingga total menjadi 1(harta waris terbagi habis).(3)
BAB IIAR-RAD Ar-rad adalah kebalikan dari Al-aul. Rad berarti mengembalikan sisa harta warisan kepada ashabul furudh menurut bagian yang ditentukan mereka ketika tidak adanya ashib nasabi. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa syarat dalam rad adalah tidak adanya ashib nasabi, karena jika adanya ashib nasabi, maka dia yang akan mendapatkan sisa dari warisan yang telah dibagikan kepada ashabul furudh, dimana dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:“Berikanlah bagian-bagian yang ditentukan (faraidh) kepada pemegang haknya, maka sisanya adalah untuk orang laki-laki yang lebih utama.”(Muttafaqun ‘alayh)Menurut istilah para fuqaha, rad berarti memberikan sisa dari bagian-bagian yang ditentukan ashabul furud al-nasabiyah kepada mereka menurut furudh mereka ketika tidak ada ahli waris lain yang berhak menerimanya.Rukun rad:1. Adanya ashabul furudh.2. Adanya kelebihan dari harta warisan.3. Tidak adanya ahli waris ashabah. Tidak ada ketentuan yang tegas mengatur masalah rad ini, sehinggaterdapat perbedaan pendapat di antara para ahliFaraidh terkait dengan rad. Beberapa pendapat tersebut antara lain:1. Pendapat Zaid bin TsabitTidak ada rad bagi siapapun diantara ahliwaris Zawul Furudh, sisaharta waris harus diserahkan kepada Baitul Mal (Baitul Mal yang teratir baik), ecuali ada ahliwaris Ashabah. (4) pendapat ini dianut oleh Madzhab Syafi’i dan Maliki. (5)
2. Pendapat Umar, Ali dan Jumhur SahabatSemua ahli waris Zawil Furudh berhak atas rad inikecuali Suami/Istri. Karena rad dimiliki dengan jalan rahim, sedangkan Suami/Istri hanya sebab perkawinan. Undang-undang waris di Mesir termasuk yang menerapkan pendapat kedua ini, kecuali apabila si mayit tidak meninggalkan ahli waris selain Suami/Istri, maka Suami/Istri berhak atas rad setelah terlebih dahulu memberikan bagian Zawil Arham. (6)
3. Pendapat UtsmanSemua ahli waris Zawil Furudh termasuk Suami/Istri berhak atas rad, mengingat Suami/Istri juga terkurangi haknya dalam masalah aul. Maka orang yang dikurangi haknya edalam beberapa hal (dalam hal aul), patut mendapat hak tambahan dalam beberapa hal (dalam hal rad). (7)
Pemahaman tentang rad dapat dijelaskan dengan contoh, misalkan seorang mayit meninggalkan ahli waris terdiri dari seorang ibu dan seorang anak perempuan, tidak ada ahli waris ashabah. Maka pembagiannya menurut Al-Faraidh adalah sebagai berikut:
Ibu = 1/6 = 1/6 Anak perempuan = 1/2 = 3/6________________________________Jumlah = 4/6
Dari hasil perhitungan terihat bahwa jumlahnya adalah 4/6 (kurang dari 1), artinya harta waris masih sisa. Maka sisanya dikembalikan lagi kepada para ahli waris tersebut dengan dilakukan rad. Dan cara termudah yang dapat dilakukan adalah bagian tip-tiap ahli waris dibagi dengan 2/3, atau angka penyebut6 diturunkan menjadi 4. Dengan dilakukan rad, bagian Ibu yang awalnya 1/6 berubah menjadi ¼ dan bagian seorang anak perempuan yang awalnya ½ berubah menjadi 3/4 sehingga total menjadi 1 (harta waris terbagihabis).
C. PENUTUP Segala puji bagi Allah yang hanya dengan bimbingan-Nya segala amal kebaikan dapat terlaksana. Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam,
Keluarganya, Sahabatnya dan para Pengikutnya hingga Hari Kiamat. Semoga penulisan makalah ini mendapat ridha-Nya, dan semoga bermanfaat.
tergantung siapa dan bagaimana melihatnya. Namun demikian akan
lebih adil jika dalam penyelesaian semacam ini, tidak terjadi
pemberian hak kepada ahli waris dengan cara mengorbankan ahli
waris lainnya. Oleh karena itu cara yang terbaik adalah dengan
cara ‘aul, agar bagian masing-masing ahli waris yang ada
dikurangi secara proporsional[7].
D. MASALAH RADD
Secara harfiah Radd artinya mengembalikan. Masalah radd
terjadi apabila dalam pembagian waris terdapat kelebihan harta
setelah ahli waris ashabul furud memperoleh bagiannya dan atau
pembilang lebih kecil daripada penyebut (23/24). Pada dasarnya
radd merupakan kebalikan dari masalah ‘aul. Namun demikian
penyelesaian masalahnya tentu berbeda dengan masalah aul, karena
aul pada dasarnya kurangnya yang akan dibagi sedangkan pada radd
ada kelebihan setelah diadakan pembagian.
Cara radd ini ditempuh bertujuan untuk mengembalikan sisa
harta kepada ahli waris yang ada seimbang dengan bagian yang
diterima masing-masing secara proporsional. Caranya dengan
mengurangi asal masalah, sehingga besarnya sama dengan jumlah
bagian yang diterima oleh ahli waris. Dan apabila tidak ditempuh
cara radd akan menimbulkan persoalan siapa yang berhak menerima
kelebihan harta, sementara tidak ada ahli waris yang menerima
asabah.
Contoh I :
Seseorang meninggal dunia, ahli warisnya terdiri dari : anak
perempuan dan ibu. Harta warisannya sebesar Rp. 12.000.000,-
bagian masing-masing adalah :
>> Jika tidak ditempuh cara radd :
Ahli
Waris
Bag
.
AM (6) HW Rp.
12.000.000,-
Penerimaan
Anak pr 1/2 3 3/6 x
12.000.000
Rp.
6.000.000Ibu 1/6 1 1/6 x
12.000.000
Rp.
2.000.0004 Jumlah Rp.
8.000.000 Terdapat sisa harta sebesar Rp. 4.000.000,-
>> Jika diselesaikan dengan cara radd :
Ahli
Waris
Bag
.
AM (6-
4)
HW Rp.
12.000.000,-
Penerimaan
Anak pr 1/2 3 3/4 x
12.000.000
Rp.
9.000.000Ibu 1/6 1 1/4 x
12.000.000
Rp.
3.000.0004 Jumlah Rp.
12.000.000Anak perempuan yang semula menerima bagian Rp. 6.000.000,-
berubah mendapat bagian Rp. 9.000.000,- dan ibu yang semula
menerima bagian Rp. 2.000.000,- mendapat bagian Rp. 3.000.000,-
Contoh II :
Seseorang meninggal dunia, ahli warisnya tediri dari : saudara
perempuan sekandung, saudara perempuan seayah, dan saudara
perempuan seibu. Harta warisannya sejumlah Rp. 30.000.000,-
bagian masing-masing adalah :
>> Jika tidak diselesaikan dengan cara radd
Ahli
Waris
Bag
.
AM (6) HW Rp.
30.000.000,-
Penerimaan
Sdr pr
skd
1/2 3 3/6 x
30.000.000
Rp.15.000.0
00Sdr pr
seayh
1/6 1 1/6 x
30.000.000
Rp.
5.000.000Sdr pr
seibu
1/6 1 1/6 x
30.000.000
Rp.
5.000.0005 Jumlah Rp.
25.000.000,
-Jadi ada kelebihan harta sebanyak Rp. 5.000.000,-
>> Jika diselesaikan dengan cara radd
Ahli
Waris
Bag
.
AM (6-
5)
HW Rp.
30.000.000,-
Penerimaan
Sdr pr
skd
1/2 3 3/5 x
30.000.000
Rp.18.000.0
00Sdr pr
seayh
1/6 1 1/5 x
30.000.000
Rp.
6.000.000
Sdr pr
seibu
1/6 1 1/5 x
30.000.000
Rp.
6.000.0005 Jumlah Rp.
30.000.000,
-
BEBERAPA PENDAPAT MENGENAI RADD :
1. Radd atau pengembalian sisa harta warisan bisa dilaksanakan
hanya terbatas pada ahli waris nasabiyah. Jadi ahli sababiyah
(suami atau istri) tidak dapat menerima radd. Demikian pendapat
mayoritas (jumhur Ulama)
2. Radd dapat dilakukan dengan mengembalikan sisa harta warisan
kepada semua ahli waris yang ada, baik ashabul furud nasabiyah
maupun sababiyah. Pendapat ini dikemukakan oleh sahaat Usman bin
Affan. Pertimbangannya, logika dan segi praktis pembagian
warisan. Menurutnya suami dan istri dalam masalah ;aul bagian
mereka ikut dikurangi, maka apabila terdapat kelebihan harta,
maka sudah sepantasnya mereka juga diberi hak untuk menerima
kelebihan tersebut.
3. Pendapat yang menolak secara mutlak penyelesaian pembagan
warisan dengan cara radd. Demikian pendapat Zaid bin Tsabit dan
minoritas ulama lainnya. Menurut pendapat ini apabila dalam
pembagian warisan terdapat kelebihan harta, tidak perlu
dikembalikan kepada ahli waris, tetapi diserahkan ke Baitul Mal.
Fuqaha Syafi’iyah, Muhammad Syarbini, menegaskan “ baik baitul
mal atau kas pembendaharaan Negara berfungsi dengan baik atau
tidak, hak terhadap kelebihan harta warisan itu berada pada kaum
muslimin dan kepada baitul mal itulah sebagai nazir atau
penanggungjawab atas kepentingan kaum muslimin[8].
Pendapat terakhir ini cukup praktis dan rasional tapi tidak
bisa diberlakukan secara mutlak. Karena apabila suatu saat
kepentingan kaum muslimin sangat membutuhkan pendanaan, yang
salah satunya misalnya harus dipenuhi melalui sarana baitul mal,
maka kelebihan harta perlu disetor ke baitul mal, maka kelebihan
harta warisan tersebut lebih baik diserahkan ke baitul mal. Akan
etapi jika kebutuhan umum hanya bersifat subsider saja, maka cara
radd untuk mengembalikan sisa harta kepada ahli waris merupakan
langkah yang lebih tepat.
Dari penjabaran di atas, maka dapat kita simpulkan
bahwa di dalam pembagian warisan, apabila terdapat kelebihan
harta warisan, ada 3 versi. Yaitu ;
1. Jumhur ulama berpendapat, sisa harta dikembalikan kepada ahli
waris ashabul furud atau ahli waris yang memiliki hubungan darah
dengan yang meninggal. Suami dan istri tidak diberi hak untuk
menerima radd karena statusnya sebagai ah;li waris sababiyah.
2. Usman bin Affan meyatakan, bahwa sisa harta secara mutlak
dikembalikan kepada semua ahli waris yang ada tanpa membedaa
status kekerabatannya apakah ahli waris nasabiyah atau sababiyah.
Sudah tentu penerimaan sisa harta tersebt besar kecilnya sesuai
dengan proporsi bagian yang diterimanya.
3. Zaid bin Tsabit menolak penyelesaian pembagian warisan dengan
cara radd secara mutlak. Menurutnya, sisa harta warisan
diserahkan kepada baitul mal atau kas pembendaharaan Negara.
Dalam konteks sekarang ini di Indonesia, badan atau lembaga mana
yang dapat diserahi sisa harta warisan yang dapat melakukan
fungsi baitul mal, tampaknya perlu pemikiran dann kesepakatan
tersendiri[9].
E. PENUTUP
Demikianlah makalah tentang masalah kewarisan mengenai
Gharawain, ‘aul dan radd yang dapat kami uraikan, semoga
memberikan manfaat bagi kita dan dapat menambah khazanah
keilmuan, khususnya mengenai bahasan dalam hukum waris Islam.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam tulisan maupun penyusunannya,
karena selain kami masih dalam tahap belajar, kami juga manusia
biasa yang tidak akan lepas dari salah dan dosa. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran konstruktif pembaca demi
perbaikan makalah kami selanjutmya.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Suhrawardi K., Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam; lengkap
dan praktis, ( Jakarta : Sinar grafika, 2008)
Maruzi, Muslich, Pokok-pokok ilmu Waris, cet I, (Semarang:
Mujahidin, 1981)
Muhammad Hasbi Ash Shiddiqie, Teungku, Fiqh Mawaris, cet III,
(Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2001)
Rofiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, cet IV (Jakarta : Raja Grafindo
persada, 2001)
Salman, Otje, Mustafa Haffas, Hukum Waris Islam. (Bandung:
Refika Aditama, 2006)
Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam. (Jakarta: Kencana, 2005
)
[1] Suhrawardi K. Lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam; lengkap dan praktis, ( Jakarta : Sinar grafika, 2008) h. 131[2] Otje Salman S.S.H dan Mustafa Haffas, S.H, Hukum Waris Islam. (Bandung: Refika Aditama, 2006) hal.75[3] Amir Syarifuddin. Hukum Kewarisan Islam. (Jakarta: Kencana, 2005) hal. 108[4] Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, cet IV (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2001) hal. 130[5] Suhrawardi K. Lubis, Komis Simanjuntak, op. cit., hal. 133[6] Ahmad Rofiq, Op. Cit., hal. 109[7] Ahmad Rofiq, Op. Cit., hal. 116[8] Ahmad Rofiq, Op. Cit., hal. 120-121[9] Ahmad Rofiq, Op. Cit., hal. 127-128http://mindafantastic.blogspot.com/2011/09/hukum-kewarisan-gharawain-aul-dan-radd.html