Page 1
MAKALAH
KOMPLIKASI PERSALINAN ASKEP DISTOSIA DAN KEDARURATAN
OBSTETRIK
Guna untuk memenuhi tugas Sistem Reproduksi
Dosen Pengampu : Eko Mardiyaningsih, S.Kep., M.Kep.,
Sp.Mat
Disusun oleh Kelompok 12 :
1. Noor Anisya (010112a067)
2. Octavia Nur Aini W.(010112a076)
3. Putri Ahadiyah (010112a078)
4. Siti Aisah (010112a096)
5. Wiwik Wijayanti (010112a109)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Page 2
STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2014
BAB I
KONSEP DASAR
A. Defenisi
Distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandi
dengan adanya hambatan kemajuan dalam persalinan.
Distosia di definisikan sebagai persalinan yang
panjang, sulit, atau abnormal, yang timbul akibat
sebagai kondisi yang berhubungan dengan berbagai macam
keadaan.
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan
persalinan disebabkan kelainan his, letak dan bentuk
janin, serta kelainan jalan lahir.
B. Klasifikasi
1.Distosia kelainan his
a) Inersia uteri
Inersia uteri adalah kelainan his yang
kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong janin keluar.
Inersia uteri dibagi menjadi 2 :
a. Inersia uteri primer : terjadi pada awal fase
laten.
Page 3
b.Inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif
(1)Etiologi :
Multipara, kelainan letak janin,
disproporsi sefalovelvik, kehamilan ganda,
hidramnion, utrus bikornis unikolis.
(2)Komplikasi
a. Inersia uteri dapat menyebabkan kematian
atau kesakitan
b. Kemugkinan infeksi bertambah dan juga
meningkatnya kematian perinatal.
c.Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-
tandanya denyut nadi naik, suhu meninggi,
asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan
turgor berkurang
(3)Faktor predisposisi
Anemia, hidromanion, grande multipara,
primipara, pasien dengan emosi kurang baik.
(4)Penatalaksanaan
Inesri primer, perbaiki KU pasien. Rujuk ke
RS jika Kala I aktif lebih dari 12 jam pada
multipara atau prmipara. Berikan sedatif lalu
nilai kembali pembukaan serviks setelah 12 jam.
Pecahkan ketuban dan beri infus oksitosin bila
tidak ada his.
Inersi sekunder, pastikan tidak ada
disproporsi sefalopelvik, rujuk ke RS bila
persalinan kala I aktif lebih dari 12 jam baik
Page 4
multi maupun primipara. Pecahkan ketuban dan
berikan infus oksitosin 5 satuan dalam larutan
glukosa 5% secara infus IV dengan kecepatan 12
tetes per menit. Tetesan dapat dinaikan
perlahan-lahan sampai 50 tetes per menit.
b) Incordinate uterina action
Incoordinate uterina action yaitu kelainan
his pada persalinan berupa perubahan sifat his,
yaitu meningkatnya tonus otot uterus, di dalam dan
di luar his, serta tidak ada kordinasi antara
kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah, sehingga
his tidak efisien mengadakan pembukaan serviks.
(1)Etiologi :
Pemberian oksitoksin yang berlebihan atau
ketuban pecah lama yang disertai infeksi.
(2)Komplikasi
Hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter
(3)Penatalaksanaan
Dilakukan pengobatan simtomatis karena
belum ada obat untuk memperbaiki koordinasi
fungsional antara bagian – bagian uterus. Bila
terjadi lingkaran konstriksi pada kala I ,
lakukan seksio sesar
2.Distosia kelainan letak
a) Posisi oksipitalis posterior persisten
Page 5
Pada persalinan presentasi belakang kepala,
kepala janin turun melalui PAP dengan sutura
sagitalis melintang atau miring, sehingga ubun-
ubun kecil dapat berada di kiri melintang, kanan
melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang
atau kanan depan. Dalam keadaan fleksi bagian
kepala yang pertama mencapai dasar panggul ialah
oksiput. Pada kurang dari 10% keadaan, kadang-
kadang ubun-ubun kecil tidak berputar kedepan,
sehingga tetap di belakang.
(1)Etiologi
Adanya usaha penyesuaian kepala terhadap
bentuk ukuran panggul, otot-otot panggul yang
sudah lembek pada multipara atau kepala janin
yang kecil dan bulat, sehingga tidak ada paksaan
pada belakang kepala janin untuk memutar ke
depan.
(2)Kompolikasi
Macet tidak bisa lahir harus di Sc
(3)Mekanisme persalinan
Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka
dibawah simfisis pubis. Kelahiran janin dengan
ubun-ubun kecil di belakang menyebabkan regangan
besar pada vagina dan perineum yang diikuti
bagian kepala janin yang lain.
(4)Prognosis
Persalinan pada umumnya berlansung lebih
lama, kemungkinan kerusakan jalan lahir lebih
Page 6
besar, sedangkan kematian perinatal lebih
tinggi.
(5)Penanganan
Persalinan perlu pengawasan yang seksama
dengan harapan terjadinya persalinan spontan.
Ekstraksi cunam pada persalinan letak belakang
kepala akan lebih mudah jika ubun-ubun kecil
berada didepan, maka perlu diusahakan ubun-ubun
diputar kedepan. Jika dalam keadaan janin posisi
letak rendah maka dapat dilakukan ekstraksi
vakum.
b) Presentasi puncak kepala
Presentasi puncak kepala adalah kelainan
akibat defleksi ringan kepala janin ketika
memasuki ruang panggul sehingga ubun-ubun besar
merupakan bagian terendah.
(1)Penatalaksanaan
Pasien dapat melahirkan spontan pervaginaan
(2)Komplikasi
(a) Pada ibu
Pada ibu dapat terjadi partus yang lama
atau robekan jalan lahir yang lebih luas,
selain itu karena partus lama dan molage
hebat.
(b) Pada bayi
Mortalitas anak agak tinggi (9%). Pada
ibu dapat terjadi partus yang lama atau
Page 7
robekan jalan lahir yang lebih luas. Selain
itu karena partus lama dan moulage hebat, maka
mortalitas anak agak tinggi (9%) (Mochtar,
2002).
c) Presentasi Muka
Keadaan dimana kepala dalam kedudukan
defleksi maksimal, sehingga oksiput tertekan pada
punggung dan muka yang merupakan terendah
menghadap ke bawah.
(1)Diagnosis
Tubuh janin berada dalam keadaan ekstensi,
sehingga pada pemeriksaan luar dada akan teraba
seperti punggun
(2)Etiologi :
a) Defleksi kepala
b) Panggul sempit dan janin besar
c) Multiparitas dan perut gantung
d) Kelainan janin seperti : anensefalus dan
tumor dileher.
(3)Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada presentasi
muka, meliputi:
(a) Prolapsus tali pusat.
(b) Obstruksi persalinan, karena:
i. Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD
yang tidak dapat ditangani.
ii. Presentasi muka posterior presisten
mengakibatkan obstruksi persalinan
Page 8
(c) Kelahiran operasi mungkin dibutuhkan.
(d) Trauma perineum berat dapat terjadi
karena, meskipun diameter sub mento bregmatik
hanya 9,5 cm, sub mento vertikal 11,5 cm akan
memperlebar vagina dan perineum. Bentuk
tengkorak fetus abnormal disebabkan perdarahan
intrakranial.
(e) Muka memar dan oedem.
(4)Faktor predisposisi
Multipara, perut gantung.
(5)Prognosis
Pada umumnya berlansung tanpa kesulitan,
tetapi kesulitan persalinan dapat terjadi karena
adanya panggul sempit dan janin besar, letak
belakang kepala, muka tidak dapat melakukan
dilatasi serviks secara sempurna dan bagian
terendah harus turun sampai dasar panggul
sebelum ukuran terbesar kepala melewati PAP.
Angka kematian perinatal pada presentasi muka
adalah 2,5-5%.
(6)Penanganan
Pemeriksaan yang teliti perlu dilakukan guna
menentukan adanya disproporsi sefalofelvik.
Dalam beberapa keadaan dapat diubah presentai
muka menjadi presentai belakang kepala dengan
cara memasukan tangan penolong ke dalam vagina,
Page 9
kemudian menekan muka pada daerah mulut dan dagu
ke atas.
d) Presentasi dahi
Keadaan di mana kedudukan kepala berada di
antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal,
sehingga dahi merupakan bagian terendah, namun
pada umumnya keadaan ini hanya bersifat sementara
dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi
muka.
(1)Diagnosis
Di curigai bila kepala janin tidak dapat
turun ke dalam rongga panggul. Pada pemeriksaan
dalam sutura frontalis teraba, ubun-ubun besar,
pangkal hidung dan lingkaran orbita, namun mulut
dan dagu tidak dapat teraba. DJJ jauh lebih
jelas di dengar pada bagian dada.
(2)Etiologi
a) Defleksi kepala
b) Panggul sempit dan janin besar
c) Multiparitas dan perut gantung
d) Kelainan janin seperti : anensefalus dan
tumor dileher.
(3)Komplikasi
(a) Ibu : Partus lama dan lebih sulit, bisa
terjadi robekan yang hebat dan ruptur uteri.
(b) Anak : Mortalitas janin tinggi
(4)Prognosis
Page 10
Janin yang kecil masih dapat lahir spontan,
tetapi janin dengan berat dan besar normal tidak
dapat lahir spontan per vainam, hal ini karena
kepala turun melalui PAP dengan sirkumferensia
maksilloparietalis yang lebih besar dari pada
lingkaran PAP.
(5)Penatalaksanaan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan
janin yang normal, tidak akan dapat lahir
spontan per vaginam, sehingga harus dilahirkan
dengan seksio sesarea. Jika janin kecil dan
panggul yang luas dengan presentasi dahi akan
lebih mungkin lahir secara normal
e) Letak sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong
dibawah bagian cavum uteri.
(1)Etiologi
Multiparitas, prematuritas, kehamilan
ganda, hidramnion, hidrosefallus, anensefalus,
plasenta previa, panggul sempit, kelainan uterus
dan kelainan bentuk uterus, implantasi plasenta
di kornu fundus uteri.
(2)Prognosis
Angka kematian bayi pada persalinan letak
sungsang lebih tinggi dinamding dengan letak
kepala.
(3)Komplikasi
Page 11
Komplikasi persalinan letak sungsang dapat
dibagi sebagai berikut :
(a) Komplikasi pada ibu
(b) Trias komplikasi ibu : perdarahan, robekan
jalan lahir, dan infeksi
(c) Komplikasi pada bayi
(4)Penatalaksanaan
Lakukan versi luar pada umur kehamilan 34 –
38 minggubila syarat versi luar terpenuhi. Bila
pada persalinan masih letak sungsang ,
singkirkan indikasi seksio sesar. Lahirkan janin
dengan prasat bracht.
f) Letak lintang
Letak lintang ialah keadaan sumbu memanjang
janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu memanjang
tubuh. Bila sumbu memanjang tersebut membentuk
sudut lancip, disebut letak oblik, yang biasanya
karena kemudian akan berubah menjadi posisi
longitudinal pada persalinan.
(1)Etiologi
Relaksasi berlebih dinding abdomen akibat
multiparitas uterus abnormal, panggul sempit,
tumor daerah panggul, pendulum dari dinding
abdomen, plasenta previa, insersi plasenta di
fundus, bayi prematur, hidramnion, kehamilan
ganda.
(2)Diagnosis
Page 12
(a) Pemeriksaan luar : uterus lebih melebar dn
fundus uteri lebih rendah, tidak sesuai dengan
umur kehamilan. Fundus uteri kosong, kepala
janin berada disamping. Di atas simfisis juga
kosong, kecuali bila bahu sudah trun ke dalam
panggul. Denyut jantung janin ditemukan di
sekitar umbilikus.
(b) Pemeriksaan dalam : teraba bahu dan
tulang-tulang iga/ketiak/punggung (teraba
skapula dan ras tulang belakang)/dada (teraba
klavikula). Kadang-kadang teraba tali pusat
yang menumbung.
(3)Komplikasi
Cedera tali pusat, timbul sepsis setelah
ketuban pecah dan lengan menumbung melalui
vagina, kematian janin, ruptur uteri.
(4)Prognosis
Bila terjadi ruptur uteri spontan atau
ruptur traumatik akibat versi dan ekstraksi yang
buruk/terlambat, dapat terjadi kematian. Bila
diagnosis berhasil ditegakan secara dini dan
penanganannya tepat maka prognosis baik.
(5)Penatalaksanaan
Lakukan versi luar bila syarat luar
terpenuhi. Ibu diharuskan masuk RS lebih dini
pada permulaan persalinan. Pada permulaan
persalinan masih dapat diusahakan untuk
Page 13
melakukan versi luar asalkan pembukaan masih
kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah.
Primigravida, bila versi luar tidak
berhasil, segera lakukan seksio sesarea. Pada
multigravida, bila riwayat obstetri bak, tidak
ada kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa
besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai
pembukaan serviks lengkap kemudian dilakukan
versi ekstraksi.
Pada letak kintang kasep, bila janin masih
hidup, segera lakukan seksio sesarea. Bila janin
sudah mati lahirkan pervaginam dengan
dekapitasi.
g) Presentasi ganda
Presentasi ialah keadaan di mana di samping
kepala janin di dalam rongga panggul dijumpai
tangan, lengan atau kaki, atau keadaan di mana di
samping bokong janin di jumpai tangan. Presentasi
ganda jarang ditemukan yang paling sering
diantaranya ialah adanya tangan atau lengan di
samping kepala.
Apabila pada presentasi ganda ditemukan
prolapsus funikuli, maka penanganan bergantung
pada kondisi janin dan pembukaan serviks. Bila
janin baik dan pembukaan belum lengkap sebaiknya
dilakukan seksio sesarea. Dalam keadaan janin
sudah meninggal, diusahakan untuk persalinan
Page 14
spontan, sedangkan tindakan untuk mempercepat
persalinan hanya dilakukan atas indikasi ibu.
3.Distosia kelainan bentuk janin
a) Pertumbuhan janin yang berlebihan
Berat neonatus pada umumnya < 4000 gram dan
jarang melebihi 5000 gram. Yang dinamakan bayi
besar ialah berat janin > 4000 gram. Pada panggul
normal, janin dengan BB 4000-5000 gram pada
umumnya tidak mengalami kesulitan dalam
melahirkannya. Pada janin besar faktor keturunan
memegang peranan penting, selain itu kehamilan
dengan Dm, grande multipara, pola makan ibu hamil
dan bertambah besarnya janin masih diragukan.
(1)Diagnosis
Untuk menentukan besarnya janin secara
klinis kadang sulit, namun adanya janin besar
terdeteksi setelah tidak adanya kemajuan
persalinan pada panggul normal dan his yang
kuat, dan perlu pemeriksaan untuk menentukan
apakah terdapat disproporsi sefalopelvik.
(2)Prognosis
Pada panggul normal, janin dengan berat
badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak
menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran
dapat terjadi akibat kepala yang besar, karena
bahu yang lebar sehingga sulit melewati PAP.
Page 15
Jika kepala janin telah dilahirkan dan bagian-
bagian lain belum lahir akibat besarnya bahu
dapat mengakibatkan asfiksia.
(3)Penatalaksanaan
Pada proporsi sefalopelvik karena janin
besar, SC perlu dipertimbangkan. Kesulitan
melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga
sebelumnya. Episiotomi dilakukan apabila kepala
telah lahir dan bahu sulit untuk dilahirkan.
Pada keadaan janin telah meninggal sebelum bahu
dilahirkan, dapat dilakukan klieidotomi pada
satu atau kedua klavikula untuk mengurangi
kemungkinan perlukaan jalan lahir.
b) Hidrosefalus
Hidrosefalus ialah keadaan terjadinya
penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel
otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi
pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang
tertimbun dalam ventrikel antara 500 sampai 1500
ml, akan tetapi kadang-kadang mencapai 5 liter.
Hidrosefalus sering disertai dengan spina bifida.
Hidrosefalus akan selalu menyebabkan disproporsi
sefalopelvik
(1)Diagnosis
Pada palpasi ditemukan kepala jauh lebih
besar dari biasanya serta menonjol di atas
simfisis. Kepala janin yang terlalu besar dan
tidak dapat masuk ke dalam panggul, DJJ
Page 16
terdengar jelas pada tempat yang lebih tinggi.
Pemeriksaan dalam teraba sutura dan ubun-ubun
melebar dan tegang. Sedangkan tulang kepala
tipis dan mudah ditekan. Pemeriksaan
rontgenologik menunjukan kepala janin lebih
besar, dengan tulang-tulang yang sangat tipis.
Untuk menghindari kesalahan pada pemeriksaan
rontgenologik harus diperhatikan beberapa hal :
(a) Muka janin sangat kecil di bandingkan
tengkorak
(b) Kepala bentuk bulat, berbeda dengan kepala
biasa yang berbentuk ovoid
(c) Bayangan tulang kepala sangat tipis
Untuk menghilangkan keragu-raguan
pemeriksaan dapat dibantu dengan pemeriksaan
ultrasonik/MRI. Kemungkinan hidrosefalus
dipikirkan apabila;
(a) Kepala janin tidak masuk kedalam panggul,
pada persalinan dengan panggul normal dan his
yang kuat.
(b) Kepala janin teraba sebagai benda besar di
atas simfisis
(2)Prognosis
Apabila tidak segera dilakukan pertolongan,
bahaya rupture uteri akan mengancam penderita.
Rupture uteri hidrosefalus dapat terjadi sebelum
pembukaan serviks menjadi lengkap, karena
Page 17
tengkorak yang besar ikut meregangkan segmen
bawah uterus.
(3)Penatalaksanaan
Persalinan perlu pengawasan secara seksama,
karena kemugkinan bahaya ruptur uteri selalu
mengancam. Pada hidrosefalus yang nyata, kepala
janin harus dikecilkan pada permulaan
persalinan. Pada pembukaan 3 CSF dikeluarkan
dengan cara pungsi kepala. Bila janin dalam
letak sungsang, pengeluaran CSF melalui foramen
oksipitalis magnum atau sutura temporali
c) Prolaps funikuli
Prolaps funikuli ialah keadaan di mana tali
pusat berada di samping atau melewati bagian
terendah janin di dalam jalan lahir setelah
ketuban pecah.
(1)Etiologi
Keadaan-keadaan yang menyebabkan prolaps
funikuli seperti gangguan adaptasi bagian bawah
janin, sehingga PAP tidak tertutup oleh bagian
bawah janin. Janin dengan letak lintang, letak
sungsang terutama presentais bokong kaki, dan
disproporsi sefalopelvik.
(2)Diagnosis
Adanya tali pust menubung baru diketahui
dengan pemeriksaan dalam setelah terjadi
pembukaan ostium uteri. Pada tali pusat
terdepan, dapat diraba bagian yang berdenyut di
Page 18
belakang selaput ketuban, sedangkan prolapsus
funikuli dapat diraba dengan dua jari, tali
pusat yang berdenyut menandakan janin masih
hidup. Pemeriksaan dalam dilakukan pada saat
ketuban pecah dan terjadi kelambatan DJJ tanpa
sebab yang jelas.
(3)Penatalaksanaan
Pada janin dengan prolapsus funikuli akan
mengakibatkan hipoksia akibat tali pusat yang
terjepit. Pada prolapsus funikuli dengan tali
pusat yang masih berdenyut tetapi pembukaan
belum lengkap maka dapat dilakukan reposisi tali
pusat dan menyelamatkan persalinan dengan
sesiosesarea (SC). Reposisi dilakukan bila
wanita ditidurkan dalam posisi trendelemburg. SC
di lakukan dengan keadaan tali pusat tidak
mengalami tekanan dan terjepit oleh bagian
terendah janin.Pada keadaan di mana janin telah
meninggal tidak ada alasan untuk menyelesaikan
persalinan dengan segera. Persalinan spontan
dapat berlansung dan tindakan hanya dilakukan
apabila diperlukan demi kepentingan ibu.
4.Distosia Kelaian Pelvis
Jenis-jenis panggul mempunyai ciri penting
yaitu :
a. Panggul ginekoid dengan PAP yang bundar
b. Panggul antropoid dengan arkus pubis menyempit
Page 19
c. Panggul android dengan PAP berbentuk segitiga
d. Panggul platilloid dengan diameter yang lebih
pendek dengan arkus pubis yang luas.
(1) Ditosia pelvis
Distosia pelvis dapat menyertai terjadinya
kontraktur diameter pelvis yang mengurangi
kapasitas tulang pelvis, termasuk pintu atas
panggu (pelvicinlet), panggul tengah (mid pelvic),
pintu bawah panggul (pelvic outlet) atau setiap
kombinasi tulang tulang tersebut.kontraktur pelvis
dapat disebab kan kelainan kongenital, malnutrisi
ibu, neoplasma dan ganguan spinal bagian bawah
(lower spinaldisorder) ukuran pelvis yang tidak
matur merupakan faktor predis posisi bagi para ibu
remaja untuk mengalami distosia pelvis.deformitas
pelvis dapatterjadi akibat kecelakaan mobil dan
kecelakaan lain.
Kontraktur pintu atas panggul terjadi 1%-2%
pada kelahiran aterm dan diagnosis ditegakan bila
konyugata kurang dari 11,5cm.insiden presentasi
muka dan bahu terus meningkat. Presentasi ini
mencegah penancapan(engagement)dan penurunan
janin,sehingga neningkatkan resiko prolaps tali
pusat.kontraktur pintu atas panggul berkaitann
dengan penyakit riketsia maternal dan panggul
datar atau panggul sempit.kontraksi uterus yang
lemah dapat ditemukan selama kal satu persalinan.
Page 20
Kontraktur midplane, penyebab umum terjadinya
distosia pelvis, diterpkan sebagai diagnosis bila
jumlah spina interiskiumdan diameter sagital
posterior panggul tengah kurang atau sama dengan
13,5cm. Penurunan janin tertahan/posisi lintang
tetap (trans verse arrest) karena kepal tidak
dapat melakukan putaran paksi dalam (rotasi
internal). Kelahiran seksio sesaria adalah penata
laksanaan yamg biasa dilakukan setiap ekstraksi
vakum dilakukan jika servikstelah ditasi lemgkar.
Kelahiran dengan bantuan forsep tengah
(midforceps) biasanya di hindari karena morbiditas
perinatal akibat intervensi ini meningkat.
Kontraktur pintu bawah panggul terjadi bila
interiskium 8 cm atau kurang.ini jarang terjadi
bila arkus pubissempit, panjang dan pelvis
berbentuk android.penurunan janin tertahan.
Komplikasi maternal meliputi laserasiperineum yang
luas selama kelahiran per cvaginam karena kepala
janin terdorong ke arah posterior.
(2) Distosis jaringan lunak
Ditosia jaringan lunak terjadi akibat
obstruksi jalan lahir oleh kelainan anatomi,
selain kelainan pada tulang pelvis.
Obstruksi .bisa terjadi karena plasenta previa
(plasenta letak rendah) yang sebagian atau
seluruhnya menutup ostium internal pada
serviks.penyebab lain seperti lelomioma (fibroid
Page 21
uterus) di segmen bawah uterus, tumor ovrium, dan
kandung kemih atau rektum penuh dapat mencegah
lanin masuk kewdalam pelvis.kadang kadang terjadi
edema serviks selama persalinan waktu serviks
terjepit antara bagian terendah simfisis, sehingga
mencegah dilatasi lengkap. Lingkaran bandl, suatu
cincin retraksi patologis, berhubungan dengan
ruptur selaput ketuban yang lama dan partus yang
lama.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian data dasar klien
1. Aktivitas/istrahat
a) Melaporkan keletihan, kurang energi
b) Letargi, penurunan penampilan
2. Sirkulasi
a) Tekanan darah dapat meningkat
b) Mungkin menerima magnesium sulfat untuk hipertensi
karena kehamilan
3. Eliminasi
Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada
4. Integritas ego
Mungkin sangat cemas dan ketakutan
5. Nyeri/ketidaknyamanan
Page 22
a) Mungkin menunjukan persalinan palsu di rumah
b) Kontraksi jarang, dengan intensitas ringan sampai
sedang (kurang dari tiga kontraksi dalam periode
10 menit)
c) Dapat terjadi sebelum awitan persalinan (disfungsi
fase laten primer) atau setelah persalinan terjadi
(disfungsi fase aktif sekunder)
d) Fase laten persalinan dapat memanjang ; 20 jam
atau lebih lama pada nulipara rata-rata adalah 8½
jam), atau 14 jam pada multipara (rata-rata adalah
5½ jam)
e) Tonus istirahat miometrial mungkin 8 mm Hg atau
kurang dan kontraksi dapat terukur kurang dari 30
mm Hg atau dapat terjadi masing-masing lebih dari
5 menit. Sedangkan, tonus istrahat dapat lebih
besar dari 15 mm Hg, pada peningkatan kontraksi 50
sampai 85 mm Hg dengan peningkatan frekuensi dan
penurunan intensitas.
6. Keamanan
a) Dapat mengalami versi eksternal setelah gestasi 34
minggu dalam upaya untuk mengubah presentasi
bokong menjadi presentasi kepala.
b) Penurunan janin mungkin kurang dari 1 cm/jam pada
nulipara atau kurang dari 2 cm/jam pada multipara
(penurunan dengan durasi yang lebih lama
(protracted). Tidak ada kemajuan yang terjadi dalam
1 jam atau lebih untuk nulipara atau dalam 30
menit pada multipara (penghentian penurunan)
Page 23
c) Pemeriksaan vagina dapat menunjukan janin dalam
malposisi (misalnya dagu, wajah, atau posisi k
d) Serviks mungkin kaku/tidak siap.
e) Dilatasi mungkin kurang dari 1,2 cm/jam pada
primipara atau kurang dari 1,5 cm/jam untuk
multipara, pada (fase aktif protraksi)
7. Seksualitas
a) Dapat primigravida atau grande multipara
b) Uterus mungkin distensi berlebihan karena
hidramnion, gestasi multipel, janin besar, atau
grande multriparitis.
c) Dapat mengalami tumor uterus tidak
teridentifikasi.
8. Pemeriksaan diagnostik
a) Tes pranata : dapat memastikan polihidramnion,
janin besar, atau gestasi multipel
b) Tes stres kontraksi/tes nonstres : mengkaji kesejahteraan
janin
c) Ultrasound atau pelvimetri sinar-X : mengevaluasi
arsitektur pelvis, presentasi janin, posisi dan
formasi
d) Pengambilan sampel kulit kepala janin : mendeteksi atau
mengesampingkan asidosis.
9. Prioritas masalah keperawatan
a) mengkaji dan mengatasi pola uterus abnormal
b) memantau respons fisik maternal/janin terhadap
pola kontraksi dan lamanya persalinan
c) memberikan dukungan emosional untuk klien/pasangan
Page 24
d) mencegah komplikasi
B. Diagnosa keperawatan
1. Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan persalinan
yang lambat.
2. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan
dengan persalinan yang lama, malpresentasi janin,
hipoksia/asidosis jaringan, abnormalitas pelvis ibu,
CPD.
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan
krisis situasi, kerentanan pribadi, harapan/persepsi
tidak realistis, ketidakadekuatan sistem pendukung.
C. Rencana keperawatan
1. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan
dengan persalinan yang lama, malpresentasi janin,
hipoksia/asidosis jaringan, abnormalitas pelvis ibu,
CPD.
Hasil yang diharapkan :
a) Terhindar dari cedera persalinan
b) Persalinan berjalan dengan rentang waktu normal
Intervensi RasionalMandiri
Tinjau ulang riwayat
persalinan, awitan
dan durasi
Membantu dalam
mengidentifikasi kemungkinan
penyebab, kebutuhan
pemeriksaan diagnostik, dan
Page 25
Catat waktu/jenis
obat. Hindari
pemberian narkotik
atau anestetik blok
epidural sampai
serviks dilatasi 4
cm
Evaluasi tingkat
keletihan yang
menyertai, serta
aktivitas dan
istrahat, sebelum
awitan persalinan
Kaji pola kontraksi
uterus secara manual
atau secara
elektronik
intervensi yang tepat.
Disfungsi uterus dapat
disebabkan oleh keadaan
atonik atau hipertonik.
Atonik uterus
diklasifikasikan primer bila
ini terjadi sebelum awitan
persalinan (fase laten) atau
sekunder bila ini terjadi
setelah persalinan yang baik
(fase aktif).
Pola kontraksi hipertonik
dapat terjadi pada respons
terhadap oksirosin, sedatif
yang diberikan terlalu dini
(atau melebihi kebutuhan)
dapat menghambat atau
menghentikan persalinan
Kelelahan ibu yang berlebihan
menimbulkan disfungsi
sekunder atau mungkin akibat
dari persalinan
lama/persalinan palsu.
Disfungsi kontrkasi
memperlama persalinan
meningkatkan risiko
Page 26
Catat kondisi
serviks. Pantau
tanda amnionitis.
Catat peningkatan
suhu atau jumlah sel
darah putih; catat
bau dan warna rabas
vagina
Catat penonjolan,
posisi janin, dan
presentasi janin
Palpasi abdomen pada
klien kurus terhadap
adanya cincin
retraksi patologis
komplikasi maternal;/janin.
Pola hipotonik ditunjkan dengan
kontraksi sering dan ringan
yang terukur kurang dari 30
mm Hg. Pola hipertonik
ditunjukan dengan peningkatan
frekuensi dan penurunan
intensitas kontraksi, pada
peningkatan tonus istrahat
lebih besar dari 15 mmHg.
Serviks kaku atau tidak siap
tidak akan dilatasi,
menghambat penurunan
janin/kemajuan persalinan.
Terjadinya amnionitis secara
langsung dihubungkan dengan
lamanya persalinan,sehingga
melahirkan harus terjadi
dalam 24 jam setelah pecah
ketuban.
Indikator kemajuan persalinan
ini dapat mengindentifikasi
timbulnya penyebab persalinan
lama. Sebagai contoh,
presentasi bokong tidak
seefektif lebarnya dilatasi
Page 27
di anatara segmen
uterus. (Cincin ini
tidak dapat
dipalpasi melalui
vagina, atau melalui
abdomen pada klien
gemuk)
Tempatkan klien pada
posisi rekumben
lateral dan anjurkan
tira baring atau
ambulasi sesuai
toleransi
Anjurkan klien
berkemih setiap 1-2
jam. Kaji terhadap
kepenuhan kandung
kemih diatas
simfisis pubis.
Kaji derajat
hidrasi. Catat
jumlah dan jenis
masukan. (Rujukan
pada DK; kekurangan
serviks pada presentasi
verteks.
Pada persalinan terhambat,
depresi cincin patologis
(cincin Bandl) dapat terjadi
pada hubungan segmen atas dan
bawah, menandakan ancaman
ruptur uterus.
Relaksasi dan peningkatan
perfusi uterus dapat
memperbaiki pola hipertonik.
Ambulasi dapat membantu
kekuatan gravitasi dalam
merangsang pola persalinan
normal dan dilatasi serviks.
Kandung kemih penuh dapat
menghambat aktivitas uterus
dan mempengaruhi penurunan
janin.
Persalinan yang lama dapat
Page 28
volume cairan,
risiko tinggi
terhadap)
Tinjau ulang
kebiasaan defekasi
dan keteraturan
evakuasi
Tetap bersama
klien ; berikan
lingkungan yang
tenang sesuai
indikasi
Sediakan kotak
peralatan
kedaruratan
Kolaborasi
megakibatkan
ketidakseimbangan cairan-
elektrolit serta kekurangan
cadangan glukosa,
mengakibatkan kelelahan dan
persalinan lama dengan
peningkatan risko infeksi
uterus, hemoragi pascapartum,
atau pencetus kelahiran pada
adanya persalinan hipertonik.
Kepenuhan usus dapat
menghambat aktivitas uterus
dan mempengaruhi penurunan
janin.
Reduksi rangsang dari luar
mungkin perlu untuk
memungkinkan tidur setelah
pemberian obat unbtuk klien
dalam status hipertonik. Juga
membantu dalam menurunkan
tingkat ansietas, yang dapat
menimbulkan disfungsi uterus
baik primer dan sekunder.
Mungkin diperlukan pada
kejadian pencetus persalinan
Page 29
Siapkan klien
terhadap amniotomi
dan bantu dalam
prosedur, bila
serviks dialatasi 3-
4 cm.
Gunakan rangsangan
puting untuk
menghasilkan
oksitosin endogen,
atau memulai infus
oksitosin eksogen
atau prostaglandin.
Berikan narkotik
atau sedatif seperti
morfin,
fenobarbnital, atau
sekobarbital, untuk
tidur, sesuai
indikasi.
dan kelahiran, yang
berhubungan dengan
hipertonitisitas uterus.
Pecah ketuban menghilangkan
distensi uterus berlebihan
(penyebab disfungsi baik
primer dan sekunder) dan
memungkinkan bagian
presentasi mendekat dan
persalinan maju pada tidak
adanya disproporsi
sefalopelvik (CPD).
Oksitosin mungkin perlu untuk
menambah atau memulai
aktivitas miometrik untuk
pola uterus hipotonik. Ini
biasanya dikonindikasikan
pada pola persalinan
hipertonik karena ini dapat
menambah hipertonisitas,
tetapi dapat dicoba dengan
amniotomi bila fase laten
memanjang dan bila CPD dan
malposisi dikesampingkan.
Page 30
Bantu dengan
persiapan untuk
seksio sesaria
sesuai indikasi,
untuk malposisi,
CPD, atau cincin
bandl (rujuk pada MK
: kelahiran sesaria)
Siapkan untuk
melahirkan dengan
forsep, bila perlu.
Dapat membantu membedakan
antara persalinan sejkati dan
palsu. Pada persalinan palsu,
kontraksi berhenti, pada
persalianan sejati, pola
lebih efektif dapat terjadi
mengikuti istrahat. Morfin
membantu menigkatkan sedasi
berat dan menghilangkan pola
kontraksi hipertonik. Periode
istrahat mengubah energi dan
menurunkan penggunaan glukosa
untuk menghilangkan
kelelahan.
Melahirkan sesaria segera
diindikasikan untuk cincin
Bandl untuk distres janin
karena CPD
Kelelahan ibu yang
berlebihan, mengakibatkan
upaya mengejan tidak efektif
pada persalinan tahap II,
memerlukan penggunaan forsep.
Page 31
2. Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan
persalinan yang lambat.
Hasil yang diharapkan :
a) Pasien tidak trampak stress
b) Pasien tidak kawatir dengan keadaannya
Intervensi RasionalKaji tingkat
ansietas
Berikan rasa nyaman
pada klien
Singkirkan
stimulasi yang
berlebihan
Dorong klien untuk
mengungkapkan
perasaannya
Pahami perasaan
klien terhadap
situasi stress
Minta suami atau
keluarga untuk
Mengetahui tingkat ansietas
klien
Agar klien merasa nyaman
dengan keadaannya
Mengurangi kekawatiran klien
Agar klien lebih merasa tidak
terbebani dengan keadaannya
Agar klien terasa nyaman
dengan perawat jika klien
mengungkapkan perasaannya
Untuk menurunkan ansietas pada
klien dan mengurangi rasa
takut
Page 32
mendampingi selama
proses persalinan
untuk memberikan
keamanan dan
mengurangi rasa
takut
Ajarkan klien
teknik relaksasi
Memberikan kenyamanan pada
klien untuk mengurangi
ansietas
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan
krisis situasi, kerentanan pribadi, harapan/persepsi
tidak realistis, ketidakadekuatan sistem pendukung
Hasil yang diharapkan :
a) Mengungkapkan pemahaman tentang apa yang
terjadi.
b) Mengidentifikasi/menggunakan teknik koping
efektif.
Intervensi RasionalMandiri
Tentukan kemajuan
persalinan.
Persalinan yang lama yang
berakibat keletihan dapat
menurunkan kemampuan klien
untuk mengatasi/mengatur
kontraksi. Peningkatan nyeri
bila serviks tidak
dilatasi/membuka dapat
Page 33
Kaji derajat nyeri
dalam hubungannya
dengan
dilatasi/penonjolan
Kenali realitas
keluhan klien akan
nyeri/ketidaknyamana
n
Tentukan tingkat
ansietas klien dan
pelatih. Perhatikan
adanya frustasi
menandakan terjadinya anoksia
sel-sel uterus.
Ketidaknyamanan dan nyeri
dapat disalahartikan pada
kurangnya kemajuan yang tidak
dikenali sebagai masalah
disfungsional.
Mendengarkan perasaan dan
mendukung dapat menurunkan
ketidaknyamanan dan membantu
klien rileks dan mengatasi
situasi.
Ansietas berlebihan
meningkatkan aktivitas
adrenal/pelepasan
katekolamin, menyebabkan
ketidakseimbangan endokrin.
Kelebihan epinefrin
menghambat aktivitas
miometrik. Tekankan juga
penurunan penyimpangan
glikogen, menurunkan
Page 34
Diskusikan
kemungkinan
kepulangan klien ke
rumah sampai
mulainya persalinan
aktif
Berikan tindakan
kenyamanan dan
pengubahan posisi
klien. Anjurkan
penggunaan teknik
relaksasi dan
pernapasan yang
dipelajari
Berikan dorongan
pada upaya
klien/pasangan untuk
berkencan
Berikan informasi
faktual tentang apa
yang terjadi
ketersediaan glukosa untuk
sintesis adenosin trifosfat
(ATP), yang diperlukan untuk
kontraksi uterus.
Klien mungkin mampu rileks
lebih baik bila pada
lingkungan yang dikenal.
Memberikan kesempatan untuk
mengalihkan/memfokuskan
kembali perhatian dan
menyelesaikan tugas yang
berpengaruh pada tingkat
ansietas/frustasi.
Menurunkan ansietas,
meningkatkan kenyamanan, dan
membantu klien mengatasi
situasi secara positif.
Mungkin bermanfaat untuk
memperbaiki kesalahan konsep
bahwa klien terlalu bereaksi
terhadap persalinan atau
kadang menyalahkan terhadap
perubahan rencana kelahiran
Page 35
yang diantisipasi
Dapat membantu reduksi
ansietas dan meningkatkan
koping
D. Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi,
berdasarkan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan
kriteria hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Saat
evaluasi perawat hendaknya selalu memberi kesempatan
klien dan keluarga untuk menilai keberhasilannya,
kemudian diarahkan sesuai dengan kemampuan klien dan
keluarga dibidang kesehatan.
Page 36
KEGAWAT DARURATAN OBSTETRIK
A. Pengertian Kegawat daruratan Obstetri
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan
dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi
pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa,
kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan
perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati
cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur
uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio
Page 37
sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),
perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati
obstetri.
B. Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri
Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik, yaitu :
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang
usia kehamilannya kurang dari 20 minggu. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda
kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran
jaringan plasenta dan kemungkinan kematian janin.
Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang
banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan
gejala iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok.
a) Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena
beberapa sebab diantaranya :
(1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan
inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu.
Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini
antara lain : kelainan kromoson/genetik,
lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan
yang tidak bagus atau kurang sempurna dan
pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin
seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol
dan infeksi virus.
Page 38
(2) Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa
berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada
plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit
darah tinggi yang menahun.
(3) Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis
yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru
paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi
virus toxoplasma.
(4) Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu
seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan
bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke
belakang (secara umum rahim melengkung ke depan),
mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
b) Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa
bagian, antara lain :
(1) Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari
rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
(2) Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari
rahim dan masih ada yang tertinggal.
(3) Abortus Insipiens
`Abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan
hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam
rahim.
(4) Abortus Iminens
Page 39
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan
per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup
dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
(5) Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau
fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya
masih dalam kandungan.
(6) Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali
berturut turut atau lebih.
(7) Abortus Infeksius
Abortus yang disertai infeksi organ
genitalia.
(8) Abortus Septik
Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran
mikroorganisme dan produknya kedalam sirkulasi
sistemik ibu.
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa
langkah yang dibedakan menurut jenis abortus yang
dialami, antara lain :
(1) Abortus Komplet
Tidak memerlukan penanganan penanganan
khusus, hanya apabila menderita anemia ringan
perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya
makan makanan yang mengandung banyak protein,
vitamin dan mineral.
(2) Abortus Inkomplet
Page 40
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan
maka pasien diinfus dan dilanjutkan transfusi
darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase,
bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
(3) Abortus Insipiens
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila
umur kehamilan kurang dari 12 minggu yang
disertai dengan perdarahan.
(4) Abortus Iminens
Istirahat baring, tidur berbaring merupakan
unsur penting dalam pengobatan karena cara ini
akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah
aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang
bila pasien gelisah.
(5) Missed Abortion
Dilakukan kuretase. harus hati hati karena
terkadang plasenta melekat erat pada rahim.
(6) Abortus Habitualis
Cari penyebab Transfusi leukosit / Heparin.
(7) Abortus Infeksius- Abortus Septi
Infus ; Kp Transfusi Anti Biotika Spektrum
Luas Kultur – Sensitivity Test Bila keadaan sudah
layak Kuret Kalau Tetanus :
(1)Inj. ATS
(2)Irigasi H2O2
(3)Histerektomi
Page 41
c) Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam
nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel, Periston,
Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma
pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit.
Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok
hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan
dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah
banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase
tanpa anestesi kemudian. Methergin. Pada abortus
pada demam menggigil, tindakan utamanya dengan
penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan
pemberian infus.
2. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa
atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada
awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan
abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami
perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga
dihubungkan dengan edema vesikular dari vili
khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus
yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi
trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan
displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak,
dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
Page 42
a) Etiologi
Penyebab pasti yaitu mola hidatidosa tidak
diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin dapat
menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara
lain:
(1) Faktor ovum, di mana ovum memang sudah
patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan
(2) Imunoselektif dari trofoblast
(3) Keadaan sosioekonomi yang rendah
(4) Paritas tinggi
(5) Kekurangan protein
(6) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum
jelas
b) Klasifikasi
(1) Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi suatu massa
vesikel – vesikel jernih. Ukuran vesikel
bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter
sampai beberapa sentimeter dan sering
berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai
kecil. Temuan Histologik ditandai oleh adanya,
antara lain:
(a)Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma
vilus
(b)Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang
membengkak
Page 43
(c)Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat
bervariasi
(d)Tidak adanya janin dan amnion
(2) Mola Hidatidosa Parsial
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal
dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai
jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa
yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang
biasanya avaskular, sementara villi-villi
berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin
plasenta yang masih berfungsi tidak terkena.
Pasien dengan mola parsial tidak memiliki
manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna.
Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan
gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau
missed abortion yakni Perdarahan vagina dan
hilangnya denyut jantung janin, Pada mola
parsial, jaringan fetus biasanya didapatkan,
eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi
merupakan penemuan yang seringkali ada. Komplemen
kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini
diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan
duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat
pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga biasa
didapatkan. Seperti pada mola sempurna, ditemukan
jaringan trofoblastik hyperplasia dan
pembengkakan villi chorionic.
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Page 44
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan
pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium kavum
uteri.
a) Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport
ovum karena obstruksi mekanis pada jalan yang
melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di
ampula, jarang terjadi kehamilan di ovarium.
b) Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri
melahirkan, sering unilateral (abortus tuba), hebat
dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen
yang jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan
sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan
intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
(1) Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah,
lebih jarang pada abdomen bagian atas.
(2) Abdomen tegang.
(3) Mual.
(4) Nyeri bahu.
(5) Membran mukosa anemis.
c) Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu,
jarang lebih lama, perdarahan per vagina tidak
teratur (tidak selalu).
d) Penanganan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Page 45
(1) Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya
adalah laparotomi.
(2) Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin
dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa
yang menjadi sumber perdarahan.
(3) Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan
darah dalam rongga perut sebanyak mungkin
dikeluarkan.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang
harus dipertimbangkan yaitu :
(1) Kondisi penderita pada saat itu,
(2) Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
(3) Lokasi kehamilan ektopik.
(4) Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang
terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan
pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif).
Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus
menandakan masih adanya jaringan ektopik yang
belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula
dengan :
(1) Transfusi, infus, oksigen,
(2) Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga
antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah
dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin
Page 46
supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat
inap di rumah sakit
e) Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse
ekspander plasma (Haemaccel, Macrodex) 1000 ml atau
merujuk ke rumah sakit secepatnya.
4. Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya
abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir
a) Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah
uterus tidak selalu dapat diterangkan, bahwasanya
vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi
pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan
dapat menyebabkan plasenta previa tidak selalu
benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa
plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada
penderita dengan paritas fungsi, memang dapat
dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta
tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti
pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya
normal sekalipun akan meluaskan permukaannya,
sehingga mendekati atau menutupi sama sekali
pembukaan jalan lahir.
b) Gambaran klinis plasenta previa
(1) Perdarahan tanpa nyeri
Page 47
(2) Perdarahan berulang
(3) Warna perdarahan merah segar
(4) Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan
keluarnya darah
(5) Timbulnya perlahan-lahan
(6) Waktu terjadinya saat hamil
(7) His biasanya tidak ada
(8) Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
(9) Denyut jantung janin ada
(10)Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam
vagina
(11)Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
(12)Presentasi mungkin abnormal.
c) Diagnosis
(1) Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan
setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri
terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan
tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan
dari pada pemeriksaan hematokrit.
(2) Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya
belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala,
biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas
panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke
dalam pintu atas panggul.
(3) Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan
untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
Page 48
osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
(4) Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung.
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung
dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan
ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak
plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat,
tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
(5) Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan
ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau
jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak
tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
(6) Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif..
Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan perabaan
secara langsung melalui pembukaan serviks pada
perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan
anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO
sebagai upaya menetukan diagnosis.
d) Klasifikasi
(1) Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan
tertutup oleh jaringan Plasenta
(2) Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian
pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
(3) Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir
Plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
Page 49
(4) Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya
abnormal pada segmen bawah uterus tetapi belum
sampai menutupi pembukaan jalan lahir
e) Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
(1) Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah,
nadi, dan hemoglobin, memberi oksigen, memasang
infuse, member ekspander plasma atau serum yang
diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang
telah diawetkan dalam jumlah mencukupi.
(2) Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio
sesarea segera dilakukan setelah pengobatan syok
dimulai.
(3) Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat
karena plasenta previa totalis atau parsialis,
segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta
letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar
mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput
ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika
perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan
pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum;
jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio
sesaria.
(4) Tindakan setelah melahirkan.
(a) Cegah syok (syok hemoragik)
(b) Pantau urin dengan kateter menetap
(c) Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
Page 50
(d) Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung
eritrosit, dan hematokrit.
f) Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini
dilakukan di tempat praktik. Pada kasus perdarahan
yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse
Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel,
Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan
10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.
5. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau
seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal
pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak
lahir .
a) Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih
belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada
beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya,
antara lain :
(1) Penyakit hipertensi menahun
(2) Pre-eklampsia
(3) Tali pusat yang pendek
(4) Trauma
(5) Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava
inferior uterus yang sangat mengecil ( hidramnion
pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada
waktu anak pertama lahir.
Page 51
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh
dari :
(1) Umur lanjut
(2) Multiparitas
(3) Ketuban pecah sebelum waktunya
(4) Defisiensi asam folat
(5) Merokok, alcohol, kokain
(6) Mioma uteri
b) Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
(1) Solusio placenta ringan
(2) Solusio placenta sedang
(3) Solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda
klinisnya, sesuai derajat terlepasnya placenta.
Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan
mencari jalan keluar antara selaput janin dan
dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan
terjadilah solusio placenta dengan perdarahan
keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar
tapi berkumpul di belakang placenta membentuk
hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut
perdarahan ke dalam/tersembunyi. Kadang- kadang
darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga
perdarahan tetap tersembunyi.
c) Gejala klinis
(1) Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar
his.
Page 52
(2) Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering
tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
(3) Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang
karena isi uterus bertambah dengan darah yang
berkumpul di belakang placenta sehingga uterus
teregang (uterus en bois).
(4) Palpasi sukar karena rahim keras.
(5) Fundus uteri makin lama makin naik
(6) Bunyi jantung biasanya tidak ada
(7) Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus
menerus (karena isi uterus bertambah
(8) Sering ada proteinuri karena disertai
preeclampsia
d) Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya
perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus
yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir,
ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan
maternal plasenta akibat tekanan dari hematom
retroplasenta.
e) Gambaran klinik
(1) Solusio plasenta ringan
Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak
mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya.
Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya
akan kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali.
Perut mungkin terasa agak sakit atau terus
menerus agak tegang. Uterus yang agak tegang ini
Page 53
harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi
lebih tegang karena perdarahan terus menerus.
Bagian bagian janin masih mudah teraba.
(2) Solusio plasenta sedang
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya
tapi belum sampai duapertiga luas permukaannya.
Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan
seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak
dengan gejala sakit perut terus menerus, yang
disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun
perdarahan pervaginam tampak sedikit, mungkin
perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus
teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan
sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila
janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar
didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan
stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan
biasanya telah ada dan akan selesai dalam waktu 2
jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal
mungkin telah terjadi, walaupun biasanya terjadi
pada solusio plasenta berat.
(3) Solusio plasenta berat.
Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga
permukaannya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya
ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah
meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan,
sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai
dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin ,
Page 54
perdarahan pervaginam belum sempat terjadi. Besar
kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal.
f) Penanganan solusio plasenta
(1) Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu,
perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak
menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang
maka penderita dapat dirawat secara konservatif
di rumah sakit dengan observasi ketat.
(2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan
gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau
dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak
dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup,
dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria
dilakukan bila serviks panjang dan tertutup,
setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin
dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin
mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi
regangan dinding uterus disusul dengan pemberian
infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5%
untuk mempercepat persalinan.
g) Pengobatan
(1) Umum :
a) Transfusi darah.
Page 55
Transfusi darah harus segera diberikan
tidak peduli bagaimana keadaan umum penderita
waktu itu. Karena jika diagnosis solusio
placenta dapat ditegakkan itu berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya
1000ml.
b) Pemberian O2
c) Pemberian antibiotik.
d) Pada syok yang berat diberi kortikosteroid
dalam dosis tinggi.
(2) Khusus :
Terhadap hipofibrinogenemi : substitusi
dengan human fibrinogen 10 gr atau darah segar
dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol
(proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV,
selanjutnya jika perlu 100.000 iu / jam dalam
infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan
meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%.
Jadi apabila kadar fibrinogen sangat rendah
atau tidak ada sama sekali, diperlukan
sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan
di atas kadar kritis fibrinogen darah 150mg%.
Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang
dilarutkan dalam glucosa 10%, diberikan IV
perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila
tidak ada fibrinogen, transfusikan darah segar
yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per
1000ml.Sehingga dengan transfusi darah lebih
Page 56
dari 2000ml, kekurangan fibrinogen dalam darah
dapat diatasi. Untuk merangsang diuresis :
manitol, diuresis yang baik lebih dari 30-
40cc/jam. Pimpinan persalinan pada solusio
plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan
sedapatdapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam.
Apabila persalinan tidak selesai atau
diharapkan tidak akan selesai dalam waktu 6 jam
setelah pemecahan selaput ketuban dan infus
oksitosin, satu-satunya cara adalah dengan
melakukan sectio caesaria. Histerektomi
dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang
tidak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang
lazim.
Alasan :
(1) Bagian placenta yang terlepas meluas
(2) Perdarahan bertambah
(3) Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah
6. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam
waktu 1 jam setelah bayi lahir. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan
tidak yakin apakah plasenta lengkap.
a) Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan
plasenta:
(1) Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali
dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak
efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang
Page 57
tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction
ring.
(2) Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan
placenta pada uterus.
(3) Kesalahan manajemen kala tiga persalinan,
seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu
sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta
menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik;
pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan
plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang
melemahkan kontraksi uterus.
b) Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini
adalah:
(1) Plasenta belum terlepas dari dinding uterus
karena tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan
tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama
sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas
sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.
Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
(a) Plasenta adhesiva, melekat pada
endometrium, tidak sampai membran basal.
(b) Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh
lebih dalam dan menembus desidua sampai ke
miometrium.
(c) Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke
miometrium tetapi belum menembus serosa.
Page 58
(d) Plasenta perkreta, menembus sampai serosa
atau peritoneum dinding rahim.
(2) Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan
tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya
usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta (plasenta
inkarserata).
c) Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian
plasenta adalah:
(1) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan
IV-line dengan kateter yang berdiameter besar
serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat,
apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi
darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan
hasil pemeriksaan darah.
(2) Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam
500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9%
(normal saline) sampai uterus berkontraksi.
(3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews,
jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin
untuk mempertahankan uterus.
(4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan
tindakan manual plasenta. Indikasi manual
Page 59
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta
setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi
ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
(5) Jika tindakan manual plasenta tidak
memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta
dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus
dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
(6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa
plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
(7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda
infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
d) Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah
35 unit Syntocinon (oksitosin) IV yang diikuti oleh
usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan
pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan
pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika
ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,lakukan
palpasi sekunder.
7. Ruptur Uteri
Page 60
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat
meluas ke seluruh dinding uterus dan isi uterus
tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), ataU
dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan
miometrium, tetapi peritoneum di sekitar uterus tetap
utuh (inkomplet).
a) Klasifikasi
(1) Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat
dibedakan:
(a) Ruptur Uteri Gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering
berlokasi pada korpus.
(b) Ruptur Uteri Durante Partum
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya
sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
(2) Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat
dibedakan:
(a) Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah
pernah mengalami operasi, seperti seksio
sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
(b) Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit
dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah
regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur
uteri.
(c) Serviks Uteri
Page 61
Biasanya terjadi pada waktu melakukan
ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi,
sedang pembukaan belum lengkap.
(d) Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan
vagina.
(3) Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat
dibedakan:
(a) Ruptur Uteri Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut
peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat
hubungan langsung antara rongga perut dan
rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
(b) Ruptur Uteri Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum
tidak ikut robek. Perdarahan terjadi
subperitoneal dan bisa meluas sampai ke
ligamentum latum.
(4) Menurut etiologinya
(a) Rupture uteri spontanea
Menurut etiologi dibagi menjadi 2:
i. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat,
misalnya pada bekas SC, miomektomi, perforasi
waktu kuretase, histerorafia, pelepasan
plasenta secara manual
ii. Karena peregangan yang luar biasa pada rahim,
misalnya pada panggul sempit atau kelainan
bentuk panggul, janin besar seperti janin
Page 62
penderita DM, hidrops fetalis, post maturitas
dan grande multipara.
(b) Rupture uteri vioventa (traumatika),
karena tindakan dan trauma lain seperti:
i. ekstraksi forsef
ii. Versi dan ekstraksi
iii. Embriotomi
iv. Versi brakston hicks
v. Sindroma tolakan (pushing sindrom)
vi. Manual plasenta
vii. Curetase
viii. Ekspresi kisteler/cred
ix. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan
pengawasan
x. Trauma tumpul dan tajam dari luar
(5) Menurut gejala klinis:
i. Rupture uteri imminens (membakat=mengancam):
penting untuk diketahui
ii. Rupture uteri sebenarnya
b) Etiologi
Penyebab kejadian ruptur uteri, yakni:
(1) Tindakan obstetri
(2) Ketidakseimbangan fetopelvik
(3) Letak lintang yang diabaikan
(4) Kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau
induksi persalinan
(5) Jaringan parut pada uterus
Page 63
(6) Kecelakaan.
8. Perdarahan Pasca persalinan
Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah
pendarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak
lahir. Penyebab gangguan ini adalah kelainan
pelepasan dan kontraksi, rupture serviks dan vagina
(lebih jarang laserasi perineum), retensio sisa
plasenta, dan koagulopati.
Perdarahan pascapersalinan tidak lebih dari 500
ml selama 24 jam pertama, kehilangan darah 500 ml
atau lebih berarti bahaya syok. Perdarahan yang
terjadi bersifat mendadak sangat parah (jarang),
perdarahan sedang (pada kebanyakan kasus), dan
perdarahan sedang menetap (terutama pada ruptur).
Peningkatan anemia akan mengancam terjadinya syok,
kegelisahan, mual, peningkatan frekuensi nadi, dan
penurunan tekanan darah.
a) Klasifikasi Klinis
(1) Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum
Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer,
atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera).
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam
24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca
persalinan primer adalah atonia uteri, retensio
plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
(2) Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau
Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan
Page 64
Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH).
Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi
setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca
persalinan sekunder sering diakibatkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau
sisa plasenta yang tertinggal.
b) Gejala Klinis
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam
yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan
banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok
yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut
nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-
lain.
Penderita tanpa disadari dapat kehilangan
banyak darah sebelum ia tampak pucat bila
pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama.
c) Diagnosis
Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak
lahir tetapi plasenta belum lahir biasanya
disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan
setelah plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh
atonia uteri. Atonia uteri dapat diketahui dengan
palpasi uterus ; fundus uteri tinggi di atas pusat,
uterus lembek, kontraksi uterus tidak baik. Sisa
plasenta yang tertinggal dalam kavum uteri dapat
diketahui dengan memeriksa plasenta yang lahir
apakah lengkap atau tidak kemudian eksplorasi kavum
uteri terhadap sisa plasenta, sisa selaput ketuban,
Page 65
atau plasenta suksenturiata (anak plasenta).
Eksplorasi kavum uteri dapat juga berguna untuk
mengetahui apakan ada robekan rahum. Laserasi
(robekan) serviks dan vagina dapat diketahui dengan
inspekulo. Diagnosis pendarahan pasca persalinan
juga memerlukan pemeriksaan laboratorium antara
lain pemeriksaan Hb, COT (Clot Observation Test),
kadar fibrinogen, dan lain-lain.
d) Faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan
pascapersalinan
(1) Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah
20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan
faktor risiko terjadinya perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian
maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah
20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia
diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita
sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi
reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama
perdarahan akan lebih besar. Perdarahan
pascapersalinan yang mengakibatkan kematian
maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada
usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi
daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi
Page 66
pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan
meningkat kembali setelah usia 30-35tahun.
(2) Perdarahan pascapersalinan dan gravida
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1
kali atau yang termasuk multigravida mempunyai
risiko lebih tinggi terhadap terjadinya
perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan
ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida
(hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada
multigravida, fungsi reproduksi mengalami
penurunan sehingga kemungkinan terjadinya
perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.
(3) Perdarahan pascapersalinan dan paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan
yang dapat mengakibatkan kematian maternal.
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga)
mempunyai angka kejadian perdarahan
pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang
rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam
menghadapi persalinan yang pertama merupakan
faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam
menangani komplikasi yang terjadi selama
kehamilan, persalinan dan nifas.
(4) Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan
seoptimal mungkin fisik dan mental ibu serta anak
Page 67
selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas
sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu
serta anak dapat diturunkan. Pemeriksaan
antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas
rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama
perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah
persalinan yang mengakibatkan kematian maternal
dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena
dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini
perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan
ditanggulangi dengan cepat.
(5) Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai
normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin
kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml
atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan
tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat
akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin
dibawah nilai normal.
e) Komplikasi perdarahan pascapersalinan
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan
pascapersalinan memperbesar kemungkinan infeksi
puerperal karena daya tahan penderita berkurang.
Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom
Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis
Page 68
pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada
bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia,
hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai
menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual
dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut
pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan
hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi.
(1) Penanganan perdarahan pascapersalinan
Penanganan perdarahan pasca persalinan pada
prinsipnya adalah :
(a) Hentikan perdarahan, cegah/atasi syok,
ganti darah yang hilang dengan diberi infus
cairan (larutan garam fisiologis, plasma
ekspander, Dextran-L, dan sebagainya),
transfusi darah, kalau perlu oksigen.
(b) Pada perdarahan sekunder atonik:
a) Beri Syntocinon (oksitosin) 5-10 unit IV,
tetes oksitosin dengan dosis 20 unit atau
lebih dalam larutan glukosa 500 ml.
b) Pegang dari luar dan gerakkan uterus ke
arah atas.
c) Kompresi uterus bimanual.
d) Kompresi aorta abdominalis.
e) Lakukan hiserektomi sebagai tindakan
akhir.
9. Syok Hemoragik
Semua keadaan perdarahan diatas, dapat
menyebabkan syok pada penderita, khususnya syok
Page 69
hemoragik yang di sebabkan oleh berkurangnya volume
darah yang beredar akibat perdarahan atau dehidrasi.
a) Penyebab gangguan ini.
(1) Perdarahan eksterna atau interna yang
menyebabkan hiposekmia atau ataksia vasomotor
akut.
(2) Ketidakcocokan antara kebutuhan metabolit
perifer dan peningkatan transpor gangguan
metabolic, kekurangan oksigen jaringan dan
penimbunan hasil sisa metabolik yang menyebabkan
cidera sel yang semula reversibel kemudian tidak
reversibel lagi.
(3) Gangguan mikrosirkulasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tekanan
darah dan nadi; pemeriksaan suhu, warna kulit,
dan membrane mukosa perbedaab suhu antara bagian
pusat dan perifer badan; evaluasi keadaan
pengisian (kontraksi) vena dan evaluasi palung
kuku; keterlambatan pengisian daerah kapiler
setelah kuku ditekan; dan ekskresi urin tiap jam.
b) Penanganan Syok Hemoragik
Pada syok hemoragik tindakan yang esensial
adalah menghentikan perdarahan dan mengganti
kehilangan darah. Setelah diketahui adanya syok
hemoragik,:
(1) Penderita dibaringkan dalam posisi
Trendelenburg, yaitu dalam posisi terlentang
biasa dengan kaki sedikit tinggi ( 30 derajat ).
Page 70
(2) Dijaga jangan sampai penderita kedinginan
badannya. Setelah kebebasan jalan napas terjamin,
untuk meningkatkan oksigenasi dapat diberi
oksigen 100% kira-kira 5liter/menit melalui jalan
napas.
(3) Sampai diperoleh persediaan darah buat
transfusi, pada penderita melalui infuse segera
diberi cairan dalam bentuk larutan seperti NaCI
0,9%, ringer laktat, dekstran, plasma dan
sebagainya.
(4) Jika dianggap perlu kepada penderita syok
hemoragik diberi cairan bikarbonat natrikus untuk
mencegah atau menanggulangi asidosis. Penampilan
klinis penderita banyak memberi isyarat mengenai
keadaan penderita dan mengenai hasil perawatannya
10.Syok Septik (Bakteri, Endotoksin)
Penyebab gangguan ini adalah masuknya endotoksin
bakteri gram negative (coli, proteus, pseudomonas,
aerobakter, enterokokus). Toksin bakteri gram
positif (streptokokus, Clostridium welchii) lebih jarang
terjadi. Pada abortus septic, sering terjadi
amnionitis atau pielonefritis. Adanya demam sering
didahului dengan menggigil, yang diikuti penurunan
suhu dalam beberapa jam, jarang terjadi hipotermi.
Tanda lain adalah takikardia dan hipotensi yang jika
tidak diobati hamper selalu berlanjut ke syok yang
tidak reversible. Gangguan pikiran sementara
(disorientasi) sering tidak diperhatikan. Nyeri pada
Page 71
abdomen (obstruksi portal dan ekstremitas yang tidak
tegas). Ketidakcocokan antara gambaran setempat dan
keparahan keadaan umum. Jika ada gagal ginjal akut
dapat berlanjut ke anuria.Trobopenia sering terjadi
hanya sementara.
a) Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah tindakan
segera selama fase awal. Terapi tambahan untuk
pengobatan syok septic (bakteri) selalu bersifat
syok hipovolemik (hipovolemia relatif) adalah
terapi infuse secepat mungkin yang diarahkan pada
asidosis metabolik. Terapi untuk infeksi adalah
antibiotika (Leucomycin, kloramfenikol 2-3
mg/hari, penisilin sampai 80 juta satuan/ hari).
Pengobatan insufisiensi ginjal dengan pengenalan
dini bagi perkembangan insufisiensi ginjal,
manitol (Osmofundin). Jika insufisiensi ginjal
berlanjut 24 jam setelah kegagalan sirkulasi,
diperlukan dialysis peritoneal.
Page 72
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pemeriksaan klinik lengkap meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan obstetri
termasuk pemeriksaan panggul secara sistematis meliputi
sebagai berikut :
1. Anamnesis
Diajukan kepada pasien atau keluarganya beberapa
hal berikut dan jawabannya dicatatat dalam catatan
medik.
a. Masalah atau keluhan utama yang menjadi alasan
pasien datang ke klinik.
b. Riwayat penyakit atau masalah tersebut,
termasuk obat-obatan yang sudah didapat.
c. Tanggal hari pertama haid yang terakhir dan
riwayat haid.
d. Riwayat kehamilan sekarang.
e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang
lalu termasuk kondisi anaknya.
f. Riwayat penyakit yang pernah diderita dan
penyakit dalam keluarga.
g. Riwayat pembedahan.
h. Riwayat alergi terhadap obat.
2. Pemeriksaan fisik umum
a. Penilaian keadaan umum dan kesadaran penderita.
Page 73
b. Penilaian tanda vital.
c. Pemeriksaan kepala dan leher.
d. Pemeriksaan dada (pemeriksaan jantung dan paru-
paru).
e. Pemeriksaan perut ( kembung, nyeri tekan atau
nyeri lepas, tanda abdomen akut, cairan bebas dalam
rongga perut).
f. Pemeriksaan anggota gerak (edema tungkai bawah
dan kakai)
3. Pemeriksaan obstetri
a. Pemeriksaan vulva dan perineum
b. Pemeriksaan vagina
c. Pemeriksaan servik
d. Pemeriksaan rahim (besarnya, kelainan bentuk,
tumor dan sebagainya)
e. Pemeriksaan adneksa
f. Pemeriksaan his (frekuensi, lama, kekuatan,
relaksasi, simetri dan dominasi fundus)
g. Pemeriksaan janin :
1) Didalam atau diluar rahim
2) Jumlah janin
3) Letak janin
4) Presentasi janin dan turunnya presentasi
seberapa jauh
5) Posisi janin, moulage dan kaput suksedaneum
6) Bagian kecil janin disamping presentasi
(tangan, tali pusat)
7) Anomali kongenital pada janin
Page 74
8) Tafsiran berat janin
9) Janin mati atau hidup, gawat janin atau tidak
4. Pemeriksaan panggul
a. Penialaian pintu atas panggul :
1) Promontorium teraba atau tidak
2) Ukuran konjugata diagonalis dan konjugata
vera
3) Penilaian linea inominata teraba berapa
bagian atau seluruhnya
b. Penilaian ruang tengah panggul
1) Penilaian tulang sakrum (cekung atau datar)
2) Penilaian dinding samping (lurus atau konvergen)
3) Penilaian sepina iskiadika (runcing atau tumpul)
4) Ukuran jarak antar spina iskiadika (distansia
interspinarum)
c. Penilaian pintu bawah panggul
1) Arkus pubis (lebih besar atau kurang dari 90o)
2) Penilaian tulang kogsigis (kedepan atau tidak)
d. Penilaian adanya tumor jalan lahir yang
menghalangi persalian pervagina
e. Penilaian panggul (panggul luas, sedang,
patologik)
5. Penilaian imbang feto-pelvik : (imbang feto-pelvik
baik atau disproporsi-sefalo-pelvik)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b/d perdarahn
intra servikal
Page 75
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
penurunan nafsu makan
3. Gangguan rasa nyama (nyeri) b.d proses desakan pada
jaringan intra servikal
4. Cemas b.d terdiagnose c.a serviks sekunder akibat
kurangnya pengetahuan tentang Ca. Serviks dan
pengobatannya.
5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d
perubahan dalam penampilan terhadap pemberian
sitostatika.
C. Intervensi keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan
intra servikal
Tujuan :
Setelah diberikan perawatan selama 1 X 24 jam
diharapkan perfusi jaringan membaik
Kriteria hasil :
a. Perdarahan intra servikal sudah berkurang
b. Konjunctiva tidak pucat
c. Mukosa bibir basah dan kemerahan
d. Ektremitas hangat
e. Hb 11-15 gr %
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Observasi perdarahan ( jumlah, warna, lama )
c. Cek Hb
d. Cek golongan darah
Page 76
e. Beri O2 jika diperlukan
f. Pemasangan vaginal tampon.
g. Therapi IV
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d penurunan nafsu makan.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien
akan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi penurunan berat badan
b. Porsi makan yang disediakan habis.
c. Keluhan mual dan muntah kurang
Intervensi :
a. Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk
penyembuhan
b. Berika makan TKTP
c. Anjurkan makan sedikit tapi sering
d. Jaga lingkungan pada saat makan
e. Pasang NGT jika perlu
f. Beri Nutrisi parenteral jika perlu.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada
jaringan intra servikal
Tujuan :
Page 77
Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien
tahu cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat
kanker yang dialami
Kriteria hasil :
a. Klien dapat menyebutkan cara-cara mengurangi
nyeri yang dirasakan
b. Intensitas nyeri berkurangnya
c. Ekpresi muka dan tubuh rileks
Intervensi :
a. Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien
b. Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan
nilai dengan skala nyeri.
c. Ajarkan teknik relasasi dan distraksi
d. Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
e. Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri
4. Cemas yang berhubungan dengan terdiagnose kanker
serviks sekunder kurangnya pengetahuan tentang kaker
serviks, penanganan dan prognosenya.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien
mendapat informasi tentang penyakit kanker yang
diderita, penanganan dan prognosenya.
Kriteria hasil :
a. Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita
b. Klien mengetahui tindakan - tindakan yang
harus dilalui klien.
Page 78
c. Klien tahu tindakan yang harus dilakukan di
rumah untuk mencegah komplikasi.
d. Sumber-sumber koping teridentifikasi
e. Ansietas berkurang
f. Klien mengutarakan cara mengantisipasi
ansietas.
Intervensi
a.Berikan kesempatan pada klien dan klien
mengungkapkan persaannya.
b.Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman
orang lain, serta tata cara mengentrol dirinya.
c.Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak
berhasilan penyesuaian. ( Ego yang buruk,
kemampuan pemecahan masalah tidak efektif, kurang
motivasi, kurangnya sistem pendukung yang
positif).
d.Tunjukkan adanya harapan
e.Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik
5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d
perubahan dalam penampilan sekunder terhadap
pemberian sitostatika.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan
persepsi klien menjadi stabil
Kriteria hasil :
a. Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan
tentang kondisinya
Page 79
b. Klien mampu membagi perasaan dengan perawat,
keluarga dan orang dekat.
c. Klien mengkomunikasikan perasaan tentang
perubahan dirinya secara konstruktif.
d. Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan
diri.
Intervensi :
a. Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien
dengan hangat dan sikap positif.
b. Berikan dorongan pada klien untuk
mengekpresikanbperasaan dan pikian tentang
kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan
pengobatan.
c. Berikan informasi yang dapat dipercaya dan
klarifikasi setiap mispersepsi tentang
penyakitnya.
d. Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan
untuk hidup mandiri melewati hidup dengan kanker,
meliputi hubungan interpersonal, peningkatan
pengetahuan, kekuatan pribadi dan pengertian
serta perkembangan spiritual dan moral.
e. Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan
(menyangkal perubahan, penurunan kemampuan
merawat diri, isolasi sosial, penolakan untuk
mendiskusikan masa depan.
f. Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai
dengan kebutuhan.
Page 80
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait
untuk tindakan konseling secara profesional.
Page 81
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Distosia di definisikan sebagai persalinan yang
panjang, sulit, atau abnormal, yang timbul akibat
sebagai kondisi yang berhubungan dengan berbagai macam
keadaan. (editor renata komalasari, 2005)
Klasifikasi :
1. Distosia karena kelainan tenaga/his
2. Distosia karena kelainan letak
3. Kehamilan karena kelainan bentuk
4. Distosia karena kelainan pelvis
Diagnosa keperawatan pada distosia :
1.Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan persalinan
yang lambat.
2.Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan
dengan persalinan yang lama, malpresentasi janin,
hipoksia/asidosis jaringan, abnormalitas pelvis ibu,
CPD.
3.Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
status hipermetabolik, muntah, diforesis hebat,
pembatasan masukan oral, diuresis ringan berkenaan
dengan pemberian oksitosin.
Page 82
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, et all, 2005. Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :
EGC
Doenges, Marilyn E., 2001. Rencana Perawatan Maternal atau
Bayi. Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde., 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina
Pustaka