BAB I
TEORI DASARA. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2
Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah
insulin untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu
untuk memanfaatkan secara efisien. Seiring waktu, penurunan
produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat (Adhi, 2011).
Diabetes mellitus sebelumnya dikatakan diabetes tidak tergantung
insulin atau diabetes pada orang dewasa. Ini adalah istilah yang
digunakan untuk individu yang relatif terkena diabetes (bukan yang
absoult) defisiensi insulin. Orang dengan jenis diabetes ini
biasanya resisten terhadap insulin. Ini adalah diabetes sering
tidak terdiagnosis dalam jangka waktu yang lama karena
hiperglikemia ini sering tidak berat cukup untuk memprovokasi
gejala nyata dari diabetes. Namun demikian, pasien tersebut adalah
risiko peningkatan pengembangan komplikasi macrovascular dan
mikrovaskuler (WHO,1999). Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya
resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi
antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan
dan faktor makanan (Tjekyan, 2007).B. Patofisiologi Diabetes
Mellitus Tipe 2
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang
terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang
disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta
(siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah sehingga
merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah
stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi
sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada
orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin
pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan
produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah
puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk
menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM
tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan
hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi
hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan
kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl
kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa
darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu
meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan
sel beta menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin
puasa dalam darah mulai menurun maka efek penekanan insulin
terhadap produksi glukosa hati khususnya glukoneogenesis mulai
berkurang sehingga produksi glukosa hati makin meningkat dan
mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang dapat
menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat
(acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa
kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek
toksik glukosa (glucose toXicity) (Schteingart, 2005 dikutip oleh
Indraswari, 2010).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin
tetap dapat dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah
terjadi resistensi insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang
penderita dapat terjadi respons metabolik terhadap kerja insulin
tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih kerja
insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin
merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan
lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi
insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut,
sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak
gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan
mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan
terjadinya kegemukan dan resistensi insulin (Indraswari, 2010).
C. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi
insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin. Pada
pasien-pasien dengan Diabetes Mellitus tak tergantung insulin
(NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. NIDDM
ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam
kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat resistensi dari
sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselular yang meningkatkan transport glukosa
menembus membrane sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsive
insulin pada membrane sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal
antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup
lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM
mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi
insulin, maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan
diabetes mellitus yang pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien
NIDDM merupakan akibat dari obesitasnya. Pengurangan berat badan
seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin
dan pemilihan toleransi glukosa (Rakhmadany,2010).D. Gambaran
Klinis
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah
(Agustina, 2009):
a. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif
singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa
dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan
bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup,
sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak
dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot
sehingga menjadi kurus.
b. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah
banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam
hari.
c. Banyak minum
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah
tafsirkan. Dikira sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban
kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum
banyak.d. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita
selalu merasa lapar.
Keluhan lain:
a. Gangguan saraf tepi / Kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki
di waktu malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan
penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya
berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.
b. Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan
atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara.
Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama
sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti
luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
c. Gangguan Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering
tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait
dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan
masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan
seseorang.
d. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan.E. Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2
Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan
darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai
(Shahab,2006).
a. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah
satu faktor risiko untuk DM, yaitu:
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27
(kg/m2)}
3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
4) Riwayat keluarga DM
5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
6) Riwayat dm pada kehamilan
7) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida >
250 mg/dl
8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa
darah puasa terganggu)
Tabel 1.
Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu
Bukan DMBelum pasti DMDM
Plasma Vena< 110110 199200
Darah Kapiler 35 g/l).b. Klasifikasi anemia berdasarkan
beratringan.
Anemia berdasarkan berat ringannya dibagi atas 3 tingkatan yaitu
ringan, sedang, dan berat.3. Mekanisme terjadinya anemiaAda
beberapa mekanisme untuk terjadinya anemia, yaitu: Kehilangan
darah, misalnya perdarahan. Menurunnya umur hidup sel darah merah
(eritrosit), misalnya anemia hemolitik,
Kelainan pada pembentukan sel darah merah (eritrosit), misalnya
kelainan sintesis hemoglobin,
Berkumpul dan dihancurkannya eritrosit di dalam limpa yang
membesar,
Meningkatnya volume plasma, misalnya kehamilan,
splenomegali.
4. Tanda dan gejala anemia berdasarkan beratringannya
anemiaManifestasi gejala dan keluhan anemia tergantung dari
beberapa faktor antara lain: Penurunan kapasitas daya angkut
oksigen dari darah serta kecepatan dari penurunannya,
Derajat serta kecepatan perubahan dari volume darah,
Penyakit dasar penyebab anemianya,
Kapasitas kompensasi sistem kardiopulmonal.5. Hubungan anemia
dengan lansiaAnemia merupakan salah satu gejala sekunder dari
sesuatu penyakit pada lansia. Anemia sering dijumpai pada lansia
dan meningkatnya insidensi anemia dihubungkan dengan bertambahnya
usia telah menimbulkan spekulasi bahwa penurunan hemoglobin
kemungkinan merupakan konsekuensi dari pertambahan usia. Tetapi ada
2 alasan untuk mempertimbangkan bahwa anemia pada lansia merupakan
tanda dari adanya penyakit. Kebanyakan orangorang lansia mempunyai
jumlah sel darah merah normal, demikian juga dengan hemoglobin dan
hematokritnya. Kebanyakan pasien pasien lansia yang menderita
anemia dengan hemoglobin < 12 gr / dL, penyakit dasarnya telah
diketahui.Prevalensi anemia pada lansia adalah sekitar 844%, dengan
prevalensi tertinggi pada lakilaki usia 85 tahun atau lebih. Dari
beberapa hasil studi lainnya dilaporkan bahwa prevalensi anemia
pada lakilaki lansia adalah 2740% dan wanita lansia sekitar
1621%.Sebagai penyebab tersering anemia pada orangorang lansia
adalah anemia penyakit kronik dengan prevalensinya sekitar 35%,
diikuti oleh anemia defisiensi besi sekitar 15%. Penyebab lainnya
yaitu defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, perdarahan
saluran cerna dan sindroma mielodisplastik.Meningkatnya perasaan
lemah, lelah dan adanya anemia ringan janganlah dianggap hanya
sebagai manifestasi dari pertambahan usia. Oleh karena
keluhan-keluhan tersebut di atas merupakan gejala telah terjadinya
anemia pada lansia. Selain gejalagejala tersebut di atas,
palpitasi, angina dan klaudikasio intermiten juga akan muncul oleh
karena biasanya pada lansia telah terjadi kelainan arterial
degeneratif. Muka pucat dan konjungtiva pucat merupakan tanda yang
dapat dipercayai bahwa seorang lansia itu sebenarnya telah
menderita anemia.Pada lansia penderita anemia berbagai penyakit
lebih mudah timbul dan penyembuhan penyakit akan semakin lama. Yang
mana ini nantinya akan membawa dampak yang buruk kepada orangorang
lansia. Dari suatu hasil studi dilaporkan bahwa lakilaki lansia
yang menderita anemia, resiko kematiannya lebih besar dibandingkan
wanita lansia yang menderita anemia. Juga dilaporkan bahwa lansia
yang menderita anemia oleh karena penyakit infeksi mempunyai resiko
kematian lebih tinggi.Penelusuran diagnosis anemia pada lansia
memerlukan pertimbangan klinis tersendiri. Dari evaluasi
epidemiologis menunjukkan walaupun telah dilakukan pemeriksaan yang
mendalam, ternyata masih tetap ada sekitar 1525% pasien anemia pada
lansia yang tidak terdeteksi penyebab anemia.BAB IIKASUS
NamaTn.Ds
Jenis KelaminLaki laki
Tanggal dan Tahun Lahir22 Oktober 1941
Usia71 Tahun
AlamatJl. Mangga Besar
Status PasienUmum
Ruang RawatVIP Dewi Sartika
No Rekam Medik615xxx
Tanggal Masuk RS31 Januari 2013
Tanggal Keluar RS5 Februari 2013
Status PulangDipulangkan dan meneruskan dengan obat jalan
Dokter Penanggung JawabDr.PR
NoTanggal PemeriksaanJenis PemeriksaanHasilNilai Rujukan
1.31/01/2013Hematologi:
Hemoglobin13,4Pria: 14,0 17,5 gr/dl
Hematokrit40Pria: 42 51%
Leukosit6.9004.000 10.000 sel/mm
Trombosit139.000150 400.000 sel/mm
Diabetes:
Gula Darah Sewaktu467Sampai 160mg/dl
Faal Ginjal:
Ureum24,415,0 43,2 mg/dl
Kreatinin0,86Pria: 0,72 1,36 mg/dl
As.Urat5,4Pria: 3,4 7,0 mg/dl
Faal Hati:
SGOT10Pria: sampai 37 U/I
SGPT18Pria: sampai 41 U/I
Lemak:
Kolesterol131 201 mg/dl
Trigliserida209Pria: 60 -165 mg/dl
HDL25Pria: 30 70 mg/dl
LDL78< 130 mg/dl
BAB IIIPEMBAHASANA. DiagnosisDilihat dari hasil pemeriksaan
Laboratorium atas nama Tn. Ds, kemungkinan beliau menderita
diabetes mellitus tipe 2 disetai kadar trigliserida tinggi
(Hipertrigliserida) dan mengalami anemia ringan.
Dalam menegakkan diagnosis untuk mendukung hasil diagnosis, jika
seorang pasien menderita DM, maka bisa ditelusuri dengan beberapa
pertanyaan seperti berikut ini :
Apakah pasien pernah mengalami gejala diabetes ?
Apakah ada riwayat keluarga yang menderita DM ?
Apakah sudah pernah di vonis Diabetes sebelumnya ?
Apakah pernah meminum obat antidiabetik ?
Jika dari pertanyaan diatas benar memiliki riwayat penyakit DM
maka :
Apakah pasien meminum obat antidiabetiknya teratur atau tidak
?
Bagaimana aktivitas sehari-hari, jumlah kalori dan kandungan
glukosa makanan yang dikonsumsinya sehari-hari ?
B. Dasar PertimbanganDari hasil pemeriksaan Laboratorium atas
nama Tn. Ds yang menjadi dasar pertimbangannya, Beliau di diagnosis
diabetes mellitus tipe 2 sebab jika dilihat dari nilai rujukan
kadar gula sewaktu tinggi (467 mg/dl), dimana seharusnya kadar gula
sewaktu nilai rujukan normalnya 160 mg/dl. Kadar trigliserida
tinggi (209 mg/dl) sedangkan HDL rendah (25 mg/dl). Nilai
hemoglobin rendah serta nilai hematokrit dan trombosit kurang dari
nilai rujukan normal.
Tn. Ds di diagnosis menderita diabetes mellitus tipe 2 disertai
kadar trigliserida tinggi (Hipertrigliserida), hal ini dapat
terjadi dimana kadar glukosa yang tinggi akan merangsang
pembentukan glikogen dari glukosa, sintesis asam lemak dan
kolesterol dari glukosa. Kadar glukosa darah yang tinggi dapat
mempercepat pembentukan trigliserida dalam hati. Trigliserida
merupakan salah satu bagian komposisi lemak yang ada dalam tubuh.
Dimana jika kadar trigliserida dalam batas normal mempunyai fungsi
yang normal dalam tubuh dan dijadikan sebagai sumber energi.
Apabila kadar trigliserida tinggi, dalam jangka panjang akan
menyebabkan artheosklorosis sehingga perlu pengawasan dalam pola
makan (pengaturan diet). Kemungkinan Tn. Ds ada keluhan anemia
ringan disebabkan Tn. Ds merasa lemas, letih, lesu (5L) yang
diakibatkan kadar trigliserida tinggi, sehingga tidak ada energi
akibatnya suplai hemoglobin dan trombosit dalam sel darah akan
mengalami penurunan dan menjadi anemia ringan. Pada pasien yang
mempunyai gejala klasik DM, bila hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dL atau glukosa darah puasa >126 mg/dL, maka
diagnosis DM bisa langsung ditegakkan (hanya memerlukan 1 kali
pemeriksaan), tetapi bila tidak ada gejala klasik, glukosa darah
sewaktu >200 mg/dL atau glukosa darah puasa >126 mg/dL, maka
pemeriksaan ini harus diulang sekali lagi. Bila hasil pemeriksaan
glukosa darah sewaktu tetap menunjukkan >200 mg/dL atau glukosa
darah puasa >126 mg/dL, barulah diagnosis DM dapat
ditegakkan.
Jadi, pasien yang tidak mempunyai gejala klasik memerlukan
minimal 2 kali pemeriksaan untuk didiagnosis DM (Powers, 2001).
HbA1c merupakan pengukuran kadar glukosa darah yang terikat pada Hb
secara kuat dan beredar bersama eritrosit selama masa hidup
eritrosit (120 hari). Keuntungan dari pengukuran HbA1c adalah
didapatkannya perkiraan kadar glukosa darah rata-rata selama 3
bulan, karena disimpulkan terdapat korelasi langsung antara kadar
HbA1c dan kadar glukosa darah rata-rata selama 3 bulan. Glukosa
darah tidak terkontrol bila HbA1c mencapai 8% atau lebih, sedangkan
glukosa darah terkontrol bila HbA1c kurang dari 7% menurut American
Diabetes Association (ADA) atau kurang dari 6,5% menurut American
Association of Clinical Endocrinologist (AACE) (Mathur, 2004).
C. Terapi yang Diberikan1. Non FarmakologiPerubahan gaya hidup,
meliputi:
Menjaga berat badan
Tekanan darah
Kadar kolesterol
Berhenti merokok
Membiasakan diri untuk hidup sehat
Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah
aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang memanfaatkan
gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai kebugaran. Hindari
menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena
hali ini yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.
Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan.
garam yang tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar
karbohidrat dan lemak tinggi.
Konsumsi sayuran dan buah-buahan.Perubahan gaya hidup ini bukan
hanya untuk mengatasi DM yang dialami, tapi dapat juga membantu
menanggulangi anemia yang diderita Tn.Ds
2. Farmakologia. Menormalkan kadar glukosa
Obat golongan sulfonilurea dengan waktu kerja pendek seperti
tolbutamid atau glikuidon 2-3 kali sehari. Mekanisme kerja utamanya
adalah untuk meningkatkan pengeluaran insulin daripada pankreas.
Obat ini akan berikatan dengan reseptor sulfonilurea yang akan
menginhibisi efluks ion kalium melalui kanalnya sehingga
menyebabkan depolarisasi. Depolarisasi akan membuka kanal kalsium
yang menyebabkan influx kalsium dan pelepasan insulin.Pedoman
pemberian sulfonilurea pada DM usia lanjut: Harus waspada akan
timbulnya hipoglikemia. Ini disebabkan karena metabolisme
sulfonilurea lebih lambat pada usia lanjut, dan seringkali pasien
kurang nafsu makan, sering adanya gangguan fungsi ginjal dan hati
serta pengaruh interaksi sulfonilurea dengan obat-obatan lain. Obat
dengan efek hipoglikemi yang rendah, golongan biguanida seperti
Metformin (jika obesitas).
Mekanisme kerja obat golongan Biguanida yaitu metformin yang
cara kerjanya tidak bergantung kepada sel beta namun bekerja
dengan:
Menurunkan glukoneogenesis renal dan hepar
Memperlahankan absorpsi glukosa dari gastrointestinal dengan
meningkatkan konversi glukosa pada laktat oleh enterosit
Stimulasi glikolisis secara direk dengan meningkatkan pembuangan
glukosa dari darah
Menurunkan kadar glukagon dalam plasma.Sehingga obat golongan
ini dapat menurunkan kadar Trigliserida.
b. Meningkatkan HDL dan menurunkan trigliserida
Obat golongan fibrat atau niasin
Mekanisme kerja : niasin merendahkan kadar plasma kolesterol dan
triasilgliserol. Proses penurunan trigliserol plasma bekerja dengan
memacu aktifitas lipase lipoprotein, sehingga menghidrolisis
triasilgliserol pada kilomikron dan VLDL, sehingga dapat
mempercepat pengeluaran partikel-partikel ini dari plasma.
c. Hemoglobin 13,4 masih dalam batas normal maka pasien
kemungkinan terkena anemia ringan
Obat anemia defisiensi besi (Fe). Contohnya : Ferro gradumet
(Besi (II) sulfat, dosis sehari 1 tablet)
Mekainsme kerja : zat besi membentuk inti dari cincin heme
Fe-porfirin yang bersama-sama dengan rantai globin membentuk
hemoglobin.
D. EvaluasiPenyebab terjadinya diabetes mellitus diantaranya,
yaitu terjadinya penurunan produksi dan pengeluaran hormon yang
diatur oleh enzim-enzim yang juga mengalami penurunan pada usia
lanjut. Salah satu hormon yang menurun sekresinya pada usia lanjut
adalah insulin. Terjadinya resistensi insulin akibat kurangnya
massa otot dan terjadinya perubahan vaskular serta asupan makanan
yang tidak seimbang dengan aktivitas fisik yang dilakukan.
E. Monitoring Mengatur kadar glukosa darah jangan sampai lebih
dari 160 mg/dL, maka perlu dilakukan pengecekan dengan melakukan
kontrol ke dokter dan menjaga agar HbA1c selalu mendekati normal
jangan sampai terjadi hipoglikemia.
Konsultasi dengan dokter dan apoteker apabila dalam minum obat
dirasakan terjadinya interaksi obat, untuk menghindari efek samping
yang tidak diinginkan dan agar efek terapi obat yang dihasilkan
bisa efektif.BAB IVPENUTUPA. Kesimpulan
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah pankreas dapat menghasilkan
cukup jumlah insulin untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh
tidak mampu untuk memanfaatkan secara efisien. Seiring waktu,
penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat. Dalam
patofisiologi diabetes melitus tipe 2, dimulai dengan gangguan fase
earlypeak yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan
fase sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa
untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu
meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal di mana
tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. NIDDM
ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam
kerja insulin.Gambaran klini terjadinya DM tipe 2 ini yaitu melalui
keluhan klasik seperti penurunan berat badan, banyak kencing,
banyak minum, banyak makan. adapun keluhan lain yang terjadi yaitu
gangguan saraf tepi / kesemutan, gatal / bisul, gangguan ereksi dan
keputihan. dalam menegakkan diagosis dm dapat dilakukan berdasarkan
cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985.Faktor risiko DM tipe 2
seperti genetik, usia, stres, minim gerak, pola makan yang salah,
dan obesitas. Pencegahannya dilakukan pada tiga level, yaitu primer
berupa penyuluhan pada faktor risiko; sekunder berupa diagnosis
dini (skirning), pengobatan, dan diet; tersier berupa tindakan
rehabilitatif untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Adapun
strategi penanggulangan DM yaitu primordial prevention, health
promotion, spesific protection, early diagnosis and prompt
treatmen, disability limitation dan rehabilitation. Tindakan
penanggulangan iaalah pengendalian DM yang lebih diprioritaskan
pada pencegahan dini melalui upaya pencegahan faktor risiko DM
seperti upaya promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya
kuratif dan rehabilitatif. Dan adapun faktor penanggulangan
Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu melalui Edukasi, Perencanaan Makan,
Aktivitas fisik dan Pengobatan.DAFTAR PUSTAKA
Adhi , Bayu.T1, Rodiyatul F. S. dan Hermansyah,2011. An Early
Detection Method of Type-2 Diabetes Mellitus in Public Hospital.
Telkomnika, Vol.9, No.2, August 2011, pp. 287~294.
Agustina, Tri ,2009.Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di
Poli Penyakit Dalam Rsud Dr.Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan
Ulang Konsultasi Gizi. KTI D3. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.Anonim., InfoPOM Antidiabetik
Oral, Volume : IV Edisi 5: Mei 2003, Badan Pengawasan Makanan dan
Obat.Indraswari, Wiwi.2010. Hubungan Indeks Glikemik Asupan Makanan
Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes
Mellitus Tipe-2 Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo. Skripsi Sarjana.
Program Studi Ilmu Gizi , Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Hasanuddin, Makassar.Info POM BADAN PENGAWASAN OBAT DAN
MAKANAN REPUBLIK INDONESIA.Volume : IV Edisi 5: Mei 2003Isniati,
2003, Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Militus
Dengan Keterkendalian Gula Darah Di Poliklinik Rs Perjan Dr. M.
Djamil Padang Tahun. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I
(2).
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2006 .2006.
http://penyakitdalam.files.wordpress.com/2009/11/konsensus
pengelolaaln-dan-pencegahan-diabets-melitus-tipe-2-di-indonesia-2006.pdfMohjuarno.2009.
Makalah Kontenporer Konsentrasi Epidemiologi Pasca Sarjana:
Penanggulangan Diabetes Melitus. Makassar :Universitas
Hasanuddin.Murwani, Arita dan Afifin Sholeha, 2007. Pengaruh
Konseling Keluarga Terhadap Perbaikan Peran Keluarga Dalam
Pengelolaan Anggota Keluarga Dengan Dm Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kokap I Kulon Progo 2007. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta.
Ilmu Keperawatan Stikes Surya Global Yogyakarta.Nadesul, Hendrawan.
2002. 428 Jawaban untuk 25 Penyakit Manajer dan Keluhan-keluhan
Orang Mapan. Kompas. Oral Antidiabetic Agents [Developed - April
1994; September 1995 revised; June 1996; June 1997; June 1998; July
1999; June 2000; June 2001; September 2001; July 2002; June 2003;
October 2007revised; November 2007, February 2008] MEDICAID DRUG
USE REVIEW CRITERIA FOR OUTPATIENT USEPharmaceutical care untuk
penyakit Diabetes Mellitus Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik DIRJEN Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DEPKES RI
2005Perkeni.2011. Empat Pilar Pengelolaan Diabetes.[online].
(diupdate 11 November 2011). http://www.smallcrab.com/ .[diakses 20
November 2011].Rakhmadany, dkk. 2010. Makalah Diabetes Melitus.
Jakarta : Universitas Islam NegeriShahab, Alwi,2006.Diagnosis Dan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus (Disarikan Dari Konsensus
Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia : Perkeni 2006).Subbagian
Endokrinologi Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fk Unsri/ Rsmh
Palembang, Palembang.Stockley. I.H., Stockleys Drug Interactions,
2005, University of Nottingham Medical School, Nottingham, UK,
Pharmaceutical Press.Tjeyan, Suryadi R.M, 2007.Risiko Penyakit
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kalangan Peminum Kopi Di Kotamadya
Palembang Tahun 2006-2007. Department Of Public Health And
Community Medicine, Medical Faculty, Sriwijaya University,
Palembang 30126, Indonesia. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 2,
Desember 2007: 54-60 Hal 54.
Waspadji, Sarwono dkk., 2009. Pedoman Diet Diabetes Melitus.
Jakarta: FKUI.WHO, 1999. Defenition, Diagnosis and Classification
of Diabetes Melitus and Its Complication.36