BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sektor kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai negara. Sejumlah pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama seperti spons – menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga kesehatan. Pendapat yang lain mengemukakan bahwa sektor kesehatan seperti pembangkit perekonomian, melalui inovasi dan investasi dibidang tekhnologi bio‐medis atau produksi dan penjualan obat‐obatan, atau dengan menjamin adanya populasi yang sehat yang produktif secara ekonomi. Sebagian warga masyarakat mengunjungi fasilitas kesehatan sebagai pasien atau pelanggan, dengan memanfaatkan rumah sakit, klinik atau apotik; atau sebagai profesi kesehatan – perawat, dokter, tenaga pendukung kesehatan, apoteker, atau manajer. Karena pengambilan keputusan kesehatan berkaitan dengan hal kematian dan keselamatan, kesehatan diletakkan dalam kedudukan yang lebih istimewa dibanding dengan masalah sosial yang lainnya. Kesehatan juga dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada kaitannya dengan layanan kesehatan: kemiskinan mempengaruhi kesehatan masyarakat, sama halnya dengan polusi, air kotor atau sanitasi yang buruk. Kebijakan ekonomi, seperti pajak merokok, atau alkohol dapat pula mempengaruhi perilaku masyarakat. Penyebab mutakhir 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sektor kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai negara.
Sejumlah pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama seperti spons –
menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga kesehatan.
Pendapat yang lain mengemukakan bahwa sektor kesehatan seperti pembangkit
perekonomian, melalui inovasi dan investasi dibidang tekhnologi bio‐medis atau
produksi dan penjualan obat‐obatan, atau dengan menjamin adanya populasi yang
sehat yang produktif secara ekonomi. Sebagian warga masyarakat mengunjungi
fasilitas kesehatan sebagai pasien atau pelanggan, dengan memanfaatkan rumah sakit,
klinik atau apotik; atau sebagai profesi kesehatan – perawat, dokter, tenaga
pendukung kesehatan, apoteker, atau manajer. Karena pengambilan keputusan
kesehatan berkaitan dengan hal kematian dan keselamatan, kesehatan diletakkan
dalam kedudukan yang lebih istimewa dibanding dengan masalah sosial yang lainnya.
Kesehatan juga dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada kaitannya
dengan layanan kesehatan: kemiskinan mempengaruhi kesehatan masyarakat, sama
halnya dengan polusi, air kotor atau sanitasi yang buruk. Kebijakan ekonomi, seperti
pajak merokok, atau alkohol dapat pula mempengaruhi perilaku masyarakat.
Penyebab mutakhir meningkatnya obesitas ditengah masyarakat mencakup kesediaan
makanan cepat saji yang murah namun tinggi kalori, penjualan soft drinks disekolah,
juga menurunnya kebiasaan berolah raga.
Memahami hubungan antara kebijakan kesehatan dan kesehatan itu sendiri
menjadi sedemikian pentingnya sehingga memungkinkan untuk menyelesaikan
masalah kesehatan utama yang terjadi saat ini – meningkatnya obesitas, wabah
HIV/AIDS, meningkatnya resistensi obat sekaligus memahani bagaimana
perekonomian dan kebijakan lain berdampak pada kesehatan. Kebijakan kesehatan
memberi arahan dalam pemilihan teknologi kesehatan yang akan dikembangkan dan
digunakan, mengelola dan membiayai layanan kesehatan, atau jenis obat yang dapat
1
dibeli bebas. Untuk memahami hal tersebut, perlu mengartikan apa yang dimaksud
dengan kebijakan kesehatan.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian kebijakan dan kebijakan publik?
2. Apa urgensi kebijakan publik?
3. Siapa pembuat kebijakan publik ?
4. Bagaimana ciri dan jenis kebijakan publik?
5. Bagaimana proses dan tahapan kebijakan publik?
6. Bagaimana hubungan antara epidemiologi dan proses kebijakan publik?
7. Bagimana analisis kebijakan publik?
8. Bagaimana dampak kebijakan publik?
9. Bagaimana contoh penerapan kebijakan publik di bidang kesehatan?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian kebijakan dan kebijakan publik
2. Mengetahui urgensi kebijakan publik
3. Mengetahui siapa yang membuat kebijakan
4. Mengetahui ciri dan jenis kebijakan publik
5. Mengetahui proses tahapan kebijakan publik di bidang kesehatan
6. Mengetahui hubungan antara epidemiologi dan proses kebijakan publik
7. Mengetahui analisis kebijakan publik
8. Mengetahui dampak kebijakan publik
9. Mengetahui contoh penerapan kebijakan publik di bidang kesehatan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEBIJAKAN
Pengertian Kebijakan
Kebijakan atau policy adalah seperangkat panduan pengambilan keputusan.
Penyediaan kebijakan merupakan kerangka kerja yang diusulkan yang dapat diuji
dan diukur kemajuannya. Idealnya kebijakan itu berisi definisi yang jelas terhadap
masalah yang akan diselesaikan, pernyataan tujuan (pendekatan dan kegiatannya)
terhadap tujuan-tujuan yang akan dicapai (Pal, 1992).
Pengertian Kebijakan Publik
Dye (1978) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “Whatever governments
choose to do or not to do.”, yaitu segala sesuatu atau apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Dye juga memaknai kebijakan
publik sebagai suatu upaya untuk mengetahui apa sesungguhnya yang dilakukan oleh
pemerintah, mengapa mereka melakukannya, dan apa yang menyebabkan mereka
melakukannya secara berbeda- beda. Dia juga mengatakan bahwa apabila pemerintah
memilih untuk melakukan suatu tindakan, maka tindakan tersebut harus memiliki
tujuan. Kebijakan publik tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan
hanya merupakan keinginan atau pejabat pemerintah saja. Di samping itu, sesuatu
yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan publik. Hal ini
disebabkan karena sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai
pengaruh yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah.
Pengertian kebijakan publik lainnya juga diungkapkan oleh Anderson yang
menyatakan kebijakan publik sebagai a purposive course of action followed by an
actor on set an actors in dealing with a problem or matter of concern atau sebagai
tindakan yang memiliki tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah.
Sedangkan Perpustakaan Nasional USA Medicine Science Heading
mendefinisikan kebijakan publik sebagai “a course of method of action selected,
usually by government, from among alternatives to guide and determine present and
future decisions”.
3
Pengertian Kebijakan Kesehatan
Kebijakan kesehatan dapat meliputi kebijakan publik dan swasta tentang
kesehatan. Kebijakan kesehatan diasumsikan untuk merangkum segala arah tindakan
(dan dilaksanakan) yang mempengaruhi tatanan kelembagaan, organisasi, layanan
dan aturan pembiayaan dalam system kesehatan. Kebijakan ini mencakup sektor
publik (pemerintah) sekaligus sektor swasta. Tetapi karena kesehatan dipengaruhi
oleh banyak faktor penentu diluar system kesehatan, para pengkaji kebijakan
kesehatan juga menaruh perhatian pada segala tindakan dan rencana tindakan dari
organisasi diluar system
B. URGENSI KEBIJAKAN PUBLIK
Ada tiga alasan mengapa kebijakan publik penting dan perlu dipelajari. Sholichin
Abdul Wahab dengan mengikuti pendapat dari Anderson (1978) dan Dye (1978)
menjelaskan ketiga alasan itu diantaranya:
1. Alasan ilmiah (scientific reason),
Kebijakan publik dipelajari dengan maksud untuk memperoleh
pengetahuan yang luas tentang asal-muasalnya, proses-proses perkembangannya
dan konsekuensi-konsekuensinya bagi masyarakat. Pada gilirannya hal ini akan
menambah pengertian tentang sistem politik dan masyarakat secara umum.
2. Alasan profesional (professional reason)
Studi kebijakan dimaksudkan untuk menghimpun pengetahuan ilmiah di
bidang kebijakan publik guna memecahkan masalah-masalah sosial sehari- hari.
Disini kita berbicara bagaimana sesuatu berguna dalam pencapaian kebijakan baik
dalam konteks perorangan, kelompok maupun pemerintah. James E. Anderson
termasuk yang mendukung profesionalitas (bukan hanya saintifik). Menurutnya,
jika kita mengetahui sesuatu tentang fakta-fakta yang membantu dalam
membentuk kebijakan publik atau konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-
kebijakan yang mungkin timbul, jika kita tahu bagaimana individu, kelompok
atau pemerintah dapat bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan mereka,
maka kita layak memberikan hal tersebut dan tidak layak untuk berdiam diri. Oleh
karenanya menurut Anderson adalah sesuatu yang sah bagi seorang ilmuwan
politik memberikan saran-saran kepada pemerintah maupun pemegang otoritas
4
pembuat kebijakan agar kebijakan yang dihasilkannya mampu memecahkan
persoalan-persoalan dengan baik. Tentunya pengetahuan yang didasarkan pada
fakta adalah prasyarat untuk menentukan dan menghadapi masalah-masalah
masyarakat.
3. Alasan politis (political reason).
Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya dimaksudkan agar
pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat guna mencapai tujuan yang
tepat pula. Sebagaimana telah diuraikan di atas beberapa ilmuwan politik
cenderung pada pilihan bahwa studi kebijakan publik seharusnya diarahkan untuk
memastikan apakah pemerintah mengambil kebijakan yang pantas untuk
mencapai tujuan-tujuan yang tepat. Mereka menolak pendapat bahwa analis
kebijakan harus bebas nilai. Bagi mereka ilmuwan politik tidak dapat berdiam diri
atau tidak berbuat apa-apa mengenai masalah-masalah politik. Mereka ingin
memperbaiki kualitas kebijakan politik dalam cara-cara menurut yang mereka
sangat diperlukan, meskipun dalam masyarakat seringkali terdapat perbedaan
substansial mengenai kebijakan apa yang disebut ‘benar’ dan ‘tepat’ itu.
C. SIAPA YANG MEMBUAT KEBIJAKAN
Para pembuat kebijakan adalah orang yang mempunyai wewenang yang sah untuk
ikut serta dalam formulasi hingga penetapan kebijakan publik. Yang termasuk dalam
pembuat kebijakan secara normatif adalah legislatif, eksekutif, administratur dan para
hakim. Dalam tulisan James Anderson (1979), Charles Lindblom (1980), maupun
James P. Lester dan Joseph Steward, Jr (2000), aktor- aktor atau pemeran serta dalam
proses pemnbentukan kebijakan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu para
pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi. Yang termasuk kedalam
pemeran serta resmi adalah agen-agen pemerintah (birokrasi), presiden (eksekutif),
legislative dan yudikatif. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok peran serta tidak
resmi meliputi kelompok-kelompok kepentingan, partai politik dan warganegara
individu.
Secara umum sesungguhnya aktor ini dapat dikategorikan dalam tiga yaitu aktor
publik, aktor privat dan aktor masyarakat (civil society). Ketiga aktor ini sangat
5
berperan dalam sebuah proses penyusunan kebijakan publik (Moore 1995:112).
Berikut ini disajikan para pemeran dalam perumusan kebijakan publik.
Peran Lembaga Formal dalam Perumusan Kebijakan :
1. Badan- badan administasi (agen-agen pemerintah)
Sistem administrasi di seluruh dunia mempunyai perbedaan dalam hal
karakteristik-karakteristik seperti ukuran dan kerumitan, organisasi , struktur
hierarkhis dan tingkat otonomi. Walaupun doktrin mengatakan bahwa badan-
badan administasi dianggap sebagai badan pelaksana telah diakui secara umum
dalam ilmu politik, namun bahwa politik dan administrasi telah bercampur aduk
menjadi satu juga telah menjadi aksioma yang diakui kebenarannya. Hal ini
terutama didasarkan atas konsep adminsitrasi baru yang diintrodusir oleh George
Frederickson melalui bukunya New Publik Administration (1980) yang tak lagi
membahas dikotomi administrasi public dan politik.
Dalam masyarakat- masyarakat industri yang mempunyai tingkat
kompleksitas yang tinggi, badan-badan administrasi sering membuat banyak
keputusan mempunyai konsekuensi-konsekuensi politik dan kebijakan yang luas.
Hal ini terjadi karena disamping tingkat kompleksitas masyarakat industri itu
sendiri, juga disebabkan oleh alasan-alasan teknis, banyaknya masalah kebijakan,
kebutuhan untuk melestarikan control serta waktu dan informasi dari para anggota
legislative sehingga banyak sekali wewenang yang didelegasikan.
2. Presiden (eksekutif)
Presiden sebagai kepala eksekutif mempunyai peran yang penting dalam
perumusan kebijakan. Keterlibatan presiden dalam perumusan kebijakan dapat
dilihat dalam komisi-komisi presidensial maupun dalam rapat- rapat kabinet.
Dalam beberapa kasus, presiden terlibat secara personal dalam perumusan
kebijakan, seperti misalnya keterlibatan Presiden Jimmy Carter dalam perumusan
kebijakan presiden. Dia suka terlihat lebih aktif dalam memberikan inisiatif
pembuatan perundang-undangan dan menggunakan stafnya untuk mempersiapkan
lebih banyak peraturan perundang-undangan untuk keperluan congressional
review. Selain keterlibatan secara langsung yang dilakukan oleh presiden juga
membentuk kelompok- kelompok atau komisi- komisi penasehat yang terdiri dari
6
warganegara swasta maupun pejabat-pejabat yang ditujukan untuk menyelidi
kebijakan tertentu dan mengembangkan usul-usul kebijakan.
3. Lembaga Yudikatif
Lembaga ini memainkan peran yang besar dalam pembentukan kebijakan di
Amerika Serikat. Namun sejauhmana badan ini mempunyai pengaruh di dalam
pembentukan kebijakan di Indonesia tentunya memerlukan telaah lebih lanjut,
walaupun jika didasarkan pada undang-undang dasar badan ini mempunyai
kekuasaan yang cukup besar untuk mempengaruhi kebijakan public melalui
pengujian kembali suatu undang-undang atau peraturan.
Pada dasanya tinjauan yudisial merupakan kekuasaan pengadilan untuk
menentukan apakah tindakan-tindakan yang diambil oleh cabang-cabang
eksekutif maupun legisaltif sesuai dengan konstitusi atau tidak. Bila keputusan-
keputusan tersebut melawan atau bertentangan dengan konstitusi Negara, maka
badan yudikatif berhak membatalkan atau menyatakan tidak sah terhadap
peraturan atau undang-undang yang telah ditetapkan.
4. Lembaga Legislatif
Di Amerika Serikat lembaga ini dikenal sebagai kongres. Dalam kasus
Indonesia lembaha ini sering kita sebut sebagai DPR. Lembaga ini bersama-sama
dengan pihak eksekutif (presiden dan pembantu- pembantunya), memegang
peranan yang cukup krusial di dalam perumusan kebijakan. Setiap undang-undang
menyangkut persoalan-persoalan public harus mendapatkan persetujuan dari
lembaga legislatif. Selain itu keterlibatan langsung legislative dalam perumusan
kebijakan juga dapat dilihat dari mekanisme dengar pendapat, penyelidikan-
penyelidikan dan kontak-kontak yang mereka lakukan dengan pejabat-pejabat
adminsitrasi, kelompok-kelompok kepentingan dan lain sebagainya.
Peran Lembaga Informal dalam Perumusan Kebijakan
Selain lermbaga- lembaga formal di atas yang terlibat dalam perumusan
kebijakan masih ada elemen lain yang berpartisipasi dalam proses perumusan
kebijakan yakni :
7
1. Kelompok Kepentingan
Kelompok ini merupakan pemeran serta tidak resmi yang memainkan peran
penting dalam pembentukan kebijakan di hamper semua Negara. Perbedaan yang
mugkin ada tergantung pada apakah Negara-negara tersebut demokratis atau
otoriter, modern atau berkembang. Perbedaan itu menyangkut keabsahan serta
hubungan antara pemerintah dengan kelompok-kelompok tadi. Dengan demikian
dalam system politik demokratis kelompok-kelompok kepentingan akan lebih
memainkan peran yang penting dengan kegiatan yang lebih terbuka dibandingkan
dengan sistem otoriter. Hal ini terjadi karena dalam system politik demokrasi
kekebasan berpendapat dilindungi, serta warganegara lebih mempunyai
keterlibatan politik . Walaupun dalam kedua system yang disebutkan di atas
kelompok-kelompok kepentingan berbeda dalam hal hubungan dan sifat
aktivitasnya, namun disemua system tadi kelompok-kelompok kepentingan
menjalankan fungsi artikulasi kepentigan yaitu mereka berfungsi menyatakan
tuntutan-tuntutan dan memberikan alternative tindakan kebijakan.
Menurut Gbariel A. Almond jenis-jenis kelompok kepentingan meliputi :
pertama, Kelompok Anomic : kelompok yang terbentuk diantara unsure-unsur
dalam masyarakat secara spontan dan hanya seketika dank arena itu tidak
memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur, maka kelompok ini seringa
tumpang tindih (Overlap) dengan bentuk-bentuk partisipasi politik non
konvesional, seperti demonstrasi, kerusuhan, tindakan kekerasan politik dan lain-
lain. Kedua, kelompok Non Assosiasional: kelompok yang termasuk kategori
kelompok masyaralat awam (belum maju) dan tidak terorganisir rapid an
kegiatannya bersifat temporer. Wujud kelompok ini antara lain kelompok
keluarga, keturunan, etnis, regional yang menyatakan kepentingan secara
kandangkala melalui individu-individu, kepala keluarga dan atau pemimpin
agama. Ketiga, kelompok Institusional: kelompok formal yang memiliki struktur,
visi, misi, tugas dan fungsi serta sebagai artikulasi kepentingan. Contohnya,
Partai Politik, Korporasi Bisnis, Badan Legislatif, Militer, Birokrasi dan lain-lain.
Keempat, Kelompok Assosiasional: kelompok yang terbentuk dari masyarakat
dengan fungsi untuk mengartikulasi kepentingan anggotanya kepada pemerintah
8
atau perusahaan pemilik modal. Contohnya, Serikat Buruh, KADIN, Paguyuban,
MUI, NU, Muhammadiyah, KWI dan lain-lain.
2. Partai Politik
Dalam sistem demokrasi, partai-partai politik memegang peran penting.
Dalam sistem tersebut, partai politik digunakan sebagai alat untuk meraih
kekuasaan. Hal ini berarti bahwa partai politik pada dasarnya lebih berorientasi
kepada kekuasaan dibandingkan dengan kebijakan publik. Namun demikian peran
serta dalam perumusan kebijakan publik cukup besar.
Dalam masyarakat modern, partai-partai politik seringkali melakukan
“agregasi kepentingan”. Partai Politik tersebut berusaha untuk mengubah
tuntutan-tuntutan tertentu dari kelompok-kelompok kepentingan menjadi
alternative-alternatif kebijakan. Dalam sistem dua partai predominan seperti di
Amerika Serikat dan Inggris, keinginan untuk memperoleh dukungan pemilih
mengharuskan partai-partai ini untuk memasukkan dalam “paket” kebijakan
mereka tuntutan-tuntutan yang mempunyai dukungan luasdari para pemilih atau
rakyat serta mencegah kelompok-kelompok yang menonjol untuk menjauhkan
diri. Sementara dalam system multi partai seperti di Negara Prancis, partai-partai
politik kurang memiliki peran dalam mengagregasikan kepentingan. Mereka
biasanya bertindak sebagai wakil-wakil dan kepentingan-kepentingan yang
terbatas. Pada umumnya, walaupun partai-partai politik ini mempunyai jangkauan
yang lebih luas dibandingkan dengan kelompok-kelompok kepentingan, namun
mereka lebih cenderung bertindak sebagai perantara daripada pendukung
kepentingan-kepentingan tertentu dalam pembentukan kebijakan. Sedangkan
dalam system satu partai, partai politik merupakan kekuatan yang predominan
dalam pembentukan kebijakan.
3. Warganegara Individu
Dalam pembahasan mengenai pembuatan kebijakan, warganegara individu
sering diabaikan dalam hubungannya dengan legislative, kelompok kepentingan
serta pemeran serta lainnya yang lebih menonjol. Walaupun tugas pembentukan
kebijakan pada dasarnya diserahkan kepada para pejabat public, namun dalam
9
beberapa hal para individu warganegara individu ini masih dapat mengambil
peran secara aktif dalam pengambilan keputusan.
Peran serta warganegara dalam sistem politik, walaupun sistem politik
tersebut merupakan sistem politik demokrasi, sering dianggap mempunyai peran
serta yang rendah. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa banyak orang yang
tidak memberikan suaranya pada waktu pemilihan umum, tidak ikut serta dalam
kegiatan partai politik, serta tidak terlibat dalam kelompok-kelompok penekan
serta mempunyai perhatian yang rendah terhadap sistem politik.
Dinegara-negara yang mendasarkan diri pada sistem otoriter, kepentingan-
kepentingan dan keinginan-keinginan para warga Negara biasanya merupakan
akibat dari kebijakan-kebijakan publik. Para diktator dalam sistem otoriter tetap
akan menaruh perhatian terhadap apa yang menjadi keinginan rakyat agar
kekacauan sedapat mungkin diminimalkan. Sementara itu di negara-negara
demokratik pemilihan umum barangkali merupakan tanggapan tidak langsung
terhadap tuntutan-tuntutan warga Negara.
Dalam hal ini, Charles Lindblom menyatakan bahwa perbedaan yang paling
menonjol antara rezim otoriter dengan rezim demokratik adalah bahwa dalam
rezim demokratik para warganegara memilih para pembentuk kebijakan puncak
dalam pemilihan-pemilihan yang murni. Beberapa ilmuwan berspekulasi bahwa
pemberian suara dalam pemilihan-pemilihan yang murni mungkin merupakan
suatu metode yang penting dari pengaruh warganegara dalam pembentukan
kebijakan karena hal ini memungkinkan warganegara untuk memilih para pejabat
dan sedikit banyak menginstrusikan pejabat-pejabat itu mengenai kebijakan
tertentu. Oleh karena itu, menurut Lindblom keinginan para warga Negara perlu
mendapat perhatian oleh para pembentuk kebijakan. Aturan yang dikemukan oleh
Lindblom ini kadang-kadang dinyatakan dalam aphorisme bahwa warga negara
mempunyai hak untuk didengar dan para pejabat mempunyai tugas untuk
mendengarkan.
10
D. CIRI DAN JENIS KEBIJAKAN PUBLIK
Ciri- ciri Kebijakan Publik :
1. Kebijakan publik merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan, bukan
tindakan yang acak dan kebetulan. Kebijakan publik dalam sisem politik modern
merupakan suatu tindakan yang direncanakan.
2. Kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkait dan
berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat
pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang beridiri sendiri. Kebijakan
tidak hanya berupa keputusan untuk membuat undang-undang, melainkan diikuti
pula dengan keputusan-keputusan yang bersangkut-paut dengan implementasi dan
pemaksaan pemberlakuannya.
3. Kebijakan bersangkut-paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah
dalam bidang-bidang tertentu, misalnya dalam mengatur kebijakan kesehatan, dan
bukan sekedar apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang
tersebut.
4. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif. Dalam
bentuknya yang positif, mungkin akan mencakup beberapa bentuk tindakan
pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu, sementara
dalam bentuknya yang negatif, kemungkinan meliputi keputusan-keputusan
pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun
ketika campur tangan pemerintah sebenarnya diharapkan. Sudah barang tentu
tiadanya bentuk campur tangan/ keterlibatan pemerintah dapat membawa dampak
tertentu bagi seluruh atau sebagian warga.
Jenis Kebijakan Publik
Banyak pakar mengajukan jenis kebijakan publik berdasarkan sudut pandangnya
masing- masing. James Anderson. Misalnya, menyampaikan kategori tentang
kebijakan publik tersebut sebagai berikut:
1. Kebijakan substansif versus kebijakan prosedural. Kebijakan substantif yakni
kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan oleh pemerintah.
Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut
dapat dijalankan.
11
2. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan re-