Top Banner

of 34

Makalah Kelompok Blok 18

Nov 04, 2015

Download

Documents

Hasil pbl
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakang.

Sesak nafas atau dypsnea adalah suatu kesulitan dalam bernafas, yaitu suatu symptom yang dapat dialami oleh pasien sendiri. Sesak yang terjadi secara akut merupakan gejala serius yang memerlukan perhatian, evaluasi, dan tindakan segera. Salah satu kemungkinan penyebab sesak akut yang utama adalah asma.

Asma adalah penyakit kronik saluran nafas yang ditandai oleh hiperreaktivitas dan hipersensitivitas bronkus, yaitu kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan. Penyakit asma dapat mengenai semua umur, tetapi terbanyak ditemukan pada anak2 dan dewasa muda. Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa kanak-kanak, menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah yang berarti, karena penyakit kronis. Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering di rumah sakit anak dan berakibat kehilangan 5-7 hari sekolah secara nasional/tahun/anak. Penyakit asma tidak bisa disembuhkan, tetapi dapat dikontrol sedemikian rupa sehingga1.2 Tujuan.

a) Memperdalam ilmu dalam melakukan proses anamnesis dengan betul dalam mendapatkan maklumat yang tepat dan benar sehingga memperoleh diagnosis yang tepat.

b) Mempelajari gambaran klinis serta komplikasinya.

c) Mempelajari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang terlibat dalam mendapatkan diagnosa pasti.

d) Mempelajari etiologi penyebab melanoma dan patofisiologi sehingga timbulnya penyakit yang diduga.

e) Mempelajari penatalaksanaan yang perlu dilakukan terhadap kasus ini.

f) Mengetahui langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan.

BAB II

PEMBAHASANAsma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T, di mana pada orang yang rentan akan menyebabkan episode mengi berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk persisten khususnya pada malam atau dini hari, musiman, setelah aktivitas fisik. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan, dan mungkin ada riwayat asma atau atopi pada pasien/keluarganya.11. AnamnesisAnamnesis sistem respiratori pada anak meliputi onset, durasi, dan frekuensi dari gejala-gejala respiratorius (batuk, nafas yang berbunyi, toleransi terhadap kerja atau ketika sedang bernafas normal, kongesti hidung, dan produksi sputum), fungsi menelan (terutama pada bayi) dan paparan pada penyakit respiratorius lainnya. Cari juga informasi mengenai tingkat keparahan, dan pola gejalanya (akut, intermiten, atau kronik). Riwayat penyakit pada keluarga seperti asma dan atopik, defisiensi imun, dan cystic fibrosis. Tanyakan juga kondisi lingkungannya seperti paparan terhadap asap, hewan peliharaan, dan polutan lainnya, termasuk riwayat bepergian.2Anamnesis asma:

Gejala

Batuk dan atau mengi yang rekuren

Gejala meningkatnya keparahan asma:

Dada nyeri atau sesak

Nafas pendek

Takipnea

Retraksi

Eksaserbasi episodik

Variasi diurnal

Memburuk saat tidur atau saat malam hari dan saat bangun tidur

Faktor pencetus umum

Olahraga, udara dingin, hiperventilasi (tertawa, menangis)

Asap tembakau dan iritan yang terhirup

Inhalasi alergen

Eksaserbasi: virus pernafasan umum.32. Pemeriksaan

Fisik

Pada inspeksi, regio thorax harus bebas dari pakaian, dan amati pola pernafasannya, lajunya, serta kerja pernafasannya ketika anak sedang dalam kondisi tenang, dan amati pula bentuk serta kesimetrisan dinding thoraxnya serta diameter anteroposteriornya. Setiap faktor yang menganggu mekanisme pernafasan kebanyakan akan menyebabkan peningkatan laju pernafasan (tabel 1), namun bisa juga karena kelainan non-respiratorik seperti demam, nyeri, dan ansietas. Pada inspeksi pola dan derajat upaya pernafasan, hiperpnea (peningkatan kedalaman pernafasan) mungkin akan ditemukan bersamaan dengan adanya demam, asidosis metabolik, penyakit paru dan jantung, atau ansietas berlebih, sedangkan meningkatnya kerja pernafasan kadang dapat ditemukan dengan adanya retraksi interkostal, supraklavikular, atau substernal. Adanya dengkuran (ekspirasi paksa terhadap glotis yang tertutup sebagian) menandakan adanya kesukaran dalam bernafas, namun dapat juga sebagai manifestasi dari nyeri. Peningkatan kerja pernafasan saat inspirasi termasuk pada obstruksi jalan nafas atas (laringomalacia), penyempitan subglotis (croup, stenosis), dan penurunan compliance paru (pneumonia, edema paru). Peningkatan kerja ekspirasi biasanya menandakan obstruksi jalan nafas intrathorax.

Laju pernafasan normal per menit pada

Preterm40-60

Cukup bulan30-40

5 tahun 25

10 tahun20

15 tahun16

dewasa12

Pada palpasi, lakukan pemeriksaan fremitus taktil. Pada anak, pemeriksaannya hampir mirip dengan dewasa, sedangkan pada bati, tangan diletakkan pada regio thorax saat bayi menangis atau membuat suara. Rasakan kesimetrisan getarannya.Perkusi pada anak hampir mirip dengan dewasa, sedangkan pada bayi kurang berguna karena seluruh regio thorax bayi adalah hiperesonan sehingga sulit mendeteksi adanya kelainan saat perkusi.

Pada auskultasi mungkin dapat didengar bunyi-bunyi fisiologis maupun kelainan sbb:

Stridor: biasanya didengar pada inspirasi, bunyi kasar pada saluran nafas atas akibat obstruksi sebagian jalan nafas ekstrathorax

Wheezing/mengi: akibat obstruksi sebagian jalan nafas bawah dan biasanya lebih dominan pada saat ekspirasi. Dapat terdengar kasar, monofonik, dan bernada rendah (dari jalan nafas besar atau sentral) atau tinggi dan musikal (dari jalan nafas perifer)

Rhonkhi: bunyi ireguler akibat sekresi dari jalan nafas intrathorax

Rales: akibat cairan atau sekresi yang menyebabkan bunyi krepitasi Vesikular: suara nafas normal, panjang pada inspirasi dan pendek pada ekspirasi. Bronkial: bunyi nafas pendek pada inspirasi dan panjang pada ekspirasi, biasanya terdengar di trachea bila normal, namun bila terdengar di tempat lain kemungkinan berarti adanya konsolidasi atau kompresi pulmoner.

Batuk merupakan akibat dari stimulasi reseptor iritasi pada mukosa jalan nafas. Batuk akut biasanya berhubungan dengan infeksi respiratorius atau paparan iritan (asap) dan berakhir bila infeksinya berakhir atau paparannya dihentikan. Onset mendadak setelah tersedak mungkin menandakan adanya aspirasi benda asing. Batuk pagi mungkin karena akumulasi dari sekresi di malam hari dari sinusitis, rhinitis alergi, atau infeksi bronkial. Batuk malam merupakan pertanda asma atau GERD. Batuk kronis didefinisikan sebagai batuk lebih dari 3 minggu, biasanya akibat asma, postnasal drip syndrome, postinfectious fussive syndrome.2Pada pemeriksaan fisik asma, dapat diperoleh:

Batuk dan atau mengi

Batuk berkepanjangan.4Gejala batuk sering dijumpai pada asma anak dan mungkin menunjukkan:

Penanggulangan jangka panjang yang tidak adekuat: eksaserbasi akut atau kronik yang tidak mendapat perawatan adekuat

Sedang serangan

Adanya pencetus iritan: rokok, paparan kerja, polusi

Adanya penyakit yang menyertai: rhinosinusitis, GER, hiperesponsivitas jalan nafas extrathorax

Iatrogenik: steroid inhalasi dan -2 agonis MDI, OAINS, ACE inhibitor

Psikis.1 Saat ekspirasi, polifonik, mengi nada tinggi

Jika obstruksi semakin berat, mengi menjadi lebih bernada tinggi dan suara nafas melemah.4 Mengi kadang tak terdengar (pada obstruksi berat).3,4 Perbaikan mengi atau batuk dengan terapi asma:

Agonis adrenergik inhalasi (albuterol, salbutamol)

Kortikosteroid oral, sistemik, atau inhalasi (respon 2-4 minggu)

Meningkatnya keparahan asma

Takipnea

Retraksi

Kesulitan nafas

Sianosis

Temuan komorbid Rash dermatitis atopik

Rhinitis alergi, sinusitis

Mengeluarkan kemungkinan penyakit mirip asma: hasil pemeriksaan tidak konsisten terhadap asma Clubbing

Rales halus

Failure to thrive.3 Penunjang

Kebanyakan anak yang menderita asma, terutama mereka yang mendapat gejala dengan periode yang jarang, tidak memerlukan pemeriksaan penunjang apapun. Pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan untuk membuat diagnosis atau untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit lain. Fungsi paru

Menggunakan spirometri untuk menentukan PFR, FEV1, dan FVC sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator dapat membantu menentukan derajat keparahan dan respon terhadap terapi, terutama bagi bayi dan anak-anak yang lebih kecil karena kerap kali tidak terdiagnosa.1,4,5 Selama masa eksaserbasi akut, FEV1 akan berkurang sedangkan volume residual, kapasitas residu fungsional, dan kapasitas paru total biasanya meningkat sementara kapasitas vitalnya berkurang.4 Bila dalam keadaan tidak eksaserbasi, tidak akan ditemukan kelainan apapun baik pada fisik maupun radiologis anak. Pada anak dengan gejala yang persiten akan ditemukan obstruksi jalan nafas yang akan membaik setelah pemberian bronkodilator (kenaikan 20% pada PFR atau FEV1).1,5 Obstruksi jalan nafas yang menetap mungkin mengindikasikan adanya asma berat atau cystic fibrosis. Selain itu, juga terdapat variabilitas perubahan PFR atau FEV1 20% antara pagi dan sore, di mana penilaian variabilitas yang baik bila pengamatan PFR dilakukan 2 minggu.5Saturasi oksigen kurang dari 91% merupakan indikasi signifikan adanya obstruksi. Pada awal asma, dapat terjadi hipoksemia dengan kadar CO2 normal atau menurun serta adanya alkalosis respiratorik, di mana hipoksemia dapat diperburuk akibat terapi dengan -2 agonis akibat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Obstruksi jalan nafas lanjut akan menyebabkan asidosis respiratorik dan peningkatan tekanan CO2, disertai adanya tanda-tanda gagal nafas. Hiperkapnia biasanya tidak terlihat hingga FEV1 turun dibawah 20% dari nilai yang diperkirakan. Asidosis metabolik juga didapatkan pada anak dengan kombinasi asidosis respiratorik dengan asma berat dan mengindikasikan akan terjadinya gagal nafas. PaO2 5 mmHg per jam merupakan indikasi relatif untuk ventilasi mekanikal pada anak dengan status asmatikus. Tes alergi

Hiperesponsivitas jalan nafas merupakan ciri khas asma, termasuk diantaranya inhalasi dari berbagai agen farmakologis seperti histamin dan metacholine serta aktivitas fisik seperti olahraga dan udara dingin. Hiperesponsivitas pada anak 80%PEFR/FEV1 60-80%PEFR/FEV1 15%Variabilitas >30%Variabilitas >50%

PEFR: peak expiratory flow rate (laju aliran ekspirasi puncak)

FEV1: forced expiratory volume in 1 second (volume ekspirasi paksa selama 1 detik)

Differential diagnosis 1.Bronkiolitis

Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus. Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun.2,5 Penyebabnya adalah RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya yang menyebabkan bronkiolitis adalah parainfluenza, influenza dan adenovirus. Virus ditularkan melalui percikan ludah. Meskipun pada orang dewasa RSV hanya menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi bisa menyebabkan penyakit yang berat.

Faktor resiko terjadinya bronkiolitis: Usia kurang dari 6 bulan, Tidak pernah mendapatkan ASI, Prematur, dan Menghirup asap rokok. Gejalanya berupa:

- batuk

- wheezing (bunyi nafas mengi)

- sesak nafas atau gangguan pernafasan

- sianosis (warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen)

- takipneu (pernafasan yang cepat)

- retraksi interkostal (otot di sela iga tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras untuk bernafas)

- pernafasan cuping Hidung (cuping Hidung kembang kempis)

- demam (pada bayi yang lebih muda, demam lebih jarang terjadi).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksan dengan stetoskop terdengar wheezing dan ronki. Pemeriksaan lainnya adalah rontgen dada dan analisa gas darah. Kadang tidak perlu diberikan pengobatan khusus. Terapi suportif terdiri dari : Pemberian oksigen, Udara yang lembab, Drainase postural atau menepuk dada untuk mengeluarkan lendir, Istirahat yang cukup, dan Pemberian cairan. Kadang bayi menjadi lelah dan mengalami serangan apneu (henti nafas). Jika hal ini terjadi, dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator. Pada bayi yang sangat muda dan sakit berat, kadang diberikan obat anti-virus ribavirin. Obat ini dapat mengurangi beratnya penyakit dan Agar efektif harus diberikan pada awal penyakit.4,5 Setelah 1 minggu, biasanya infeksi akan mereda dan gangguan pernafasan akan membaik pada hari ketiga. Angka kematian kurang dari 1%. Masa paling kritis adalah 48-72 jam pertama. Jarang terjadi bronkiolitis ulang.

Beberapa tindakan pencegahan pada bronkiolitis: Jangan membawa bayi berumur kurang dari tiga bulan ke tempat umum, terutama jika banyak anak-anak dan Penderita infeksi saluran pernafasan harus mencuci tangan atau menggunakan masker jika berdekatan dengan bayi.

2. Fibrosis Kistik

Fibrosis Kistik adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kelenjar tertentu menghasilkan sekret abnormal, sehingga timbul beberapa gejala; yang terpenting adalah yang mempengaruhi saluran pencernaan dan paru-paru. Fibrosis kistik merupakan suatu kelainan genetik. Sekitar 5% orang kulit putih memiliki 1 gen cacat yang berperan dalam terjadinya penyakit ini. Gen ini bersifat resesif dan penyakit hanya timbul pada seseorang yang memiliki 2 buah gen ini. Seseorang yang hanya memiliki 1 gen tidak akan menunjukkan gejala.

Gen ini mengendalikan pembentukan protein yang mengatur perpindahan klorida dan natrium melalui selaput sel. Jika kedua gen ini abnormal, maka akan terjadi gangguan dalam pemindahan klorida dan natrium, sehingga terjadi dehidrasi dan pengentalan sekresi. Fibrosis kistik menyerang hampir seluruh kelenjar endokrin (kelenjar yang melepaskan cairan ke dalam sebuah saluran). Pelepasan cairan ini mengalami kelainan dan mempengaruhi fungsi kelenjar penghasil lendir di dalam saluran udara paru-paru menghasilkan lendir yang kental sehingga mudah terjadi infeksi paru-paru menahun.5 Pada saat lahir, fungsi paru-paru penderita masih normal, gangguan pernafasan baru terjadi beberapa waktu kemudian. Lendir yang kental pada akhirnya menyumbat saluran udara kecil, yang kemudian mengalami peradangan. Lama-lama dinding bronkial mengalami penebalan, sehingga saluran udara terisi dengan lendir yang terinfeksi dan daerah paru-paru mengkerut (keadaan ini disebut atelektasis) disertai pembesaran kelenjar getah bening. Semua perubahan tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan paru-paru untuk memindahkan oksigen ke dalam darah. Sekitar separuh anak-anak yang menderita fibrosis kistik memiliki gejala berikut: batuk terus menerus, bunyi nafas mengi (bengek), dan infeksi saluran pernafasan.

Batuk seringkali disertai oleh tersedak, muntah, dan sulit tidur. Lama-lama dada akan berbentuk seperti tong (barrel-shaped) dan kekurangan oksigen menyebabkan jari tangan berbentuk seperti pentungan dan kulit berwarna kebiruan. Bisa ditemukan polip hidung dan sinus terisi dengan cairan yang kental. Fibrosis kistik bisa mengenai organ lainnya, sehingga dilakukan pemeriksaan lainnya untuk membantu menegakkan diagnosis:

1. Pemeriksaan lemak tinja

Jika kadar enzim pankreas berkurang, maka analisa tinja bisa menunjukkan adanya penurunan atau bahkan tidak ditemukan enzim pencernaan tripsin dan kromotripsin atau kadar lemaknya tinggi.

2. Tes fungsi pankreas

Jika pembentukan insulin berkurang, maka kadar gula darahnya tinggi

3. Tes fungsi paru bisa menunjukkan adanya gangguan pernafasan

4. Rontgen dada.

5. Tes DNA.

Keluarga lain (selain dari orang tua penderita) yang ingin mengetahui apakah anak mereka memiliki kemungkinan untuk menderita penyakit ini, bisa menjalani pemeriksaan genetik. Jika salah satu dari orang tua tidak memiliki gen ini, maka anaknya tidak akan menderita fibrosis kistik. Jika kedua orang tua memiliki gen ini, maka setiap kehamilan memiliki peluang sebesar 25% untuk melahirkan anak dengan fibrosis kistik. 3,4,5 Beratnya penyakit pada setiap penderita berlainan dan tergantung kepada luasnya daerah paru-paru yang terkena. Penurunan fungsi paru-paru tidak dapat dihindari, dan bisa menyebabkan kelemahan bahkan kematian. Penderita biasanya meninggal karena kegagalan pernafasan setelah terjadinya penurunan fungsi paru-paru selama bertahun-tahun. Sejumlah kecil penderita meninggal karena penyakit hati, perdarahan ke dalam saluran udara atau komplikasi dari pembedahan. 3. Refluks Gastrointestinal

Penyakit Refluks Gastroesofagus (PRGE) atau gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah ketika RGE menimbulkan komplikasi. Keadaan ini jarang terjadi, dan meningkat pada anak dengan palsi serebral (cerebral palsy), sindroma Down, fibrosis kistik (cystic fibrosis), dan kelainan anatomi saluran cerna atas (fistula trakeoesofagus, hernia hiatus, stenosis pilorum).

Komplikasi RGE antara lain: esofagitis (radang esofagus), gagal tumbuh (failure to thrive), perdarahan saluran cerna akibat iritasi mukosa (selaput lendir), dan aspirasi (masuknya cairan/isi lambung ke dalam saluran napas) yang menyebabkan sesak napas. 12 Gejala PRGE adalah muntah dengan: rewel terus-menerus, tidak mau makan, berat badan turun atau persentil menurun (pada tabel pertumbuhan/growth chart), muntah darah (hematemesis), batuk kronik, mengi, dan apnea (henti napas sesaat) berulang.

4. Aspirasi benda asing

Terdapat 5 tanda-tanda klinis yang penting yaitu :

a) Wheezy bronchitis (asma)

Batuk-batuk, wheeze dan demam adalah gejala yang umum pada penderita terinhalasi benda asing. Diagnosis wheezy bronchitis haruslah dipertanyakan lebih dalam pada anak-anak, bila hal ini terjadi tiba-tiba tanpa didahului oleh gejala selesma, atau bila sebelumnya tidak ada serangan seperti ini, atau tidak terdapat riwayat alergi serta bila rhonkhi pada inspirasi dan ekspirasi yang tidak menyeluruh pada kedua paru.

b) Resolusi yang gagal dari infeksi akut

Bila benda asing tidak segera diambil, maka infeksi saluran nafas yang akut terjadi di bagian distal dari obstruksi. Infeksi ini manifestasinya seperti pneumonia, tetapi pada beberapa kasus dapat sebagai infeksi saluran nafas yang tidak spesifik. c) Batuk khronis yang disertai dengan hemoptisis

Batuk khronis atau berulang dengan disertai hemoptisis pada anak-anak tanpa penyakit paru suppurativa yang khronis, sangat mungkin disebabkan oleh benda asing, lebih-lebih bila terdapat juga atelektasis pada segmen atau lobus.13 d) Batuk khronis disertai dengan gambaran atelektasis

Pada anak-anak dengan batuk khronis yang disertai gambaran atelektasis segmen atau lobar, haruslah waspada terhadap adanya benda asing. Bila perbaikan secara klinis maupun radiologis tidak nyata sesudah pengobatan dengan antibiotika dan drainase postural, maka pemeriksaan bronkhoskopi harus dilakukan.

e) Kegagalan pernafasan

Beberapa penderita keadaan penyakitnya berlanjut menyebabkan kegagalan pernafasan akut. Secara anamnestis diperoleh keterangan tentang kegagalan pengobatan infeksi saluran nafas yang akut, di mana terdapat juga benda asing di dalamnya. 5. TB pada anak

Pada stadium lanjut akan ditemukan gejala batuk, dispnea, mengi, nyeri abdomen/tulang, diare, anoreksia, BB turun, demam, dan malaise

4. PenatalaksanaanTujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang secara optimal. 5,6Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah :

(1) pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan berolahraga

(2) gejala tidak timbul siang maupun malam hari

(3) uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok

(4) kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan

(5) efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak

(6) mencegah timbulnya serangan ulang

Sebelum memberikan pengobatan spesifik, beberapa prinsip umum pengobatan harus ditegakkan terlebih dahulu

(1) asma adalah suatu keadaan menahun yang mengalami eksaserbasi. Pengobatan yang diberikan harus berkesinambungan, mampu menghilangkan keluhan, dan mencegah kekambuhan serta mampu menekan timbulnya proses peradangan menahun pada saluran napas

(2) mencegah timbulnya eksaserbasi akut merupakan prinsip pengobatan yang amat penting, menghindari faktor pencetus bagi penderita yang alergi. Bagi kelompok yang toleransinya rendah terhadap latihan jasmani, serangan asma malam hari yang berulang, terutama penderita asm aringan sampai sedang, pemberian obat anti asma secara teratur merupakan hal yang mutlak, terutama obat-obatan yang mempunyai sifat anti radang

(3) pengobatan asma harus didasarkan pada mekanisme patofisiologi yang menyebaban timbulnya serangan asma, yang ditekankan pada bagaimana timbulnya peradangan saluran pernapasan tersebut. Bila demikian, maka pengobatan ini harus mampu menekan komponen-komponen keradangan yang menyebabkan timbulnya keluhan penderita. Jadi, yang diharapkan ialah bagaimana pengobatan tersebut dapat menekan timbulnya hyperresponsiveness saluran pernapasan dan mencegah timbulnya obstruksi yang tidak dapat pulih kembali (irreversible airway obstruction)

(4) berkeyakinan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan serangan eksaserbi akut sehingga dapat menghindari penyempitan saluran pernapasan lebih lanjut

(5) pengobatan asma merupakan tindakan yang melibatkan banyak hal, antara lain penyuluhan (edukasi) penderita, pengawasan lingkungan, dan pemakaian obat-obatan guna mengawasi secara objektif perjalanan penyakit tersebut. 3-6Penatalaksanaan asma dibagi menjadi dua, yaitu secara medikamentosa dan non-medikamentosa. Secara optimal, pengobatan non-medikamentosa harus dilakukan pada penyakit asma, dan tindakan tersebut meliputi :

(1) penyuluhan mengenai penyakit asma kepada keluarga

(2) menjauhi bahan-bahan yang dapat menimbulkan serangan asma dan faktor pencetus timbulnya asma

(3) imunoterapi berdasarkan kelayakan

Penderita asma, sesuai dengan batasannya mempunyai kepekaan yang berlebihan pada saluran pernapasan. Oleh sebab itu, menjauhi paparan bahan iritan adalah mutlak. Bahan iritan dan alergen dapat menimbulkan keluhan akut dan juga meningkatkan hyperresponsiveness saluran pernapasan. Gas iritan yang tidak spesifik meliputi asap rokok, debu, bau yang berlebihan, polusi bahan pabrik dan polusi yang berasal dari lingkungan. Pada orang alergi, bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan asma dan cara pencegahan yang paling baik ialah menghindari kontak dengan bahan-bahan tersebut. Pengobatan imunoterapi dapat diberikan.1,7Tujuan pengobatan medikamentosa adalah menghilangkan obstruksi saluran napas. Obat-obatan yang dipergunakan meliputi bronkodilator dan anti keradangan atau keduanya. obat anti inflamasi dapat mencegah terjadinya proses peradangan lebih lanjut. Bronkodilator bekerja dengan cara mengendurkan kontraksi otot polos bronkus.

Obat anti inflamasi meliputi :

kortikosteroid

sodium cromolyn atau cromolyn-like compound (Anti Inflamasi Non Steroid)

anti inflamasi lainnya

Obat bronkodilator meliputi :

beta adrenergik agonis

metilsantin

antikolinergikDosages of bronchodilators Commonly Used for Asthma Exacerbations4

MedicationsChild doseOnset of ActionDurationComments

Inhaled Short-Acting 2 - Agonists

Albuterol nebulizer

5.0mg/mL

2.5 mg/3mL

1.25 mg/3mL

0.63mg/mL

Albuterol via MDI

90g/puff

Levalbuterol via nebulizer

0.31mg/3mL

0.63 mg/3mL

1.25 mg/3mL

Levalbuterol via MDI

0.15 mg/kg (min dose, 2.5mg)) every 20 mins for 3 doses, then 0.15-0.3 mg/kg up to 10 mg every 1-4 hours as needed or 0.5mg/kg/hr by continuous nebulization

2-8 puffs every 20 mins for 3 doses, then every 1-4 hourse inhalation maneuver. A spacer or holding chamber should be used

Children 6-11 years :

0.31mg 3 times/day every 6-8 hrs.

Children 12 years :

0.63 mg 3 times/day, may be increased to 1.25mg

1-2 puffs every 4-6 hrs as needed15 mins

15 mins

15 mins

5-10 mins3-4 hrs

3-4 hrs

5-6 hrs

3-6 hrsOnly selective 2 Agonists are recommended. For optimal delivery, dilute aerosols to minimum of 4 mL at gas flow rates of 6-8L/min

As effective as nebulized therapy if patient is able to coordinate.

0.63 mg of levalbuterol is equivalent to 1.25 mg of racemic albuterol in both efficacy and side effects.

Children 2-11 years : in a randomized, double-blind, single-dose, crossover study, doses ranging from 0.16 to 1.25 mg were used safely with clinically significant improvements in pulmonary function test values.

Anticholinergics

Ipratropium bromide

Nebulizer solution (0.25mg/mL)

MDI

(18g/puff)0.25 mg every 20 minutes for 3 doses, then every 2-4 hours.

4-8 puffs needed13 mins

1-3 mins3-6 hrs

3-6 hoursMany mix in same nebulizer with albuterol. Should not be used as first-line therapy.

Should be added to 2 Agonists therapy.

Dose in MDI is low and has not been studien in asthma exacerbations

Bronkodilator dan kortikosteroid dapat diberikan secara oral, parenteral atau inhalasi.

Kortikosteroid

Merupakan anti radang yang efektif untuk pengobatan obstruksi jalan napas yang reversibel. Meskipun mekanismenya belum seluruhnya jelas, namun dalam percobaan ternyata kortikosteroid dapat mempercepat katabolisme imunoglobulin (termasuk IgE). Di samping itu, kortikosteroid menghalangi kerja enzim fosfolipase yang mampu mengubah fosfolipid membran sel menjadi mediator yang berpotensi tinggi menimbulkan bronkospasme, dan yang terpenting kortikosteroid dapat :

menghalangi metabolisme asam arakhidonat dan menghambat pembentukan leukotrien dan prostaglandin

menghalangi pergerakan dan aktivitas sel-sel radang secara langsung

meningkatkan respon reseptor beta dari otot polos saluran pernapasan

Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek. Hasilnya cukup baik untuk mengurangi lama dan seringnya serangan eksaserbasi akut. Pemberian kortikosteroid oral sedini mungkin pada serangan eksaserbasi akut dapat menghambat beratnya penyakit, mengurangi timbulnya kasus darurat paru, mengurangi seringnya masuk RS, dan apabila masuk RS lama raawatnya jadi lebih pendek. 2,5,7Pada pemberian kortikosteroid per oral, obat mulai bekerja 3 jam setelah pemberian, mencapai puncak setelah 6-12 jam. Pengobatan asma akut jangka pendek yang memakai kortikosteroid per oral dosis tinggi (1-2 mg/kg BB pada anak-anak) dapat diberikan 5-10 hari, kemudian dosis obat diturunkan perlahan-lahan. Sedangkan dosis pemeliharaan (maintenance) diberikan bila Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) stabil dan mendekati nilai normal.

Kortikosteroid aerosol per inhalasi merupakan cara pengobatan pertama untuk asma sedang maupun asma berat sesuai dengan patogenesis adanya keradangan dan hyperresponsiveness saluran napas.

Sodium kromolin

Merupakan obat anti-inflamasi non-steroid untuk asma yang dianggap cukup penting dan baik. Mekaniasme kerja obat ini belum sepenuhnya diketahui, namun teori daasarnya adalah sebagai stabilisator sel mast dan mencegah pelepasan mediator. Pemakaian sodium kromolin untuk profilaksis dapat mencegah reaksi cepat atau lambat yang dapat menimbulkan penyempitan saluran napas setelah terpapar dengan alergen atau setelah latihan jasmani, ataupun setelah menghirup udara dingin.6,7Sodium Nedokromil

Obat ini merupakan modifikasi dari kromolin, berbentuk tablet dan pemberiannya per oral, susunan molekulnya lebih sederhana daripada kromolin. Bekerja sebagai stabilisator membran yang bekerja 40x lebih baik daripada sodium kromolin.14,16

KetotifenObat ini mempunyai anti histamin dan dapat dipakai untuk pengobatan asma ringan. Pengaruh sampingannya adalah sebagai zat penenang.

Bronkodilator

Spasme otot polos bronkus merupakan faktor utama yang menimbulkan obstruksi pada asma. Obat-obatan beta-adrenergik agonis teofilin dan antikolinergik terbukti dapat mengendorkan spasme otot polos tersebut. Karena setiap obat tadi mempunyai mekanisme kerja yang berbeda, maka pemakaian obat-obatan secara gabungan akan menambah efek masing-masing obat tersebut. Obat-obatan tersebut meliputi :

Adrenergik : suatu bronkodilator yang spesifik

Epinefrin (Adrenalin)

Epinefrin sangat poten, kerjanya cepat secara parenteral. Efek terapeutiknya pendek, kecuali kalau larutannya digabungkan dengan suspensi lain yang mengandung aluminium. Epinefrin merupakan gabungan alfa dan beta adrenergik agonis. Pemberian subkutan dengan dosis 0,01 mg/kg BB, menghasilkan bronkodilator cepat, tetapi dengan adanya alfa adrenergik yang mempunyai aktivitas kuat, pemakaian epinefrin harus dibatasi pada penderita tua, terutama yang menderita penyakit jantung iskemik. Karena obat ini dapat menimbulkan efek samping seperti iskemi miokard, aritmia, dan hipertensi sistemik. Kontra indikasi ini tidak berlaku pada semua penderita yang mengalami eksaserbasi.3,8 Efedrin

Obat ini merupakan suatu bronkodilator ringan. Sering dikombinasikan dengan aminofilin dan sedatif, tetapi penggunaannya terbatas pada serangan asma ringan17 Isoproterenol

Obat ini diberikan secara inhalasi dengan menggunakan nebulizer dan dalam dosis kecil. Kerja obat baru tampak setelah 5 menit pemberian dan waktu kerja obat sangat pendek, yaitu kurang dari 2 jam. Penderita yang mengalami serangan asma berat dapat diberikan per injeksi. Hati-hati pemberian obat pada penderita sakit jantung.

Beta-adrenergik Agonis Selektif

Obat ini bekerja selektif sebagai bronkodilator pada reseptor beta 2 otot polos bronkus, sehingga terjadi pelebaran saluran napas serta memperlambat terlepasnya mediator sel mast dan basofil. Bila diberikan per oral lama kerjanya 4-6 jam, namun bila diberikan secara aerosol efek obat lebih lama sekitar 12-18 jam. Pemberian aerosol juga dapat mengurangi pengaruh sampingan berdebar-debar, cemas, gemetar dibandingkan dengan pemberian per oral atau parenteral dan pemberian secara inhalasi lebih rasional, baik untuk pencegahan maupun eksaserbasi akut, karena asma merupakan penyakit saluran napas

Non Adrenergik Bronkodilator

Teofilin

Teofilin dan derivatnya merupakan obat asma kelompok pertama yang sering dipakai. Untuk pengobatan asma akut tersedia dalam bentuk tablet tipis dengan kerjanya yang cepat, namun tidak dipakai sebagai maintenance drug karena cepat pula dimetabolisir,. Untuk pemakaian long acting tersedia dalam bentuk tablet sustained-release yang efek bronkodilatornya 12-24 jam, sehingga dapat dipakai 2x sehari. Teofilin menghambat enzim fosfodiesterase , sehingga 5-cAMP tidak terbentuk dan konstriksi bronkus tidak terjadi. Teofilin juga bekerja melawan adenosin yang dapat menyebabkan bronkokonstriksi, meningkatkan pelepasan katekolamin dalam tubuh., mempengaruhi aliran kalsium dalam sel, mempercepat terjadinya ikatan cAMP dengan protein menjadi cAMP-protein dan mengurangi kelelahan otot diafragma. Teofilin bebas dapat menembus plasenta, sehingga kadar teofilin di dalam janin pada waktu lahir sama dengan kadar teofilin dalam serum ibunya. Namun, sampai saat ini tidak menyebabkan kelainan kongenital walaupun bayi mengalami keracunan teofilin. 1,5,6,7 Obat-obat antikolinergik

Atropin, prototipe kolinergik, digunakan sebagai obat asma terbatas karena efek samping yang sering terjadi. Atropin diserap tubuh melalui mukosa. Namun obat sintetiknya banyak dipakai pada pengobatan penderita penyakit paru obstruktif menahun, yakni ipratropium bromida, dan merupakan obat yang mempunyai kemampuan bronkodilatasi 2x lipat dengan waktu kerja yang jauh lebih lama dibandingkan dengan atropin itu sendiri. Kombinasi anti kolinergik dengan obat golongan adrenergik akan menghasilkan relaksasi otot polos bronkus, dengan cepat dan lebih lama.Kelompok obat asma

Obat asma dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller).

Obat pereda ada yang menyebutnya obat pelega, atau obat serangan. Obat kelompok ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat tidak digunakan lagi atau diberikan hanya bila perlu. Jenis obat pereda yang biasa digunakan, yaitu : - Bronkodilator : terdiri dari simpatomimetik, santin, dan antikolinergik

- Simpatomimetik contohnya adrenalin, ephedrin, 2 Agonis

- Santin contohnya teofilin, aminofilin

- Antikolinergik contohnya iptropium bromide- Kortikosteroid. Contohnya : kortison, hidrokortison, prednison, kenacort- Mukolitik. Contohnya : obat batuk putih (OBP), obat batuk hitam (OBH), bisolvon

Obat pengendali yang disebut juga obat pencegah atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran napas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus-menerus diberikan walaupun sudah tidak ada gejalanya. Lama pengobatan tergantung keadaan asma dan tujuannya. Pemberiannya diturunkan pelan-pelan yaitu 25% setiap penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6-8 minggu. Jenis obat pengendali yang biasa digunakan : bronkodilator, kortikosteroid, mukolitik, ketotifen. 7,8Tatalaksana serangan asma

Pengobatan Medikamentosa pada derajat serangan pada dasarnya selalu diawali dengan tatalaksana awal berupa :

pemberian nebulisasi - agonis dengan penambahan garam fisiologis, yang dapat diulang 1 3 x selang 20 menit

pada pemberian ketiga nebulisasi ditambah antikolinergik

pada serangan berat, langsung berikan nebulisasi agonis dikombinasikan dengan antikolinergik

pada pasien dengan serangan berat yang diserai dehidrasi dan asidosis metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi agonis cukup diberikan 1x nebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.13,15,16Kemudian, tatalaksana disesuaikan dengan derajat serangan :

(1) serangan asma ringan

Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respon yang baik (complete response), berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 12 jam, jika respons tersebut bertahan berarti serangan telah berakhir, pasien dapat dipulangkan dan dibekali obat agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4 6 jam. 8 Jika pencetus serangannya adalah virus dapat ditambahkan steroid oral dalam jangka pendek (3 5 hari)

(2) serangan asma sedang

Jika dengan pemberian nebulisasi 2 -3 kali , pasien hnaya menunjukkan respon parsial (incomplete response), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu perlu dinilai ulang derajatnya.

Steroid sistemik (oral) metilprednisolon dengan dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 3-5 hari

Apabila alat nebuliser tidak tersedia, maka sebagai alternatif lain dapat digunakan spacer yang dihubungkan dengan obat inhaler ( MDI = Matered Dose Inhaler ) . pada serangan asma ringan dan sedang , metode ini sama efektifnya dengan pemberian nebulisasi, sedangkan pada serangan berat nebuliser masih lebih unggul.

Dengan bantuan spacer, deposit obat di paru paru akan lebih besar dibandingkan dengan MDI tanpa spacer.3,8(3) serangan asma berat

Bila dengan tiga kali nebulisasi berturut- turut pasien tidak menunjukkan respon buruk ( poor response ), yaitu tanda dan gejala serangan masih ada ( pemakaian ulang sesuai pedoman ) maka pasien harus dirawat diruang inap. Dalam derajat ini Pasien harus segera ditangani denagn pemberian oksigen. Oksigen 2- 4 L / menit diberikan sejak awal harus diberikan termasuk saat nebulisasi.. Pasang jalur parenteral dan lakukan foto toraks. Jika sejak penilaian awal pasien mengalami serangan berat, nebulisasi cukup diberikan satu kali langsung dengan agonis dan antikolinergik ( Ipratropium bromida ). Dahulu keadaan ini disebut dengan status asmatikus.

Pada keadaan ini harus dicari penyebab kegagalan tatalaksana yang biasanya adalah keadaan dehidrasi, asidosis dan adanya gangguan ventilasi akibat atelektasis.

Terapi non-medikamentosa serangan asma :

Oksigen 4 L/menit, Mencegah anak terpapar zat / allergen/ kondisi ( cuaca ) yang dapat memacu timbulnya serangan asma, Edukasi kepada pihak keluarga anak yang menderita asma mengenai derajat penyakit dan derajat serangan asma, Diet yang bergizi, cukup istirahat atau Berenang. 1,9Kasus yang perlu segera dirujuk ke Rumah Sakit terdekat adalah ketika pasien menunjukkan gejala dan tanda henti napas. Di IGD RS harus segera dilakukan foto toraks untuk mendeteksi sedini mungkin adanya komplikasi pneumotoraks/ pneumomediastinum, meskipun menurut data statistik yang didapatkan komplikasi ini jarang terjadi.

Cara pemberian obat asma

1. Peroral

2. Perinhalasi/aerosolUmurAlat Inhalasi

< 2 tahun Nebuliser MDI dengan spacer Aerochamber, Babyhaler

5-8 tahun Nebuliser MDI dengan spacer DPI : Diskhaler,Turbuhaler

> 8 tahun Nebuliser MDI dengan spacer DPI MDI tanpa spacer

3. Subkutan

4. Intramukuler

5. Intravena

Terapi medikamentosa jangka panjang

Asma episodik jarangAsma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa bronkodilator agonis hirupan kerja pendek (short acting 2 agonis) atau golongan santin kerja cepat bila perlu, yaitu jika ada gejala atau serangan. Anjuran pemakaian tidak mudah dilakukan mengingat obat tersebut mahal dan tidak selalu tersedia di semua daerah. Di samping itu, pemakaian obat hirupan memerlukan teknik penggunaan yang benar. 1,4,5Asma episodik sering

Jika penggunaan obat pereda sudah lebih dari 3x perminggu atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi. Berarti derajat asmanya sudah termasuk episodik sering atau pasien sejak semula menunjukkan gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan kriteria episodik sering.

Anti-inflamasi lapis pertama yang digunakan adalah kromoglikat , dengan dosis minimum 10 mg 2-4 kali perhari. Obat ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi menjasi 2-3 kali perhari. Sampai sekarang, obat ini tetap paling aman untuk pengendalian asma anak, dan efek sampingnya ringan, yaitu sesekali menyebabkan batuk. Nedokromil merupakan obat satu golongan dengan kromoglikat namun lebih poten dan tidak menyebabkan batuk. Dapat diberikan pula obat pencegahan berupa steroid hirupan dosis rendah 100-200 g/1 hari.8Asma persisten

Jika setelah 6-8 minggu pemberian steroid hirupan dosis rendah gagal dan obat serangan tetap diperlukan 3x tiap minggu maka berarti asmanya termasuk asma persisten. Sebagai obat pengendali atau pencegahan pilihan berikutnya adalah obat steroid hirupan dosis 200-400 g/1 hari yang masih termasuk dosis rendah. Steroid hirupan biasanya efektif dengan dosis rendah sampai medium yaitu 100-400 g. Diatas 400 g/hari dilaporkan adanya pengaruh efek sistemik minimal, sedangkan dengan dosis 800 g/hari agaknya mulai berpengaruh terhadap poros hipotalamus-pituitary-adrenal sehingga dapat berdampak terhadap pertumbuhan. Efek sistemik steroid hirupan dapat dikurangi dengan penggunaan alat pmberi jarak berupa perenggang ( spacer ) yang akan mengurangi deposisi didaerah orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi sistemik dan meningkatkan deposisi obat di paru.

Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 1-3 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap ( step down ) sehingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan obat pelega/obat serangan tetap diberikan bila perlu saja.9

UmurAlat Inhalasi

8 tahunNebuliser

MDI

Alat hirupan bubukAutohaler

Non-medica mentosa

Yang paling penting pada penatalaksanaan asma adalah edukasi pada penderita maupun orangtuanya mengenai penyakit, pilihan pengobatan, identifikasi dan penghindaran allergen, perngertian tentang kegunaan obat yang dipakai, ketaatan dan pemantauan, dan yang paling utama adalah menguasai cara penggunaan obat hirupan.Edukasi mengenal 5R yang penting untuk diketahui:

Reach agreement on goals

Sepakati tujuan penatalaksanaan: tailored treatment yang sederhana, membuat prioritas, bertindak segera mengatasi kekambuhan. Buat rencana penatalaksanaan di mana rencana tatalaksana harian dapat berupa diary card yang memberikan panduan pada anak mengenai pemantauan dengan PFM (Peak Flow Meter), penggunaan obat, dan laporan gejala. Rencana tindakan kegawatan (emergency action plan) dapat membantu mengenali serangan akut dan memberi petunjuk tindakan apa ynag harus dilakukan. Semua rencana ini harus dibuat dan dibicarakan saat pertemuan awal dengan anak dan orangtuanya, dan diberikan secara tertulis.

Rehearse asthma management skills

Latih keterampilan pengelolaan asma: penggunaan obat-obatan, memantau gejala, PFR, dan membuat keputusan. Pastikan pasien menguasai teknik penggunaan alat inhalasi yang benar.

Repeat messages

Ulang pesan yang penting beberapa kali guna menigkatkan pengertian penderita dan keluarganya.

Reinforce appropriate behavior

Memuji penatalaksanaan yang benar, memberi hadiah kecil, atau dengan menghubungi dan mendiskusikan perkembangan penyakitnya. Sertakan orang yang penting bagi anak untuk memberikan dukungan.

Review results

Tinjau kembali penatalaksanaannya guna menilai tercapainya tujuan penatalaksanaan.75. Etiologi

Asma merupakan suatu penyakit developmental, di mana perkembangan normal dari sistem respiratorius dan imun terganggu oleh karena paparan dengan lingkungan yang bekerja pada predisposisi genetik.3Faktor pencetus asma diantaranya:

Atopi

Merupakan faktor resiko mayor untuk asma, dan merupakan respon imun terhadap antigen lingkungan yang dimediasi IgE.6,9 Alergen yang menyebabkan sensitisasi biasanya merupakan protein yang memiliki aktivitas protease, dan yang paling umum adalah kutu debu, bulu kucing dan anjing, kecoak, rerumputan, serbuk sari, dan rodentia.6 Atopi memiliki dasar genetik yang kuat dan umumnya bermanifestasi sebagai asma, eksema, dan atau demam hay dalam keluarga.6,9 Tes antibodi spesifik kurang berperan pada tatalaksana.6 Asma intrinsik

Terjadi pada minoritas pasien asma, dan biasanya baru muncul setelah usia dewasa, dimana hasil tes kulit negatif dan IgE serum dalam kadar normal. Biasanya pasien juga memiliki polip nasal, dan mungkin sensitif aspirin.9 Infeksi

Infeksi saluran nafas atas (terutama oleh virus) merupakan faktor pencetus tersering, dan mungkin penting pada anak yang mengalami masalah terutama pada musim dingin.6 namun faktor ini masih belum jelas peranannya dalam etiologi asma, misalnya hubungan antara infeksi RSV pada bayi dengan prevalensi asma, mengingat infeksi RSV sering terjadi pada anak. Hipotesis higienisitas

Sensitisasi alergi dan asma didapatkan lebih sedikit pada anak dengan kakak daripada anak tunggal. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah infeksi yang lebih sedikit mungkin menyebabkan meningkatkan prevalensi asma pada komunitas. Kurangnya infeksi saat masa kecil menyebabkan sel Th-2 tidak megalami perubahan menjadi Th-1yang protektif. Infeksi parasit usus juga berhubungan dengan rendahnya prevalensi asma.9 Diet

Peranannya masih kontroversial. Studi menunjukkan bahwa rendahnya diet antoksidan seperti vitamin C, vitamin A, magnesium, selenium, dan omega-3 PUFA berhubungan dengan meningkatnya resiko terkena asma. Obesitas juga merupakan faktor resiko untuk asma, namun mekanismenya belum diketahui.6 Polusi udara

Polutan udara seperti belerang dioksida, ozon, dan partikel diesel dapat memicu gejala asma, namun peranan setiap zat dalam etiologinya masih belum diketahui pasti. Dikatakan juga bahwa ibu yang merokok juga meningkatkan faktor resiko asma pada anak.9 Emosi

Masalah emosi berat (misalnya senang atau cemas) dapat mempresipitasi serangan pertama mengi atau memperberat serangan.

Aktivitas

Mengi yang diinduksi aktivitas terjadi terutama ketika berlari dalam cuaca dingin.

Atmosfer

Udara berdebu, panas, ruangan berisi asap rokok, atau perubahan suhu udara dapat mencetuskan mengi.66. Epidemiologi

Asma merupakan masalah kesehatan yang mayor serta merupakan masalah kronik yang umum pada anak baik di negara berkembang maupun negara maju.2,3 Prevalensi asma meningkat dalam beberapa dekade belakangan, dan mungkin ada hubungannya dengan meningkatnya urbanisasi serta polusi baik indoor maupun outdoor. Prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar dan 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.3,87. Patogenesis (gambar 1)Patofisiologi asma termasuk peluruhan epitel saluran nafas, edema, pembentukan sumbatan mukus, aktivasi sel mast, masuknya sel radang ke dalam jalan nafas, dan deposisi kolagen di bawah membrana basalis. Infiltrat sel radang termasuk eosinofil, limfosit, dan neutrofil terutama pada eksaserbasi asma yang fatal. Adanya inflamasi menyebabkan hiperesponsivitas jalan nafas, limitasi jalan nafas, dan kronisitas penyakit. Hiperesponsivitas jalan nafas adalah kecenderungan jalan nafas untuk berkonstriksi sebagai respon terhadap iritan, infeksi virus, alergen, dan latihan fisik, dan juga menyebabkan edema, meningkatnya produksi mukus, masuknya sel radang ke dalam jalan nafas, dan luruhnya epitel. Inflamasi persisten jalan nafas dapat menyebabkan remodelling dan perubahan ireversibel dari dinding saluran nafas.4

Asma yang merupakan penyakit inflamasi, baik asma alergik maupun non-alergik memiliki 6 syarat-syarat radang berikut: Kalor (panas karena vasodilatasi)

Rubor (kemerahan karena vasodilatasi)

Tumor (eksudasi plasma dan edema)

Dolor (rasa sakit karena rangsangan sensoris)

Functio laesa (fungsi yang terganggu)

Infiltrat sel radang

Inflamasi dicapai melalui 2 jalur: jalur imunologis dan jalur saraf otonom. Jalur imunologis terutama didominasi oleh IgE, di mana masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cell) untuk dikomunikasikan ke sel Th (T helper). Sel Th akan memberi sinyal (interleukin atau sitokin) agar sel-sel plasma membentuk IgE serta sel-sel radang lain untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi seperti histamin, PG (prostaglandin), LT (leukotrien), platelet activating factor (PAF), bradikinin, TX (tromboxan) dll akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran nafas, infitrasi sel-sel radang, sekresi mukus, dan fibrosis sel subepitel sehingga menimbulkan hiperreaktivitas saluran nafas. Jalur non alergik selain merangsang sel inflamasi juga merangsang sistem saraf otonom dengan hasil berupa inflamasi dan hiperreaktivitas saluran nafas.Berbagai keadaaan yang dapat meningkatkan hipersensitivitas saluran nafas: Inflamasi saluran nafas

Kerusakan epitel

Disebabkan karena inflamasi, dan berakibat kerusakan yang bervariasi dari ringan sampai berat. Perubahan ini menyebabkan peningkatan penetrasi alergen, mediator inflamasi, serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf otonom. Sel-sel epitel sendiri sebenarnya mengandung mediator yang dapat bersifat sebagai bronkodilator dan kerusakannya akan mengakibatkan bronkokonstriksi lebih mudah terjadi.

Mekanisme neurologis

Pada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf parasimpatis

Gangguan intrinsik

Akibat hipertrofi otot polos saluran nafas

Obstruksi saluran nafas

Obstruksi saluran nafas akan bertambah semakin berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas akan menyempit pada fase tsb, mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan udara residual, kapasitas residu fungsional, dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan saluran nafas ini diperlukan otot-otot bantu pernafasanGangguan obstruksi saluran nafas dapat diukur dengan FEV1 atau PFR, sedangkan penurunan FVC menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi pada saluran nafas yang sedang, besar, maupun kecil. Mengi menunjukkan ada penyempitan di saluran nafas besar, sedangkan pada saluran nafas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi. Penyempitan saluran nafas tidak merata terjadi di seluruh bagian paru, dan terdapat daerah yang hipoxemia sehingga akan menyebabkan hiperventilasi paru guna memperoleh lebih banyak oksigen namun juga berakibat turunnya tekanan CO2 dalam darah sehingga terjadi alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat, banyak saluran nafas dan alveolus tertutup mukus sehingga tidak memungkinkan pertukaran gas, sehingga terjadi hipoxemia dan kerja otot-otot pernafasan akan menyebabkan CO2 diproduksi lebih banyak disertai retensi CO2 (hiperkapnia) dan tejadi asidosis respiratorik atau gagal nafas. Hipoxemia yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru dan shunting, yaitu perdaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik sehingga memperburuk hiperkapnia.108. KomplikasiKebanyakan eksaserbasi asma dapat ditangani di rumah.2 Dengan adanya asma akut, komplikasi kebanyakan sekitar hipoxemia dan asidosis dan dapat juga seizure generalisata.4 Status asmatikus adalah eksaserbasi akut asma yang tidak menunjukkan respon adekuat terhadap terapi dan mungkin memerlukan perawatan di rumah sakit. Eksaserbasi dapat berlangsung dalam beberapa hari dan dalam tingkatan ringan hingga membahayakan nyawa.2 Status asmatikus dapat menyebabkan pneumomediastinum atau pneumothorax. Asma anak yang tergantung kortikosteroid dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan namun tinggi maksimum saat dewasa nampaknya tidak dipengaruhi.49. PencegahanPengendalian lingkungan sejak dalam kandungan dan juga setelah lahir serta pemberian ASI minimal 4 bulan sangat dianjurkan. Pengendalian lingkungan terutama dilakukan bagi asma balita yang diduga akibat alergi, yaitu dengan penghindaran terhadap asap rokok, tidak memelihara binatang berbulu di rumah, perbaikan ventilasi ruangan dan penghindaran kelembapan kamar. Selain itu, diperlukan juga pendidikan dan kemitraan dalam penanggulangan asma terhadap pasien dan keluarganya serta tenaga kesehatan.1 Edukasi yang berhasil meliputi edukasi mengenai dasar dari asma, peranan terapi, dan meningkatkan pengetahuan pasien akan cara penggunaan alat spacer untuk metered dose-inhaler dan PFM. Monitoring PFM berguna untuk anak usia >5 tahun, di mana nomor tertingginya adalah PFR. Uji ini dilakukan 3 kali guna memperoleh hasil yang terbaik. Nilai PFR terbaik adalah nilai stabil yang diperoleh dalam waktu 2 minggu, di mana berdasarkan nilai tsb akan ditentukan rencana tertulis yang dibagi menjadi 3 zona:

Zona hijau: PFR 80%-100%. Anak asimtomatik dan harus melanjutkan pengobatannya seperti biasa.

Zona kuning: PFR 50%-80%. Anak memiliki gejala asma. Tambahkan terapi resusitasi seperti albuterol dan hubungi tenaga medis bila PEFR tidak kembali ke zona hijau dalam 24 48 jam atau jika gejala asma Zona merah: PFR di bawah 50% dan merupakan suatu kedaruratan. Medikasi darurat perlu dilaksanakan segera dan apabila PEFR tetap di zona merah berarti anak memiliki gangguan jalan nafas yang signifikan. Hubungi tenaga medis.2Tindakan dini pada asma anak berdasarkan pendapat bahwa keterlambatan penghindaran pencetus dan pemberian obat pengendali akan berakibat perubahan jalan nafas yang ireversibel (airway remodeling).1Pesan kunci untuk keluarga dengan anak yang asma adalah bahwa anak tsb harus dibawa mengunjungi tenaga medis bukan hanya ketika terlihat sakit namun juga saat kondisinya sedang sehat. Kunjungan regular akan mempermudah tenaga medis untuk meninjau ulang tingkat kepentingan dari pengobatan guna menentukan penyesuaian pengobatan.10. PrognosisBagi beberapa anak, gejala mengi dengan infeksi pernafaasan akan menghilang saat mencapai usia prasekolah, sementara anak lainnya memiliki gejala asma yang lebih persisten.2 Anak dengan asma episodik yang jarang akan berhenti mengi pada awal masa dewasa, hanya 20% dari mereka dengan episode asma yang sering dan kurang dari 5% dari mereka dengan asma persisten akan bebas mengi pada saat dewasa. Namun, dengan terapi yang benar dan baik, asma dapat dikendalikan.5 Faktor prediktor adanya mengi yang berlanjut hingga persisten adalah adanya atopi. Indikator prognostik untuk anak usia kurang dari 3 tahun yang beresiko asma adalah adanya eksema, asma pada orangtua, atau dua dari: rhinitis alergi, mengi dengan demam, atau eosinofilia >4%. 2BAB III

PENUTUP3.1 - KesimpulanAsma adalah penyakit paru obstruktif, difus dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan dan tingginya tingkat reversibilitas proses obstruktif, yang dapat terjadi secara spontan atau sebagai akibat pengobatan. Juga dikenal sebagai penyakit jalan napas reaktif, kompleks asma mungkin mencakup bronkitis mengi, mengi akibat virus, dan asma terkait atopik Sampai saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti meski telah banyak penelitian oleh para ahli di dunia kesehatan. Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah 3 tahun. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal/fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Lainnya bisa melalui uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau dengan NaCl hipertonis.

3.2Kritik dan SaranAsma merupakan penyakit yang sulit disembuhkan total namun dapat ditangani dengan sebaiknya apabila terjadinya eksaserbasi. Dengan itu, penatalaksanaan yang tepat dalam menangani serangan asma yang berbeda dapat mengurangkan angka terjadinya status asthmaticus selanjutnya mengurangkan angka mortilitas yang kian meningkat. Dalam penulisan makalah ini apabila ada kesalahan yang tidak di sengaja maupun yang di sengaja mohon saran dan kritik untuk menyempurnakan dalam penulisan dan susunan kata kata yang telah dijadikan dalam bentuk makalah. Daftar Pustaka1. Rahajoe N. Deteksi dan penanganan jangka panjang asma anak. Dalam: Yayasan Penyantun Anak Asma Indonesia SUDDHAPRANA. Manajemen kasus respiratorik anak dalam praktek sehari-hari. Jakarta: YAPNAS SUDDHAPRANA; 2007. H.96-104, 106-7.

2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson essentials of pediatrics. 6th International ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. P.311-2, 315, 317, 452-3, 500-1, 503, 520-1.

3. Taussig, Landau, Le Souef, Martinez, Morgan, Sly. Pediatric respiratory medicine. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2008. P. 779, 806.

4. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR, editor. Current diagnosis & treatment in pediatrics. 18th ed. US: The MCGraw-Hill companies; 2007. P.506-8, 521-3, 1049-50.

5. Roberton DM, South M. Practical paediatrics. 6th ed. UK: Churchill Livingstone Elsevier; 2007. P. 488, 491, 498, 511.

6. Meadow R, Newell S, editor. Lecture notes pediatrika [terjemahan]. Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga; 2005. H. 157-9.

7. Sidhartani M. Peran penatalaksanaan asma pada anak. Disampaikan pada Upaca Penerimaan Jabatan Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Diponegoro, Semarang, 28 Juli 2007. H.12-8, 24-5.

8. Supriyatno HB. Diagnosis dan penatalaksanaan terkini asma pada anak. Maj Kedokt Indon 2005; 55: 236-9.

9. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jamelson, et al, editor. Harrisons principles of internal medicine. 17th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2008. P. 1596.

10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI; 2006. H. 247-8.

11. Bronchiectasis. Diunduh dari: http://bodyandhealth.canada.com/channel_condition_info_details.asp?disease_id=139&channel_id=2022&relation_id=16665, 20 Juli 2011.12. Richard Behrman. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi 15. Vol 1. Jakarta : EGC 2002 : 775-791.

13. Bambang Supriyatno. Diagnosis dan penatalaksanaan terkini asma pada anak. Vol 55 (3). Jakarta : Majalah Kedokteran Indonesia 2005 : 235-240.

14. Crefton, Douglass. Respiratory diseases. Edisi 2. Jakarta : EGC 2005 : 379-387.

15. Asthma, Dorlands pocket medical dictionary 28th ed. Elsevier, health Sciences Edu, Marketing, 2009, p86.

16. Hasan S. Pedoman nasional asma anak. Edisi 2. Jakarta : UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia 2004 : 225-232.

17. Sharieff QZ, Joseph MM,Wylie TW, Respiratory disorders in Pediatric emergency medicine quick glance, International ed, 2005, p326-34.18. Heltzer M, Spergel JM, Asthma in Comprehensive pediatric hospital medicine, Mosby elesevier, 2007, p463-79.Tabel 1. Laju pernafasan normal anak

Sumber: Nelson essential pediatrics

Gambar 1. Foto thorax anak asma: hiperinflasi, penebalan peribronchial

Sumber: Nelson textbook of pediatrics

Bagan 1. Alur diagnosis asma anak

Sumber: SUDDHAPRANA Manajemen kasus respiratorik anak dalam praktek sehari-hari

Tabel 2. Penggolongan asma anak berdasarkan PNAA

Sumber: Lecture notes pediatrika

Tabel 3. Bentuk pemberian obat pada anak sesuai usia

Sumber: SUDDHAPRANA Manajemen kasus respiratorik anak dalam praktek sehari-hari

Gambar 1. Patogenesis dan perubahan yang terjadi pada asma

Sumber: Robbins basic pathology

36